Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEBEBASAN BERAGAMA DAN KEPERCAYAAN DI INDONESIA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran PKN
Guru Mata Pelajaran “Nurfa S.Pd”

Disusun oleh : Kelompok 2 ( X ips )


MUHAMMAD FARID
ARDIN
ROSMINI
SARFINA

MADRASAH ALIYAH BOLA


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Batauga, November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kebebasan beragama dan kepercayaan............................ 4
B. Membangun kerukunan umat beragama ............................................. 6
C. Saling menghargai tanpa membedakan Agama................................... 7
D. Kebijakan Pemerintah dalam Pelaksanaan Kebebasan Beragama dan
Kepercayaan di Indonesia ..................................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebebasan beragama merupakan Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi dan wajib
dihormati antara sesama manusia. Seperti yang tercantum dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Pasal 29 ayat (2), yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatas telah tertulis dengan jelas bahwa
negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap warga negara Indonesia untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing. Oleh karena itu segala bentuk pelanggaran terhadap pemeluk agama, baik secara
mental maupun secara fisik harus dihindarkan dan tidak boleh terjadi di bumi ini khususnya
di Indonesia.
Pasal lain juga disebutkan, yaitu Pasal 28E ayat (1) yang berbunyi
:“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Serta pasal 28E ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.
Begitu juga disebutkan dalam pasal 28I ayat (1) yang berbunyi :
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan :
1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah
menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
1

2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-


masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.

Pada prinsipnya pengakuan konstitusi diatas memberikan landasan hukum bahwa


kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya telah dijamin
oleh konstitusi dalam mewujudkan ide-ide Hak Asasi Manusia didalamnya.
Banyak dokumen internasional tentang HAM telah menyebut tentang kebebasan
beragama. Dalam Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi PBB tahun 1948, pasal 18,
26, dan 29, disebutkan mengenai pokok-pokok kebebasan beragama itu. Pasal 18 misalnya
mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak kebebasan berpikir, berkesadaran, dan
beragama, termasuk kebebasan memilih dan memeluk agama, dan menyatakan agamanya
itu dalam pengajaran, pengamalan, dan beribadatnya, baik secara sendiri-sendiri maupun
dalam kelompok. Dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang
disahkan PBB pada tanggal 16 Desember 1966, pada Pasal 18 juga dinyatakan hal yang sama
dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 18 Deklarasi Universal tentang HAM PBB tersebut.
Kemudian dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
yang disahkan PBB tanggal 16 Desember 1966, pada Pasal 13 dinyatakan bahwa semua
negara pihak yang meratifikasi kovenan itu harus menghormati kebebasan orang tua atau
wali untuk menjamin bahwa pendidikan anak mereka di sekolah-sekolah dilakukan sesuai
dengan agama mereka. Dalam Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan
Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan yang diadopsi PBB tahun 1981, pada Pasal
1 juga dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan menganut agama, dan
memanifestasikannya secara pribadi dan berkelompok, baik dalam beribadat, pengamalan,
maupun pengajarannya.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Jawa-Timur No.Kep-


01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang aliran sesat Syiah telah sesuai dengan
pengaturan dan perlindungan hak kebebasan beragama dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia? 8 Muhammad As Hikam, Demokrasi Dan
Civil Society, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 1999, Hal 134.
2
2. Bagaimana implikasi hukum Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi
Jawa-Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang aliran sesat Syiah
terhadap hak kebebasan beragama di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kesesuaian atau ketimpangan antar Fatwa Majelis Ulama


Indonesia (MUI) Propinsi Jawa-Timur No. Kep-01/SKF- MUI/JTM/I/2012
tentang aliran sesat Syiah dengan pengaturan dan perlindungan hak
kebebasan beragama dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia?
2. Untuk menganalisis Bagaimana implikasi hukum Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Propinsi Jawa-Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012
tentang aliran sesat syiah terhadap hak kebebasan beragama di Indonesia.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Kehidupan beragama
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat Indonesia,
termasuk sebagai pelajar. Setiap awal pelajaran tentunya selalu dipersilakan untuk berdoa
berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-masing. Begitupun ketika berada di
lingkungan keluarga atau masyarakat, kita dapat melakukan berbagai kegiatan keagamaan
dengan nyaman, aman, dan tertib. Hal itu semua, dikarenakan di negara kita sudah ada
jaminan akan kemerdekaan beragama dan kepercayaan yang dimiliki oleh seluruh rakyat
Indonesia.
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia
bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya. Setiap
manusia tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama,
masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan muncul
dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apa pun yang mengandung
paksaan atau menyuruh penganutnya untuk memaksakan agamanya kepada orang lain,
terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama.
Kemerdekaan beragama itu tidak dimaknai sebagai kebebasan untuk tidak beragama atau
bebas untuk tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemerdekaan beragama bukan
pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah beragama atau mengubah
agama yang telah dianut seseorang. Selain itu kemerdekaan beragama juga tidak diartikan
sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama
masing-masing. Setiap manusia tidak diperbolehkan menistakan agama dengan melakukan
peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) sebagai berikut.
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
4
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
Di samping itu, dalam Pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2)
disebutkan, bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Ketentuan-ketentuan di atas, semakin menunjukkan bahwa di Indonesia telah dijamin
adanya persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menentukan dan menetapkan pilihan
agama yang ia anut, menunaikan ibadah serta segala kegiatan yang berhubungan dengan
agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan kata lain, seluruh warga negara berhak atas
kemerdekaan beragama seutuhnya, tanpa harus khawatir negara akan mengurangi
kemerdekaan itu.
Dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun
sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyebutkan bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” Oleh karena
itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal sebagai berikut.
❖ Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang
dipeluk oleh warga negara. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan
kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan.
❖ Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu,
apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk
menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.
❖ Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta
perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan
keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing

5
B. Membangun Kerukunan Umat Beragama
Kemerdekaan beragama di Indonesia menyebabkan Indonesia mempunyai agama yang
beraneka ragam. Di sekolah, mungkin saja warga sekolahnya (siswa dan guru) menganut
agama yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinannya. Atau mungkin saja, mempunyai
tetangga yang tidak seagama. Hal itu semua, merupakan sesuatu yang wajar. Keberagaman
agama yang dianut oleh bangsa Indonesia itu tidak boleh dijadikan hambatan untuk
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut tentu saja akan terwujud apabila
dibangun kerukunan umat beragama.
Kerukunan umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial
dan tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan terpelihara
hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang seagama maupun yang berlainan agama.
Di negara kita mengenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas kerukunan
internal umat seagama, kerukunan antar umat berbeda agama, dan kerukunan antar umat
beragama dengan pemerintah.
Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk
melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan
yang masih bisa ditolerir. Dengan kata lain, sesama umat seagama tidak diperkenankan untuk
saling bermusuhan, saling menghina, saling menjatuhkan, tetapi harus mengembangkan
sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan
perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianut.
Kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan dan
mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan di
masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukkan ajaran agama. Ini perlu
dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrem yang membahayakan
keamanan dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya
dialog antar umat beragama yang di dalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi
memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam bermasyarakat. Intinya adalah
bahwa masing-masing agama mengajarkan manusia untuk hidup dalam kedamaian dan
ketenteraman.
Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup
beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur
tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya menaati aturan dalam
agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus menaati hukum yang berlaku di negara
Indonesia.
6
C. Saling Menghargai Tanpa Membedakan Agama
Negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Dengan adanya
kemerdekaan dalam beragama, negara Indonesia mengakui adanya enam agama yaitu agama
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pemerintah membentuk lembaga
keagamaan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama yang berbeda. Lembaga
keagamaan bertugas mengatur, mengurus, serta membahas dan menyelesaikan segala
masalah yang menyangkut keagamaan. Adapun fungsi dari lembaga keagamaan sebagai
berikut.
1) Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut
keagamaan.
2) Media menyampaikan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan
bangsa.
3) Wahana silaturahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan.
4) Tempat berdialog antara sesama anggota dan antarkelompok agama.

Sikap saling menghargai antarwarga negara tanpa membedakan agama hanya dapat dibina
dalam lingkungan kehidupan masyarakat dengan suasana seperti berikut.
✓ 1. Toleransi antarumat beragama.
✓ 2. Kemerdekaan beragama dilaksanakan dengan adil dan benar.
✓ 3. Menumbuhkan kerukunan dalam pergaulan.
✓ 4. Menumbuhkan saling pengertian dalam pergaulan.
✓ Tidak bersikap reaktif dan menentang.

Adapun bentuk sikap saling menghargai tanpa membedakan agama yang dapat ditunjukkan
oleh warga negara Indonesia seperti berikut.
a. Memberi kesempatan kepada pemeluk agama lain yang akan melaksanakan kegiatan
keagamaannya dan tidak mengganggu atau mengacaukan kegiatan keagamaan agama
lain.
b. Saling membantu dalam bidang kemanusiaan atau sosial, seperti gotong royong, dan
membantu korban bencana alam.
7
c. Mengadakan musyawarah wakil-wakil agama yang berbeda secara mandiri maupun
dengan pihak pemerintah demi kepentingan bersama.
D. Kebijakan Pemerintah dalam Pelaksanaan Kemerdekaan Beragama dan
Kepercayaan di Indonesia

Hak atas kebebasan beragama dan berkepercayaan menjadi tanggung jawab


negara. Hak atas kebebasan beragama dengan tegas dijamin oleh Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 28E dan Pasal 29. Selain dijamin di dalam konstitusi, juga dijamin di
berbagai peraturan perundangan. Tahun 2005 telah diratifikasi konvensi internasional
hak-hak sipil dan politik melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Artinya
secara yuridis, jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat kuat
di dalam sistem hukum di Indonesia. Bahkan, kalau diperhatikan ketentuan di dalam
konstitusi, hak atas kebebasan beragama ini diberikan dengan kualitas non-derogable
rights atau hak yang tidak boleh dicabut dalam situasi apapun. Jadi, kualitas dari hak
kebebasan beragama dan berkepercayaan ini memiliki kedudukan atau status yang
sangat tinggi di dalam hierarki hak asasi manusia. Oleh karena itu, Negara Republik
Indonesia memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
ini.

Komponen hak-hak kebebasan beragama ada dua aspek kebebasan yang


terkandung di dalam hak atas kebebasan beragama itu. Yang pertama adalah, aspek
kebebasan internal atau disebut dengan forum internum, dan yang kedua adalah
aspek kebebasan eksternal atau disebut forum eksternum. Internum adalah kebebasan
individual yang dimiliki oleh setiap orang untuk meyakini, atau berpikir, atau memilih
agama yang diyakininya, meyakini doktrin-doktrin keagamaan yang menurut dia
benar. Forum internum tidak bisa diintervensi oleh negara. Sedangkan forum eksternal
atau kebebasan eksternal, yang dimaksud dengan itu adalah kebebasan seseorang
untuk mengekspresikan atau memanifestasikan agama yang diyakininya itu melalui
dakwah, melalui pendidikan, dan melalui sarana-sarana yang lain.

Kebebasan ini juga harus dijamin untuk setiap orang pemeluk agama bebas
menyampaikan misi agamanya, mendakwahkannya, mewariskannya kepada anak-
cucunya, dan sebagainya. Itu harus dijamin oleh setiap negara. Kebebasan juga
dikenakan pembatasan. Walaupun kualitas dari hak ini berstatus sangat tinggi karena
bersifat non-derogable, tetapi terhadap kebebasan ini juga diterapkan pembatasan-
pembatasan. Tetapi, pembatasannya ditujukan terutama kepada kebebasan yang
bersifat eksternal, yaitu dalam konteks menyebarluaskan ajaran agama itu,
mewariskannya, mendakwahkannya, dan seterusnya seperti itu.

8
Pembatasan yang diperkenankan untuk kebebasan adalah :
(1) pembatasan dari sudut keamanan masyarakat,
(2) ketertiban masyarakat atau public order, kesehatan atau moralitas masyarakat,
(3) hak dan kebebasan orang lain. Inilah alat ukur untuk membatasi kebebasan beragama itu,
khususnya kebebasan dalam lingkup kebebasan eksternal, tetapi pembatasan-pembatasan
harus dinyatakan oleh hukum, bukan didasarkan oleh kesepakatan atau apa pun, tetapi harus
dinyatakan melalui hukum.
Dalam tingkat praktik kenegaraan, negara membentuk satu kementerian khusus yang
membidangi urusan agama yaitu Kementerian Agama. Hari-hari besar keagamaan dihormati
dalam praktik bernegara. Demikian pula hukum agama dalam hal ini syari’at Islam yang terkait
dengan ibadah haji, nikah, talak, rujuk, waris, hibah, zakat, wasiat, wakaf, ekonomi syari’ah,
dan lain-lain telah menjadi hukum negara khususnya yang berlaku bagi pemeluk agama Islam,
dasar falsafah negara, konstitusi negara, serta praktik dan kenyataan ketatanegaraan.

Penghormatan Negara Indonesia atas berbagai konvensi serta perangkat hukum internasional
termasuk hak asasi manusia haruslah tetap berdasarkan pada falsafah dan konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kerangka itulah dimaknai prinsip negara hukum
Indonesia yang tidak harus sama dengan prinsip negara hukum dalam arti rechtsstaat maupun
the rule of law. Prinsip negara hukum Indonesia harus dilihat dengan cara pandang UUD 1945,
yaitu negara hukum yang menempatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai prinsip
utama, serta nilai-nilai agama yang melandasi gerak kehidupan bangsa dan negara, bukan
negara yang memisahkan hubungan antara agama dan negara (separation of state and
religion), serta tidak semata-mata berpegang pada prinsip individualisme maupun prinsip
komunalisme.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemajemukan atau pluralisme dalam beragama dan berkepercayaan adalah suatu hal yang
wajar karena hal tersebut adalah sunatullah yang tidak dapat dihindari dan diingkari oleh
umat manusia, oleh karena itu yang diharapkan adalah dari setiap warga masyarakat bisa
menerima kemajemukan itu sebagaimana adanya dan negara dalam hal ini bertugas atau
melaksanakan fungsi memberikan perlindungan serta jaminan pelaksanaan kebebasan
beragama dan berkeyakinan tanpa membeda-bedakan umat mayoritas dan minoritas. Agama
memainkan peran yang penting dalam kehidupan bernegara dan berbangsa terutama di
Indonesia.
Kemerdekaan beragama di Indonesia diatur dalam Pasal 28 E, Pasal 28 I, dan Pasal 29 ayat
(2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemerdekaan beragama merupakan hak
setiap warga negara untuk memeluk dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaan
yang diyakininya. Kemerdekaan beragama tidak diartikan sebagai kebebasan untuk tidak
beragama, serta tidak diartikan sebagai kebebasan untuk memaksakan ajaran agama kepada
orang lain.

B. Saran
Dalam prinsip persamaan kedudukan warga negara Indonesia, setiap warga negara
mempunyai hak yang sama atas agama dan kepercayaannya. Hal ini berarti bahwa setiap
warga masyarakat mempunyai status yang sama dalam kehidupan sosialnya. Tidak ada
perbedaan di antara manusia yang satu dengan yang lain, suatu kelompok dengan kelompok
lain sama-sama diakui hak-hak sipilnya, dan tidak ada satu golongan pun yang diistimewakan.

10

DAFTAR PUSTAKA

El-Muhtaj, Majda. 2007. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Erwin, Muhammad. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia.


Bandung: Refika Aditama.
Hamidi, Jajim & M. Husnu Abadi. 2001. Intervensi Negara terhadap Agama.
Yogyakarta: UII Press.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nuryadi, HeriM.S. Faridy. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Wawasan


Kebangsaan. Jakarta, BSNP-BSE.

Pasha, Musthafa Kamal. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).


Yogyakarta: Citra Karsa mandiri.

Anda mungkin juga menyukai