Anda di halaman 1dari 17

KEMERDEKAAN

BERAGAMA DAN
BERKEPERCAYAAN DI
INDONESIA
TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA
KEWARGANEGARAAN
NAMA KELOMPOK
AZZAHRA SA’ADAH PRAKOSO ONEZA PITRI AIDILAWATI
M. RAFI RAFFLES ALPINDO REYFAN RAMADHAN
M. ILHAM MAHESA RIA AMELIA
M. YAFI DWIANSYAH VIRGIAWAN ANGGA FARERA
NABILA APRILIYANI
Pengertian Kemerdekaan Beragama dan
Bekepercayaan
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Kehidupan beragama merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk kalian sebagai pelajar. Setiap awal pelajaran
kalian tentunya selalu dipersilakan untuk berdoa berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Begitupun ketika berada di lingkungan keluarga atau masyarakat, kalian dapat melakukan berbagai kegiatan
keagamaan dengan nyaman, aman dan tertib. Hal itu semua, dikarenakan di negara kita sudah ada jaminan akan
kemerdekaan beragama dan kepercayaan yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas memilih,
melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya. Setiap manusia tidak boleh dipaksa
oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri.
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan
dalam agama apa pun yang mengandung paksaan atau menyuruh penganutnya untuk memaksakan
agamanya kepada orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama.
Kemerdekaan beragama itu tidak dimaknai sebagai kebebasan untuk tidak beragama atau bebas untuk tidak beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Kemerdekaan beragama bukan pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah
beragama atau mengubah agama yang telah dianut seseorang. Selain itu kemerdekaan beragama juga tidak diartikan
sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama masing-masing. Setiap manusia
tidak diperbolehkan menistakan agama dengan melakukan peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama yang
dianutnya. Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) sebagai berikut:
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Membangun Kerukunan Umat
Beragama

Kerukunan umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial
dan tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan terpelihara
hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang seagama maupun yang berlainan agama.
Di negara kita mengenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas kerukunan
internal umat seagama, kerukunan antar umat berbeda agama, dan kerukunan antar umat
beragama dengan pemerintah. Bagaimana perwujudan dari tiga konsep kerukunan itu? Untuk
mengetahuinya, simaklah uraian berikut.
Kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan dan
mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan di
masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukkan ajaran agama. Ini perlu
dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrem yang membahayakan
keamanan, dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan
adanya dialog antar umat beragama yang di dalamnya bukan membahas perbedaan, akan
tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam bermasyarakat.
Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan manusia untuk hidup dalam
kedamaian dan ketenteraman.
Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan
dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir.
Dengan kata lain, sesama umat seagama tidak diperkenankan untuk saling bermusuhan, saling
menghina, saling menjatuhkan, tetapi harus mengembangkan sikap saling menghargai,
menghormati dan toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak
menyimpang dari ajaran agama yang dianut.
Saling Menghargai Tanpa
Membedakan Agama
Negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Dengan adanya kemerdekaan dalam beragama, negara Indonesia
mengakui adanya enam agama yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pemerintah
membentuk lembaga keagamaan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama yang berbeda. Lembaga keagamaan
bertugas mengatur, mengurus, serta membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut keagamaan.
Adapun fungsi dari lembaga keagamaan sebagai berikut:

1. Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut keagamaan.
2. Media menyampaikan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
3. Wahana silaturahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan.
4. Tempat berdialog antara sesama anggota dan antarkelompok agama.
Sikap saling menghargai antarwarga negara tanpa membedakan agama hanya dapat dibina dalam lingkungan
kehidupan masyarakat dengan suasana seperti berikut:

1. Toleransi antarumat beragama.


2. Kemerdekaan beragama dilaksanakan dengan adil dan benar.
3. Menumbuhkan kerukunan dalam pergaulan.
4. Menumbuhkan saling pengertian dalam pergaulan.
5. Tidak bersikap reaktif dan menentang.
Adapun bentuk sikap saling menghargai tanpa membedakan agama yang dapat ditunjukkan oleh warga negara
Indonesia seperti berikut:

1. Memberi kesempatan kepada pemeluk agama lain yang akan melaksanakan kegiatan keagamaannya dan
tidak mengganggu atau mengacaukan kegiatan keagamaan agama lain.
2. Saling membantu dalam bidang kemanusiaan atau sosial, seperti gotong royong, dan membantu korban
bencana.
3. Mengadakan musyawarah wakil-wakil agama yang berbeda secara mandiri maupun dengan pihak
pemerintah demi kepentingan bersama.
Kebijakan Pemerintah Dalam Pelaksanaan
Kemerdekaan Beragama dan Bekepercayaan
Hak atas kebebasan beragama dan berkepercayaan menjadi tanggung jawab negara. Hak atas kebebasan beragama
dengan tegas dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E dan Pasal 29. Selain dijamin di dalam konstitusi,
juga dijamin di berbagai peraturan perundangan. Tahun 2005 telah diratifikasi konvensi internasional hak-hak sipil
dan politik melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Artinya secara yuridis, jaminan terhadap kebebasan
beragama dan berkeyakinan sangat kuat di dalam rezim hukum di Indonesia. Bahkan, kalau diperhatikan ketentuan
di dalam konstitusi, hak atas kebebasan beragama ini diberikan dengan kualitas non derogable rights atau hak yang
tidak boleh dicabut dalam situasi apapun.
Jadi, kualitas dari hak kebebasan beragama dan berkepercayaan ini memiliki kedudukan atau status yang sangat
tinggi di dalam hierarki hak asasi manusia. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban
konstitusional untuk menjamin terpenuhinya hak-hak ini.
Komponen hak-hak kebebasan beragama ada dua aspek kebebasan yang terkandung di dalam hak atas kebebasan
beragama itu. Yang pertama adalah, aspek kebebasan internal atau disebut dengan forum internum, dan yang kedua
adalah aspek kebebasan eksternal atau disebut forum eksternum. Internum adalah kebebasan individual yang dimiliki
oleh setiap orang untuk meyakini, atau berpikir, atau memilih agama yang diyakininya, meyakini doktrin- doktrin
keagamaan yang menurut dia benar. Forum internum tidak bisa diintervensi oleh negara. Sedangkan forum eksternal
atau kebebasan eksternal, yang dimaksud dengan itu adalah kebebasan seseorang untuk mengekspresikan atau
memanifestasikan agama yang diyakininya itu melalui dakwah, melalui pendidikan, dan melalui sarana-sarana yang
lain.
Kebebasan ini juga harus dijamin untuk setiap orang pemeluk agama bebas menyampaikan misi agamanya,
mendakwahkannya, mewariskannya kepada anak-cucunya, dan sebagainya. Itu harus dijamin oleh setiap negara.
Kebebasan juga dikenakan pembatasan. Pembatasan yang diperkenankan untuk kebebasan adalah
(1) pembatasan dari sudut keamanan masyarakat,
(2) ketertiban masyarakat atau public order, kesehatan atau moralitas masyarakat,
(3) hak dan kebebasan orang lain. Inilah alat ukur untuk membatasi kebebasan beragama itu, khususnya kebebasan
dalam lingkup kebebasan eksternal, tetapi pembatasan- pembatasan harus dinyatakan oleh hukum, bukan
didasarkan oleh kesepakatan atau apa pun, tetapi harus dinyatakan melalui hukum.
Penghormatan Negara Indonesia atas berbagai konvensi serta perangkat hukum internasional termasuk hak asasi
manusia haruslah tetap berdasarkan pada falsafah dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
kerangka itulah dimaknai prinsip negara hukum Indonesia yang tidak harus sama dengan prinsip negara hukum
dalam arti rechtsstaat maupun the rule of law. Prinsip negara hukum Indonesia harus dilihat dengan cara pandang
UUD 1945, yaitu negara hukum yang menempatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai prinsip utama, serta
nilai-nilai agama yang melandasi gerak kehidupan bangsa dan negara, bukan negara yang memisahkan hubungan
antara agama dan negara (separation of state and religion), serta tidak semata-mata berpegang pada prinsip
individualisme maupun prinsip komunalisme.
Thanks!

Anda mungkin juga menyukai