Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

BAB 1: PENDAHULUAN

A.Latar belakang
B.Permasalahan
C.Tujuan

BAB 2: PEMBAHASAN

1.Deskripsi permasalahan kebebasan beragama di indonesia


2.Jaminan berkonstitusi tentang kebebasan beragama dan kepercayaan
3.UUD yang mengatur/Menegaskan kebebasan beragama
4.Bentuk-bentuk pelangaran kebebasan beragama di Indonesia

BAB 3: PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Wacana kebebasan beragama sesungguhnya sudah berkembang sejak bangsa ini
akan diproklamirkan tahun 1945 silam, bahkan jauh sebelum itu. Melalui Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), wacana ini
hangat diperdebatkan founding father, khususnya dalam perumusan pasal 29 UUD
1945. Selain itu selama tahun 2007 telah terjadi pelanggaran HAM sebanyak 4075
kasus, dari kasus tersebut 20% diantaranya merupakan kasus pelanggaran
kebebasan beragama. Hal tersebut semakin mengindikasikan bahwa peraturan yang
mengatur kebebasan beragam di Indonesia masih perlu dikaji lagi.
Maka tidak berlebihan untuk mengatakan, di Tanah Air masalah kebebasan
beragama adalah masalah yang rumit.

B. Permasalahan
Dalam makalah yang berjudul ”Kemerdekaan Beragama di Indonesia” memiliki
beberapa rumusan masalah:
1. Deskripsi Permasalahan Kebebasan Beragama di Indonesia.
2. Jaminan Konstitusi Tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
3. UUD yang mengatur /menegaskan kebebasan beragama.
4. Bentuk-bentuk Pelanggaran Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan di
Indonesia.

C.Tujuan
1. Memberikan gambaran umum tentang permasalahan kebebasan beragama di
Indonesia.
2. Memahami tantangan dan peluang kebebasan beragama di Indonesia.
3. Mengetahui berbagai bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan
berkeyakinan di Indonesia.
BAB II
ISI

1. Deskripsi Permasalahan Kebebasan Beragama di Indonesia.

Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu


atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi
atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan
tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan
beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau
menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari agama resmi. Pasal 18 dalam
Kovenan Internasional PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan
kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya
adalah satu kezaliman spiritual. Kebebasan beragama merupakan satu konsep
hukum yang terkait, tetapi tidak serupa dengan, toleransi agama, pemisahan antara
agama dan negara, atau negara
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang
berhak atas kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan
Politik mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi
hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam
Pasal 18 yang berbunyi:
“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam
hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan
untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya,
melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri.”
Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri
dari hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan
agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun
kelompok dan di tempat umum atau tempat pribadi.
2 . Jaminan Konstitusi Tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada
konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
(“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945
juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat
(1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain.
Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak
tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi,
hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-
pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

3. UUD yang mengatur /menegaskan kebebasan beragama.


landasan hukum tentang kebebasan beragama tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 yaitu:
a) Pasal 28 E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya...
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
b) Pasal 28 I
1. Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun.
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
c) Pasal 29
1. Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Undang-Undang No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
d) Pasal 22
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Negara harus menjamin:
a. Bahwa hak ini dilaksanakan tanpa diskriminasi apa pun, dan
b. Hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ini.
e) Pasal 4
Hak beragama adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.
UU No.12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik Mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dengan Declaration
(Pernyataan) terhadap Pasal 1 (pasal 1, ayat 1). Dengan pengesahan Kovenan ini,
maka Kovenan ini mengikat Indonesia secara hukum.
Hukum Internasional
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
a). Pasal 18
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak
ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas
pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama
atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan
pengajaran.
2. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk
menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang
hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan
untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau
hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
4. Negara Peserta dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan
orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa
pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan
mereka sendiri.

Norma-Norma Kebebasan Beragama


Pertama, Internal freedom (Kebebasan internal). Berdasarkan pada norma ini,
setiap orang dipandang memiliki kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama.
Norma ini juga mengakui kebebasan setiap individu untuk memiliki, mengadopsi,
mempertahankan atau mengubah agama dan kepercayaannya.
Kedua, External freedom (Kebebasan eksternal). Norma ini mengakui
kebebasan mewujudkan kebebasan atau keyakinan dalam berbagai bentuk
manifestasi seperti kebebasan dalam mengajaran, praktik, peribadatan dan
ketaatan. Manifestasi kebebasan beragama dan berkepercayaan dapat dilaksanakan
baik diwilayah pribadi dan publik. Kebebasan juga bisa dilakukan secara
individual dan bersama-sama orang lain.
Ketiga, Noncoercion (Tanpa paksaan). Norma ini menekankan adanya
kemerdekaan individu dari segala bentuk paksaan dalam mengadopsi suatu agama
atau berkepercayaan. Dengan kata lain, setiap individu memiliki kebebasan
memiliki suatu agama atau kepercayaan tanpa perlu dipaksa oleh siapa pun.
Keempat, Nondiscrimination (Tanpa diskriminasi) berdasarkan norma ini,
negara berkewajiban menghargai dan memastikan bahwa seluruh individu di
wilayah kekuasaan dan yurisdiksinya memperoleh jaminan kebebasan beragama
atau berkepercayaan tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama
atau kepercayaan, pandangan politik dan pandangan lainya, asal-usul bangsa,
kekayaan dan status kelahiran.
Kelima, Rights of parent and guardian (Hak orang tua dan wali). Menurut
norma ini, negara berkewajiban menghargai kebebasan orang tua dan para wali
yang absah secara hukum untuk memastikan pendidikan agama dan moral bagi
anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan mereka sendiri. Negara juga harus
memberikan perlindungan atas hak-hak setiap anak untuk bebas beragama atau
berkepercayaaan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
Keenam, Corporate freedom and legal status (Kebebasan berkumpul dan
memperoleh status hukum). Aspek penting kebebasan beragama atau
berkepercayaan terutama dalam kehidupan kontemporer adalah adanya hak bagi
komunitas keagamaan untuk mengorganisasikan diri atau membentuk asosiasi.
Ketujuh, Limits of permissible restrictions on external freedom (Pembatasan
yang diperkenankan terhadap kebebasan eksternal). Kebebasan untuk mewujudkan
atau mengekspresikan suatu agama atau kepercayaan dapat dikenai pembatasan
oleh hukum dengan alasan ingin melindungi keselamatan umum, ketertiban,
kesehatan, moral dan hak-hak dasar lainnya.
Kedelapan, Nonderogability. Negara tidak boleh mengurangi hak kebebasan
beragama atau kepercayaan bahkan dalam situasi darurat sekalipun
4.Bentuk-bentuk Pelanggaran Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan di
Indonesia.
Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama di
Indonesia ternyata negara dan pemerintah belum benar-benar bisa menegakkan
pasal pasal yang ada di dalam UUD 1945. Mulai dari aparat kepolisian yang
seharusnya mengayomi masyarakat malah menjadi pelanggar HAM terbanyak.
Negara juga kurang tegas dalam menangani kasus kasus pelanggaran tesebut maka
dari itu bukan semakin berkurang kasus yang terjadi tetapi malah semakin
bertambanhnya kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama, bukan
hanya tentang kebebasan beragama tapi masih banyak juga pasal lain yang masih
sering dilanggar.
-Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait
rumah ibadah cenderung meningkat. “Pelanggaran kebebasan
beragama/berkeyakinan dalam bentuk penutupan, perusakan, penyegelan, atau
pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol," kata Komisioner Komnas
HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta,
Selasa
Beberapa kasus pengabaian pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus lama
pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, di antaranya: pengabaian
penyelesaian pembangunan Masjid Nur Musafir di Batuplat, Kupang, Nusa
Tenggara Timur, pengabaian penyelesaian pembangunan gereja HKBP Filadelfia,
Bekasi, Jawa Barat, serta pengabaian penyelesaian pemulangan warga Ahmadiyah
Lombok dari tempat pengungsian Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Selain itu, ada pula kasus pengabaian penyelesaian pembangunan musala
Asyafiiyyah, Denpasar, Bali, GKI Taman Yasmin Bogor, dan pengabaian
penyelesaian pemulangan pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat
pengungsian di Surabaya, Jawa Timur.
Keberadaan kebijakan diskriminatif juga dinilai menjadi penyebab tingginya
tindak pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, yaitu Penetapan Presiden
RI Nomor 1/PNSP/1965 tentang Pencegahan Penyalahdayagunaan dan/atau
Penodaan Agama.
BAB II
PENUTUP

KESIMPULAN
Hubungan antara negara dan agama dalam konteks Pancasila adalah jelas Pancasila
tidak melepaskan agama dalam mengarungi bahtera perjalanan negara, namun juga
tidak menjadikan agama tertentu sebagai landasan bernegara, artinya tidak islam
dan tidak agama selain islam yang dijadikan landasan bernegara. Kedudukan
agama didalam negara indonesia jelas pancasila mengakui akan adanya agama dan
konstitusi indonesia sendiri mencantumkan pasal tentang agama didalamnya.

SARAN
DPR dan Lembaga pemerintah lainnya, Diharapkan menjadi pengontrol yang
efektif bagi pelaksanaan kebebasan beragama di Indonesia; tetap bersepakat bahwa
negara ini bukanlah negara berdasarkan agama, tapi berdasarkan Pancasila seperti
ditunjukkan sepanjang sejarah parlemen Indonesia terkait isu kebebeasan
beragama.Jika kita sepakat bahwa negara ini berdasarkan Pancasila, bukan negara
agama, maka sepatutnya untuk bersikap netral terhadap setiap masalah keagamaan
dan kepercayaan, khususnya menyangkut keyakinan, seperti diamanahkan
konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai