rhamadanialfiani@gmail.com
ABSTRAK
ABSTRACT
1
terms of freedom of religion. The development of freedom of religion in Indonesia
during the reform period involved several important aspects. First, the Indonesian
constitution which was amended in 2002 guarantees freedom of religion as a
human right. This provides a strong legal basis for the protection of religious
freedom in the country. This article analyzes developments and challenges to
freedom of religion in Indonesia during the reform period, highlighting positive
changes and challenges that are still being faced. By understanding this
challenge, it is hoped that further efforts can be made to strengthen religious
freedom and ensure better protection for religious minorities in Indonesia.
Keywords: Developments, challenges, Religious Freedom, Reform.
PENDAHULUAN
Wacana kebebasan beragama sesungguhnya sudah berkembang sejak
bangsa ini akan diproklamirkan tahun 1945 silam, bahkan jauh sebelum itu.
Melalui Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), wacana ini hangat diperdebatkan founding father, khususnya dalam
perumusan pasal 29 UUD 1945. Dengan maksud bahwa masalah kebebasan
beragama memang tidak pernah tuntas diperdebatkan hingga sekarang. Semula
rancangan awal pasal 29 dalam UUD 1945 BPUPKI berbunyi: "Negara
berdasar atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya Kemudian diubah lewat keputusan rapat PPKI, 18
Agustus 1945 menjadi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa".
Rumusan ini menghilangkan tujuh kata (dengan kewajiban menjalankan syar'at
Islam bagi pemeluk pemeluknya), yang justru dipandang prinsipil bagi
kalangan nasionalis-Islam. Rumusan inilah yang dipakai dalam konstitusi
Indonesia hingga sekarang dan tidak mengalami perubahan meski telah empat
kali mengalami amandemen: 1999, 2000, 2001, dan 2002 ( Handayani, 2009).
2
kepercayaan, demikian juga Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 perubahan kedua,
menjelaskan hak beragama dan berkepercayaan adalah Hak Asasi Manusia
(HAM) yang tidak bisa dikurangi dan dibatasi dalam kondisi apapun. Bahkan
Pasal 28 ayat 4 UUD 1945 perubahan kedua, mempertegas kewajiban negara
terutama pemerintah untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan
memenuhi HAM. Kewajiban negara melindungi dan memenuhi hak atas
kebebasan beragama dan kepercayaan mengandung pengertian, bahwa negara
tidak mempunyai wewenang mencampuri urusan agama dan kepercayaan
setiap warga negaranya. Sebaliknya, negara harus memberikan perlindungan
terhadap setiap warga negaranya untuk melaksanakan ibadah keagamaan atau
kepercayaan ( Zainudin, 2009).
3
METODE PENELITIAN
4
dengan berbagai produk hukum. Namun, reformasi tersebut dipengaruhi
oleh kondisi politik dan ekonomi negara, serta berbagai agenda
kepentingan lainnya. Akibatnya, sejumlah peraturan hukum telah dibuat,
mulai dari undang-undang hingga peraturan daerah. Namun demikian,
masih terdapat berbagai tindakan kekerasan dan pemaksaan yang
dilakukan oleh kelompok masyarakat dan pemerintah. Jika kita mengacu
pada UUD 1945, hal ini sangat disayangkan. UUD 1945 menegaskan
bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal
28E Pasal 29 ayat 1). Padahal, Pasal 28I UUD 1945 menyatakan bahwa
kebebasan beragama tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun.
Ketentuan ini juga diperkuat dengan Konvensi Internasional Hak Sipil dan
Politik yang mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal
18), serta Pasal 22 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
5
di depan umum, berorganisasi dan berserikat, bahkan mendirikan partai
politik sebagai wujud dari perubahan ini. Pada pemilihan umum 1999,
terdapat 48 partai politik yang berpartisipasi, namun jumlah ini kemudian
dikurangi menjadi 24 partai pada pemilihan umum 2004. Meski begitu,
jumlah ini masih lebih besar dibanding era Orde Baru. Namun, masalah
kebebasan beragama tidak sepenuhnya diselesaikan hanya melalui
ketentuan konstitusi. Hal ini mungkin karena adanya perbedaan dalam
menemukan dan menerapkan di tingkat implementasi, atau mungkin
karena ketidakjelasan dari pelaksana di lapangan mengenai isi dari
ketentuan tersebut. Yang jelas, beberapa peristiwa yang melanggar konsep
kebebasan beragama atau berkeyakinan terus terjadi hingga saat ini.
Kekerasan berlatar belakang agama masih sering terjadi di berbagai
daerah, mempengaruhi kelompok sosial dan komunitas agama yang
berbeda (Mulia, 2010).
1. Dinamika sosial
6
aman dan berkeadilan bagi seluruh anggota masyarakat. Dalam upaya
mencapai integrasi sosial, setiap individu berperan aktif dengan hak dan
kewajiban yang melekat pada dirinya masing-masing. Dalam menganalisis
kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan, ada empat hal yang perlu
diperhatikan lebih detail. Prinsip pertama integrasi sosial harus menjadi
acuan dalam upaya memahami dinamika dan tantangan terkait kebebasan
beragama. Kedua, kondisi sosial masyarakat dan hubungan antar individu
harus dipahami secara mendalam, mengingat faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi dinamika kebebasan beragama. Ketiga, perlu melibatkan
semua pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah, masyarakat
sipil, kelompok agama dan akademisi, untuk mencapai pemahaman yang
komprehensif dan solusi yang inklusif. Keempat, perlu adanya lembaga
atau lembaga yang memiliki kapasitas dan keberanian untuk melakukan
intervensi yang efektif dalam mempromosikan dan melindungi kebebasan
beragama dan berkeyakinan (Fauzia, 2011). Dengan mempertimbangkan
aspek-aspek tersebut, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif tentang kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta
dapat menghasilkan langkah-langkah yang lebih efektif untuk mengatasi
masalah tersebut.
7
hubungan sosial mencapai tingkat kohesi yang baik, konflik sosial dapat
diatasi, implementasi kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat
berjalan dengan baik, dan dakwah agama dapat memiliki karakter inklusif
yang mendorong toleransi dan perdamaian. Oleh karena itu, penting untuk
memperhatikan dan menangkap keempat unsur tersebut guna mendukung
terciptanya lingkungan yang memungkinkan setiap individu menikmati
hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan ( Fauzia, 2011).
8
penduduk. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
mensosialisasikan norma-norma universal hak asasi manusia kepada
seluruh pemangku kepentingan negara dan kelompok masyarakat. Melalui
proses ini diharapkan terciptanya perilaku yang sejalan dengan prinsip-
prinsip hak asasi manusia yang universal (Busro, 2008).
Keberagaman agama di Indonesia sudah ada sejak lama. Saat itu, agama
yang berbeda hidup berdampingan secara damai dan agama menjadi penyebab
konflik antara kedua kelompok tersebut. Konflik ini menjadi tantangan bagi
kebebasan beragama di Indonesia saat ini, konflik kecil seperti penyerangan
rumah ibadah di berbagai tempat dapat meningkat menjadi konflik besar jika
negara tidak dapat menyelesaikan konflik tersebut secara memadai. Karena
cara terbaik untuk menyelesaikan konflik bukanlah dengan mengabaikannya,
menekannya, atau berpura-pura tidak ada. Sebaliknya, penting bagaimana
konflik diperiksa dan dianalisis dan bagaimana penyebabnya dipahami,
sehingga konflik di masa depan dapat dikenali pada waktunya. (Jufri, 2016).
Selain konflik antar umat beragama, sikap tertutup dan saling tidak
percaya antar pemeluk agama menjadi tantangan serius bagi kebebasan
beragama di Indonesia saat ini. Yang mana sikap tertutup ini menganggap
bahwa keberadaan agama lain mengancam agamanya. Pendirian rumah ibadah
dianggap melemahkan keberadaan agama lain (Putri, 2011).
9
sebagai simbol keagamaan yang bisa dibanggakan. Kemudian agama yang
semula merupakan tujuan, menjadi alat untuk mencapai sesuatu. Hal ini
tercermin dari desentralisasi kegiatan keagamaan yang saat ini digunakan
sebagai sumber daya politik, sebagai alat kampanye pemilu. Kondisi kerangka
kerja politik, sosial dan ekonomi saat ini juga menjadi tantangan bagi
kebebasan beragama. Diyakini bahwa ketidakstabilan politik dan kekacauan
sosial dan ekonomi memiliki pengaruh yang kuat terhadap munculnya konflik
agama. (Indriyany, 2017).
10
padat dan bentuk demokrasi. Toleransi berarti membiarkan atau membiarkan
orang lain menjadi dirinya sendiri, menghormati orang lain, menghormati asal
usul dan asal usulnya. Toleransi mengajak berdialog untuk menyampaikan
suatu bentuk pengakuan. Ini adalah gambaran toleransi dalam bentuk
konsolidasinya. Toleransi berarti keterbukaan dan penerimaan akan indahnya
perbedaan, sedangkan benih toleransi adalah cinta kasih yang bersumber dari
kasih sayang dan kepedulian. (Hakim, 2021).
Toleransi adalah sikap yang sangat positif. Indonesia sebagai negara yang
berdasarkan Pancasila memberikan dan menjamin kebebasan beragama kepada
warga negaranya tanpa paksaan. Toleransi beragama diyakini dapat menjamin
stabilitas sosial masyarakat dan menghindari konflik antar masyarakat.
Prasyarat untuk tujuan ini adalah pengembangan masyarakat terpelajar dan
orang-orang yang religius dan terbuka. Toleransi beragama yang ideal harus
dibangun melalui partisipasi aktif masyarakat (Faridah, 2018).
11
agama lain. Apalagi jika dicapai melalui toleransi untuk mengikuti dan
mengamalkan ajaran agama lain. Dalam ranah toleransi, setiap pemeluk suatu
agama harus tetap setia pada agamanya (Muharam, 2020).
KESIMPULAN
12
28I UUD 1945 menyatakan bahwa kebebasan beragama tidak dapat dibatasi
dalam keadaan apapun. Ketentuan ini juga diperkuat dengan Konvensi
Internasional Hak Sipil dan Politik yang mengakui hak atas kebebasan
beragama atau berkeyakinan, Pasal 18 dan Pasal 22 UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Setidaknya ada tiga pola organisasi keagamaan yang terlihat pada masa
Reformasi. Pertama, adanya kelompok eksklusif dengan sikap moderat dan
progresif. Dalam kategori kelompok eksklusif, bisa disebutkan beberapa
organisasi, antara lain Laskar Jihad yang sudah bubar, Front Pembela Islam
FPI, Front Hizbullah, dan lain-lain. Di sisi lain, peran moderasi terus diambil
oleh ormas-ormas besar seperti Nahdlatul Ulama NU dan Muhammadiyah.
Selain itu, ada kelompok agama sufi seperti kelompok tarekat Az-zikra. Selain
kedua kelompok tersebut, ada pula kelompok pembangunan yang tidak hanya
terbuka, tetapi juga kritis terhadap isu-isu agama dan sosial. Beberapa
organisasi yang dapat disebutkan di sini adalah Wahid Institute Jakarta,
Lakpesdam NU dan Interfidei Interfidei Dialogue Institute di Jogyakarta.
Lingkup politik Dampak masa reformasi terhadap kehidupan demokrasi di
Indonesia menyebabkan perubahan yang signifikan pada ranah politik. Sebagai
ekspresi dari perubahan tersebut, masyarakat Indonesia mulai memahami
pentingnya bersuara, berorganisasi dan bersatu, bahkan membentuk partai
politik. 48 partai politik ikut serta dalam pemilihan umum 1999, namun
jumlahnya turun menjadi 24 pada pemilihan umum 2004. Namun, jumlah
tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pada masa Orde Baru. Namun,
masalah kebebasan beragama tidak sepenuhnya diselesaikan oleh ketentuan
konstitusi. Hal ini mungkin karena perbedaan dalam penemuan dan penegakan
di tingkat penegakan, atau mungkin karena ketidakjelasan antara pelaku
industri mengenai isi dari ketentuan tersebut. Jelas bahwa saat ini pun masih
banyak peristiwa yang melanggar konsep kebebasan beragama atau
berkeyakinan. Kekerasan agama tetap umum terjadi di berbagai daerah dan
mempengaruhi kelompok sosial dan agama yang berbeda. Dampak Kebebasan
Beragama Indonesia terhadap Dinamika Sosial dan Politik Hukum. Kebebasan
beragama berdampak signifikan terhadap dinamika sosial, politik, dan budaya
13
masyarakat Indonesia. Aspek pertama menyangkut dinamika sosial.
Menganalisis situasi kebebasan beragama, terlihat bahwa pelanggaran atau
kurangnya kebebasan beragama atau berkeyakinan terjadi ketika prinsip-
prinsip hak asasi manusia tidak dihormati, terutama di negara-negara
berpenduduk mayoritas. berdasarkan kelompok etnis tertentu. Ras dan Agama
dan di Indonesia. Dalam konteks ini, kelompok mayoritas secara teoretis
memiliki kekuatan dominan dalam menentukan wacana sosial, yang secara
tidak sengaja dapat menimbulkan intoleransi dan ketidakpercayaan terhadap
kelompok minoritas. Untuk mengatasi masalah intoleransi antar umat
beragama, perlu dibangun integrasi sosial yang kuat dalam masyarakat. Inklusi
sosial merupakan langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih
stabil, aman dan adil bagi semua anggota masyarakat. Dalam pencarian
integrasi sosial, setiap individu secara aktif bertindak dan memiliki hak dan
kewajibannya masing-masing.
14
tersebut. Empat prinsip tersebut meliputi integrasi sosial, kondisi masyarakat
dan hubungan sosial, kelompok kepentingan dan lembaga intervensi. Untuk
berhasil melaksanakan kebebasan beragama, integrasi sosial ke dalam
masyarakat merupakan prasyarat penting. Integrasi sosial terjadi ketika ada
hubungan sosial yang melibatkan pertemuan, kunjungan, dialog, interaksi aktif,
kerjasama, kolaborasi, dukungan dan saling menguntungkan. Integrasi sosial
membentuk rasa saling menghargai, toleransi, solidaritas dan kohesi sosial
antar anggota masyarakat. Ketika hubungan sosial mencapai tingkat kohesi
yang baik, maka konflik sosial dapat teratasi, perwujudan kebebasan beragama
atau berkeyakinan dapat berjalan dengan baik, dan dakwah agama dapat
bersifat inklusif serta mengedepankan toleransi dan perdamaian. Oleh karena
itu, penting untuk mempertimbangkan dan menangkap keempat elemen ini
untuk membantu menciptakan lingkungan di mana setiap orang dapat
menikmati hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan. Dinamika Politik
Hukum Proses reformasi konstitusi pasca tumbangnya rezim otoriter Suharto
bisa saja membawa perbaikan sistem hukum nasional, khususnya dalam hal
pembelaan hak asasi manusia.
15