Anda di halaman 1dari 3

Nama : Gedalya Carrol Tengker

NPM : 1706977374
Kelas : Hukum dan HAM (Reguler D)

1. Penulis memilih kasus pertama tentang kebebasan beragama. Pada kasus ini telah
terjadi pelanggaran HAM yaitu terkait dengan Dalam Pasal 4 UU Nomor 39 tahun
1999 tentang HAM (UU HAM) merumuskan bahwa hak kebebasan pribadi meliputi
hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, serta hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun. Kebebasan Beragama atau berkeyakinan merupakan hak asasi manusia
yang fundamental yang dijamin dan dilindungi di dalam kerangka hukum nasional
dan internasional. Hal ini menunjukan perhatian yang besar dari masyarakat dunia,
termasuk Indonesia, akan pentingnya penghormatan dan perlindungan kebebasan
beragama atau berkeyakinan sebagai salah satu hak asasi yang paling fundamental.
Dalam Pasal 22 UU HAM menyatakan:

(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing – masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing –
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dalam penjelasannya, hak untuk bebas memeluk agama dan kepercayaan diartikan
sebagai hak setiap orang untuk beragama menurut keyakinannya sendiri tanpa adanya
paksaan dari siapapun juga. Pasal 22 ayat (2) UU HAM tersebut secara eksplisit
memerintahkan Negara untuk memastikan jaminan kebebasan setiap individu
dalam memeluk agama dan menjalankan ibadah.
Selanjutnya dunia internasional juga mengatur mengenai instrumen kebebasan
beragama yaitu Pasal 18 DUHAM menyatakan menyatakan: Setiap orang berhak atas
kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti
agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau
kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan
mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum
maupun sendiri. Kemudian Pasal 18 ICCPR menyatakan:
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, dan beragama.
Hak ini mencakup kebebasan untuk memeluk agama atau keyakinan atas
pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-
sama orang lain dan baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan
agama atau keyakinannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan,
dan pengajaran.
2. Tidak seorang pun dapat menjadi sasaran pemaksaan sehingga terganggu
kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau keyakinan
sesuai dengan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan agama atau keyakinan seseorang hanya dapat
dibatasi melalui hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keselamatan,
ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hakhak dan kebebasan
mendasar orang lain.
4. Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan
orang tua, dan apabila berlaku, wali hukum yang sah, untuk memastikan
bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan
keyakinan mereka sendiri.
Dengan demikian, pada kasus tersebut telah melanggar prinsip-prinsip HAM
diantaranya jaminan kebebasan setiap individu dalam menjalankan ibadah.
Selanjutnya negara memiliki kewajiban untuk menjamin kemerdekaan individu untuk
beribadat walaupun hanya kelompok (agama) minoritas. Pada kasus ini disebutkan
bahwa gereja tersebut ingin direlokasikan menjadi cagar budaya karena masyarakat
sekitar menganggap bahwa agama merekalah yang mayoritas, sehingga gereja
tersebut dilarang untuk dibangun. Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran
hak atas kebebasan pribadi yaitu kebebasan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaan individu, maka seharusnya berdasarkan pasal 22 UU HAM negara
menjamin kebebasan beribadat.
2. Baik di dalam kerangka hukum nasional maupun internasional, dapat ditemukan
bahwa kebebasan beragama atau berkeyakinan merupakan hak asasi manusia yang
bersifat mutlak (absolut) sehingga tidak dapat dikurangi, dibatasi, atau dicampuri oleh
siapapun dan dalam keadaan apapun, bahkan dalam keadaan perang sekalipun (non
derogable rights). Yang bisa dibatasi hanyalah kebebasan memanifestasikan agama
atau keyakinan, dan itu pun, hanya bisa dibatasi oleh hukum apabila pemanifestasian
agama atau keyakinan itu bertentangan dengan kesehatan, keselamatan, moral, dan
ketertiban umum, serta bertentangan dengan hak asasi orang lain. Jaminan hukum
nasional dan internasional juga meliputi hak untuk bebas dari diskrimnasi dalam
bentuk apapun berdasarkan agama. Inti normatif dari hak kebebasan beragama dan
berkeyakinan dapat disingkat menjadi delapan elemen, yaitu:
a) Kebebasan Internal (Forum Internum). Setiap orang berhak atas kebebasan
berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan setiap orang
untuk memiliki, menganut, mempertahankan atau pindah agama atau keyakinan.
b) Kebebasan Eksternal (Forum Eksternum). Setiap orang mempunyai kebebasan,
baik sendiri atau bersama-sama dengan orang lain, di tempat umum (publik) atau
wilayah pribadi, untuk memanifestasikan agama atau kepercayaannya di dalam
pengajaran, pengamalan, ibadah dan penataannya.
c) Tidak ada Paksaan (Non Coersion). Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga
terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau
keyakinannya sesuai dengan pilihannya.
d) Tidak Diskriminatif (Non Discrimination). Negara berkewajiban untuk
menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkeyakinan bagi semua
orang yang berada di dalam wilayah kekuasaannya dan tunduk pada wilayah
hukum atau yurisdiksinya, hak kebebasan beragama atau berkeyakinan tanpa
pembedaan apapun seperti suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau
keyakinan, politik, atau perbedaan pendapat, kebangsaan atau asal-usulnya,
kekayaan, kelahiran atau status lainnya.
e) Hak dari Orang Tua dan Wali. Negara berkewajiban untuk menghormati
kebebasan orang tua, dan wali yang sah (jika ada) untuk memastikan bahwa
pendidikan agama dan moral bagi anakanak mereka sesuai dengan keyakinan
mereka sendiri, selaras dengan kewajiban untuk melindungi hak atas kebebasan
beragama atau berkeyakinan setiap anak seiring dengan kapasitas anak yang
sedang berkembang
f) Kebebasan Lembaga dan Status Legal. Aspek yang vital dari kebebasan beragama
atau berkeyakinan, bagi komunitas keagamaan adalah kebebasan untuk
berorganisasi atau berserikat. Oleh karena itu, komunitas keagamaan mempunyai
kebebasan dalam beragama/berkeyakinan, termasuk di dalamnya hak kemandirian
di dalam pengaturan organisasinya.
g) Pembatasan yang Diijinkan. Kebebasan untuk memanifestasikan keagamaan atau
keyakinan seseorang hanya dapat dibatasi oleh undang-undang dan ditujukan
untuk kepentingan melindungi keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau
kesusilaan umum atau hak-hak dasar orang lain.
h) Tidak Dapat Dikurangi (Non-Derogability). Negara tidak boleh mengurangi
kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apa pun.
Berdasarkan kasus tersebut, bahwa pembangunan gereja di Tanjung Balai Karimun
merupakan hak yang absolut artinya hak tersebut tidak dapat dikurangi, dibatasi, ataupun
dikurangi.

Anda mungkin juga menyukai