Anda di halaman 1dari 17

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

Kelompok F 2021 D Sore


D.F.FANI RISTAMAJI / 211217940
Pendahuluan
• Indonesia adalah negara yang sangat plural dengan lebih dari 400
suku, adat istiadat dan bahasa daerah.

• Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat religius, Religiusitas


itu ditunjukkan dalam konstitusi, UUD 1945, yang meletakkan
“Ketuhanan” sebagai aspek dasar dari negara.

• Konstitusi menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk


memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya.

• Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan ( selanjutnya disebut ke-


bebasan beragama)merupakan salah satu rumpun dalam hak asasi
manusia (HAM) sebagaimana termaksud dalam Deklarasi Universal
HAM.
Prinsip Kebebasan Beragama
1. Kebebasan internal (Forum Internum) Hak ini mencakup kebebasan un-
tuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pili-
hannya sendiri, termasuk untuk berpindah agama atau kepercay-
aannya.

2. Kebebasan eksternal (Forum Externum) Kebebasan ini menegaskan, se-


tiap orang memiliki kebebasan, secara individu atau dalam masyarakat,
secara publik maupun pribadi, untuk memanifestasikan agama dan ke-
percayaannya dalam pengajaran, pengamalan dan peribadatannya.

3. Tidak ada paksaan (non-coersion) tidak seorang pun dapat dipaksa


yang akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki atau menganut
suatu agama atau kepercayaan yang menjadi pilihannya.
Prinsip Kebebasan Beragama

4. Tidak diskriminatif (non-Discrimination)

5. Hak dari orang tua dan wali


6. Kebebasan lembaga dan status legal Mencakup mendirikan lembaga
keagamaan, mendirikan rumah ibadah, mendirikan lembaga amal.

7. Pembatasan yang diijinkan pada kebebasan eksternal Hanya dapat


dibatasi oleh undang-undang dan kepentingan melindungi keselamatan
dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum dan hak-hak
dasar orang lain.

8. Tidak dapat dikurangi (Nonderogability)


Kewajiban Negara

1. MENGHORMATI = Negara tidak melakukan tindakan yang dilarang


oleh-- atau bertentangan dengan norma-norma dan standar hak-hak
asasi

2. MELINDUNGI = Secara umum Negara menjamin agar hak-hak dan ke-


bebasan dasar tidak dilanggar oleh pihak ketiga (melalui hukum dan
peradilan)

3. MEMENUHI = Negara mengambil langkah-langkah programatis yang


diperlukan bagi terwujudnya hak-hak manusia (kebebasan beragama
dan berkeyakinan)
Kebebasan Beragama

• Kebebasan ini termasuk juga kebebasan untuk mendirikan tempat


ibadah

• kebebasan untuk menggunakan simbol-simbol agama

• hak kebebasan untuk merayakan hari besar agama

• hak kebebasan untuk menetapkan pemimpin agama

• hak untuk mengajarkan dan menyebarkan ajaran agama

• hak orang tua untuk mendidik agama kepada anaknya

• hak untuk mendirikan dan mengelola organisasi keagamaan.


Pasca Reformasi

Pada 1999 - 2002, berlangsung amandemen konstitusi yang


memasukkan prinsip HAM universal termasuk jaminan Ke-
bebasan beragama bagi warga negara (Pasal 28E, Pasal 28I,
Pasal 29).
Pasal 28E ayat 1 menyatakan : “Setiap orang berhak memeluk
agama dan beribadah menurut agamanya…”
Pasal 28E ayat 2 menyatakan: “Setiap orang berhak atas ke-
bebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap
sesuai dengan hati nuraninya.
Pasca Reformasi
Pasal 28I ayat 1 menyatakan : “Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk
beragama… adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun”.

Pasal 28I ayat 2 menyatakan: “Setiap orang berhak bebas dari per-
lakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu

Pasal 29 ayat 2 menegaskan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-


tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”.
Pasca Reformasi

Tahun 1999 lahir UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.


Pasal 22 ayat 1 menyatakan: Setiap orang bebas memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan keper-
cayaannya itu”.

Pasal 22 ayat 2 menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan setiap


orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Pasca Reformasi

Pasal 55 menyatakan: “Setiap anak berhak beribadat menurut


agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat in-
telektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan
atau wali”.
Pada tahun 2005 Pemerintah Meratifikasi Kovenan Internas-
ional Hak Sipil dan Politik.
Pasca Reformasi

Pasal 18 ayat 1 Kovenan menegaskan: “Setiap orang berhak atas


kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini men-
cakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama
atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik se-
cara individu atau bersama-sama dengan orang lain, baik di
tempat umum atau tertutup untuk menjalankan agama atau ke-
percayaannya dalam kegiatan ibadah , ketaatan, pengamalan dan
pengajaran.

Pasal 18 ayat 2 menyatakan:”Tidak seorangpun boleh dipaksa se-


hingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau mener-
ima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya”.
Pasca Reformasi

Pemerintahan Gus Dur pada tahun 2000 mencabut Inpres


Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang pementasan ke-
budayaan Tionghoa. Dengan pencabutan tersebut, segala
bentuk diskriminasi terhadap warga Tionghoa dihilangkan.
Agama Konghucu diakui dan Perayaan Imlek menjadi sa-
lah satu hari libur nasional.
Pelanggaran Kebebasan Beragama

Pelanggaran kebebasan beragama” di sini kemudian dirumuskan


sebagai setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang ter-
masuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut kebebasan dasar seseorang atau
kelompok orang untuk menikmati dan menjalankan hak-hak fun-
damental kemerdekaan beragama
Bentuk Pelanggaran Beragama

• Pemaksaan dengan intimidasi atau ancaman fisik


• Pemaksaan ancaman sanksi hukum
• Kriminalisasi keyakinan
• Pemaksaan dengan kebijakan
• Pembatasan ibadah
• Pelarangan Ibadah
• Pembiaran
• Pembatasan aktivitas keagamaan
• Pelarangan aktivitas keagamaan
• Penyegelan tempat ibadah
Problem

Meningkatnya trend intoleransi di Indonesia, Diera perkembangan


teknologi marak dan terus meningkat terkait kasus intoleransi.

Otonomi daerah telah disalahgunakan oleh sejumlah Pemerintah


Daerah untuk menerapkan sejumlah peraturan daerah (Perda)
bernuansa syari’at Islam yang cenderung diskriminatif terhadap
agama minoritas dan perempuan.
Saran dan Harapan

• Munculnya Civil Society yang kritis terhadap


lemahnya peran Pemerintah.

• Lebih banyak muncul Pemimpin inspiratif dan


melindungi minoritas.

• Munculnya kesadaran masyarakat dalam gerakan


menolak kekerasan termasuk terhadap Ormas
pelaku kekerasan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai