D.F.FANI RISTAMAJI / 211217940 Pendahuluan • Indonesia adalah negara yang sangat plural dengan lebih dari 400 suku, adat istiadat dan bahasa daerah.
• Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat religius, Religiusitas
itu ditunjukkan dalam konstitusi, UUD 1945, yang meletakkan “Ketuhanan” sebagai aspek dasar dari negara.
• Konstitusi menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
• Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan ( selanjutnya disebut ke-
bebasan beragama)merupakan salah satu rumpun dalam hak asasi manusia (HAM) sebagaimana termaksud dalam Deklarasi Universal HAM. Prinsip Kebebasan Beragama 1. Kebebasan internal (Forum Internum) Hak ini mencakup kebebasan un- tuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pili- hannya sendiri, termasuk untuk berpindah agama atau kepercay- aannya.
2. Kebebasan eksternal (Forum Externum) Kebebasan ini menegaskan, se-
tiap orang memiliki kebebasan, secara individu atau dalam masyarakat, secara publik maupun pribadi, untuk memanifestasikan agama dan ke- percayaannya dalam pengajaran, pengamalan dan peribadatannya.
3. Tidak ada paksaan (non-coersion) tidak seorang pun dapat dipaksa
yang akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki atau menganut suatu agama atau kepercayaan yang menjadi pilihannya. Prinsip Kebebasan Beragama
4. Tidak diskriminatif (non-Discrimination)
5. Hak dari orang tua dan wali
6. Kebebasan lembaga dan status legal Mencakup mendirikan lembaga keagamaan, mendirikan rumah ibadah, mendirikan lembaga amal.
7. Pembatasan yang diijinkan pada kebebasan eksternal Hanya dapat
dibatasi oleh undang-undang dan kepentingan melindungi keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum dan hak-hak dasar orang lain.
8. Tidak dapat dikurangi (Nonderogability)
Kewajiban Negara
1. MENGHORMATI = Negara tidak melakukan tindakan yang dilarang
oleh-- atau bertentangan dengan norma-norma dan standar hak-hak asasi
2. MELINDUNGI = Secara umum Negara menjamin agar hak-hak dan ke-
bebasan dasar tidak dilanggar oleh pihak ketiga (melalui hukum dan peradilan)
3. MEMENUHI = Negara mengambil langkah-langkah programatis yang
diperlukan bagi terwujudnya hak-hak manusia (kebebasan beragama dan berkeyakinan) Kebebasan Beragama
• Kebebasan ini termasuk juga kebebasan untuk mendirikan tempat
ibadah
• kebebasan untuk menggunakan simbol-simbol agama
• hak kebebasan untuk merayakan hari besar agama
• hak kebebasan untuk menetapkan pemimpin agama
• hak untuk mengajarkan dan menyebarkan ajaran agama
• hak orang tua untuk mendidik agama kepada anaknya
• hak untuk mendirikan dan mengelola organisasi keagamaan.
Pasca Reformasi
Pada 1999 - 2002, berlangsung amandemen konstitusi yang
memasukkan prinsip HAM universal termasuk jaminan Ke- bebasan beragama bagi warga negara (Pasal 28E, Pasal 28I, Pasal 29). Pasal 28E ayat 1 menyatakan : “Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadah menurut agamanya…” Pasal 28E ayat 2 menyatakan: “Setiap orang berhak atas ke- bebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Pasca Reformasi Pasal 28I ayat 1 menyatakan : “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk beragama… adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Pasal 28I ayat 2 menyatakan: “Setiap orang berhak bebas dari per- lakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”. Pasca Reformasi
Tahun 1999 lahir UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
Pasal 22 ayat 1 menyatakan: Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan keper- cayaannya itu”.
Pasal 22 ayat 2 menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan setiap
orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Pasca Reformasi
Pasal 55 menyatakan: “Setiap anak berhak beribadat menurut
agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat in- telektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali”. Pada tahun 2005 Pemerintah Meratifikasi Kovenan Internas- ional Hak Sipil dan Politik. Pasca Reformasi
Pasal 18 ayat 1 Kovenan menegaskan: “Setiap orang berhak atas
kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini men- cakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik se- cara individu atau bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup untuk menjalankan agama atau ke- percayaannya dalam kegiatan ibadah , ketaatan, pengamalan dan pengajaran.
Pasal 18 ayat 2 menyatakan:”Tidak seorangpun boleh dipaksa se-
hingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau mener- ima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya”. Pasca Reformasi
Pemerintahan Gus Dur pada tahun 2000 mencabut Inpres
Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang pementasan ke- budayaan Tionghoa. Dengan pencabutan tersebut, segala bentuk diskriminasi terhadap warga Tionghoa dihilangkan. Agama Konghucu diakui dan Perayaan Imlek menjadi sa- lah satu hari libur nasional. Pelanggaran Kebebasan Beragama
Pelanggaran kebebasan beragama” di sini kemudian dirumuskan
sebagai setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang ter- masuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut kebebasan dasar seseorang atau kelompok orang untuk menikmati dan menjalankan hak-hak fun- damental kemerdekaan beragama Bentuk Pelanggaran Beragama
• Pemaksaan dengan intimidasi atau ancaman fisik
• Pemaksaan ancaman sanksi hukum • Kriminalisasi keyakinan • Pemaksaan dengan kebijakan • Pembatasan ibadah • Pelarangan Ibadah • Pembiaran • Pembatasan aktivitas keagamaan • Pelarangan aktivitas keagamaan • Penyegelan tempat ibadah Problem
Meningkatnya trend intoleransi di Indonesia, Diera perkembangan
teknologi marak dan terus meningkat terkait kasus intoleransi.
Otonomi daerah telah disalahgunakan oleh sejumlah Pemerintah
Daerah untuk menerapkan sejumlah peraturan daerah (Perda) bernuansa syari’at Islam yang cenderung diskriminatif terhadap agama minoritas dan perempuan. Saran dan Harapan
• Munculnya Civil Society yang kritis terhadap
lemahnya peran Pemerintah.
• Lebih banyak muncul Pemimpin inspiratif dan
melindungi minoritas.
• Munculnya kesadaran masyarakat dalam gerakan
menolak kekerasan termasuk terhadap Ormas pelaku kekerasan. Terima Kasih