Anda di halaman 1dari 657

Editor: Nuhrison M.

Nuh

ALIRAN/FAHAM KEAGAMAAN
DAN SUFISME PERKOTAAN

DEPARTEMEN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
2009

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Tim Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Aliran/faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan
Cet. 1.—
Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2009
xvi + 399 hlm; 15 x 21 cm.
ISBN : 978-602-8739-03-0

Hak cipta pada penulis


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari
penerbit.
Cetakan pertama, Oktober 2009

Editor : Nuhrison M. Nuh

Hak penerbit pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta

Desain cover dan layout oleh : H. Zabidi


Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang Dan Diklat Departemen Agama RI
Gedung Bayt al-Qur’an dan Museum Istiqlal
Komplek Taman Mini Indonesia Indah
Telp./Fax. (021) 87790189 Jakarta

Dicetak oleh CV. PRASASTI


SAMBUTAN
KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI

RPJMN 2004-2009 memuat 6 (enam) program


pembangunan di bidang agama, salah satunya adalah
Program Penelitian dan Pengembangan Agama. Program ini
bertujuan untuk menyediakan data dan informasi bagi para
pejabat Departemen Agama dalam menyusun kebijakan
pembangunan di bidang agama, dan menyediakan data bagi
masyarakat akademik dan umum dalam rangka turut
mendukung tercapainya program-program pembangunan di
bidang agama.
Oleh sebab itu kami menyambut baik diterbitkannya
buku: ”Aliran/Paham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan” ini,
dengan beberapa alasan: Pertama, penerbitan buku ini
merupakan salah satu media untuk mensosialisasikan hasil-
hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, dalam hal ini
Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Kedua, buku ini dapat
memberikan informasi faktual dari lapangan, beberapa
aliran/paham keagamaan yang masih dipersoalkan oleh
sebagian masyarakat, juga munculnya berbagai kelompok
zikir dalam masyarakat perkotaan.
Selama ini masih terdapat sebagian masyarakat yang
mempersoalkan keberadaan organisasi ”Lembaga Dakwah
Islam Indonesia (LDII), ”Jam’iyatul Islamiyah” dan terhadap
berbagai kelompok zikir yang muncul di perkotaan. Untuk
menghilangkan salah paham dikalangan masyarakat maka
kedua organisasi tersebut LDII dalam Rakernasnya tahun
2007 dan Jam’iyyatul Islamiyah dalam Muktamar Luar Biasa

i
tahun 2006 telah membuat pernyataan atau klarifikasi
terhadap berbagai hal yang dipersoalkan oleh sebagian
masyarakat tersebut. Buku ini memuat informasi bagaimana
pelaksanaan pernyataan tersebut di lapangan.
Melalui informasi yang dimuat dalam buku ini
diharapkan berbagai pihak dapat memberikan penilaian
yang jujur, adil, dan objektif. Dengan demikian diharapkan
dapat mengurangi, kalau tidak mungkin menghilangkan
sama sekali, tuduhan yang bersifat emosional dan destruktif.
Sehingga dengan demikian dapat diciptakan kehidupan yang
harmonis di kalangan intern umat Islam.
Kami berharap buku ini dapat bermanfaat dan
menambah kelengkapan referensi tentang aliran/faham
keagamaan dan sufisme perkotaan yang sudah ada
sebelumnya.

Jakarta, Agustus 2009


Kepala Badan Litbang dan Diklat

Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar


NIP. 19481020 196612 1 001

KATA PENGANTAR

ii
KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN
KEAGAMAAN

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dilihat


dari agama, budaya, etnik, adat-istiadat, bahasa, termasuk di
dalamnya majemuk dalam memahami teks suci oleh para
pemeluknya. Dalam agama Islam dan Kristen yang menjadi
fokus dari penelitian ini, menunjukkan adanya perbedaan
dalam memahami teks suci agama itu. Perbedaan dalam
memahami teks suci dan ajaran agama di kalangan muslim,
telah melahirkan berbagai aliran/paham keagamaan yang
kemudian mengelompok dalam suatu kelompok keagamaan
atau organisasi keagamaan. Munculnya kelompok
keagamaan atau organisasi keagamaan yang mempunyai
paham keagamaan tersendiri tidak jarang menimbulkan
keresahan dan konflik keagamaan, baik konflik yang bersifat
laten maupun manifes. Padahal seharusnya disadari, bahwa
keragaman penafsiran teks suci dan ajaran agama
sesungguhnya alami, untuk itu perbedaan hendaknya
diapresiasi dengan hati yang lapang, sepanjang perbedaan
itu tidak menyangkut hal-hal yang pokok dan asasi dari
agama tersebut.
Buku ini antara lain memuat hasil penelitian terhadap
dua organisasi keagamaan yang dipandang oleh sebagian
umat Islam bermasalah dan meresahkan kelompok muslim
lainnya, yaitu komunitas Lembaga Dakwah Islam Indonesia
(LDII) dan Jam’iyyatul Islamiyah.
Komunitas keagamaan lain yang dianggap meresahkan
yaitu dituduhnya Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah
sebagai kelompok yang mengembangkan ajaran Gereja Setan
di kalangan masyarakat Kristen Manado. Selain memuat
hasil penelitian terhadap LDII, Jam’iyyatul Islamiyah dan

iii
Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah yang dituduh
sebagai Gereja Setan, buku ini juga memuat hasil penelitian
tentang Sufisme Perkotaan, yang terdiri dari: Majelis Dzikir
Adz-zikro Muhammad Arifin; Thariqat Al-Idrisiyah di
Jakarta Pusat. Majelis Taklim Mu’tabarah Nurul Musthafa;
Majelis Dzikir As-Samawat; dan Majelis Dzikir As-Salafi di
Slipi Jakarta Barat.
Berbagai informasi tentang sejumlah kelompok
keagamaan dan sufisme perkotaan baik yang berkembang
dikalangan umat Islam dan Kristen, yang dapat disimak
melalui berbagai tulisan yang dimuat dalam buku ini,
semoga dapat dimanfaatkan oleh pihak yang terkait,
khususnya para pejabat dilingkungan Departemen Agama.
Membaca dan mencermati berbagai hasil penelitian
yang dimuat dalam buku ini menjadi perlu, karena dapat
menambah wawasan dalam memahami berbagai fenomena
keagamaan yang muncul pada masa kini dan yang akan
muncul pada masa yang akan datang. Dengan
mencermatinya, maka kita akan dapat gambaran yang jelas,
kemana sebenarnya arah kehidupan sosial keagamaan akan
bermuara di masa mendatang.
Akhirnya kami ingin mengucapkan terimakasih,
kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat, dan kepada semua
pihak yang telah memberikan partisipasi dan sumbangsih-
nya sejak dari pelaksanaan penelitian sampai terbitnya buku
ini.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para
peneliti yang telah dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik, sehingga tulisannya dapat dimuat dalam buku ini, dan
juga kepada Sdr. Nuhrison M. Nuh, yang dengan sabar
menyunting buku ini sehingga dapat dihidangkan didepan
sidang pembaca sekalian.

iv
Demi perbaikan buku ini pada masa yang akan datang,
kami akan menyambut dengan lapang dada bila ada koreksi
dan perbaikan dari para pembaca.

Jakarta, Agustus 2009


Kapuslitbang
Kehidupan Keagamaan

Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D


NIP. 19600416 198903 1 005

v
ALIRAN/PAHAM KEAGAMAAN DAN SUFISME
PERKOTAAN
Oleh: Nuhrison M. Nuh

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk bila


dilihat dari segi agama, budaya, etnik, adat-istiadat, bahasa,
termasuk dalam memahami teks suci oleh para pemeluknya.
Dalam agama Islam dan Kristen yang menjadi salah satu
fokus dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan

vi
dalam memahami teks suci agama itu. Perbedaan dalam
memahami teks suci dan ajaran agama di kalangan muslim,
telah melahirkan berbagai aliran/paham keagamaan yang
kemudian mengelompok dalam suatu kelompok keagamaan
atau organisasi keagamaan. Munculnya kelompok
keagamaan atau organisasi keagamaan yang mempunyai
paham keagamaan tersendiri tidak jarang menimbulkan
keresahan dan konflik keagamaan, baik konflik yang bersifat
laten maupun manifes. Padahal seharusnya perlu disadari,
bahwa keragaman penafsiran teks suci dan ajaran agama
sesungguhnya merupakan hal yang fitrah, untuk itu
perbedaan hendaknya diapresiasi dengan hati yang lapang,
sepanjang perbedaan itu tidak menyangkut hal-hal yang
pokok dan asasi dari agama tersebut.
Dalam buku ini antara lain memuat hasil penelitian
terhadap dua organisasi keagamaan yang dipandang oleh
sebagian umat Islam bermasalah dan meresahkan kelompok
muslim lainnya, yaitu komunitas Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII) dan Jam’iyyatul Islamiyah. Karena
dipandang sebagai komunitas keagamaan yang bermasalah
dan meresahkan, LDII melakukan Musyawarah Kerja
Nasional (Mukernas LDII) tahun 2007 di Jakarta. Begitu pula
dengan Jam’iyyatul Islamiyah, melaksanakan Muktamar
Luar Biasa pada tahun 2006.
Dari Mukernas LDII tahun 2007 itu keluar klarifikasi
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang selama ini
dipandang bermasalah dan meresahkan komunitas muslim
lainnya. Klarifikasi itu terdiri dari 8 butir pernyataan yang
kemudian disebut dengan ”Paradigma Baru LDII” yang
dimaksudkan sebagai penjelasan ulang terhadap
kesimpangsiuran informasi di berbagai komunitas umat
Islam. Klarifikasi itu adalah; pertama, LDII telah memiliki
Pengurus DPD I di seluruh provinsi, 400 DPD II di

vii
Kabupaten/Kota, 1600-an Pengurus Cabang (Kecamatan)
dan 4500-an Pengurus Anak Cabang (setingkat
desa/kelurahan). Kedua, LDII bukan kelanjutan dari gerakan
Islam Jama’ah, justru LDII bersama Majelis Dakwah Islam
(sayap pembina rohani Golkar) memiliki tugas membina
mantan-mantan pendukung Islam Jama’ah menjadi umat
Islam sebagaimana umumnya. Ketiga, LDII tidak
menggunakan sistem keamiran, tetapi mengembangkan
sistem kepemimpinan kolegial yang bertanggung-jawab
kepada seluruh anggotanya. Keempat, LDII tidak
menganggap umat Islam yang lain sebagai kafir dan sesat.
Kelima, Masjid yang dibangun oleh komunitas LDII terbuka
untuk umum, tetapi jelas tetap harus mengingat (a) menjaga
kesucian karena ada pahala yang besar, (b) dalam shalat
perlu dijaga kesucian diri, pakaian dan tempatnya. Keenam,
LDII dalam pengayaan ilmu tidak hanya mendasarkan pada
para alumni pondok LDII yang berkapasitas ustadz dan
ulama, tetapi juga mubaligh lain yang dipandang mumpuni.
Ketujuh, LDII tidak mengajarkan menolak untuk diimami
dalam shalat atau sebaliknya. Kedelapan, LDII bersedia
bersama dengan ormas keagamaan lain mengikuti landasan
berfikir keagamaan sebagaimana ditetapkan MUI, yang
meliputi (a) mentolerir perbedaan sepanjang masih dalam
koridor ikhtilaf, dan (b) mensinkronisasikan, mengkoor-
dinasikan dan mensinergikan gerakan umat Islam di
Indonesia di bawah payung MUI.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana
sosialisasi Mukernas LDII tahun 2007 dilaksanakan di
lapangan (Semarang, Samarinda dan Surabaya). Kemudian
dilihat pula bagaimana respon pengurus organisasi
keagamaan, tokoh agama, dan pejabat pemerintah.
Sementara itu dari Muktamar Luar Biasa Jam’iyyatul
Islamiyah pada tahun 2006,menghasilkan beberapa

viii
kesepakatan bersama dan menyerahkan pembinaan dirinya
kepada MUI. Oleh karena itu tujuan dari kajian terhadap
Jam’iyyatul Islamiyah adalah mengetahui perubahan yang
terjadi dalam organisasi Jam’iyyatul Islamiyah setelah
Muktamar Luar Biasa tersebut; mengetahui pemahaman para
pengikut Jam’iyyatul Islamiyah tentang pokok-pokok ajaran
Islam seperti konsep Tauhid, Salat, Puasa, Zakat, Umrah, dan
Ibadah Haji; dan mengetahui respon masyarakat dan
organisasi Islam khususnya Majelis Ulama Indonesia tentang
eksistensi Jam’iyyatul Islamiyah.
Komunitas keagamaan lain yang dianggap meresahkan
yaitu berkembangnya issu munculnya Gereja Setan di
kalangan masyarakat Kristen Manado. Tujuan dari penelitian
ini untuk menggali informasi tentang keberadaan Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah yang dituduh menyebarkan
ajaran Gereja Setan, tokohnya, pola penyebaran ajarannya,
pokok-pokok ajarannya, dan respon pemuka masyarakat dan
pemerintah, tentang eksistensinya sebagai sebuah yayasan
yang bergerak di bidang keagamaan, ekonomi dan, sosial.
Selain memuat hasil penelitian terhadap LDII,
Jam’iyyatul Islamiyah dan Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah yang dituduh sebagai Gereja Setan, buku
ini juga memuat hasil penelitian tentang Sufisme Perkotaan.
Penelitian terhadap sufisme perkotaan ini dilakukan di
Jakarta, Depok dan Bekasi. Sufisme yang sebenarnya identik
dengan tasawuf, pada masa yang lalu merupakan gejala
pedesaan, karena pengikutnya kebanyakan berasal dari
daerah pedesaan. Dewasa ini, sufisme atau perilaku sufi
mulai menggejala di perkotaan, sehingga orang
menyebutnya dengan istilah sufisme perkotaan.
Dalam tulisan ini kata tasawuf mempunyai beberapa
arti dan makna antara lain membuka wawasan dalam
memandang Ad-Dien al-Islam dalam perspektif tasawuf, dan

ix
menuntun para pencari jalan menuju Allah Ta’ala. Atau
dengan kata lain bermakna persiapan untuk berjalan menuju
Allah Ta’ala. Julia D. Howell menyebutnya contemporary
sufism (tasawuf kontemporer). Sedangkan Fazlur Rahman
(pemikir kontemporer dari Pakistan), menyebutnya dengan
tasawuf modern, sufisme modern, neo-sufisme. Sebenarnya
yang pertama kali memperkenalkan tasawuf modern di
Indonesia adalah Hamka. Tasawuf modern berbeda dengan
tasawuf lama, yang penekanannya lebih pada aspek esoteris.
Tasawuf modern, memadukan lahiriyah (syari’ah atau
eksoteris) dengan bathiniyah (esoteris) serta kecenderungan
menanamkan sikap positif pada dunia.
Fenomena maraknya orang Islam belajar tasawuf di
kota-kota besar ini, kemudian mendapat label sebagai
tasawuf perkotaan (urban sufism). Konsepsi tasawuf
perkotaan sendiri sebenarnya mengandung permasalahan
dan belum jelas benar definisinya. Untuk mempermudah
dalam menjelaskan perilaku tasawuf/sufi/mistisisme di
kalangan masyarakat kota ini, maka diambillah istilah sufisme
perkotaan, sebagaimana digunakan oleh Julia Howell,
Jalaluddin Rahmat dan Ahmad Syafi’i. Tasawuf sendiri
terbagi menjadi dua bagian: pertama tasawuf Islam yang
mementingkan sikap hidup yang tekun beribadah serta
mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadis, kedua tasawuf murni
atau mistisisme yang menekankan pada pengetahuan hakiki
tentang Tuhan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan tasawuf bagi
masyarakat kota adalah perilaku atau aktifitas untuk mencari
ketenangan jiwa di saat menemukan problem, namun untuk
menjadi pengikutnya ia ingin bebas tanpa baiat dan tanpa
harus terjebak dengan kultus terhadap seseorang (mursyid).
Sementara itu kasus-kasus tasawuf yang merupakan
implementasi tarekat tertentu adalah: kejadian/peristiwa

x
yang menyangkut komunitas sufi yang dianut oleh
sekelompok orang kota yang bertujuan mencari ketenangan
dikarenakan himpitan kehidupan yang dirasakannya berat
sehingga setelah mengikutinya diharapkan menjadikan lebih
sadar tentang dirinya dan tugasnya di dunia.
Kata ”perkotaan” atau urban secara sederhana adalah se-
suatu yang berkaitan dengan kelompok masyarakat di
daerah perkotaan, terutama yang berpendidikan dan
berpenghasilan tinggi, baik dari kalangan akademisi,
eksekutif, birokrat maupun selebritis, dimana mereka
memiliki tradisi berfikir rasional dan berdomisili di kota,
yang beramai-ramai mengikuti kursus-kursus dan paket-
paket tasawuf yang diselenggarakan di lembaga dan yayasan
yang memiliki manajemen dan fasilitas yang modern, yang
disebut oleh Julia D. Howell sebagai Assosiasi Sufi Modern
(Modern Sufi Assosiation).
Masyarakat kota dewasa ini banyak mengalami
alienasi, sehingga muncul berbagai hal yang aneh-aneh dan
secara psikologis dipandang sebagai masyarakat yang sakit.
Terjadinya berbagai tindak kriminal di berbagai lapisan
masyarakat semacam, korupsi, pencurian, penjambretan,
nekat melakukan perampokan di siang hari, merajalelanya
penyalahgunaan narkotika dan sebagainya menunjukkan
terjadinya suatu kondisi masyarakat yang serba sakit.
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang melahirkan
deprivasi sehingga muncul gagasan untuk membentuk
kelompok yang dipandang dapat menghapuskan
kegelisahan, keresahan, kemasgulan dan kekecewaan
hatinya, yang kemudian ingin menghadirkan ketenangan
jiwa, kebahagiaan, kelegaan, kepuasan dan bahkan lebih dari
itu menghadirkan perasaan sangat dekat dengan Sang
Khaliq, Sang Pencipta, atau pun juga dapat memuaskan

xi
gelora batin orang-orang yang sedang mencari ketenangan
jiwa itu.
Disinilah para tokoh keagamaan cukup cerdas
menangkap peluang, sehingga akhirnya sukses mengem-
bangkan berbagai komunitas sufi perkotaan. Kesuksesannya
mampu menarik minat ribuan orang, yang terhimpit
ekonomi, orang berada tetapi tidak bahagia, kasus narkoba
(anggota keluarganya), untuk bergabung dalam suatu
komunitas sufisme.
Komunitas sufi, jelas merupakan kelompok keagamaan
yang dibangun atas deprivasi, organistik dan psikhis.
Deprivasi, organistik dan psikhis yang sifatnya massal ini,
telah mendorong semangat baru bagi umat yang mengalami
tekanan, untuk melakukan segala sesuatu yang lebih berguna
dalam hidupnya, begitulah kira-kira pandangan Dhurkheim.
Terjadinya deprivasi psikhis, karena mereka
menghadapi jalan buntu (blind aley), sudah mentok
mengggunakan semua sistem yang lazim digunakan dalam
dunia kesehatan, sehingga memerlukan sistem lain yang
dipandang lebih canggih dan tingkat keberhasilannya yang
lebih tinggi tetapi dengan biaya yang sangat murah, yaitu
sistem penyembuhan Ilahiyah. Contoh paling mutakhir
adalah gerakan dzikir Ustadz Haryono, Ustadz Arifin Ilham
dan H. Ahmad Asdie (Yogyakarta).
Penelitian tentang Sufisme Perkotaan ini ingin melihat
mengapa masyarakat kota tertarik terhadap tasawuf; melihat
keterlibatan kelompok masyarakat kelas menengah
perkotaan memilih tasawuf/sufisme dibanding dengan
syari’ah/formalisme Islam; respon tokoh-tokoh agama,
ormas keagamaan, dan respon pemerintah terhadap
perkembangan tasawuf pada masyarakat perkotaan.

xii
Melalui tulisan yang terdapat dalam buku ini, para
pembaca dapat menikmati laporan lapangan mengenai: (1)
Perubahan Paradigma Paham Keagamaan Komunitas
Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia di Kota Semarang
Jawa Tengah oleh : Wakhid Sugiyarto; (2) Perubahan
Paradigma Paham Keagamaan Komunitas Lembaga Dakwah
Islamiyah Indonesia di Kota Surabaya Jawa Timur oleh : Ibnu
Hasan Muchtar; (3) Perubahan Paradigma Paham
Keagamaan Komunitas Lembaga Dakwah Islamiyah
Indonesia di Kota Samarinda Kalimantan Timur oleh:
Muchtar; (4) Jami’yyatul Islamiyah Pasca Muktamar Luar
Biasa di Bekasi oleh: Kustini dan Sri Sulastri; (5) Jami’yyatul
Islamiyah Pasca Muktamar Luar Biasa di Kabupaten Kerinci:
Zainal Abidin (6) Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah
dan Isu Gereja Setan di Kota Manado Sulawesi Utara oleh:
Ahmad Rosyidi; (7) Sufisme Perkotaan: Kasus Majelis Zikir
Az-Zikro Muhamad Arifin Ilham oleh: Mazmur Sya’roni; (8)
Perkembangan Thareqat Al-Idrisiyah di Jakarta Pusat oleh:
Asnawati; (9) Sufisme Perkotaan: Studi Kasus Majleis Taklim
Mu’tabaroh Nurul Mushthafa oleh: Reza Perwira; (10)
Majelis Zikir Assamawat: Sebagai Media Dakwah dan
Riyadhoh Sipiritual di Jakarta oleh: Muchit A.Karim; (11)
Sufisme Perkotaan: Kasus Majelis Zikir As-Salafi di Slipi
Jakarta Barat.
Kami sengaja tidak memuat ringkasan dari tulisan-
tulisan tersebut dengan harapan para pembaca langsung
membaca pada teks aslinya. Kami hanya mengantarkan apa
yang menjadi tujuan dari masing-masing penelitian, dan hal
itulah yang diinformasikan dalam tulisan mereka.
Tak ada gading yang tak retak, maka saran dan kritik
dari para pembaca sangat kami harapkan demi
penyempurnaan buku ini pada masa yang akan datang.
Kami berharap semoga buku ini dapat menambah wawasan

xiii
para pembaca, serta bagi pihak-pihak yang berkompeten
dapat memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan.

Jakarta, Agustus 2009


Editor

Drs. H. Nuhrison M. Nuh. MA.APU


NIP: 19510606 197903 1 006

DAFTAR ISI

Kata Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat ........... i


Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan
Keagamaan ............................................................................. iii
Kata Pengantar Editor........................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................... xv

1. Perubahan Paradigma Faham Keagamaan


Komunitas Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Di Kota Semarang Jawa Tengah.

xiv
Oleh: Wakhid Sugiyarto .............................................. 1
2. Perubahan Paradigma Faham Keagamaan
Komunitas Lembaga Dakwah Islam
Indonesia di Kota Surabaya Jawa Timur
Oleh: Ibnu Hasan Muchtar .......................................... 45
3. Perubahan Paradigma Faham Keagamaan
Komunitas Lembaga Dakwah Islam Indoneia
di Kota Samarinda Kalimantan Timur
Oleh: Muchtar .............................................................. 87
4. Studi tentang Jam’iyyatul Islamiyah Paska
Mukhtamar Luar Biasa di Bekasi.
Oleh: Kustini dan Sri Sulastri ......................... ........... 121
5. Studi tentang Jam’iyyatul Islamiyah Paska
Mukhtamar Luar Biasa di Kabupaten Kerinci,
Prov. Jambi
Oleh: Zainal Abidin ..................................................... 163
6. Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah dan Isu
Gereja Setan di Kota Manado Sulawesi Utara
Oleh: Ahmad Rosyidi …............................................. 189
7. Studi Tentang Sufisme Perkotaan: Kasus Majelis
Dzikir Adz-zikro Muhammad Arifin Ilham
Oleh: Mazmur Sya’roni................................................ 231
8. Perkembangan Thariqat Al-Idrisiyah di Jakarta
Pusat.
Oleh: Asnawati ............................................................. 281
9. Sufisme Perkotaan: Studi Kasus Majelis Taklim
Mu’tabarah Nurul Musthafa.
Oleh: Reza Perwira....................................................... 309
10. Majelis Dzikir As-Samawat: Sebagai Media
Dakwah dan Riyadlah Spiritual di Jakarta

xv
Oleh: Muchit A. Karim, ............................................... 335
11. Sufisme Perkotaan: Kasus Majelis Dzikir As-Salafi
di Slipi Jakarta Barat.
Oleh: Umar R. Soeroer,................................................. 377

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

L
Embaga Dakwah Islam Indonesia dalam Rakernasnya
pada awal tahun 2007, menyampaikan 8 pernyataan
atau klarifikasi terhadap berbagai isu-isu keagamaan
yang muncul selama ini. Klarifikasi dimaksudkan sebagai
penjelasan ulang terhadap kesimpang-siuran informasi di
berbagai kalangan umat Islam. Dalam klarifikasi itu
disampaikan bahwa; pertama, LDII telah memiliki Pengurus
DPD I di seluruh provinsi, memiliki sekitar 400 DPD II di
kabupaten/kota, 1600-an Pengurus Cabang (setingkat
Kecamatan) dan 4500-an Pengurus Anak Cabang (setingkat
desa/kelurahan). Kedua, LDII bukan kelanjutan dari gerakan
Islam Jamaah, justru LDII bersama Majelis Dakwah Islam
(sayap pembina rohani Golkar) yang memiliki tugas membina
mantan-mantan pendukung Islam Jamaah menjadi umat Islam
pada umumnya. Ketiga, LDII tidak menggunakan sistem
keamiran, tetapi mengembangkan sistem kepemimpinan
kolegial yang bertanggung-jawab kepada seluruh anggotanya.
Keempat, LDII tidak menganggap umat Islam yang lain sebagai
kafir dan sesat. Kelima, Masjid yang dibangun oleh komunitas
LDII terbuka untuk umum, tetapi jelas tetap harus mengingat
(a) menjaga kesucian karena ada pahala yang besar, (b) dalam
shalat perlu dijaga kesucian diri, pakaian dan tempatnya.
Keenam, LDII dalam pengayaan ilmu tidak hanya
mendasarkan pada para alumni pondok LDII yang
berkapasitas sebagai ustadz dan ulama, tetapi juga mubaligh
lain yang dipandang mumpuni. Ketujuh, LDII tidak
mengajarkan menolak untuk diimami dalam shalat atau
sebaliknya. Kedelapan, LDII bersedia bersama dengan ormas
keagamaan lain mengikuti landasan berfikir keagamaan
sebagaimana ditetapkan MUI, yang meliputi (a) mentolerir

1
perbedaan sepanjang masih dalam koridor ikhtilaf, dan (b)
mensinkronisasikan, mengkoordinasikan dan mensinergikan
gerakan umat Islam di Indonesia di bawah payung MUI.1
Meskipun LDII telah menyampaikan klarifikasinya
dihadapan Ketua Komisi Fatwa KH. Ma’ruf Amin dan tokoh-
tokoh Islam dalam Rakernasnya itu, namun kebanyakan umat
Islam belum tahu dan masih mencurigai bahwa LDII masih
merupakan kepanjangan dan reinkarnasi dari Islam Jamaah
dan Darul Hadits yang eksklusif dan merasa benar sendiri.
Oleh karena itu untuk membuktikan bahwa LDII telah
memiliki paradigma baru dalam kehidupan sosial keagamaan,
maka Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan
Diklat Departemen Agama perlu melakukan kajian mendalam
yang berfokus pada persoalan-persoalan yang telah
diklarifikasi tersebut.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam kajian ini
adalah sebagai berikut:
1. Ajaran apa saja yang berubah paska Rakernas 2007 dan
apa sebabnya berubah;
2. Mengapa masih ada laporan bahwa LDII masih tetap pada
keyakinan dan praktik keagamaan seperti sebelumnya;
3. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama di daerah paska
Rakernas 2007;
4. Bagaimana peran tokoh-tokoh agama di luar LDII dalam
sosialisasi paradigma baru LDII paska rakernas 2007.
5. Bagaimana respon pemerintah terhadap LDII paska
Rakernas 2007.
Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
perubahan kehidupan sosial keagamaan dari komunitas LDII.

1
Munas LDII 2007, DPP LDII, Jakarta 2007.

2
1. Mendeskripsikan perubahan substansi ajaran dan
penyebab perubahan kehidupan sosial keagamaan dari
komunitas LDII;
2. Mendeskripsikan apakah perubahan itu menjadi kebijakan
seluruh perangkat organisasi;
3. Mendeskrepsikan dampak perubahan terhadap kinerja
organisasi;
4. Mendeskripsikan respon tokoh agama di luar LDII
terhadap LDII.
5. Mendeskrpsikan respon pemerintah paska Rakernas 2007
terhadap LDII.
6. Merumuskan hasil penelitian sebagai bahan kebijakan
pemerintah terhadap pembinaan umat beragama.
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat
eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian
ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif
yaitu mendeskripsikan hasil penelitian sesuai dengan
tujuannya dan diikuti dengan analisis atau sering disebut
dengan metode analisis deskriptif.
Tehnik pengumpulan data dalam kajian ini adalah:
wawancara dan studi dokumentasi dan observasi terbatas
terhadap beberapa kegiatan LDII.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif,2
yaitu dengan menganalisis hasil wawancara, dokumen dan
observasi mendalam tentang profil organisasi keagamaan dan
yang terkait yang menjadi fokus penelitian dan kajian, yaitu
perubahan paradigma keagamaan di kalangan LDII.

2
Ibid, hal 75.

3
4
BAB II
TEMUAN PENELITIAN LAPANGAN
DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Profil Organisasi


1. Sejarah Organisasi

A
pabila kita mendengar Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII) orang selalu mengaitkannya
dengan Lemkari, Islam Jamaah, Darul Hadits,
Yakari dan seterusnya. Ingatanpun menerawang ke belakang
tentang dilarangnya Islam Jama’ah oleh Kejaksaan Agung.
Tidak hanya sampai disitu, tetapi pasti ingatan kita sampai
pada bagaimana kelompok ini menyesatkan dan menajiskan
kelompok lain, cara pemahaman keagamaannya yang tekstual
yang berakibat eksklusivisme, tentang masjid dan tempat
duduk yang dicuci jika habis digunakan orang lain,
menghalalkan harta orang lain, kawin dalam dan kawin KUA,
orang lain najis, semua ilmu dan amalnya tidak sah karena
tidak manqul dan sebagainya. Dan tentu tidak lupa pula
ingatan kita sampai pada kebanyakan amir jama’ah ini
beristeri lebih dari satu, boleh tukar menukar isteri dan
seterusnya. Dalil-dalil agamapun diisukan sebagai produk
Pesantren Burengan dan isinya disesuaikan dengan
kepentingan kelompok ini. Apakah isu-isu yang telah
berkembang sejak puluhan tahun itu benar, Allahu a’lam bish-
shawaf.
Faham keagamaan (Darul Hadits) ini muncul pada
tahun 1940 M yang dikembangkan oleh Nurhasan Ubaidah
Lubis setelah selesai menjalankan ibadah haji yang kedua di
Mekkah. Sebenarnya, Nurhasan sendiri tidak bermaksud
mendirikan aliran keagamaan, tetapi prihatin dengan kondisi

5
sosial keagamaan yang dianggapnya menyimpang dari ajaran
qur’an dan hadits. Kehidupan keagamaan di masyarakat
Burengan masa itu dan mungkin juga di tanah Jawa
umumnya masih dipenuhi kepercayaan lama, takhayul,
bid’ah dan khurafat. Praktik peribadatanpun dipandang tidak
memiliki standard keilmuan yang memadai.
Penyebaran ajaran ini awalnya masih terbatas diantara
keluarga mereka sendiri. Dalam upaya menambah
pengikutnya mereka merekrut anggota masyarakat dengan
cara mengadakan perkawinan silang yaitu anggota keluarga
di kawinkan dengan anggota masyarakat yang belum masuk
anggota mereka.3
Pada tahap selanjutnya pengikut Darul Hadits ini
semakin hari semakin bertambah. Nurhasan Ubadidah Lubis
termasuk berhasil menyebarkan ajarannya, bahkan kemudian
diangkat menjadi amir/pimpinan jamaah tersebut. Baiat
pertama dari masyarakat dilakukan oleh H. Sanusi, lurah Desa
Bangi dan H Nur Asnawi, lurah Desa Papar Kediri pada tahun
1953 di Desa Papar.
Perkembangan Darul Hadits sangat mengesankan di
tempat kelahirannya, Kediri dan telah menyebar ke beberapa
desa sekitarnya. Kesuksesan Nur Hasan dalam mengembang-
kan ajaran Islam yang dipandang baru yang kemudian
dikenal dengan sebutan ajaran Darul Hadits itu mulai menuai
kecaman dari berbagai penjuru. Argumenpun dibuat
sedemikian rupa sehingga mengesankan bahwa ajaran Darul
Hadits adalah menyimpang dan meresahkan masyarakat dan
harus dilarang. Meskipun ajaran yang disampaikan oleh
Nurhasan dan pengikutnya berdasarkan Al-Quran dan
Hadits, ternyata oleh masyarakat dianggap telah menyimpang

3
Laporan Penelitian Puslitbang Kehidupan beragama oleh Titik
Suwariyati & Asnawati tahun 1995.

6
dari ajaran yang sebenarnya. Akibatnya ajaran tersebut
mendapat reaksi keras dari masyarakat dan menimbulkan
keresahan. Reaksi keras dan keresahan tidak hanya terjadi di
Jawa Timur tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia.
Tuntutan pelaranganpun datang dari berbagai penjuru,
sehingga Pangdam VIII Brawijaya mengeluarkan SK dengan
no. Kept/28/26/1967 tentang adanya pelarangan atau
pembubaran aliran Darul Hadits di Jawa Timur.
Para jamaah Darul Hadits tidak kekurangan akal untuk
melanjutkan dan mengembangkan faham keagamaan yang
diyakini sebagai kebenaran itu, merekapun mendirikan
gerakan baru dengan sebutan Islam Jamaah dan mendirikan
Yayasan Pendidikan yang bertaraf Nasional. Para pimpinan
Islam Jamaahpun berusaha mencari perlindungan dan
menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh pemerintah agar
aman dalam menjalankan aktifitasnya. Diantara yang mereka
dekati saat itu adalah Letjen Ali Murtopo yang sedang
menjabat sebagai Wakil Kepala Bakin dan Staf OPSUS (Opersi
Khusus Soeharto). Pada waktu itu Ali Murtopo dikesankan
sebagai tidak senang pada Islam. Ketidaksenangan Ali
Murtopo ini sebenarnya sangat diragukan, sebab dia adalah
mantan anggota pasukan Hizbullah. Mungkin saja ini
dihembuskan oleh lawan-lawan politiknya, karena terlihat
bahwa karir Ali Murtopo jelas cemerlang dan sudah
diambang pintu utama. Usaha mendekati Ali Murtopo sukses
dan Islam Jamaahpun dilindungi oleh Golkar dan pemerintah
berkat jasa Ali Murtopo pada tanggal 2 Desember 1970. Di
bawah naungan Golkar, maka aliran Islam Jamaah semakin
berkembang. Namanyapun kemudian disarankan untuk
berubah dan kemudian berubahlah dengan sebutan Lemkari
(Lembaga Karyawan Dakwah Islam) sehingga bebas
melakukan aktifitas keagamaan dan berkembang di seluruh
Indonesia.

7
Perkembangan Lemkari, semakin hari semakin besar
sehingga menimbulkan keresahan dimasyarakat karena ajaran
yang mereka ajarkan tetap tidak ada perubahan, maka ajaran
ini dibekukan di Jawa Timur oleh Gubernur Soelarso, dengan
SK nomor 618 tahun 1988, tertanggal 24 Desember 1988,
dengan pembekuan ini mulai berlaku tanggal 25 Desember
1988. Namun kemudian pada musyawarah besar Lemkari, ke
IV yang dilaksanakan di Asrama Haji Pondok Gede pada
bulan Nopember 1990, nama Lemkari diganti menjadi LDII
(Lembaga Dakwah Islam Indonesia), atas anjuran Menteri
Dalam Negeri Rudini agar tidak rancu dengan nama Lembaga
Karatedo Republik Indonesia.
Dalam Majalah Amanah No. 63 tanggal 2–15 Desember
1988 dikemukakan bahwa data tentang perkembangan Islam
Jamaah dengan judul Resah di Balik Jubah Lemkari, bahwa
sampai tahun 1972 Islam Jamaah sudah mendirikan 1500 buah
masjid di 19 provinsi di Indonesia, dan beberapa pondok
pesantren besar lagi megah untuk mencetak kader-kader
Islam Jamaah. Sekarang Islam Jamaah sudah mempunyai
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) sebanyak 26 provinsi serta
memiliki masjid yang lebih banyak di Indonesia. Dijelaskan
pula dalam majalah ini bahwa jika ada orang Islam di luar
jamaah mereka yang melakukan shalat, maka tempat
shalatnya di cuci kembali oleh mereka, karena mereka anggap
bahwa orang Islam di luar golongan mereka adalah kafir dan
najis.
Begitu pesatnya perkembangan Islam Jamaah ini,
sehingga telah tersebar di beberapa Negara seperti di
Amerika, Australia, Jerman, Suriname, New Zealand bahkan
juga di Mekkah Arab Saudi.4 Setelah diterbitkan SK
pelarangan terhadap ajaran Darul Hadits dan Islam jamaah,

4
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran & Paham Sesat di Indonesia, hal. 24-26

8
kelompok ini konon katanya akan berubah. Tetapi menurut
berbagai pihak ajaran yang disampaikan oleh kelompok ini
tidak pernah berubah, sehingga masih tetap menimbulkan
permasalahan/keresahan di masyarakat. Oleh karena itu
timbul beberapa larangan di berbagai daerah antara lain dari
Laksus Kopkamtibda Jakarta pada tahun 1968 ketika masih
bernama Islam jamaah, Pakem Kejati Jawa Barat tahun 1968,
dan Kejati Sulawesi Tenggara pada tahun 1969 serta dari
Kamtibda Sumatera Selatan tahun 1969. Akhirnya Darul
Hadits secara nasional dilarang dengan dikeluarkannya SK
Kejaksaan Agung RI No. 089/DA/-10/1971 tertanggal 29
Oktober 1971 tentang pelarangan gerakan Darul Hadits, Islam
Jamaah dan sejenisnya di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah terbitnya SK pelarangan aliran tersebut, dalam
rangka pembinaan dan mengembalikan bekas pengikut-
pengikutnya kepada ajaran Islam yang benar maka aliran ini
membentuk suatu kelompok yang dinamakan Lemkari,
(Lembaga Karyawan Islam), yaitu pada tanggal 3 Januari 1972
di Surabaya kurang lebih berselang dua bulan setelah
dikeluarkan SK pelarangan ajaran tersebut, dengan pusat
kegiatannya di Kediri Jawa Timur. Kemudian setelah
diadakan Musyawarah besar Lemkari pada tanggal 11
Oktober tahun 1981 M, pusat kedudukan Lemkari pindah di
Jakarta tepatnya di Jalan Tawakal IX no. 13–15 Jakarta Barat.
Dalam perjalan sejarahnya, LDII yang awal mulanya
bernama Darul Hadits yang didirikan pada tahun 1940 di
Kediri kemudian pada tahun 1967 dibubarkan dan kemudian
berubah menjadi Islam jamaah. Islam jamaah inipun
dibubarkan pada tanggal 29 Oktober 1971 dengan SK Jaksa
Agung RI Nomor Kep. 08/D.A/10.1971. Sejak itu Islam
Jamaah dan sejenisnya resmi dibubarkan. Pada masa
pemerintahan Orde Baru kelompok ini bergabung dengan
Golkar maka berdirilah LEMKARI. Sejak itu nama Lemkari

9
berubah menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
hingga sekarang.
Perubahan nama Lemkari menjadi LDII, tersebut atas
usul Menteri Dalam Negeri Rudini agar tidak rancu dengan
nama salah satu organisasi karate yang bernama Lemkari
(Lembaga Karate-Do Indonesia). Dengan demikian LDII
secara resmi dan organisasi memiliki legalitas yang sah dan
diakui/terdaftar di Departemen Dalam Negeri. Sementara
pembenahan ajaran di serahkan kepada Departemen Agama
RI, dalam hal ini Kanwil Dep. Agama dan KUA-KUA.
Menurut salah seorang pengurus LDII bahwa LDII
bukanlah Darul Hadist, Islam Jamaah, tetapi LDII bersama
Golkar dengan sayap dakwahnya yaitu Majelis Dakwah Islam
(MDI dan Al-Hidayah membina mantan-mantan kelompok
Islam Jamaah tersebut untuk kembali kepada Islam yang
benar. Oleh karena itu tidak benar jika LDII dianggap
merupakan jelmaan dari Darul Hadits atau Islam Jamaah,
yang telah dilarang tersebut.
2. Profil LDII Kota Semarang.
LDII Kota Semarang adalah bagian dari DPD I LDII
Provinsi Jawa Tengah. LDII Kota Semarang Jawa Tengah
dibentuk pada tahun 1990-an, beberapa bulan setelah Lemkari
berganti nama LDII. Organisasi ini telah memiliki 35 Dewan
Pimpinan Daerah (DPD) Kota dan Kabupaten di Jawa Tengah,
memiliki 416 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kecamatan, dan
892 Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) Desa/Kelurahan.
Dengan jumlah dewan pengurus yang hampir merata di
seluruh kelurahan di Kota Semarang ini dapat menjadi bukti
bahwa dakwah Islam yang disampaikan oleh para mubaligh
LDII secara kaffah dan mencakup seluruh aspek kehidupan
beragama baik yang bersifat mahdhoh (dogmatis ritual)
maupun ghoiru mahdhoh (ibadah sosial) telah dapat diterima
oleh sebagian masyarakat Jawa Tengah.

10
Struktur DPD LDII Kota Semarang Jawa Tengah terdiri
Dewan Penasehat sebanyak 4 orang, Pengurus Harian 8 orang
dan Bagian-Bagian atau Bidang-Bidang yang terdiri dari 20
orang. Dewan Penasehat terdiri dari ketua, sekretaris, dan
anggota. Ketua Dewan Penasehat periode 2004-2009 adalah H.
Damari, SH. Ketua Pengurus Harian periode 2004-2009 adalah
Drs. H. Sunandi D. Santoso. Sekretaris dijabat oleh Drs.
Syamsu Hadi, M.Si. Adapun Bidang-Bidangnya terdiri dari
Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi, Bidang
Pendidikan Agama dan Dakwah, Bidang Pendidikan Umum
dan Pelatihan, Bidang Pemuda Olahraga dan Seni Budaya,
Bidang Penerangan dan Mass Media, Bidang Koperasi,
Wirausaha dan Tenaga Kerja, Bidang Peranan Wanita dan
Kesejahteraan Keluarga, Bidang Hubungan Antar Lembaga,
Bidang Litbang, Iptek dan Lingkungan Hidup serta Bidang
Advokasi dan Bantuan Hukum.5
DPD LDII Kota Semarang sebagai bagian dari DPD LDII
Provinsi Jawa Tengah telah pula melakukan dakwah Islam
khas LDII. Dakwah khas yang dimaksudkan adalah dakwah
yang hanya menyandarkan ajaran pada Qur’an dan Hadits.
Praktiknya, Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak hanya diajarkan di
majelis, tetapi juga dalam silaturahmi kepada mereka yang
sering malas berangkat mengaji. Dalam kelompok LDII ini
pengajian dilakukan secara rutin bagi anggotanya, yaitu hari
minggu malam dan selasa malam jam 20.00–22.00 untuk
pengajian kelompok (DPAC/kelompok), kemudian kamis
malam jam 20.00–22.00 untuk pengajian Desa (DPAC).
Pengajian khusus ibu-ibu tingkat Desa (DPC) dilaksanakan
pada hari sabtu jam 08.00–10.00 WIB. Kemudian sekali dalam
sebulan adalah pengajian khusus ibu-ibu di daerah (DPD).
Untuk pengajian anak-anak dilaksanakan pada sore hari bagi
yang sekolah pagi pada hari senin–sabtu jam 15.00–17.00 WIB.

5
Dokumentasi, DPD LDII Kota Semarang, 2008.

11
Bagi anak-anak yang sekolah sore, maka pengajian
dilaksanakan pagi hari dari hari senin sampai sabtu jam 08.00–
10.00 WIB.
Di samping pengajian lisan, dalam praktiknya juga
dilakukan dakwah bil hal, misalnya; menyalurkan anggota
yang belum mendapat pekerjaan menjadi tenaga kerja di
berbagai perusahaan asing maupun dalam negeri; membantu
permodalan, pelatihan kerja, mencarikan jodoh, dan
sebagainya. Di luar itu dalam upaya memperkuat solidaritas
anggota pimpinan sering melakukan silaturahmi ke rumah
tinggal para anggota dan simpatisannya. Dengan cara ini
anggota LDII merasa hidup banyak mempunyai kawan, dan
menjadi umat yang satu serta kuat untuk mengarungi
kehidupan ini dengan moto ”hidup selamat di dunia dan
selamat di akhirat”.
Dari 16 Dewan Pimpinan Cabang DPD LDII Kota
Semarang memiliki 177 Dewan Pimpinan Anak Cabang
(DPAC) kelurahan. Dari 177 Dewan Pimpinan Anak Cabang
itu DPD LDII Kota Semarang mempunyai 300 kelompok
pengajian dan mushala. Adapun jumlah anggota, persisnya
tidak diketahui tetapi jika dihitung secara kasar bahwa setiap
kelompok mempunayi anggota antara 25 sampai 40 Kepala
keluarga, maka jumlah anggota setiap kelompok yang
menjadi anggota LDII di Kota Semarang tidak kurang dari
200 orang. Jika dikalikan jumlah 300 kelompok, maka anggota
LDII Kota Semarang tidak kurang dari 50.000 orang s/d
70.000 orang anggota resmi, belum termasuk simpatisan.6
Untuk memperlancar tugas-tugas organisasi, DPD II
LDII Kota Semarang memiliki 1 buah mobil inventaris merek
Kijang Inova dan 1 Kijang Kapsul (untuk antar jemput tamu).

6
Dokumentasi DPD LDII Kota Semarang, 2008 dan diringkas dari hasil
hasil wawancara dengan Sulaksono, Pengurus DPD LDII Kota Semarang.
Sementara jumlah penduduk Kota Semarang adalah 1.415.943 jiwa.

12
Kemudian di setiap DPC ada motor inventaris 2 unit merk
Jamus (Jamiatul Muslimin) produk Cina kiriman dari DPP
LDII tahun 2004. Perlu diketahui bahwa DPP LDII pada tahun
2004 telah membagikan motor Jamus untuk kepentingan para
da’i ini sebanyak 22.000 unit kepada seluruh DPD, DPC,
DPAC dan kelompok paling kecil di seluruh Indonesia yang
langsung didatangkan dari Cina. Bahkan pesantren Sabilil
Mustaqim Semarang memiliki mobil inventaris untuk Kyainya
2 unit (1 untuk Kyai dan 1 lagi untuk kepentingan antar
jemput tamu), Seluruh kebutuhan keluarga Kyai dipenuhi
oleh pesantren, termasuk biaya sekolah anak-anak dan rumah
tinggal seumur hidup. Kyai tidak memiliki tugas rutin
mengajar santri, tetapi hanya sesekali saja jika memang perlu
turun ke medan laga. Semua tugas mengajar sudah diberikan
kepada beberapa da’i yang juga digaji secara tetap di tambah
dengan tunjangan keluarga yang mendadak. Di pesantren ini
juga disediakan wisma tamu sebanyak 4 kamar dan tamu
dijamin keperluan akomodasinya selama 3 hari, atau sesuai
dengan lamanya urusan tamu selesai.7 Begitu juga seluruh
DPC LDII di Kota Semarang pasti menyediakan wisma tamu.
Wisma tamu adalah paket wajib yang harus disediakan dari
PC, DPD Kota/Kabupaten dan DPD Provinsi.
Kemudian Bidang Pendidikan dan Dakwah, DPD LDII
memiliki sebuah pesantren, yaitu pesantren Shirotol
Mustaqim dengan jumlah santri mukim sebanyak 400 orang
dan santri kalong sebanyak 120 orang. Mereka dibagi dalam
beberapa kelompok belajar yaitu anak-anak (laki-laki dan
perempuan/cabe rawit), remaja (cabe rowot), pemuda, dan
orang tua. Jadwal pelajaran dibuat sedemikian rupa sehingga
semua dapat belajar dan pesantren tidak pernah sepi dari
proses belajar mengaji sepanjang hari, dari subuh hingga jam

7
Dokumentasi DPD LDII Kota Semarang, 2008 dan hasil wawancara
dengan Sulaksono, Pengurus DPD LDII Kota Semarang.

13
22.00 (10 malam). Kemudian DPD memiliki 4 masjid besar
yang tiap-tiap masjid rata-rata dapat menampung 1000
jamaah. Di setiap DPC memiliki satu masjid dengan kapasitas
400 orang. Kemudian di setiap DPAC memiliki satu masjid
kecil dengan kapasitas rata-rata 140 orang dan di setiap
kelompok memiliki mushala dengan kapasitas 70 orang. Pada
setiap masjid dan mushala biasanya terdapat kantor
organisasi, yang juga memiliki wisma tamu dan rumal tinggal
bagi para mubaligh.8
DPD II LDII Kota Semarang memiliki 4 orang mubaligh
yang digaji tetap setiap bulan atau semua kebutuhan keluarga
ditanggung DPD. Bahkan pada setiap lebaran juga
mendapatkan tunjangan hari raya (THR) yang cukup besar
untuk ukuran daerah (Rp. 1.500.000 - Rp 2.500.000). Tentu saja
THR disesuaikan dengan tingkatannya dimana ia bertugas, di
DPD, DPC, DPAC atau dikelompok serta di sesuaikan dengan
kemampuan pengurus. Untuk memperlancar tugas organisasi
dan dakwah ini setiap ustad disediakan kendaraan dinas 1
buah sepeda motor Jamus. Dalam proses belajar mengajar di
setiap masjid atau mushala hampir pasti diakhir dengan hujan
uang (sedekah) baru kemudian diakhiri dengan kata penutup
dan do’a. Begitulah salah satu cara anggota LDII Semarang
mengumpulkan dana untuk kepentingan organisasinya atau
membela agamanya. Siapa lagi yang mendanai dakwah kalau
bukan anggota sendiri.9
Dalam berdakwah LDII sangat menitikberatkan dakwah
bil hal, yakni dakwah merubah kehidupan umatnya agar lebih
sejahtera lahir dan batin serta sistem pendidikan keagamaan
secara berjama’ah dengan keseragaman sistem yang sama di

8
Dokumentasi DPD LDII Kota Semarang dan diringkas dari hasil
wawancara dengan Sulaksono, pengurus DPD LDII Kota Semarang, 2008.
9
Dokumentasi DPD LDII Kota Semarang, 2008 dan diringkas dari hasil
hasil wawancara dengan Sulaksono, Pengurus DPD LDII Kota Semarang.

14
seluruh Indonesia. Ciri dakwah dan sistem pendidikan umat
tersebut berjalan sejak awal berdirinya atau sejak masih
disebut sebagai organisasi Darul Hadits dan Islam Jama’ah
hingga hari ini. Hal ini terjadi karena secara historis ada
keterkaitan hubungan ”genetik” organisasi dan paham
keagamaan.
Dalam bidang pendidikan umum dan pelatihan, DPD
LDII Kota Semarang menyediakan kursus seperti bimbingan
belajar bagi siswa siswi SD hingga SLTA. Sementara itu
kursus bahasa Inggeris diberikan kepada siswa-siswa SLTP
sampai perguruan tinggi. Kemudian ada juga yang sifatnya
olah raga dan kepramukaan. Olah Raga yang paling digemari
di kalangan LDII adalah sepak bola dan bulutangkis. Untuk
melatih para pemuda agar kuat fisiknya juga diajarkan seni
beladiri yang disebutnya Assad. Assad ini sebenarnya
merupakan pasukan berani matinya LDII untuk membentengi
gangguan dari luar. Tentu saja setiap akan membela diri di
mana kasus terjadi selalu kordinasi dengan polisi atau
komandan TNI setempat. Oleh karena itu ketika terjadi
kekacauan di suatu cabang atau daerah lain sekalipun, dalam
hitungan jam sudah ribuan orang datang untuk membantu
mengusir penyerang. Kasus di Karanganyar (Solo) misalnya,
begitu penceramah (Hartono Ahmad Jais dkk) mulai bicara
ngawur, memprovokasi umat, mengadu-domba dan meresah-
kan, maka dalam hitungan menit mesjid jami’ Karanganyar
diserbu dan pengajian umum dibubarkan. Penceramah-
nyapun lari, kemudian diamankan ke Polres oleh pasukan
beladiri ASSAD tersebut untuk menghindari amukan massa.
Sebab ternyata tidak semua peserta pengajian (bukan
simpatisan LDII) suka dengan pengajian model provokasi
para ustadz yang membuat keresahan tersebut. Kasus di
Karanganyar ini menjadi pelajaran berharga bagi setiap
kelompok keagamaan yang ada agar tidak membuat

15
keresahan dan mengadudomba umat dengan ayat-ayat yang
dijual murah.10
Dalam bidang koperasi, wirausaha dan tenaga kerja,
DPD LDII Kota Semarang memiliki usaha bersama (UB) DPD
dan UB DPC. Kemudian ada juga pelatihan kerja bagi mereka
yang ingin memiliki usaha (semacan training manajemen
bisnis) dan jika tidak memiliki modal maka diberikan modal
kerja dan usahanya itu. Bahkan dilakukan pula penyaluran
tenaga kerja ke berbagai perusahaan yang memungkinkannya
dapat diterima sebagai pegawai atau karyawan. Oleh karena
itu di kalangan LDII tidak ada istilah pengangguran tetap atau
tidak memiliki penghasilan. Dalam menyalurkan zakatpun,
anggota LDII jarang yang menerima, karena merasa tidak
berhak menerima zakat.11
B. Perubahan Paradigma Paska Rakernas 2007
1. Ilustrasi Perubahan sebagai Sunatullah
Pada penghujung tahun 2007 lalu, LDII melakukan
klarifikasi yang kesekian kalinya dalam bentuk pernyataan
paradigm baru keagamaan di kalangan pengikut LDII. Isi dari
klarifikasi itu sesungguhnya tidak ada yang baru jika
disandingkan dengan buku sakunya LDII dalam bentuk
direktori masalah isu utama yang menghantam LDII selama
puluhan tahun itu.12 Perubahan nama, AD ART, penjelasan
melalui direktori, sosialisasi melalui majalah Nuansa Persada,
10
Dokumentasi DPD LDII Kota Semarang, 2008 dan diringkas dari hasil
wawancara dengan Sulaksono, Pengurus DPD LDII Kota Semarang.
11
Dokumentasi DPD LDII Kota Semarang, 2008 dan diringkas dari hasil
wawancara dengan Sulaksono,Pengurus DPD LDII Kota Semarang.
12
Masalah yang diributkan dan dianggap meresahkan umat Islam yang
sebenarnya tidak substansial itu sudah beredar di masyarakat sejak lama ketika
masih bernama Lemkari dalam bentuk fotokopi di masjid, mushala dan langgar di
berbagai tempat di seluruh Indonesia. Pada tahun 1980-an, penulis pernah
mendapatkan sekitar 50 lembar fotokopi yang isinya mempersoalkan ajaran-ajaran
yang dipegang dan dikembangkan oleh Lemkari.

16
silaturahmi yang dilakukan elit-elit LDII pusat dan daerah
terhadap ulama dan pemerintah di pusat dan berbagai daerah
di seluruh Indonesia ternyata belum mampu secara signifikan
merubah stigma yang menimpa LDII.
Klarifikasi yang dilakukan secara khusus dan digodok
dalam Rakernas LDII penghujung 2007 pun masih juga belum
mampu merubah image negatif itu. Bahkan LPPI pada awal
2008 mencetak buku baru yang menyampaikan seolah LDII
melakukan kebohongan berkaitan dengan paradigma baru
LDII. Lagi-lagi dalam buku tersebut tidak ada stigma yang
berubah, isu yang diangkatpun tidak berubah. Buku-buku
yang membangun stigma yang beredar di masyarakat hampir
secara keseluruhan dilahirkan oleh anggota LPII Pasar
Rumput Jakarta dengan penulis yang sama.13 Kelompok ini
pula yang membuat pengajian-pengajian umum yang secara
khusus mengkupas kesesatan dan menghantam LDII. Mereka
bersemangat merilis buku baru, berceramah dengan isi dan
materi yang sama keliling pelosok Nusantara. Sementara itu
LDII terus berkembang pesat di seluruh Indonesia dan
mencoba berbuat yang terbaik untuk umat, seolah tidak
mendengar fatwa, ceramah dan buku-buku dari LPPI tersebut.
Dengan adanya buku-buku terbitan LPPI itu, sebenarnya
malah membantu iklan gratis bagi LDII, karena banyak orang
penasaran dan akhirnya malah masuk menjadi aktifis. Mereka
lupa bahwa umat Islam sekarang sudah banyak pilihan
referensi dan teladan dalam pengamalan agama. Pepatah Jawa
seolah benar adanya untuk meringkas proses Islamisasi dan
santrinisasi tuntas di seluruh Indonesia bagi kalangan LDII
ini, yaitu “becik ketitik olo ketoro”. LPPI dan kelompoknya sibuk

13
Hartono Ahmad Zais, Alirah Paham Sesat di Indonesia, Diterbitkan oleh
Penerbit Al-Kautsar, Jakarta; LPPI, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari – LDII, terbit
tahun 1997; Bahkan di awal 2007 LPPII menyerahkan hasil penelitiannya kepada
MUI dan menyatakan bahwa LDII tidak pernah berubah.

17
menyusun buku dan ceramah di berbagai daerah
menyesatkan LDII dan seperti memprovokasi umat Islam agar
terus membenci LDII, sementara LDII terus berbuat yang
terbaik buat anggotanya dan untuk Indonesia. LPPI dan
kelompoknya melahirkan anarkhisme,14 sementara LDII terus
melahirkan mushala, langgar dan masjid baru plus pesantren
massal dimana pengikut kelompok LDII berada.
Salah satu aktifitas LPPI yang memperlihatkan ketidak-
senangannya pada LDII terlihat pada salah satu kegiatan MUI
ditemui Rombongan LPPI, FUI dan Unsur Dewan Dakwah.
untuk lebih menjelaskan duduk soal tentang MUI dalam
kaitannya dengan kasus LDII plus Ma’ruf Amin itu, kehadiran
rombongan LPPI, FUI dan Unsur Dewan Dakwah ke MUI
untuk mengetahui apa saja yang pengurus MUI sudah
bicarakan. Berikut ini laporannya.
MUI tetap menyatakan LDII sebagai aliran sesat, hingga
melarang pengurusnya menghadiri acara LDII seperti
Rakernas dan semacamnya. Bahkan kehadiran unsur MUI
secara pribadi pun tetap dilarang.
Demikian penegasan Ketua MUI (Mejlis Ulama Indo-
nesia) KH Nazri Adlani ketika menerima rombongan dari
LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam), FUI (Forum
Umat Islam) dan unsur DDII (Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia) di Kantor MUI, Masjid Istiqlal Jakarta, Senin 5
Maret 2007 (15 Shafar 1428H). Kehadiran rombongan ini
untuk mendesak MUI agar melarang hadir pengurus ataupun
anggotanya dalam acara Rakernas LDII di Balai Kartini
Jakarta, 6-8 Maret 2007. Juga rombongan meminta kepada

14
Hal ini bisa diamati dari media mengenai ketegangan-ketegangan di
berbagai daerah di mana LDII melakukan aktifits pemberdayaan keagamaan kepada
anggota dan simpatisannya.

18
MUI agar mendesak Presiden, menteri-menteri dan para
pejabat negara untuk tidak hadir dalam acara LDII itu.
Desakan itu disertai penyerahan hasil penelitian, bahwa
LDII yang kini mengklaim sudah berubah, dan sudah dengan
Paradigma Baru, ternyata bohong belaka. Justru masih sama
dengan Islam Jamaah pimpinan Nurhasan Ubaidah yang telah
dilarang oleh Jakasa Agung 1971. Bahkan lebih buruk lagi,
dalam hal menipu lebih canggih lagi, sampai mengeruk duit
hampir 11 triliun rupiah, disamping mengeruk duit dari
perbuatan bejat atas nama kafarat untuk diserahkan kepada
imam LDII.
Secara kongkret, kehadiran rombongan ini menyatakan:
“LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) hari ini
Senin, 5 Maret 2007, menyerahkan bukti-bukti kepada MUI
tentang LDII yang sebenarnya nama lain dari Islam Jamaah
yang sudah dilarang Pemerintah itu akan mengadakan
Rakernas 6-8 Maret 2007.” Penyerahan bukti-bukti itu agar
MUI mendesak kepada Presiden untuk tidak menghadiri
Rakernas LDII tersebut, dan MUI sendiri agar tidak
menghadirinya sama sekali.
Karena menurut hasil penelitian LPPI, bahwa faham
yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam
Jama’ah (Darul Hadits) yang telah dilarang oleh Jaksa Agung
Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No.
Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan
LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits
(Islam Jamaah) yang didirikan pada tahun 1951 oleh
Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut
dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan
Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972,
tepatnya tanggal 13 Januari 1972. Tanggal ini, dalam
Anggaran Dasar LDII dinyatakan sebagai tanggal berdirinya
LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa

19
mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama
sebelumnya Islam Jamaah dan sebelumnya lagi Darul Hadits,
mengapa tanggal berdirinya sama.
Untuk sekian kalinya LDII melakukan klarifikasinya,
dan yang terakhir malah melalui Rakernas di Wisma Haji
Pondok Gede di penghujung tahun 2007.15
2. Sistem Kepemimpinan
Segaimana diketahui bahwa LDII adalah organisasi
sosial keagamaan Islam yang bergerak di bidang dakwah dan
pendidikan keagamaan. Organisasi ini bersifat nasional dan
berjenjang dari tingkat pusat sampai ketingkat desa dan
dusun, bahkan memiliki perwakilan di Suriname, Australia,
Inggris, Malaysia dan sebagainya. Kehadirannya di tengah
masyarakat sudah barang tentu membawa karakterisitik

15
Isi klarifikasi dimaksud adalah 1) LDII bukan penerus/kelanjutan dari
gerakan Islam Jamaah serta tidak menggunakan ataupun mengajarkan Islam Jamaah.
LDII bersama Majelis Dakwah Islam (MDI) diberi tugas membina dan meluruskan
orang-orang yang masih memiliki faham Islam Jamaah ke arah faham yang dimiliki
umat Islam pada umumnya; 3) LDII tidak menggunakan ataupun menganut sistem
keamiran. Adapun sistem kepemimpinan yang dikembangkan adalah menumbuh-
kembangkan tanggungjawab sebagai pemimpin, sebagaimana Sabda Rasulullah saw:
bahwa setiasp kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta
pertanggungjawabannya dari apa yang dipimpinnya; 4) LDII tidak menganggap
umat muslim di luar LDII sebagai kafir atau najis; 5) Masjid yang dibangun oleh
warga dan simpatisan LDII terbuka untuk umum, tetapi harus mengingat (a)
menjaga kesucian masjid karena ada pahala/ganjaran yang besar, dan (b) dalam
shalat perlu dijaga kesucian diri, pakaian, dan tempatnya, sehingga sangat perlu
dijadwalkan membersihkan masjid secara berkala; 6) LDII dalam pengayaan ilmu
tidak hanya dari alumni pondok LDII yang berkapasitas ustadz atau ulama, tetapi
juga guru-guru pondok atau mubaligh yang dipandang mumpuni; 7) LDII tidak
pernah mengajarkan kepada warganya untuk menolak diimami oleh orang di luar
warga LDII dan muslim manapun boleh berimam kepada imam dari kalangan LDII;
8) LDII bersedia, bersama dengan ormas-ormas lainnya, mengikuti landasan
berfikir keagamaan sebagaimana yang ditetapkan MUI, yang meliputi (a) mentolerir
adanya perbedaan sepanjang masih dalam koridor ikhtilaf, dan (b)
mensikronisasikan, mengkoordinasikan dan mensinergikan gerakan umat Islam di
Indonesia di bawah payung MUI.

20
paham tersendiri, oleh karena itu umatnyapun membawa
identitas sendiri baik identitas keagamaan maupun sosial.
Identitas itulah yang membedakan dengan identitas kelompok
lain di tengah-tengah masyarakat. Issu-issu dan stigma yang
menempel pada LDII ternyata tidak menyurutkan dakwahnya
ke seluruh penjuru, termasuk ke daerah-daerah terpencil di
luar Jawa dengan dana dari organisasi.
Dalam sistem kepemimpinan sedikit banyak telah
mengalami perubahan terutama tidak lagi adanya sentralisasi
keamiran dalam bentuk kemutlakan untuk berbai’at. Oleh
karena itu bai’at yang terjadi pada saat ini tidak menjadi
kewajiban bagi mereka yang ingin menjadi anggota, tetapi
sukarela saja. Bahkan tidak lagi memandang keluarga
Nurhasan di Kediri sebagai dinasti keamiran dalam LDII.
Meskipun yang menjadi Amir masih keluarga Nurhasan,
tetapi pengangkatannya tetap memperhatikan kualitas
keagamaan yang komplit pada figur terpilih tersebut.
Kepemimpinan agama lokal tidak ditetapkan pusat tetapi
diangkat berdasarkan aturan atau keputusan organisasi LDII
setempat dalam Konferensi Daerah, Konferensi Cabang dan
Koneferensi Anak Cabang. Sementara itu Imam daerah
diangkat menjadi Amir di semua tingkatan dengan tidak ada
batas waktunya, menurut mereka asal yang bersangkutan
masih bersedia dan tidak memiliki cacat moral, maka
keamiran tersebut akan terus dipangkunya. Amir dalam
definisi paradigma baru tidak lagi seperti paradigma lama
yang menempatkan Amir sebagai pemimpin tertinggi yang
tidak boleh siapapun melawannya. Amir dalam definisi
paradigma baru adalah pemimpin keagamaan biasa tetapi
tetap dihormati dan bahkan oleh sebagian besar ditaati
sebagaimana mereka mentaati amir dalam definisi paradigma
lamanya LDII. Jadi kepemimpinan organisasi yang bersifat
herarkis dan juga temporer, sementara kepemimpinan

21
keagamaan yang bersifat tetap sampai ada hal yang tidak
memungkinkan dia menjadi pemimpin agama dalam
komunitas LDII tersebut. Dalam kepengurusan organisasi
DPD LDII ada bagian yang membidangi dakwah dan
pendidikan tetapi tidak diduduki oleh orang yang ahli agama
tetapi orang yang mengerti agama dan pandai manajemen
organisasi.16
Dalam komunitas LDII kepemimpinan agama menganut
sistem komunal jamaah dengan berbasis pada senioritas ilmu
keagamaannya, kewaro’annya serta, seseorang diangkat
sebagai pemimpin agama adalah mereka yang senior karena
ilmu agama dan akhlaknya. Ia berfungsi sebagai guru,
mubaligh, imam shalat rawatib dan jum’at, imam spiritual
dan memotivasi umat berkaitan dengan semangat keagamaan.
Di samping mubaligh senior yang menetap di lingkungan
jamaahnya ada juga mubaligh yunior yang berpindah-pindah
sesuai dengan kebutuhan jamaah di tempat lain yang
merupakan tugas dakwah dari organisasi.17
Dalam konsep imamah, sebelumnya para imam (di masa
Lemkari bernama Amir Pusat dan Amir Daerah) atau
tokohnya tidak diberi nafkah oleh jamaah atau organisasi,
karena memang kaya. Tetapi sekarang Imam atau tokoh
agamanya difasilitasi oleh organisasi dan donasi jama’ah
berupa tempat tinggal, inventaris mobil, sopir pribadi, modal
usaha bahkan tunjangan untuk isteri–isteri dan anaknya.
Sebenarnya paham keamiran ini tidak sebagaimana dipahami
kelompok lain yang dipandangnya sebagai membentuk
negara dalam negara. Di luar komunitas LDII yang dimaksud

16
Dirringkas dari hasil wawancara dengan Yuniarso Abdul Ghoni,
Pengurus DPD LDII Kota Semarang yang sekaligus pimpinan pesantren Sirotol
Mustaqim.
17
Diringkas dari hasil wawancara dengan Toni Sibroto, Pengurus DPD
LDII Kota Semarang yang sekaligus pimpinan pesantren Sirotol Mustaqim.

22
Amir adalah pemimpin negara dan pemerintahan, sementara
di LDII realistis saja yaitu hanyalah kepemimpinan dalam
keagamaan. Selama menyangkut masalah keagamaan, maka
Imam merekalah pemimpinnya. Sementara itu dalam masalah
sosial politik yang menjadi pemimpin adalah pemerintah yang
berkuasa. Oleh karena itu dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Lemkari maupun LDII selalu
ditegaskan bahwa Lemkari yang kemudian LDII taat kepada
pemerintah dan undang-undang yang berlaku.
Meskipun sekarang tidak lagi menggunakan istilah
keamiran, tetapi sebenarnya amir dimaksud dikalangan LDII
adalah kepemimpinan dalam bidang keagamaan. Dan begitu
pula yang terkait dengan bai’at, ketika ada perintah bahwa
tiga orang Islam yang bepergian dinas harus mengangkat
salah satu menjadi imam yang tentu saja harus dimaknai
sebagai ketua tim perjalanan dinas. Jadi tidak benar harus
dimaknai sebagaimana amir sebagai pimpinan umat Islam
yang sekaligus pemimpin negara (khalifah).18
3. Paham Keagamaan
Tatkala Darul Hadits dan Islam Jama’ah (IJ) dilarang
tidak berapa lama kemudian, organisasi ini merubah dirinya
dengan nama Lembaga Karyawan Islam (Lemkari). Namun
perubahan nama menjadi Lemkari yang disponsori
pemerintah dan diberi tugas membenahi paham keagamaanya
itu ternyata tidak mampu membenahi paham keagamaannya.
Akhirnya dalam Munasnya pada tahun 1992 di Asrama Haji
Pondok Gede Lemkari atas anjuran para pejabat tinggi negara
berubah lagi menjadi LDII dengan tugas pokok yaitu
membenahi dan membina umatnya agar meninggalkan
paham keagamaan yang lama. Paham keagamaan yang

18
Diringkas dari hasil hasil wawancara dengan Toni Sibroto dan Yuniarso
Abdul Ghoni, Pengurus DPD LDII Kota Semarang.

23
dianggap krusial dan perlu modifikasi total adalah paham
keamiran, bai’at dan jamaah yang berekses mengkafirkan
kelompok di luar jamaahnya.19
Dalam realitasnya dewasa ini, ajaran agama yang
dikembangkan di lingkungan LDII adalah ajaran agama yang
inklusif tetapi sedikit ketat, kemungkinan lebih mendekati
ajaran yang dikembangkan oleh kalangan Wahabi atau Salafi
di Indonesia. Dalam berpakaian, tata cara bergaul dan
sebagainya mereka memang mirip-mirip dengan kelompok
Wahabi dan Salafi, hanya saja soal warna pakaian misalnya
tidak mesti putih. Tradisi lelaki warga komunitas LDII ini
adalah memakai celana setinggi di atas mata kaki memang itu
adanya dan merekapun tidak ada yang merokok. Mereka
tidak bermadzhab sebagaimana juga Persis atau
Muhammadiyah. Landasan utama dalam seluruh
kehidupannya adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena
itu yang menjadi materi tetap dalam seluruh pengajiannya
adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Sementara itu materi-materi
lain yang khusus untuk kepentingan kelancaran dakwah
hanya diberikan kepada para mubaligh, seperti tafsir al-
Maraghi, tafsir al-Jalalain al Muwatha’, dan sebagainya.
Para peserta selama pengajian tidak diberi kesempatan
bertanya, karena menurutnya akan menghabiskan banyak
waktu. Bagi mereka yang kurang paham atau kurang jelas
dipersilahkan berdialog dengan mubaligh di luar jadwal
pengajian tersebut. Model pembelajarannya adalah mubaligh
memegang al-Qur’an dan peserta taklimpun memegang al-
Qur’an kemudian penjelasannya atau tafsirnya dituliskan di
bawah kata-kata atau kalimat yang dijelaskan oleh mubaligh.
Al-Qur’an yang digunakan adalah al-Qur’an yang ditahsih

19
Marzani Anwar, Gerakan Islam Jamaah yang disunting oleh Abdul
Azis, Imam Tholkhah dan Soetarman dalam Buku Gerakan Islam Kontemporer di
Indonesia, Diva Pustaka, 2006, Jakarta hal 25 - 86

24
oleh Lembaga Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama.
Kemudian al-Hadits yang digunakan juga dapat dibeli
di toko-toko buku keagamaan, seperti di Semarang al-Hadits
yang digunakan adalah terbitan Toha Putra yang tokonya
memang paling lengkap menyediakan buku-buku keagamaan,
khususnya kitab-kitab kuning, baik al-Hadits maupun kitab-
kitab karya ulama-ulama masa lalu. Tidak benar jika hadits
yang diajarkan atau ditransformasikan di kalangan LDII
hanya didapatkan dari Kediri. Kalaupun itu keluaran Kediri,
sifatnya hanya kitab-kitab himpunan sebagaimana Bhulughul
Maram dan Riyadush Shalihin yang banyak beredar dalam
masyarakat. Kitab himpunan ini hanya untuk mempermudah
para peserta ta’lim dalam menyerap ilmu agama sesuai
dengan kebutuhan. Misalnya ”Kitabush-Shalah” untuk
mengetahui dasar-dasarnya mengapa harus shalat dan
bagaimana tatacara shalat yang benar; ”Kitabuth-Thaharah”
untuk mengetahui pentingnya bersuci dan tatacaranya, dan
sebagainya. Tidak benar jika LDII mengarang sendiri semua
buku itu. Justru kalangan LDII telah menyampaikan secara
berkala hadits ”kutubus-Sitta” (Kitab yang enam) agar peserta
taklim mengetahui ilmu agama itu banyak sumbernya, bukan
hanya Bukhari dan Muslim saja. Misalnya bulan Januari
sampai bulan Agustus yang dikaji hadits Muslim, periode
selanjutnya hadits Nasa’i, periode berikutnya hadits yang lain
sampai kitab enam dikaji semua. Di samping itu secara
berkala diajarkan pula ”qira’atul sab’a” yaitu dialek-dialek
dalam membaca al-Qur’an. Oleh karena itu tidak heran jika
cara membaca yang dijalankan oleh kalangan LDII tidak
hanya satu jenis bacaan.20

20
Ringkasan hasil wawancara dengan Toni Sibroto, DPD LDII Kota
Semarang yang sekaligus pimpinan pesantren Sirotol Mustaqim.

25
Dalam memenuhi standard keilmuan, maka para
mubaligh ketika menimba ilmu agama di pesantren-pesantren
LDII, seperti di Burengan, Surabaya, Kertosono, Plaosan,
Pondok Gede, Semarang, Kerawang, Samarinda dan
sebagainya di sampaikan berbagai tafsir ulama-ulama masa
lalu yang terkenal, seperti al-Maraghi, Ibnu Katsir, Jalalain
dan sebagainya. Hal seperti ini juga dapat disaksikan pula di
pesantren LDII Shiratal-Mustaqim Semarang. Tidak benar
bahwa tafsir Nur Hasan adalah satu-satunya tafsir yang
dipakai di kalangan LDII. Tentu saja bagi masyarakat awam di
taklim-taklim yang ada tidak disampaikan ini menurut al-
Maraghi, Ibnu Katsir dan sebagainya, tetapi diberi seperlunya
saja sesuai dengan kemampuan mubaligh dalam menyerap
ilmu agamanya di pesantren. Tidak disampaikannya berbagai
ilmu yang dapat menjadi rujukan, bahwa tafsir tertentu
menurut si fulan dan fulanah adalah mengingat orang awam
tidak perlu itu, tetapi yang dibutuhkan adalah bagaimana
agama ini dilaksanakan dengan baik dan bagaimana umat
Islam diorga-nisasikan menjadi sebuah jama’ah yang kuat.
Jadi agama di kalangan LDII dipermudah penyampaian dan
pelaksanaannya sedemikian rupa agar mudah dilaksanakan,
bukan hanya didiskusikan sampai mendalam yang
melelahkan, tetapi sulit direalisasikan.21
Dalam memenuhi standard ilmu hadits, maka di setiap
pesantren, baik pesantren mini maupun pesantren besar
diajarkan musthalahul hadits. Sebagaimana diketaui bahwa
musthalahul hadits adalah ilmu untuk memahami hadits, baik
dari sisi matan, sanad maupun rawinya. Mereka membantah
jika hadits di kalangan LDII adalah karangan Nur Hasan,
karena dalam kenyatannya, hadits-hadits yang dipelajari para
mubaligh itu dapat dibeli di toko-toko buku keagamaan. Di

21
Hasil wawancara dengan Toni Sibroto, DPD LDII Kota Semarang yang
sekaligus pimpinan pesantren Sirotol Mustaqim.

26
Semarang yang menjadi langganan kalangan LDII adalah
Toko Buku dan Penerbit Toha Putra yang secara mainstream
adalah pendukung Islam tradisional (NU). Di kalangan LDII
kalaupun ada terbitan Kediri itu hanyalah himpunan hadits
yang berkaitan dengan praktik-praktik keagamaan peraktis,
seperti Kitabul Shalah, Kitabul Nawafil, Kitabul Thaharah,
Kitabul Syiam dan sebagainya. LDII tidak merasa perlu
mengarang dan mencetak sendiri serta memilih-milih hadits
yang sesuai dengan gerakannya sebagai jamaah.22
LDII sebagai kelompok keagamaan secara substansial
sama saja dengan Muhammadiyah, Persis, NU, Al-Washliah
dan sebagainya. Perbedaan hanya pada tafsir-tafsir tertentu
yang sebenarnya masih pada koridor ikhtilaf. Aqidah sama,
dasar agamanya sama, implementasi sebagian sama dengan
NU dan sebagian sama dengan Muhammadiyah. Ini bukan
berarti ajaran agama di kalangan LDII merupakan petikan
dari ajaran NU dan Muhammadiyah, tetapi didasarkan pada
teks-teks agama yang sudah ada. Menurutnya, ibadah
mahdloh yang sudah ada perintah dan tatacaranya mutlak
tidak dapat di ijtihadi, tetapi masalah-masalah yang memang
harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, maka di
ijtihadi agar ajaran agama dapat membumi. Shalat jum’at
misalnya, sama persis dengan kalangan NU dengan adzan
dua kali, bedanya kalangan LDII khotbah pasti menggunakan
bahasa Arab sementara di NU ada yang menggunakan bahasa
Arab dan ada yang menggunakan bahasa Indonesia.
Sementara itu dalam shalat terawih persis seperti yang
dilaksanakan oleh kalangan Muhammadiyah, DDII, Persis
yaitu sebelas raka’at. Di kalangan komunitas LDII dalam
melaksanakan shalat subuh juga tidak menggunakan do’a
qunut, sebagaimana dilakukan oleh komunitas NU. Semua itu

22
Hasil wawancara dengan Toni Sibroto, DPD LDII Kota Semarang yang
sekaligus pimpinan pesantren Sirotol Mustaqim.

27
karena didasarkan pada teks-teks suci yang ada yaitu al-
Qur’an dan al-Hadits.
Dari pemaparan di atas, nyatalah bahwa LDII
sebenarnya memberi kemudahan bagi kelompok lain yang
pasti tidak mungkin mampu membina mantan-mantan
pengikut Islam jamaah termasuk Departemen Agama, kecuali
membina dalam makna yang dikembangkan Orde Baru
bahwa pembinaan berarti membinasakan. Kalau sebuah
organisasi harus dibina dalam maknanya Orde Baru, berarti
organisasi tersebut harus dibubarkan dan dibinasakan. Kalau
itu kemauan tokoh-tokoh Islam lainnya, maka kemana mereka
harus mengadu. Oleh karena itu kelompok Islam lain dan
pemerintah tinggal menyaksikan saja apa yang dilakukan
LDII terhadap anggotanya, terutama mantan-mantan anggota
Islam jama’ah. Tentu saja, kelompok lain dan pemerintah
tidak dapat berharap pembenahan faham keagamaan itu
dapat berubah dalam satu malam sebagaimana legenda
Bandung Bondowoso yang katanya dapat membuat seribu
candi dalam semalam. Memang tidak dapat dijamin sampai
kapan pembenahan itu dapat dituntaskan, tetapi dipastikan
orang-orang Islam jamaah semakin kecil jumlahnya dalam
komunitas LDII.
4. Aktifitas Organisasi
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa paham
keagamaan tidaklah mudah untuk dirubah dalam waktu
singkat. Sebagai contoh dalam shalat jum’at sejak dahulu (th
1970) tidak sedikitpun mengalami perubahan seperti
waktunya, materi khotbahnya, khotibnya, infaq setelah shalat
jum’at serta diakhiri dengan ceramah agama oleh imam
shalatnya. Mereka masih tidak mau (menolak) jika imam
shalat dan khatibnya dari luar jamaah dengan alasan beda
pemahaman agama tidak bisa dipaksakan. Masjid LDII yang
dikelola secara terbuka untuk jamaah lain tetapi tidak bisa

28
mencampuri tatacara beribadat. Sebagai contoh, masjid Al-
Wali di Semarang Timur yang dibangun oleh orang jama’ah
(Dr. Hartono) dengan biaya mencapai 8 milyar dipergunakan
oleh semua orang bahkan dipakai nginap para sales dan sopir.
Sama halnya dalam sistem pembelajaran umat (cholective
learning) mengaji bersama, menterjemahkan dan memahami
Qur’an dan hadits (kutubus Sittah) sama sekali tidak
mengalami perubahan. Hanya sistem manqul (berguru secara
berantai) diartikan sebagai metode pembelajaran secara tatap
muka. Artinya para murid boleh membaca buku dan kitab-
kitab lain (selain Aqur’an dan hadits) untuk mendukung dan
memperkaya wawasan ilmu agamanya.
Sebagai konsekuensi dari paham keagamaan tersebut di
atas pandangan mereka terhadap kelompok lain di luar LDII
sepanjang menyangkut ibadah, mereka tidak merubah
keyakinan keagamannya. Akan tetapi dalam pergaulan sosial
keagamaan di kalangan muslim (Ukuwah Islamiyah) ini
merupakan program LDII. Mereka ingin diakui seperti umat
Islam yang lainnya. Melalui berbagai upaya pendekatan dan
kemitraan mereka menjalankan kerjasama dengan MUI,
pemerintah, aparat keamanan dan ormas-ormas keagamaan
Islam setempat. Bahkan Departemen Agama Kota Semarang
sangat akrab kerjasamanya dengan LDII ini. Kepala Balai
Semarang yang sekarang (Sulaiman) dan Kepala Kandepag
Kota Semarang malah pernah mengisi acara pengajian yang
dilakukan oleh LDII ini. Dalam kegiatan sosial, tolong
menolong jika terjadi bencana alam dan pembagian zakat dan
qurban sudah tidak memandang perbedaan kelompok
keagamaan. Demikian halnya dalam hari-hari bersejarah
seperti memperingati hari-hari besar nasional, LDII selalu
berada di garis depan dalam aktifitasnya.23

23
Ringkasan dari wawancara dengan Soeleman, Kepala Balai Litbang
Agama Semarang, serta Mudis Taruna, Agustus 2008.

29
Kepengurusan organisasi LDII dewasa ini cukup banyak
mengalami perubahan, lebih-lebih setelah dipegang oleh
pengurus yang berlatar belakang pendidikan umumnya
tinggi, seperti Insinyur, dokter, Sarjana Hukum, Sarjana
Ekonomi, dan akademisi yang sudah barang tentu
penampilannyapun menjadi tidak eksklusif dan semakin
inklusif. Hubungan keagamaan dan sosial kemasyarakatan
semakin terasa begitu menggembirakan. Mereka paling rajin
melakukan kerja bakti dan ikut berpartisipasi dalam berbagai
event penting kenegaraan maupun keagamaan, baik yang
dilaksanakan oleh pemerintah setempat maupun oleh
masyarakat sendiri dimana komunitas LDII berada.
Sementara itu Pengurus MUI dan Kepala Kandepag
Kota, mengatakan bahwa Kandepag Kota Semarang masih
mendapatkan informasi, bahwa anggota LDII masih
menganggap orang diluar kelompok LDII hukumnya najis.
Tempat shalatnya dicuci jika bekas digunakan oleh orang
bukan LDII. Tetapi informasi seperti ini ternyata tidak dapat
dipertanggungjawabkan, karena tidak jelas oleh siapa, kapan
dan dimana. Ketika sang pelapor diminta menunjukkan kasus
yang dilaporkan tersebut, ujung-ujungnya hanya mengatakan
bahwa informasi yang disampaikan ke Kandepag itu
didasarkan pada katanya. MUI Provinsi Jawa Tengah yang
waktu itu diwakili oleh Sekretaris ketika wawancara dengan
peneliti menyampaikan bahwa banyak laporan mengenai LDII
yang masih seperti dulu. Namun MUI Semarang sendiri tidak
pernah turun ke lapangan, apakah kasus laporan bahwa LDII
seperti dulu itu benar apa salah, begitupun MUI Kota
Semarang. Oleh karena itu MUI setempat masih menunggu
Keputusan MUI Pusat berkaitan dengan perubahan yang jelas

30
(paradigma baru) dari kalangan LDII, meskipun MUI wilayah
provinsi dan kota bukanlah kepanjangan tangan MUI Pusat.24
Kandepag Kota Semarang pernah memberi izin kepada
LDII untuk merenovasi mushalla menjadi masjid, tetapi izin
Kandepag tersebut dipaksa agar dicabut oleh masyarakat
Islam Desa Kalipancur Semarang Barat.25 LDII setempat
memang pernah mengajukan izin untuk merenovasi mushalla
sekaligus perluasan untuk digunakan sebagai masjid agar
dapat dipakai shalat jum’at. Dalam jarak kurang lebih 70
meter sudah ada masjid yang dikelola oleh masyarakat.
Meskipun telah dikeluarkan persetujuan lingkungan, Lurah
dan Camat setempat serta Kandepag Kota Semarang tetapi
masyarakat tetap demonstrasi ke Kandepag pada tahun 2007
lalu. Komunitas LDII dipaksa untuk menjalankan jum’atan
bersama masyarakat di masjid yang sudah ada, meskipun tata
cara jum’atan jelas-jelas berbeda. Shalat jum’at kalangan LDII
adzan dua kali dan khotbah bahasa Arab, sementara masjid
yang ada adzan dua kali tetapi khotbah bahasa Indonesia.
Harap diketahui bahwa bagi LDII, khotbah adalah rangkaian
shalat jum’at yang sudah jelas tata cara dan bahasa
khotbahnya. Masalah ibadah mahdhah tidak dapat di ijtihadi,
sebagaimana dilakukan oleh kalangan muslim lainnya.
Bahkan pendemo mengancam kalau tidak dibatalkan surat
izin persetujuannya mushalla tersebut akan dibakar oleh
masyarakat. Akhirnya persetujuan tersebut oleh Kandepag
dicabut. Dari kasus ini akhirnya terlihat bahwa stigma

24
Ringkasan hasil wawancara dengan Sekretaris MUI Provinsi Jawa
Tengah, 2008
25
Ringkasan hasil wawancara dengan Kepala Kandepag Kota Semarang,
2008

31
masyarakat di luar LDII terhadap LDII belum berubah dan
menganggap LDII sama saja dengan Islam Jamaah.26
5. Sosialisasi Paradigma Baru
Sosialisasi paradigma baru LDII paska rakernas 2007
sebenarnya telah selesai dilakukan di seluruh Indonesia,
meskipun belum seluruhnya dapat menerima secara ikhlas
paradigma baru itu, terutama di kalangan tua. Hal ini
sebenarnya biasa saja, sebagaimana di kalangan kelompok
Islam lain ketika anaknya pulang dari pesantren dengan
membawa ilmu yang sepertinya baru. Tentu saja tidak semua
orang tua dapat menerima perubahan keagamaan yang terjadi
pada anaknya. Orang tua yang mempelajari agama dengan
model lama dan materi kedaluarsa masih ingin bertahan
ketika ilmu keagamaan anaknya berbeda, terutama ketika
terjadi perlawanan terhadap tradisi yang tidak efisien dalam
beragama.
Sosialisasi paradigma baru itu sebenarnya sekedar
pernyataan resmi terhadap paradigma LDII yang selama ini
sudah berparadigma baru sebelum Rakernas 2007. Di
Semarang misalnya, perubahan berkaitan dengan substansi
yang banyak dipersoalkan kelompok Islam lainnya sudah
terjadi sejak akhir tahun 80-an ketika masih bernama Lemkari.
Hasil penelitian Balai Litbang Semarang sebagaimana
dijelaskan saudara Mudis dan kawan-kawan, Jawa Tengah
umumnya tahun 90-an sudah menunjukkan hal itu. Pada awal
2008 ini, Balai Semarang kembali melakukan penelitian
terhadap LDII ini di berbagai daerah di Jawa Tengah. Hasil
sementara yang diinformasikan memperlihatkan bahwa LDII
sudah jauh lebih inklusif dari hal-hal yang diributkan
kelompok Islam lain selama ini. Jadi bahwa LDII tidak sama

26
Ringkasan hasil wawancara dengan Kepala Kandepag Kota Semarang,
2008

32
dengan Lemkari, Islam Jamaah, Yakari dan Darul Hadits
menjadi lebih jelas dewasa ini. Informan LDII sendiri,
khususnya yang umur-umur di bawah 50 tahun banyak yang
tertawa mendengar pertanyaan seputar stigma yang dibangun
oleh kelompok Islam lain. Merekapun mentertawakan buku-
buku terbitan LPPI Pasar rumput yang isi dan materinya
masih sama seperti yang mereka ketahui tahun 70-an. Justru
mereka mempertanyakan sosialisasi paradigma baru oleh
DPP, untuk apa hal seperti itu dilakukan dan diputuskan
melalui Rakernas, buang-buang waktu dan uang saja. Tetapi
tidak apalah demi kebaikan semua, dan nantinya tidak ada
yang mengganggu lagi.27
Bagi para pengikut kelompok atau organisasi LDII ini,
Direktori yang diterbitkan secara resmi oleh DPP LDII sebe-
narnya sudah sangat jelas. Tetapi karena kelompok lain
member-lakukan dosa waris terhadap LDII yang dipandang
sebagai kelan-jutan organisasi lama, maka kesalahan dan
kecelakaan sejarah itu masih distigmakan kepada LDII.
Orang-orang non LDII ketika ditanya hal-hal berkaitan
dengan stigma itu, ternyata didasarkan pada laporan-laporan
masyarakat yang juga katanya-katanya belaka. Seluruh
informasi itu tidak ada yang dapat dibuktikan kebenarannya
sampai hari ini, di mana, kapan dan di mana. Tetapi kalau
kelompok Islam lain tetap tidak percaya terhadap perubahan
yang telah terjadi, DPD LDII Jawa Tengah dan DPD LDII Kota
Semarang mempersilahkan dilakukan penelitian ulang yang
lebih mendalam dengan metode partisipan selama 3 atau 4
tahun, sehingga dapat menemukan jatidiri LDII yang sesung-
guhnya. Kalangan LDII akan menerima dengan setulus hati
jika itu dilakukan dan bila perlu dibantu dan difasilitasi segala

27
Wawancara dengan beberapa Peneliti Balai Litbang Agama Semarang,
seperti Mudis Taruna, Darno dan Soleman, Agustus 2008 dan dengan Tanu Subroto,
pengurus DPD LDII Jawa Tengah, Agustus 2008,

33
halnya. Penelitian ini diperlukan untuk menyelesaikan ada
apa sebenarnya dibalik semua stigma yang menimpa LDII
yang jelas-jelas berbeda dengan Lemkari, Yakari, Islam
Jamaah dan Darul Hadits.28
Menurutnya pekerjaan besar sebenarnya justru harus
dilakukan oleh pemerintah dan tokoh-tokoh Islam non LDII
untuk melihat dan menjelaskan kepada umat Islam lainnya
tentang perubahan-perubahan besar yang terjadi dikalangan
ex Islam Jamaah yang saat ini telah dibina oleh LDII. Berhasil
tuntas memang belum, tetapi proses penghabisan terhadap
sisa-sisa anggota Islam Jamaah terus berlangsung. Melihat
proses ini, kelompok Islam lain memang harus bersabar,
karena pengurus LDII bukan legenda Bandung Bondowoso
yang menciptakan seribu candi dalam semalam atau Lampu
Aladin dalam cerita seribu satu malam.
6. Respon Tokoh Agama terhadap LDII Paska Rakernas
2007.
Setiap perubahan suatu kelompok pasti ada respon dari
kelompok lain, apakah responya positif atau negatif. Di
Semarang ketika peneliti menjumpa MUI Kota Semarang dan
MUI Provinsi Jawa Tengah kemudian mempertanyakan hal-
hal yang berkaitan dengan issu-issu krusial yang berkaitan
dengan LDII, jawaban yang disampaikan ternyata
mengejutkan, MUI Jawa Tengah dan MUI Kota Semarang
tidak memiliki selembarpun data otentik tentang
perkembangan LDII selama ini. MUI mendengar saja laporan
masyarakat tentang sepak terjang perilaku keagamaan orang-
orang yang tergabung dalam LDII. Bagaimana respon MUI
terhadap paradigma LDII paska Rakernas 2007 bersifat
menunggu dari MUI pusat, apakah harus direspon positif

28
Hasil wawancara dengan DPD LDII Jawa Tengah dan DPD LDII Kota
Semarang).

34
atau negatif? Secara perorangan maupun kelembagaan orang-
orang atau ulama yang tergabung dalam MUI kota dan
provinsi sering diundang dalam acara-acara yang dilakukan
oleh DPD LDII provinsi maupun DPD LDII Kota. Dari setiap
acara yang dihadiri itu para ulama tersebut merasa tidak ada
persoalan apa-apa, penghormatan terhadap dirinya cukup
tinggi karena dirinya diketahui sebagai ulama MUI.29
Paska Rakernas LDII tahun 2007, para pengurus DPD
LDII dan DPD LDII Kota melakukan kunjungan silaturahmi
sebanyak dua kali. Kunjungan dimaksud adalah untuk
menjelaskan bagaimana LDII paska Rakernas tersebut.
Tanggapan MUI-pun baik sebagai tuan rumah. Ketika
pengurus DPD LDII menjelaskan, MUI tidak komentar
apapun mengingat mereka sendiri tidak memiliki data
terakhir berkaitan dengan perilaku keagamaan umat Islam
yang tergabung dalam LDII. Sampai hari ini, MUI belum
membuat pernyataan apapun tentang issu-issu krusial yang
menimpa LDII, meskipun secara pribadi mengetahui bahwa
tidak ada yang salah dalam peraktek keagamaan yang
dijalankan oleh komunitas LDII. Sebagian ulama juga
memiliki tetangga yang aktif dalam majelis taklimnya LDII,
perilakunya lebih menarik dan menyenangkan daripada yang
umumnya dirasakan dari orang-orang yang bukan LDII. Pada
idul qurban, tidak lupa pengurus LDII menebar daging
qurban kepada masyarakat, dalam kegiatan sosial kemasya-
rakatan hampir tidak ada yang absen. Namun karena belum
ada fatwa apapun dari MUI Pusat berkaitan dengan LDII,
maka person-person dari MUI Provinsi maupun MUI Kota
bersifat menunggu. Secara kelembagaan, Ketua Fatwa MUI
Ma’ruf Amin pernah berkunjung ke Semarang dan sesekali
menyinggung masalah LDII, yang katanya sudah berkeliling

29
Wawancara dengan Pengurus (Sekretaris) MUI Provinsi Jawa Tengah
dan MUI Kota Semarang, Agustus 2008.

35
di berbagai daerah dalam rangka melihat dari dekat bagai-
mana LDII memberdayakan umatnya, baik dalam keagamaan
maupun sumberdaya ekonomi umat. Selalu kesan yang
disampaikan adalah bagus dan dapat dikembangkan.30
MUI kota dan MUI provinsi sangat terkesan dengan
para pengurus LDII yang rata-rata sudah berpendidikan
tinggi dan rasional dalam melihat kebenaran teori dan
praktek. Begitu juga ketika membaca majalah Nuansa Per-
sada sebuah majalah tiga bulanan LDII yang menampilkan
berbagai kegiatan pemberdayaan keagamaan dan ekonomi
maupun sosial pendidikan, MUI juga terkesan. Dari situ MUI
tahu bahwa LDII sudah benar-benar meng–Indonesia atau
tersebar di seluruh pelosok. Pengiriman mubaligh ke daerah-
daerah terpencil mapun manca negara yang dilakukan oleh
LDII bukanlah informasi baru, tetapi sudah dilakukan sejak
berubah menjadi LDII. Pertanyaan yang justru timbul adalah,
dari mana mereka mendapatkan dana operasional dakwah
yang sangat besar itu. Belakangan baru tahu bahwa anggota
LDII sangat teratur dan disiplin dalam memenuhi kewajiban
iuran anggota. Di samping itu diketahui pula dalam setiap
pengajian selalu memberi kesempatan kepada peserta taklim
untuk menyerahkan infaqnya sebagai bentuk pembelaannya
terhadap agama. Tidak ada dana bantuan dari luar negeri atau
dari pemerintah. Akhirnya MUI yang diwakili oleh sekre-
tarisnya dalam kata akhir dengan peneliti menyampaikan,
seandainya umat Islam dapat rutin membayar infaq saja, tidak
perlu harus kepada organisasi, betapa kuatnya ekonomi umat
Islam, karena dari dana itu dapat digunakan untuk
kepentingan pemberdayaan ekonomi.31

30
Habib Setiawan, Robi Nurhadi dan Muhammad Muchson Anasy, After
New Paradigm: Catatan Para Ulama tentang Lembaga dakwah Islam Indonesia
(LDII), Pusat Studi Islam Madani Institut, Jakarta, 2008
31
Hasil wawancara dengan Pengurus (Sekretaris) MUI Propinsi Jawa
Tengah dan MUI Kota Semarang.

36
7. Peran Tokoh Agama dalam Sosialisasi Paradigma Baru
Di kalangan LDII hal-hal yang bersifat esensial tidak
mungkin bisa berubah seperti konsep berjamaah dan
berimamah. Namun sistem bai’at cenderung sudah tidak
dijalankan tetapi sistem hidup berjamaah dalam menjalankan
ajaran agama dan kehidupan sosial, seperti shalat, taklim
(belajar), solidaritas sosial para pengikutnya masih sangat
kuat dan tidak bakal dihilangkan. Apalagi karena solidaritas
sosial mereka mampu mengangkat harkat dan martabatnya
sebagai manusia, yaitu terberdayakannya pemahaman
keagamaannya maupun kehidupan sosial ekonominya. Hal ini
adalah karena adanya sistim khusus yang mampu mengikat
mereka dalam satu jamaah yang solid (komunal).
Ketidaktahuan tokoh-tokoh agama mengenai LDII
secara baik membuatnya sulit bersikap mengingat informasi
mengenai perilaku keagamaan kalangan LDII yang masih
dianggap negatif sementara secara faktual tidak dapat
dibuktikan. Oleh karena itu jangankan sosialisasi terhadap
para pendukung atau umatnya, mengetahui paradigma baru
paska Rakernas LDII 2007 itu sendiri baru diketahui.
Bagaimana implementasinya dilapangan masih memerlukan
waktu yang cukup lama agar tidak salah dalam
menyikapinya.
8. Respon Pemerintah
Pada perkembangan selanjutnya kepengurusan LDII
dinilai Pemerintah, MUI dan tokoh-tokoh Islam lain, sebagai
tidak mampu membawa perubahan yang berarti dikalangan
umatnya. Oleh karena itu dalam Rakernas 2007 semacam ada
tekanan dari dalam sendiri bahwa LDII harus mengadakan
transformasi keaga-maan agar dapat diterima oleh kelompok
lain dalam kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa
dan bernegara. Di bawah pembinaan Departemen Agama dan

37
MUI, LDII melancarkan program sosialisasi kepada umatnya
agar terjadi perubahan sesuai dengan komitmenya dalam
Rakernas.
Dalam penjelasannya, Kandepag mengatakan bahwa hu-
bungan LDII dengan Kandepag maupun Kanwil sangat baik,
termasuk dengan Balai Litbang Agama Semarang. Dalam
berbagai acara yang diselenggarakan oleh kalangan LDII
pemerintah (Kandepag, Kanwil dan Balai Litbang Agama)
sering diundang. Menurut peneliti Balai Semarang, tidak ada
yang perlu ditakutkan berkaitan dengan perilaku keagamaan
kalangan LDII, karena apa yang dilihatnya tidak ada yang
aneh sebagaimana diissukan oleh kalangan Islam non LDII.
Mereka ada beberapa yang memliki anggota keluarga yang
juga aktifis LDII dan kesannya juga tidak ada yang perlu
diributkan.32

32
Ringkasan hasil wawancara dengan Kepala Kandepag Kota Semarang,
Agustus 2008.

38
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

D
ari pemaparan di atas maka kesimpulan yang
dapat ditarik adalah sebagai berikut:

1. LDII tidaklah sama dengan Lemkari, Yakari, Islam Jamaah


dan Darul Hadits, justru LDII-lah yang berjasa membina
mantan-mantan Islam Jamaah menjadi pemeluk Islam arus
utama (mainstream);
2. Paham dan aktifitas LDII Semarang sudah inklusif sejak
akhir 80-an ketika masih bernama Lemkari dan sudah
tidak lagi ada kewajiban menjalankan upacara pembaiatan
anggota dan keamiran.
3. Metode dakwah atau transformasi keagamaan terhadap
jamaah tidak berubah, dan kitab-kitab yang dikaji adalah
al-Qur’an dan al-Hadits (kutubussitta) saja. Oleh karena
itu, secara mainstream, LDII sama saja dengan Muham-
madiyah atau Persis. Perbedaan hanya pada tafsir-tafsir
tertentu yang sebenarnya masih dalam koridor ikhtilaf.
4. Sosialisasi Paradigm Baru telah dilakukan di seluruh DPC
dan DPAC di Kota Semarang;
5. Respon tokoh agama, baik MUI maupun pimpinan ormas
keagamaan terhadap LDII Paska Rakernas 2007 bersifat
menunggu sikap MUI Pusat;
6. Tidak ada peran tokoh agama dalam mensosialisasikan
paradigma baru LDII, karena dalam perakteknya
sosialisasi hanya dilakukan oleh pengurus LDII kepada
anggota dan simpatisannya.

39
7. Respon Pemerintah cukup positif karena para pengurus
DPD LDII Kota Semarang sering melakukan silaturahmi
ke instansi-instansi terkait (Kandepag, Kanwil Depag Jawa
Tengah, MUI Provinsi Jawa Tengah, MUI Kota Semarang)
dan sering diundang untuk berceramah dalam kegiatan
LDII DPD Kota Semarang maupun DPD Provinsi Jawa
Tengah.
B. Saran
1. Hendaknya kelompok Islam lain dan pemerintah
membantu LDII dalam melakukan perubahan besar-
besaran yang sedang dilakukan oleh LDII dan Majelis
Dakwah Islamiyah (MDI/Golkar) yang terus melakukan
pembinaan terhadap mantan-mantan Islam Jamaah;
2. Hendaknya kelompok Islam lain dan pemerintah
membantu sosialisasi perubahan paradigma keagamaan
LDII kepada seluruh umat Islam;
3. Hendaknya LDII menyusun pola sosialisasi klarifikasi
paradigma baru paska Rakernas 2007 yang tidak saja
menjangkau para pendukungnya, tetapi juga kelompok
yang lain;
4. Hendaknya dilakukan penelitian dengan metode
partisipan yang memerlukan waktu lebih lama (6 bulan)
untuk melihat seperti apa sebenarnya jatidiri LDII,
sehingga pemerintah dan kelompok Islam lain tidak keliru
memahami dan menyikapi kelompok LDII ini.
5. Hendaknya MUI Pusat bersama Departemen Agama
berani mempelopori menyampaikan informasi yang
sebenarnya tentang keberadaan LDII, karena MUI di
seluruh Indonesia sedang menunggu sikap resmi MUI
Pusat.

40
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis, Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia,


Penerbit Diva, Jakarta, 2006
Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar Metode
Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap
Ilmu-Ilmu Sosial, Usaha Nasional, Surabaya, 1992.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
ke III, Balai Pustaka, Jakarta, 2005.
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2002.
Fachri Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Mizan,
Bandung, 1986.
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia.
Habib Setiawan, Robi Nurhadi dan Muhammad Muchson Anasy,
After New Paradigm: Catatan Para Ulama tentang Lembaga
dakwah Islam Indonesia (LDII), Pusat Studi Islam Madani
Institut, Jakarta, 2008
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula, STIA LAN Press, Jakarta, 2003.
Titik Suwariyati & Asnawati, Laporan Penelitian, Puslitbang
Kehidupan Beragama, 1995.
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya,
Bandung, 2003.
Marzani Anwar, Gerakan Islam Jama’ah, dalam Buku Gerakan Islam
Kontemporer di Indonesia, Diva Pustaka, 2006, Jakarta.
Munas LDII 2007, DPP LDII, Jakarta 2007.

41
Selayang Pandang Kota Semarang, Kantor Informasi dan komuniasi
Kota Semarang2007.
Wakhid Sugiyarto, Laporan Penelitian Kasus-Kasus Keagamaan Aktual
di Indonesia: Studi Kasus Majelis Pengajian Nurul Yakin,
Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, 2007
Data Keagamaan Kandepag Kota Semarang
Dokumentasi DPD LDII Kota Semarang, 2008
Kota Semarang Dalam Angka, Tahun 2007
Wawancara dengan Sulaksono, Pengurus DPD LDII Kota Semarang
dan beberapa anggota LDII serta pengalaman penulis sejak
tahun 1992.
Wawancara dengan Yuniarso Abdul Ghoni, Pengurus DPD LDII
Kota Semarang
Wawancara dengan Toni Sibroto, Pengurus DPD LDII Kota
Semarang yang sekaligus pimpinan pesantren Sirotol
Mustaqim.
Wawancara dengan Soeleman, Kepala Balai Litbang Agama
Semarang, serta
Wawancara dengan Mudis Taruna (Balai Litbang Agama Semarang),
Agustus 2008.
Wawancara dengan Sekretaris MUI Provinsi Jawa Tengah, 2008
Wawancara dengan Kepala Kandepag Kota Semarang, 2008
Wawancara dengan Darno Peneliti Balai Litbang Agama Semarang,
Agustus 2008,
Hasil wawancara dengan Pengurus (Sekretaris) MUI Provinsi Jawa
Tengah dan MUI Kota Semarang.
Ketidakpercayaan kelompok Islam lain dalam masyarakat,
termasuk para elitnya dapat dilihat misalnya pada buku-buku yang
diterbitkan oleh LPPI Pasar-rumput Jakarta yang dari sejak matahari
terbit hingga hampir tenggelam atau sampai hari ini, isi dan
pandangannya terhadap LDII masih sama dengan pandangannya

42
terhadap Islam Jamaah, Darul Hadits dan Lemkari. Lihat pula
komentar yang memperlihatkan bahwa hanya sedikit yang masih
rendah kepercayaannya terhadap perubahan di LDII dalam buku
After New Paradigm: Catatan Para Ulama tentang LDII, seperti DR.
Adian Husaini, Ketua DDII, yang mengatakan bahwa yang penting
peraktek di lapangan (ia ingin perubahan secara revolusioner dalam
LDII), dan Drs. HM. Rafani Akhyar, M. Si (Sekretaris MUI Jawa
Barat) yang mengatakan LDII Bandung belum berubah. Sementara
itu, sebagian besar ulama dalam buku itu berkomentar sedikit
banyak membela LDII, seperti: KH. Ali Yafie “Tidak boleh
sembarang memvonis tanpa penelitian”; Utang Ranuwidjaya, “LDII
perlu konsisten dengan paradigm baru”; Prof. DR. KH. Said Aqil
Siradj, “mereka kita anggap muthanabhi”; Drs. KH. Munzir Tamam
(Ketua MUI DKI Jakarta) ”Mereka sudah mau kembali” Drs. KH.
Mawardi (Ketua MUI Prov. Lampung) ”Mau membina bagaimana
kalau mereka dijauhi”; KH. Azhari Abbas (Ketua MUI Prov. Riau)
“Jangan memvonis karena kenyataannya sudah berubah”; Drs. KH.
Ahmad Sodri (tokoh ulama, Ketua Forum Ulama dan Habaib
Betawi, Ketua MUI Jakarta Timur) “Beda sedikit-sedikit, wajar”; KH
Qoimuddien Thamsyi, SH (Tokoh Ulama dan PP Serikat Islam
Indonesia, Ketua MUI Jakarta Utara) “Saya meneteskan air mata atas
perlakuan mereka; Ustadz H. Abdul Mutalif bin Hashim (pengurus
Executive Masjid Darussalam, Member of Islamic Religion Council of
Singapore) “Kalau terjadi ketegangan, ke mana mereka berpihak”;
dan Ustadz H. Khamsi bin Sunandar (Mantan perwira Menengah
Polisi Diraja Malaysia, Presiden Persatuan Bakti Muslim Selangor,
Malaysia) “Pengelolaan masjid kita utamakan kesucian”.

43
44
BAB I
PENDAHULUAN

L
embaga Dakwah Islam Indonesia dalam
Rakernasnya pada awal tahun 2007, menyampaikan
8 pernyataan atau klarifikasi terhadap berbagai isu-
isu keagamaan yang muncul selama ini. Klarifikasi
dimaksudkan sebagai penjelasan ulang terhadap
kesimpangsiuran informasi di berbagai kalangan umat Islam.
Dalam klarifikasi itu disampaikan bahwa; pertama, LDII telah
memiliki Pengurus DPD I di seluruh provinsi, memiliki
sekitar 400 DPD II di kabupaten/kota, 1600-an Pengurus
Cabang (setingkat Kecamatan) dan 4500-an Pengurus Anak
Cabang (setingkat desa/kelurahan). Kedua, LDII bukan
kelanjutan dari gerakan Islam Jamaah, justru LDII bersama
Majelis Dakwah Islam (sayap pembina rohani Golkar) yang
memiliki tugas membina mantan-mantan pendukung Islam
Jamaah menjadi umat Islam pada umumnya. Ketiga, LDII
tidak menggunakan sistem keamiran, tetapi mengembangkan
sistem kepemimpinan kolegial yang bertanggungjawab
kepada seluruh anggotanya. Keempat, LDII tidak menganggap
umat Islam yang lain sebagai kafir dan sesat. Kelima, Masjid
yang dibangun oleh komunitas LDII terbuka untuk umum,
tetapi jelas tetap harus mengingat (a) menjaga kesucian karena
ada pahala yang besar, (b) dalam shalat perlu dijaga kesucian
diri, pakaian dan tempatnya. Keenam, LDII dalam pengayaan
ilmu tidak hanya mendasarkan pada para alumni pondok
LDII yang berkapasitas sebagai ustadz dan ulama, tetapi juga
mubaligh lain yang dipandang mumpuni. Ketujuh, LDII tidak
mengajarkan menolak untuk diimami dalam shalat atau
sebaliknya. Kedelapan, LDII bersedia bersama dengan ormas
keagamaan lain mengikuti landasan berfikir keagamaan
sebagaimana ditetapkan MUI, yang meliputi (a) mentolerir

45
perbedaan sepanjang masih dalam koridor ikhtilaf, dan (b)
mensinkronisasikan, mengkoordinasikan dan mensinergikan
gerakan umat Islam di Indonesia di bawah payung MUI.1
Meskipun LDII telah menyampaikan klarifikasinya
dihadapan Ketua Komisi Fatwa KH. Ma’ruf Amin dan tokoh-
tokoh Islam dalam Rakernasnya itu, namun kebanyakan umat
Islam belum tahu dan masih mencurigai bahwa LDII masih
merupakan kepanjangan dan reinkarnasi dari Islam Jamaah
dan Darul Hadits yang eksklusif dan merasa benar sendiri.
Oleh karena itu untuk membuktikan bahwa LDII telah
memiliki paradigma baru dalam kehidupan sosial keagamaan,
maka Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan
Diklat Departemen Agama perlu melakukan kajian mendalam
yang berfokus pada persoalan-persoalan yang telah
diklarifikasi tersebut.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam kajian ini
adalah sebagai berikut:
1. Ajaran apa saja yang berubah paska Rakernas 2007 dan
apa sebabnya berubah;
2. Mengapa masih ada laporan bahwa LDII masih tetap pada
keyakinan dan praktik keagamaan seperti sebelumnya;
3. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama di daerah paska
Rakernas 2007;
4. Bagaimana peran tokoh-tokoh agama di luar LDII dalam
sosialisasi paradigma baru LDII paska rakernas 2007.
5. Bagaimana respon pemerintah terhadap LDII paska
Rakernas 2007.

1
Munas LDII 2007, DPP LDII, Jakarta 2007.

46
Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
perubahan kehidupan sosial keagamaan dari komunitas LDII.
1. Mendeskripsikan perubahan substansi ajaran dan
penyebab perubahan kehidupan sosial keagamaan dari
komunitas LDII;
2. Mendeskripsikan apakah perubahan itu menjadi kebijakan
seluruh perangkat organisasi;
3. Mendekrepsikan dampak perubahan terhadap kinerja
orga nisasi;
4. Mendeskripsikan respon tokoh agama di luar LDII
terhadap LDII.
5. Mendekrpsikan respon pemerintah paska Rakernas 2007
terhadap LDII.
6. Merumuskan hasil penelitian sebagai bahan kebijakan
pemerintah terhadap pembinaan umat beragama.
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat
eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian
ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif
yaitu mendeskripsikan hasil penelitian sesuai dengan
tujuannya dan diikuti dengan analisis atau sering disebut
dengan metode analisis deskriptif.
Tehnik pengumpulan data dalam kajian ini adalah:
wawancara dan studi dokumentasi dan observasi terbatas
terhadap beberapa kegiatan LDII.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif,2
yaitu dengan menganalisis hasil wawancara, dokumen dan

2
Ibid, hal 75.

47
observasi mendalam tentang profil organisasi keagamaan dan
yang terkait yang menjadi fokus penelitian dan kajian, yaitu
perubahan paradigma keagamaan di kalangan LDII.

48
BAB II
LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)
DAN PARADIGMA BARU

A. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

K
eberadaan LDII walaupun secara tidak
langsung mempunyai akar kesejarahan dengan
Darul Hadits/Islam Jamaah yang didirikan
pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol).
Karena ajarannya dianggap meresahkan masyarakat terutama
di Jakarta, maka aliran tersebut dilarang secara resmi di
seluruh Indonesia berdasarkan surat keputusan Jaksa Agung
RI No. Kep.-08/DA/10.197, tanggal 29 Oktober 1971. Karena
aliran ini sudah dilarang Imam Jamaah ini meminta
perlindungan kepada Letjen Ali Murtopo. Setelah mendapat
perlindungan Islam Jamaah menyatakan diri masuk Golkar.
Di bawah naungan Golkar inilah Islam Jamaah semakin
berkembang dengan nama Lemkari (Lembaga Karyawan
Islam) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972). Tanggal ini
dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Namun dengan
adanya UU No. 8 tahun 1985, Lemkari sebagai singkatan
Lembaga Karyawan Islam sesuai MUBES II tahun 1981
berganti nama dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam
yang disingkat juga Lemkari (1981). Karena masih dianggap
mere-sahkan masyarakat akhirnya lembaga ini dibekukan
oleh Gubernur Jawa Timur yang pada waktu itu dijabat oleh
Soelarso dengan SK No.618 Tahun 1988 tanggal 24 Desember
1988. Namun kemudian pada musyawarah besar Lemkari di
Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Nopember 1990 Lemkari
berganti nama menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia

49
(LDII) atas anjuran Menteri Dalam Negeri Rudini agar tidak
rancu dengan nama Lembaga Karatedo Republik Indonesia.3
Sebagai sebuah gerakan dalam sebuah faham/aliran
tentu memiliki ajaran-ajaran yang menjadi dasar pegangan. Di
antara ajaran-ajaran pokok LDII yang dianggap berbeda
dengan mainstream umat Islam Indonesia lainnya seperti
yang diungkapkan oleh para ulama dan tokoh-tokoh Islam
dalam pertemuan tanggal 7 Pebruari 2007 yang diprakarsai
oleh Kantor Departemen Agama Kota Surabaya dengan MUI
yang dihadiri oleh sekitar 35 orang terdiri dari unsur MUI
Kota Surabaya, Tokoh-tokoh Islam dan Pengurus LDII
Surabaya dan juga pernyataan hasil Rakernas LDII bulan
Maret 2007 adalah:
1. Eksklusivisme LDII di tengah komunitas muslim lainnya;
2. Keyakinan LDII bahwa orang-orang di luar mereka di-
pandang najis atau bahkan kafir sehingga pakaian dan
masjid yang tersentuh mereka harus dicuci dan disucikan;
3. LDII sebagai penerus/kelanjutan dari gerakan Islam
Jamaah serta mengajarkan Islam Jamaah yang telah
dilarang oleh pemerintah;
4. LDII menggunakan atau menganut sistem keamiran yang
harus diikuti semua fatwanya;
5. Masjid LDII tidak terbuka untuk umum;
6. LDII mengajarkan kepada warganya untuk tidak/menolak
di imami oleh orang luar warga LDII.4

3
Dirasutul Firoq hal. 244
4
Hasil Pertemuan Silaturrahmi Ulama, Tokoh Islam dan Pengurus LDII
Kota Surabaya pada tanggal 7 Pebruari 2007

50
B. Lembaga Dakwah Islam Indoneisa (LDII) Kota Surabaya
dan Perkembangannya
Lemkari di Kota Surabaya berdiri pada tahun 1974,
dengan ketua pertamanya adalah H. A. Ghafur. Bermula dari
sebuah lembaga pendidikan, berupa studi group-studi group
pada tingkat kelurahan, pada tingkat II (seperti Kota
Surabaya) disebut senat dan pada tingkat pusat disebut
direktorium. Pada waktu itu bernama Lemkari (Lembaga
Karyawan Islam), sedangkan yang mengeluarkan SK
pengangkatan pengurusnya pada waktu itu adalah DPD
Golkar Kota Surabaya. Unsur ketuanya H. Abdul Ghafur dan
H. Burhanuddin. Pada saat itu warga LDII se Kota Surabaya
baru sekitar 200-an orang dan masjidnya baru beberapa buah
seperti Masjid Ngadek, Masjid Mulyo, Mushalla kecil di
Gunung Sari, dan Gunung Anyar dan Komplek Pondok
Kerungkut, sedangkan di Utara ada di Manuan Kecil dan juga
di Guncaran yang pernah ada kasus shalat Jum’at bergantian
dengan Muhammadiyah.
Pada saat itu LDII tidak menggunakan istilah keamiran
karena LDII didirikan untuk membina mantan Islam Jamaah.
Orang-orang LDII berpendapat dengan sistem keamiran
merasa pemerintah trauma dan khawatir karena pada waktu
itu ada jamaah-jamaah yang pemerintah mencurigai akan
mendirikan negara dalam negara. Sebagian warga LDII pada
saat itu berpendapat atau merasa tidak kuat maka tidak
menggunakan sistem keamiran, tetapi juga ada yang berpen-
dapat kita harus tetap berpegang pada prinsip keamiran itu,
maka menjadi ada dua pendapat dalam hal ini. Yang ber-
pendapat tidak perlu sistem keamiran karena menganggap
Islam itu adalah agama yang tujuannya untuk menuju masuk
surga atau selamat dari neraka, maka yang dilakukan adalah
masalah ibadah sehingga tidak perlu memikirkan tentang
adanya negara atau tidak harus membuat negara. Jika Islam

51
itu dikatakan sebagai ajaran politik maka itu menyimpang
sebab niatnya sudah keduniaan tidak niat untuk akhirat dan
juga kita berkeyakinan jika sistem seperti itu untuk membuat
negara atau memaksakan seperti itu tidak akan berhasil
karena tidak ada contoh perjuangan zaman dulu atau
sunnahnya mendapat pertolongan Allah kita harus
memurnikan Islam itu sebagai agama berfungsi sebagai
agama saja.
Perkembangan selanjutnya ketika kepemimpinan beralih
kepada Bapak Adi Santoso pada tahun 1978 kondisi pada saat
itu sudah tertib, karena Lemkari sebagai organisasi sudah
terorganisir dan sudah mengikuti peraturan perundangan
yang berlaku. Jadi sudah menjalankan amar makruf, sudah
mengajak ngaji sebab di LDII ajarannya langsung mengambil
dalil dari sumbernya dan itu berkembang pesat. Dengan
segala suka dan duka perjuangan para kader LDII dapat
membuahkan hasil. Hal inilah yang diperkirakan menimbul-
kan ketidaksukaan sebagian kelompok keagamaan di luar
LDII.
Pada saat ini untuk wilayah Jawa Timur khususnya
Dewan Pimpinan Daerah Kota Surabaya yang menjadi fokus
penelitian ini telah memiliki 27 Pimpinan Cabang dari 31
kecamatan yang ada, dan 60-an Pimpinan Anak Cabang
(setingkat kelurahan/desa), dan memiliki jumlah warga
sekitar 10.000 orang. Perkiraan jumlah warga LDII sebanyak
disebut di atas dapat juga dibenarkan berdasarkan perkiraan
ketika penulis ikut shalat Jum’at di Masjid Baitul Makmur
Jetis, yang menurut hitungan yang hadir dalam shalat Jum’at
tersebut diperkirakan sebanyak 200-an orang termasuk ibu-
ibu, maka jika jumlah masjid warga LDII sebanyak 53 buah
tentu dikalikan dengan 200-an jamaah.5

5
Hasil wawancara dengan Ketua Dewan Pimpinan Daerah LDII Kota
Surabaya tanggal 3 Juli 2008

52
BAB III
TEMUAN PENELITIAN

A. Paradigma Baru: Fakta dan Realitas LDII Kota Surabaya

P
ada poin pertama dalam Pernyataan Klarifikasi
LDII Hasil Rakernas bulan Maret 2007 lalu di
Jakarta disebutkan bahwa LDII sebagai organisasi
kemasyarakatan telah memiliki paradigma baru sebagai hasil
Musyawarah Nasional (MUNAS) VI LDII tahun 2005 dan
menerapkannya dalam segenap aktivitas organisasi. Dari hasil
penelusuran dilapangan bahwa substansi yang paling pokok
disosialisasikan dari enam poin yang menyangkut dengan
hubungan warga LDII dengan warga muslim lainnya adalah
masalah berikut:
1. Masalah eksklusivisme
Dalam setiap kesempatan Dewan Pimpinan Daerah
LDII Kota Surabaya telah menyampai-kan kepada setiap
takmir masjidnya agar masjid-masjid warga LDII dibuka
untuk umum. Siapa saja orang Islam yang hendak
menunaikan shalat atau mengikuti pengajian
dipersilahkan, selain itu agar setiap warga meningkatkan
interaksi sosialnya dengan warga lain baik di lingkungan
masjid ataupun di lingkungan tempat tinggal masing-
masing, diminta pula agar ikut aktif dalam kegiatan
lingkungan, gotong royong, jika ada tetangga yang
mengundang agar hadir, termasuk aktif membayar pajak,
hal demikian dikatakan oleh beberapa pengurus Dewan
Pimpinan Daerah Kota Surabaya bukan hanya dilakukan
setelah adanya Rakernas LDII awal tahun 2007 tetapi
memang sejak dahulu. Menurut beberapa informan yang
berhasil diwawancarai mengenai keterbukaan warga LDII
akhir-akhir ini memang benar di sebahagian wilayah Kota

53
Surabaya seperti misalnya pengakuan salah seorang
warga di daerah Medaeng bahwa warga LDII dari remaja
masjidnya sudah pernah menawarkan untuk kerja-sama
dalam kegiatan-kegiatan peringatan hari-hari besar Islam,
mereka juga sudah mau bertegur sapa dengan warga lain
dengan memberi salam atau menjawab salam. Pada bulan
maulid lalu di daerah Pepilegi warga LDII mengadakan
peringatan Maulid Nabi SAW, secara terbuka dan
mengundang penceramah dari kalangan Ulama Nahdlatul
Ulama. Begitu juga dari hasil pengamatan Bapak Drs H. A.
Sya’roni, MM mantan Kepala Kantor Departemen Agama
Kota Surabaya sekarang Dosen di STAIN Kediri.
2. Menajiskan/Mengkafirkan Orang di Luar LDII
Hal ini dikatakan tidak pernah terjadi karena di
dalam agama Islam dilarang sepanjang hal itu tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits karena
keduanya yang menjadi rujukan LDII. Di dalam ajaran
Islam diyakini bahwa siapa yang mengkafirkan orang lain
padahal orang itu tidak memenuhi kriteria kekafiran maka
dia sendiri di cap menjadi kafir, karena hadits rasulullah
SAW yang mengatakan “barang siapa mengucapkan
kalimah La ilaha illalah Muhammad Rasulullah maka dia
adalah seorang mukmin”, jika seandainya warga LDII
menajiskan atau bahkan mengkafirkan orang selain warga
LDII tentu tidak ada warga LDII yang mau makan atau
berinteraksi dengan warga lain selain warga LDII.
3. LDII sebagai penerus/kelanjutan dari gerakan Islam
Jamaah serta mengajarkan Islam Jamaah yang telah
dilarang oleh pemerintah.
Dalam waktu tiga kali pertemuan dengan unsur
pimpinan Dewan Pimpinan Daerah LDII Kota Surabaya
berkali-kali pula mereka/Bapak Adi Santoso ketua,

54
membantah bahwa LDII merupakan penerus Jamaah
Islamiyah/Daarul Hadits, namun demikian beliau
mengakui setelah Islam Jamaah dibubarkan/dilarang
pada tahun 1971, dan berdiri LEMKARI pada tahun 1972
muncul ada dua silang pendapat/kelompok. Kelompok
pertama yang tetap mempertahankan sebagai lanjutan
dari Islam Jamaah, kelompok yang kedua yang
melepaskan diri dari keterkaitan dengan Islam Jamaah
baik secara organisasi maupun dari segi ajaran. Kelompok
inilah yang diberi tugas oleh pemerintah (saat itu Golkar)
untuk membina para anggota yang masih mengamalkan
ajaran Islam Jamaah yang sampai saat ini diperkirakan
masih ada walaupun sudah dalam usia lanjut. Berkenaan
dengan paradigma baru yang dimunculkan dalam
rakernas LDII 2007 diakui oleh Bapak Adi Santoso
termasuk dalam pembahasan yang panjang karena
sebagian anggota rakernas tidak setuju dengan istilah
paradigma baru yang berarti ada paradigma lama, hal ini
menunjukkan bahwa di dalam kelompok LDII sendiri
masih terdapat dua pandangan yang berbeda berkenaan
dengan apakah LDII sebagai kelanjutan dari Islam Jamaah
atau tidak. Untuk wilayah Kota Surabaya menurut
penjelasan Bapak Adi Santoso berada pada pandangan
yang kedua.
4. Sistim Keamiran.
LDII menggunakan atau menganut sistem keamiran
yang harus diikuti semua fatwanya. Seperti diketahui
ketika Islam Jamaah/Daarul Hadist dilarang oleh
pemerintah, orang-orang alumni Pondok Burengan Kediri
terbagi dalam dua pendapat, pertama yang manyatakan
bahwa kita sudah tidak kuat dan sudah dilarang di
Indonesia, mengerjakan agama kan hanya sekuat apa yang
menjadi kekuatan saja tidak boleh menentang arus, nanti

55
kita tidak bisa berkembang dan tidak menjadi besar
mereka inilah yang membentuk LDII/Lemkari, di lain
pihak masih ada yang ingin mempertahankan sistem lama
(Islam Jamaah termasuk sistem keamiran pen.) ini perlu,
dan ini masalah mendasar yang harus tetap ada walaupun
sekedar ada (sistem lama) nah orang-orang seperti inilah
yang menjadi binaan LDII, orang-orang yang tetap ingin
mempertahankan sistem lama sampai saat ini masih ada
walaupun sebagian telah meninggal. Kesimpulannya bah-
wa dalam LDII sebagai organisasi kemasyarakatan tidak
ada keamiran tetapi bukan berarti kita mengingkari sistem
keamiran dalam materi agama, tetapi kondisi di Indonesia
ini yang tidak memungkinkan. Hal ini setelah dikonfir-
masikan dengan berapa informan menyebutkan di
antaranya dituturkan oleh suami mantan pengikut LDII
bahwa dulu dia dibaiat dan ada amir, juga dari salah satu
calon pengikut yang sudah intensif mengikuti pengajian
tetapi dia mengatakan belum menjadi anggota karena
belum di baiat.
5. Masjid LDII tidak terbuka untuk umum.
Saat ini jumlah masjid warga LDII tercatat sebanyak 53
buah masjid yang tersebar di berbagai wilayah di Kota
Surabaya. Di antara sejumlah masjid tersebut setidaknya
ada 8 masjid yang berhasil dikunjungi baik bersama
pengurus LDII atau dilakukan secara sendiri. Dari hasil
pengamatan dan wawancara baik dengan kalangan takmir
masjid maupun warga masyarakat di sekitar masjid
bahwa hakikatnya semua masjid-masjid tersebut sangat
terbuka untuk umum. Dari pengalaman peneliti ketika
datang dan hadir mengikuti shalat Jum’at di Masjid Baitul
Makmur Jetis, tidak terbukti hal-hal yang selama ini
menjadi pendapat masyarakat bahwa jika bukan warga
LDII akan ditanya dan bahkan dilarang, sampai selesai

56
menunaikan shalat dan mengikuti ceramah agama setelah
shalat Jum’at tidak ada satu pun yang bertanya, sama
seperti ketika mengikuti shalat di masjid-masjid Nahdlatul
Ulama atau Muhammadiyah dan masjid-masjid lain
umumnya. Perbedaan terjadi pada bahasa penyampaian di
dalam khutbah Jum’atnya yang menggunakan bahasa
Arab, hal ini juga biasa dilakukan dikalangan kelompok
lain di luar warga LDII khususnya generasi tua di
kampung-kampung. Hal serupa juga yang dialami oleh
beberapa responden yang berhasil dihimpun oleh penulis.
Adapun stigma yang melekat pada masyarakat bahwa
masjid LDII tertutup untuk umum dari berbagai
responden seperti tokoh-tokoh agama, pimpinan ormas-
ormas dan dari masyarakat di sekitar lingkungan dimana
masjid LDII berada, hanya sebatas cerita dari mulut
kemulut tidak ada satupun mereka sendiri yang meng-
alami. Khusus untuk masyarakat di sekitar dimana masjid
LDII berada, sepertinya sudah menjadi budaya
masyarakat sekitar, maka katanya “asal tidak
mengganggu maka silahkan saja” bahkan seorang tokoh
agama, tokoh masyarakat, bahkan pimpinan pesantren
yang hidup sehari-hari berdampingan dengan warga LDII
dan lembaga pendidikannya tidak banyak mengetahui
tentang keberadaan dan aktivitas yang dilakukan, yang
diketahui pada awalnya warga LDII hanya satu keluarga,
masjidnya kecil berupa mushalla sekarang sudah ada
lembaga pendidikan dan masjid yang besar, megah
walaupun belum selesai. Hal ini menunjukkan kurang
perhatian masyarakat sekitar terhadap keberadaan
kelompok ini (LDII).
6. LDII mengajarkan kepada warganya untuk tidak/
menolak diimami oleh orang luar warga LDII.
Hal inilah yang berkembang selama ini di
masyarakat luar LDII, bahkan dari hasil wawancara

57
dengan beberapa tokoh/pimpinan ormas menyebutkan
hal demikian, namun dari penuturan staf MUI Kota
Surabaya jika beberapa pimpinan LDII Kota Surabaya
datang ke kantor MUI yang terletak dalam kompek Masjid
Al-Mujahidin pada waktu shalat maka mereka juga ikut
bersama-sama berjamaah dengan imam Masjid Al-
Muhajirin. Hal serupa dialami sendiri oleh peneliti ketika
bersama-sama beberapa pimpinan LDII berkunjung ke
beberapa masjid mereka yang pada waktu shalat zuhur
tiba di suatu masjid karena waktu shalat berjamaahnya
sudah selesai maka dilakukan shalat berjamaah dengan
imamnya dari peneliti dan mereka bermakmum.6
B. Sosialisasi Hasil Rakernas LDII 2007
Sesuai dengan hasil Rakernas LDII Maret 2007, bahwa
hasil-hasil ini akan disosialisasikan kepada seluruh warga
LDII ataupun kepada pihak-pihak luar maka untuk wilayah
Dewan Pimpinan Daerah LDII Kota Surabaya telah dilakukan
dan secara terus menerus dilakukan baik kepada pihak
internal sendiri maupun kepada pihak ekternal. Untuk
sosialisasi kepada pihak internal atau warga LDII telah
dilakukan kepada seluruh pengurus Pimpinan Cabang (PC)
dan Pimpinan Anak Cabang (PAC). Selain itu di dalam LDII
sendiri ada program yang dilakukan pada setiap tahun 2 kali
dinamakan “Turba” yaitu program turun ke bawah dari
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ke wilayah-wilayah termasuk
ke DPD II kota/kabupaten. Dari sana Dewan Pimpinan
Daerah II diteruskan kepada Pimpinan Cabang (PC) dan
Pimpinan Anak Cabang (PAC) secara rutin. Sosialisasi
dilakukan dengan metode mengumpulkan mereka dan
diberikan arahan dan dibacakan hasil-hasil rakernasnya.
6
Disarikan dari beberapa kali wawancara dengan pengurus Dewan
Pimpinan Daerah LDII Kota Surabaya (Bp. Adi Santoso, Amrozi dan Bp. Amin)
pada tanggal 1, 3 dan 6 Juli 2008

58
Untuk sosialisasi kepada kalangan ekternal juga telah
dilakukan dengan melaporkan dan menyerahkan hasil
rakernas kepada Kantor Departemen Agama melalui Kepala
Kantornya langsung Bapak H. Sukarno L. Hasyim SH, MM,
oleh pengurus DPD Kota Surabaya yaitu Bapak Adi Santoso
selaku ketua didampingi oleh wakil-wakilnya yaitu Bapak
Amrozi dan Bapak Amin. Apakah hasil ini juga sudah
disosialisasikan oleh pihak Departemen Agama? Pada
prinsipnya jika Departemen Agama mau adil dan tidak
memihak walaupun ini tertuju kepada perorangan jika ingin
melaksanakan kegiatan baik terhadap intern umat Islam
maupun antar umat beragama LDII siap membantu sehingga
tercipta hubungan yang baik. Selain itu juga telah dilaporkan
dan disampaikan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota
Surabaya.
C. Respon Pemuka Agama Terhadap Hasil Rakernas LDII 2007
1. KH. Muhit Murtado, Ketua Pelaksana Harian Majelis
Ulama Indonesia Kota Surbaya, Ketua Koordinator Masjid
Surabaya (Kormas), dari Kalangan Nahdiyiin (anggota
Dewan Syuro Nahdlatul Ulama Provinsi Jawa Timur).
Pertama menyambut baik atas rujuk ilal haqnya (taubatan
nasuha) saudara-saudara kita dari Lembaga Dakwah
Islamiyah Indonesia (LDII). Dari pihak DPD LDII Kota
Surabaya telah menyampaikan Hasil Rakernas LDII tahun
2007 kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota
Surabaya. Seizin Majelis Ulama Indonesia Pusat, Dari
unsur pimpinan MUI Kota Surabaya sebanyak 15 orang
telah melakukan kunjungan silaturrahmi ke Pondok
Pesantren LDII Burengan di Kota Kediri dan Pondok
Pesantren Perak Jombang yang difasilitasi oleh DPD II
LDII Kota Surabaya dan disambut baik kemudian
melakukan pertemuan. Beliau mengatakan Pondok ini
hampir sama dengan Pondok Pesantren Gontor mereka

59
juga ada kerjasama dengan Pondok Pesantren Lirboyo, di
Pondok Pesantren ini memperlajari kitabussittah, dan
kitab kuning lainnya. Muballigh-muballighnya sebagian
tamatan dari Timur Tengah dan Pondok Pesantren
Burengan Kediri (milik LDII). Menurut KH. Muhit
Murtado warga LDII telah berubah dari pemahaman
mereka dahulu, mereka telah membuka masjid-masjidnya
untuk umum dan memberikan kesempatan kepada beliau
untuk mengisi pengajian-pengajian secara bergilir di
masjid-masjid warga LDII pada minggu ke 2 setiap bulan.
Beliau juga diberi kesempatan/dipersilahkan untuk
menjadi imam shalat setelah pengajian. Saat ini setiap ada
kegiatan maka dari pihak LDII selalu dilibatkan dan
diundang. Jika mereka diminta memberikan sumbangan
mereka sangat responsive mudah dan dapat memberikan
kontribusi yang cukup besar (rasa sosialnya cukup tinggi),
berbeda dengan yang lain selama ini sulit diminta
sumbangan dan jika memberi hanya sekedarnya/sedikit.
Rencananya pada Musda MUI yang akan datang akan
dipertimbangkan dari pihak LDII direkrut menjadi
pengurus MUI Kota Surabaya. Hal demikian juga
dibenarkan oleh dua staf MUI Kota Surabaya Bapak Imam
Sayuti (staf Dinas Sosial yang diperbantukan di sekretariat
MUI) dan Bapak Sukandar ketika ditemui di Sekretariat
MUI. Mereka menambahkan bahwa masalah LDII sering
dibahas dan didiskusikan secara intern.7 Sebagai ketua
Koordinator Masjid (Kormas) Surabaya telah melibatkan
juga masjid-masjid warga LDII, baru-baru ini mengadakan
Training Khutaba’ selama satu hari mengundang LDII, dan
mereka mengutus sebanyak 65 orang untuk menjadi
perserta dengan membayar Rp. 50.000,- per-peserta. Yang
belum dilakukan saat ini adalah pertukaran khotib-khotib

7
Wawancara dengan Imam Sayuti dan Sukandar pada tanggal 3 Juli 2008

60
pada shalat Jum’at dan masih menjadi bahan
pertimbangan untuk diprogramkan. Masih menurut KH.
Muhit Murtado dari hasil pengamatan beliau bahwa LDII
saat ini tidak lagi menerapkan sistem keamiran tetapi
sudah seperti sistem ormas-ormas keagamaan biasa yang
juga memiliki Pengurus Harian dan Dewan Syuro seperti
di kalangan Nahdhiyin oleh karena itu tidak ada lagi
sistem bai’at, tidak ada lagi setoran infaq dengan jumlah
persen tertentu, tetapi melalui infaq biasa, mereka sudah
terbuka tidak eksklusif lagi. Namun pendapat ini tidak
sepenuhnya benar, menurut informasi yang diperoleh dari
salah seorang calon anggota LDII (Ahmad nama samaran
pen.) yang sudah sering mengikuti pengajian LDII di
Masjid Attaqwa Jagir Sidosarmo IV Kec. Wonocolo bahwa
sistem bai’at tetap ada sebagai persyaratan menjadi warga
LDII namun sampai saat ini informan ini merasa belum
siap untuk di bai’at, masih menunggu waktu. Mengenai
eksklusifisme warga LDII menurut beberapa warga di
sekitar lingkungan Masjid Attaqwa masih sangat terlihat
dan dirasakan. Dari penuturan Bapak Faisal pengasuh
Pondok Pesantren Al-Washilah dan Ustazd Hamid salah
seorang Qori’, Hafizd dan Imam Masjid Al-Akbar apa
yang warga LDII lakukan di komplek Masjid Attaqwa
mereka tidak tahu dan tidak melibatkan warga sekitar, ada
pengajian rutin setiap hari yang datang orang-orang luar
daerah tersebut. Pernah ada kasus ketika Bapak Syueb
pemilik rumah tinggal yang telah berubah menjadi Masjid
Attaqwa meninggal dunia beliau ditolak warga sekitar
untuk dimakamkan di pemakaman umum yang berjarak
hanya 50 m dari rumahnya disebabkan karena
ketertutupan beliau semasa hidupnya, yang kemudian
akhirnya dimakamkan di komplek sekitar Masjid
Attaqwa. Selain itu nampak pula ketidak pedulian
sebagian warga sekitar dengan aktivitas wagra LDII di

61
Masjid Attaqwa dengan prinsip asal tidak mengganggu
ketenangan warga sekitar sehingga dalam pengajian rutin
warga LDII di Masjid Attaqwa tidak menggunakan
pengeras suara. Dengan ketidakpedulian tokoh-tokoh
agama dan warga setempat yang terkenal dengan banyak
Pondok Pesantrennya ini menjadikan LDII semakin
berkembang dengan semakin banyak warga sekitar yang
bergabung dan komplek Masjid yang bermula dari sebuah
rumah dan mushalla kecil sekarang menjadi sebuah
Masjid yang besar dan bertingkat tiga lantai dikelilingi
oleh rumah-rumah kecil di sebelah kanannya dan hanya
memiliki sebuah pintu gerbang.8
2. Unsur Pimpinan Muhammadiyah Kota Surabaya, yang
terdiri dari: Ketua Bapak Saifuddin yang juga Kepala salah
satu KUA Kota Surabaya:
1. Bapak KH. Wahid Syukur pensiunan PNS Depag,
Penasehat Pengurus Muhammadiyah Kota Surabaya,
Pengurus MUI Kota Surabaya;
2. Bapak H. Imanan juga sebagai Wakil Sekretaris MUI
Surabaya dan juga pengurus FKUB Kota Surabaya;
3. Bapak Akip Tarmuzi wakil ketua Muhammadiyah
juga sebagai Sekretaris FKUB Kota Surabaya;
Dari beberapa pengurus Muhammadiyah ini
mengutarakan pengalaman mereka masing-masing baik di
tempat tinggal mereka maupun dari penuturan teman-
teman mereka menyatakan bahwa walaupun dari pihak
LDII telah menyatakan saat ini LDII telah memiliki
paradigma baru namun belum dapat dibuktikan oleh

8
Disarikan dari hasil wawancara dengan ketua MUI Kota Surabaya,
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Washilah Jagir Sidosarmo IV, Calon Warga LDII,
dan Ust. Hamid Imam Masjid Al-Akbar Kota Surabaya pada tanggal 2 Juli 2008.

62
mereka perubahan-perubahan apa saja yang telah LDII
lakukan karena berdasarkan pengamatan dan laporan-
laporan, warga LDII sampai saat ini belum berubah masih
menganut ajaran lama yaitu diantaranya eksklusivisme/
tidak terbuka, masih menganggap orang lain najis dengan
mengepel bekas jika seseorang masuk ke masjid mereka,
masih menggunakan sistem keamiran, jika mengadakan
korban di masjidnya daging korbannya tidak dibagi umat
Islam non LDII, tetapi hanya untuk warganya saja. Ada
salah satu masjid mereka di Plosobakem bertuliskan 354
sebagai simbol mereka. Simbol 354 adalah; 3 adalah al-
Qur’an, al-Hadits dan Jama’ah, 5 adalah; janji, bai’at,
mengaji, mengamal dan membela, sambung jama’ah dan
taat pada Amir, 4 adalah tali pengikat yaitu: syukur pada
Amir, mengagungkan Amir, bersungguh-sungguh dan
berdo’a.
Di salah satu daerah Keputih terdapat banyak masjid
dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) tetapi
mereka tetap memaksakan untuk mendirikan masjid
sendiri ini tanda bahwa mereka tidak mau berbaur
bersama dengan warga lainnya. Kesimpulannya dari
pihak pengurus Muhammadiyah Kota Surabaya belum
dapat menerima warga LDII sepanjang pihak LDII belum
dapat menunjukkan secara kongkrit perubahan mereka
dari ajaran-ajaran lama sebagaimana mereka katakan
sudah memiliki paradigma baru, selain itu mereka akan
menolak jika MUI Kota Surabaya akan memasukkan LDII
sebagai anggota apalagi sebagai pengurus. Ada indikasi
bahwa kedekatan pengurus LDII dengan ketua harian
MUI saat ini sebagai usaha mereka untuk diakui oleh MUI
Kota Surabaya karena pada saat sambutan ketua harian
MUI Bapak KH. Muhit Murtado ketika kunjungan
silaturrahmi ke Pondok Pesantren LDII di Burengan Kediri

63
menyatakan LDII akan diterima sebagai pengurus MUI
bahkan sebagai Bendahara pada Musyawarah Daerah
MUI Kota Surabaya pada masa yang akan datang.9
3. Bapak A. Tolkhah, salah satu tokoh masyarakat di daerah
Jetis mengemukakan bahwa di daerah ini sudah lama ada
masjid LDII yang diresmikan oleh Walikota Surabaya
pada tahun 1977 masjid ini diberi nama Masjid Baitul
Makmur. Sepengetahuan pak Tolkhah sampai saat ini
belum ada perubahan-perubahan yang dilakukan oleh
warga LDII di daerah ini. Masjid ini masih tetap
digunakan oleh warga LDII yang datang dari berbagai
daerah karena warga LDII di daerah ini sedikit, di atas
masjid ada asrama anak-anak sekolah, interaksi sosial
mereka tidak ada untuk daerah ini, sistem keamiran
mereka tetap ada, amir terakhir yang diketahui telah
meninggal yaitu Almarhum Bapak Salimin sebagai
penggantinya belum tahu. Hal yang paling membuat agak
resahnya masyarakat sekitar adalah pada waktu Hari Raya
Qurban di depan Masjid Baitul Makmur dijadikan tempat
mereka menampung hewan-hewan qurban sapi banyak
sekali sehingga jalan menjadi penuh dan anehnya setelah
disembelih daging-daging qurbannya terus diangkut
entah kemana, warga/masyarakat setempat tidak diberi
bagian.10

4. Takmir Masjid Baitul Karim Jetis

9
Disarikan dari hasil wawancara dengan unsur Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Surabaya tgl. 4 Juli 2008
10
Wawancara dengan Bapak Tolkhah tanggal 4 Juli 2008

64
Jarak Masjid Baitul Karim dengan Masjid Baitul
Makmur (LDII) yang hanya berjarak sekitar 100 meter.
Takmir masjid Baitul Karim tidak banyak mengetahui
aktivitas apa saja yang berjalan di masjid Baitul Makmur
karena tidak ada interaksi antara keduanya. Diketahui ada
kegiatan pengajian pada setiap Jum’at malam sabtu yang
jama’ahnya datang dari berbagai daerah, kerena warga
LDII yang tinggal di sekitar masjid Baitul Makmur sendiri
sangat sedikit, selain ada anak-anak muda yang memang
tinggal di atas masjid. Satu hal yang menjadi banyak
keluhan masyarakat sekitar bahwa pada setiap Hari Raya
‘Idul Adha banyak hewan-hewan qurban yang
didatangkan ke masjid ini dan memenuhi jalan tetapi
ketika sudah disembelih dagingnya dibawa pergi dan
warga sekitar selain warganya tidak satupun yang
mandapat bagian daging qurban itu.
5. Tokoh Masyarakat Bapak H. Hidayatullah pensiunan
PNS Depag, Unsur Pimpinan MUI Kota Surabaya dari
kalangan Nahdiyyin.
Bertempat tinggal disamping Pondok Pesantren LDII
Sabil Ar-Rosyidin yang juga sebagai Takmir Masjid Baitul
Hikmah pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa. Dalam
penuturannya selama beliau berada di tempat tinggalnya
ini pada awalnya warga LDII hanya satu keluarga yaitu
Bapak Markuat, hingga tahun 1997. LDII tahun 1997
mendirikan Pondok Pesantren Sabilul Rasyidin yang
kompleknya dibeli dari keluarga Bapak Sudarmono
mantan Wapres RI. Dalam perjalanannya Bapak
Hidayatullah tidak banyak tahu tentang perkembangan
LDII ini walaupun keberadaannya di lingkungan warga
LDII. Bahkan rumahnya bersebelahan dengan salah satu
pengurus LDII. Menurut Bapak Hidayatullah jika ada
pengajian di Pondok atau di masjidnya LDII mereka tidak

65
pernah diundang. Yang hadir dalam pengajian mereka
adalah warga LDII dari daerah-daerah lain. Mengenai
paradigma baru LDII juga beliau tidak tahu, yang
diketahui bahwa pengurus LDII pernah mengundang MUI
untuk berkunjung ke Pondok Pesantren LDII di Kediri
dan juga pengurus MUI telah diberi jadwal satu kali setiap
minggu ke 2 setiap bulan untuk berceramah di masjid-
masjid LDII, beliau sendiri sudah pernah 2 kali datang
memberikan ceramah.
Mengenai hal-hal yang termasuk dalam penyataan
klarifikasi LDII beliau secara pribadi belum pernah meng-
alami atau menyaksikan yang ada dari bacaan buku-buku
karangan M. Amin dari LPPI Jakarta atau mendengar
cerita-cerita orang ketiga. Mengenai hasil pertemuan yang
pernah diadakan oleh Kepala Kantor Departemen Agama
awal tahun 2007, sampai saat ini belum ada tindak lanjut.
Berkenaan dengan janji ketua harian MUI untuk meng-
akomodir LDII pada Musda MUI mendatang beliau
mengatakan hal ini baru sebagai wacana pribadi Bapak
KH. Muhit Murtado belum diputuskan/dibicarakan di
internal MUI Kota Surabaya. Mengenai pengalaman beliau
yang pernah memberikan ceramah dua kali di masjid
LDII, beliau mengatakan baru ceramah-ceramah biasa dan
tidak terjadi dialog/tanya jawab.
6. Bapak Drs. H. A. Sya’roni, MM, Mantan Kepala Kantor
Departemen Agama Kota Surabaya.
Pertemuan antara pengurus LDII Kota Surabaya
dengan Ulama dan Tokoh-Tokoh Agama/Ormas Kota
Surabaya pada tanggal 7 Pebruari 2007 adalah atas
gagasan beliau semasa menjabat sebagai Kepala Kantor
Depag Kota Surabaya, tujuannya untuk mengklarifikasi
stigma yang tidak baik selama ini terhadap LDII seperti:

66
Eksklusivisme LDII di tengah-tengah umat Islam lainnya,
Menajiskan/bahkan mengkafirkan orang lain selain warga
LDII, Khilafah tentang “Amir” tunggal yang harus diikuti
fatwanya. Jawaban dari pihak LDII bahwa tuduhan itu
tidak benar dan mempersilahkan dari pihak MUI untuk
memberikan ceramah dan meluruskan hal-hal yang
dianggap menyimpang. Sebagai tindak lanjut pertemuan
ini belum dilakukan. Secara pribadi beliau mengatakan
bahwa nampaknya akhir-akhir ini ada perubahan sikap
warga LDII terhadap warga lain, hal ini perlu direspon
oleh masyarakat Islam terutama oleh tokoh-tokoh agama
dan ormas-ormas Islam. Beliau menyambut baik kegiatan
dari Balitbang dan berharap masyarakat luas dapat
merespon keinginan warga LDII walaupun tentu melalui
proses.11
7. Kholik staf Pengurus Masjid Nasional Al-Akbar
Surabaya dan Pengurus Ansor Tingkat Kecamatan.
Pengamatan Sdr. Kholiq bahwa saat ini LDII yang
dulunya bernama Islam Jamaah kemudian Daarul Hadits
dan berganti Lemkari sudah ada sedikit perubahan dalam
sikap eksklusivnya sebagai contoh di daerah Mediang
tepatnya Masjid Baitul Rahim anak-anak remaja masjidnya
pernah mengajak kerjasama dalam kegiatan bersama
seperti peringatan Hari-hari Besar Islam diadakan di
Masjid LDII penceramahnya dari pihak non warga LDII
seperti dari NU atau Muhammadiyah tetapi tidak
mendapat respon dari remaja masjid non LDII. Pada bulan
maulid lalu di daerah Pepilegi warga LDII mengadakan
peringatan Maulid Nabi SAW, secara terbuka dan
mengundang penceramah dari kalangan Ulama Nahdlatul
Ulama. Warga LDII dinilai sudah mulai terbuka mereka

11
Hasil wawancara dengan Bapak KH. Hidayatullah tanggal 5 Juli 2008

67
sudah mau datang dan ikut tahlilan jika ada warga non
LDII yang meninggal, mereka juga sudah mau
mengangkat muka, menjawab salam bahkan memberi
salam jika berjumpa dengan warga. Jika mengadakan
qurban pada hari raya Idul Adha mereka juga sudah
membagikan daging qurban kepada warga sekitar
masjidnya. Namun demikian warga non LDII masih
sangat hati-hati dan belum banyak merespon dengan baik.
Diharapkan ke depan ada sosialisasi hasil rakernas LDII
tahun 2007 sehingga warga masyarakat banyak tahu
bahwa LDII sudah memiliki paradigma baru. Ada
pengalaman Sdr. Zaki juga staf pada Masjid Nasional Al-
Akbar Surabaya bahwa dia pernah beberapa kali shalat
Jum’at di Masjid warga LDII sepengetahuannya tidak ada
hal-hal yang dianggap menyalahi rukun dan wajib sahnya
shalat dan khutbah, bedanya mereka menggunakan
bahasa Arab pada teks khutbah yang dibacakan khatib,
setelah shalat masing-masing jama’ah yang hendak
berinfaq mengeluarkan uang dari sakunya kemudian
dilemparkan ke arah depan atau dimana yang sudah
terdapat uang infaqnya, kemudian masing-masing shalat
sunnah ba’diyah yang selanjutnya ada ceramah biasa yang
disampaikan oleh sang khatib.12
8. Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Kota Surabaya
Dari unsur Pimpinan Cabang NU Kota Surabaya yang
hadir adalah: KH. Saiful Alim (ketua), Ust. Fathurrahman
(sek.), KH. Ghozali Umar (wk. sek.) dan KH. Qodi Syafi’I
(katib Syuriah).
Sampai saat pertemuan tim peneliti dengan unsur
Pimpinan Cabang NU Surabaya, hasil rakernas LDII 2007

12
Hasil wawancara dengan Sdr. Kholiq dan Zaki pada tanggal 5 Juli 2008
di Masjid Al-Akbar Surabaya

68
belum diketahui karena belum ada dari pengurus LDII
yang audiensi ke PC NU. Tidak/belum ada komunikasi
antara pengurus cabang NU dengan pengurus LDII
sampai saat ini. Pada prinsipnya PC NU kota Surabaya
siap menjembatani antara pengurus LDII dengan tokoh-
tokoh agama, ulama dan tokoh-tokoh lainnya, mau
bergabung ya monggo saja demi kepentingan Islam. Dari
beberapa pengurus yang hadir masing-masing
menyampaikan pengalaman di sekitar tempat masing-
masing namun dari cerita-cerita itu tidak ada yang pernah
terlibat langsung yang ada hanya dari katanya dan
katanya.13
9. Masyarakat dari Keluarga Warga LDII
Sampai saat ini belum mengetahu bahwa sudah ada
paradigma baru dalam LDII hasil rakernas tahun 2007.
Yang diketahui sampai saat ini nampaknya belum ada
perubahan dalam sikap hal ini dialami langsung oleh yang
bersangkutan karena istrinya mantan warga LDII dan
masih tinggal bersama mertuanya yang semua adik-
adiknya warga LDII. Secara eksplisit memang tidak
pernah dinyatakan bahwa selain warga LDII najis tetapi
dari kesehariannya dapat terlihat ketika mertuanya sudah
mengambil air wudlu maka tempat-tempat yang pernah
tersentuh oleh keluarganya yang bukan warga LDII maka
memang dibersihkan, pakaian yang dijemur apabila turun
hujan maka mereka tidak mau diambilkan oleh orang lain
walaupun keluarganya. Masalah berimam pada waktu
shalat memang mereka semua jika shalat Jum’at mereka
pergi ketempat-tempat masjid LDII, jika shalat di rumah
maka sang mertua belum pernah bermakmum kepada
menantunya dan selalu berusaha agar dia yang menjadi

13
Hasil wawancara pada tanggal 7 Juli 2008

69
imam walaupun dari segi bacaan dia tahu saya lebih baik
karena saya salah satu qori’. Ada kasus saudara dari
kampung dipengaruhi untuk masuk dan belajar di
Jombang kemudian diketahui oleh kakaknya dari pergi ke
Pondok untuk diajak pulang, maka ketika sampai di
Pondok mereka diteriakin najis-najis.
D. Peran Pemuka Agama terhadap Sosialisasi Hasil Rakernas
LDII 2007 kepada Para Pengikutnya
1. Ketua Yayasan Koordinator Masjid Surabaya
Dalam kesempatan bersilaturrahmi dengan Ketua
Yayasan Koordinator Masjid Kota Surabaya yang juga
ketua harian MUI Kota Surabaya bahwa sosialisasi hasil
Rakernas LDII tahun 2007 ini perlu di sampaikan kepada
umat/jamaah dan hal ini sedang dilakukan oleh beliau
pada setiap kesempatan memberikan ceramah-ceramah
dengan mengutarakan bahwa sesungguhnya setiap
muslim itu bersaudara (innamal mukminuna ikhwatun),
walaupun ada perbedaan-perbedaan dalam pemahaman
penafsiran Al-Qur’an dan Al-Hadits tetapi kita harus
saling menghormati satu sama lain.
2. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Informasi yang didapat dari Bapak Sukandar dan
Bapak Imam Sayuti (keduanya staf MUI Kota Surabaya)
bahwa Pengurus LDII Kota Surabaya telah menyampaikan
hasil Rakernas LDII awal tahun 2007, dan sebagian
pimpinan MUI telah melakukan sosialisai kepada
umatnya masing-masing misalnya, Bapak Wahid Syukur
mengatakan perlu dilakukan interaksi sosial kepada
warga LDII sehingga dapat diketahui hal-hal yang
dianggap salah dan dilaporkan kepada MUI. Walaupun
demikian MUI Kota Surabaya tetap memegang fatwa MUI

70
Pusat dan menunggu perkembangan lebih lanjut
sementara itu dilakukan pendekatan-pendekatan secara
persuasive.14
3. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya
Sampai saat dilakukannya penelitian ini Ketua
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya yang
juga Kepala salah satu Kantor Urusan Agama Kecamatan
(KUA) mengatakan bahwa belum tahu adanya hasil
Rakernas LDII tahun 2007 yang menyatakan LDII telah
memiliki paradigma baru dengan mengeluarkan surat
pernyataan, karena dari pihak LDII Kota Surabaya belum
pernah mensosialisasikkannya kepada Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Surabaya. Dikatakannya bagaimana
mereka dapat meneruskan kepada anggotanya, pihak LDII
sendiri belum pernah datang ke kantor PDM. Jika LDII
benar-benar ingin bersama-sama, Muhammadiyah tidak
keberatan, pada hakekatnya LDII sesungguhnya dari segi
faham yang mereka pegang sangat dekat dengan
Muhammadiyah tidak tahu dalam kenyataan mereka
merasa jauh. Ke depan Muhammadiyah Kota Surabaya
membuka pintu untuk menerima mereka dengan syarat
mereka sungguh-sungguh dapat membuktikan bahwa
mereka dapat menghilangkan stigma yang telah melekat
pada masyarakat yaitu eksklusif, menajiskan orang lain
selain kelompoknya, tidak mau berimam shalat selain
kelompoknya, merupakan penerus Islam Jamaah dan
berbagai macam tuduhan lainnya.15

4. Pengurus Cabang (PC) NU Kota Surabya

14
Wawancara pada tanggal 3 Juli 2008
15
Wawancara dengan Ketua Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Surabya tanggal 4 Juli 2008

71
Oleh karena hasil rakernas LDII tahun 2007 belum di
sosialisasikan oleh pengurus LDII Kota Surabaya kepada
kami Pengurus Cabang NU Kota Surabaya sampai dengan
sekarang maka PC NU belum tahu, PC NU membuka diri
bagi Pengurus Daerah LDII Kota Surabaya untuk audiensi
dan siap membantu untuk menjembatani antara LDII
dengan tokoh-tokoh masyarakat, ulama dan bahkan
kepada warga lain umumnya.
E. Respon Pemerintah terhadap Hasil Rakernas LDII 2007
1. Departemen Agama Kota Surabaya
Kondisi kehidupan keagamaan di Kota Surabaya
saat ini sangat kondusif menurut Kepala Kantor
Departemen Agama Kota Surabaya. Berkenaan dengan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), pengurus
Dewan Pimpinan Daerah Kota Surabaya sudah
bersilaturrahmi ke Kandepag dan menyerahkan beberapa
buku hasil Rakernas tahun 2007, sebelumnya pada bulan
Pebruari 2007 pemerintah dalam hal ini Departemen
Agama Kota Surabaya telah memprakasai pertemuan
dengan mengundang berbagai pihak dari kalangan tokoh-
tokoh Islam dan organisasi keagamaan dengan pengurus
LDII Kota Surabaya. Pertemuan dimaksudkan untuk
berdialog dengan LDII. Hasil dari pertemuan ini adalah
peserta/tokoh-tokoh Ormas Keagamaan Islam meng-
harapkan agar LDII secara nasional menunjukkan
perubahan-perubahan doktrin teologisnya berdasarkan
apa yang selama ini difahami oleh mainstream umat Islam
Indonesia. Namun tindak lanjut dari pertemuan ini belum
diketahui karena dari pihak Pengurus Dewan Pimpinan
LDII Kota Surabaya belum melaporkannya.

72
2. Dinas Sosial Kota Surabaya
Salah satu staf Dinas Sosial Bidang Agama Bapak
Imam Sayuti yang diperbantukan sebagai staf adminstrasi
MUI Kota Surabaya menyampaikan bahwa untuk
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Sosial sering
mengundang pihak LDII dan sebaliknya juga pada saat
LDII mengadakan kegiatan sosial seperti khitanan massal,
sering juga mengundang pihak Dinas Sosial.16

16
Wawancara pada tanggal 3 Juli 2008 di Kantor MUI Kota Surabaya

73
74
BAB IV
ANALISA

P
ro dan kontra terhadap keberadaan Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang merupakan
nama baru dari sebuah aliran yang sebelumnya
sering berganti nama karena seringnya dilarang oleh
pemerintah sampai saat ini masih sering terjadi. Memang
keberadaan organisasi ini secara historis tidak dapat
dipisahkan dengan beberapa nama organisasi sebelumnya
yang bernama antara lain: Daarul Hadits, Islam Jamaah,
Yayasan Karyawan Islam (YAKARI) dan kemudian dengan
nama Lemkari (Lembaga Karyawan Dakwah Islam). Yang
terakhir ini mengadakan Munas IV pada bulan Nopember
1990 di Jakarta, kemudian mengganti nama menjadi Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang menurut penuturan
salah satu pimpinan LDII Kota Surabaya atas paksaan Menteri
Dalam Negeri yang waktu itu dijabat oleh Jend. (Purn) Rudini.
Pokok persoalan mendasar yang menjadi perdebatan
masyarakat Islam Indonesia pada umumnya masih
menganggap bahwa LDII ini masih merupakan kelanjutan
dari Islam Jama’ah yang didirikan oleh Nurhasan Al-Ubaidah
Lubis (Madigol) pada tahun 1951 di Kediri kemudian
dibubarkan/dilarang di seluruh Indonesia oleh pemerintah
berdasarkan SK. Jaksa Agung RI No. Kep.08/D.A/10.1971,
tanggal 29 Oktober pada tahun 1971, kemudian LEMKARI
(Lembaga Karyawan Dakwah Islam) dibekukan oleh
Gubernur Jawa Tumur Bapak Soelarso atas desakan MUI
Jatim dibawah pimpinan KH. Mishbah dengan SK Nomor 618
tahun 1988, tanggal 24 Desember 1988 karena dianggap masih
meresahkan masyarakat, ajarannya yang bersifat eksklusif,
menerapkan sistem keamiran, menganggap orang di luar

75
Jama’ahnya adalah najis/kafir, tidak boleh berimam shalat
selain kelompoknya dan lain-lain stigma yang melekat pada
Islam Jama’ah.
Dengan bergulirnya waktu dan semakin berkembang-
nya Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan untuk
merespon situasi dan kondisi sosial masyarakat yang
berkembang saat ini, diharapkan dapat tumbuh menjadi
masyarakat yang mempunyai ikatan persaudaraan yang
tinggi maka dalam Rakernas LDII tahun 2007 lalu perlu
mengeluarkan Pernyataan Rakernas LDII tahun 2007. Isi
pernyataan rekernas LDII ini menyangkut paradigma baru,
keterbukaan, tidak menajiskan muslim lainnya, dan hal-hal
lain yang bersifat negatif terhadap LDII sebagaimana disebut
di atas. Dari hasil penelusuran di lapangan berbagai stigma
yang telah melekat pada LDII oleh masyarakat tidak dapat
ditemukan faktanya. Dari berbagai nara sumber/informan
yang ditemui baik dari kalangan ulama, tokoh masyarakat,
pengurus masjid, pimpinan organisasi kemasyarakatan,
kalangan akademisi, masyarakat biasa maupun kalangan
pemerintah tidak dapat menunjukkan/membuktikan hal-hal
yang dituduhkan kepada LDII, yang terjadi adalah cerita-
cerita orang lain yang tidak dapat dibuktikan, sekalipun oleh
orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi
kongkrit karena memang tinggal sehari-hari berdampingan
dengan masjid-masjid warga LDII.
Berkenaan dengan tuduhan sebagai kelanjutan dari
Islam Jama’ah yang dipimpin oleh Bapak Nurhasan Ubaidah
Lubis (Madigol) secara historis tidak dapat dipungkiri hal
inilah yang menjadi tugas dari LDII untuk membina para
mantan pengikutnya, namun secara organisasi tidak ada
hubungannya karena Islam Jamaah telah dibubarkan dan
LEMKARI/LDII berdiri baru dengan segala bentuk dan
aturannya. Bagi LDII Kota Surabaya paradigma baru yang

76
menjadi hasil rakernas 2007 adalah merupakan sesuatu yang
tidak baru karena LDII Surabaya menganggap tidak ada
paradigma baru dan lama, LDII Kota Surabaya jauh sebelum
rakernas 2007 dilaksanakan dan mengeluarkan pernyataan
mengenai paradigma baru sudah melakukan/mengadakan
pendekatan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota
Surabaya, kemudian ditindaklanjuti dengan kunjungan unsur
pimpinan MUI Kota Surabaya ke Pondok Pesantren Burengan
Kediri dan Perak di Jombang. Selain itu MUI telah diberi
kesempatan untuk mengisi ceramah di masjid-masjid warga
LDII terjadwal setiap minggu ke dua pada setiap bulan.
Namun demikian diakui bahwa sejak berdirinya
Lemkari/LDII terdapat dua pendapat yaitu sebagai organisasi
baru yang dimulai dari sejak berdirinya saja tidak meneruskan
yang lama (Islam Jamaah) dan sebahagian menganggap
sebagai kelanjutan dari organisasi sebelumnya yang mereka
bersikukuh merupakan hal mendasar yang harus tetap ada.
Pendapat ini diikuti oleh sebagian alumni Pondok Pesantren
Burengan Kediri dan sampai saat ini mereka masih ada
walaupun sudah dalam usia tua.
Yang menarik dari berbagai informasi yang diperoleh
langsung maupun melalui beberapa informan mengenai citra
positif LDII, misalnya di beberapa masjid warga LDII telah
mengadakan kerjasama memperingati hari-hari besar Islam
dengan masyarakat setempat, remaja masjid LDII juga telah
menawarkan kerjasama dengan remaja masjid sekitar,
sebagian warga LDII sudah membuka diri dengan hadir di
rumah-rumah warga sekitar yang mengadakan hajatan atau
tahlilan, sudah mau menegur memberi salam dan menjawab
salam, ada warga non LDII yang shalat Jum’at di masjid LDII.
Pengalaman penulis sendiri yang hadir shalat Jum’at
ditengah-tengah warga LDII, tidak menemukan hal-hal yang
berbeda, tidak ditanya dari mana, kemudian dalam

77
kesempatan bersama pimpinan LDII penulis shalat berjamaah
dengan imam salah seorang dari peneliti, pada kesempatan
lain MUI Kota Surabaya telah diberi jadwal untuk mengisi
ceramah di masjid-masjil warga LDII pada minggu ke dua
setiap bulan. Menurut pengakuan seorang wakil ketua LDII
Bapak Amrozi beliau sudah sering mengisi ceramah-ceramah
agama pada acara aqiqahan di sekitar tempat tinggalnya.
Hal yang terjadi antara warga LDII dengan masyarakat
Islam umumnya sesungguhnya adalah kurangnya komunikasi
antar keduanya, warga LDII tidak perduli dengan masyarakat
sekitar dimana mereka mengadakan kegiatan, dan masyarakat
sekitar sesungguhnya tidak perduli dengan keberadaan warga
LDII, dengan ketidak perduliannya masyarakat sekitar yang
pada awalnya bermula dari sebuah mushalla kecil, warga
LDII di sekitar hanya satu/dua keluarga namun sekarang
sudah menjadi masjid besar, bertingkat dan dapat
menampung tempat kost mahasiswa dengan murah sehingga
terjadi sakwa sangka buruk dan tidak ada klarifikasi. Padahal
klarifikasi (tabayyun) sebagai-mana telah diajarkan oleh
agama Islam dalam Al-Qur’an sangat penting: Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-
Hujuraat: 6).
Berkenaan dengan doktrin ajaran yang dianggap negatif
oleh pihak luar terhadap warga LDII seperti manajiskan/
mengkafirkan orang di luar warga LDII, tidak mau
bermakmum kepada selain kelompoknya dan yang lain-lain,
sesungguhnya sangat sulit dibuktikan, hal ini disebabkan
karena tidak terdapat bukti-bukti tertulis hasil tulisan dari
kalangan warga LDII sendiri baik berupa buku-buku
karangan atau buku-buku terjemahan dan atau penafsiran

78
dari Al-Qur’an atau Al-Hadits yang mereka jadikan rujukan
setiap kali dipertanyakan. Hal demikian terjadi karena sistem
yang mereka terapkan dalam menuntut ilmu atau mengaji
adalah sistem manqul (yang keluar dari mulut imam atau
amirnya), dan tidak dibenarkan belajar atau mempelajari
buku-buku rujukan dari hasil karangan orang lain. Masalah
ini dibenarkan oleh unsur ketua DPD II Kota Surabaya ketika
bersama-sama berkunjung ke salah satu lembaga
pendidikannya (Pondok Pesantren Sabil Ar-Rasyidin) di
daerah Gayungan Kota Surabaya. Pada kesempatan itu diajak
untuk melihat santri putra-putri (setara SMP) berjumlah lebih
kurang 25 orang sedang belajar tafsir Al-Qur’an dengan
seorang guru yang masih muda berasal dari Jambi alumni
dari Pondok Pesantren LDII Burengan Kediri. Cara belajarnya
sistem sorogan, murid-murid duduk di lantai terpisah dibatasi
pembatas guru duduk di atas kursi yang dapat terlihat oleh
seluruh murid. Masing-masing murid memegang Al-Qur’an
kemudian sang guru menerangkan secara lisan, sang murid
dapat menulis keterangan yang disampaikan oleh guru
dengan cara menuliskan tulisannya menggunakan tulisan
huruf pigon (Melayu Arab/Jawa Arab) di bawah atau di
samping tulisan Al-Qur’an yang sedang diterangkan. Cara
inilah yang dijalani diperoleh dari sang guru, sang gurunya
dari gurunya sampai kepada sang Amir Nurhasan Ubaidah
(almarhum). Walaupun dikatakan saat ini manqulnya tidak
hanya dari satu-satunya yaitu Amir Nurhasan Ubaidah tetapi
bisa diperoleh dari sumber lain yang sefaham dengan Amir
Nurhasan Ubaidah misalnya dari Thailand atau dari Saudi
Arabia. Sistem/model yang sama ditemukan pada setiap
pengajian di masjid yang sempat dikunjungi bersama
sejumlah 8 (delapan) dari 53 buah masjid yang dimiliki oleh
warga LDII.17

17
Wawanacara bersama Bpk. Adi Santoso, Amrozi, Amin dan Takmir

79
Dengan demikian dalam menyikapi suatu permasalahan
soal agama tidak mungkin antara warga LDII dapat berbeda
pendapat karena apa yang mereka peroleh/pelajari berasal
dari sumber pemahaman yang sama. Hal ini menjadikan
solidnya persatuan dan kesatuan di dalam jamaah itu sendiri.

Masjid Barokah pada tanggal 3 Juli 2008

80
BAB V
PENUTUP

D
ari uraian yang telah dikemukakan di atas yang
merupakan hasil temuan baik dari dokumen
yang ada maupun hasil wawancara dengan
berbagai informan yang dapat dipercaya serta pengamatan
terlibat langsung dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
dan saran/rekomendasi sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II LDII Kota Surabaya
dalam beberapa tahun terakhir sebelum Rakernas tahun
2007, telah berusaha dan melakukan pendekatan/
membuka diri kepada umat Islam lainnya melalui Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Kota Surabaya untuk menyatakan
bahwa LDII bukan merupakan kelanjutan dari Islam
Jama’ah/Darul Hadits yang selama ini terkenal dengan
ajarannya yang dianggap berbeda dengan kebanyakan
umat Islam lainnya sebagaimana pernyataan klarifikasi
Hasil Rakernas tahun 2007;
2. Segala bentuk pernyataan negatif yang dialamatkan
kepada warga LDII Kota Surabaya selama ini tidak dapat
dibuktikan secara langsung, yang diketemukan adalah
pernyataan dari cerita mulut ke mulut, berdasarkan
pengamatan terlibat dan hasil wawancara dengan
beberapa informan bahwa sekarang LDII sudah lebih
terbuka sebahagian warganya sudah berbaur dengan
warga sekitar, bahkan di beberapa masjid sudah
mengadakan acara peringatan hari-hari besar Islam
bersama, dengan mengundang penceramah dari kalangan
ulama Nahdliyyin, MUI Kota Surabaya pernah diundang

81
bersilaturrahmi ke Pondok Pesantren Burengan Kediri dan
Perak Jombang, sebagai tindak lanjut sebahagian
pimpinan MUI Kota Surabya diberi jadwal untuk mengisi
ceramah agama di masjid-masjid warga LDII pada minggu
ke dua setiap bulan;
3. Dari hasil temuan di lapangan Ketetapan MUI terdiri dari
sepuluh kriteria yang jika ada salah satu diantaranya
masuk di dalamnya dapat dikatakan sesat, maka penulis
belum menemukan salah satunya;
4. Hasil Rakernas LDII tahun 2007 telah disosialisasikan oleh
Dewan Pimpinan Daerah LDII Kota Surabaya baik kepada
internal maupun ekternal. Untuk Internal dengan
mengumpulkan Pimpinan Cabang (PC) dan Pimpinan
Anak Cabang (PAC) untuk diteruskan kepada warga
masing-masing, kepada eksternal yaitu datang dan
bersilaturrahmi kepada MUI dan Kepala Kantor
Departemen Agama Kota Surabaya dengan menyerahkan
hasil Rakernas LDII 2007;
5. Umumnya para Pimpinan Ormas Keagamaan Islam (PC
NU, PD Muhammaadiyah), Pimpinan Pondok Pesantren,
Pemuka Agama, Pemuka Masyarakat, Kalangan
Akademisi, Takmir Masjid, dan masyarakat biasa belum
tahu tentang hasil Rakernas LDII 2007 yang telah memiliki
paradigma baru, mereka menyatakan kesediaannya untuk
membantu menjembatani sosialisasi kepada masyarakat/
umat, dan mengharapkan agar warga LDII betul-betul
dapat menunjukkan atau membuktikan perubahan sikap
mereka dalam kehidupan sehari-hari, bertetangga dan
bermasyarakat;
6. Selain beberapa orang unsur pimpinan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kota Surabaya seperti KH. Muhit
Murtadlo, KH. Hidayatullah, dan KH. Wahid Syukur (atas

82
nama MUI) belum ada pimpinan lembaga/Ormas
Keagamaan seperti: Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama
(PC NU), Pimpinan Daerah (PD Muhammadiyah), Tokoh
Agama lainnya, yang ikut terlibat dan bahkan mengetahui
hasil Rakernas LDII 2007;
7. Pemerintah (Departemen Agama Kota Surabaya) telah
menerima audiensi Dewan Pimpinan Daerah LDII Kota
Surabaya untuk melaporkan hasil Rakernas LDII 2007,
nampaknya sampai saat penelitian ini dilakukan belum
ada tindak lanjut yang dilakukan. Namun demikian
sebelum Rakernas LDII 2007 dilaksanakan pemerintah
(Departemen Agama, Dinas Sosial Kota Surabaya) telah
melibatkan LDII dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dan
sosial lainnya, bahkan Depatemen Agama telah
memfasilitasi dialog antara Ulama, Tokoh Islam (MUI, PC
NU, PD Muhammadiyah, HTI, MDI, Al-Irsyad, Majelis
Mujahidin, beberapa Pimpinan Pondok Pesantren,
beberapa Takmir Masjid dan unsur Pemerintah/Depag)
yang berjumlah 41 orang menghasilkan rekomendasi
bahwa untuk ukhuwah Islamiyah ke depan, LDII secara
regional dan nasional diharapkan menunjukkan
perubahan doktrin-doktrin teologisnya yang sesuai
dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta menempuh
beberapa langkah yang dipandang perlu untuk pencitraan
yang lebih positif. Jika MUI Pusat memandang telah ada
perubahan positif tentang LDII dan telah mencabut fatwa
tentang sesatnya LDII, maka ukhuwah Islamiyah
khususnya antara LDII dengan Umat Islam secara
keseluruhan dapat terwujud.
B. Saran/Rekomendasi
1. Pandangan negatif terhadap warga LDII yang tidak dapat
dibuktikan langsung hendaknya dapat dikurangi dengan

83
cara dialog, ada keterbukaan, saling mempercayai, tidak
masa bodoh (terserah asal tidak mengganggu),
menyambut baik paradigma baru LDII dengan terlibat
aktif memperhatikan/mengamati kesungguhan niat baik
warga LDII;
2. Warga dan pengurus LDII diharapkan secara terus
menerus melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan
citra negatif yang selama ini melekat, dengan proaktif
berkunjung/bersilaturrahmi kepada pimpinan-pimpinan
Ormas Keagamaan Islam, membuka diri/bergaul dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggal, melakukan acara-
acara bersama seperti peringatan Hari-hari Besar Islam di
Masjid-Masjid warga LDII dengan penceramah dari warga
di luar LDII, shalat berjama’ah di masjid di mana ia
tinggal, dan aktif berinteraksi sosial lainnya;
3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surabaya, Pimpinan
Ormas Keagamaan Islam, Tokoh Masyarakat, Pimpinan
Pondok Pesantren hendaknya perduli terhadap perkem-
bangan lingkungan khususnya niat baik saudara-
saudaranya dari warga LDII untuk berubah (berpara-
digma baru) sesuai dengan pernyataan hasil Rakernasnya
tahun 2007, dan ikut mensosialisasikan kepada umatnya
masing-masing sekaligus mengawal atau mangamati
kesungguhan realisasinya;
4. Pemerintah (Departemen Agama) hendaknya menyambut
baik hasil Rakernas LDII 2007 dengan proaktif untuk
memfasilitasi pertemuan-pertemuan, dialog-dialog antara
warga LDII dengan berbagai Ormas-ormas Keagamaan
Islam yang ada, Pimpinan-pimpinan Pondok Pesantren,
Takmir Masjid dan Kalangan Akademisi dll, sekaligus
memantau perkembangan, dan kesungguhan realisasi dari
hasil Rakernas LDII tahun 2007.

84
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Qur’an Al-Karim;
Al-Hadits An-Nabawiyah;
Ahmad Syahid dan Zainuddin Daulay (Ed), Peta Kerukunan Umat
Beragama di Indonesia, BLA, Jakarta, 2001.
Abdul Aziz,Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia, Diva
Pustaka, Jakarta, 2006;
Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar Metode
Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap
Ilmu-Ilmu Sosial, Usaha Nasional, Surabaya, 1992,;
Dirasutul Firoq, Dida.baitullah.or.id/islam/buku/LDII/ldii.html;
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi ke III, Balai Pustaka, Jakarta, 2005;
Data Penduduk Menurut Agama tahun 2006, Kantor
DepartemenAgama Kota Surabaya;
Daftar Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Tahun
2005, Kantor Departemen Agama Kota Surabaya;
Data Emis Masjid Kandepag Kota Surabaya tahun 2006-2007 dan
Data Alamat Masjid LDII Kota Surbaya,tahun 2008;
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2002,;
Hasil Pertemuan Silaturrahmi Ulama, Tokoh Islam dan Pengurus
LDII Kota Surabaya pada tanggal 7 Pebruari 2007
Hasil Rakernas LDII 2007: Keputusan Rakernas LDII Jakarta.
Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya,
Bandung, 2003,;

85
Prasetya Irawan; Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula, STIA LAN Press, Jakarta, 2003.
Surabaya City Guide, Mei 2006;
R. Soeroer Umar, Respon Masyarakat terhadap KUA, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan tahun 2006.
Respon Pemerintah, Ormas Keagamaan terhadap Aliran Keagamaan di
Indonesia, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Balitbang
& Diklat Departemen Agama RI, 2006;

86
BAB I
PENDAHULUAN

L
embaga Dakwah Islam Indonesia dalam
Rakernasnya pada awal tahun 2007,
menyampaikan 8 pernyataan atau klarifikasi
terhadap berbagai isu-isu keagamaan yang muncul selama ini.
Klarifikasi dimaksudkan sebagai penjelasan ulang terhadap
kesimpangsiuran informasi di berbagai kalangan umat Islam.
Dalam klarifikasi itu disampaikan bahwa; Pertama, LDII telah
memiliki Pengurus DPD I di seluruh provinsi, memiliki
sekitar 400 DPD II di kabupaten/kota, 1600-an Pengurus
Cabang (setingkat kecamatan) dan 4500-an Pengurus Anak
Cabang (setingkat desa/kelurahan). Kedua, LDII bukan
kelanjutan dari gerakan Islam Jamaah, justru LDII bersama
Majelis Dakwah Islam (sayap pembina rokhani Golkar) yang
memiliki tugas membina mantan-mantan pendukung Islam
Jamaah menjadi umat Islam pada umumnya. Ketiga, LDII
tidak menggunakan sistem ke amiran, tetapi mengembangkan
sistem kepemimpinan kolegial yang bertanggung-jawab
kepada seluruh anggotanya. Keempat, LDII tidak menganggap
umat Islam yang lain sebagai kafir dan sesat. Kelima, Masjid
yang dibangun oleh komunitas LDII terbuka untuk umum,
tetapi jelas tetap harus mengingat (a) menjaga kesucian karena
ada pahala yang besar, (b) dalam shalat perlu dijaga kesucian
diri, pakaian dan tempatnya. Keenam, LDII dalam pengayaan
ilmu tidak hanya mendasarkan pada para alumni pondok
LDII yang berkapasitas sebagai ustadz dan ulama, tetapi juga
mubaligh lain yang dipandang mumpuni. Ketujuh, LDII tidak
mengajarkan menolak untuk diimami dalam shalat atau
sebaliknya. Kedelapan, LDII bersedia bersama dengan ormas
keagamaan lain mengikuti landasan berfikir keagamaan

87
sebagaimana ditetapkan MUI, yang meliputi (a) mentolerir
perbedaan sepanjang masih dalam koridor ikhtilaf, dan (b)
mensinkronisasikan, mengkoordinasikan dan mensinergikan
gerakan umat Islam di Indonesia di bawah payung MUI.1
Meskipun LDII telah menyampaikan klarifikasinya
dihadapan Ketua Komisi Fatwa KH. Ma’ruf Amin dan tokoh-
tokoh Islam dalam Rakernasnya itu, namun kebanyakan umat
Islam belum tahu dan masih mencurigai bahwa LDII masih
merupakan kepanjangan dan reinkarnasi dari Islam Jamaah
dan Darul Hadits yang eksklusif dan merasa benar sendiri.
Oleh karena itu untuk membuktikan bahwa LDII telah
memiliki paradigma baru dalam kehidupan sosial keagamaan,
maka Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan
Diklat Departemen Agama perlu melakukan kajian mendalam
yang berfokus pada persoalan-persoalan yang telah
diklarifikasi tersebut.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam kajian ini
adalah sebagai berikut:
1. Ajaran apa saja yang berubah paska Rakernas 2007 dan
apa sebabnya berubah;
2. Mengapa masih ada laporan bahwa LDII masih tetap pada
keyakinan dan praktik keagamaan seperti sebelumnya;
3. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama di daerah paska
Rakernas 2007;
4. Bagaimana peran tokoh-tokoh agama di luar LDII dalam
sosialisasi paradigma baru LDII paska Rakernas 2007.
5. Bagaimana respon pemerintah terhadap LDII paska
Rakernas 2007.
Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
perubahan kehidupan sosial keagamaan dari komunitas LDII.

1
Munas LDII 2007, DPP LDII, Jakarta 2007.

88
1. Mendeskripsikan perubahan substansi ajaran dan
penyebab perubahan kehidupan sosial keagamaan dari
komunitas LDII;
2. Mendeskripsikan apakah perubahan itu menjadi kebijakan
seluruh perangkat organisasi;
3. Mendeskrepsikan dampak perubahan terhadap kinerja
orga nisasi;
4. Mendeskripsikan respon tokoh agama di luar LDII
terhadap LDII.
5. Mendeskrpsikan respon pemerintah paska Rakernas 2007
terhadap LDII.
6. Merumuskan hasil penelitian sebagai bahan kebijakan
pemerintah terhadap pembinaan umat beragama.
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat
eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka pene-
litian ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yaitu mendeskripsikan hasil penelitian sesuai
dengan tujuannya dan diikuti dengan analisis atau sering
disebut dengan metode analisis deskriptif.
Tehnik pengumpulan data dalam kajian ini adalah:
wawancara dan studi dokumentasi dan observasi
terbatas terhadap beberapa kegiatn LDII.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif,2 yaitu
dengan menganalisis hasil wawancara, dokumen dan
observasi mendalam tentang profil organisasi keagamaan dan
yang terkait yang menjadi fokus penelitian dan kajian, yaitu
perubahan paradigma keagamaan di kalangan LDII.

2
Ibid, hal 75.

89
90
BAB II
LDII DAN PARADIGMA BARUNYA
DI KOTA SAMARINDA

A. Sejarah Singkat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)


1. Latar Belakang Berdirinya DII

L
embaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), adalah
nama baru dari sebuah aliran keagamaan di
Indonesia, yang secara historis mempunyai
hubungan dengan organisasi keagamaan sebelumnya
yang bernama Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah
dilarang oleh pemerintah Indonesia. Kehadiran LDII
untuk membina ex anggota Darul Hadits/Islam Jamaah
agar kembali pada jalur Islam arus utama.
Darul Hadits/Islam Jamaah didirikan oleh mendiang
Nurhasan Ubaidah Lubis, dan berkembang di Jawa Timur.
Karena aliran ini dianggap meresahkan masyarakat Jawa
Timur, kemudian pemerintah melalui Pengawas Aliran
Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) melarangnya. Ketika
masih bernama Islam Jamaah banyak artis-artis dari Ibu
Kota seperti Benyamin S, Ida Royani, Keenan Nasution
dan lainnya masuk/mengikuti ajaran aliran ini. Karena
para artis dan penyanyi itu tertarik dengan ajaran yang
disampaikan diantaranya tentang ajaran tebus dosa.3
Faham keagamaan Darul Hadits pertama-tama
masuk ke Indonesia pada tahun 1940. Aliran keagamaan
ini dibawa oleh Nurhasan Ubaidah Lubis setelah ia selesai

3
Hartono Ahmad Jaiz Dalam Bukunya Aliran Dan faham Sesat di
Indonesia, hal 73.

91
menunaikan ibadah haji yang ke dua kali di Mekkah.
Ajaran ini antara lain mengajarkan tentang ke amiran,
baiat, imamah, manqul, dan bab ibadah khususnya shalat.
Penyebaran ajaran ini awalnya di Jawa Timur
tepatnya di daerah Burengan Kediri waktu itu
pengikutnya masih terbatas (sedikit), yaitu diantara
keluarga mereka sendiri. Dalam upaya menambah
pengikutnya mereka merekrut anggota masyarakat
dengan cara mengadakan perkawinan silang yaitu
anggota keluarga dikawinkan dengan anggota masya-
rakat yang belum masuk anggota, demikianlah diantara
salah satu cara untuk menarik pengikut mereka. (Laporan
Penelitian Puslitbang Kehidupan Beragama oleh Titik
Suwariyati & Asnawati tahun 1995).
Setelah pengikutnya semakin banyak, Nurhasan
Ubaidilah Lubis kemudian diangkat menjadi amir/
pimpinan jamaah tersebut. Setelah ia dibaiat oleh
pengikutnya yaitu H. Sanusi (Lurah Desa Bangi) dan H.
Nur Asnawi (Lurah Desa Papar) Kediri.
Karena ajaran yang dikembangkan oleh Nurhasan
dan pengikutnya berdasarkan Al-Quran dan Hadits di
anggap menyimpang dari ajaran yang sebenarnya maka
ajaran tersebut mendapat reaksi keras sehingga
menimbulkan keresahan tidak hanya di Jawa Timur, tetapi
juga di daerah lainnya maka Pangdam VIII Brawijaya
mengeluarkan SK No. Kept/28/26/1967 tentang pelarang-
an atau pembubaran aliran Darul Hadits terutama di Jawa
Timur.
Karena aliran ini sudah dilarang, maka imam Darul
Hadits ini membuat pergerakan baru yang bernama Islam
Jamaah dan mendirikan Yayasan Pendidikan yang
bertaraf Nasional, di samping itu aliran ini masih tetap

92
menyebarkan ajaran Darul Hadits walaupun sudah
dilarang oleh pemerintah daerah. Disamping itu mereka
mencari perlindungan kepada pemerintah agar mereka
merasa aman dalam menjalankan aktifitasnya. Diantara
mereka yang di dekati saat itu adalah Letjen Ali Murtopo
yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Kepala Bakin
dan Staf OPSUS (Opersi Khusus Soeharto). Usaha mereka
berhasil, sehingga aliran ini memperoleh perlindungan
dari Golkar. Dibawah naungan Golkar, aliran ini semakin
berkembang dengan berganti nama Lemkari (Lembaga
Karyawan Dakwah Islam). Dengan nama baru tersebut
mereka bebas melakukan aktifitas keagamaan sehingga
dapat berkembang di seluruh Indonesia.
Perkembangan Lemkari ini semakin hari semakin
meluas, kemudian menimbulkan keresahan dimasyarakat
karena ajaran yang mereka ajarkan tetap tidak ada
perubahan, maka ajaran ini dibekukan di Jawa Timur oleh
Gubernur yang pada waktu itu dijabat oleh Soelarso,
dengan SK nomor 618 tahun 1988, tertanggal 24 Desember
1988. Pembekuan ini mulai berlaku tanggal 25 Desember
1988. Namun kemudian pada Musyawarah Besar Lemkari,
ke IV yang dilaksanakan di Asrama Haji Pondok Gede
pada bulan Nopember 1990, Nama Lemkari diganti
menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), atas
anjuran Menteri Dalam Negeri Rudini agar tidak rancu
dengan nama Lembaga Karatedo Indonesia.
Majalah Amanah No. 63 tanggal 2–15 Desember 1988
melaporkan tentang perkembangan Islam Jamaah dengan
judul ”Resah di balik Jubah LEMKARI”, bahwa sampai
tahun 1972 Islam Jamaah sudah berhasil mendirikan 1500
buah masjid di 19 provinsi di Indonesia, dan beberapa
buah pondok pesantren besar lagi megah untuk mencetak
kader-kader Islam Jamaah. Sekarang Islam Jamaah sudah

93
mempunyai Dewan Pimpinan Daerah (DPD) sebanyak 26
provinsi serta memiliki masjid yang lebih banyak di
Indonesia.
Begitu pesatnya perkembangan aliran Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (Islam Jamaah) ini, sehingga
sudah tersebar di manca negara seperti di Amerika,
Australia, Jerman, Suriname, New Zealand bahkan juga di
Mekkah Arab Saudi. (Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya
Aliran & Paham Sesat di Indonesia).
Setelah terbitnya SK pelarangan terhadap aliran
Darul Hadits/Islam Jamaah, dalam rangka pembinaan
dan mengembalikan bekas pengikut-pengikutnya kepada
ajaran Islam yang benar maka aliran ini membentuk suatu
kelompok yang dinamakan Lemkari, (Lembaga Karyawan
Islam), yaitu pada tanggal 3 Januari 1972 di Surabaya
kurang lebih berselang dua bulan setelah dikeluarkan SK
pelarangan ajaran tersebut. dengan pusat kegiatannya di
Kediri Jawa Timur. Kemudian setelah diadakan
Musyawarah besar Lemkari pada tanggal 11 Oktober
tahun 1981 M, pusat kedudukan Lemkari pindah di
Jakarta tepatnya di Jalan Tawakal IX no. 13–15 Jakarta
Barat.
Dalam perjalan sejarah LDII yang awal mulanya
bernama Darul Hadits yang didirikan pada tahun 1940 di
Kediri kemudian pada tahun 1967 dibubarkan kemudian
berubah menjadi Islam jamaah dan dibubarkan pada
tanggal 29 Oktober 1971 dengan SK Jaksa Agung RI
Nomor Kep.08/D.A/10.1971. Sejak itu aliran Islam Jamaah
dan sejenisnya resmi dibubarkan. Kemudian pada masa
pemerintahan Orde Baru kelompok ini nampaknya
mendapat angin maka berdirilah yang dinamakan
LEMKARI di bawah naungan partai Golkar yang

94
berlambangkan pohon Beringin, pada tanggal 2 April
1990, nama Lemkari berubah menjadi LDII (Lembaga
Dakwah Islam Indonesia) hingga sekarang.
Perubahan nama Lemkari menjadi LDII, tersebut
atas saran Menteri Dalam Negeri Rudini agar tidak rancu
dengan nama organisasi karatedo yang bernama Lemkari
(Lembaga Karate Indonesia). Dengan demikian LDII
secara resmi dan organisasi memiliki legalitas yang sah
dan diakui/terdaftar di Departemen Dalam Negeri.
Sementara pembenahan ajaran diserahkan kepada
Departemen Agama RI, dalam hal ini Kanwil Dep. Agama
dan KUA-KUA. Menurut salah seorang pengurus LDII
bahwa LDII bukanlah Darul hadist, Islam Jamaah dsb
tetapi LDII bersama Golkar membina dari kelompok
tersebut untuk kembali kepada Islam yang benar yaitu
sesuai dengan ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW.
Jadi tidak benar bahwa LDII merupakan jelmaan dari pada
kelompok aliran yang telah dilarang.
2. Sejarah Singkat LDII di Samarinda
Perkembangan gerakan Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII) di Kota Samarinda tidak banyak
diketahui oleh masyarakat, kapan tepatnya gerakan
organisasi ini muncul dan berkembang di Kota Samarinda.
Pada mulanya daerah ini masih berupa hutan dan masih
jarang penduduknya dan wilayahnya masih sangat luas
bila dilihat sampai sekarang (2008) sudah dilakukan
pemekaran kurang lebih tiga kali
Menurut beberapa tokoh masyarakat setempat pada
awalnya kurang lebih tahun 1971–1972 sudah sering
dilakukan pengajian-pengajian di rumah Abdul Rasyid
yang kemudian dirubah menjadi mushallah Nurul Islam.
Beliau adalah salah seorang yang bekerja sebagai mandor

95
pelabuhan dan mereka pada saat itu tergolong orang
mampu (kaya) di lingkungannya.
Dan pada pada tahun 1973 diadakan pemilihan RT
(Rukun Tetangga) dan kebetulan dia terpilih menjadi
Ketua RT dan Drs. H. Siswoyo sebagai sekretaris ia sering
diajak untuk pengajian yang diadakan di rumahnya.
Kemudian dari informasi yang disampaikan oleh
rekannya yang bertugas sebagai polisi militer bahwa
pengajian yang diadakan oleh Abdul Rasyid itu adalah
kelompok organisasi LDII yang pada waktu itu dianggap
aliran yang menyimpang sehingga mereka lama-lama
meninggalkan pengajian yang diadakan oleh Abdul
Rasyid.
Alasan mereka meninggalkan pengajian tersebut
antara lain a. Perempuan bila tidak memakai jilbab haram;
b. Tidak mau ikut shalat bersama sama dengan kelompok
lain; c. Bila ada yang melakukan salat di masjid/
mushallah mereka selalu dibersihkan/di pel; dan mereka
berani mengkafirkan kelompok yang bukan kelompok
mereka (awalnya mereka berani bicara semacam itu) tetapi
beberapa tahun terakhir ini masalah tersebut tidak
kedengaran lagi; tetapi dari hasil wawancara kebanyakan
mereka menyampaikan hanya dari siapa ke siapa
(katanya-katanya) dsb, tetapi mereka belum dapat
membuktikan yang sebenarnya. Masalah hubungan
kemasyarakatan mereka cukup baik dan toleransi bila
diundang mereka selalu memenuhi undangan, tetapi ada
kelompok lain (selain LDII) sampai sekarang bila
diundang untuk tahlillan tidak mau datang hingga
sekarang ini.
Keberadaan Lembaga Dawah Islam Indonesia (LDII)
tersebut lebih jelas ketika akan mendirikan/merenovasi

96
Mushallah Djabal Nur menjadi Masjid yaitu pada tahun
1980 dari kelompok LDII akan membiayai sendiri
pembangunan mushallah tersebut tetapi masyarakat tidak
setujuh (setelah di cek kepada warga/pengurus LDII
anggapan semacam itu tidak benar karena hingga
sekarang ini LDII terbuka untuk menerima bantuan dari
dalam/luar dan tidak membeda-bedakan asal usul
bantuan itu) sehingga dari kelompok LDII memisahkan
diri membangun mushallah Nurul Islam untuk diubah
statusnya menjadi masjid yang pada waktu itu masih
dalam lingkungan satu RT dan pada awalnya
pembangunannya tidak disetujui oleh Kandepag dan
tertunda hingga tahun 1981 setelah itu baru disetujui
dengan alasan mushallah Nurul Islam berdirinya lebih
awal dari pada mushallah Djabal Nur. Sehingga berdiri
dua masjid dalam lingkungan satu RT hingga sekarang (
Masjid Nurul Islam berada di RT. 21 dan Djabal Nur di
RT. 23).
B. Organisasi Keagamaan
Di dalam Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), ada
dua hal penting yang perlu diketahui, yaitu:
1. Dalam konteks organisasi, LDII menerapkan Leadership
(kepemimpinan) yang bertanggung jawab dan amanah
sebagai Ro’in. Nilai-nilai kepemimpinan ini tidak hanya
ditumbuh kembangkan dalam organisasi LDII, tetapi juga
dipraktekkan dari mulai keluarga, pondok pesantren, dan
lebih luas lagi dalam kehidupan bertetangga dan
bermasyarakat.
2. Dalam kontek agama, LDII bertujuan untuk secara khusus
membangun warganya dan umat Islam pada umumnya

97
agar menjadi hamba Allah yang tekun beribadah dan
menjadi warga negara yang baik.4
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), merupa-
kan organisasi kemasyarakatan yang resmi dan legal yang
mengikuti ketentuan UU no. 8 tahun 1985 tentang
organisasi kemasyarakatan, serta pelaksanaannya meliputi
PP No, 18 tahun 1986 dan peraturan Menteri Dalam
Negeri no. 5 tahun 1986. Dengan demikian LDII memiliki
Anggaran Dasar (AD) Anggaran Rumah tangga(ART).
Program Kerja dan Pengurus mulai tingkat Pusat sampai
dengan tingkat Desa. dan tercatat di Dirjen Kesatuan
Bangsa dan Perlindungan Masyaraakat (Dirjen kesbang &
Linmas) Departemen Dalam Negeri. (Derektori LDII,
tahun 2002).
Berdasarkan Pasal 12 Anggaran Dasar LDII, struktur
organisasi LDII terdiri dari:
a. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) untuk tingkat Pusat
b. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Provinsi.
c. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kabupaten dan Kota.
d. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) untuk Kecamatan.
e. Pimpinan Anak Cabang (PAC) untuk tingkat
kelurahan dan desa.
1. Pada tingkat pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia
memiliki susunan kepengurusan yang terdiri dari
1). Seorang Ketua;
2). Dua orang Wakil Ketua;
3). Seorang Sekretaris;
4). Anggota-anggota yang jumlahnya menurut
kebutuhan.

4
Himpunan Hasil Rakernas LDII, tahun 2007, hal viii.

98
2. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) mempunyai komposisi
sebagai berikut :
1). Seorang Ketua Umum;
2). Beberapa Ketua;
3). Seorang Sekretais;
4). Beberapa orang Wakil Sekretaris Jenderal
5). Seorang Bendahara dan dua Wakil Bendahara;
3. Departemen Departemen yang terdiri dari :
1) Departemen Organisasi Keanggotaan dan
Kaderisasi;
2) Departemen Hubungan Antar Lembaga;
3) Departemen Penerangan dan Media Massa;
4) Departemen Pendidikan Agama dan Dakwah;
5) Departeemen Pendidikan Umum dan Latihan;
6) Departemen Pemuda, Olahraga dan Seni Budaya;
7) Departemen Koperasi Wirausaha dan Tenaga kerja;
8) Departemen Peranan Wanita dan Kesejahteraan
Keluarga;
9) Departemen Penelitian dan Pengembangan IPTEK
dan Lingkungan Hidup;
10) Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum.
Dalam lingkup Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I
(Provinsi) dapat dibentuk Dewan Penasehat Tingkat I
yang komposisi dan personalianya disesuaikan dengan
kebutuhan daerah yang bersangkutan. Sedangkan Dewan
Pimpinan Daerah mempunyai susunan kepengurusan
Tingkat I terdiri dari:
a. Seorang Ketua,
b. Beberapa orang wakil Ketua,
c. Seorang Sekretaris ,
d. Beberapa orang sekretaris,

99
e. Seorang Bendahara dan beberapa orang wakil
bendahara,
f. Biro-Biro menurut kebutuhan.
Dalam lingkup kepengurusan Lembaga Dakwah
Islam Indonesia, Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II
(kabupaten/kota) dapat dibentuk Dewan Penasehat
Tingkat II yang komposisi dan personalianya dapat
disesuaikan dengan kebutuhan daerah yang bersang-
kutan. Adapun susunan DPD Tingkat II terdiri dari:
1). Seorang Ketua.
2). Beberapa Wakil Ketua,
3). Seorang Sekretaris,
4). Beberapa Wakil Sekretaris,
5). Seorang Bendahara dan seorang wakil Bendahara,
6). Bagian-bagian menurut kebutuhan.
Sedangkan untuk kepengurusan PC (Pengurus
Cabang) terdiri dari:
1). Seorang Ketua,
2). Beberapa Wakil Ketua,
3). Beberapa wakil ketua, Seorang Sekretaris,
4). Seorang Wakil sekretaris,
5). Seorang Bendahara dan
6). Seksi-Seksi menurut kebutuhan.
Sedangkan di semua tingkat kepengurusan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia terdapat Pengurus
harian yang ber-kewajiban melaksanakan tugas sehari-hari
terdiri dari unsur Ketua, Sekretaris, dan Bendahara
merupakan kepengurusan kolektif. Sedangkan jumlah
personilnya masing-masing Departemen, Biro-Biro,
Bagian-bagian, Seksi-Seksi dan Urusan-urusan ditentukan
menurut kebutuhan.

100
Untuk urusan kesekretariatan tingkat pusat
dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. Di daerah-
daerah dipimpin oleh sekretaris sesuai dengan
tingkatannya.
Tugas dan wewenang penasehat merupakan suatu
badan yang mempunyai tugas dan wewenang
memberikan nasehat, pertimbangan dan saran kepada
dewan Pimpinan sesuai dengan tingkatannya.
Dewan Pimpinan Pusat mempunyai tugas sebagai
berikut:
1). Memimpin dan menyelenggaraakan organisasi tingkat
nasional serta bertanggung jawab kepada Musyawarah
Nasional;
2). Melakukan usaha mengendalikan organisasi sesuai
dengan azas , sifat dan fungsi serta tujuan organisasi;
3). Mengadakan bimbingan terhadap DPD Tingat I di
seluruh Indonesia;
4). Memelihara dan memperkokoh integrasi serta
kesatuan dan persatuan nasional;
5). Merencanakan dan menyelenggarakan Musyawarah
Nasional serta melaksanakan keputusannya;
6). Mengesahkan kepengurusan di Daerah Tingkat I
7). Mengadakan komunikasi kerja sama dengan instansi
pemerintah, ABRI maupun lembaga-lembaga dan
organisasi organisasi yang telah memenuhi
persyaratan perundang-undangan.
Sedangkan DPD Tingkat I (Provinsi) mempunyai
tugas sebagai berikut:

101
1). Memimpin dan menyelenggarakan organisasi tingkat
provinsi;
2). Melaksanakan keputusan dan petunjuk DPP sesuai
dengan AD/ART;
3). Mengadakan bimbingan terhadap DPD Tingkat II;
4). Memelihara dan memperkokoh integritas serta
kesatuan dan persatuan Nasional;
5). Menyelenggarakan dan merencanakan MUSDA
tingkat I serta melaksanakan keputusan-keputusan;
6). Mengesahakan kepengurusan di daerah Tingkat II;
7). Mengadakan komunikasi dan kerja sama dengan
instansi pemerintah dan ABRI maupun lembaga-
lembaga dan organisasi yang telah memenuhi
persyarakatan perundang-undangan
Kemudian untuk Dewan Pimpinan daerah (DPD)
tingkat II (dua) Kabupaten/kota mempunyai tugas dan
wewenang sebagai berikut :
1). Memimpin dan menyelenggarakan organisasi Tingkat
II (kabupaten/kotamadya) atau administrasi;
2) Melaksanakan keputusan dan petunjuk DPP, DPD
Tingkat I, sesuai dengan AD/ART;
3). Melaksanakan keputusan-keputusan dan petunjuk
DPP DPD Tingkat I sesuai dengan AD/ART
4). Melakukan pengendalian bimbingan terhadap PC,
PAC, di daerahnya;
5). Merencanakan dan menyelenggarakan MUSDA
Tingkat II serta melaksanakan keputusan
keputusannya;

102
6). Mengesahkan keputusan Tingkat Pimpinan Cabang
dan Pimpinan Anak cabang;
7). Kepengurusan, mengesahkan keputusan Tingkat
Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang;
8). Mengadakan komunikasi serta kerjasama dengan
pemerintah, ABRI maupun lembaga-lemabaga dan
organisasi perundang undangan.
Sedangkan untuk kepengurusan Dewan Pimpinan
Cabang memiliki berbagai kewajiban seperti berikut di
bawah ini:
1). Memimpin dan menyelenggarakan organisasi tingkat
kecamatan;
2). Melaksanakan keputusan dan petunjuk dari DPD DPD
tingkat II sesuai dengan AD/ART;
3). Melakukan pengendalian, bimbingan terhadap
Pimpinan Anak Cabang di wilayah masing-masing;
4). Merencanakan dan menyelenggarakan MUSCAB;
5). Memelihara dan memperkokoh integritas serta
kesatuan dan persatuan Nasional;
6). Mengadakan komunikasi serta kerjasama dengan
instansi pemerintah, ABRI, maupun lembaga-lembaga
dan organisasi yang telah memenuhi persyaratan
begitu seterusnya baik di tingkat Pimpinan anak
cabang ataupun di atas yang lebih tinggi,
2. Kepengurusan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Di dalam struktur organisasi Lembaga Dakwah
Islam Indonesia (LDII) berazaskan kebersamaan dan pada
prinsipnya siapa saja mempunyai hak untuk dipilih dan
memilih menjadi pengurus organisasi, dan mengeluarkan

103
pendapatnya secara lisan maupun tulisan dan setiap
anggota berhak mendapat perlindungan organisasi dan
hak-haknya dijamin dan dilindung oleh perundang-
undangan yang berlaku. (Pasal 1 Anggaran Rumah
Tangga LDII).
Sedangkan syarat-syarat untuk menjadi Pengurus
Lembaga Dakwah Islam Indonesia dalam Bab II pasal 6
menyatakan sebagai berikut :
1). Sudah menjadi anggota Lembaga Dakwah Islam
Indonesia;
2). Telah memenuhi syarat sebagai kader organisasi;
3). Tidak pernah terlibat G 30 S PKI;
4). Telah membuktikan peran serta secara aktif dan peng-
abdiannya terhadap Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII), sedikitnya a). selama 5 (lima) tahun
berturut-turut bagi pengurus DPP dan DPD Tingkat I,
b). Selama 2 tahun berturut-turut bagi pengurus DPD
Tk II, PC dan PAC, c). Memiliki kemampuan,
kesanggupan waktu untuk bekerja secara aktip dalam
tugas organisasi; d). Terpilih melalui musyawarah/
rapat organisasi yang telah ditentukan, sesuai
tingkatan organisasi.
Sedangkan dalam pasal 22 Anggaran Rumah Tangga
telah diatur tentang kesempatan menjadi pengurus
organisasi atau ada penggantian pengurus di sebabkan
antara lain, adanya kesempatan menjadi pengurus karena
pengurusnya meninggal dunia, atau atas permintaan
sendiri atau dikehendaki oleh para Jamaah tersebut;
Sedang lama waktunya menjabat sebagai pengurus paling
tidak selama 5 (lima) tahun atau karena ada sesuatu hal
tak bisa di tinggalkan. Bila masa jabatannya telah selesai

104
maka orang tersebut berhak dipilih atau memilih untuk
menjadi pengurus. Tetapi apabila terdapat sesuatu hal
pengurus dapat dihentikan atau berhenti karena
meninggal dunia.
Bila diperhatikan dari latar belakang pendidikan
anggota aliran kemasyarakatan (LDII) ini ada yang
berpendidikan seperti Dewan Pembina LDII banyak yang
berpendidikan Pesantren seperti Pondok Pesantren
Gontor, Tebu Ireng, Jombang dan masih banyak lagi
keluaran Pondok Pesantren.
C. Faham Keagamaan
Sebagaimana sudah tidak asing lagi bahwa kebanyakan
organisasi keagamaan di Indonesia menganut faham Ahli
Sunnah Waljamaah bermadzhab teologi Asy-Ariyah dengan
fikih Asy-Syafi’iyah demikian juga kelompok ini menganut
faham tersebut dan kalau orang sering mengatakan bahwa
lebih tepat menganut faham Sunni mereka lebih berkiblat
kepada Al Maturidiyah.
Ajaran yang dikembangkan adalah Al-Qur’an dan Al
Hadits, disamping itu mereka juga menggunakan Ijma, Qiyas,
disamping itu juga mereka masih meyakini perlunya baiat,
manqul dsb. Dalam perjuangannya LDII masih menggunakan
doktrin Fathonah, Bithonah dan Budi Luhur yang mempunyai
pengertian antara lain:
Fahonah artinya untung menguntungkan, maksudnya
dalam perjuangan diusahakan jamaah tetap untung dan
masyarakat tidak dirugikan bahkan bisa merasa diuntungkan.
Sedangkan Bithonah artinya sesuatu yang apabila dikeluarkan
akan menimbulkan kerusakan, budi luhur artinya dengan
budi pekerti yang baik, budi yang selalu mentaati peraturan-
peraturan, maksudnya dalam perjuangan, orang-orang

105
jamaah menerapkan ahlakul karimah, dan berusaha mentaati
peraturan yang sah. Jadi Fathonah, Bithonah dan budi Luhur
artinya cara berjuang tidak melanggar ketentuan agama
dengan menerapkan ahlakul karimah, selalu berusaha
mentaati peraturan yang sah, tidak menimbulkan kerusakan
sehingga masyarakat merasa diuntungkan.5
Adanya konsep Fathonah, Bithonah dan Budi Luhur
merupakan ijtihad di dalam jamaah, bahwa semua jamaah
dalam rangka menetapi, menyiarkan dan memperjuangkan
Al-Qur’an dan Hadits jamaah di tengah-tengah masyarakat
haruslah serta dengan fathonah, bithonah dan budi luhur.
Hasilnya sudah dapat dilihat dan dirasakan bersama, bahwa
citra LDII sekarang semakin baik dan semakin bersinar
ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat telah menilai baik
terhadap LDII yang dulu membenci sekarang sudah menaruh
simpati.6 Faham keagamaan yang mereka kembangkan masih
belum sepenuhnya diterima oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia.
Ada pertanyaan, masih adakah hubungan LDII dengan
Islam Jamaah? Secara tersurat memang tidak ada sejak LDII
menjadi ormas pada tanggal 28 Oktober 1998, tetapi secara
tersirat adanya hubungan antara Islam jamaah dengan LDII.
Bila dilihat seluruh ajarannya nampak masih ada metodologi
doktrin ajaran Islam Jamaah yang dikembangkan oleh LDII
tanpa terkecuali.7

5
Majelis Ulama Indonesia Pekan Baru, Aliran-Aliran Sesat Dalam Fatwa
MUI, hal 9.
6
Ibid, hal 9.
7
Ibid, hal 46.

106
D. Sosialisasi Klarifikasi Hasil Rakernas Maret 2007.
1. Penyebab Perubahan Paradigma
Menurut Pimpinan LDII Kota Samarinda (H.
Sutamsis) bahwa perubahan paradigma munculnya hasil
pemikiran dari bawah (top-down dan sentralistik). Karena
Lembaga dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai salah
satu organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan
(Islam) sejak awal pendiriannya telah bertekad untuk
menegakkan ukhuwah islamiyah tersebut. Setiap
keputusan dan langkah setrategis organissi yang
ditempuh, ukhuwah Islamiyah senantiasa menjadi
landasan berpikir dan kerangka acuan dalam
mengimplementasikan kegiatan-kegiatan.
Oleh karena itu, LDII sebagai ormas Islam perlu
terus dikembangkan secara berkesinambungan mengikuti
perkem-bangan lingkungan strategis yang ada. LDII tidak
boleh puasa dengan kesuksesan–kesuksesan yang telah
dicapai selama ini agar tidak terjebak dalam gejala
keberhasilan menghasilkan kegagalan.LDII harus dinamis
dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
strategis yang ada agar terhindar dari pesan Prahalad
(2000) tentang eksistensi organisasi: If you don’t change, you
will die (kalau tidak mau berubah, organisasi akan punah).8
a. Perubahan substansi ajaran
Ajaran yang dikembangkan oleh kelompok LDII
menurut salah satu seorang pimpinan DPD
Kalimantan Timur berpegang pada Al-Quran dan As-
Sunnah (Hadits) seperti Shohih Buchori, Muslim, Abu
Daud, An-Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majjah (Kutubus-
Sittah). Sedangkan sumber hukum yang mereka

8
Himpunan Hasil Rakernas LDII, tahun 2007 di Jakarta, hal 8.

107
menjadi pedoman disamping Al-Qur’an dan Al-Hadits
juga menggunakan Ijma dan Qiyas. Dalam rangka
menunjang pemahaman tersebut, juga memakai kitab-
kitab seperti tafsir Ibnu kasir, Tafsir jalalain dan tafsir
At-Thabari serta tafsir Al-Qur’an terjemahan
Departemen Agama dllnya.
Masih ada beberapa yang menjadi acuan warga
LDII walaupun ada perbedaan itu bukan soal yang
pokok tetapi mereka masih dipegang kuat-kuat seperti
salat jum’at harus memakai bahasa arab, dan masih
mengajarkan manqul, fathonah, bithonah dan budi
luhur, sehingga mereka dalam mendidik para siswa
dan anak-anak mereka mengacu pada satu organisasi
yaitu LDII yang memiliki pusat kegiatan dalam rangka
mendalami ilmu-ilmu agama yang sesuai dengan
kepentingan dan program organisasi LDII di pusatkan
di suatu pesantren di Jawa Timur (Burengan) Kediri.
b. Perubahan Kebijakan Organisasi
Perubahan tersebut sebetulnya sudah dimulai
sejak LDII berdiri yaitu pada tahun 1990, yang
bertujuan adalah membina Ex kelompok Darul Hadits,
Islam Jamaah, maupun Lemkari yang telah dibubarkan
oleh pemerintah untuk kembali kepada ajaran Islam
yang benar sebagaimana dianut oleh umat Islam
Indonesia pada umumnya. Tetapi dalam perjalanan
hingga sekarang ini masih banyak mengalami
hambatan seperti bekas-bekas lama yang masih
melekat pada sebagian warga LDII (wawancara
dengan salah seorang pengurus LDII Samarinda)
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai
organisai kemasyarakatan berbasis keagamaan telah
mempertegas dengan paradigma baru sebagai hasil

108
Musyawarah Nasional (MUNAS) VI di Tahun 2005
dan menerapkan dalam segenap aktifitas organisasi.
Secara jelas LDII telah memiliki antara lain visi dan
misi organisasi, tujuan dan rencana strategi yang
meliputi kebijakan, program, dan sarana/prasarana
kegiatan yang pelaksanaannya dijabarkan oleh jajaran
organisasi mulai dari tingkat DPD LDII Provinsi , DPD
Kota/Kabupaten, PC LDII Kecamatan dan PAC LDII
Kelurahan, dengan tetap mengakomodasikan
kepentingan daerah setempat.
c. Perubahan Kinerja Organisasi
Lembaga Dakwah Islam Indonesia merupakan
organisasi keagamaan yang sudah tertata rapi dan
memiliki program yang baik, memiliki struktur
organisasi dari tingkat pusat hingga tingkat daerah
(DPD s/d PAC) tidak ada perubahan tetapi dalam
rangka mensukseskan program kerja LDII pengurus
LDII hanya menginstruksikan kepada anggautanya
untuk menyesuaikan dengan lingkungan dimana
mereka tinggal agar program tersebut dapat berjalan
dengan lancar serta tujuannya dapat tercapai.
2. Respon Masyarakat
Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di
Kalimantan Timur dengan adanya paradigma baru yang
merupakan jawaban bahwa LDII bukan merupakan
kelanjutan dari Islam Jamaah, serta tidak menggunakan
ataupun mengajarkan Islam Jamaah. Pada awal
keberadaan LDII bersama-sama dengan ormas lainnya
seperti Majlis Dakwah Islamiayah (MDI) diberi tugas
untuk membina dan meluruskan orang-orang yang masih
memiliki faham Islam Jamaah ke arah faham yang dimiliki
umat Islam pada umumnya, tetapi masyarakat masih

109
banyak yang menilai LDII adalah suatu organisasi
keagamaan yang menyimpang dari ajaran Islam dan juga
banyak pula yang beranggapan bahwa LDII tidak ada
masalah keberadaan di tengah-tengah masyarakat.
Menurut beberapa tokoh masyarakat di sekitar komplek
pemukiman Lembaga Dakwah Islam Indonesia
menyatakan sangat berfariasi antara lain:
a. Bagi masyarakat yang menyatakan negatip antara
lain:
Kehidupan keseharian warga LDII biasa-biasa
saja artinya mereka dalam kehidupan bermasyarakat
seperti layaknya masyarakat umumnya, bila diundang
mereka selalu hadir/datang memenuhi undangan dan
bila ada kerja bakti mereka selalu ikut. Namun
demikian masih nampak ciri-ciri mereka yang mudah
dikenali antara lain yang laki-laki bila berpakian celana
panjangnya diatas tumit, salat masih dengan
kelompoknya yaitu dengan masjid tertentu, sedang-
kan perempuannya selalu memakai cadar.
Kelompok LDII sangat pandai dalam masalah
pendekatan dengan aparat pemerintahan contohnya
ketika mereka mengadakan pengajian akbar mereka
sering memanggil aparat pemerintah kemudian
mereka diabadikan dan di sebarluaskan baik melalui
media atau berupa footo-foto kemudian dipajang dsb
bahwa mereka sudah melakukan perubahan.
Masalah di bidang akidah/keagamaan mereka
memiliki masjid tersendiri yang dipusatkan sebagai
kegiatan keagamaan untuk kelompok mereka dan
mereka tidak mau bila diundang untuk melakukan
kegiatan keagamaan di masjid yang bukan kelompok
mereka, sedangkan shalat jum’at masih memakai

110
bahasa arab dan belum mau untuk diimani (Khotib)
selain dari kelompok mereka sendiri.
Masalah keyakinan mereka masih meyakini
adanya keamiran, Bai’at, manqul, dan perkawinan
(dilakukan dua kali pertama dengan Ulama mereka
dan ke dua dilakukan di KUA) masih dilakukan oleh
sebagian kelompok mereka. Tetapi pada akhir-akhir
ini sudak tidak ada/kedengaran lagi. Sedangkan
masyarakat sendiri belum bisa menyakini bahwa
kelompok mereka sudah melakukan perubahan
terhadap keyakinan tersebut, tetapi masyarakat
menyatakan bahwa mereka sudah ada perubahan
seperti tidak mengkafirkan, najis orang diluar
kelompok mereka. Tetapi juga masyarakat banyak
beranggapan mereka lebih baik diam dari pada
menyatakan hal-hal yang menimbulkan pertentangan
di masyarakat.
b. Bagi Masyarakat yang menyatakan positip antara
lain menyatakan:
Perkembangan keberadaan LDII di Kota
Samarinda sudah mulai nampak ada perubahan,
sudah ada warga LDII mau melaksanakan salat
bersama-sama dengan umat Islam lainnya tetapi itu
belum semua warga LDII mau melaksanakan hal itu.
Namun demikian diakui oleh salah seorang pengurus
LDII yang menyatakan bahwa diantara warga mereka
yang belum mau merubah disamping kehati-hatian
mereka juga kurang pengetahuan mereka.Tetapi
semua itu harus melalui proses yang panjang.
Disamping itu sosialisasi tersebut yang selama ini
dilakukan oleh pengurus LDII baru di tingkat
kelompok mereka dan para pimpinan pemerintahan
dan pejabat setempat seperti Lurah, Camat, KUA dan

111
Kandepag, sedangkan ke MUI hanya mengirim surat
pemberitauan. Dan wajar bila selama ini masyarakat
masih banyak yang belum mengetahui perubahan
tersebut.
Masalah keyakinan mereka menyatakan bahwa
sebetulnya tidak ada masalah apa yang selama ini
diyakini oleh mereka tetapi jangan mengganggu
sesama umat Islam lainnya baik berupa ucapan,
perkataan maupun perbuatan sehingga mereka dapat
hidup rukun secara berdampingan dengan kelompok
lain itulah yang seharusnya dijaga.
3. Respon Tokoh Agama
Respon tokoh/pemuka agama tidak bedanya dengan
respon masyarakat pada umumnya mereka ada yang
menyambut positip juga tidak sedikit yang bernada
negatip antara lain:
Dari Majelis Ulama, Ulama NU Kota Samarinda
menyatakan keberadaan LDII hingga sekarang ini tidak
ada bedanya dengan LDII sebelum adanya hasil Rakernas
2007, masalah keyakinan mereka sulit untuk dirubah
kerana merupakan suatu keyakinan dan mereka masih
memegang konsep takliyah dst. Apabila ada perubahan
dengan paradigma baru memerlukan jangka waktu yang
cukup lama dan sudah ada ketentuan tentang aliran-aliran
yang menyimpang yang sudah di fatwakan oleh MUI. Dan
menurut pengamatan dari Ketua MUI Kota samarinda
belum ada warga LDII yang mau salat bersama-sama
dengan masyarakat pada umumnya. Dan Pimpinan LDII
sangat pandai dalam melakukan pendekatan dengan
pemerintah terutama pada pos-pos tertentu yang penting
dan strategis untuk menyembunyikan kebohongan untuk
membenarkan keyakinan mereka.

112
Masalah konsep LDII sangat rapi, baik dari tingkat
pusat sampai pada tingkat bawah, serta gaya/pola lama
tetap tidak ada perubahan dimana ada kesempatan untuk
membenarkan kebenaran mereka selalu dipublikasikan
kepada masyarakat umum seperti foto-foto, media dibuat
untuk menguatkan kebenaran mereka. Masalah
paradigma boleh berubah-rubah apapun bentuknya tetapi
masalah keyakinan sulit untuk dirubah.
Terhadap sosialisasi sendiri kepada MUI LDII hanya
memberikan surat pemberitauan dan belum pernah
diundang untuk mengikuti/menyaksikan kegiatan sosiali-
sasi tersebut. Tetapi yang lebih baik adalah adanya ins-
truksi secara nasional untuk mengamati dan bagimana
perkembangan mereka selanjutnya, secara keseluruhan
perkembangan LDII cukup baik dan pandai penggalangan
dana.
Sedangkan dari organisasi Islam dan Muham-
madiyah yang merangkap sebagai sekretaris KUB menya-
takan bahwa mereka pernah mendapat undangan untuk
sosialisasi tersebut tetapi ia mewakili dari KUB Kota
Samarinda bersama Kepala TU Kandepag Kota Samarinda
untuk mengikuti sosialisasi tersebut dalam rangka
pengajian akbar yang dilakukan oleh organisasi tersebut.
Sedangkan masalah perubahan warga LDII nampaknya
belum kelihatan secara nyata disamping keberadaan
tempat ibadah (masjid dan musallah) yang ada di
Samarinda begitu banyak sehingga sulit untuk dimonitor
apakah sudah ada perubahan atau belum.
4. Respon Pemerintah Pasca Munas
Respon pemerintah pasca Munas LDII tahun 2007,
tentang keberadaan organisasi LDII di Kota Samarinda
cukup baik artinya selama ini LDII belum pernah
melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan perpecahan

113
diantara umat Islam sendiri hingga saat ini masih dapat
dijaga kesatuan dan persatuan dan masing-masing dapat
mematuhi peraturan yang berlaku.
Masalah sosialisasi bagi aparat pemerintah daerah
seperti Camat, Kepala Desa bila warga LDII mengadakan
suatu pengajian akbar selalu diundang dan selalu
dimintakan sambutan. Tentang adanya perubahan dengan
paradigma baru bagi warga LDII walaupun sudah
disosialisasikan nampaknya belum berjalan sebagaimana
mestinya dan masih banyak warga LDII yang enggan
melakukan ibadah di masjid atau tempat ibadah selain
tempat ibadah yang telah didirikan oleh warganya. Atau
kemungkinan karena di Kota Samarinda terlalu banyak
tempat ibadahnya maka sebagai aparat pemerintah sulit
untuk melakukan monitor terhadap perubahan tersebut
tetapi secara umum keberadaan LDII di Kota Samarinda
tidak ada permasalahan. Disamping itu menurut salah
seorang pengurus LDII tingkat Kota/kabupaten masalah
sosialisasi terhadap paradigma baru tidak memberikan
target terhadap sosialisasi tersebut.
Dengan sudah ada perubahan paradigma baru
pemerintah selalu memberikan dukungan terhadap
warganya tanpa pandang bulu serta memberikan
dukungan dan bantuan baik moril maupun materiil
kepada semua ormas-ormas dan organisasi keagamaan
seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk pembangunan Ponpes LDII di Desa Mugirejo
Kecamatan Samarinda Utara sebesar Rp. 500.000.000,-
(Lima Ratus Juta Rupiah)

114
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Perubahan paradigma setelah adanya hasil Rakernas
tahun 2007 sebetulnya adalah kelanjutan dari perubahan
LEMKARI menjadi LDII pada tahun 1990, dengan tujuan
membina pengikut Darul Hadits, Islam Jamaah ataupun
Lemkari untuk kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya seperti apa yang dianut oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya hingga sekarang ini belum
begitu nampak perubahannya baik dikalangan kelompok
LDII, terutama dikalangan anggota-anggota ditingkat
bawah (PC dan PAC) dan anggota/ jamaahnya.
2. Dari sosialisasi hasil Rakenas tersebut karena sosialisasi
hanya diberikan kepada angguta dan warga LDII, serta
sebagian tokoh masyarakat dan pemerintahan sehingga
bagi masyarakat masih jarang sekali yang mengetahui
adanya perubahan paradigma tersebut bahkan masih
banyak angguta masyarakat yang menyatakan bahwa
LDII hingga sampai sekarang ini belum ada perubahan
yang ada sekarang hanya diam dan tidak berani
mengkafirkan orang diluar kelompok mereka;
3. Masalah hubungan dengan masyarakat terutama
masyarakat disekitar lokasi pemukiman warga LDII tidak
ada permasalahan mereka baik-baik, bisa hidup rukun
berdampingan dan sosialisasi dengan masyarakat juga
cukup baik namun dari segi keyakinan nampaknya belum
mengalami perubahan;

115
4. Ada sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa pada
akhir-akhir ini sudah ada warga LDII yang mau
mengerjakan salat wajib bersama dengan anggota
masyarakat lainnya di masjid umum (bukan milik LDII);
5. Masalah keyakinan memang sulit untuk dibuktikan
apakah mereka sudah melakukan perubahan atau belum,
namun dalam kehidupan sehari-hari sudah ada perubahan
yang berarti mereka sudah melakukan perubahan dengan
mengikuti paradigma yang baru hasil Rakernas tahun
2007.
B. Saran Saran
1. Dalam upaya melaksanakan sosialisasi terhadap
perubahan paradigma hasil Rakernas 2007 sebaiknya
pengurus LDII jangan pilih-pilih pemberitahuan/
undangan orang terhadap kegiatan sosialisasi hasil
Rakernas 2007, akibatnya masyarakat maupun tokoh
agama dan pemerintahan masih banyak yang belum
mengetahui adanya perubahan paradigma tersebut;
2. Perlu memberitahukan kepada semua unsur eleman
masyarakat, tokoh agama, dan pemerintahan bahwa LDII
sekarang bukan lagi LDII seperti anggapan masyarakat
selama ini. Karena itu, LDII mempunyai tugas untuk
meluruskan warga lslam Jamaah untuk kembali ke Islam
pada umumnya yang dianut oleh bangsa Indonesia.
3. Untuk membuktikan bahwa Warga LDII memang sudah
berubah sebaiknya warga LDII bisa menyatu dengan
masyarakat lainnya dalam menuntut ilmu agama tanpa
membeda-bedakan dimana ilmu tersebut diberikan/
disajikan dan harus berani menyatu dengan masyarakat
pada umumnya dan jangan hanya terpaku dalam satu
jamaah/masjid yang didirikan/bangun oleh warga LDII,

116
sehingga masyarakat mengetahui betul bahwa sekarang
sudah melakukan perubahan sesuai dengan hasil
Rakernas 2007.

117
118
DAFTAR KEPUSTAKAAN

A, Zakaria, Al-Hidayahm Pembahasan Perbedaan-Perbedaan


Pendapat Dalam Fiqh Beserta Pemecahannya, Ibn-Azka
Press;
Badan Pusat Statistik Kota Samarinda, Samarinda Dalam Angka,
2007;
Cinta Alam Indonesia (CAI), Permata, XXI, 2000.
Departemen Agama RI Kota Samarinda, Laporan tahunan, 2007;
Data Monografi Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Samarinda Utara,
Kota Samarinda tahun 2007;
Dewan Pimpinan daerah Lembaga Dakwah Islam Indonesia,
Pengesahan Komposisi Personalia Pimpinan Cabang LDII
Kota Samarinda;
Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII),
Pernyataan Klarifikasi LDII, tahun 2008;
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia, tahun
2001;
Kumpulan Makalah-Makalah, LDII, 2004;
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kumpulan Liputan Media,
Hasil Rakernas, tanggal 6 – 8 tahun 2007
LDII, Himpunan Hasil Rakernas di Jakarta, tanggal 6 – 8 Maret 2007;
Majlis Ulama Indonesia, Aliran-Aliran Sesat dalam Fatwa MUI, Kota
Pekanbaru, tahun 2007;
Mmajelis Ulama Indonesia Kota Samarinda, Rasa Keprihatinan
terhadap Aliran-Aliran Keagamaan di Indonesia”, tanggal 8
April 2008;
Majalah Nuansa Persada, ”Rukun Sebagai Satu bangsa”, tahun 2005;

119
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang Dan Diklat,
Respon Pemerintah, Ormas dan masyarakat terhadap Aliran
Keagamaan di Indonesia, tahun 2006,
Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Samarinda Utara,
tahun 2007;

120
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

F
enomena pluralitas paham dan gerakan
keagamaan dalam Islam bukanlah sesuatu hal
yang baru. Fenomena tersebut telah ada sejak
masa kekhalifahan Islam yang tercermin dari
keberadaan kelompok-kelompok gerakan Islam seperti
kelompok Khawarij, gerakan Salafiyah, Mu’tazilah, Syiah dan
Asy’ariyah serta kehadiran madzhab fiqih seperti Syafi’i,
Hambali, Hanafi, dan Maliki. Di samping itu telah muncul
paham yang dikembangkan oleh gerakan Ikhwanul Muslimin,
Wahabi, al-Maududi, Imam Khumaini, dan Fazlur Rahman
yang hubungannya antara satu sama lain tidak selalu sejalan,
terkadang saling menyesatkan, dan bahkan seringkali
melahirkan kekerasan fisik (Tholkhah dan Affiah, ed., 2005, 7-
8).
Pluralitas perkembangan paham dan gerakan
keagamaan Islam terjadi juga di Indonesia. Sama seperti di
belahan negara Islam lainnya, perkembangan paham dan
gerakan keagamaan di Indonesiapun penuh dinamika dan
tidak jarang antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
saling menyalahkan. Salah satu gerakan sosial keagamaan di
Indonesia adalah Jam’iyyatul Islamiyah yang telah tumbuh
sejak tahun 1971 tepatnya pada Jumat 12 Maret 1971 di Sungai
Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah selain mengalami
kemajuan juga menghadapi berbagai tantangan dan tuduhan
sebagai pengembang ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Tuduhan sekaligus penolakan terhadap Jam’iyyatul

121
Islamiyah dibuktikan antara lain oleh penerbitan berbagai
surat pelarangan dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (1981)
dan Kejaksaan Negeri Sungai Penuh (1995). Penolakan dalam
bentuk aksi juga pernah terjadi di Kota Padang (2006) yaitu
peristiwa penggagalan peresmian masjid Baitul Izza Baiti
Jamak Islamiyah. Penggagalan tersebut dipicu oleh prasangka
sekelompok Islam yang menganggap Jam’iyyatul Islamiyah
mengembangkan ajaran menyimpang dari ajaran Islam
(Kustini dan Sri Sulastri, 2006).
Untuk merespon polemik atau pendapat pro dan kontra
tentang keberadaan dan aktifitas Jam’iyyatul Islamiyah, DPP
Jam’iyyatul Islamiyah merasa perlu untuk mereposisi
organisasi dan melakukan pembenahan-pembenahan baik
dari sisi management administrasi maupun dari segi ajaran
dan kegiatannya. Berdasarkan kondisi tersebut maka DPP
Jam’iyyatul Islamiyah mengadakan Muktamar Luar Biasa
yang berlangsung pada tanggal 19 Oktober 2006.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui perkembangan
terakhir dari Jam’iyyatul Islamiyah, baik perubahan yang
terjadi dalam intern organisasi maupun perkembangan atau
perubahan respon masyarakat Islam khususnya Majelis
Ulama Indonesia. Rumusan permasalahan penelitian
mencakup: (1) Perubahan apa saja yang terjadi dalam
organisasi Jam’iyyatul Islamiyah setelah Muktamar Luar Biasa
yang dilaksanakan di Bekasi tanggal 19 Oktober 2006; (2)
Bagaimana pemahaman para pengikut Jam’iyyatul Islamiyah
tentang pokok-pokok ajaran Islam seperti konsep tauhid,
salat, puasa, zakat, umrah, dan ibadah haji; dan (3) Bagaimana
respon masyarakat atau organisasi Islam tentang eksistensi
Jam’iyyatul Islamiyah.
Tujuan penelitian ini setidaknya dirumuskan dalam 3
point: (1) Mengetahui perubahan terjadi dalam organisasi

122
Jam’iyyatul Islamiyah setelah Muktamar Luar Biasa yang
dilaksanakan di Bekasi tanggal 19 Oktober 2006; (2)
Mengetahui pemahaman para pengikut Jam’iyyatul Islamiyah
tentang pokok-pokok ajaran Islam seperti konsep tauhid,
salat, puasa, zakat, umrah, dan ibadah haji; dan (3)
Mengetahui respon masyarakat dan organisasi Islam
khususnya Majelis Ulama Indonesia tentang eksistensi
Jam’iyyatul Islamiyah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan bagi berbagai pihak dalam memahami keberadaan
Jam’iyyatul Islamiyah; dan bagi Departemen Agama serta
Majelis Ulama Indonesia (MUI) diharapkan sebagai masukan
untuk mencari model pembinaan terhadap organisasi-
organisasi keagamaan Islam.
Pelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data
dikumpulkan di lapangan atau lokasi penelitian sebagai raw
data, tanpa diatur untuk kepentingan penelitian. Sebagai
instrumen kunci, data dikumpulkan oleh peneliti melalui
kajian berbagai dokumen, observasi perilaku orang yang
diteliti, dan wawancara mendalam. Sebagai penelitian dengan
pendekatan kualitatif, maka data atau fenomena dimaknai
dari perspektif subyek yang diteliti, makna-makna yang
diberikan subyek, serta arti subjektif (subjective meaning)
terhadap berbagai fenomena yang terkait dengan masalah
penelitian. (Creswell, 2007).
Pengumpulan data dilakukan dengan menerapkan
prinsip triangulasi1 yaitu melalui wawancara, pengamatan

1
Triangulasi (triangulation) adalah penggunaan lebih dari satu metode atau
sumber data dalam studi-studi tentang fenomena sosial. Terminologi ini antara lain
dikembangkan oleh Denzin (1970) merujuk pada satu penelitian yang menggunakan
beberapa observer, beberapa perspektif teoritis, beberapa sumber data, dan lebih
dari satu metodologi. Namun tetap ada penekanan pada satu metodologi yang
dominan dan satu sumber data utama. Triangulasi seringkali

123
lapangan dan kajian pustaka. Lokasi penelitian yang dipilih
adalah wilayah Jakarta dan sekitarnya tempat sekretariat DPP
Jam’iyyatul Islamiyah serta sekitar Masjid Ar-Ridlo Baiti
Jamak Islamiyah yang terletak di Jl. Al Husna Cikunir Jakarta
Timur.
B. Kajian Terdahulu

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, telah 3 (tiga) kali


melakukan penelitian tentang Jam’iyyatul Islamiyah. Tahun
1995 dua orang peneliti Puslitbang Kehidupan Beragama yaitu
H. Sudjangi dan M. Zaenuddin Daulay melakukan penelitian
Jam’iyyatul Islamiyah di Provinsi Jambi. Hasil penelitian
antara lain menyebutkan bahwa persoalan paling krusial
terkait dengan Jam’iyyatul Islamiyah adalah tentang pro dan
kontra ajaran Jam’iyyatul Islamiyah. Di satu pihak ada
sebagian kecil kelompok masyarakat yang menganggap
ajarannya sesat karena bersumber dari pengajian Urwatul
Wusqo yang pernah dilarang. Di pihak lain tidak menilai
Jam’iyyatul Islamiyah sebagai penyebar ajaran sesat,
melainkan sebagai masalah khilafiah yang banyak terjadi di
kalangan umat Islam khususnya terkait dengan tarekat,
hakikat, dan makrifat.
Tahun 1998 dilakukan kembali penelitian oleh Mursyid
Ali dan Umar R. Soeroer di Bengkulu. Tidak jauh dengan
kesimpulan penelitian sebelumnya, penelitian tersebut
menyebutkan keresahan masyarakat karena issu yang
berkembang menyatakan bahwa ajaran Jam’iyyatul Islamiyah

dikaitkan dengan strategi penelitian kuantitatif, namun demikian triangulasi juga


dapat diterapkan dalam strategy penelitian kualitatif. Sebagai contoh seorang
etnografer seringkali harus mengecek hasil pengamatan lapangannya melalui
interview untuk meyakinkan bahwa tidak ada missunderstanding terhadap fenomena
yang telah dilihatnya (Alan Bryman; 2001: 275).

124
sesat. Namun keresahan tersebut hanya terbatas pada
perbedaan pandangan atau penafsiran tentang ajaran Islam
dan tidak sampai mengganggu keamanan serta ketertiban
masyarakat. Rekomendasi hasil penelitian antara lain
menyatakan bahwa kalangan internal Jam’iyyatul Islamiyah
perlu meluruskan pandangan masyarakat tentang tuduhan
yang dilontarkan, menindak pihak internal jika ada yang
berkontribusi dalam penyebaran issu sesat, serta membenahi
organisasi.
Ungkapan senada bahwa ada dugaan sesat dalam ajaran
Jam’iyyatul Islamiyah juga ditemukan dalam hasil penelitian
Dr. Duski Samad dosen IAIN Imam Bonjol Padang. Melalui
sebuah penelitian individual yang dilaksanakan tahun 1997
Duski Samad menyebutkan bahwa keberadaan Jam’iyyatul
Islamiyah di Kota Padang terjadi sekitar tahun 1989 melalui
beberapa pengusaha dan pejabat Pemerintah Daerah yang
mengenal Buya Karim Jamak. Karena itu tidak heran jika
ajaran Jam’iyyatul Islamiyah menyebar di lingkungan elit dan
masyarakat luas. Terkait dengan penyebaran ajaran tersebut,
muncul protes dari sebagian masyarakat terutama terhadap
ajaran yang menyatakan bahwa semua yang ada di alam ini
adalah Allah (Wawancara melalui email dengan Duski Samad,
tanggal 11 Oktober 2008).
Keresahan masyarakat di wilayah Sumatera Barat
sebagaimana diungkap dalam penelitian tersebut di atas
ternyata terus berlanjut. Keresahan dipicu oleh rencana
Jam’iyyatul Islamiyah untuk meresmikan masjid Baitul Izza
Baiti Jamak Islamiyah yang berlokasi di Jl. Proklamasi Nomor
55–57 Padang. Masjid dengan arsitektur khas Minang tersebut
rencananya akan diresmikan oleh Walikota. Namun rencana
peresmian masjid tersebut ditentang oleh masyarakat
setempat setelah beredar selebaran yang menyebutkan ada
kesesatan dalam ajaran yang dikembangkan oleh Jam’iyyatul

125
Islamiyah. Sebagaimana issu yang telah lama berkembang,
kesesatan itu dialamatkan kepada ajaran yang dikembangkan
oleh Darussamin Datuk Pangko Sinaro. Hasil kajian antara
lain merekomendasikan agar Jam’iyyatul Islamiyah
mengeluarkan semacam buku pegangan sehingga issu sebagai
sesat akan terbantahkan (Kustini dan Sri Sulastri, 2007).
Penelitian yang dilakukan saat itu tidak terlepas dari
temuan penelitian sebelumnya. Rekomendasi sebelumnya
antara lain bahwa harus ada reorganisasi, penyusunan buku
pedoman ajaran Jam’iyyatul Islamiyah, maupun pembinaan
ajaran oleh MUI telah dilakukan oleh Jam’iyyatul Islamiyah.
Bahkan Jam’iyatul Islamiyah menyatakan telah melakukan
perubahan paradigma dalam mengembangkan ajaran
maupun organisasi. Untuk itulah penelitian ini dilakukan
guna melihat secara mendalam kondisi Jam’iyyatul Islamiyah
setelah melakukan reposisi dan menerima bimbingan dari
Majelis Ulama Indonesia (MUI).
C. Kerangka Pemikiran

Dalam menggambarkan gerakan keagamaan Islam di


Indonesia, Deliar Noer (1996: 320-323) membedakan antara
golongan tradisional dan modern atau pembaharu. Golongan
tradisional lebih memusatkan perhatian pada soal-soal agama,
din, atau ibadah belaka. Islam seakan sama dengan fiqih,
mengakui taqlid dan menolak ijtihad. Sebaliknya golongan
pembaharu lebih memberi perhatian terhadap sifat Islam pada
umumnya. Islam sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan.
Islam juga berarti kemajuan, dan agama diyakini tidak akan
menghambat usaha mencari ilmu pengetahuan,
perkembangan sains, dan kedudukan perempuan.
Perbedaan paham antara kedua kelompok atau aliran
tersebut seringkali berkembang menjadi perselisihan tajam,
bukan hanya pada awal kemunculan gerakan tersebut yaitu

126
tahun 1900-an, melainkan terus berkembang hingga Indonesia
merdeka. Konflik atau perselisihan tersebut terjadi antara lain
karena sebagai gerakan yang mulai terorganisasikan, kedua
pihak tidak dapat menghindarkan diri dari proses “ideologi-
sasi” aliran masing-masing. Perselisihan menjadi lebih
mengental ketika masing-masing pihak terlibat dalam
kepentingan politik (Thalkhah dan Aziz, 1996; 7).
Pengelompokan gerakan keagamaan Islam juga dibahas
oleh Thalkhah dan Aziz (1996) sehingga memunculkan apa
yang disebut gerakan keagamaan kontemporer. Gerakan
Islam kontemporer dapat dilihat secara evolutif sebagai proses
sejarah yang telah membuka kesempatan besar bagi
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Thalkhah dan Aziz, 1996; 9). Dengan menganalisis
kasus-kasus gerakan keagamaan yang dikelompokkan sebagai
gerakan keagamaan kontemporer, Thalkhah dan Aziz
mengidentifikasi empat fakor yang melatarbelakangi
kelahiran gerakan Islam kontemporer yaitu: (1) pandangan
tentang pemurnian agama sebagai salah satu tema menarik
untuk mengembangkan gerakan keagamaan, dan (2) sikap
terhadap establishment keagamaan (gerakan keagamaan
kontemporer muncul dengan semangat mendobrak
establishment khususnya yang berkaitan dengan struktur taqlid
berbagai kelompok Islam), (3) pandangan tentang sistem
kemasyarakatan yang diidealisasikan, dan (4) sikap terhadap
pengaruh Barat dalam bentuk upaya sejumlah tokoh Islam
yang menghendaki agar ajaran Islam bersih dari pengaruh
kebudayaan Barat.
Dari identifikasi tersebut terlihat bahwa sebab-sebab
kemunculan gerakan keagamaan kontemporer ternyata tidak
homogen. Demikian juga perkembangan masing-masing
gerakan keagamaan tidaklah seragam. Ada gerakan
keagamaan yang bertahan dan tetap berkembang di berbagai

127
daerah. Namun ada juga gerakan keagamaan yang walaupun
dari segi formal organisasi tidak berubah, tetapi karena
berbagai faktor internal maupun eksternal, gerakan
keagamaan tersebut telah mengubah pandangan agar tetap
survive.
Bagi Jam’iyyatul Islamiyah, perubahan pandangan
tersebut disebut dengan istilah perubahan paradigma
sehingga organisasi berjalan dengan paradigma baru.2 Dalam
ilmu sosial, paradigma diartikan sebagai pandangan
fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan
(subject matter) disiplin ilmu tertentu. Thomas Kuhn
mendefinisikan paradigma sebagai gambaran fundamental
mengenai masalah pokok dalam ilmu tertentu (Ritzer dan
Goodman, 2003; A-10). Jika dikaitkan dengan fenomena
Jam’iyyatul Islamiyah, perubahan paradigma tersebut dapat
dipahami sebagai perubahan pandangan Jam’iyyatul
Islamiyah dari ajaran Buya K.H. Karim Djamak yang sebagian
ajaran tersebut dikembangkan secara keliru oleh para
pengikutnya, menuju ajaran yang lebih inklusif dan
akomodatif sejalan dengan pandangan yang diarahkan
Majelis Ulama Indonesia maupun Departemen Agama RI
sebagai pembina teknis. Perubahan paradigma tersebut,
sebagaimana dinyatakan dalam Anggaran Dasar, dapat
diartikan sebagai perubahan eksistensi Jam’iyyatul Islamiyah
untuk tidak berafiliasi secara politis kepada kelompok
tertentu.

2
Pernyataan “paradigma baru” diungkapkan dalam butir 2 Perintah
Jam’iyyatul Islamiyah kepada seluruh pemuka dan jamaah yang berbunyi:
Mensosialisasikan paradigma baru kepada seluruh jamaah Jam’iyyatul Islamiyah.
Namun dalam uraian selanjutnya tidak disebutkan secara spesifik apa yang
dimaksud dengan paradigma baru tersebut.

128
BAB II
MENGENAL JAM’IYYATUL ISLAMIYAH

A. Sejarah Berdirinya Jam’iyyatul Islamiyah

J
am’iyyatul Islamiyah adalah organisasi kemasyara-
katan yang didirikan dan tunduk kepada ketentuan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kema-syarakatan. Organisasi ini
bergerak dalam bidang pengajian, bersifat nonpolitis dan
terbuka, berfungsi sebagai wadah pembinaan dan
pengembangan usaha dakwah Islam. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah serta
membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang adil dan
makmur baik lahir maupun batin. Usaha yang dilakukan
untuk mencapai tujuan antara lain mengadakan kegiatan
dakwah dan pendidikan, mengadakan kegiatan sosial, serta
mendirikan masjid, musolla, dan balai pengajian.3
Jam’iyyatul Islamiyah berasal dari sebuah kelompok
pengajian yang dipimpin Karim Djamak dan diberi nama
Urwatul Wusqo. Ketika Urwatul Wusqo dibubarkan pada
tahun 1963, Karim Djamak bergabung dengan Partai Syarikat
Islam Indonesia (PSII) Cabang Kerinci dan berkedudukan
sebagai Ketua Syari’ah Wal Ibadah PSII Cabang Kerinci,
diangkat berdasarkan Surat Nomor 08/R.P/PSII-Tjb.K/1968.
Tanggal 15 Juni 1968 Karim Djamak menyatakan keluar dari
PSII untuk kemudian bergabung ke Sekretariat Bersama
Golkar. Hari Jumat 12 Maret 1971 bertepatan dengan tanggal
14 Muharram 1391 H atas prakarsa Karim Djamak beserta

3
Disarikan dari Anggaran Dasar Jam’iyyatul Islamiyah Pasal 3 sampai
Pasal 8.

129
Mayor Minha Rafat, Ketua Sekber Golkar Kabupaten Kerinci
didirikan Jam’iyyatul Islamiyah Keluarga Besar Sekber
Golkar. Sesuai dengan suasana politik saat itu Golkar sedang
berada di puncak kejayaannya, maka resmilah semua anggota
pengajian di bawah pimpinan Karim Djamak di Indonesia
bergabung dengan Sekretariat Bersama Golkar.
Konsekuensinya adalah bila tidak ikut bergabung dianggap
keluar dari pengajian Jam’iyyatul Islamiyah.
Dengan penggabungan kelompok pengajian pimpinan
Karim Djamak dengan Sekretariat Bersama Golkar, sekaligus
mengukuhkan pendirian bahwa Jam’iyyatul Islamiyah tidak
lagi bergabung dengan organisasi Urwatul Wusqo di bawah
pimpinan Alamsyah. Pendirian tersebut dikuatkan melalui
pertemuan tanggal 15 Januari 1975 yang dihadiri oleh Karim
Djamak, kelompok pengajian Urwatul Wusqo, Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan Kerinci, Muspida Tingkat
Kabupaten Kerinci dan Tim Laksusda Sumatera Selatan. Hasil
pertemuan tersebut ditetapkan dalam surat Penetapan
Penyampaian Perkara Nomor Kep-01/H527/II/1976. Dengan
demikian organisasi pengajian yang dipimpin Karim Djamak
tidak lagi dikaitkan dengan pengajian Urwatul Wusqo.
Pada awal berdiri, Jam’iyyatul Islamiyah sangat lekat
dengan tokoh pendirinya yaitu K.H. Abdul Karim Djamak
Gelar Timah Daharo Tonggak Negeri Tiang Agama, atau lebih
dikenal dengan sebutan Buya K.H.A. Karim Djamak. Dari
berbagai literatur digambarkan tokoh Buya K.H. Karim
Djamak sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di keluarga
yang taat beragama. Tidak ada catatan atau dokumen yang
secara eksplisit menyebutkan tanggal lahir Karim Djamak.
Tetapi dari sebuah dokumen yang ditandatangani tahun 1994
menyebutkan umur beliau saat itu 87 tahun. Dengan demikian
bisa diperkirakan bahwa beliau lahir sekitar tahun 1907.

130
Buya, demikian beliau biasanya disapa oleh para
anggota Jam’iyyatul Islamiyah, tidak pernah bersekolah
formal karena waktu itu tidak ada tempat untuk sekolah.
Tetapi sejak umur 7 tahun, selama sekitar 14 tahun belajar
tentang agama Islam di Dusun Mendapo Rawang Maliki, Air
Besar, Koto Teluk, Sungai Penuh, Kerinci, Provinsi Jambi. Ia
belajar mengaji, ilmu fiqih, tauhid, dan tasawuf. Yang
bertindak sebagai guru adalah beberapa cerdik pandai yang
sekaligus merupakan orang tua dan kerabat Abdul Karim
Djamak, antara lain H. Maktib (seorang hakim pada zaman
Belanda), H. Muhammad Thaib (kakek, bapak dari ibunya),
Kyai H. Karim Ahmad (kakek, paman kandung dari ibunya),
serta belajar agama dari Tengku Muhammad Jum’at (ayah
Karim Djamak, seorang ulama besar di Desa Tanjung
Rawang).
Setelah memperoleh pengetahuan keagamaan yang
cukup, Karim Djamak merasa terpanggil untuk
menyampaikan dakwahnya kepada umat Islam lainnya.
Ketika usia Karim Djamak mencapai 20 tahun, ia dipercaya
oleh orang tuanya untuk mengajarkan tadarus al-Quran.
Setelah dinilai mampu, Karim Djamak dilepas untuk
mengajarkan al-Quran tanpa didampingi oleh orang tuanya.
Atas kepandaiannya itu pula pemuka adat setempat
mempercayakan Karim Djamak untuk memegang jabatan
sebagai pemangku adat dengan gelar Timah Daharo Tonggak
Negeri Tiang Agama. Sejak Desember 1949 pengajian yang
dipimpin K.H. Karim Djamak dihadiri oleh orang-orang yang
ingin belajar agama Islam, bukan saja mereka yang datang
dari Kabupaten Kerinci, tetapi ada juga yang datang dari
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, serta Nusa Tenggara Barat.

131
B. Penolakan terhadap Keberadaan Jam’iyyatul Islamiyah
Perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah tidaklah linier
melainkan penuh dinamika sesuai dengan kondisi sosial
politik yang terjadi di Indonesia.4 Dari sisi internal organisasi,
kondisi politik yang berpengaruh terhadap perkembangan
Jam’iyyatul Islamiyah terlihat ketika bergabung dengan
Sekber Golkar yang bernaung dalam Majelis Dakwah
Islamiyah Golkar. Sementara itu, dari sisi eksternal yang
cukup memberi warna terhadap perkembangan organisasi
adalah penolakan berbagai kelompok terhadap keberadaan
Jam’iyyatul Islamiyah. Penolakan tersebut antara lain
diwujudkan dalam bentuk:
1. Surat Keputusan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor:
KEP-B.92/J.3.3/ 11/1981 tanggal 30 Nopember 1981
tentang Larangan Ajaran Jam’iyyatul Islamiyah yang
dikarang oleh K.H. Karim Djamak
Diperbanyak/Dikembangkan oleh Darussamin Datuk
Pangka Sinaro. Salah satu butir dari Surat Keputusan
tersebut menyatakan bahwa mewajibkan kepada yang
menyimpan, memiliki Buku Keluarga Besar Jam’iyyatul
Islamiyah yang dikarang oleh K.H.A. Karim Djamak
diperbanyak/dikembangkan oleh Darussamin Datuk
Pangka Sinaro tersebut di atas untuk menyerahkan kepada

4
Kumpulan dokumen tentang berbagai penolakan terhadap keberadaan
Jam’iyyatul Islamiyah dapat dilihat pada Memorandum Jam’iyyatul Islamiyah &
Penggagalan Peresmian Penggunaan Masjid Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah, Jl.
Proklamasi 55–57 Padang. Memorandum tersebut juga memuat bukti-bukti tertulis
sebagai counter dari Jam’iyyatul Islamiyah terhadap tuduhan adanya aliran sesat
atau penolakan terhadap buku yang dikarang Darussamin Datuk Pangka Sinaro.
Bukti tertulis dimaksud antara lain surat pernyataan dan permohonan Darussamin
Datuk Pangka Sinaro kepada Ketua DPD Jam’iyyatul Islamiyah Tingkat I Sumatera
Barat di Padang tanggal 9 Agustus 1993, surat dari 19 (sembilan belas) Kepala Desa
di Kabupaten Kerinci yang berisi pernyataan bahwa keberadaan Jam’iyyatul
Islamiyah di bawah pimpinan K.H.A. Karim Djamak tidak pernah meresahkan
warga.

132
Kejaksaan Negeri setempat atau Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat;
2. Surat Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor B-
200/J.3/11/1985 tertanggal 27 Nopember 1985 Perihal
Keterangan Lanjut Press Release Kepala Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat tentang Pengajian Jam’iyyatul Islamiyah.
Dalam Surat Kejaksaan tersebut dinyatakan bahwa Kepala
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat tidak pernah melarang
Jam’iyyatul Islamiyah yang diasuh oleh Buya K.H.A.
Karim Djamak secara keseluruhan tetapi hanya melarang
ajaran Jam’iyyatul Islamiyah yang berpedoman kepada
Buku Keluarga Besar Jam’iyyatul Islamiyah yang
diperbanyak oleh Darussamin Datuk Pangka Sinaro.
3. Keputusan Kejaksaan Negeri Sungai Penuh Nomor: KEP-
02/0.5.12/Dsb.1/ 11/1995 tanggal 17 Nopember 1995
tentang Larangan terhadap Ajaran dan Kegiatan
Jam’iyyatul Islamiyah. Dalam konsideran “menimbang”
dijelaskan bahwa K.H. Karim Djamak telah mencerite-
rakan, mengajarkan kepada pengikut-pengikutnya, meng-
ambil ayat Al Qur’an secara terpotong-potong dan
menafsirkan ayat Al Qur’an menurut pendapatnya sendiri
sehingga menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam.
Ajaran K.H. Karim Djamak yang dianggap menyimpang
antara lain Nabi Muhammad ada dua yaitu: (1)
Muhammad bin Abdullah (Nabiyyil Ummi) telah
meninggal dan ada kuburannya di Madinah; (2)
Muhammad Abdi Rasulullah yang bukan laki-laki dan
bukan perempuan, tidak binasa dan ada makamnya di
Ka’bah. Ajaran menyimpang lainnya, menurut Surat
Keputusan Kejaksaan tersebut, adalah bahwa K.H. Karim
Djamak mengajarkan dalam pelaksanaan shalat harus
menghadirkan diri seolah-olah berada di Baitullah dan
Allah beserta Rasulnya berada dalam Ka’bah.

133
4. Sikap Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera
Barat yang dikeluarkan melalui surat Nomor 1.52/MUI-
SB/VI/1995 tertanggal 15 Juni 1995 yang menyatakan
bahwa Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang ada di
Provinsi Sumatera Barat sebagian ajarannya sesat lagi
menyesatkan dan karenanya MUI tidak dapat mengakui
keberadaannya, serta mendukung SK Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat yang melarang kegiatan organisasi ini
sejak tahun 1981.
Masih di wilayah Sumatera Barat, aksi penolakan
terhadap Jam’iyyatul Islamiyah terjadi dalam bentuk
penolakan peresmian Masjid Baitul Izza Baiti Jamak
Islamiyah. Peresmian masjid tersebut direncanakan dilaksa-
nakan tanggal 19 September 2006. Proses pembangunan
masjid tersebut bermula dari keinginan keluarga besar Rose
untuk memanfaatkan bangunan rumah keluarga tersebut agar
semaksimal mungkin digunakan untuk pemersatu seluruh
kaum dan umatnya yaitu melalui sebuah masjid. Proses
pengalihan dari rumah tinggal menjadi masjid telah disetujui
oleh Walikota Padang melalui Keputusan Walikota Padang
Nomor 152 Tahun 2006 tentang Pengukuhan Masjid Baitul
Izza Baiti Jamak Islamiyah Buya K.H. Abdul Karim Djamak
Kelurahan Alang Laweh Kecamatan Padang Selatan. Namun
rencana untuk penggunaan masjid tersebut ditentang oleh
umat Islam dengan mengadakan demo dan mengeluarkan
selebaran yang menyebutkan bahwa ajaran Jam’iyyatul
Islamiyah sesat. Bagi masyarakat umum, penolakan
penggunaan masjid dilatarbelakangi dugaan penyebaran
aliran sesat oleh Jam’iyyatul Islamiyah. Sementara bagi
pejabat Departemen Agama, penolakan merupakan sesuatu
yang lumrah karena prosedur pendirian masjid tersebut
belum sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur pada
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam

134
Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 (Kustini dan Sri
Sulastri, 2006).

C. Struktur Organisasi dan Susunan Pengurus


Sebagaimana sebuah organisasi sosial kemasyarakatan,
Jam’iyyatul Islamiyah telah terdaftar di Departemen Dalam
Negeri tertanggal 5 Agustus 1994. Pendaftaran tersebut
kemudian diperbarui pada bulan Februari 2007 dan saat ini
Jam’iyyatul Islamiyah terdaftar dalam buku Direktori
Organisasi Kemasyarakatan Tahun 2007 yang diterbitkan oleh
Direktorat Fasilitasi Organisasi Politik dan Kemasyarakatan
Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam
Negeri RI.
Dalam Anggaran Dasar Jam’iyyatul Islamiyah Bab VIII
Pasal 11 disebutkan bahwa struktur organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah terdiri atas Organisasi Tingkat Pusat yang
dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Pusat, Organisasi Tingkat
Provinsi yang dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah
Tingkat Provinsi, Organisasi Tingkat Kota/Kabupaten yang
dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Tingkat
Kota/Kabupaten, Organisasi Tingkat Kecamatan yang
dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Cabang, dan Organisasi
Tingkat Desa/Kelurahan yang dilaksanakan oleh Dewan
Pimpinan Ranting. Sebagaimana tercatat dalam Direktori
Organisasi Kemasyarakatan Tahun 2007, Jam’iyyatul
Islamiyah telah memiliki perwakilan pengurus di 15 DPD I,
dan 45 DPD II.
Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah
berkedudukan di Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan
Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah Nomor Kep-
01/DPP-JmI/IV/2008 tentang Komposisi dan Personalia

135
Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah Masa Bakti
2008–2013 kompoisisi dan personalia Dewan Pimpinan Pusat
Jam’iyyatul Islamiyah terdiri atas: Dewan Penasehat,
Pengurus Harian, Departemen Dakwah, Departemen
Organisasi, Departemen Humas, Departemen Pelatihan,
Departemen Penelitian dan Pengembangan, Departemen
Organisasi, Departemen Humas, Departemen Pelatihan,
Departemen Wanita, Departemen Pembinaan Pemuda,
Departemen Kesehatan, Departemen Pembangunan, dan
Departemen Hukum.
Pengurus Harian Jam’iyyatul Islamiyah periode 2008–
2013 adalah sebagai berikut:
Ketua Umum : Dr. H. Aswin Rose
Ketua I : Ir. H. Maulana Ibrahim, MBA.
Ketua II : Ir. H. Sutadi Soeparlan, M. Sc.
Sekretaris Jenderal : Dr. H. Syaikhu Usman
Wakil I Sekjen : Ir. H. Ari Permadi, MLA
Wakil II Sekjen : H.R.M. Ridwan Tarmizi
Bendahara : Drs. H. Ahmad Adri, AK, MBA
Wakil I Bendahara : Hj. Nyta S. Julia, SE
Wakil II Bendahara : Ir. Hj. Vera Sandriaty Kinan
Jika dibandingkan dengan susunan Pengurus Harian
masa bakti 2003 – 2008 per 1 Desember 2006, maka susunan
pengurus harian hampir tidak ada perubahan atau pergantian
personil yang mencolok kecuali perpindahan kedudukan saja.
Sebagai contoh Sekretaris Jenderal masa bakti sebelumnya
maupun sekarang masih dipegang oleh Dr. H. Syaikhu
Usman. Sementara Wakil I dan Wakil II Sekjen yang
sebelumnya adalah H.R.M. Ridwan Tarmizi dan Ir. H. Ari
Permadi, MLA bertukar posisi sehingga Ir. H. Ari Permadi,
MLA menjadi Wakil I dan H.R.M. Ridwan Tarmizi menjadi
Wakil II. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ke depan,

136
setidaknya dalam masa 5 tahun, organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah akan tetap dipimpin oleh orang-orang yang
sebelum-nya telah menunjukkan kemampuannya untuk
mengelola Jam’iyyatul Islamiyah.
Sosok Pimpinan Jam’iyyatul Islamiyah
Eksistensi suatu organisasi tidak akan lepas dari
kemampuan dan sosok pemimpinnya. Dalam organisasi
sosial tradisional maupun modern, sosok pemimpin menjadi
salah satu aspek yang ikut mempengaruhi maju mundurnya
suatu organisasi. Menurut Weber, otoritas karismatik
menunjuk pada daya tarik pribadi yang ada pada pemimpin
meliputi karakteristik pribadi yang memberikan inspirasi bagi
para pengikutnya. Dalam kaitannya dengan teologi, Weber
mengindikasikan bahwa otoritas seorang pemimpin
merupakan bakat rahmat yang secara bebas diberikan Allah
kepada orang-orang tertentu (Johnson; 1986: 229)
Dalam Jam’iyyatul Islamiyah, pentingnya keberadaan
pemimpin yang memiliki otoritas karismatik telah terbukti
melalui peran yang diberikan Buya K.H.A, Karim Jamak.
Nama–nama masjid misalnya, sangat lekat dengan nama Buya
K.H.A. Karim Jamak. Di Jakarta misalnya, Masjid Jam’iyyatul
Islamiyah diberi nama Majid Ar-Ridlo Baiti Jamak Islamiyah
yang terletak di Jl. Al Husna Cikunir. Di Batam diberi nama
Masjid Baiturrahim Baiti Jamak Islamiyah, dan di Palembang
diberi nama Masjid Baitul Atiq Baiti Jamak Islamiyah. Bentuk
penghormatan lain terhadap tokoh tersebut, banyak anggota
Jam’iyyatul Islamiyah yang memasang foto-foto Buya K.H.A.
Karim Djamak di rumah-rumah atau di masjid. Dalam
beberapa hal, ekspressi anggota Jam’iyyatul Islamiyah
terhadap tokoh pendiri Jam’iyyatul Islamiyah dianggap
berlebihan sehingga menimbulkan kesan kultus individu.

137
Keberadaan Jam’iyyatul Islamiyah saat ini tidak terlepas
dari sosok ketua umumnya yaitu Aswin Rose. Uraian berikut
ini menjelaskan secara singkat riwayat hidup maupun
pengalaman Ketua Umum DPP Jam’iyyatul Islamiyah. Dr. H.
Aswin Rose terlahir di Padang Sumatera Barat pada tanggal
8 Juli 1945. Menyelesaikan pendidikan S1 dalam ilmu
kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonensia.
Pada tahun 1972 beliau memperoleh amanat untuk bertugas
sebagai tenaga paramedis pada rombongan haji sekaligus
mendampingi perjalanan suci Ketua Umum Golkar Bpak
Amir Murtono (almarhum).
Perkenalan dengan Jam’iyyatul Islamiyah bermula
ketika beliau bertemu dengan Buya K.H.A. Karim Djamak di
Jakarta. Memalui perbincangan singkat, Aswin Rose mulai
tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang Jam’iyyatul
Islamiyah dan pendalaman hakekat agama Islam sebagai-
mana yang diterangkan Buya K.H.A. Karim Djamak. Sejak
saat itu Aswin Rose banyak berkanalan dengan tokoh-tokoh
nasional seperti K.H. Tohir Ahmad Wijaya (Ketua MUI) dan
tokoh lokal seperti H. Mansoer Daoed Datuk Palimo Kayo
sseorang pemuka adat di Padang.
Ketertarikan Aswin Rose untuk mendalami ajaran
agama tercermin dalam pergaulannya dengan banyak
kalangan dan cendekiawan muslim seperti Prof. Dr. Ibrahim
Husen, LML, Dr. Hj. Maria Ulfa, MA dan KH. Hasan Basri.
Melalui Aswin Rose pula maka pada tahun 1985 Buya K.H.A.
Karim Djamak dapat berkenalan dengan Ketua MUI KH.
Hasan Basri dan Prof. Dr. Ibrahim Husein, LML.
Mulai tahun 1990-an Aswin Rose dipercaya menjadi
dokter pribadi bagi beberapa menteri antara lain Menteri PU
Prof. Ir. Sutami dan Menko Kesra Azwar Anas. Berkali-kali
Aswin Rose pergi ke tanah suci baik atas inisiatif sendiri

138
maupun dalam rangka mendampingi dan melayani kesehatan
para pejabat yang kebetulan hendak menunaikan ibadah haji
maupun umroh. Pengalaman yang sangat berkesan dalam
perjalanannya ke tanah suci adalah ketika tanggal 14 Agustus
2007 bertepatan dengan 1 Sya’ban 1428 H, Aswin Rose
memperoleh kesempatan untuk masuk Ka’bah atas undangan
Prince Sa’ud Bin Abdullah Bin Mansur Al Jalawi Al Sa’ud.
Pengalaman spiritual ini terulang kembali karena pada 2008
ini Aswin Rose mempeoleh kesempatan yang sama atas
undangan Prince Sa’ud Bin Abdullah Bin Mansur Al Jalawi Al
Sa’ud untuk kembali menunaikan ibadah haji dan masuk ke
Ka’bah.
Bagi para anggota Jam’iyyatul Islamiyah, Aswin Rose adalah
sosok pemimpin yang penuh kharisma dan disegani.
Penampilan fisik yang sederhana, kulit putih dan gemar
menggunakan pakaian warna putih menambah
kewibawaannya. Kehadiran dan tausyiahnya selalu dinantikan
oleh seluruh anggota Jam’iyyatul Islamiyah. Ketika selesai
mengimami shalat Isa dan shalat tasbih berjamaah pada malam
bulan ramadlan, Aswin Rose serta istrinya perlahan keluar
dari masjid menuju mobil yang sudah siap di halaman. Sambil
berjalan menuju mobil, Aswin Rose tak henti-hendi menyalami
jamaah, laki-laki maupun perempuan, anak-anak serta orang
dewasa, yang dengan sengaja mencari kesempatan untuk
bertemu lebih dekat dengan pemimpinnya. Semua menyalami
dan mencium tangan sambil membungkukkan badan. Kepada
anak–anak kecil, Aswin Rose menyalami dengan tangan kanan
sementara tangan kirinya mengelus-elus kepala si anak
layaknya seorang bapak kepada anak kesayangannya
(Pengamatan di Masjid Ar-Ridlo Baiti Jamak Islamiyah
tanggal 25 September 2008).

139
140
BAB III
MENUJU PARADIGMA BARU
JAM’IYYATUL ISLAMIYAH

A. Perubahan Paradigma Organisasi

P
enolakan terhadap keberadaan Jam’iyyatul
Islamiyah yang dilatarbelakangi adanya dugaan
sesat yang disebarkan Jam’iyyatul Islamiyah, telah
mendorong para pimpinan Jam’iyyatul Islamiyah untuk
berbenah dan membuktikan bahwa dugaan-dugaan sesat itu
tidak benar. Terkait dengan berbagai penolakan tersebut, para
pengikut Jam’iyyatul Islamiyah menyadari bahwa para
pendahulu sebagai cikal bakal organisasi pengajian
Jam’iyyatul Islamiyah telah meninggal dunia. Sementara itu
untuk menjaga kelestarian ajarannya tidak atau belum memi-
liki buku yang dapat dijadikan pedoman baku. Satu-satunya
pedoman tertulis yang disebut-sebut sebagai pegang-an bagi
seluruh anggota Jam’iyyatul Islamiyah adalah tulisan berupa
catatan Rukun Sembahyang karangan Darussamin Datuk
Pangka Sinaro. Namun karena buku itulah maka Jam’iyyatul
Islamiyah dituduh menyebarkan aliran sesat. Ketika pada
tanggal 3 Juni 1994 Prof. K.H. Ibrahim Husen M.L.M menjadi
pelindung organisasi ini, beliau memerintahkan kepada
Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah di Jakarta
untuk membuat instruksi ke seluruh jajaran Jam’iyyatul
Islamiyah di Indonesia agar tulisan tersebut tidak diperguna-
kan sebagai pedoman dalam beribadah (Kata Pengantar Buku
Pedoman Jam’iyyatul Islamiyah, Edisi Revisi, 2008 ).

141
Setelah melalui berbagai pertimbangan dan pemikiran
yang cukup mendalam, DPP Jam’iyyatul Islamiyah menyadari
perlunya perubahan paradigma baru organisasi,
meninggalkan paradigma lama dan menyongsong paradigma
baru. Perubahan paradigma itu dilakukan melalui Muktamar
Luar Biasa yang dilaksanakan tanggal 19 Oktober 2006 di
Bekasi. Secara khusus, latar belakang diadakannya Muktamar
Luar Biasa adalah terjadinya penggagalan peresmian masjid
Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah di Padang pada tanggal 19
September 2006 (Wawancara dengan Ketua I DPP Jam’iyyatul
Islamiyah Maulana Ibrahim tanggal 26 Oktober 2008).
Dalam sejarah perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah,
Muktamar Luar Biasa tersebut bukanlah yang pertama.
Sebelumnya telah dilakukan satu kali Muktamar Luar Biasa
dan dua kali Muktamar rutin. Secara kronologis, pelaksanaan
muktamar tersebut adalah: (1) Muktamar I yaitu Muktamar
Luar Biasa tanggal 27 Agustus 1986; (2) Muktamar II tanggal 1
Agustus 1993; (3) Muktamar III tanggal 23 Agustus 2003; dan
Muktamar IV yang merupakan Muktamar Luar Biasa
dilaksanakan tanggal 19 Oktober 2006. Sesuai dengan sifatnya,
maka Muktamar Luar Biasa yang dilakukan terakhir mencoba
untuk merangkum semua perubahan yang terdapat pada
muktamar-muktamar sebelumnya sehingga menghasilkan ke-
putusan yang sangat krusial yang kemudian ditetapkan
sebagai era perubahan paradigma baru Jam’iyyatul Islamiyah.
Perubahan dalam keorganisasian Jam’iyyatul Islamiyah
sesungguhnya telah dimulai setidaknya sejak tahun 1996.
Pada tahun tersebut diadakan musyawarah antara tokoh-
tokoh Jam’iyyatul Islamiyah se-Indonesia yang memutuskan
mengangkat Dr. H. Aswin Rose sebagai Ketua Umum dan Dr.
H. Syaikhu Usman sebagai Sekretaris Jenderal. Sejak saat itu
dilakukan berbagai langkah perubahan dan perbaikan internal
organisasi. Dalam bidang pengajian misalnya, Jam’iyyatul

142
Islamiyah secara bertahap mulai merekrut juru dakwah yang
berlatar belakang pendidikan formal agama Islam. Sampai
saat ini sedikitnya ada 18 (delapan belas) nama juru dakwah
Jam’iyyatul Islamiyah yang berlatar belakang sarjana agama
(S1, dan S2) yang bertugas di seluruh pelosok Indonesia.
Masih dalam rangka memantapkan pengetahuan dan
ajaran agama, Jam’iyyatul Islamiyah menghadirkan tokoh-
tokoh sebagai dewan penasehat yang tidak diragukan lagi
pengetahuan maupun pengamalan agamanya. Mereka adalah
Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, MA, Rektor UIN Alauddin
Makassar; Prof. Dr. H. Ahmad Sewang, seorang ahli sejarah;
dan Prof. Dr. H. Mohammad Amin, MA, ahli hadits. Dengan
kehadiran tokoh-tokoh tersebut diharapkan memudarkan
keraguan masyarakat terhadap ajaran yang disebarkan
Jam’iyyatul Islamiyah. Sementara dalam bidang organisasi,
Jam’iyyatul Islamiyah mengangkat dua tokoh nasional sebagai
Penasehat Kehormatan DPP Jam’iyyatul Islamiyah yaitu Dr.
Ir. H. Azwar Anas Datuk Rajo Sulaeman, dan Prof. Sri Edi
Swasono.
Perubahan paradigm juga terlihat dalam peran
pemimpin sentral atau Ketua Umum Jam’iyyatul Islamiyah.
Sebelumnya semua kebijakan ada di tangan Dr. Aswin tetapi
sekarang ada tim perumus yang menentukan langkah-
langkah keorganisasian. Semua keputusan yang akan di ambil
dalam organisasi Jam’iyyatul Islamiyah harus melalui rapat
tim perumus. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya
sikap yang menjurus ke kultus individu terhadap pimpinan.
Sikap ini sekaligus untuk menepis persepsi orang luar yang
menganggap Jam’iyyatul Islamiyah menempatkan pimpinan-
nya secara berlebihan (Wawancara dengan Ir. H. Maulana
Ibrahim, MBA. Ketua I Jam’iyyatul Islamiyah, tanggal 17
Nopember 2008).
B. Hasil-hasil Penting Muktamar Luar Biasa

143
Beberapa keputusan yang dihasilkan dalam Muktamar-
IV (Luar Biasa) diantaranya :
1. Dengan wafatnya Buya KH. Abdul Djamak pada 28 April
1996, maka tugas dan fungsi beliau sebagai Pembina
Organisasi tidak dilanjutkan lagi dan tanpa pengganti.
2. Jam’iyyatul Islamiyah yang dikembangkan oleh Bp.Darus-
Samin Datuk Pangka Sinaro (Alm) di Sumatera Barat,
tidak ada hubungannya dengan Jam’iyyatul Islamiyah
yang didirikan oleh Buya KH. Abdul Karim Djamak
maupun yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. H. Aswin
Rose.
3. Melanjutkan prioritas pembenahan (secara bertahap) yang
diawali dari Departemen Dakwah DPP Jml sampai dengan
tingkat paling bawah yakni menempatkan para ahli
berlatar belakang agama untuk bertugas sebagai pen-
dakwah.
4. Menghilangkan kebiasaan, atribut-atribut, gambar-gambar
dan foto-foto yang dapat dan selalu menimbulkan fitnah
dimasyrakat.
5. Mempertegas garis kebijakan organisasi menurut keten-
tuan dan tatacara berorganisasi sesuai peraturan dan
perundangan yang berlaku serta menyesuaikan dengan
derap langkah reformasi.
6. Melegalformalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga tentang:
 Nama, Waktu Pendirian dan Kedudukan Organisasi
Jam’iyyatul Islamiyah
 Kedaulatan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
 Sifat dan Fungsi Organisasi
 Azas dan Landasan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah

144
 Tujuan dan Usaha Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
 Atribut Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
 Keanggotaan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
 Struktur dan Susunan Kepengurusan Organisasi
Jam’iyyatul Islamiyah
 Permusyawaratan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
 Pengambilan Keputusan Organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah
 Keuangan dan Kekayaan Organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah
 Perubahan, Penambahan dan Penyesuaian Organisasi
Jam’iyyatul Islamiyah
 Pembubaran Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
 Aturan Pengalihan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
7. Mendaftarkan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah pada
Direktorat Jendral Kesbangpol (untuk tingkat pusat) dan
Dinas Kesbanglinmas (untuk tingkat daerah).
8. Meningkatkan kerjasama dan konsultasi dengan Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mulai dari tingkat pusat sampai
daerah, khususnya dengan MUI Pusat, MUI Provinsi
Sumatera Barat, Provinsi Jambi, dan Kabupaten Sungai
Penuh Kerinci.
B. Buku Pedoman Jam’iyyatul Islamiyah
Perubahan paradigma dalam organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah juga terlihat dari penyusunan Buku Pedoman
Jam’iyyatul Islamiyah yang diterbitkan oleh Dewan Pimpinan
Pusat Jam’iyyatul Islamiyah. Sebagaimana hasil kajian
sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menimbulkan
kesalah-pahaman masyarakat terhadap ajaran Jam’iyyatul
Islamiyah adalah karena tidak ada pedoman atau buku yang
menjelaskan ajaran Jam’iyyatul Islamiyah. Hasil penelitian
tersebut antara lain merekomendasikan agar Jam’iyyatul

145
Islamiyah menyusun buku pedoman sebagai counter terhadap
kesalahpahaman yang ada di masyarakat (Kustini, 2006).
Untuk menyusun Buku Pedoman tersebut, Jam’iyyatul
Islamiyah telah berkonsultasi dengan Prof. Dr. H. Azhar
Arsyad, MA, Rektor UIN Alauddin Makassar dan Prof. Dr. H.
Muhammadiyah Amin, MA, Rektor IAIN Sultan Amai
Gorontalo. Kedua tokoh tersebut merupakan penasehat
Departemen Dakwah DPP Jam’iyyatul Islamiyah.
Belajar dari pengalaman pahit penggagalan peresmian
masjid Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah di Padang tahun 2006
bahwa MUI dianggap memiliki peran cukup signifikan dalam
kasus tersebut (Kustini dan Sri Sulastri,2006; Memorandum
Jam’iyyatul Islamiyah & Penggagalan Peresmian Penggunaan
Masjid Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah di Padang), maka
para pengurus Jam’iyyatul Islamiyah mencoba mendekatkan
diri ke MUI dengan permohonan dapat dibina jika memang
ajaran mereka menyimpang dari ajaran Islam pada umumnya.
Dengan pertimbangan bahwa MUI merupakan lembaga yang
mewadahi komponen umat Islam Indonesia, DPP Jam’iyyatul
Islamiyah berkonsultasi, meminta bimbingan, saran dan
petunjuk kepada Komisi Pengkajian dan Pengembangan.
Peran MUI dalam penyusunan Buku Pedoman terlihat antara
lain dari surat Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Barat
tanggal 9 April 2008 yang ditujukan kepada DPP Jam’iyyatul
Islamiyah tentang Catatan Koreksian Draf Buku Pedoman
Jam’iyyatul Islamiyah.
Dalam bagian Pengantar Buku Pedoman tersebut, Ketua
Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Jam’iyyatul Islamiyah
memerintahkan kepada seluruh pemuka dan jamaahnya
untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Agar meluruskan hal-hal yang selama ini menyimpang
dari akidah dan syariat Islam;

146
2. Mensosialisasikan paradigma baru kepada seluruh
Jam’iyyatul Islamiyah;
3. Jamaah Jam’iyyatul Islamiyah hendaklah bersifat terbuka
dan membaur dengan masyarakat Islam lainnya dan tidak
bersikap eksklusif;
4. Mengambil langkah-langkah untuk menghilang kan
tradisi yang salah seperti tidak mengkultuskan individu
seseorang karena semata-mata yang disembah hanyalah
Allah swt;
5. Menghilangkan semua atribut yang ada di setiap masjid
Jam’iyyatul Islamiyah seperti gambar Ka’bah dan foto-foto
lainnya serta mengembalikan fungsi masjid sebagaimana
mestinya;
6. Seluruh Dewan Pimpinan Daerah Jam’iyyatul Islamiyah
sampai ke tingkat paling bawah hendaklah lebih
meningkatkan kerjasama dan konsultasi dengan MUI di
daerahnya masing-masing.
Dari berbagai langkah yang diperintahkan DPP
Jam’iyyatul Islamiyah terlihat bahwa Jam’iyyatul Islamiyah
menyadari akan kesalahan-kesalahan masa lalu yang
menimbulkan keresahan umat Islam. Jam’iyyatul Islamiyah
juga terbuka untuk diluruskan atau dibina oleh MUI. Hal itu
terlihat dari berbagai langkah untuk selalu mendekatkan diri
dengan MUI baik dalam menyusun Buku Pedoman maupun
permasalahan lainnya. Usaha Jam’iyyatul Islamiyah untuk
mendekat dan membuka diri dibenarkan oleh Ketua Komisi
Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat:
Dari hari ke hari Jam’iyyatul Islamiyah menunjukkan
perkembangan yang positif. Para pengurus Jam’iyyatul
Islamiyah sangat proaktif untuk mendekatkan diri kepada

147
MUI. Apa yang disarankan MUI untuk perbaikan Jam’iyyatul
Islamiyah mereka ikuti. Bahkan di samping proses
mendekatkan diri dengan MUI Pusat, mereka juga melakukan
pendekatan dengan MUI Provinsi Sumatera Barat.
Hasilnyapun sama positifnya. Jika dua tahun sebelumnya
pernah terjadi konflik di Sumatera Barat (kasus penggagalan
peresmian masjid Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah, peneliti),
sekarang telah pulih (Wawancara dengan Prof. Utang
Ranuwijaya, tanggal 8 September 2008).
Isi pokok Buku Pedoman Jam’iyyatul Islamiyah adalah
menjelaskan ajaran-ajaran Jam’iyyatul Islamiyah.
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab I Pendahuluan, Buku
Pedoman tersebut dimaksudkan antara lain untuk menepis
berbagai fitnah dan hujatan masyarakat yang kemudian
dijadikan dasar untuk menggolongkan Jam’iyyatul Islamiyah
sebagai kelompok sesat. Melalui Buku Pedoman tersebut
diharapkan segala fitnah dan hujatan yang tidak sesuai
dengan Buku Pedoman dianggap sebagai hal yang tidak benar
(Buku Pedoman Jam’iyyatul Islamiyah, 2008: 1-2).
Secara singkat isi buku terdiri atas 7 bab yaitu secara
berturut-turut: Pendahuluan, Kitab Tauhid, Kitab Thaharah,
Kitab Ibadah, Kitab Tathawwu (Salat Sunnat), Kitab Jenazah,
dan Kitab Doa. Bagian Pendahuluan diawali dengan uraian
singkat tentang tujuan penerbitan Buku Pedoman, antara lain
disebutkan:
Pedoman ini juga dimaksudkan untuk menepis berbagai fitnah
dan hujatan yang ada di masyarakat yang kemudian dijadikan
dasar untuk menggolongkan Jam’iyyatul Islamiyah sebagai
kelompok sesat. Dengan demikian harapan kami, dengan
terbitnya Buku Pedoman ini maka segala fitnah dan hujatan
yang tidak sesuai dengan Buku Pedoman ini adalah tidak benar
dan dengan demikian Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah

148
dituntut tidak bertanggungjawab (Buku Pedoman Jam’iyyatul
Islamiyah, 2006. 1-2).
Bab II Kitab Tauhid, terdiri atas sub bab Pengertian
Tauhid dan Mengenal Sifat 20 Bagi Allah yang diuraikan lebih
lanjut dengan menjelaskan rukun Iman yaitu iman kepada
Allah, iman kepada para Malaikat-Nya, iman kepada Kitab-
kitab-Nya, iman kepada Rasul-rasul-Nya, iman kepada hari
akhir, dan iman kepada qadha dan qadar. Bab III Kitab
Thaharah berisi 5 (lima) sub bab yaitu tentang mandi wajib,
istinja’, menghilangkan najis, wudlu, dan tayammum. Bab IV
Kitab Ibadah menjelaskan tentang salat, puasa, zakat, haji, dan
umrah.
Bab V Tathawwu’ (salat sunnat) menjelaskan tentang
faedah salat sunnat, salat sunnat rawatib, salat hari raya Idul
Fitri dan Idul Adha, serta salat sunnat berkaitan dengan
waktu tertentu seperti salat dluha, salat lail, tarawih, witir,
istikharah, istisqa’, dan salat gerhana. Dijelaskan pula tentang
tata cara dan bacaan salat tahiyyatul masjid, salat tasbih, dan
salat gerhana. Dalam Bab VI Kitab Jenazah menjelaskan
tentang tata cara memandikan jenazah, mengafani,
mensalatkan, dan menguburkan. Bab terakhir, yaitu Bab VII
Kitab Doa memberikan uraian tentang bacaan bermacam-
macam doa antara lain doa setelah wirid, doa setelah wudlu,
doa setelah mendengar adzan, doa sesudah salat, doa salat
tarawih, doa salat witir dan sebagainya.
Jika dibaca secara seksama keseluruhan Buku Pedoman
tersebut, sesungguhnya tidak ada sesuatu yang baru, tidak
ada bentuk-bentuk penafsiran dari berbagai permasalahan
yang diungkapkan. Isi buku lebih merupakan deskripsi tata
cara beribadat dan tuntunan bacaan-bacaan dalam melakukan
ibadat tersebut. Uraian setiap kitab dilengkapi dengan
menampilkan ayat-ayat al-Quran serta hadits Nabi sebagai

149
dasar penguat perlunya melakukan sesuatu ibadat. Secara
umum isi buku tidaklah berbeda dengan isi buku-buku
tentang pedoman beribadah yang bisa diperoleh di berbagai
toko atau kios buku. Hal ini diungkapkan antara lain oleh
Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat:
Isi Buku Pedoman tersebut tidak ada sesuatu yang khusus.
Buku tersebut seperti buku fiqih, sesuai dengan standar
madzhab yang berkembang di Indonensia. Satu ciri yang
membedakan buku tersebut dengan buku fiqih lainnya adalah
di bagian depan yaitu Kata Pengantar yang didalamnya
memuat 6 (enam) butir perintah Ketua Jam’iyyatul Islamiyah
yang intinya perintah untuk menjalankan ajaran Islam sesuai
dengan syariat Islam yang berlaku di Indonesia (Wawancara
dengan Ketua dan Anggota Komisi Pengkajian dan
Pengembangan MUI Pusat, tanggal 8 September 2008).
Pesan utama yang ingin disampaikan Jam’iyyatul
Islamiyah kepada masyarakat luas adalah bahwa ajaran
Jam’iyyatul Islamiyah tidak berbeda dengan ajaran umat
Islam lainnya. Bab IV Kitab Ibadah misalnya, antara lain
menjelaskan tentang haji dan umrah. Pada halaman 126–127
menjelaskan tentang rukun haji dan wajib haji. Walaupun
tidak diungkapkan secara eksplisit, tetapi secara implisit bisa
dikatakan bahwa bab tersebut merupakan salah satu cara
pembuktian bahwa tata cara melakukan ibadat haji warga
Jam’iyyatul tidak berbeda dengan umat Islam lainnya. Hal ini
sekaligus untuk membantah tuduhan bahwa warga
Jam’iyyatul Islamiyah melalukan ibadah haji ke Kerinci,
bukan ke Saudi Arabia.
Fenomena ajaran pokok Jam’iyyatul Islamiyah yang
tidak berbeda dari ajaran yang dianut umat Islam lainnya di
satu sisi merupakan bantahan terhadap pendapat bahwa
Jam’iyyatul Islamiyah berbeda (baca: bertentangan) dengan
ajaran Islam yang dianut arus utama. Tetapi pada sisi lain, hal

150
ini mengaburkan ciri khas atau karakteristik tertentu dari
Jam’iyyatul Islamiyah. Apa yang berbeda dari Jam’iyyatul
Islamiyah dengan kelompok Islam lainnya? Jika tidak
berbeda, mengapa harus membuat kelompok baru dengan
nama Jam’iyyatul Islamiyah? Dua pertanyaan tersebut
menarik untuk bahan diskusi lebih lanjut.

151
152
BAB IV
RESPON MASYARAKAT DAN PEMERINTAH

B
agian ini mengungkapkan respon masyarakat
khususnya MUI Pusat dan tokoh masyarakat
setempat terkait dengan keberadaan Jam’iyyatul
Islamiyah. MUI sengaja dipilih dengan pertimbangan bahwa
MUI merupakan Pembina Teknis serta representasi umat
Islam dari berbagai kelompok5. Di samping itu, dalam sejarah
perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah, MUI telah berperan
besar dalam memberikan pendapatnya tentang keberadaan
Jam’iyyatul Islamiyah dan memberikan pertim-bangan
kepada Kejaksaan Tinggi untuk memberi ketetapan tentang
kedudukan Jam’iyyatul Islamiyah. (Lihat misalnya surat
Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Barat
yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera
Barat tertanggal 30 Juni 1989 tentang Buku Keluarga Besar
Jam’iyyatul Islamiyah di bawah Pembina Tunggal K.H. Karim
Djamak).
Secara umum, saat ini MUI Pusat, khususnya Bidang
Pengkajian dan Pengembangan memberi respon positif ter-
hadap keberadaan Jam’iyyatul Islamiyah. Respon tersebut
diwujudkan melalui bimbingan dan dialog antara MUI

5
Dalam Direktori Organisasi Kemasyarakatan Tahun 2007 yang
diterbitkan Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri
disebutkan bahwa pembina teknis Jam’iyyatul Islamiyah adalah Departemen Agama
dan Majelis Ulama Indonesia.

153
dengan Jam’iyyatul Islamiyah. Dalam rangka meluruskan
ajaran Jam’iyyatul Islamiyah, ada 3 (tiga) hal yang akan
dilakukan bersama antara MUI dan Jam’iyyatul Islamiyah
yaitu: (1) Penyusunan Buku Pedoman; (2)Surat pernyataan
yang disepakati bersama antara MUI dan Jam’iyyatul
Islamiyah; dan (3) MUI membuat kajian yang di dalamnya
menjelaskan keberadaan Jam’iyyatul Islamiyah sebelumnya
dan saat ini. Hasil dari tiga hal tersebut akan dilaporkan
kepada pimpinan MUI sebagai bahan pembuatan
rekomendasi. Diharapkan setelah itu MUI Pusat akan
mengirimkan surat edaran ke seluruh MUI provinsi,
kabupaten/kota, dan kecamatan yang menyebutkan bahwa
Jam’iyyatul Islamiyah berada pada jalan yang benar
(Wawancara dengan Ketua dan Anggota Bidang Pengkajian
dan Pengembangan MUI Pusat, Prof. Utang Ranuwijaya dan
Amin Djamaluddin tanggal 8 September 2008).
Untuk mencapai kesepakatan antara MUI dengan
Jam’iyyatul Islamiyah bukanlah hal yang mudah dan memer-
lukan waktu yang relatif lama. Dalam rapat antara Komisi
Pengkajian MUI Pusat dengan Pengurus MUI Provinsi
Sumatera Barat tanggal 30 Juli 2007 antara lain disimpulkan
bahwa tidak ada perubahan pemahaman dari Jam’iyyatul
Islamiyah setelah dilaksanakan Muktamar Luar Biasa bulan
Oktober 2006. Oleh karena itu kegiatan Jam’iyyatul Islamiyah
perlu dilokalisir dan diperlukan fatwa tingkat nasional. Untuk
menindaklanjuti hasil rapat tersebut, MUI Pusat berinisiatif
mengundang pengurus Jam’iyyatul Islamiyah baik yang ada
di Pusat dan beberapa datang dari pengurus daerah. Melalui
proses dialog dan sikap saling terbuka antara kedua belah
pihak, serta sikap pro aktif dari kedua belah pihak untuk
saling mendekat, maka tampaknya jalan bagi Jam’iyyatul
Islamiyah untuk bergandengan tangan dengan umat Islam
lainnya semakin terbuka.

154
Sementara itu salah seorang tokoh masyarakat setempat
yang sempat mengamati kegiatan salat Isya dan salat tasbih di
malam bulan Ramadlan memberi komentar seputar kegiatan
Jam’iyyatul Islamiyah sebagai berikut:
Pelaksanaan ritual salat yang mereka lakukan maupun
bacaannya saya kira sama dengan yang dilakukan umat Islam
lainnya, hanya saja bacaan imamnya kurang fasih. Saya tidak
melihat ada indikasi penyimpangan tetapi mungkin mereka
memiliki pemahaman ritual tertentu yang berbeda dengan
umat Islam lainnya karena mereka lebih mengutamakan salat
tasbih ketimbang salat tarawih. Padahal kita tahu bahwa salat
tarawih di bulan Ramadlan memiliki makna khusus karena
tidak dilaksanakan pada bulan-bulan lainnya. Sementara shalat
tasbih waktunya tidak terbatas.
Jamaah yang mengikuti kegiatan di masjid ini pada umumnya
bukan dari lingkungan sekitar masjid. Mereka datang dari luar
wilayah setempat bahkan dari luar Jakarta dan Bekasi. Dari
strata ekonomi umumnya mereka dari kelas menengah ke atas
karena rata-rata membawa mobil. (Wawancara dengan Ahmad
Mubarok, 23 September 2008).
Namun demikian, sesungguhnya anggota Jam’iyyatul
Islamiyah tidak menepis pentingnya melakukan shalat
tarawih di bulan suci. Simak ungkapan salah seorang
pengurus Jam’iyyatul Islamiyah:
Kami tetap memandang penting untuk melakukan shalat
tarawih. Tetapi jika dalam satu waktu secara terus menerus
melakukan shalat Isa, kemudian tarawih dan shalat tasbih,
kami khawatir jamaah akan kelelahan. Oleh karena itu kami
memberi kelonggaran shalat tarawih bisa dilakukan di rumah,
misalnya sebelum sahur. Memang dalam bulan Ramadhan
tahun ini kami melaksanakan dua kali shalat tasbih berjamaah.
Hal itu berdasarkan pertimbangan bahwa jika hanya dilakukan

155
satu kali khawatir ada jamaah yang tidak bisa ikut.
Sebagaimana diketahui, jamaah kami datang dari berbagai
daerah yang cukup jauh sampai ke wilayah-wilayah di Provinsi
Banten. Karena itulah kami memberi kesempatan kepada
mereka untuk memilih satu dari dua kali waktu shalat tasbih
yang kami rencanakan (Wawancara dengan Ari Permadi Wakil
I Sekretaris Jenderal Jam’iyyatul Islamiyah, tanggal 28 Oktober
2008).

Respon Pemerintah Daerah dapat dilihat dari sambutan


Wakil Bupati Kerinci Bapak Husani Ahmad pada perayaan
Idul Adha dan silaturrahmi dengan umat Jam’iyyatul
Islamiyah di Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah Sungai
Penuh, Kerinci tanggal 31 Desember 2006:
……… maka karena itu Bapak-bapak, Ibu-ibu dan Saudara-
saudara sekalian, tidak perlu ragu dan khawatir di Kerinci ini,
kami menjamin kenyamanan dan keamanan bagi orang yang
akan beribadah, situasi yang kondusif akan diciptakan agar
semua dapat meningkatkan keimanan dalam beribadah. Seperti
yang dikatakan Bapak Ketua (Dr. Aswin Rose) tadi, bermacam-
macam tanggapan, bermacam-macam hasutan, bermacam-
macam interpretasi kepada jemaah ini, itu adalah suatu ujian
keimanan bagi jemaah ini. Oleh karena itu hadapilah dengan
salat. Tadi ada yang mengatakan Kerinci adalah sekepal tanah
dari surge. Ada juga yang mengatakan Kerinci Serambi
Madinah, karena ada taman-taman yang indah seperti Raudlah
di Madinah. Jadi Raudahnya di Madinah, serambinya di
Kerinci. 6

6
Ungkapan ini dikutip dari Lampiran 24 Memorandum Jam’iyyatul
Islamiyah & Penggagalan Peresmian Masjid Baitul Izza Baiti Jamak islamiyah Jl.
Proklamasi 55 – 57 Padang.

156
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di bagian akhir tulisan ini, ada beberapa simpulan
yang bisa ditarik:
1. Jam’iyyatul Islamiyah merupakan organisasi sosial kea-
gamaan yang telah tumbuh sejak lama. Dalam perkem-
bangannya organisasi ini sempat menimbulkan polemik
atau pro dan kontra sehubungan dengan adanya dugaan
menyebarkan ajaran sesat. Untuk meluruskan arah agar
kembali ke jalan yang benar maka diadakan Munas Luar
Biasa pada tanggal 19 Oktober 2006. Setidaknya ada empat
hal yang dilakukan pasca Munas Luar Biasa: (1)
penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, (2) penyusunan Buku Pedoman Jam’iyyatul
Islamiyah, (3) restrukturisasi organisasi dengan memasuk-
kan di dalamnya tokoh-tokoh yang diakui pengetahuan
maupun pengamalan ajaran agamanya, (4) keterbukaan
dari seluruh warga Jam’iyyatul Islamiyah untuk menerima
bimbingan khususnya dari MUI.
2. Buku Pedoman Jam’iyyatul Islamiyah merupakan
cerminan dari pandangan dan pemahaman warga
Jam’iyyatul Islamiyah tentang pokok-pokok ajaran Islam
dan pemahamannya. Dengan menelaah isi Buku Pedoman
tersebut dapat disimpulkan bahwa ajaran Jam’iyyatul

157
Islamiyah tidak berbeda dengan umat Islam lainnya. Buku
Pedoman juga sekaligus menepis dugaan sebagian orang
tentang pengamalan ajaran agama di kalangan Jam’iyyatul
Islamiyah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang
bersumber dari al-Quran dan hadits. Namun demikian,
Buku Pedoman tersebut belum menampilkan uraian
mendalam yang mencerminkan ciri khas pemikiran
maupun karakteristik Jam’iyyatul Islamiyah.
3. Dalam menanggapi keberadaan Jam’iyyatul Islamiyah saat
ini, Majelis Ulama Indonesia Pusat memberikan respon
yang cukup positif. Hal itu terlihat dari adanya
komunikasi intens antara para pengurus Jam’iyyatul
Islamiah dengan Pengurus MUI. Setelah melalui proses
yang cukup panjang didasari kelapangan dada dari kedua
belah pihak, saat ini telah terjadi kesepakatan antara MUI
Pusat (dalam hal ini Bidang Penelitian dan Pengkajian)
dengan Jam’iyyatul Islamiyah untuk mengembalikan citra
Jam’iyyatul Islamiyah ke jalan yang benar. Beberapa
langkah telah dan akan terus dilakukan antara lain
Penyusunan Buku Pedoman, penyusunan Surat
Pernyataan Jam’iyyatul Islamiyah yang dalam prosesnya
berkonsultasi dengan MUI, serta melakukan kajian untuk
memperoleh kejelasan antara Jam’iyyatul Islamiyah masa
lalu dengan sekarang.

B. Rekomendasi
1. Dalam rangka menghadapi tantangan dari berbagai pihak,
Jam’iyyatul Islamiyah hendaknya terus melakukan
pembenahan ke dalam maupun keluar. Pembenahan ke
dalam dilakukan antara lain dengan terus meningkatkan
pengetahuan dan praktek keagamaan bagi para
pengikutnya guna menepis dugaan bahwa Jam’iyyatul
Islamiyah kurang memiliki sumber daya manusia yang

158
diakui kedalaman pengetahuan keagamaaanya. Pembe-
nahan keluar antara lain dengan cara terus mengem-
bangkan sikap inklusif, membuka diri terhadap kelompok
organisasi Islam lainnya. Hal ini bisa dilakukan misalnya
dengan mengundang berbagai tokoh organisasi Islam
dalam berbagai event yang diadakan Jam’iyyatul
Islamiyah di Pusat dan Daerah;
2. Sebagai organisasi yang sedang dan terus berkembang,
Jam’iyyatul Islamiyah belum menampilkan ciri khas atau
karakteristik dalam mengembangkan organisasi atau
ajarannya. Kegiatan yang dilakukan seperti pengajian atau
dakwah, kegiatan sosial, atau pendirian masjid adalah
kegiatan yang juga dilakukan kelompok Islam lainnya.
Oleh karena itu pembinaan ke dalam hendaknya juga
diarahkan untuk menentukan ciri atau karakteristik
Jam’iyyatul Islamiyah dengan tetap berpegang pada
ajaran-ajaran pokok Islam sebagaimana diungkapkan
dalam Buku Pedoman.
3. Ditjen Bimas Islam Departemen Agama bekerja sama
dengan MUI sebaiknya membuat agenda pertemuan
berkala yang menghadirkan tokoh-tokoh organisasi
keagamaan Islam. Agenda yang bisa dilakukan dalam
pertemuan tersebut antara lain: silaturrahmi, sosialisasi
berbagai kebijakan pemerintah tentang kehidupan
keagamaan, maupun sosialisasi berbagai program yang
telah disusun oleh organisasi-organisasi keagamaan.
Pertemuan seperti ini akan meningkatkan komunikasi
serta meminimalisasi kecurigaan antar kelompok organi-
sasi keagamaan Islam. Di samping itu dapat disusun suatu
kegiatan sosial keagamaan yang melibatkan berbagai
kelompok atau organisasi keagamaan dengan difasilitasi
oleh Departemen Agama.

159
4. Majelis Ulama Indonesia hendaknya terus melakukan
pembinaan terhadap kelompok-kelompok keagamaan lain
khususnya kelompok keagamaan yang diduga
menyebarkan ajaran berbeda dengan umat Islam lainnya.
Model pembinaan dan pendekatan yang dilakukan
terhadap Jam’iyyatul Islamiyah hendaknya juga dapat
dilakukan terhadap kelompok atau organisasi Islam
lainnya.

160
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Imam Tholkhakh, Soetarman, (penyunting). 1996.


Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia. Jakarta. Pustaka
Firdaus.
Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942. 1996.
Jakarta, LP3ES.
Direktorat Fasilitasi Organisasi Politik dan Kemasyarakatan Ditjen
Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri RI.
Direktori Organisasi Kemasyarakatan Tahun 2007.
Doyle Paul Johnson. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta,
Gramedia. Diindonesiakan oleh Robert M.Z. Lawang.
DPP Jam’iyyatul Islamiyah. Memorandum Jam’iyyatul Islamiyah &
Penggagalan Peresmian Penggunaan Masjid Baitul Izza Baiti
Jamak Islamiyah Jl. Proklamasi 55–57 Padang. Jakarta. Tidak
diterbitkan.
DPP Jam’iyyatul Islamiyah. 2008. Buku Pedoman Jam’iyyatul Islamiyah.
Jakarta.
George Ritzer. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Penyadur: Alimandan. Jakarta: Rajawali Pers.
George Ritzer & Douglass J. Goodman. 2003. Sosiological Theory. sixth
edition. Mc. Graw Hill.
Imam Tholkhah dan Neng Dara Affiah, editor. 2005. Gerakan
Keislaman Pasca Orde Baru, Upaya Merambah Dimensi Baru
Islam. Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan. Jakarta.
Kustini dan Sri Sulastri. 2006. “Kasus Penggagalan Peresmian Masjid
Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah di Kota Padang”. Dalam

161
Kasus-Kasus Aliran/Paham Keagamaan Aktual di Indonesia.
Departemen Agama RI, Badan Litbang dan Diklat. Jakarta.
2006.

162
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

J am’iyyatul Islamiyah adalah organisasi kemasya-


rakatan yang bergerak dalam bidang pengajian,
bersifat non politis yang berfungsi sebagai wadah
pembinaan dan pengembangan usaha/tugas
dakwah Islamiyah yang bersumber kepada Al Qur’an dan
Hadist.
Tujuan dan usaha Jam’iyyatul Islamiyah, yaitu untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan umat Islam kepada
Allah dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang
adil dan makmur baik lahir maupun batin. Jam’iyyatul
Islamiyah melaksanakan usaha-usaha mengadakan dakwah
dan pendidikan; mengadakan kegiatan sosial; mendirikan
masjid, musholla, dan balai pengajian; dan mendirikan balai
kesehatan dan sarana kegiatan sosial kemasyarakatan serta
kegiatan-kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan
ketentuan AD dan ART. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
mengembangkan organisasi adalah dengan banyak melibat-
kan para tokoh nasional baik dari Orsos, Orpol, organisasi
keagamaan dan para ahli dari perguruan tinggi, untuk duduk
menjadi penasehat atau pelindung organisasi. Tujuan
kehadiran para tokoh dan ahli agama adalah untuk dapat
mengayomi, membimbing dan menuntun dengan baik dan
bijaksana agar dapat mengetahui dan mengamalkan ajaran
Islam dari Nabi Muhammad SAW secara benar.
Dalam perjalanannya sebagai Pembina Jam’iyyatul
Islamiyah, K.H.A. Karim Djamak banyak sekali mendapat
tantangan dan rintangan, ejekan, caci maki dan penghinaan,

163
serta fitnah. Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan
(Bakorpakem) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera
Barat pernah menyatakan bahwa JMI sebagai organisasi
terlarang, sehingga tidak boleh melakukan kegiatan di
wilayah Sumatera Barat.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kustini
dengan judul “Kasus Penggagalan Peresmian Masjid Baitul
Izza Baiti Jamak Islamiyah Kota Padang, Sumatera Barat”
antara lain disebutkan bahwa MUI Provinsi Sumbar
menanggapi peristiwa pengagalan peresmian Masjid Baitul
Izza Baiti, sebagai wujud keberatan umat Islam, karena ajaran
sesat yang dikembangkan oleh JMI. Namun untuk
mempertahankan eksistensinya sebagai organisasi, pengurus
JMI berusaha terus menerus untuk memperbaiki organisasi
dan dalam pemahaman agama. Untuk mengetahui
perkembangan lebih lanjut tentang Jam’iyatul Islamiyah Pasca
Munaslub perlu dilakukan penelitian di tempat kelahirannya.
Yang diangkat sebagai permasalahan dalam penelitian
ini adalah: (a) Bagaimana kondisi dan perkembangan
Organisasi Jam,iyyatul Islamiyah di Kabupaten Kerinci,
Provinsi Jambi saat ini? (b). Perubahan apa saja yang terjadi
dalam Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah setelah Muktamar
Luar Biasa Jam’iyyatul Islamiyah yang dilaksanakan di Bekasi
pada Tanggal 19 Oktober 2006; (c) Bagaimanakah pemahaman
para pengurus Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah dalam
bidang akidah, tatacara beribadah (shalat, zakat, puasa dan
haji), pribadi Buya K.H.A. Karim Djamak (ajaran yang
menghadirkan wajah guru atau wasilah/tawassul), serta
penghormatan terhadap guru (kultus individu); (d) Apakah
ada hambatan dan konflik dengan masyarakat sekitar?. Jika
ada, faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya
hambatan dan dorongan terhadap perkembangan Organisasi
Jami’yyatul Islamiyah; (e) Bagaimana respon pemerintah dan

164
tokoh agama terhadap keberadaan Organisasi Jam’iyyatul
Islamiyah?
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (a) Mengetahui
kondisi dan perkembangan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah
saat ini; (b) Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi
dalam Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah setelah Muktamar
Luar Biasa Jam’iyyatul Islamiyah yang dilaksanakan di Bekasi
pada Tanggal 19 Oktober 2006. (c) Mengetahui pemahaman
para pengurus Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah dalam
bidang akidah, tatacara beribadah (sholat, zakat, puasa dan
haji), pribadi Buya K.H.A. Karim Djamak (ajaran
menghadirkan wajah guru atau wasilah/tawassul), serta
penghormatan terhadap guru (kultus individu); (d)
Mengetahui faktor penghambat dan pendorong yang dialami
JMI, dan konflik yang terjadi dengan masyarakat. (e)
Mengetahui respon pemerintah dan tokoh agama terhadap
keberadaan Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah.
B. Ruang Lingkup dan Kerangka Teoritis
Suasana reformasi yang dilancarkan sejak tahun 1998
dan terus berlangsung sampai sekarang, antara lain
berdampak pada terbukanya kebebasan berekspresi secara
luas, yang sebelumnya tersumbat oleh kebijakan stabilitas
nasional yang ketat. Kebebasan berekspresi dalam wujud
beraspirasi dan berorganisasi, merupakan fenomena proses
demokratisasi yang terbuka dengan luas, tidak terkecuali
dalam kehidupan beragama. Berbagai aliran/paham atau
kelompok/gerakan keagamaan di Indonesia terutama di
lingkungan masyarakat perkotaan. Aktifitas aliran/paham
atau kelompok/gerakan keagamaan di Indonesia selain
berkiprah di bidang agama, aktifitasnya juga merambah dan
menyentuh bidang-bidang yang lain, seperti politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pendidikan.

165
Kehadiran kelompok-kelompok keagamaan seperti
Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang eksistensinya
belakangan ini diakui, sedikit banyaknya dipandang ikut
mempengaruhi dan turut mewarnai kehidupan sosial
keagamaan masyarakat, baik pengaruh yang bersifat positif,
maupun negatif. Bagaimana dan sejauhmana perkembangan,
latar belakang keberadaannya, keorganisasian, tokoh-tokoh,
aktifitas, dan respon masyarakat setempat terkait dengan
masalah ini belum banyak diketahui secara lebih jelas, dan
merupakan salah satu ikhwal yang dipandang perlu dan
menarik dijadikan sasaran kajian. Terkait dengan paparan di
atas, untuk jelasnya yang dijadikan sasaran kajian adalah
Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang berada dari daerah
asalnya yaitu di Kabupaten Kerinci.
Untuk kepentingan kajian ini, dipandang perlu
diberikan penjelasan singkat dan batasan pengertian beberapa
istilah yang digunakan, antara lain berikut ini:
Kelompok Keagamaan, yakni himpunan sejumlah umat
beragama, atau organisasi masyarakat keagamaan non-
pemerintah, bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan
kesamaan keyakinan agama, oleh warga negara secara suka-
rela, keberadaannya terdaftar atau diketahui oleh pemerintah.
Pemimpin dan pemuka agama adalah tokoh komunitas umat
beragama, baik yang memimpin ormas keagamaan maupun
tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui atau
dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.
Kelompok Keagamaan Kontemporer, himpunan
sejumlah umat beragama, atau organisasi sosial keagamaan,
yang muncul atas dorongan rasa ketidakpuasan dan
berkeinginan melakukan koreksi atau perbaikan terhadap
kondisi dan situasi lingkungan sosial keagamaan setempat.
Orientasi kelompok keagamaan kontemporer ini, lazimnya

166
tercermin dari keinginan kelompok : 1) mencari penyelesaian
dalam rangka mengatasi antagonisme di lingkungan masing-
masing komunitas keagamaan, melalui upaya pemurnian
ajaran keagamaan yang mendasar; 2) fungsionalisasi atau
refungsionalisasi ajaran keagamaan; 3) pencarian pijakan baru
di dalam ajaran keagamaan, dalam rangka mengukir
kehidupan sosial keagamaan di masa depan yang lebih baik
dan menjanjikan.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif
dalam bentuk studi kasus. Pengumpulan data dilakukan
melalui teknik trianggulasi yaitu kajian dokumen, wawancara
dan observasi lapangan. Data digali melalui penelusuran
terhadap sejumlah literatur, dokumen, tokoh agama/
masyarakat, dan kenyataan-kenyataan aktual setempat yang
ada hubungannya dengan Jam’iyyatul Islamiyah, serta
pengamat-an terbatas. Sasaran informan terdiri atas Pengurus
DPD Jam’iyyatul Islamiyah Kabupaten Kerinci, pejabat
Departemen Agama di Provinsi Jambi dan Kandepag
Kabupaten Kerinci dan para tokoh agama/masyarakat dan
pengurus MUI.
Semua informasi, temuan, kenyataan lapangan berupa
konsep, aspirasi, saran, kebijakan, peristiwa, proses, prosedur,
kebijakan, aktifitas, situasi kontekstual dan catatan-catatan
yang berhasil dikumpulkan, kemudian dicatat, diinventari-
sasi, seleksi dan koreksi, klasifikasi, komparasi, interpretasi,
dan di analisa seterusnya ditarik beberapa kesimpulan pokok
yang bersifat umum dan menyeluruh.

167
168
BAB II
PERKEMBANGAN ORGANISASI JAM’IYYATUL
ISLAMIYAH DI KABUPATEN KERINCI

A. Sejarah Kemunculan dan Perkembangan JMI

K
egiatan pengajian yang dipimpin oleh K.H.A.
Karim Djamak sudah berjalan sejak tahun 1971.
Pengajian diadakan pada setiap hari Jum’at
malam Sabtu dimulai pukul 20.00 s.d. tengah malam. Pada
umumnya pengajian di seluruh masjid/musholla di Kerinci
dilaksanakan pada setiap hari Kamis malam Jum’at, pada sore
hari atau sehabis sholat magrib. Pada tahun 1971 diprakarsai
oleh K.H.A. Karim Djamak dan Mayor Min Harafat bersama
Sekber Golkar mendirikan kelompok pengajian yang diberi
nama Pengajian Jam’iyyatul Islamiyah. Ciri JMI antara lain
patuh kepada pemerintah yang berkuasa dan sampai saat ini
tidak pernah berafiliasi ke suatu partai politik. Secara hukum
lahirnya JMI berdiri pada tangga 17 Agustus 1986 ditandai
dengan Muktamar Ke 1 JMI yang dilaksanakan di Sungai
Penuh dengan menghasilkan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga JMI.
K.H.A. Karim Djamak muda mempunyai fisik yang kuat
dan kekar sampai sanggup berjalan kaki sejauh 5 km untuk
menghadiri undangan berceramah (berdakwah). Masyarakat
di Sungai Penuh maupun di seluruh wilayah Kerinci
mengenal K.H.A. Karim Djamak, karena merupakan
penceramah yang hebat dan sudah berlangsung sejak beliau
masih muda. Demikian juga bahwa beliau berani meng-
hadapi tantangan yang sangat berat sekalipun, seperti
memberikan ceramah dihadapan para anggota PKI yang

169
ditahan, karena diminta oleh pemerintah, maka K.H.A. Karim
Djamak datang untuk memberi ceramah. Dimana
penceramah-penceramah lain yang ada di Kerinci tidak ada
yang sanggup. Kepopuleran sebagai penceramah terus
berkembang ke seluruh pelosok Kerinci dan semakin
berkembang dengan banyaknya undangan untuk berceramah
ke luar daerah, sehingga pengikutnya sampai ke Kota Jambi,
Palembang, Payakumbuh dan Medan. Kepopuleran K.H.A.
Karim Djamak makin mendapat rintangan/tantangan, ejekan,
caci maki dan penghinaan, mulai dari kabar bahwa beliau
tidak pernah mendalami ilmu agama Islam, pada awalnya
hanya seorang guru pencak silat yang mengajarkan sihir, dan
yang terkait dengan ajarannya dan tidak sedikit yang
berujung ke pengadilan, karena masyarakat menganggap
K.H.A. Karim Djamak mengajarkan ajaran yang sesat.
Sejak JMI berdiri pada tahun 1971 sampai sekarang
masih terus mendapat tanggapan yang negatip dari
masyarakat, karena masyarakat menganggap JMI
mengajarkan ajaran yang sesat dimana beberapa kali di
ajukan ke pemerintah dan aparat hukum untuk dilarang.
Kasus-kasus JMI antara lain adalah sebagai berikut:
1. Surat Keputusan Walikota Padang nomor 250 Tahun 2006
tanggal 13 Oktober 2006 tentang pencabutan terhadap
pengukuhan status bangunan Masjid Baitul Izza Baiti
Jamak Islamiyah Jl. Proklamasi 55-57 Padang, menjadi
status rumah tinggal.
2. Keputusan Kepala Kejaksanaan Negeri Sungai Penuh
Nomor: Kep-02/0.5.12/Dsb.1/11/1995 tanggal 17 Nopem-
ber 1995 tentang Larangan terhadap Ajaran dan Kegiatan
Jam’iyyatul Islamiyah yang dikembangkan oleh K.H.A.
Karim Jamak.

170
3. Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat
Nomor: Kep.B.92/J.3.3/11/81 tentang Larangan Ajaran
Jam’iyyatul Islamiyah Berpedoman Pada Buku Keluarga
Besar Jam’iyyatul Islamiyah yang dikarang K.H.A. Karim
Djamak Diperbanyak/Dikembangkan oleh Darusssamin
Datuk Pangka Sinaro, tanggal 30-11-1981.
Strategi yang dilakukan oleh JMI dan K.H.A. Karim
Djamak untuk mempertahankan/memperbaiki organisasi dan
ajarannya antara lain pada tahun 80-an datang kepada K.H.
Tohir Wijaya (Ketua Umum DPP Majelis Dakwah Islamiyah),
berkonsultasi dan meminta perlindungan, sehubungan
adanya hasutan dan fitnah, serta larangan terhadap ajaran
dan kegiatan JMI. Jawaban K.H. Tohir Wijaya untuk
mengklarifikasi masalah-masalah tersebut JMI harus siap
diluruskan/dibetulkan apabila terdapat kekeliruan, karena
kesanggupan JMI, maka K.H. Tohir Wijaya bersedia menjadi
pelindung JMI. Pada tanggal 4 Nopember 1985 Ketua Umum
DPP Majelis Dakwah Islamiyah mengeluarkan Surat
Keterangan bahwa K.H.A. Karim Djamak adalah sebagai Da’i
Majelis Dakwah Islamiyah.
Usaha lain yang dilakukan JMI adalah sejak tanggal 3
Juni 1994 menemui Prof K.H. Ibrahim Hosen M.LM untuk
memintanya menjadi Pelindung Jam’iyyatul Islamiyah,
dengan catatan tulisan berupa catatan Rukun Sembahyang
yang disusun dan dicetak oleh Darussamin Datuk Pangka
Sinaro tidak dipergunakan lagi oleh JMI. Prof K.H. Ibrahim
Hosen M.LM memerintahkan kepada Dewan Pimpinan Pusat
Jam’iyyatul Islamiyah (DPP JMI) di Jakarta, untuk membuat
instruksi ke seluruh jajaran JMI di seluruh Indonesia agar
tulisan tersebut tidak dipakai dan ditinggalkan. Demikian
juga dalam penyusunan buku meminta kepada MUI Provinsi
Sumbar mengoreksi terhadap Draf Buku Pedoman
Jam’iyyatul Islamiyah sebagaimana Surat MUI Provinsi

171
Sumbar Nomor: 124/MUI-SB/IV/2008 tanggal 9 April 2008
perihal Catatan koreksian Draf Buku Pedoman Jam’iyyatul
Islamiyah, juga merupakan usaha JMI untuk meluruskan
aqidahnya.
B. Keberadaan JMI Saat Ini
Sesuai dengan Surat Keputusan DPP Jam’iyyatul
Islamiyah Nomor: Kep.01/DPP-JmI/IV/2008 tanggal 21 April
2008 tentang Komposisi dan Personalia DPP JMI Masa Bakti
2008-2013 adalah Ketua Umum Dr. H. Aswin Rose dan Sekjen
Dr. H. Syaikhu Usman. Pada saat ini JMI telah memiliki
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) sebanyak 23 daerah yang
tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Lombok
dan Sulawesi. Sebanyak 22 DPD berkedudukan di ibukota
provinsi, kecuali DPD Kerinci berada di kabupaten.
Komposisi dan Personalia DPD JMI Kabupaten Kerinci Masa
Bakti 2003-2008 adalah Ketua Irwan Kulub dan Sekretaris
Risman Leman, Dtk. Kedudukan pengurus cabang ada di
kecamatan dan ranting berkedudukan di desa/kelurahan,
dimana kader JMI membaur dengan masyarakat, dimana
kontrol yang dilakukan oleh organisasi adalah dengan adanya
pengajian rutin setiap bulan sekali. Menurut salah seorang
pengurus DPD Kerinci, pada tahun 1970an ada buku daftar
anggota, namun saat ini anggota organisasi JMI tidak
mempunyai kartu anggota.
Hasil pemantauan petugas Kejaksaan Sungai Penuh
dalam pelaksanaan Idul Adha 1428 H/2007M di Masjid Raya
Jam’iyyatul Islamiyah Kerinci, mengidentifikasi jamaah yang
datang ke Kerinci berasal dari: Malaysia, Medan, Jakarta,
Yogyakarta dan beberapa daerah lain dan jamaah dari Jambi.
Jumlah jamaah yang datang kurang lebih sebanyak 3.500
orang, biasanya bersama keluarga. Hewan korban yang
dipotong sebanyak 54 ekor sapi/kerbau dan 12 ekor kambing.

172
Perbedaannya dengan pelaksanaan Idhul Adha sebelumnya
seperti pada tahun 1427 H/2006M, jumlah jamaah yang hadir
sebanyak 11.500 orang (sejak tahun 1995 jumlah jamaah yang
datang ke Kerinci kurang lebih 8.000 orang) berasal dari luar
dan dalam negeri dari seluruh daerah yang ada DPD-nya.
Menurut petugas dari Kejaksaan Sungai Penuh masih banyak
pemahaman dari para jamaah yang datang ke Kerinci
beberapa kali, bahwa melaksanakan shalat Idhul Adha di
Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah sudah sama dengan
menunaikan ibadah haji ke Makkah. Biasanya jamaah yang
datang menginap beberapa hari di Komplek Masjid Raya
Jam’iyyatul Islamiyah Kerinci dengan disediakan asrama dan
peralatan dapur yang lengkap, pada umumnya para jamaah
memberi penghormatan ke makam K.H. Karim Djamak yang
berada di lingkungan masjid.
Menurut Drs. H. Audal Amli (Pengurus DPD Kab.
Kerinci), penurunan jumlah jamaah yang datang ke Kerinci
pada Idul Adha tahun 2007 disebabkan karena pada tahun
2006 pernah terjadi, Kasus Penggagalan Peresmian Masjid
Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah Kota Padang, Sumatera
Barat. Dengan anjuran kepada jamaah sehingga yang datang
ke Kerinci berkurang, dimana hal ini memudahkan untuk
mengontrol jamaah, karena kalau yang datang terlalu banyak
akan sulit dikendalikan. Setelah kejadian kasus di Padang
tahun 2006, tanggapan Bupati Kerinci setelah diadakan
audiensi antara pengurus DPD JMI Kabupaten Kerinci dengan
Muspida, MUI, dan DPRD adalah biarkan saja jamaah datang
ke Kerinci, karena Kerinci berbeda dengan Padang.
Tanggapan Wabub Kerinci sebagai berikut: pelaksanaan
silaturrahmi anggota JMI ke Kerinci bukan dilaksanakan pada
tahun ini saja bahkan sudah berjalan puluhan tahun dan tidak
pernah terjadi tindakan yang anarkis berarti masyarakat
Kerinci mendukung/menerima kegiatan JMI tersebut.

173
Jumlah anggota JMI di sekitar Kabupaten Kerinci dan
Jambi tersebar di beberapa kabupaten/kota dan kecamatan
baik yang berstatus sebagai cabang maupun ranting adalah
sebagai berikut:
Tabel 1:
Jumlah Anggota JMI di sekitar Kabupaten Kerinci dan Jambi

No. Kecamatan Jumlah Anggota


1 Sungai Penuh 2.000
2 Gunung Kerinci 3.500 – 4.000
3 Kayu Aro 5.000
4 Kumun Debai 3.000
5 Gunung Raya 3.000
6 Danau Kerinci 500
7 Hamparan Rawang 1.000
8 Gunung Tujuh 2.500
9 Kecamatan yang lain 200
10 Kab. Sorolangun 45
11 Kab. Muara Bungo 75
12 Kota Jambi 1.500
13 Kab. Marangin 80
14 Desa Tanjung 500
Jumlah 23.150

Beberapa tempat ibadah JMI yang ada di Kab. Kerinci


adalah sebagai berikut:
1. Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah, Desa Lawang Agung,
Kec. Sungai Penuh
2. Masjid Baitul Ikhlas, Desa Muara Jaya, Kec. Kumun Debai
Musholla:
1. Desa Tanjung = 1 buah
2. Kec. Gunung Kerinci = 4 buah

174
3. Kec. Kayo Aro = 1 buah
4. Kec. Gunung Tujuh = 1 buah
Pelaksanaan kegiatan rutin JMI DPD Kab. Kerinci di
Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah, Desa Lawang Agung, Kec.
Sungai Penuh pada setiap hari Jum’at malam Sabtu, dimana
peserta berasal dari seluruh cabang dan ranting se Kab.
Kerinci jumlah yang hadir antara 200–300 orang (remaja, ibu-
ibu, dan bapak-bapak) tergantung pada musim. Kegiatan
rutin tersebut berupa ceramah yang diisi oleh seluruh
pengurus cabang secara bergantian, dengan menggunakan
tertib acara sebagai berikut:
a. Dibuka Surat Al Fatihah
b. Pembacaan Ayat-ayat Al Qur’an
c. Ceramah singkat dari pengurus DPD
d. Ceramah (bergantian dari DPD dan masing-masing
cabang)
e. Ditutup dengan do’a.
Menurut Drs. H. Audal Amli, jamaah JMI yang datang
pada waktu Idhul Adha di Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah,
bisa diumpamakan seperti yang di ajarkan Nabi Muhammad
SAW tidak pernah mengatakan yang benar dari saya. Kenapa
dalam agama Islam ada 4 mazhab, dan dianjurkan untuk
mencari ilmu sampai ke negeri Cina. Hal ini untuk
mengambarkan bahwa pada waktu Idhul Adha orang mau
datang ke Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah di Kerinci, tentu
ada yang senang di hatinya.
C. Profil Buya KH Karim Djamak
Mengutip buku “Memorandum Jam’iyyatul Islamiyah dan
Penggalangan Peresmian Penggunaan Masjid Baitul Izza Baiti
Jamak Islamiyah Jl. Proklamasi 55-57 Padang” pada halaman 1
dan 2 ditulis bahwa: secara formal memang Buya K.H.A.
Karim Djamak tidak pernah bersekolah, akan tetapi pernah

175
belajar agama Islam selama lebih kurang 14 tahun setingkat
madrasah di Dusun Mendapo Rawang Maliki, Air Bersih,
Koto Teluk Sungai Penuh, Kerinci. Diantaranya ia belajar
mengaji, tadarus Al Qur’an, Ilmu Fiqih, Tauhid dan Tasauf.
Guru yang mengajar adalah H. Maktib (Kadli Hakim pada
zaman Belanda); H. Moh. Thaib dan K.H. Kari Ahmad; serta
Tengku Mohamad Jum’at (ayah beliau dan ulama besar di
Desa Tanjung Rawang). Buya K.H.A. Karim Djamak belajar
agama sejak umur 7 tahun, dengan memperdalam amalan
yang bersifat fardhu ‘ain, ilmu fiqih, ilmu thasawuf, serta aqidah-
aqidah yang berhubungan dengan ajaran agama Islam dan
mengikuti ahlus sunnah wal jamaah berdasarkan Al Qur’an dan
Sunah Nabi SAW. Buya K.H.A. Karim Djamak meninggal
dunia pada 28 April 1996 dalam usia 90 tahun. Dalam
perjalanannya sebagai Pembina JMI banyak sekali mendapat
rintangan/tantangan, ejekan, caci maki dan penghinaan.
Menurut Drs. H. Audal Amli, pada usia 12 tahun K.H.A.
Karim Djamak sudah menjadi guru bantu untuk membantu
kakeknya di Desa Tanjung Rawang, mengajar anak-anak
mengaji Al Qur’an. Sejak muda beliau menjadi pekerja keras
dan mempunyai etos kerja yang tinggi, baik dalam bertani,
berternak, maupun berdagang, berbagai usaha digelutinya
dimana pada jaman Jepang dijuluki ahli mesin (seperti
montir). Pada usia muda beliau sudah menggarap tanah
pertanian yang sangat luas, pada tahun 1970 mempunyai
usaha rice mile (huller) yang hasilnya dibelikan sapi dan di
pelihara oleh banyak orang. Dari usaha keras beliau hasilnya
digunakan untuk membangun Masjid Raya Jam’iyyatul
Islamiyah, Desa Lawang Agung, Kec. Sungai Penuh, dengan
tidak pernah meminta sumbangan kecuali dari jamaah JMI.
Pengalaman Ir. H. Zulhadi Karim (anak kandung) pada
waktu masih kecil sekitar tahun 1983 diajak ayahnya sholat
berjamaah berpindah-pindah masjid, sering yang memberi

176
ceramah atau khotbah mencaci maki dan memfitnah ayahnya.
Sebagai seorang anak menanyakan kepada ayahnya kenapa
tidak marah, jawaban ayahnya orang-orang tersebut dibilang
belum tahu, jadi kita perlu melatih kesabaran. Demikian juga
ada seorang khotib Jum’at yang memfitnah dengan
berpindah-pindah masjid dalam ceramahnya khotib tersebut
memfitnah ayahnya dan sampai sekarang masih ada orang
yang suka memfitnah ayahnya. Pengalaman pada waktu
masih kecil sama-sama mempunyai sebutan buya pada waktu
Buya K.H.A. Karim Djamak mengisi ceramah orang yang
datang banyak, pada waktu buya lain yang ceramah orang
yang datang sedikit. Kondisi demikian berkembang isu bahwa
Buya K.H.A. Karim Djamak mengajar sihir, sehingga banyak
orang yang mengelu-elukan Buya K.H.A. Karim Djamak
sebagai penceramah maka timbul rasa kecemburuan buya
yang lain. Buya K.H.A. Karim Djamak pada waktu diundang
orang untuk berceramah biasanya tidak mau menerima honor
sebagai penceramah dan tidak mau terima makanan-makanan
dari orang yang punya hajat.
Menurut Risman Leman, Dtk (Pengurus DPD JMI
Kerinci), disampaikan bahwa Buya K.H.A. Karim Djamak
tidak pernah mengajak orang untuk mengaji kepada beliau,
tetapi orang datang sendiri untuk menuntut ilmu.
Pengalamannya pada zaman dahulu banyak orang
dikampungnya yang mendalami ilmu hitam, mendengar isu
itu ia datang menghadap Buya K.H.A. Karim Djamak yang
dianggap sebagai ahli sihir. Saya datang untuk dapat
menambah ilmu kebal, ternyata isu itu semua tidak benar.
Akhirnya setelah saya mengikuti pengajian Buya K.H.A.
Karim Djamak bisa hijrah dari mendalami ilmu hitam,
menjadi mau melaksanakan shalat dan beribadah sesuai
dengan syariat Islam. Pada waktu Buya K.H.A. Karim Djamak
memberi pengajian yang nampak di atas meja hanya al-Quran
tidak ada buku-buku yang lain, mengupas satu per satu surat-

177
surat al-Quran dengan tanya jawab, dimana sejak tahun 1971
sudah banyak orang yang mencari ilmu datang kepada beliau.
Isteri pertama KH. Karim Djamak adalah Umi Salmah
meninggal dengan 1 anak meninggal. Isteri kedua Hj. Sabatiah
mempunyai 12 anak yang hidup 6 orang, dan isteri ke tiga
Mardiyah mempunyai 12 anak yang hidup 10 orang.
Gelar Kyai diperoleh dari Pulau Jawa yang diberikan
oleh KH. Tohir Wijaya dan K.H. Moh. Tarmoedji. Pada
awalnya Buya KH. Karim Djamak dipanggil uwo (sebutan
kakak yang paling tua), sesudah itu dari beberapa daerah dan
Jakarta memanggil dengan Ayahanda (sebutan sebagai anak
kepada bapaknya) agar lebih akrab yang tua dihormati.
Pemberian gelar buya kepada K.H.A. Karim Djamak di
Kabupaten Kerinci bagi penyiar agama yang sudah berumur
tua (senior), dan bagi yang masih muda dipanggil dengan
sebutan ustadz.
D. Ajaran JMI
Salah seorang pengurus DPD JMI Kab. Kerinci
menceritakan bahwa caci maki terhadap JMI, dilakukan juga
oleh guru agama disekolah dalam menerangkan rukun Islam
yang ke 5 mengenai haji. Dikatakan oleh gurunya bahwa
orang disana kalau beribadah haji datang ke Kerinci.
Kehadiran para jamaah JMI pada waktu Idhul Adha di Masjid
Raya Jam’iyyatul Islamiyah ke Kerinci berawal dari kondisi
fisik Buya K.H.A. Karim Djamak yang sudah tua yang tidak
memungkinkan untuk berkunjung ke daerah-daerah yang
mempunyai banyak anggotanya. Hasil musyawarah warga
JMI akan memilih hari-hari besar Islam untuk melakukan
silaturrahmi antar anggota jamaah JMI diantara Maulid Nabi,
Isro’ Mi’raj, Idul Fitri dan Idul Adha, maka yang dipilih
adalah Idhul Adha dan orang diluar JMI menilai anggota JMI
yang datang ke Kerinci untuk melaksanakan ibadah haji.

178
Metode yang digunakan Buya K.H.A. Karim Djamak
dalam memberikan ceramah adalah dengan membaca ayat-
ayat Al Qur’an yang sesuai dengan tema lalu dihubungkan
dengan hadist yang relevan dengan menggunakan cara yang
disesuaikan dengan para audiennya, dengan memberi contoh-
contoh yang mudah dicerna dengan menggunakan ijma’ dan
qiyas. Buya K.H.A. Karim Djamak menyampaikan materi
ceramah dengan metode andragogi, orientasinya adalah
untuk merubah sikap dari para jamaah. Kedatangan utusan
Allah para nabi kedunia adalah untuk memperbaiki ahlak
manusia. Hasilnya banyak orang yang dulunya nakal
(menjalankan seluruh larangan Allah), bisa menjadi sadar,
sehingga banyak ulama yang iri.
Buya K.H.A. Karim Djamak dalam menjalankan
dakwahnya ke daerah yang masyarakatnya masih minim
pengetahuan agamanya seperti di Desa Muara Jaya untuk
mengajarkan mulai dari fardu‘ain (cara salat-mulai dari dasar)
sampai jamaah bisa melaksanakan ibadah dengan baik. Bagi
jamaah yang sudah paham dan sudah melaksanakan salat
(rukun Islam) diajarkan untuk memperkecil pikiran-pikiran
didunia pada waktu mengerjakan salat. Buya juga meng-
ajarkan etika pergaulan misalkan diajarkan yang besar
dihormati dan yang kecil disayangi, serta jangan sombong
(dengan merendahkan siapapun). Menurut Drs. H. Audal
Amli ada 4 ajaran Buya KH. Karim Djamak, yang
disampaikan kepada para jamaah, yaitu :
a. Hampiri orang jahil/dekati tanya persoalan-persoalan
untuk bertobat.
b. Dekati musuh moga-moga menjadi teman yang setia
sebagaimana di Quran.
c. Masuki masyarakat untuk saling kenal mengenal, kerja
sosial/masyarakat.

179
d. Bermusyawarah untuk mengurangi sakwasangka yang
tadinya negatif sebenarnya positif.
Pelaksanaan Idul Adha di Masjid Raya Jami’yyatul
Islamiyah, Desa Lawang Agung, Kec. Sungai Penuh oleh
ribuan jamaah dari berbagai daerah tidak ada perbedaan
dengan umat Islam yang lain, juga tidak ada amalan-amalan
yang harus dibaca jamaah pada malam takbiran sampai pagi
hari. Petugas khotib dalam pelaksanaan sholat Idul Adha
dilakukan secara bergiliran dari masing-masing utusan DPD.
Berkumpul ribuan jamaah JMI yang diberi kemampuan dan
kesehatan di Kerinci merupakan acara silaturrahmi yang di isi
dengan beberapa sambutan dari masing-masing DPD, juga
ditampilkan berbagai kesenian seperti rebana/marhaban,
yang diisi dari masing-masing daerah baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri. Silaturrahmi yang dilakukan oleh
ribuan jamaah JMI banyak membantu dan menguntungkan
Kerinci dimana membantu menggerakkan ekonomi
masyarakat, mulai dari pedagang hewan, hotel, restoran,
tukang ojek dan juru parkir. Hal ini merupakan kegiatan
unggulan pariwisata yang banyak membantu Pemkab Kerinci.
Pelaksanaan sholat Idul Fitri hanya diikuti oleh jamaah dari
Kerinci, yang hari pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan
pemerintah. Menurut Januar (warga Desa Lawang Agung),
kedatangan ribuan jamaah JMI pada waktu Idhul Adha tidak
mengganggu lingkungan dan bisa menggerakkan ekomomi
masyarakat, daging korban dibagikan kepada seluruh warga
masyarakat dengan tidak melihat golongan.
E. Ajaran JMI Yang Dianggap Menyimpang
Menurut Drs. H. Abdul Kadir Yasin (Pengurus MUI dan
Muhammadiyah Kab. Kerinci dan mengenal K.H.A. Karim
Djamak sejak masih muda), di Masjid Raya Jam’iyyatul
Islamiyah, Desa Lawang Agung terdapat 3 menara dimana di

180
puncak kubah pertama tengah melam-bangkan Allah, menara
sebelah kiri menandakan Muhammad bin Abdullah dan
menara sebelah kanan menandakan Muhammad abdi
Rasulullah yang dalam hal ini adalah Karim Djamak.
Pengurus dan pengikut JMI dalam menjamu tamu sampai
sekarang hanya memperlihatkan yang baik-baik, namun
kenyataannya berbeda atau biasa disebut taqiyah (berbeda
dengan kenyataan yang sebenarnya) baik dilihat dari sudut
aqidah maupun ibadah. Misalkan kedatangan Amir Syah dari
MUI Pusat 6 bulan yang lalu dibawa, maka pengurusnya
memperlihatkan yang baik-baik saja (taqiyah).
Praktek pengajian pada umumnya di seluruh musholla
dan masjid di Kerinci dilaksanakan pada sore hari sehabis
sholat ashar atau magrib, namun di Masjid Raya Karim
Djamak dilaksanakan pada tengah malam. Secara muamalah
pengurus JMI sudah ada yang terbuka, tetapi masih banyak
ditutup-tutupi (pelaksanaan Sholat Idul Adha dan Idul Fitri
seluruh masyarakat berkumpul melaksanakan Sholat Ied di
Lapangan Merdeka sekaligus mendengarkan program
pembangunan dari Bupati Kerinci, dari segi muamalah baik
tetapi pengurus JMI tidak mau melaksanakan Sholat Ied di
Lapangan Merdeka). Sejak awal perkembangannya JMI
seluruh ormas Islam dan MUI di Kerinci menentang, namun
JMI pinter dengan masuk dan menggarap daerah-daerah
abangan (tertinggal).
Beberapa catatan lain bahwa JMI menyampaikan ajaran
yang menyimpang adalah sebagai berikut:
1. Pada tahun 1950 Karim Djamak mengaku tidak pandai
membaca Al Qur’an, namun pernah sebagai guru pencak
silat, dan pada dasarnya Karim Djamak tidak pernah
belajar Al-Qur’an dan kitab walau pengakuannya belajar
dari orang tuanya.

181
2. Pada tahun 1950 Letjen. Alamsyah dan H. Haidir
diperankan sebagai Abu Bakar dan Umar bin Khatab
seperti pada jaman rasulullah, walau tidak disebut ada
Muhammad (Karim Djamak) kemudian 2 orang tokoh
tersebut lari/keluar sebagai pengikut Karim Djamak dan
bertobat.
3. Pada tahun 1970-an di beberapa daerah yang ada di
Kerinci pengikut JMI tidak mau membelikan baju untuk
anaknya, tetapi bersedia shodaqoh ke JMI (seperti
membayar zakat di beberapa kampung ada beberapa kios
yang bertugas mengumpulkan zakat dan shodaqoh lalu
disetorkan ke JMI).
4. Darussamin Dt. Pangka Sinaro merupakan pensiunan
tentara murid tertua Karim Djamak di Payakumbuh,
Sumbar untuk menyebarkan ajaran Karim Djamak. Ajaran
dilarang sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan
Tinggi Sumatera Barat Nomor: Kep.B.92/J.3.3/11/81
tentang Larangan Ajaran Jami’yyatul Islamiyah
Berpedoman Pada Buku Keluarga Besar Jami’atul
Islamiyah yang dikarang K.H.A. Karim Djamak
Diperbanyak/ Dikembangkan oleh Darussamin Datuk
Pangka Sinaro, tanggal 30-11-1981.
5. Banyak orang di beberapa daerah di Indonesia anggota
JMI sampai di Pontianak, bahwa di Kerinci terkenal ada
tempat untuk menunaikan ibadah (naik) haji yang
berpusat di di Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah, Desa
Lawang Agung, Sungai Penuh.
F. Praktek Ritual Keagamaan
Pemantauan pelaksanaan sholat Jum’at di Masjid Raya
Jam’iyyatul Islamiyah pada tanggal 4 Juli 2008, adalah sebagai
berikut: jumlah jamaah kurang lebih hanya 60 orang menjadi 2

182
shaf termasuk anak-anak (walau kapasitas masjid bisa
menampung lebih kurang 1.000 jamaah). Mimbar
menggunakan logo Jam’iyyatul Islamiyah (padi), pada waktu
sholat dan khotbah dibacakan tidak ada perbedaan dengan
pelaksanaan sholat Jum’at di masjid-masjid yang lain, dimana
adzan dilaksanakan 1 kali. Didalam masjid tidak ada gambar-
gambar baik berupa foto tokoh maupun ka’bah, dll.
Menurut pengakuan salah seorang pengurus JMI DPD
Kab. Kerinci, pengelolaan Masjid Raya Jami’yyatul Islamiyah,
Desa Lawang Agung, Kec. Sungai Penuh, masih ada
kekurangan, hal ini ditandai dengan jamaah yang datang ke
masjid hanya warga JMI, kecuali pada pelaksanaan sholat
tarawih banyak masyarakat sekitar yang ikut berjamaah.
Menurut Januar dimana pada tahun 1982 pernah ikut belajar
dan mengaji Al Qur’an kepada K.H.A. Karim Djamak,
keengganan masyarakat Desa Lawang Agung ke Masjid Raya
Jam’iyyatul Islamiyah dikarenakan masing-masing
lingkungan sudah mempunyai masjid sendiri, dan masyarakat
sekitar beranggapan bahwa Masjid Raya Jam’iyyatul
Islamiyah adalah masjid milik organisasi.

183
184
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat diambil beberapa simpulan
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Idul Adha di Masjid Raya Jam’iyyatul
Islamiyah, Desa Lawang Agung, Kec. Sungai Penuh oleh
ribuan jamaah dari berbagai daerah secara ekonomi
menguntungkan masyarakat Kerinci, karena dapat
menggerakkan ekonomi masyarakat. Pada pelaksanaan
Idul Adha 1428 H/2007M jumlah jamaah berkurang hanya
sebanyak 3.500 orang, dimana sejak tahun 1995 jumlah
jamaah yang datang ke Kerinci antara 8.000 s.d. 11.500
orang. Menurut Pengurus DPD JMI Kab. Kerinci
penurunan jumlah jamaah yang datang disebabkan karena
pada tahun 2006 pernah terjadi, Kasus Penggagalan
Peresmian Masjid Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah Kota
Padang, Sumatera Barat, sehingga dalam hal ini
memudahkan untuk mengontrol jamaah. Namun
penurunan jumlah jamaah ini bisa disebabkan karena
adanya penglurusan ajaran JMI tentang kegiatan silatur-
rahmi jamaah JMI setiap Idul Adha yang dilaksanakan di
Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah Kerinci yang oleh
sebagian jamaah dari berbagai daerah diyakini dapat
mengganti pelaksanaan rukun Islam yang ke 5 yaitu
melaksanakan ibadah haji.

185
2. Menurut pemuka agama setempat pengurus dan pengikut
JMI sampai sekarang hanya memperlihatkan yang baik-
baik, namun kenyataannya berbeda atau biasa disebut
taqiyah (berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya) baik
dilihat dari sudut aqidah maupun ibadah.
3. Masyarakat lingkungan khususnya disekitar Desa Lawang
Agung dan pada umumnya di Kerinci enggan dan tidak
mau melaksanakan sholat berjamaah di Masjid Raya
Jam’iyyatul Islamiyah dengan anggapan merupakan
masjid milik organisasi, dan masyarakat masih belum
menerima secara penuh ajaran yang di kembangkan oleh
JMI. Masyarakat masih banyak yang berpandangan bahwa
ajaran yang dikembangkan JMI adalah menyimpang.
B. Rekomendasi
Dari simpulan diatas, hasil kajian ini setidaknya dapat
merekomendasikan ha-hal sebagai berikut:
1. Pengurus DPD JMI Kab. Kerinci agar lebih sering
bersilaturahmi dan berdialog dengan pejabat Kandepag
Kab. Kerinci dan MUI Kab. Kerinci, agar komunikasi
dapat berjalan lancar dan dapat menghilangkan sakwa-
sangka dari masyarakat tentang keberadaan JMI.
2. Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Kandepag Kab.
Kerinci untuk meningkatkan ketaqwaan kepada umat
Islam, harus selalu memberi pembinaan dan bimbingan
kepada ormas Islam yang ada di Kab. Kerinci, khususnya
kepada jamaah JMI di Kerinci.
3. Pengurus DPD JMI Kab. Kerinci harus berusaha bersikap
terbuka dan menghilangkan kesan eksklusif khususnya
dalam penggunaan rumah ibadat (masjid dan musholla)
yang dikelola oleh JMI di Kab. Kerinci, dimana sebagian
besar masyarakat menganggap bahwa rumah ibadat

186
tersebut khusus untuk anggota jamaah organisasi JMI dan
bukan untuk umum. Pengurus DPD JMI Kab. Kerinci
harus berusaha menghilangkan sikap taqiyah (berbeda
dengan kenyataan yang sebenarnya), dalam menerima
pihak-pihak khususnya yang terkait dengan kepentingan
dialog dan pembinaan terhadap keberadaan JMI.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia,


Penerbit Diva Pustaka, Jakarta 2004
Badan Pusat Staistik Kabupaten Kerinci, Kerinci Dalam Angka 2005
Departemen Agama RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Kompilasi Peraturan Perundangan-
Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Edisi
Kesembilan, Jakarta 2007
DPP Jam’iyyatul Islamiyah, Draft Pedoman Jami’yyatul Islamiyah,
Jakarta 2007
DPP Jam’iyyatul Islamiyah, Memorandum Jami’yyatul Islamiyah dan
Penggagalan Peresmian Masjid Baitul Izza Jamak Islamiyah Jl.
Proklamasi 55-57 Padang, Jakarta 2006
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial, Edisi Revisi, Penerbit Alfabeta,
Bandung, 2005
Geertz, Clifford, Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa,
terjemahan, Pustaka Jaya, Jakarta 1983
Kustini, Kasus Penggagalan Peresmian Masjid Baitul Izza Baiti Jamak
Islamiyah Kota Padang, Sumatera Barat, Departemen Agama
RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, Jakarta 2007
Ma’ruf Amin, dalam makalahnya “Peran MUI dalam Pengembangan
Wawasan Khilafiyah di Indonesia” makalah (tidak diterbitkan)

187
dalam seminar 4 Desember 2006 di Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, Jakarta

188
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

A
GAMA merupakan pedoman hidup manusia
untuk memahami diri dan lingkungannya yang
merupakan dasar utama kebudayaan sehingga
manusia sangat sulit untuk meninggalkan agamanya.
Perubahan pandangan terhadap agama dapat terjadi jika
agama yang dianut dan ditaati ajarannya dirasa sudah tidak
sesuai dan tidak berhasil mengatasi permasalahan dan
perubahan sosial. Kondisi demikian akan memunculkan
penafsiran baru terhadap ajaran agama, bahkan mendapatkan
dukungan dari para simpatisan jika argumen-argumennya
mudah diterima. Lebih-lebih penafsirannya terhadap teks-teks
suci mampu meyakinkan orang dinilai sebagai suatu
kebenaran dan dirasa mampu menjamin keselamatan dunia
akhirat. Ajaran baru dari produk reinterpretasi menjadi awal
munculnya aliran-aliran faham baru dalam sebuah agama.
Munculnya faham yang menyimpang tidak lepas dari
perkembangan sosial masyarakat yang cepat sehingga
menimbulkan perasaan dislokasi (kehilangan tempat dalam
masyarakat yang berubah), disorientasi (perasaan kehilangan
arah, khususnya dalam hal makna dan tujuan hidup karena
sistem dan pranata lama yang tidak lagi dapat dipertahankan)
dan deprivasi relative (perasaan tidak ikut serta dalam proses-
proses perubahan). Semua itu memerlukan solusi dan
jawaban atas masalah. Solusi dan jawaban tersebut seringkali
mendorong masing-masing individu untuk mencari dan
bergabung dengan siapa saja yang dapat mengakomodasi.
Makin sederhana solusi dan jawaban maka semakin menarik

189
dan diminati banyak orang yang tidak jarang bermuara pada
sikap kultus dengan gaya penganutan yang militan, fanatik,
tertutup dan anti-sosial. Lalu muncul tokoh yang
menawarkan solusi yang dianggap mudah diterima dan
difahami dan membentuk kelompok kultus berdasarkan
karisma pribadi.1
Selain oleh faktor di atas, suatu aliran muncul juga
disebabkan diantaranya oleh faktor internal dan eksternal.
Demikian misalnya yang terjadi pada agama Kristen. Faktor
internal disebabkan oleh adanya perbedaan penafsiran
terhadap teks-teks kitab suci dan penekanan pengamalan
agama secara eksklusif yang hanya mengakui fam tertentu.
Sedangkan faktor eksternal diantaranya faktor politik dan
pemikiran liberal atau literal dalam memahami teks-teks
agama.
Adalah Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah,
sebuah yayasan Kristen di Kota Manado yang bergerak di
bidang pelayanan Injil yang meliputi pelayanan etika, moral,
spiritual pendidikan dan usaha humanitarian yang berusaha
menafsirkan petunjuk-petunjuk yang ada dalam Injil.2
Yayasan yang diketuai oleh Ev. Herman Kemala ini memiliki
banyak pengikut dari berbagai denominasi gereja. Pelayanan
yang diberikan oleh yayasan ini dirasakan oleh jemaatnya
dapat membantu menyelesaikan masalah yang mereka
hadapi, baik masalah pribadi maupun masalah
keluarga/masyarakat. Namun, oleh beberapa pihak yayasan

1
Madjid, Nurcholish, "Dorongan dan Hambatan Kultural bagi
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia" dalam makalah yang disampaikan pada:
Musyawarah Nasional Cendekiawan antar Agama, Yogyakarta, 15-16 Januari 1996,
hal. 1.
2
Akta Pendirian Yayasan yang diajukan oleh pendiri Yayasan Pekabaran
Injil (YPI) Kemuliaan Allah di Kota Manado tanggal 17 Mei 2001 di depan Notaris
Oky Annette K., S.H.

190
ini dianggap tertutup dan menyimpang dari kelompok
mainstream agama Kristen. Ia dituding telah mengajarkan dan
mengembangkan aliran gereja setan, sebuah aliran gereja yang
muncul di Amerika Serikat.
Sekilas menengok kembali pada sejarah kemunculan
aliran atau kelompok Gereja Setan (GS). Gereja setan
merupakan sebuah aliran yang mula-mula didirikan dan
dikembangkan oleh Anton Szandor La Vey tanggal 30 April
1966. Gereja setan secara terang-terangan diorganisasikan di
San Fransisco Amerika Serikat. Sebagai pegangan umatnya,
secara terang-terangan pula pada tahun 1969 La Vey menulis
sebuah kitab yang dinamakan The Satanic Bible.
Gereja setan mengakui Lucifer sebagai kekuatan
tertinggi dan yang disembah dalam setiap ritualnya. Di bawah
Lucifer ada Hyberia, istri Lucifer yang membawahi kelompok
khusus yang terdiri atas 13 wanita yang disebut dengan Sister
of The Light. Terdapat pula jajaran kuasa, seperti Vampire,
Dracula, Zombie, Werewolf, SherWolf, dan Mochua. Semua
kelompok ini tidak berwujud alias dalam bentuk roh.
Sebuah peristiwa terjadi pada bulan April tahun 1999
dimana dua orang gadis yang bernama Rina dan Laura
Gansalangi dirasuki oleh roh jahat. Atas usaha Ev. Herman
Kemala, kedua gadis tersebut berhasil dibebaskan. Rina dan
Laura mengakui keduanya telah dinobatkan sebagai istri
Lucifer. Keduanya telah melakukan hubungan intim layaknya
suami istri dengan Lucifer. Dari pengakuan keduanya pula
disebutkan bahwa kota Manado akan dijadikan pusat gerakan
gereja setan dengan akan dilaksanakan kongres gereja setan

191
pada tanggal 6 Juni 2006 (666). Berita tersebut dengan cepat
menyebar di seantero Kota Manado heboh.3
Masyarakat pun dibuat tidak mengerti. Sejak kejadian
itu merebaklah isu bahwa gereja setan telah dikembangkan
oleh kelompok Ev. Herman Kemala dan yayasannya. Isu
makin berkembang luas oleh publikasi media di Kota Manado
dan melalui internet. Reaksi beragam muncul dari para tokoh
agama dan masyarakat Kota Manado serta para pejabat
pemerintah kota (Kanwil Departemen Agama Sulawesi Utara
dan Kepolisian Daerah Sulawesi Utara). Isu gereja setan yang
tidak hanya sekali terjadi, cukup mengganggu kehidupan
umat beragama di Kota Manado. Maka dirasa perlu untuk
diadakan penelitian dan kajian secara mendalam mengenai
eksistensi dan ajaran gereja setan (satanic church) dan
bagaimana Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah sebagai
tertuduh menepis isu-isu tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, dapat
dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Siapakah tokoh pendiri aliran gereja setan dan bagaimana
ajaran-ajarannya?
2. Apa dan bagaimana profil Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah? Apa saja kegiatan pelayanan
keagamaan yayasan tersebut?
3. Mengapa Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah
dituduh sebagai penganut aliran gereja setan?

3
Kedua gadis tersebut dituduh sebagai pengikut aliran gereja setan. Saat
keduanya kerasukan roh jahat, isu yang berkembang (yang di-blow up oleh media
massa) menyatakan bahwa kejadian itu (kerasukan roh jahat) hanya akal-akalan dari
kelompok gereja setan untuk mengelabui masyarakat seakan-akan gereja setan itu
tidak ada.

192
4. Bagaimana respon pemuka agama, masyarakat dan
pemerintah terhadap keberadaan gereja setan?
5. Bagaimana Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah
sebagai tertuduh merespon isu tersebut?
6. Bagaimana solusi yang ditempuh oleh pemerintah dan
tokoh-tokoh agama untuk menyelesaikan masalah
tersebut?
C. Tujuan dan kegunaan
Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
keberadaan gereja setan, tokohnya, pola penyebaran
ajarannya, pokok-pokok ajarannya, dan respon pemuka
masyarakat dan pemerintah serta Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah (sebagai tertuduh) tentang eksistensinya
sebagai sebuah yayasan yang bergerak di bidang keagamaan,
ekonomi dan, sosial. Hasil dari kajian ini akan digunakan
untuk membuat rekomendasi kepada pimpinan Departemen
Agama dalam menangani permasalahan keagamaan serupa di
Indonesia.
D. Penelitian Terdahulu
Yayasan Kemuliaan Allah sebagai tertuduh telah berdiri
sejak tanggal 17 Mei 2001. Kajian terhadap yayasan tersebut
dan kegiatannya pernah dilakukan oleh mahasiswa
Universitas Kristen Tomohon pada tahun 2006 yang berjudul
Eksorsisme (Suatu tinjauan teologis dogmatis terhadap
praktek eksorsisme kepada orang sakit pada kelompok doa
"Aletheia" Manado). Kajian tersebut tidak memfokuskan pada
isu gereja setan, namun berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan alam rohani Kelompok do’a
Alethia.

193
E. Metodologi
1. Bentuk studi
Penelitian ini bersifat eksploratif/kualitatif dalam bentuk
studi kasus.
2. Jenis penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan
hasil penelitian sesuai dengan tujuannya yang diikuti
dengan analisis atau yang sering disebut dengan metode
analisis deskriptif pada studi kasus.
3. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah dan seputar Isu Gereja Setan di Kota
Manado Sulawesi Utara.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam kajian ini adalah
dengan:
a. Wawancara; merupakan metode sangat penting untuk
mengumpulkan data melalui pendekatan kualitatif.
Wawancara sebagai tumpuan utama bagi peneliti
untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Para
narasumber adalah obyek wawancara yang sangat
penting sebagai key informan. Disadari sepenuhnya
bahwa wawancara cenderung dapat subyektif,
tergantung pada kompetensi dan kapabilitas peneliti
yang dipengaruhi oleh prasangka terhadap
responden.4 Sebagai metode penggalian data,

4
Faisal, Sanapiah, dalam bunga rampai: Analisis Data Penelitian
Kualitatif: pemahaman filosofis dan metodologis ke arah penguasaan model
aplikasi, ed. Burhan Bungin, Rajawali Press, Jakarta, 2003, hal. 67.

194
wawancara merupakan metode paling tepat untuk
kegiatan penelitian dengan pendekatan kualitatif.
Sebelum melakukan wawancara, dipersiapkan
instrumen penelitian data (IPD) untuk memperoleh
informasi yang komprehensif dan data yang valid.
b. Observasi; Observasi dalam penelitian ini dilakukan
secara tidak terlibat dimana memiliki kelebihan,
diantaranya: memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri obyek penelitian, untuk mengontrol dan meng-
crosscheck hasil wawancara langsung dan dapat
membantu peneliti dalam memahami situasi yang
sulit.
5. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif,
yakni menganalisis hasil wawancara, dokumen dan
observasi mendalam tentang isu gereja setan, Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah dan tuduhan gereja setan
kepada yayasan tersebut.
F. Kerangka Konseptual
Kasus adalah peristiwa atau kejadian yang terjadi di
suatu daerah. Sedangkan aliran/faham/gerakan keagamaan
adalah ajaran yang dikembangkan oleh seseorang yang
kemudian menjadi anutan sekelompok orang. Dengan
demikian yang dimaksud dengan kasus aliran/faham dan
gerakan keagamaan adalah peristiwa yang menyangkut
sebuah aliran/faham dan gerakan keagamaan yang dianut
oleh sekelompok orang yang muncul ke permukaan sebagai
isu lokal kemudian berkembang menjadi isu nasional.
Suatu aliran/kelompok keagamaan dalam prakteknya
tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi ada sejumlah
permasalahan yang melatar belakanginya yang menyebabkan

195
aliran/aliran keagamaan itu muncul. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, kelompok memiliki arti, yaitu suatu
kumpulan dari beberapa orang atau banyak orang yang
memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi yang berbeda dengan
orang atau kelompok lainnya.5
Kelompok keagamaan dalam kajian ini adalah suatu
kumpulan dari beberapa orang atau banyak orang yang
memiliki ciri-ciri khusus atau orientasi keagamaan tertentu
yang membedakan dengan kelompok keagamaan lainnya.
Mereka tampil beda di hadapan publik dalam bentuk yang
terkadang cukup unik dan bila perlu kontroversial dalam
rangka menarik perhatian. Hal ini dilakukan semata-mata
untuk membesarkan dirinya sebagai pendatang baru dan
gerakan keagamaan baru. Mereka pun terlihat aktif,
solidaritas antar anggota kuat, ketaatan pada pemimpin tidak
ada tandingannya dan dalam melaksanakan amalan
keagamaan terlihat lebih ketat.
Jika diamati dengan seksama, agama-agama di dunia
ternyata mengalami perkembangan yang selalu berubah,
memiliki dinamika, melakukan adaptasi-adaptasi dan inovasi
terus menerus dalam menghadapi lingkungan, sosial, politik,
ekonomi dan budaya. Perubahan itu ternyata menyangkut
banyak aspek kehidupan keagamaan yang sebagian terjadi
secara perlahan-lahan.

5
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
ke III, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 298.

196
BAB II
YAYASAN PEKABARAN INJIL KEMULIAAN ALLAH
DAN ISU GEREJA SETAN DI KOTA MANADO

A. Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah


1. Kelompok Do'a Aletheia dan Aktivitasnya (1980-1991)

Y AYASAN Pekabaran Injil Kemuliaan Allah-


sesuai dengan pencatatan di depan notaris-
secara resmi berdiri pada tanggal 17 Mei 2001.
Sebelum berdiri dengan nama tersebut, telah berjalan kegiatan
kelompok do'a yang dinamakan dengan Kelompok Do'a Ale-
theia dibawah koordinasi Ev. Herman Kemala.6 Kelompok ini
bergerak dibidang pengajaran kaum muda wilayah pelayan-
an jemaat Kristus Manado. Anggota jemaat kelompok do'a
Aletheia berasal dari berbagai denominasi gereja Kota
Manado.
Setelah berjalan dan mengalami perkembangan yang
signifikan, baik secara kualitas maupun kuantitas, muncul
dalam kelompok ini ketidak-cocokan antara koordinator (Ev.
Herman Kemala) dengan Gereja Kristus. Sebagai jalan keluar,
kelompok Aletheia memilih untuk memisahkan diri dari
naungan gereja Kristus dan berada di bawah naungan Gereja
Isa Al-Masih Manado. Anggota kelompok yang terdiri dari
pelajar/mahasiswa mengikuti Ev. Herman Kemala. Sebagai
tempat kegiatan, mereka membuka tempat baru sebagai
"Rumah Do’a" yang beralamat di Jl. Sam Ratulangi No 113,

6
http://stevan777.wordpress.com/2007/12/31/gereja-setan/

197
tepatnya di Pola Pelita. Pada tahap awal, pelayanan terfokus
pada konseling.
Herman Kemala adalah seorang penginjil (Evangelist),
menempuh pendidikan sarjana S-1 di IKIP, kemudian
melanjutkan S2 di ITB. Ia mendalami tentang alam roh di
sebuah Seminary di Pasadena Amerika Serikat pada tahun
1993-1994 (Theological Seminary Pasadena jurusan Church
Growth: Satanalogy).7 Pada tahun 1994, ia kembali ke Manado
dan memperluas gerak kelompok Aletheia pada pelayanan
pengusiran setan.8
Pada tahun 1996, seluruh kegiatan ibadah kelompok
Aletheia dialihkan ke Jl. Ahmad Yani No 6 Sario Manado,
tepat di samping kanan Gereja GMIM Abraham Sario Sentra
Manado.9 Pelayanan do'a kelompok Aletheia tersebar di kota
Manado, seperti di Desa Malalayang, Kampus Kleak, Perum
Paniki, Tikala Ares dan rumah do'a Aletheia di Sario.10 Jadwal
dan materi pelayanan rumah do'a Aletheia seperti nampak
jadwal berikut:
No Hari/Jam Kegiatan Pemateri
1. Senin, 18.00-21-30 Doktrin  Herman Kemala
pengajaran
2. Selasa, 19.00-21.30 Ibadah raya  Sesuai jadwal
(umum)
3. Rabu,
17.00-22.00 Pengusiran setan  Prajurit
22.00-02.00 Materi alam roh  Herman Kemala

7
Wawancara dengan Jantje Chris Noya, Sekretaris Yayasan Pekabaran
Injil Kemuliaan Allah pada tanggal 31 Juni 2008.
8
Anonim, Eksorsisme, suatu tinjauan Teologis Dogmatis terhadap
Praktek Eksorsisme kepada Orang Sakit pada Kelompok Doa "Aletheia" Manado,
2000, hal. 27.
9
Ibid.
10
Wawancara dengan Ibu Tress Monginsidi tanggal 24 April 2000, Ibid.
hal. 29.

198
4. Kamis, 16.00- Pembekalan  Herman Kemala
selesai prajurit
5. Jum'at, 18.00-22.00 Do'a Mezbah  Herman Kemala
 Prajurit
6. Sabtu, Ibadah rutin  Penatua di
16.00-selesai wanita rumah anggota11

Kegiatan ibadah pada hari Senin dan Selasa diawali


dengan pujian penyembahan, dipandu oleh song leader dan
singer leader selama 30 menit. Setelah itu pembacaan puisi
atau refleksi oleh salah seorang anggota jemaat selama 20
menit dan dilanjutkan dengan pelayanan Firman selama 60
menit. Kemudian dilantunkan nyanyian pujian Tuhan selama
30 menit dan diakhiri dengan do'a penutup oleh Herman
Kemala. Di akhir ibadah, jemaat bersalaman sambil
mengucapkan "Syaloom" sesama jemaat.
Ibadah Jum'at (do'a Mezbah) dipandu oleh 2 orang
prajurit. Prajurit adalah sebutan bagi orang-orang dekat Ev.
Herman Kemala yang sudah mendapatkan "lisensi" dari
Herman. Orang-orang dekat Ev. Herman Kemala memiliki
tradisi penghormatan kepada sesama "prajurit" itu
sebagaimana yang dilakukan oleh orang Jepang (salam
dengan setengah membungkukkan badan). Filosofi
menggunakan penghormatan ala Jepang ini menurut Jantje
bahwa para karyawan dan pengikut Yayasan PIKA memiliki
etos kerja seperti orang Jepang.12
Setelah selesai ibadah dilanjutkan dengan acara salaman
yang dilayani oleh petugas, kemudian makan kue dan
minum. Pada ibadah do'a Mezbah Peserta duduk di lantai,

11
Ibid.
12
Wawancara dengan Ibu Ansye, salah seorang pengurus Yayasan PIKA
tanggal 3 Juli 2008.

199
waktu menunjukkan pukul 18.30, Herman Kemala tiba dan
ibadah dimulai. Diawali pujian penyembahan selama 30
menit. Kemudian jemaat berdo'a secara pribadi selama 30
menit. Dilanjutkan dengan selingan pujian selama 15 menit.
Setelah itu jemaat berdo'a untuk keluarga secara pribadi
selama 30 menit kemudian diselingi pujian selama 15 menit.
Lalu jemaat berdo'a untuk pemerintah Sulut selama 15 menit
dan dilanjutkan dengan do'a pribadi dengan suara keras
ditujukan untuk bangsa dan pemerintah Indonesia selama 45
menit. Setelah itu jemaat berdo'a untuk Kota Manado dan
warganya secara pribadi selama 30 menit dan ditutup dengan
pujian selama 30 menit.
Setelah selesai seluruh rangkaian ibadah dilanjutkan
dengan bimbingan konseling baik mengenai masalah pribadi,
keluarga maupun bisnis. Lamanya konseling bergantung pada
masalah yang dihadapi. Konseling diakhiri dengan do'a
pemutusan transfer terhadap roh-roh jahat. Roh-roh jahat
yang menjadi musuh kelompok Aletheia adalah: perdukunan,
pelacuran, jimat, roh orang kuat Minahasa, santet, roh raja-raja
Sangir, kutukan arwah, persundalan, roh orang mati, kutukan
nenek moyang, roh cabul, pemberontakan, roh seks, roh
Islam/Kaligrafi, roh zinah, pagani/kebudayaan, malaikat
terang dan Toar Lumimut.13 Bagi peserta yang merasa
dikuasai roh jahat, diwajibkan ikut dalam acara pengusiran
setan pada hari Rabu malam dan diterima menjadi anggota
jemaat Alam Roh. Konseling ini diasuh langsung oleh Ev.
Herman Kemala14, dan pengusiran roh jahat dilakukan oleh
Ev. Herman Kemala dan para prajurit. Untuk mengikuti
pengusiran setan harus mengikuti dua tahap kehidupan

13
Wawancara dengan Herman Kemala tanggal 22 Februari 2000, Ibid,
hal. 36.
14
Wawancara dengan Herman Kemala tanggal 15 Maret 2000, ibid. hal.
33.

200
rohani, yaitu tahap keselamatan dan tahap panggilan khusus
dengan waktu khusus dan tugas-tugas khusus pula.15
2. YPI Kemuliaan Allah: Sejarah dan tujuan berdirinya yayasan
Latar belakang berdirinya Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah adalah adanya semangat para tokoh pendiri
yayasan untuk menjadi berkat bagi sesama manusia. Mereka
prihatin dengan kondisi masyarakat yang terpuruk di bidang
ekonomi yang rentan dapat memicu konflik yang
mengakibatkan rusaknya hubungan horizontal sebagai
makhluk sosial serta mencederai hubungan vertikal kepada
Tuhan. Para tokoh pendiri yayasan ini memandang bahwa
manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi
bagi mahkluk yang ada di alam raya.16
Pada awal pendiriannya, Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah diketuai oleh Ev. Evie Aletha Betsy Nayoan.
Jumlah anggota yayasan terus mengalami peningkatan.
Mereka berasal dari berbagai macam gereja dan denominasi,
tidak membeda-bedakan suku, bangsa, warna kulit, jenis
kelamin dan status sosial.17 Selain pelayanan kegiatan rohani,
Ev. Herman Kemala -yang berhaluan Kristen Ortodox- juga
memberikan pelayanan di bidang ibadah dan konseling
masalah keluarga, ekonomi dan supranatural (bukan
paranormal).18

15
Ceramah alam roh, oleh Herman Kemala, tanggal 22 Maret 2000.
16
AD/ART Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah yang termaktub
dalam Akte pendirian yayasan.
17
Ibid.
18
Wawancara dengan Jantje Chris Noya, SH, tanggal 31 Juni 2008.
Menurut Yantje Ev. Herman Kemala mulai melakukan konseling dan pelayanan
sejak tahun 1993. Melalui mulut kemulut dia makin dikenal oleh masyarakat luas.
Tahun 1996 sudah terdapat 30 orang jemaat. Pada tahun 1997 berkembang menjadi
400 orang. Tahun 1998 bertambah 1200 orang. Pada tahun 1999 menjadi 2000
orang, dan tahun 2008 jumlah jemaat 7500 orang, tersebar di Manado, Jakarta,
Medan, Bandung, Tangerang, Balikpapan dan Taiwan. Di Sulawesi Utara terdapat

201
Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah sebagai
yayasan telah terdaftar di Departemen Agama melalui Surat
Keputusan Kanwil Depag Sulawesi Utara dengan Nomor:
Wr/6-d/BA.01.1/1748/2001 dan Surat Keputusan Dirjen
Bimas Kristen Depag RI No F/Kep/HK.00.5/80/2695/2001
diketuai oleh Ev. Ny Evi AB Nayoan. Yayasan ini bergerak di
bidang pelayanan keagamaan berkantor di Jl. TNI No 56
Tikala Kota Manado. Setelah berganti kepengurusan, alamat
pindah ke Jl. Diponegoro No 41 Teling Manado.
3. Tokoh pendiri dan kepengurusan yayasan.
Yayasan ini pada awal pendiriannya sesuai dengan akta
pencatatan di depan Notaris Oky Annette Kahimpong., S.H.
pada tanggal 17 Mei 2001 yang diketuai oleh Ev. Evie Aletha
Betsy Nayoan. Kemudian sekretarisnya adalah Jantje Chris
Noya dan sebagai bendahara ditunjuk Robby Herman
Monginsidi. Namun di tengah perjalanan, tepatnya pada
tanggal 11 Juni 2001 kepengurusan tersebut mengalami
perubahan. Dalam catatan yang dikeluarkan oleh notaris
tersebut pada tanggal 11 Juni 2001 menyebutkan bahwa
pengurus yayasan telah mengadakan rapat meskipun tanpa

3500 orang jemaat. Pelayanan konseling pertama kali bertempat di sebuah garasi
mobil di Jl Ahmad Yani (samping gereja Abraham). Kemudian pindah ke Jl Siswa
di rumah milik keluarga Monginsidi. Seterusnya lokasi berpindah-pindah.
Kemudian pindah ke hotel Civic (sekarang Quality). Pindah lagi ke hotel Yuta. Lalu
pindah lagi ke hotel Galaxi sampai tahun 2004. Sejak tahun 2005 sampai sekarang
bertempat di Merciful Building. Atas permintaan jemaat, sejak tahun 1997 diadakan
ibadah kebaktian. Kebaktian pertama kali diadakan di hotel Yuta, kemudian pindah
ke hotel Totenbuan, pindah lagi ke Kantor Gubernur. Sejak tahun 2004 di Aula
Ignatius milik Gereja Katolik. Gedung ini mampu menampung €700 orang jemaat.
Para jemaat mengikuti ibadah setiap selasa malam. Para jemaat berasal dari inter-
denominasi, seperti GMIM, KGPM, GPDI dan lain-lain. Mereka rutin mengikuti
ibadah dengan tujuan untuk menekuni firman Tuhan serta konseling masalah
pribadi. Kebaktian Minggu mereka kembali ke gereja mereka masing-masing. YPI
Kemuliaan Allah sebagai sebuah yayasan tidak mendirikan gereja, tidak melakukan
sakramen, dan tidak melakukan ibadah Minggu.

202
surat undangan kepada seluruh pengurus. Rapat tersebut
dipandang sah digelar di kantor Notaris Oky Annette K, S.H.
di Jl. Sam Ratulangi No 249 Manado dan mengambil
keputusan yang dianggap sah dan mengikat. Dalam rapat
tersebut Ny. Evie Aletha Besty Najoan mengundurkan diri
dari statusnya sebagai pendiri dan ketua Yayasan. Selanjutnya
rapat itu dengan disaksikan oleh Notaris Elifke Sabarara dan
Fitriyanti Kundiman menyetujui dan menunjuk kepengurusan
baru, yaitu: sebagai ketua adalah Drs. Herman Kemala
(Pendiri Yayasan); sebagai sekretarisnya adalah Jantje Chris
Noya, SH dan Bendaharanya Robby Herman Mongisidi.
4. Aktivitas Yayasan
Dalam surat pernyataannya yang dilampirkan dalam
surat permohonan pendirian Yayasan, Yayasan Pekabaran
Injil Kemuliaan Allah menyatakan secara resmi tidak
mendirikan gereja dan sakramen. Palayanan Injil menjadi
pioneer dan "mesin rohani" inti pendirian yayasan ini19. Selain
ibadah bersama, juga dilakukan ibadah keluarga di rumah
(jumlah jemaat dibatasi), ibadah ulang tahun dan sebagainya
yang dikoordinir oleh pos-pos dan petugas (penatua) yang
telah ditunjuk oleh yayasan.20 Pelayanan ibadah di Kota
Manado kini dilaksanakan pada hari Selasa malam di Aula
Ignatius (aula milik gereja Katolik) di Jl. Walanda Maramis
(disamping Gedung Baru Gereja Ignatius Manado). Acara
tersebut dimulai pukul 18.30-21.00 WITA. Setelah ibadah
dilanjutkan dengan konseling dan penyembuhan.21

19
Wawancara dengan Ev. Jantje Chris Noya, SH., dan Ny Ansye.
20
Wawancara dengan Ny Ansye, pengurus Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah.
21
Menurut penuturan Jantje, penyembuhan yang dipraktekkan oleh Ev.
Herman Kemala dengan mengunakan do'a-do'a sebagaimana yang sering
dipanjatkan dan diajarkan di dalam Injil sehingga bisa dilakukan oleh siapa saja
dengan cara mendekatkan diri dengan Tuhan.

203
Penyembuhan tersebut dengan membaca do'a-do'a dan isyarat
tangan.22
Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah memiliki
jemaat yang berasal dari inter-denominasi. Yayasan ini tidak
memiliki gereja sebagaimana dinyatakan pengurus yayasan
saat mengajukan permohonan pendirian yayasan, yaitu tidak
akan mendirikan gereja dan tidak mengadakan sakramen.
Pendeta yang menyampaikan khotbah didatangkan dari
gereja-gereja lain.23 Kegiatan sakramen dan ibadah Minggu,
para jemaat kembali ke gereja induk masing-masing.24 Namun
ternyata sebagian anggota jemaat yang mengikuti ibadah yang
dilaksanakan oleh yayasan ini tidak kembali ke gereja induk
mereka.25
Pelayanan mingguan dilaksanakan di Aula Ignatius
Kota Manado. Selain itu pelayanan dilakukan di tempat lain
di Sulawesi Utara seperti di Malalayang, Kawangkoan,
Amurang, Tuminting, Tikala Ares, Airmadidi dan Bitung. Dan
di kota lain seperti Tangerang, Bandung, Cirebon, Jakarta,
Medan, Sukabumi, Bekasi dan Balikpapan.26 Yayasan ini
memadukan kegiatan rohani dan kegiatan ekonomi. Semangat
religius merupakan ruh dan motivator yang mendorong
setiap orang bergerak maju di bidang perekonomian.27

22
Doa-do'a yang dibaca menurut hasil penelitiannya (anonim) tidak hanya
dengan bahasa Indonesia, tetapi juga dengan bahasa-bahasa yang tidak bisa
dimengerti kecuali oleh Ev. Herman Kemala sendiri.
23
Pada saat peneliti mengumpulkan data lapangan, ibadah Selasa Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah dilaksanakan di Aula Ignatius pada tanggal 31 Juni
2008. Khotbah disampaikan oleh Pdt. Heri Dahlan dari Gereja Sidang Jemaat Allah
24
Wawancara dengan Jantje Chris Noya, SH.
25
Wawancara dengan Pdt. Johan Manampiring pada tanggal 2 Juli 2008
pukul 10.00 WITA di Hotel Formosa Manado.
26
Buletin Bulanan "BERKAT", edisi Nomor 85 – 01 Juli s/d 07 Juni
2008, Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah, Manado, hal. 22.
27
Wawancara dengan Ev. Herman Kemala

204
Ibadah seluruh karyawan Merciful Building dilakukan
pada setiap hari Senin jam 08.00-09.00 dengan mendatangkan
pendeta dari gereja-gereja di Manado secara bergantian. Pusat
bisnis Merciful Building bukan milik Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah, namun milik pribadi Ev. Herman Kemala.
Sebagai pemilik gedung dan pengusaha di berbagai bidang
bisnis, Herman ingin memberdayakan ekonomi masyarakat
Sulawesi Utara.28
Kegiatan rohani meliputi; a) kerja sama dengan orang
atau gereja serta badan-badan/lembaga lainnya; b)
pemberitaan Injil dengan mengadakan pelayanan pribadi,
kebaktian-kebaktian di berbagai tempat, seperti kampus-
kampus, rumah sakit, asrama-asrama, lembaga-lembaga
pemasyarakatan, sekolah-sekolah, c) bersama-sama dengan
gereja mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR),
bible camp, retreat, seminar, lokakarya, jambore dan kegiatan-
kegiatan kerohaniahan lainnya yang dilaksanakan di lapangan
atau dalam gedung.
Usaha di bidang ekonomi dipusatkan di bisnis center
Merciful Building Kompleks Ruko Wanea Plasa Blok H7,8,9,10
Jl. Sam Ratulangi 383 Manado. Tempat tersebut merupakan
tempat "mesin uang" untuk menunjang kegiatan rohani.
Bangunan gedung ini terdiri dari 4 lantai. Di tiap-tiap lantai
terdapat kegiatan produksi berbagai macam makanan khas
Sulawesi Utara.29 Usaha di bidang ekonomi ini menurut
Herman Kemala merupakan amanat Tuhan yang sebagai
sebuah langkah untuk membantu sesama dengan membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Manado.30

28
Wawancara dengan Jantje Chris Noya, SH,
29
Wawancara dengan Jantje Chris Noya, SH,
30
Wawancara dengan Ev. Herman Kemala

205
B. Gereja Setan
a. Tokoh Pendirinya
Gereja setan didirikan oleh Anton Szandor La Vey
tanggal 30 April 1966 secara terang-terangan dan
diorganisasikan di San Fransisco. Pada tanggal 29 Oktober
1997, Anton La Vey meninggal dan diwarisi oleh Blanche
Barton (pendeta wanita tertinggi) yang juga istri La Vey.
Semasa hidupnya, Anton La Vey mengangkat banyak anggota
kependetaan sebagai pengacara iblis.31
b. Struktur organisasi
Tingkat paling atas adalah Lucifer yang harus disembah.
Kemudian di bawahnya adalah Prince of Michael. Kemudian di
bawah Prince of Michael terdapat empat tim dengan nama
masing-masing, yaitu Dragon Team (Tim Naga) dipimpin oleh
RYAN beranggotakan 12 orang. Kemudian tim The Mou-Mou -
Satan Web (Jaringan Setan) dan Children of God. Masing-masing
tim ini beranggotakan 250 anggota. Setiap anggota baru,
langsung terdaftar dan namanya dibukukan dengan rapi. Tim
ini adalah adalah orang-orang pilihan baik dari segi mental
maupun intelektual. Sasaran utama mereka ialah remaja yang
kemudian diperalat sebagai ujung tombak gerakan mereka.
Gereja setan menggunakan lambang 666 dan memiliki
simbol pentagram (bintang bersudut 5 terbalik yang
bergambar kepala kambing bertanduk dua). Sudut bintang
yang menggambarkan tanduk itu bermakna Lucifer yang
memiliki derajat yang sama dengan Allah. Sedangkan tiga
sudut di bawah menggambarkan tritunggal iblis. Yang di

31
http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Setan.

206
tengah adalah Lucifer, di kiri anti Kristus, yang di kanan nabi-
nabi palsu. 32

c. Kitab Suci dan Pokok-pokok Ajarannya


Sebagai buku panduan umatnya, La Vey menulis sebuah
kitab The Satanic Bible tahun 1969. La Vey dengan Gereja
Setannya mengajarkan tiga jenis ritual: seks, kebaikan, dan
kejahatan. Ritual Seks dilakukan setelah upacara dan itu
merupakan bagian dari upacara. Seks yang dimaksud adalah
seks bebas. Padahal seks bebas bertentangan dengan ajaran
Kristiani. Menurut La Vey roh dan manusia dapat melakukan
hubungan badan bila roh itu berubah wujud menjadi
manusia. Roh tersebut merupakan penjelmaan Lucifer (yang
disembah dan diagungkan oleh pengikut gereja setan). Roh
masuk ke dalam jasad seseorang, kemudian orang itu akan
nampak seperti kerasukan. Dalam ritual mereka juga
dilakukan memanggil arwah orang mati dan aktivitas
perdukunan.
Ritual kebaikan mereka lakukan dengan cara masuk ke
dalam gereja-gereja lalu menyumbang. Sedangkan ritual
kejahatan dilakukan terutama saat ada anggotanya yang
melanggar peraturan, mereka tidak akan segan untuk

32
www.rileks.com/lifestyle/?act=detail&artid=31102006116250 - 18k

207
membunuh sebab bagi mereka adalah terhormat bila mati
untuk Lucifer.
Satanisme banyak muncul dalam bentuk film dan musik
yang merupakan unsur penting dalam penyebaran ajaran ini.
Film-film tersebut menceritakan dengan terbuka idiom
satanisme serta kisah kuasa gelap (dark forces). Film populer
seperti Friday The 13th, The Crow, Devils Advocate, Interview
With The Vampire dan serial The X-Files terdapat muatan alur
cerita satanisme atau black magic. Pada tahun 1968 Anton
Szandor La Vey pernah menjadi penasehat teknis sekaligus
pemeran film Rosemarys Baby dan film Omen 1976 yang
disebut-sebut sebagai upaya mempopulerkan satanisme.
Adapun hari-hari khusus yang dirayakan antara anggota
gereja setan ialah Halloween yang dirayakan setiap tanggal 31
Oktober. Para pengikut datang dengan berpakaian yang
menyeramkan dengan topeng-topeng aneh. Puncak acara
ialah dengan pelampiasan kepada Yesus Kristus dalam wujud
gambar-Nya dan diinjak-injak. Pada bagian atas ruangan
digantung simbol salib patah (broken cross). Kemudian hari
raya Solstice yang dirayakan di bulan Desember seminggu
sebelum Natal. Mereka menargetkan, sebelum umat Kristiani
merayakan Natal, pada tanggal 24 Desember malamnya
mereka akan meminta korban dengan maksud agar umat
Kristiani mengalami hari duka.
Kemudian hari raya Equinox yang dirayakan setiap
tanggal 13 Maret dan khusus diikuti oleh hanya 13 wanita
dalam Kelompok yang dinamakan Sisters of the Light yaitu
kelompok jabatan dalam struktur organisasi gereja setan. Hari
raya Black Sabath atau Misa Hitam, yaitu dalam upacara ritual
khusus itu dipersembahkan tumbal berupa seorang bayi yang
baru berumur 4 minggu.33

33
http://www.gky.or.id/buletin6/gereja.html.

208
BAB III
TUDUHAN SEBAGAI GEREJA SETAN

A. Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah sebagai tertuduh

I
su gereja setan mencuat di Kota Manado pada
awal Juni 2006. Pada saat itu berkembang isu
bahwa gereja setan akan mengadakan kongres
yang dipusatkan di Kota Manado pada tanggal 6 Juni 2006
(triple six). Angka tersebut dipilih sebagai simbol keramat bagi
kelompok gereja setan. Isu berkembang melalui pesan pendek
(SMS) dan desas-desus masyarakat.
Kota Manado merupakan kota terbesar di wilayah
Sulawesi bagian utara yang merupakan basis kekuatan dan
pertahanan penganut Kristen. Kemunculan gereja setan
dianggap merupakan ancaman gereja, karena antara gereja
dan setan merupakan dua hal yang berlawanan, antara
kebenaran dan kebatilan, antara kekuatan Tuhan dan tipu
daya setan.34
Anggota Tim 11 Harian Manado Post ketika melacak
kegiatan Gereja Setan turut menyaksikan acara pelepasan 3
roh kuasa gelap dari tubuh Laura (seorang gadis yang
ditengarai terkena pengaruh kuasa raja iblis Lucifer, Hyberia-
istri Lucifer dan Prince of Michael) yang dilakukan di Gereja
GMIM Paulus, Jl Sam Ratulangi Manado pada tanggal 24
Maret 2006. Proses pelepasan Laura dipimpin oleh Ev.

34
Wawancara dengan Pdt. Jeanne Sumampou, Kepala Bidang Agama
Kristen Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Utara pada hari Senin,
tanggal 31 Juni 2008.

209
Herman Kemala, seorang hamba Tuhan yang dikaruniai
talenta serta mempelajari liku-liku aliran sesat di AS. Acara
pelepasan sendiri diprakarsai oleh Pdt.Billy SPAK. Hadir pula
Kakansospol Manado Mayor John Rambing, Sekum GMIM
Pdt. Nico Gara S.Th MA, Aparat keamanan dari Polda
Manado, dan disaksikan oleh para jemaat gereja. Saat acara
pelepasan dimulai para pengunjung dipersilakan untuk
menyaksikan tanda-tanda yang dimiliki oleh Gereja Setan
yang terpatri di tubuh Laura, yaitu di lengan kanan dan kiri
berupa angka 666 serta Pentagram, naga leviatan, bunga
mawar di dada kanan tubuh Laura.
Dengan Sehelai karpet yang digelar, Laura dipersilakan
duduk sambil bersila di hadapan Ev. Herman. Petugas
keamanan, hamba-hamba Tuhan, Sekum GMIM Pdt. Nico
Gara dan pimpinan gereja lainnya duduk di barisan depan.
Dari mulut Laura terdengar dengan jelas teriakan, sindiran,
permintaan serta rencana besar-besaran dari tiga sosok roh
dalam diri Laura. Si Raja Iblis, Lucifer secara langsung
menceritakan rencana busuk mereka untuk mengacaukan
pengikut umat Kristiani dengan menerapkan Zaman Baru.
Ev.Herman mempersilakan Pdt. Nico Gara untuk
berdialog langsung dengan Lucifer melalui mulut Laura. Kata
Lucifer: "Herman....Aku tidak berurusan dengan orang ini. Dia
bukan tandinganku. Aku tak berurusan dengan dia melainkan
dengan kamu, Herman!" bentak si Raja Iblis kepada Ev.
Herman. Langkah berikutnya, Ev. Herman kemudian
melalukan proses pelepasan dengan penumpangan tangan atas
diri Laura, yang menyebabkan gadis itu berkali-kali muntah
darah, berteriak histeris sambil mengucapkan kata-kata yang
sulit dimengerti. Semburan darah yang keluar dari mulut
Laura, membuat beberapa hadirin di bagian depan, merasa
jijik. Sementara Laura meracau tidak keruan, beberapa
pembantu Ev. Herman memegangi tubuh Laura. Proses

210
pelepasan ditandai dengan adanya "tawar-menawar" antara
Lucifer dengan Ev. Herman. Lucifer berkeras ingin tetap
berada didalam diri Laura karena Laura adalah ASE atau Anak
Emas Setan. Setelah selesai, Ev. Herman mengajak seluruh
hadirin berdoa bersama karena Laura berhasil direbut kembali
dari tangan iblis. Puji Tuhan, seru hampir seluruh hadirin yang
menyaksikan bagaimana Allah telah mengalahkan si raja
iblis.35
Dari kejadian tersebut, berhembus isu bahwa Ev. Herman
Kemala telah mengembangkan ajaran gereja setan. Entah dari
mana isu berkembang sehingga memunculkan ia sebagai pihak
tertuduh, yaitu kelompok Herman Kemala (Yayasan PIKA)
dan yang menuduh adalah kelompok gereja lain yang tidak
suka dengan Herman Kemala dan yayasannya. Pihak yang
menuduh menyatakan bahwa upaya Ev. Herman Kemala
melakukan pelepasan gadis tersebut dari pengaruh jahat iblis
adalah akal-akalan kelompok Ev. Herman Kemala.36 Herman
Kemala akhirnya menulis surat kepada Polda Sulut sebagai
laporan dengan menyebutkan 8 pihak yang menuduh dirinya
tersebut.
Menurut Ev. Herman Kemala munculnya tuduhan
gereja setan kepada dirinya disebabkan oleh adanya
ketidakmatangan pola berfikir para pemimpin dalam melihat
sebuah permasalahan. 37
B. Penyelesaian Kasus

35
http://www.gky.or.id/buletin6/gereja.html
36
Wawancara dengan Yefta Raintung, anggota Yayasan PIKA.
37
Dialog tokoh-tokoh agama Kristen mengenai permasalahan isu gereja
setan di acara Warung Bacarita Pacific TV Manado pada tanggal 7 Juni 2006. Hadir
dalam dialog tersebut Kapolda Sulut Brigjen Pol Drs Alexius Gordon Mogot, Ketua
BAMAG Kota Manado Pdt. Johan Manampiring, Kabid Agama Kristen Kanwil
Dep. Agama Manado Pdt. Jeane Sumampou, Humas Agama Kristen Kanwil Dep.
Agama Pdt. John Tilaar, Ev. Herman Kemala dan Pdt. Paulus Rumagi dari Gereja
Bethany.

211
1). Pertemuan di Mapolda Sulawesi Utara
Untuk meredakan isu dan upaya menyelesaikan
masalah, ide datang dari Kapolda Sulawesi Utara Brigjen
Pol Drs Alexius Gordon Mogot selaku pejabat kepolisian
tertinggi daerah Sulawesi Utara. Para pimpinan yayasan,
pimpinan gereja yang berselisih dan tokoh-tokoh
masyarakat diundang pada pertemuan yang diadakan di
Mapolda Sulut pada 5 Juni 2006. Pada kesempatan itu
Kapolda menyerahkan sepenuhnya urusan tersebut
kepada internal gereja yang dipimpin oleh Ketua BAMAG
Kota Manado Pdt. Johan Manampiring dan Kanwil
Departemen Agama Sulawesi Utara.
Kapolda menghimbau para tokoh agama dan
masyarakat agar tidak resah dan khawatir soal isu
pelaksanaan kongres gereja setan di Manado. Menurutnya
di Manado tidak ada yang namanya ‘gereja setan’ atau
pengikut setan. Ia telah menugaskan anggotanya untuk
menyelidiki isu tersebut, dan tidak menemukan fakta akan
isu tersebut. Dia menghimbau jika masyarakat menemu-
kan kebenaran isu tersebut diharapkan segera melapor ke
Polisi. Menurutnya isu itu dapat berakibat pada aksi
anarkis masyarakat yang tidak mengerti apa-apa. Ia dan
kepolisian berharap pihak-pihak yang berkompeten
diharapkan tidak sembarangan menyebutkan nama atau
lokasi-lokasi yang dasar kebenarannya masih diragukan
atau sama sekali tidak benar. Menurutnya proses tindakan
hukum tidak dapat dilakukan jika tidak ada bukti yang
menguatkan.38

38
Wawancara dengan Pak Yessy, saat kejadian menjabat sebagai
Satreskrim Mapolda Sulawesi Utara dan menangani Kasus tersebut. Menurut
penuturannya, Kapolda menyerahkan kepada Kanwil Departemen Agama Sulawesi
Utara dan Ketua BAMAG Kota Manado Pdt. Johan Manampiring untuk mencari

212
2). Pertemuan di Kanwil Departemen Agama Propinsi Sulawesi
Utara
Sebagai tindak lanjut pertemuan yang diadakan di
Mapolda Sulut, pertemuan berikutnya dilaksanakan di
Aula Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Utara
pada tanggal 6 Juni 2006. Pada kesempatan itu, kedua
belah pihak saling mengaku khilaf dan berpelukan saling
meminta maaf. Namun usaha ini tidak optimal karena ada
pihak yang tidak hadir, yaitu Yayasan Hossana.
Pihak yang saling tuduh telah berbaikan (rekonsiliasi) dan
menandatangani surat kesepakatan. Untuk mensosiali-
sasikan agar masalah tidak berlarut, disepakati untuk
melakukan talkshow melalui Pacific TV, televisi lokal
Provinsi Manado dalam acara Warung Bacarita.
Untuk mengantisipasi segala sesuatunya, BAMAG Kota
Manado berkirim surat kepada Polda Sulawesi Utara
untuk mengirim tim agar tidak ada penghasutan melalui
televisi. Polda merespon dan kondisi akhirnya
terkendali.39
3). Dialog di Warung Bacarita Pacifik TV
Langkah selanjutnya sebagai tindak lanjut penyelesaian
masalah adalah dilakukannya acara dialog yang disiarkan
oleh Pacific TV (televisi lokal) melalui acara "Warung
Bacarita" sehingga dapat disaksikan oleh seluruh umat
Kristen Manado pada tanggal 7 Juni 2006.

solusi. Kapolda mengindikasikan bahwa merebaknya isu gereja setan karena


berlatarbelakang persaingan usaha yang tidak sehat.
39
Wawancara dengan Ketua BAMAG Kota Manado, Pdt. Johan
Manampiring.

213
Pada kesempatan itu, baik Herman Kemala yang mewakili
yayasannya dan pihak-pihak yang menuduh dirinya telah
menyadari dan menganggap sudah selesai. Sedangkan
BAMAG Kota Manado mengajak umat Kristiani kembali
memperkuat iman kepada Yesus. Menurutnya angka 666
bukan kemenangan setan, melainkan kekalahan setan.40
c. Tanggapan Pemuka Agama dan Pemerintah terhadap
Tuduhan Itu
1) Pdt. Johan Manampiring, Ketua BAMAG Manado.
Pdt. Johan Manampiring menuturkan bahwa tuduhan
gereja setan yang dialamatkan pada Yayasan Pekabaran
Injil Kemuliaan Allah pimpinan Herman Kemala bermula
dari persaingan bisnis yang kemudian berkembang
menjadi saling fitnah. Informasi dia peroleh dari Kapolda
Sulawesi Utara setelah Polda menurunkan timnya selama
tiga bulan. Tim tersebut menemukan bahwa isu itu
berlatarbelakang persaingan bisnis.
Cara-cara fitnah menurut Pdt. Manampiring merupakan
cara tergampang, apalagi isu agama sangat peka sekali.
Tambahnya, isu tersebut berkembang dari sebuah berita
yang belum tentu benarnya, dan menyebar luas tanpa
melalui klarifikasi.
Setelah melakukan investigasi, Kapolda meminta BAMAG
bersama Departemen Agama kota Manado dan Kanwil
Depag Provinsi Sulawesi Utara segera melakukan
klarifikasi yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2006,
satu hari menjelang isu dilaksanakan kongres gereja setan
tanggal 6 Juni 2006 (666). Pertemuan dilaksanakan di
Mapolda dengan dihadiri oleh pimpinan-pimpinan
agama, Pemerintah dan jajaran Kepolisian. Kapolda

40
Warung Bacarita di Pacific TV, tanggal 7 Juni 2006.

214
memberikan pengarahan dan menyerahkan kepada
BAMAG untuk menyelesaikan masalah ini. Setelah
dilakukan pertemuan yang dimediasi oleh BAMAG,
memberikan waktu kepada BAMAG selama satu minggu
untuk menyelesaikan masalah dan mempublikasikan
sejauhmana kebenaran isu itu. Berkat kerja keras tim
BAMAG, permasalahan dapat diselesaikan satu hari
melalui pertemuan di Kanwil Departemen Agama
Sulawesi Utara pada tanggal 6 Juni 2006. 41
2) Pdt. Lenny Matoke, Pimpinan Gereja Bethany Manado
Dengan didampingi oleh Diaken Nixon, Ruefe dan Johan,
Pdt. Lenni mengaku tidak merasa melemparkan tuduhan
gereja setan yang dialamatkan pada Herman Kemala dan
yayasannya. Justru ia merasa difitnah telah memfitnah
Herman dan yayasannya sebagai pengikut gereja setan.
Merasa tidak menuduh, ia pun beranggapan tidak ada
keharusan meminta maaf kepada Ev. Herman Kemala dan
Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah. Dengan jujur,
Lenny mengaku terpaksa menandatangani surat
kesepakatan untuk solusi isu gereja setan. Surat itu
disampaikan oleh Polisi yang mendatangi rumahnya pada
pukul 02.00 dinihari. Gereja Bethany melalui pernyataan
Pdt. Lenny Matoke menganggap permasalahan isu gereja
setan dan tuduhan itu sudah selesai dan hubungan kedua
belah pihak baik-baik saja.42

41
Wawancara dengan Ketua BAMAG Kota Manado, Pdt. Johan
Manampiring.
42
Wawancara dengan Pdt. Lenni Matoke pada 06 Juli 2008 pukul 12.15
WITA. Pdt Lenni Matoke -seorang dokter di salah satu rumah sakit di Manado-
adalah pimpinan Gereja Bethany Manado. Gereja Bethany Kota Manado berlokasi
di kawasan komplek ruko Wanea Plaza, berdampingan dengan Merciful Building,
Kantor Sekretariat Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah. Gereja ini memiliki
anggota jemaat sekitar 3500 orang. Gereja Bethany merupakan anggota PGPI
berhaluan Karismatik. Gereja Bethany di kawasan ruko Wanea Plasa Kota Manado

215
3) Ny. Evi Nayoan (Penginjil)
Ev. Ny. Evi Nayoan secara jujur mengakui bahwa Pak
Herman Kemala memiliki etos kerja yang baik, disiplin
dan tegas. Semangat dalam bekerja ditunjukkan dengan
mengikuti etos kerja orang Jepang, sampai-sampai salam
antar anggota ditunjukkan dengan penghormatan ala
orang Jepang. Ketegasan dalam disiplin nampak bila
terdapat anak buahnya bersalah, ia dengan tegas akan
menegur anak buahnya. Isu yang ditujukan kepada Ev.
Herman Kemala berkaitan dengan gereja setan itu ia
menyatakan tidak setuju dan tidak lebih dilakukan oleh
orang-orang yang tidak suka kepadanya.43
4) Anonim (Guru).
Ia adalah seorang Pegawai Negeri Sipil guru Sekolah
Dasar. Ia diangkat sebagai guru PNS melalui Pemda Kota
Manado tahun 1986. Sebelum menjadi guru, ia adalah
Pegawai Organik (PO) yang digaji oleh gereja.
Dalam karya tulisnya, ia menyatakan bahwa kegiatan
keagamaan yang terhimpun dalam kelompok doa Alethia
tidak terbuka, sehingga hal ini mudah menimbulkan
fitnah dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang

menempati lahan yang menyalahi tata letak kota, sehingga menimbulkan pro dan
kontra hingga saat ini, terutama dari gereja-gereja Kristen hal tersebut menjadi
masalah besar.
43
Wawancara dengan Ev. Ny. Evi Nayoan pada tanggal 05 Juli 2008
pukul 11.05 WITA. Dalam akta pendirian Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah
disebutkan bahwa Ny Evie A.B Najoan -seorang penginjil dari gereja GMIM-
termasuk salah satu pendiri yayasan dan sekaligus sebagai Ketua Yayasan yang
pertama. Dia menjabat sebagai ketua dalam waktu singkat selama kurang lebih 25
hari, sejak tanggal 17 Mei 2008 dan berakhir pada tanggal 11 Juni 2008. Sebagai
pengganti, rapat yang dihadiri oleh pengurus Yayasan ini secara aklamasi menunjuk
Ev. Herman Kemala di depan Notaris Oky Annette Kahimpong.

216
tidak senang dengan yayasan ini. Kegiatan keagamaan
dimaksud khususnya berkaitan dengan pelayanan "Alam
Roh", termasuk di dalamnya pelayanan penyembuhan
dari pengaruh roh jahat yang dilakukan dan
dikembangkan oleh Ev. Herman Kemala. 44
5) Pdt. Drs. Juzakh Lagarense, STh. (Ketua Tim Pekabaran
Injil GLORIA Manado-Wakil Gembala GPdI Gloria
Ranotanaweru-Manado).
Munculnya berita pengikut setan menurutnya
minimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan jemaat. Isu
tersebut justru mendorongnya untuk mengajak jemaat
waspada dan mengantisipasinya. Jemaat harus waspada
terhadap praktek-praktek pengikut setan dan antisipasi
dengan kesiapan dan ketahanan iman serta lebih setia
mengikuti Tuhan. Namun, isu tersebut juga berdampak
positif pada jemaatnya, tercatat sampai tanggal 7 Mei 2006
terdapat 13 jiwa yang menyerahkan diri untuk di baptis.45
6). Pdt. J.S. Lowongan (Gembala GPdI Narwastu Mahakeret
Manado).
Menurut Pdt. J.S. Lowongan, jemaat harus menjauhkan
diri dari gerakan pengikut setan dengan jalan melakukan
ibadah pada Tuhan dengan sunguh-sungguh. Menurutnya
berita-berita yang ada menunjukkan bahwa kedatangan
Tuhan ke dunia semakin dekat sehingga menambah
motivasi untuk melakukan instropeksi, mengapa
berhembus di daerah Manado sebagai pusat Kristen.46

44
Ketertutupan kegiatan pelayanan "Alam Roh" yang dilakukan Ev.
Herman Kemala hanya diikuti oleh orang-orang tertentu, yaitu orang-orang terdekat
Ev. Herman yang menurut bahasa mereka disebut dengan prajurit. (Anonim)
45
Bentara Pos, 8 Juli 2006
46
Bentara Pos, ibid.

217
7). Brigjen Pol Drs Alexius Gordon Mogot (Kapolda Sulawesi
Utara)
Menurutnya, tuduhan dan isu gereja setan yang menyebar
luas di tengah masyarakat itu melalui SMS dan publikasi
lainnya dilatarbelakangi adanya kurangnya sikap
mengendalikan diri dan tidak berniat melakukan
klarifikasi terlebih dahulu. Pihaknya telah melakukan
tindakan riil dengan menurunkan tim. Polisi sudah
memiliki daftar nama-nama dan pihak-pihak yang
mengeluarkan tuduhan gereja setan. Jika isu gereja setan
tersebut muncul lagi, dengan mudah polisi akan
menangkap mereka dengan alasan telah meresahkan
masyarakat. Kapolda menghimbau media baik cetak
maupun elektronik agar tidak menambah keruh suasana
dengan menurunkan berita yang mendeskreditkan
seseorang atau kelompok tertentu seperti yang telah lalu.47
8). Pastor Dr. Yong Ohoitimur, M.A, M.Sc. (Dosen)
Pastor Dr. Yong Ohoitimur, MA, M.Sc. , tokoh gereja
Katholik Manado merasa sangat prihatin dengan
munculnya isu gereja setan. Namun ia juga memandang
perlu agar umat Kristiani selalu mewaspadai keberadaan
gereja setan. Berkembangnya isu tersebut menggambarkan
adanya rasa frustasi dan kekeringan rohani umat. Ia
mengajak agar umat (Kristiani) agar mawasdiri dengan
menyadari bahwa kuasa Allah melalui Yesus lebih besar
di atas segala-galanya. Dengan kekuatan iman dan
kepercayaan akan kuasa Tuhan, maka tidak perlu

47
Pernyataan resmi Kapolda mengenai isu gereja setan pada pertemuan di
Mapolda Sulawesi Utara pada tanggal 5 Juni 2006 dan pada pertemuan di Ruang
Pertemuan Kanwil Departemen Agama Propinsi Sulawesi Utara pada tanggal 6 Juni
2006.

218
khawatir atau takut terhadap gereja setan. Setan melalui
kuasa kegelapannya akan selalu ada, sampai kapanpun.
Menurutnya, kehadiran Gereja Setan harus menjadi sarana
introspeksi tersendiri bagi para petugas gereja, yakni
Pastor, Pendeta maupun tokoh umat di lingkungannya
masing-masing dengan pola pelayanan yang baik
terhadap umat. Selama ini pelayanan petugas gereja masih
pada tataran nalar atau tafsiran logika belaka terhadap
Firman Tuhan melalui khotbah, padahal umat
membutuhkan kedekatan personil melalui konseling
maupun sharing.48
9). Dra. Jeanne Sumampou, M.Th (Kepala Bidang Urusan
Agama Kristen Kanwil Departemen Agama Sulawesi Utara)
Isu gereja setan itu menurutnya tidak benar. Baginya
gereja tidak akan pernah bisa bertemu dengan setan.
Gereja dan setan adalah dua hal saling berjauhan dan
bertentangan. Kemunculan isu gereja setan berasal dari
masyarakat dan didukung oleh publikasi media massa.
Masyarakat awam yang tidak mengetahui permasalahan
akan memberikan stereotip miring kepada pihak yang
tertuduh. Ditambah lagi publikasi luas bisa melalui
internet dan pesan singkat dalam waktu sekejap. Ev.
Herman Kemala dan yayasannya harus melakukan
sosialisasi terhadap masyarakat luas untuk
menghindarkan asumsi negatif dan kesan tertutup. Ia
berharap agar masyarakat senantiasa memperbaiki iman
dan keyakinan kepada Tuhan dan memohon
perlindungan kepada-Nya dari pengaruh setan.49

48
Petikan hasil wawancara Manado Post dengan Pastor Yong Ohoitimur
pada 30 Maret 1999 (http://www.mdopost.co.id).
49
Wawancara pada tanggal 30 Juli 2008 di Kantor Wilayah Departemen
Agama Sulawesi Utara.

219
220
BAB IV
ANALISIS

I
su gereja setan telah menggegerkan masyarakat
Kota Manado. Isu cepat berkembang luas secara
gencar di tengah masyarakat bila didukung oleh
publikasi media massa. Pada kenyataannya memang
demikian, media cetak di Kota Manado memberitakan isu
tersebut sehingga masyarakat pun menilai bahwa isu tersebut
benar. Masyarakat tidak melakukan klarifikasi kepada pihak-
pihak yang berkaitan.
Kalau dikaji apa yang dilakukan oleh Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah dibandingkan dengan ajaran
yang dikembangkan oleh gereja setan sangat bertentangan
sekali. Dalam pelayanan ibadah yang dilakukan oleh Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah, pengkhotbahnya berasal
dari berbagai denominasi. Dan yang dijadikan pegangan
adalah Al-Kitab, bukan Satanic Bibel. Dalam khutbah, yang
diagungkan adalah Yesus Kristus, yang merupakan lawan
dari setan itu sendiri. Sedangkan pelayanan "alam roh" adalah
pelayanan untuk mengusir setan yang merasuki diri
seseorang.
Pelayanan alam roh dilakukan secara tertutup dan
hanya diikuti oleh orang-orang tertentu. Tidak semua orang
dapat mengikuti kegiatan tersebut. Orang-orang tertentu
tersebut adalah orang-orang yang telah siap secara mental dan
fisik dan terpilih menurut pimpinannya (Ev. Herman Kemala
dan orang-orang kepercayaannya). Sementara itu, orang-
orang yang pernah mengikuti kegiatan alam roh mengatakan
tidak ada penyimpangan dari segi ajaran Kristen dalam
rangkaian kegiatannya.

221
Jika demikian mengapa kelompok ini dituduh sebagai
gereja setan? Ada dua hal yang mungkin dapat menjelaskan:
pertama; ada kelompok keagamaan yang merasa terancam
dengan kehadiran yayasan ini. Jemaat yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah berkembang dengan pesat. Jemaat tersebut
berasal dari denominasi-denominasi gereja yang ada di Kota
Manado. Mereka khawatir kalau anggota jemaatnya banyak
yang pindah walaupun sebenarnya anggota Yayasan
Pekabaran Injil tidak diharuskan pindah gereja. Anggota
jemaat merupakan aset bagi gereja. Dari situlah sumber
keuangan gereja berasal. Kalau banyak anggota jemaat yang
pindah, berarti terjadi penurunan pemasukan keuangan
gereja. Upaya untuk membendung hal tersebut, diantaranya
dikembangkan isu bahwa Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan
Allah mengembangkan ajaran gereja setan; Kedua, ada
persaingan di bidang ekonomi. Pimpinan Yayasan Pekabaran
Injil Kemuliaan Allah Ev. Herman Kemala sekarang ini
merupakan pimpinan sebuah group perusahaan yang
berkantor di Merciful Building yang membawahi beberapa
perusahaan. Kelompok usaha kelompok Herman berkembang
dengan pesat dan jaringannya tersebar di beberapa kabupaten
di Sulawesi Utara. Beberapa pengusaha yang tergabung
dalam sebuah denominasi gereja merasa terancam dengan
kemajuan usaha kelompok Herman dan perkembangan grup
usaha Merciful Building (MB). Dan manuver yang dilakukan
adalah dikembangkan isu bahwa berkembangnya grup usaha
tersebut karena menggunakan kekuatan setan.
Yayasan ini memang menganjurkan kepada anggotanya
untuk banyak menyumbang demi kemajuan yayasan.
Semakin banyak seseorang menyumbang, maka akan semakin
berkembang usaha pribadinya. Ajaran ini seakan memotivasi
jemaat untuk giat berusaha agar dapat menyumbang yayasan.

222
Berdasarkan wawancara dengan beberapa orang "prajurit", hal
tersebut memang benar-benar mereka rasakan.
Yayasan ini memadukan antara pelayanan rohani dan
ekonomi, sementara di sisi lain perekonomian anggota jemaat
diperhatikan. Bagi mereka yang belum bekerja dicarikan
pekerjaan atau dibantu modal usaha dan pemasarannya
dilakukan oleh Merciful Building. Hal inilah yang menarik
orang untuk bergabung di dalamnya.
Langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan kasus
tersebut, apa yang dilakukan oleh pihak berwenang di Kota
Manado (Polda, Kanwil Departemen Agama dan BAMAG
Kota Manado) sudah tepat, yaitu dengan mempertemukan
fihak yang berseberangan, kemudian saling mengklarifikasi.
Kemudian diakhiri dengan berjabat tangan saling memaafkan.

223
224
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tokoh pendiri aliran gereja setan adalah Anton Szandor
La Vey. Aliran ini didirikan pada tanggal 30 April 1966 di
San Fransisco Amerika Serikat. Sebagai pegangan
umatnya La Vey menyusun sebuah buku yang dianggap
sebagai kitab suci yang dinamakan dengan Satanic Bibel.
Gereja setan mengakui Lucifer sebagai kekuatan tertinggi
dan yang disembah dalam upacara ritual. Di bawah
Lucifer ada Hyberia, istri Lucifer yang membawahi
kelompok khusus yang terdiri atas 13 wanita yang disebut
dengan Sister of The Light. Jajaran kuasa lainnya adalah
Vampire, Dracula, Zombie, Werewolf dan SherWolf dan
Mochua. Semuanya berwujud roh.
2. Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah didirikan di
Kota Manado pada tanggal 4 Mei 2001. Pada mulanya
diketuai oleh Ev. Evie Aletha Betsy Nayoan, kemudian
diganti oleh Ev. Herman Kemala. Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah sebagai yayasan telah terdaftar di
Departemen Agama melalui Surat Keputusan Dirjen
Bimas Kristen Departemen Agama RI No F/Kep/
HK.00.5/80/2695/2001 yang bergerak di bidang
pelayanan keagamaan Kristen. Sebelum terbentuknya
Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah, telah berjalan
kegiatan yang tergabung dalam kelompok do'a Aletheia
yang juga dipimpin oleh Ev. Herman Kemala.
3. Isu kongres gereja setan pada tanggal 6 Juni 2006 (666)
dikaitkan pada kejadian pelepasan Laura Gansalangi dan
Rina dari pengaruh roh jahat pada bulan April tahun 1999.

225
Isu berkembang luas bahwa Herman Kemala dan
Yayasannya mengembangkan ajaran gereja setan.
Tindakan Herman melepaskan dua gadis tersebut dari
pengaruh roh jahat dituding sebagai upaya akal-akalan
Herman untuk menutupi aliran gereja setan yang
dikembangkan.
4. Isu gereja setan yang mencuat di Kota Manado pada tahun
2006 berlatar belakang masalah persaingan bisnis dan
perebutan anggota jemaat yang kemudian berkembang
saling memfitnah. Keberhasilan kelompok Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah dalam bisnis
menimbulkan kecurigaan mendalam bagi kelompok lain.
5. Respon pemerintah dan pemuka agama umumnya
menganggap isu tersebut tidak benar. Tetapi di sisi lain isu
itu ada manfaatnya agar pimpinan gereja lebih
berintropeksi diri.
6. Solusi yang ditempuh oleh tokoh-tokoh agama dan
pemerintah (Polda dan Kanwil Departemen Agama)
sudah tepat. Dengan mediasi kedua lembaga pemerintah
dan BAMAG Kota Manado, isu gereja setan dapat
diselesaikan.
B. Saran-saran
1. Herman Kemala, pimpinan Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah harus melakukan sosialisasi mengenai
kegiatan yayasan yang diketuainya kepada masyarakat
luas untuk menghindarkan asumsi negatif dan kesan
tertutup kelompoknya.
2. Ketidakberdayaan umat disektor ekonomi dapat dengan
mudah dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu
sebagai cara paling efektif untuk menjatuhkan kelompok
lain yang tidak sejalan dengan kelompoknya. Maka tokoh-

226
tokoh agama memiliki peran yang besar dalam membantu
kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat seperti masalah
ekonomi dan sosial, dan tidak hanya menangani masalah
spiritual saja.
3. Umat Kristiani diharapkan meningkatkan kualitas
spiritual dengan mengimani Tuhannya dengan
sepenuhnya, tidak mudah terpancing dengan isu-isu yang
berkaitan dengan tipu daya setan. Umat hendaknya
senantiasa memperbaiki iman dan keyakinan kepada
Tuhan dan memohon perlindungan kepada-Nya dari
pengaruh setan.
4. Pemimpin gereja sebagai panutan diharapkan selalu
memberikan penyuluhan dan pencerahan kepada para
jemaat untuk membentengi umat dari pengaruh-pengaruh
jahat musuh Tuhan. Para pemimpin agama lebih intensif
melakukan komunikasi antar mereka dalam menghadapi
masalah yang dihadapi oleh umat, bukan memanfaatkan
kelemahan umat untuk dirinya dan kelompoknya.
5. Pola penanganan kasus seperti ini dapat dijadikan model
dalam menyelesaikan kasus sejenis di tempat lain.

227
228
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Buku-buku:
Bogdan dan Taylor, Steven J, (terjemah Arif Furqan), Pengantar
Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis
terhadap Ilmu-Ilmu Sosial, Usaha Nasional, Surabaya, 1992.
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda
Karya, Bandung, 2002.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi ke III, Balai Pustaka, Jakarta, 2005.
Faisal, Sanapiah, dalam bunga rampai: Analisis Data Penelitian
Kualitatif: pemahaman Filosofis dan Metodologis Ke Arah
Penguasaan Model Aplikasi, ed. Burhan Bungin, Rajawali
Press, Jakarta, 2003.
Majid, Nurcholis, Dorongan dan Hambatan Kultural bagi Kerukunan
Umat Beragama di Indonesia ,dalam makalah yang
disampaikan pada Musyawarah Nasional Cendekiawan
antar Agama, Yogyakarta, 15-16 Januari 1996.
Anonim, Eksorsisme, suatu tinjauan Teologis Dogmatis terhadap Praktek
Eksorsisme kepada Orang Sakit pada Kelompok Doa "Aletheia"
Manado, 2000.
Situs-situs di internet dan Media Cetak:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Manado
http://stevan777.wordpress.com/2007/12/31/gereja-setan/
http://www.gky.or.id/buletin6/gereja.html)
http://www.mdopost.co.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Setan.
www.rileks.com/lifestyle/?act=detail&artid=31102006116250 - 18k
http://www.gky.or.id/buletin6/gereja.html.
Bentara Pos
Manado Post

229
Dokumen lain:
Buletin Bulanan "BERKAT", edisi Nomor 85 – 01 Juli s/d 07 Juni
2008, Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah, Manado.
Akte Notaris Pendirian Yayasan Pekabaran Injil Kemuliaan Allah,
Manado.
Wawancara:
1. Wawancara dengan Jantje Chris Noya, Sekretaris Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah pada tanggal 31 Juni 2008.
2. Wawancara dengan seorang guru SDN di Kota Manado.
3. Wawancara dengan Ibu Ansye, pengurus Yayasan Pekabaran
Injil Kemuliaan Allah tanggal 3 Juli 2008.
4. Wawancara dengan Ev. Herman Kemala
5. Wawancara dengan Pdt. Simon, pendeta dan pegawai di Kanwil
Dep. Agama Sulawesi Utara, tanggal 31 Juni 2008.
6. Wawancara dengan Pdt. Johan Manampiring Ketua BAMAG
Kota Manado pada 2 Juli 2008.
7. Wawancara dengan Pdt. Jeanne Sumampou, Kabid Agama
Kristen Kanwil Dep. Agama Sulut pada 31 Juni 2008.
8. Wawancara dengan Yefta Raintung, anggota Yayasan Pekabaran
Injil Kemuliaan Allah.
9. Wawancara dengan Pdt. Lenni Matoke.
10. Wawancara dengan Ev. Ny. Evi Nayoan, mantan ketua Yayasan
Pekabaran Injil Kemuliaan Allah.
11. Wawancara dengan Pak Yessy, mantan Kasat Reskrim Polda
Sulawesi Utara.

230
BAB I
PENDAHULUAN

D
alam beberapa tahun terakhir ini, diketahui
begitu banyaknya bermunculan pusat-pusat
kajian keagamaan yang banyak diminati
masyarakat perkotaan dari kalangan menengah keatas.
Munculnya minat yang lebih tinggi dari biasanya untuk
mengkaji ilmu keagamaan terhadap jalan spiritual telah
menjadi pilihan masyarakat modern, yang membutuhkan
rumusan jawaban-jawaban essensial atas eksistensi dirinya
dalam hidup di tengah masyarakat perkotaan.
Fenomena kegairahan masyarakat di perkotaan terhadap
agama tentu merupakan hal menarik. Padahal secara teoritis,
sebagaimana dikemukakan para ahli ilmu sosial, modernisasi
dan sekularisasi akan menyingkirkan peran agama dalam
kehidupan kemasyarakatan. Teorinya adalah, semakin
modern suatu masyarakat, semakin jauh pula mereka dari
agama. Agama diprediksi tidak akan bangkit lagi dalam arus
modernisasi dan sekularisasi yang semakin tidak terbendung.1
Ini menandai fenomena menarik dalam kehidupan
masyarakat kota di Indonesia.
Secara teoritis fenomena antusiasnya masyarakat
perkotaan di Indonesia terhadap agama, adalah sebagai akibat
krisis berkepanjangan dan dekadensi moral mempengaruhi
gaya hidup sebagian orang kota. Meski diyakini bahwa agama
itu berasal dari Tuhan, namun tidak semua penganut agama
menekuninya.

1
TB. Ace Hasan Syadzily (Sufime Kota: Model Zikir Muhammad Arifin
Ilham) Dialog tahun 2005.

231
Sufisme yang dimaksud dalam kajian ini adalah berupa
ajaran, pemahaman dan praktek spiritual yang dilakukan oleh
individu, maupun kelompok muslim, untuk tujuan penyucian
diri dalam rangka mencapai pendekatan diri pada Zat Maha
Pencipta. Secara sosiologis terdapat dua alasan munculnya
trend sufisme perkotaan, dimana secara faktual bahwa
masyarakat modern kembali pada agama memang tidak dapat
dibantah dengan munculnya kelompok-kelompok pengajian
keagamaan. Dalam konteks ini tidak terbatas pada ordo-ordo
sufi (tarekat) tertentu saja, tetapi juga meliputi tarekat-tarekat
mu’tabarah, gairu mu’tabarah dan majelis-majelis zikir, serta
yang lainnya merupakan fenomena yang tak dapat dibantah.
Secara antropologis, sufisme perkotaan merupakan
trend baru di Indonesia yang sebelumnya sufisme ini dikenal
sebagai gejala beragama di pedesaan. Menurut Moeslim
Abdurrahman, sufisme kota bisa terjadi minimal pada dua hal
yaitu: pertama hijrahnya para pengamal tasawuf dari desa ke
kota lalu membentuk jamaah atau kursus tasawuf. Dan yang
kedua dimana sejumlah orang kota ”bermasalah” tengah
mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawuf di desa.2
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Terdapat peningkatan yang
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di
kalangan terdidik. Minatnya cukup tinggi untuk mengkaji dan
mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak dengan
memasuki tarekat tertentu.
Gerakan bersufi-ria, tampak dalam berbagai kegiatan
diskusi dan seminar yang bertemakan tasawuf. Orang yang
mengikuti kelompok pengajian itu tidak sedikit. Dari
kalangan eksekutif dan selebriti banyak yang menjadi peserta

2 .http://suluk.blosome.com/2000/09/30/sufisme - merambah -
kota-mengikat-umat

232
dalam diskusi dan terlibat pada suatu komunitas tarekat
tertentu. Fenomena tersebut merupakan gejala ingin mengejar
ketenangan batin demi menyelaraskan kehidupan yang
gamang. Adapun alasan mengikuti kelompok diskusi tarekat
dengan maksud membuktikan identitasnya sebagai muslim
dan ingin mendapatkan ketenangan batin dalam kehidupan
pribadi (psychological escapism) dari mereka yang banyak
mengalami frustasi lainnya.
Azyumardi Azra, memetakan dua model utama sufisme
masyarakat kota dewasa ini, pertama sufisme kontemporer,
yang artinya siapa saja dapat mengikutinya dan sangat
terbuka yang menjadi cirinya. Model kelompok pengajian ini
dalam aktifitasnya tidak berdasarkan pada model sufi
sebelumnya. Model kelompok pengajian ini terlihat selain
pada kelompok pengajian “eksekutif” seperti Paramadina,
Tazkiya Sejati, Grand Wijaya berkembang pula di kampus-
kampus perguruan tinggi umum. Kedua adalah sufisme
konvensional, yaitu gaya sufisme yang pernah ada
sebelumnya dan kini diminati kembali. Model ini yang
berbentuk tarekat, seperti (Qadariyah Wa-Naqsabandiyah,
Syatariah dan lain-lain) dan ada juga yang non tarekat (yang
banyak dianut kalangan Muhammadiyah yang merujuk pada
tasawuf Buya Hamka).3
Menurut Asep Usman Ismail (kandidat doktor bidang
tasawuf/IAIN Jakarta), mengatakan bahwa tasawuf yang
diminati masyarakat kota kalangan menengah keatas, jelas
bukan model tarekat, mereka lebih cenderung memilih
tasawuf nontarekat yang singkat, essensial dan instant.
Mereka tidak berminat untuk berzikir yang panjang-panjang
apalagi harus berpuasa. Keinginannya hanya untuk

3
Mengutip http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufieme-merambah -
kota-mengikat-umat

233
memperoleh ketenangan batin dalam menghadapi problema,
dengan melalui belajar tarekat yang bisa menyesuaikan
dengan suasana perkotaan. Sebaliknya bagi masyarakat
menengah kebawah lebih menerima tasawuf model klasik
yang justru tidak diminati masyarakat perkotaan.
Untuk kepentingan penelitian ini, maka Puslitbang
Kehidupan Keagamaan akan mengkaji lebih mendalam
sufisme perkotaan jalur tarekat yang mu’tabarah dan ghairu
mu’tabarah serta jalur non tarekat berupa majelis zikir yang
merupakan kelompok pengajian yang ternyata juga banyak
diminati, khususnya di Jakarta yang jumlahnya cukup
banyak. Dari latar belakang masalah di atas, dirumuskanlah
beberapa pokok masalah kajian sebagai berikut: (1).
Bagaimana riwayat hidup Muhamad Arifin Ilham (2).
Bagaimana perkembangan Majelis Zikir Az-Zikra, (3)
Bagaimana respon tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan
dalam melihat perkembangan tasawuf yang dikembangkan
oleh Muhamad Arifin Ilham?
Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
perubahan paradigma kehidupan sosial masyarakat kota yang
lebih cenderung mempelajari dunia tasawuf, adalah untuk: (1)
Mengetahui dan mendiskripsikan tokoh pendiri Majlis Dzikir
Az-Zikra. (2) Mengetahui dan mendeskripsikan model-model
zikir yang dikembangkan oleh Muhamad Arifin Ilham (3)
Mengetahui respon tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan
dalam melihat perkembangan tasawuf yang dikembangkan
oleh Muhamad Arifin Ilham.
Kerangka Konseptual dan Ruang Lingkup.
Dalam kajian ini yang dimaksud dengan tasawuf
mempunyai beberapa arti dan makna antara lain membuka
wawasan dalam memandang Ad-Dien al-Islam dalam
perspektif tasawuf, dan menuntun para pencari jalan menuju

234
Allah Ta’ala. Atau dengan kata lain bermakna persiapan
untuk berjalan menuju Allah Ta’ala.
Sebagaimana disampaikan Julia D. Howell dalam work
shop di Indonesia (bekerjasama dengan Universitas Islam
Negeri) tanggal 8-9 September 2000, yang lebih setuju
memakai konsepsi contemporary sufism (Tasawuf Kontem-
porer). Demikian pula Fazlur Rahman (pemikir muslim
kontemporer dari Pakistan, menyebutnya Tasawuf Modern,
Sufisme Modern, Neo-Sufisme). Sementara yang pertama kali
memperkenalkan Tasawuf Modern di Indonesia adalah
Hamka. Tasawuf Modern berbeda dengan Tasawuf lama, yang
penekanannya lebih pada aspek esoteris. Tasawuf modern,
atau sekarang memadukan lahiriyah (syari’ah atau eksoteris)
dengan bathiniyah (esoteris) serta kecenderungan
menanamkan sikap positif pada dunia.
Fenomena orang Islam yang belajar tasawuf di kota-kota
besar ini kemudian mendapat label sebagai tasawuf perkotaan
(urban sufism). Konsepsi tasawuf perkotaan sendiri
mengandung sebuah permasalahan.4
Tasawuf sendiri terbagi menjadi dua yaitu pertama
Tasawuf Islam yang mementingkan sikap hidup yang tekun
beribadah serta mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits,
kedua Tasawuf Murni atau Mistikisme yang menekankan
pada pengetahuan hakiki Tuhan.5
Dengan demikian yang dimaksud dengan tasawuf bagi
masyarakat kota adalah untuk mencari ketenangan di saat
menemukan problem, namun untuk menjadi pengikutnya
bebas tanpa baiat dan tak mau terjebak dengan kultus.
Sementara itu kasus-kasus tasawuf yang merupakan tarekat

4
Lihat: Dialog No.54 Th XXV Desember 2002 (Muhammad Adlin Sila)
5
.http://www.duniaesai.com/filsafat/fillo.html

235
tertentu adalah: kejadian/peristiwa yang menyangkut
komunitas sufi yang dianut oleh sekelompok orang kota yang
bertujuan mencari ketenangan dikarenakan himpitan
kehidupan yang dirasakannya berat sehingga setelah
mengikutinya diharapkan menjadikan lebih sadar tentang
dirinya dan tugasnya di dunia.
Kata ”perkotaan” atau urban secara sederhana adalah
sesuatu yang berkaitan dengan kelompok masyarakat di
daerah perkotaan, terutama yang berpendidikan dan
berpenghasilan tinggi, baik dari kalangan akademis, eksekutif,
birokrat maupun selebritis, memiliki tradisi berfikir rasional
dan berdomisili di kota, yang beramai-ramai mengikuti
kursus-kursus dan paket-paket tasawuf yang diselenggarakan
di lembaga dan yayasan yang memiliki manajemen dan
fasilitas yang modern, yang disebut oleh Julia D. Howell
sebagai Assosiasi Sufi Modern (Modern Sufi Assosiation).
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang
melahirkan deprivasi sehingga muncul gagasan untuk
membentuk kelompok yang dipandang dapat menghapuskan
kegelisahan, keresahan, kemasgulan dan kekecewaan hatinya,
yang kemudian dapat menghadirkan ketenangan jiwa,
kebahagiaan, kelegaan, kepuasan dan bahkan lebih dari itu
menghadirkan perasaan sangat dekat dengan Sang Khaliq,
Sang Pencipta, atau pun juga dapat memuaskan gelora batin
orang-orang yang sedang mencari ketenangan jiwa itu.
Disinilah para tokoh keagamaan cukup cerdas
menangkap peluang, sehingga berakhir pada suksesnya
komunitas sufi per kotaan. Kesuksesannya mampu menarik
minat ribuan orang, yang terhimpit ekonomi, orang berada
tetapi tidak bahagia, kasus narkoba anggota keluarganya dan
sebagainya untuk bergabung dengan dirinya dalam suatu
komunitas sufisme.

236
Komunitas sufi, jelas merupakan kelompok keagamaan
yang dibangun atas deprivasi, organistik dan psikhis.
Deprivasi, organistik dan psikhis yang sifatnya massal ini,
telah mendorong semangat baru bagi umat yang mengalami
tekanan, untuk melakukan segala sesuatu yang lebih berguna
dalam hidupnya, begitulah kira-kira pandangan Dhurkheim.
Terjadi deprivasi psikhis, karena mereka sudah mentok
dengan semua sistem yang lazim digunakan dalam dunia
kesehatan, sehingga memerlukan sistem lain yang dipandang
lebih canggih dan tingkat keberhasilannya yang lebih tinggi
tetapi dengan biaya yang sangat murah, yaitu sistem
penyembuhan Ilahiyah. Contoh paling mutakhir adalah
gerakan dzikirnya Ustadz Haryono, Ustadz Arifin Ilham dan
H. Ahmad Asdie.
Metodologi.
1. Bentuk Studi.
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat
eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus.
2. Jenis Penelitian.
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian,
maka penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yaitu mendeskripsikan hasil penelitian
sesuai dengan tujuannya dan diikuti dengan analisis atau
sering disebut dengan metode analisis deskriptif. Metode
deskriptif sendiri sebenarnya terdiri dari enam jenis, yaitu
metode tindakan dan dokumentasi, analisis pekerjaan dan
aktifitas, survai dan studi kasus. Sementara itu dilihat dari
jenisnya, maka penelitian ini bersifat studi kasus.6.

6
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002, hal. 59
- 60.

237
3. Obyek Penelitian.
Obyek penelitian yang secara obyektif hendak diteliti,
sesuai dengan judulnya yakni: ”Majlis Zikir az-Zikra
Muhammad Arifin Ilham”, yang beralamat di Perumahan
Mampang Indah Dua Pancoran Mas Depok Jawa Barat.
5. Tehnik Pengumpulan Data.
Penelitian ini merupakan penelitian dokumen dan studi
pustaka. Semua dokumen berupa tulisan, baik itu dokumen
resmi dan dokumen pribadi yang berkaitan dengan aspek-
aspek penelitian dihimpun sebagai sumber data primer. Data
yang terkumpul kemudian diolah dan disajikan secara
deskriptif analitis dan komparatif. 7
d. Analisis Data.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif8,
yaitu dengan menganalisis dokumen tentang profil organisasi
keagamaan dan yang terkait yang menjadi fokus penelitian
dan kajian.

7
Ibid, halaman 53-54
8
Prastya Irawan, opcit, hal 75.

238
BAB II
MAJLIS ZIKIR AZ-ZIKRA

Biografi Tokoh

M
ajlis zikir “Az-Zikra” adalah majlis zikir yang
diasuh dan dipimpin oleh ustadz Muhammad
Arifin Ilham. Beliau lahir di Banjarmasin pada
tanggal 8 Juni 1969 dari pasangan H. Ilham Marzuki dan Hj.
Nurhayati. M. Arifin Ilham (Ipin panggilan kecilnya) adalah
anak kedua dari 5 orang bersaudara dan dia adalah anak satu-
satunya yang laki-laki.
Ayahnya adalah seorang pegawai di Bank BNI 46 di
Banjarmasin. Muhammad Arifin Ilham adalah keturunan
ketujuh dari ulama besar Banjarmasin yaitu Sekh Muhammad
Arsyad Al-Banjari (1122 H – 1227 H). Sementara ibunya
berasal dari Haruyan Kabupaten Barabay. Orang tuanya
adalah keluarga yang taat beragama sebagaimana layaknya
orang-orang Banjarmasin pada umumnya. Tidaklah aneh
kalau Muhammad Arifin Ilham dididik dan dibesarkan oleh
orang tuanya dengan pendidikan agama.
Pada usia 5 tahun (tahun 1974) M. Arifin Ilham
dimasukkan oleh orang tuanya ke Taman Kanak-Kanak (TK)
Aisyiyah Banjarmasin. Kemudian dilanjutkan ke Sekolah
Dasar (SD) Muhammadiah Banjarmasin yang letaknya tidak
jauh dari rumahnya.
Muhammad Arifin Ilham walaupun dididik dengan
pendidikan agama di sekolah Muhammadiah, namun Arifin
kecil tergolong anak yang nakal di sekolah, dan sering
berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Selain itu
Muhammad Arifin Ilham juga tergolong “anak yang pemalas
dan bodoh. … Arifin baru bisa baca tulis huruf latin setelah duduk

239
di kelas 3.”9 . Karena berkelahi itulah Arifin pada saat duduk
di kelas 3 (tiga) dipindahkan ayahnya ke SD Rajawali
Banjarmasin. Walaupun sekolahnya sudah dipindahkan,
namun kenakalan Arifin Ilham tetap berlanjut. “Maklum,
karena kami tinggal di kota, Arifin mulai terpengaruh dengan hal-
hal yang negatif. Dia mulai bisa bermain judi dengan uang kecil-
kecilan dan merokok dengan sembunyi-sembunyi”. Tutur Ilham
Marzuki (ayahnya – red). Tapi di lain pihak Arifin dikenal
oleh teman-temannya sebagai anak yang berjiwa sosial dan
suka membantu orang lain, terutama orang-orang yang
kesusahan.
Muhammad Arifin Ilham sejak kecil sudah dilatih dan
dibiasakan oleh orang tuanya dibawa ke mesjid. Hal tersebut
antara lain karena orang tuanya adalah aktifis masjid yang
ada di Banjarmasin, seperti masjid Sabil al-Muhtadin dan
masjid Al-Jihad Banjarmasin. Arifin kecil tidak merasa asing
dengan masjid, dan sudah terbiasa mendengarkan pengajian-
pengajian yang disampaikan para ustadz, walaupun baginya
belum begitu berarti apa yang disampaikan oleh para ustadz
itu. Setidak-tidaknya dia sudah dapat menangkap pesan-
pesan ustadz sesuai dengan daya nalar orang seusianya.
Tentu saja sedikit banyak apa yang disampaikan para ustadz
tersebut telah turut mewarnai kehidupannya pada masa
selanjutnya.
Setelah tamat Sekolah Dasar Muhammad Arifin Ilham
melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Banjarmasin,
salah satu sekolah favorit di Ibukota Kalimantan Selatan itu.
Hal itu dapat ditempuhnya kerena dia dapat lulus dari SD
dengan nilai yang cukup baik, kecuali pelajaran agama yang
masih tetap merah. Walaupun kesungguhannya untuk belajar
sudah mulai tumbuh, namun bukan berarti ia tidak nakal lagi.

9
http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25 &views=9

240
Arifin Mendapat Hidayah.
Pada tahun 1982, saat Muhammad Arifin Ilham duduk
di kelas 1 SMP, orang tuanya berangkat ke tanah suci untuk
menunaikan rukun Islam yang ke 5, melaksanakan ibadah
haji. Kedua orang tuanya selalu berdoa di hadapan Ka’bah
agar anaknya diberi petunjuk dan kesadaran oleh Allah swt.
Petunjuk dan kesadaran itu datang saat dia asyik bermain judi
klereng dengan teman-temannya. Salah seorang teman
bermainnya itu bernama Denny. Saat asyik-asyik bermain,
Denny tiba-tiba nyletuk: “Fin (demikian panggilan kecilnya
Arifin), orang tua lu berangkat haji, lu malah main judi!”
Ternyata kata-kata temannya itu sangat berkesan bagi
Arifin. Sejak itu pikirannya tidak tenang dan batinnya merasa
tercabik-cabik, sehingga dia menangis sendirian di
kamar.”Hidayah tidak selalu datang dari seorang ulama, tapi juga
bisa datang dari mereka yang berlumuran dosa”, tandas Arifin.10
Namun demikian Arifin yakin petunjuk itu juga datang berkat
doa kedua orang tuanya yang sedang melaksanakan ibadah
haji di tanah suci Makkah.
Hal itulah yang membuat dia merasa tidak kerasan dan
tidak betah lagi belajar di SMP. Dia bercita-cita ingin menjadi
seorang santri yang bercelana dan berdasi. Karena di
Banjarmasin tidak ada pesantren yang semacam itu maka
Arifin dimasukkan oleh ayahnya ke Pesantren Darun Najah
Jakarta (tahun 1983). Kemudian pada tahun 1988 – 1989 dia
melanjutkan pendidikan ke Aliyah di Asy- Syafi’iyah Jakarta.
Arifin Ilham semula tidak begitu tertarik dengan
masalah agama. Nilai rapornya baik ketika di SD maupun di
SMP dalam mata pelajaran agama selalu merah. Begitu juga
ketika baru pindah ke Darun Najah, nilai rapornya sebagian

10
http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25 & views = 9

241
besar merah. Kegiatan latihan pidato yang diadakan di Darun
Najah, semula tidak begitu disenanginya. Setiap tampil dia
selalu grogi dan ketakutan. Tapi karena tekadnya yang kuat
dan semangatnya yang tinggi, akhirnya – baik nilai rapornya
maupun bakat pidatonya – bangkit dan berkembang dengan
pesatnya. Nilai rapornya ketika naik ke kelas II, cukup baik
dan bahkan dia dapat masuk peringkat 10 besar. Begitu pula
bakat berpidato mulai diasahnya dengan tekun. Hasilnya
tidaklah sia-sia. Bakat pidatonya mulai tampak. Setiap ada
lomba pidato, Muhammad Arifin Ilham selalu mengikutinya,
baik yang diadakan oleh sekolah di mana dia belajar maupun
lomba pidato yang diadakan antar sekolah. Dari berbagai
lomba yang diikutinya dia sering meraih juara. Karena
kemampuannya berpidato itulah dia akhirnya sering
diundang untuk memberikan pengajian-pengajian kepada
masyarakat. Dengan sendirinya kemahirannya dalam
berpidato semakin terasah.
Darun Najah telah mengubah jalan hidup Muhammad
Arifin Ilham. Sejak di Darun Najah-lah kehidupan keagamaan
mulai tumbuh dan berkembang. Darun Najah-lah yang telah
mengasah dirinya sehingga mahir berpidato. Darun Najah-lah
yang mula-mula mengisi jiwa Arifin yang mulai terbuka
menerima hidayah. Tapi kemudian dia dengan terpaksa harus
meninggalkan dan keluar dari Darun Najah. Hal itu adalah
karena kehidupan di asrama yang tidak dia sukai. Prilaku
para senior yang begitu sewenang-wenang terhadap anak-
anak kelas yang di bawahnya, membuat dia berontak dengan
keadaan itu. Apalagi dengan menu makan yang hampir setiap
hari hanya dengan tahu dan tempe saja, semakin menambah
keinginannya untuk meninggalkan Darun Najah.
Kemudian setelah dia keluar dari Darun Najah dan
melanjutkan ke Aliyah kelas 2 di Madrasah Aliyah Asy-

242
Syafi’iyyah, dia semakin leluasa mengekspresikan
kemampuan berpidatonya ke tengah-tengah masyarakat.
Setelah Arifin menamatkan pendidikannya di Aliyah,
dia melanjutkan ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Nasional Jakarta. Pada tahun 1995 dia telah dapat
meraih gelar S1 di perguruan tinggi tersebut. Suka dukanya
selama kuliah cukup menarik untuk di simak. Dia sering
pindah-pindah tempat kos. Pernah menjadi pengamen.
Pernah juga menjadi kondektur angkutan umum. Pernah juga
menjadi pedagang mie rebus di daerah Pasar Minggu. Semua
itu dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
keperluan kuliahnya. Bahkan dengan berjualan mie rebus itu
dia dapat menunaikan ibadah haji pada tahun 1994, setahun
sebelum dia diwisuda.
Keluarga
Pada tahun 1998, ustaz Muhammad Arifin Ilham
menyunting seorang gadis Aceh bernama Wahyuniati al-Wali.
Gadis cantik berkulit putih ini merupakan adik kelas Arifin
ketika kuliah di UNAS. Dari pernikahannya itu beliau
dikaruniai tiga orang anak. Putra pertama bernama
Muhammad Alvin Faiz, putra kedua bernama Muhammad
Amir Azikra, dan putra ketiga bernama Muhammad Azka
Nahjan.
Beliau adalah seorang yang sangat halus dalam bertutur
kata, begitu juga kepada anak-anak dan keluarga. Di tengah
kesibukannya berdakwah beliau masih sempat membagi
waktu untuk bergaul dan bermain dengan anak dan keluarga.
Sedangkan pada malam hari beliau banyak melakukan salat
tahajud, salat hajat, salat istikharah, berzikir dan bertadarus
serta tadabbur Al-Qur’an baik di rumah atau pun di masjid.11

11
Asep Saifuddin, Penerapan Retorika dalam Tausiyah Ustaz Muhammad
Arifin Ilham, UIN Jakarta, tahun 2005, halaman 35.

243
Kegiatan berdakwah
Sejak sekolah di Darun Najah dan Asy-Syafi’iyyah –
sebagaimana telah disinggung di atas - Muhammad Arifin
Ilham telah terbiasa berpidato dan berceramah. Bahkan beliau
sering mengikuti lomba-lomba pidato, baik pada tingkat
nasional maupun internasional. Karena kemahirannya
berpidato itulah beliau sering diundang untuk memberikan
pengajian oleh masyarakat sekitar. Dengan bakat yang sudah
dimiliki itu bagi M. Arifin Ilham untuk mengasah
kemahirannya berceramah tentu saja tidak begitu sulit.
Setelah beliau menamatkan pendidikannya di Asy-
Syafi’iyyah, beliau melanjutkan studinya ke perguruan tinggi
umum, yaitu Universitas Nasional yang berlokasi di daerah
Pasar Minggu. Tidak jelas apa yang menjadi alasan M. Arifin
Ilham untuk memilih perguruan tinggi umum dalam
melanjutkan studinya. Tapi yang jelas, bagi UNAS, dengan
kehadiran M. Arifin Ilham, terutama bagi para mahasiswanya,
dapat mewarnai kehidupan kampus dengan kehidupan yang
Islami. Beliau dapat menampilkan wajah Islam yang manis
dan santun, penuh dengan rasa kasih sayang dan jalinan
ukhuwah Islamiah, sehingga para penganut agama lain pun
merasa terlindungi. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan
bahwa mereka kenal dengan Islam melalui M. Arifin Ilham.
Setelah beliau menamatkan pendidikannya di UNAS
aktifitas dakwahnya semakin meningkat dan semakin lancar.
Beliau berdakwah tidak saja di kawasan Jakarta dan
sekitarnya, tetapi juga telah melanglang ke daerah-daerah
lain, seperti Lampung, Kalimantan, Batam, bahkan sampai ke
negeri jiran Singapura dan Malaysia (lihat Asep, hal. 36.)

244
Dakwah dan Berzikir
Metode dakwah yang dilakukan Arifin Ilham sejak
tahun 1996 mengalami perubahan, dari metoda dakwah yang
biasa dilakukan seperti halnya para mubalig lainnya, menjadi
dakwah yang dikombinasikan dengan berzikir. Suatu model
yang barangkali dapat dikatakan sebagai “ciri khasnya”
Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
Hal ini berawal dari suatu peristiwa luar biasa yang
menimpa Ustadz Muhammad Arifin Ilham. Pada tahun 1996
itu beliau digigit ular yang sangat membahayakan
keselamatan jiwanya. Ular tersebut adalah ular peliharaannya
sendiri. Salah satu kesenangan dari da’i muda ini adalah
memelihara berbagai jenis binatang, seperti ayam kate,
burung, kera, dan ular. Ular yang beliau pelihara tersebut
bermacam-macam jenisnya. Ketika digigit ular tersebut beliau
mengalami koma selama 21 hari. Pada saat beliau mengalami
koma itu terjadilah beberapa pengalaman spiritual yang luar
biasa pada dirinya. Pengalaman tersebut tak ubahnya seperti
orang yang tengah bermimpi dalam tidur.
Pengalaman pertama: pada suatu waktu beliau sedang
berjalan-jalan keliling kampung. Beliau menjumpai sebuah
masjid dan memasukinya. Ternyata di dalamnya telah
menunggu tiga saf jamaah dengan pakaian putih-putih. Salah
seorang dari mereka meminta kepada Muhammad Arifin
Ilham agar beliau memimpin mereka untuk berzikir.
Pengalaman kedua: beliau tengah berada di tengah
kampung yang penduduknya berlarian ketakutan karena
kedatangan beberapa orang yang dianggap sebagai setan.
Melihat kehadiran Arifin Ilham penduduk pun berteriak dan
meminta dirinya menjadi penolong mereka untuk mengusir
setan-setan tersebut.

245
Pengalaman ketiga: beliau bertemu dengan seorang
bapak yang minta tolong kepadanya untuk mengobati
isterinya yang sedang kesurupan. Mendengar permintaan
bapak tersebut, Arifin bergegas menolong dan mengobatinya.
Berkat izin Allah, isteri bapak tersebut dapat sembuh kembali.
(Asep, hal. 38).12
Setelah Arifin Ilham siuman dari komanya dan sembuh
dari bisa gigitan ular tersebut, beliau semakin memantapkan
dirinya menjadi juru dakwah yang mengingatkan manusia
untuk selalu berzikir dan beribadah kepada Allah swt. Dan
sejak itu pula, cara berdakwah beliau menjadi berubah dari
hanya dengan berceramah, dengan dakwah yang dikombina-
sikan antara ceramah dan berzikir. Kekhasan beliau dalam
berdakwah tersebut menjadi fenomena baru yang diminati
oleh banyak kalangan, mulai dari kalangan terpelajar sampai
kalangan awam; mulai dari kalangan birokrat/eksekutif
sampai kalangann rakyat biasa. Bahkan kegiatan dakwah
beliau diikuti oleh ribuan kaum muslimin dan muslimat, yang
datang dari berbagai daerah, seperti – selain dari daerah
Jakarta dan sekitarnya – Lampung, Palembang, Jawa,
Kalimantan, dan sebagainya. Dan sejak itu pula keadaan suara
beliau berubah menjadi serak-serak basah, yang akhirnya
menjadi ciri khas tersendiri pula bagi Ustadz muda ini.
Barangkali M. Arifin Ilham-lah untuk pertama kali yang
berhasil mengkondisikan ribuan umat berhimpun dengan
berpakaian serba putih, dan beliau pulalah yang pertama kali
menorehkan dalam catatan sejarah menghimpun umat dalam
berdakwah dan berzikir pada peringatan tahun baru hijrah
yang jamaahnya memenuhi Masjid Istiqlal hingga lantai atas
dan dihadiri oleh pemuka-pemuka agama dan tokoh-tokoh
intelektual sekaliber Quraish Shihab, Ali Yafi, Komaruddin

12
http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25&views=9

246
Hidayat, para habaib, dan ditayangkan secara live oleh Trans
TV. 13
Popularitas Ustadz M. Arifin Ilham dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Umat Islam dari berbagai kalangan dan
lapisan masyarakat semakin menyukai cara beliau berdakwah
yang dapat menggugah hati nurani para pendengarnya
sampai dapat meneteskan air mata. Karena itu pulalah
panggilan dari berbagai daerah dan media untuk memberikan
ceramahnya semakin meningkat pula. Sehingga bagi siapa
saja yang ingin berjumpa dengan beliau saat ini, sangatlah
sulit sekali. Bukan karena beliau tidak suka dikunjungi dan
ditemui, tetapi karena jadwal dakwah beliau yang sangat
padat. Akhir-akhir ini, salah satu kegiatan dakwah beliau
yang cukup fenomenal juga adalah berupa kegiatan dakwah
yang disebut dengan istilah “Safari Zikir”. Kegiatan ini
dilakukan sekali dalam seminggu, dengan kegiatan dakwah
dan zikir ke berbagai provinsi di Indonesia. Sebagai contoh :
minggu II ke Sumatera Utara, minggu III ke Kalimantan
Selatan, dan minggu IV ke Jawa Tengah. Sedangkan pada
minggu I, beliau selalu melaksanakan majlis zikir di masjid
tempat kediaman beliau di Mampang Indah 2 Depok. (lihat
jadwal).
Jadwal beliau untuk berdakwah, baik di media
elektronik (TV dan radio) dan panggilan masyarakat dari
berbagai daerah di Indonesia, telah menyibukkan kegiatan
keseharian beliau saat ini. Berikut ini – sebagai contoh saja –
dapat dilihat sebagian jadwal kegiatan beliau untuk melayani
panggilan umat untuk berdakwah, sebagaimana terlihat pada
tabel berikut ini:

13
Sebelum Muhammad Arifin Ilham muncul, kita mengenal KH.
Zainuddin MZ, yang dikenal dengan da’i sejuta umat. Sesudah itu muncul pula A.A.
Gimnastiar yang dikenal dengan “manajemen qalbunya”, yang banyak menyedot
perhatian kaum muslimin khususnya kaum perempuan.

247
Jadwal Zikir Muhammad Arifin Ilham tahun 2005.
Hari/tgl Jam Tempat Alamat
Ahad, 4 Des 005 07.00 - Mesjid Al- Mampang Indah 2
Amru bit- Depok. (kediaman
Taqwa M. Arifin Ilham)
Kamis, 8 Des 005 16.30 - Masjid Baitul Jl. Thamrin Jak-pus
Ihsan
Jumat, 9 Des 005 15.30 - Masjid Akbar Rusun Kemayoran
Jak-pus
Sabtu, 10 Des 005 08.00 - Masjid Agung Kota Banjar Kab.
Ciamis Jabar.
08.00 - Masjid Az- Kab. Garut Jabar
Zikra
--- Masjid Nurul Legoso Ciputat
Ahad, 11 Des 005
Iman
--- Yayasan Al- Gg. Majlis Depok 2
Fatah
Jumat, 16 Des 005 19.00 - Pangkalan Bun Kalimantan Tengah
Sabtu, 17 Des 005 19.00 - Kab. Seruan Kalimantan Tengah
Ahad, 18 Des 005 07.00 - Masjid Perum Cening
Baiturrahim Ampe Depok Timur
Ahad, 25 Des 005 08.00 - Masjid Jami’ Taman Yasmin II Jl.
Darus Salam Rafselia Raya Bogor
Senin, 26 Des 005 07.00 - Masjid Metro TV Banda
Baiturrahman Aceh
Sabtu, 31 Des 005 20.00 - Masjid Isla-mic Jakarta Utara.
Center
kerjasama
Republika
Ahad, 29 Jan 006 08.00 - Masjid Istiqlal Jakarta

248
Jadwal Zikir Muhammad Arifin Ilham
Bulan Juli tahun 2008
Hari/tgl Waktu Tempat Alamat
Rabu, 2 Juli 008 06.00 - Samsat Jakarta Timur
08.00 - Masjid Al-A’raf Perumnas
Klender
10.00 - Rumah ayahanda Mulyono
Kamis, 3 Juli 008 09.00 - Masjid Baitul Depok
Kamal
12.00 - Plaza dan Menara Kebon Sirih
Jum’at, 4 Juli 09.00 - Polda Metro Jaya Jakarta Selatan
008
Sabtu, 5 Juli 008 05.00 - Masjid An-Nida TPI
08.00 - Perumahan LIPPO Karawaci
Tangerang
Ahad, 6 Juli 008 07.00 - Pusat Majlis Zikir Mampang
Indah II Depok
Senin, 7 Juli 008 -- Sidoarjo Jawa Timur
Rabu, 9 Juli 008 10.00 - DKM se- Bekasi
Kecamatan Serang
Baru Bekasi
Kamis, 10 Juli 08 10.00 - PT Prima Tangerang
Jum’at, 11 Juli --- SAFARI ZIKIR Sumatera Utara
008
Rabu, 16 Juli 08 10.00 - Giant Villa Melati Mas
Serpong
Kami, 17 Jul 08 10.00 - Majlis Taklim Serab Depok
Darul Iman
Jum’t, 18 Juli 08 --- SAFARI ZIKIR Kalimantan
Selatan
Senin, 21 Juli 08 08.00 - SMU 47 Tanah Kusir
Jak-sel
Rabu, 23 Juli 08 --- SAFARI ZIKIR Jawa Tengah
Rabu, 30 Juli 08 09.00 - Masjid Al- Pasar Kemis
Muhajirin Tangerang
Kami, 31 Jul 08 10.00 - Drg. Iyan Bandung

249
Selain kegiatan dakwah dan zikir seperti tersebut di atas,
beliau juga memiliki jadwal tausiyah rutin/tetap, sebagai-
mana dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Jadwal Tausiyah Rutin
No Hari Waktu Tempat
1 Senin 17.00 - magrib Radio Music City Jakarta
107.50 FM
2 Senin 20.30 – 22.00 wib TPI Sinetron Rahasia Ilahi
3 Selasa Magrib–21.00 wib Tarbiyah di Masjid Al-
Amru bit-Taqwa
4 Jum’at 05.00 – 05.30 wib Majlis Zikir Az-Zikra
Mampang Indah II Depok
5 Sabtu 05.00 – 06.00 wib Masjid An-Nida TPI
(setiap bulan).

Mengapa berzikir ?
Berzikir dalam agama Islam termasuk amalan yang
paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Dalil-dalil tentang tuntunan berzikir
banyak dijumpai baik dalam Al-Qur’an maupun dalam
sunnah Rasulullah saw.
Allah berfirman:
?c?A
??Kƒ
j ta ???a? ? c? o?A
??j a?oa? a?? a?? ƒ??I ? ??A
?? ƒ???g
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat
kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
ingkar kepada-Ku.”(Al-Baqarah : 152).
Dan firman Allah swt:
?Aa?ƒ??I c?o
??o A
?ƒ?c|?a?
“Dan mengingat Allah adalah lebih besar.”(Al-‘Ankabut :
45).

250
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
? ?A
? c?ƒKA
t a??j o
?a?? oC
Scu? a?o
??o o?A
?? ƒ?oa?
“Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, mudah-mudahan
kalian beruntung.” (Al- Jumu’ah 10).
Rasulullah saw bersabda:
? o ? ?a??a?a?Aa?c?ƒ
Ê ?o ? ?? c??a?a?a??a? c?oa?a?c?ƒ?o ? cg c??a??a?cO
?U c??a? Ë
c??o ? ?a c??a??Ka?cKa? c?
? a?cua?ƒ?o Ê
? o ? ?a? a?A
? c?c?a?a? ?a?

“Dua kalimat yang ringan diucapkan, berat dalam timbangan,


sangat dicintai oleh Allah Yang Maha Pengasih, yaitu:
”Subhanallah wa bihamdihi, subhanallah al-‘adhim.”(H.R.
Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).
Dalam hadis yang lain Rasulullah saw bersabda:
c?c?a?a? ?a? Ê
? o ? ?a?Ê
?a?A
?o ? È
c?? ?? ?j ƒ
?o c? a??I o
?? ? Ê
? o ? ?? ?? ?j ƒ?o d
? a??? a??
“Maukah kamu saya terangkan satu kalimat yang sangat
dicintai Allah? Sesungguhnya kalimat (ucapan) yang sangat
dicintai Allah adalah:” Subhanallah wa bihamdihi.”
Rasulullah saw juga bersabda :
?k??KÊ
a?? a?c? a??j ? c?a?a?a? a??j ct?a?a?a? ? cg ?a?c??ga??Ia? a??j cja?c?a? a?a?a?ca a??a
?j??O
??d
??a?Ia!?Ia?? ?Ia??j c??a?a?I ?
? ??o? ?o
a??????o?a??j o
??a?a?I o?A
??au a?a? ?A
??o?a?a?I o?A
??au a??g a?? c?A
? a oa??O
ƒ?at ƒ??I a?c? a??j ? Ð?a?a? a? c?cu
????a?at Ê
?o A
?ƒ?c?

“Maukah kalian saya sampaikan sebaik-baik amalan


kalian dan yang paling sucinya di sisi Raja kalian (Allah),
menaikkan derajat kalian dan lebih baik bagi kalian daripada
infaq emas dan perak dan lebih baik bagi kalian daripada
bertemu dengan musuh lalu kamu menebas leher mereka atau
mereka menebas leher kamu? Mereka berkata:”Tentu (ya
Rasulullah).” Kata beliau:”Berzikir (mengingat) Allah Ta’ala.”

251
Syaikhul Islam Ibnu Qayyim rahimahullahu Ta’ala
mengatakan bahwa di dalam zikir ini terdapat lebih dari 100
faedah, beliau menyebutkan 78 di antara faedah-faedah
tersebut. (Lihat Shahih Wabilus Shayyib 82-164).
Maka dengan berbagai dalil ini kita ketahui betapa besar
keutamaan zikir ini dan terangkatnya derajat orang yang
mengamalkannya.
Dalam buku panduan yang ditulis oleh ustadz
Muhammad Arifin Ilham yang berjudul “Panduan Zikir &
Doa” yang dicetak pada tahun 2007, beliau menjelaskan apa
itu zikir dan mengapa berzikir. Beliau juga mengutip ayat-
ayat seperti tersebut di atas dan beberapa hadis Rasulullah
sebagai dalil mengapa berzikir. Dengan penjelasannya itu kita
akan dapat menangkap mengapa dakwah beliau selalu
dikombinasikan dengan mengajak hadirin untuk berzikir
bersama, disamping memberikan tausiyah-tausiyah keagama-
an yang cukup menyentuh hadirin yang mendengarkannya.
Dalam buku tersebut dijelaskan tentang makna “zikir”,
yaitu “artinya ingat dan sebut. Karena ingat maka disebut, dan
disebutnya adalah karena ingat. Dalam kaitannya dengan
“zikrullah”, zikir berarti mengingat dan menyebut asma Allah.
Ingat adalah gerak hati sedangkan sebutan adalah gerak lisan. Zikir
dalam hati lebih baik dibandingkan zikir dengan lisan semata.
Namun jauh lebih sempurna jika keduanya dipadukan. Jadi zikir
yang terbaik adalah perpaduan antara zikir hati dan lisan. Hati
mengingat Allah dan lisan menyebut-Nya. Itulah awal dari
“khusyu’.” 14
Imam an-Nawawi pun pernah berkata, “Berzikir adalah
suatu amalan yang disyari’atkan dan sangat dituntut di dalam

14
Muhammad Arifin Ilham, Panduan Zikir & Doa, Intuisi Press Jakarta,
tahun 2007, halaman 4.

252
Islam. Ia boleh dilakukan dengan hati atau lidah. Afdhalnya
dengan kedua-duanya sekali”. (lihat: al-Adzkar, m/s. 23)
Imam an-Nawawi juga mengatakan, “Ketahuilah bahwa
sesungguhnya zikir tidak hanya tasbih, tahlil, dan takbir,
bahkan zikir ialah setiap amalan ketaatan yang dilakukan
karena Allah”. (lihat al-Adzkar, m/s. 7).
Menurut Sheikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di
dalam menafsirkan ayat 152 surah Al-Baqarah (“Karena itu,
ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”), “Zikir kepada Allah swt
yang paling istimewa adalah zikir yang dilakukan dengan hati
dan lisan yaitu zikir yang menumbuhkan ma’rifat kepada
Allah, kecintaan kepada-Nya dan menghasilkan ganjaran
yang banyak dari-Nya.15
Dari apa yang dijelaskan di atas, maka dapat dilihat apa
yang dilakukan oleh ustadz M. Arifin Ilham dalam
membimbing dan mengajak para jamaah untuk berzikir
bersama-sama dengan panduan beliau sendiri.
Untuk menjelaskan mengapa berzikir, beliau
menjelaskan bahwa berzikir itu adalah perintah Allah dan
Rasul, seperti yang difirmankan-Nya dalam surah Al-Ahzab
ayat 41 – 42, yang berbunyi sebagai berikut:
Ñ Ï ????cI ?Ia? ?a?ƒ
jA
? A
??A
Ñ?Îd
?a?a? oC
Scu? oC

? c? ?ao
??o o?A
?? ƒ?o o?A
?a?È
? a??c|o
?o ?a?C
??I ?a?
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman berzikirlah
kepada Allah sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya
pagi dan petang),

15
http://fiqh-sunnah.blogspot.com/2008/05/096- Sunnahkah – Berdoa &
Berzikir Dengan Berjama’ah, Berlagu, Dan Menangis?

253
Dan sabda Rasulullah: “Sesungguhnya aku berzikir
(mengingat Allah swt) bersama-sama jama’ah usai shalat Subuh
hingga matahari terbit, itu lebih aku sukai daripada dunia dan
seisinya.” (H.R. Baihaqi)” 16
Kemudian dengan berzikir itu hubungan antara manusia
dengan Allah selalu terpelihara, dan dengan berzikir itu pula
orang akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman
dalam jiwanya.
Selain mengajak umat berzikir ada beberapa pesan
harian yang selalu dipesankan oleh ustadz M. Arifin Ilham
kepada kaum muslimin, dan pesan itu - selain disampaikan
kepada jamaah – juga dibingkai dalam sebuah pigura dan
selalu terpampang di dinding kantornya. Pesan itu adalah :
“Isilah setiap harimu dengan istiqtamah melaksanakan Tujuh
Sunnah Harian Nabi Muhammad saw”, yaitu :
a. Dirikan Salat Tahajud
b. Baca Al-Qur’an dan maknanya
c. Salat berjamaah di masjid (terutama Salat Subuh)
d. Salat Duha
e. Perbanyak sedekah
f. Selalu menjaga wudu’
g. Istighfar setiap saat.
Berzikir bukan hanya ada sejak Muhammad Arifin
Ilham, tetapi hal itu telah menjadi tuntunan yang diajarkan
dalam agama Islam sejak dibawa oleh Rasulullah saw.
Tuntunan itulah yang diajarkan lagi oleh ustadz muda ini
kepada umat dengan caranya sendiri.
Pada tradisi tarekat atau tasauf dikenal ada zikir jahr
dan zikir sirr. Zikir Jahr adalah menyebut nama Tuhan atau

16
Muhammad Arifin Ilham, op-cit, halaman 8.

254
kalimah thayyibah (takbir, tahmid, tasbih dan salawat Nabi)
dengan mengeraskan suara. Biasanya zikir jahr dilakukan
bersama-sama, di masjid atau di tempat khusus (zawiyah)
dipimpin seorang mursyid. Sekarang acara zikir jahr marak
dilakukan oleh masyarakat, dipimpin antara lain oleh M.
Arifin Ilham, Ustadz Haryono dan lain-lainnya. Ada lagi yang
disebut istighotsah, artinya mohon pertolongan, isinya
membaca doa mohon sesuatu secara ramai-ramai (demontrasi
doa) di tempat terbuka. Jika pada acara tahlilan, zikir lebih
merupakan tradisi, pada kelompok tarekat, zikir merupakan
suluk (jalan) atau metode mendekatkan diri kepada Tuhan.
Bagi pengamal tarekat, membaca zikir dalam majlis zikir
merupakan hiburan dan kenikmatan spirituil, baik ketika
sedang membaca maupun sepulang dari berzikir. Pembacaan
zikir yang dilakukan secara reguler yang disiplin dan tertib
(disebut wirid) akan mengembangkan “rasa” tertentu yang
dapat disebut sebagai religiusitas. Ekpressi ahli zikir itu pada
umumnya tenang dalam menghadapi berbagai persoalan,
wajahnya berseri-seri meski kepada musuh sekalipun dan
fleksibel dalam mencari problem solving. Zikirnya penganut
tarekat pada umumnya lebih afektip dibanding kognitip, oleh
karena itu mereka pada umumnya enggan menerangkan
bagaimana anatomi kenikmatan zikir, bahkan ketika zikir
dikatakan sebagai bid`ah atau sesat. Mereka cukup
mengatakan cobalah ikut, nanti anda akan dapat merasakan
sendiri.17
Bagaimana berzikir.
Selama ini zikir hanya dianggap sebagai amalan
individu seorang muslim dalam upayanya mendekatkan diri
dan berkomunikasi dengan Sang Khalik. Karena itu, zikir
sering dilakukan di tempat tenang. Kalau perlu dengan cara

17
http:/mubarok-institut.blogspot.com.

255
menyendiri di tengah malam yang sunyi, jauh dari segala
hiruk pikuk keduniaan.
Namun tiba-tiba dai muda Muhammad Arifin Ilham
muncul memangkas pandangan itu dengan memperkenalkan
model zikir berjamaah, di tempat terbuka atau di mesjid.
Bahkan, kegiatan itu ditayangkan oleh berbagai stasiun
televisi.
Dia berzikir dikelilingi jamaah yang mengenakan busana
serbaputih, begitu khusyuk dan penuh tawadhu', sehingga
hampir semua jamaah tak mampu membendung tangis
karena diingatkan akan dosa dan kecilnya manusia di
hadapan Sang Khalik. Kedahsyatan zikir inilah yang membuat
ribuan orang - termasuk para politikus, pengusaha dan tokoh-
tokoh masyarakat - dari berbagai pelosok rela mendatangi
tempat dimana zikir tersebut dilantunkan.
Ustaz Muhammad Arifin Ilham dengan lantunan
suaranya yang khas serak-serak basah dan mendayu-dayu,
mengajak jamaah untuk berzikir.
“Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illallahu, wa Allahu
Akbar", demikian lantunan kalimat tayyibah membimbing dan
mengajak ribuan orang untuk melafalkannya, meski dengan
tempo lamban namun terjaga. Kalimat pujian itu terasa
menyejukkan.
H Arifin Ilham memimpin umat berzikir, dengan duduk
bersila dengan pakaian serba putih bersama-sama jamaah
yang hadir menyebut dan mengingat asma Allah. Dengan
pengeras suara, dia menuntun hati umat untuk mengenal
lebih jauh kesejatian diri dan zat Allah Azza Wa Jalla.
Dalam khusyuk berzikir, tak terasa air mata pun
berlinang. Bagai kunci gembok, bacaan-bacaan itu membuka
mata hati, mengingatkan akan diri yang kuyub oleh dosa.

256
Lalu ujung-ujungnya, mengakui kemahasucian Allah, satu-
satunya zat yang pantas dipuji oleh manusia.
Ustaz Arifin dengan piawainya menggugah dan
mengajak umat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dalam hal itu, dia bagai punya jurus membuka hati. Suaranya
yang serak-serak basah dengan intonasi yang lembut
mendayu, mampu mengantar orang yang mendengar kepada
kesadaran, bahwa tidak ada ilah selain Allah, dan memuncak
kepada pengakuan keesaan-Nya. Innaka 'ala kulli syai'in qadir
(sesungguhnya Engkau (Allah) berkuasa di atas segala
sesuatu). Kepala mereka tertunduk. Hati dan pikiran terpusat
kepada Ilahi Rabbi.
Tawadlu’ makin memuncak, seiring M. Arifin Ilham
mengupas nama dan makna 99 asma’ul-Husna.
"Ya Salam, Ya Salam, Ya Salam, Ya Salam, Ya Salam,"
lantun M. Arifin Ilham dengan suara tersendat oleh tangis
yang tertahan. Tangannya sesekali menengadah, lalu tak lama
kemudian menggenggam. Tak lupa, beliau meminta kepada
Allah agar jamaah diselamatkan dari siksa api neraka.
Diselamatkan dari hisab, dan dikumpulkan bersama Nabi
Muhammad SAW. Tiada keindahan bagi mereka, kecuali
diizinkan oleh Allah untuk memandang wajah Nabi, yaitu
wajah kekasih Allah.
"Ya Nabi salam ‘alaika. Ya Ras…l salam ‘alaika. Ya Nabi
salam ‘alaika. Salawatullah ‘alaika," ucap Arifin penuh khusyuk.
Begitulah sekedar gambaran bagaimana ustaz M.
Arifin Ilham memandu dan mengajak umat untuk berzikir
bersama-sama dan diselingi dengan pesan-pesan singkat yang
sangat menyentuh hati yang mendengarnya.

257
Kegiatan lain
Selain kegiatan berdakwah dengan berzikir, beliau juga
memiliki yayasan yatim piatu yang merawat anak-anak yatim,
terutama korban kerusuhan Ambon dan Poso, serta anak-anak
korban Tsunami Aceh.
Anak-anak tersebut selain dirawat di panti yang telah
dibuat khusus untuk mereka, juga disekolahkan terutama ke
sekolah-sekolah agama, seperti Madrasah Diniyah,
Tsanawiyah, dan Aliyah.
Selain kegiatan berdakwah, beliau juga bergerak
dibidang usaha dimana beliau menjabat sebagai advisor
komisaris di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
logistik atau pengiriman barang.
Sebagai seorang ulama sekaligus pemimpin jamaah
zikir, Ustad Arifin memang punya gagasan besar, bisa
membangun kawasan pemukiman yang Islami, lengkap
dengan sebuah masjid.
Pada saat ini beliau sedang membangun sebuah per-
kampungan muslim yang berada di Sentul dengan sebuah
mesjid yang dapat menampung jamaah sebanyak 10.000
orang. Februari 2007 yang lalu pembangunan masjid di
kawasan Sentul tersebut sudah dimulai dan ditargetkan
selesai Tahun 2009 yang akan datang. Masjid yang ber-
kapasitas 10.000 jamaah ini dirancang oleh seorang arsitek asal
Libya. "Nantinya, saya juga akan pindah ke tempat ini
(Sentul), rumah di Depok dijual saja," aku Arifin Ilham. Sesuai
rancangan, komplek Az-Zikra yang digagas Arifin juga
dilengkapi perumahan tipe 36 ke atas. Dan pada tahap
pertama, sudah berdiri 800 unit rumah, 600 unit diantaranya
sudah laku. 18

18
http://www.surya.co.id/web/index.php?Profil Ustaz M.Arifin Ilham,
Zikir dan Obsesinya, 21 Pebruari 2007.

258
Respon dan Tanggapan Masyarakat
Berbagai tanggapan dan respon muncul dari masyarakat
terhadap majlis-majlis zikir yang lagi marak dan tumbuh
kembang di tengah-tengah masyarakat saat ini, termasuk
majlis zikir yang dipimpin oleh ustadz Muhammad Arifin
Ilham. Buku-buku yang ditulis berkenaan dengan pemba-
hasan sekitar “zikir berjamaah” dan “masalah bid’ah” banyak
bermunculan. Berbagai tulisan di dunia maya (internet) yang
menanggapi tentang kemunculan majlis-majlis zikir tersebut
juga cukup banyak. Ada yang mendukung termasuk terhadap
apa yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham dan
ada pula yang mengatakan bahwa apa yang dilakukannya itu
merupakan perbuatan bid’ah yang sesat dan tidak ada
dasarnya sama sekali, baik di dalam Al-Qur’an maupun
dalam sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw.
Muhammad Arifin Ilham sendiri setidak-tidaknya telah
menulis dua buah buku yang berjudul: “Hikmah Zikir
Berjamaah” dan “Panduan Zikir & Doa”. Ahmad Dimyati juga
menulis dengan judul “Zikir Berjamaah Sunnah atau Bid’ah”.
Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais menulis buku
dengan judul “Dzikir Jama’i Yang Sunnah & Bid’ah”. Dr.
Omar Abdullah Kamel menulis buku dengan judul “Kenapa
Takut Bid’ah”. Begitu pula berbagai tulisan di dunia maya
(internet) yang cukup banyak pula dan dapat diakses dengan
cepat. Buku-buku tersebut ditulis berkenaan dengan
bermunculannya akhir-akhir ini praktek-praktek zikir
berjamaah, termasuk seperti yang dilakukan oleh Muhammad
Arifin Ilham tersebut.
Dari realita yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat, tidak sedikit umat Islam yang terkesan dan
meminati majlis-majlis zikir tersebut baik yang dipimpin oleh
ustadz M. Arifin Ilham atau oleh ustadz-ustadz lainnya.

259
Khusus kepada apa yang dilakukan oleh ustadz Muhammad
Arifin Ilham, merupakan sebuah fenomena baru yang begitu
banyak diminati umat Islam. Melihat kepada jadwal kegiatan
zikir yang dilakukan oleh ustaz M. Arifin Ilham (seperti telah
disebutkan di atas) menunjukkan betapa umat Islam sangat
tertarik untuk mendengar dan mengikuti majelis zikir yang
dipimpin ustaz Arifin Ilham tersebut. Ketika kegiatan tersebut
dilaksanakan di masjid Al-Amru bit-Taqwa di tempat dimana
beliau tinggal, pada setiap minggu pertama setiap bulan, umat
Islam yang mengikuti kegiatan tersebut tidak saja datang dari
masyarakat setempat, tetapi juga datang dari berbagai daerah,
seperti dari Banten, Lampung, Palembang, Jawa, Kalimantan
dan bahkan ada yang datang dari negara tetangga seperti
Malaysia dan Singapura. (lihat Suara Merdeka, 21 Pebruari
2007).
Tidak sedikit pula orang yang menjadi sadar dan
mendapatkan hidayah setelah mendengarkan ‘tausiyah dan
zikirnya’ ustadz Arifin Ilham. Bahkan tidak sedikit pula orang
yang telah memeluk agama Islam setelah mendengarkan dan
mengikuti majelis zikir yang dipimpin ustadz muda ini.
Orang yang semula tidak pernah salat menjadi orang yang
taat beribadah. Orang yang tadinya suka mabuk-mabuk
menjadi orang yang taat dan menjauhi perbuatan-perbuatan
terlarang itu. Orang yang tidak kenal dengan Islam akhirnya
memeluk agama Islam. Sebut saja yang namanya “Joni” yang
semula diberi gelar oleh ustaz Arifin Ilham dengan Joni AO
(AO = anggur orang tua). Hal itu disebabkan karena Joni
adalah seorang pemabuk. Tapi kemudian oleh ustadz Arifin
Ilham namanya diganti dengan “Joni Zikir”, karena dia
setelah tobat dan meninggalkan kebiasaan mabuk-mabukan,
rajin mengikuti majlis zikir yang dipimpin ustadz M. Arifin
Ilham. Kisah sadarnya seorang yang bernama Joni ini pun
dimuat dalam sebuah majalah ibukota dan dapat dilihat pula

260
di internet yang ditulis oleh Imam Shofwan dengan judul
“Jalan Mendaki Penyuka Whisky” .
Di antara yang mendukung terhadap apa yang
dilakukan oleh ustadz Muhammad Arifin Ilham adalah apa
yang ditulis Mas Cholis yang dapat diambil dalam situs
internet dengan judul : “ZIKIR BERJAMA'AH SUNNAH
ATAU BID'AH”.
Mas Cholis menulis antara lain: ”Dzikir memang
merupakan salah satu perbuatan yang diperintahkan Allah
S.W.T. dalam Al-Qur'an dan Rasulullah saw. dalam hadis-
hadis beliau. Bagi seorang mukmin, sudah seharusnya
memperbanyak dzikir kepada Allah S.W.T.
Allah S.W.T. berfirman :
????cI ?Ia? ?a?ƒ
jA
? A
??A
?d
?Ña?Îa? oC
Scu? oC

? c? a?o
??o o?A
?? ƒ?o o?A
?a?È
? a??c|o
?o ?a?C
??I ?a?
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah,zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan
bertasbihlah kepadaNya pada waktu pagi dan petang." (QS.
Al Ahzab:41,42).
Perintah untuk memperbanyak zikir ini, di kalangan
ulama tidak terjadi perbedaan. Demikian pula dalil yang
dibawakan tidak terjadi perbedaan. Yang kemudian menjadi
permasalahan, ialah menyangkut haiah (bentuk) zikir yang
disyari'atkan. Sedangkan ayat-ayat yang memerintahkan
masih bersifat umum. Yakni perintah berzikir dimanapun
berada dan ketika memiliki kesempatan.19
Dr. Omar Abdallah Kamel dalam bukunya ”Kenapa
Takut Bid’ah” menjelaskan dengan panjang lebar tentang
masalah-masalah bid’ah, termasuk diantaranya masalah
“maulid, tahlil, zikir, dan sebagainya, serta membantah

19
mascholis354.blogspot.com/2008_06_01_archive.html١٩٢ - k

261
pendapat-pendapat orang-orang yang terlalu kaku dalam
persoalan-persoalan baru yang tidak dijumpai di zaman
Rasulullah, zaman sahabat dan zaman tabi’in.
Di antaranya beliau mengatakan, “Sayangnya, ada
sebagian orang yang bersikap ekstrem. Mereka menganggap bahwa
segala sesuatu yang baru (perkara yang tidak ada contoh
sebelumnya) – termasuk perbuatan baik sekalipun – yang tidak
pernah dilakukan Nabi Muhammad saw dan tiga abad pertama
hijriyah adalah bid’ah yang sesat…. Mereka berpendapat dengan
hadis yang diriwayatkan Muslim dari Jabir ra…. yang berbunyi :
‫ و ﻛﻞ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﺑﺪﻋﺔ وﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ‬،‫ﺷﺮ اﻻﻣﻮر ﻣﺤﺪﺛﺎﺗﮭﺎ‬
Artinya: Seburuk-buruknya perkara adalah yang baru, dan semua
perkara yang baru adalah bid’ah. Semua bid’ah adalah sesat.”20
Dan hadis-hadis Rasulullah saw yang senada dengan itu.
Selanjutnya Omar Abdallah Kamel mengatakan, “Mereka
pura-pura lupa bahwa Rasulullah saw membagi sesuatu yang baru
ke dalam “sesuatu yang bisa diterima” dan “sesuatu yang harus
ditolak” sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
Muslim dari Jarir ra, bahwa Rasulullah saw bersabda :
c?a? a ?O
a?a? ƒ
? ?I ?a?? a?c? A
?a?a?a? ?a?? ? c?a a?a? A
?a??Ia? ?a?A
?a??I A
???g ?a?a? a? ?c?A
?
ƒ??I ?a?? c?a?a?a?c?a?c?c? ?a?? ? c?a a?a? A
?a!?a? ?a?A
?a!? c?a??a ? ??? ??O
?a? ?c?A
d ? ?? a?Ê
? o ? cg c?a?
?Æa?a? a?c??oa!a??I a?c? a ?O
a?a?
Artinya: “Siapa yang membuat kebiasaan (sunnah) yang baik dalam
Islam, maka dia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya dan
perbuatan orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya sampai
tibanya hari kiamat tanpa ada pengurangan pahala mereka sedikit
pun. Dan siapa yang membuat kebiasaan (sunnah) yang buruk
dalam Islam, maka dia akan mendapatkan dosa perbuatannya sendiri

20
Omar Abdallah Kamel, Dr. Kenapa Takut Bid’ah, PP
Lakpesdam NU, Jakarta, tahun 2008, halaman 9.

262
ditambah dengan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya,
tanpa ada pengurangan sedikit pun.”
Hadis di atas menerangkan bahwa perbuatan “baru”
dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw dibagi
menjadi dua;’ baik dan buruk. Selain itu, hadis ini juga
mendorong kita semua untuk berkreasi dalam kebaikan,
kapan dan siapa saja tanpa batasan. Adapun orang-orang
yang membatasi pengertian hadis tersebut hanya untuk
Khulafau Rasyidin, para sahabat dan tabi’in, maka mereka
telah berpendapat dengan tanpa dalil.” 21
Namun di lain pihak ada juga komentar dan penilaian
yang negatif yang dilontarkan oleh umat Islam. Salah satu
penilaian dan komentar yang kurang berkenan dengan majlis
zikirnya Muhammad Arifin Ilham adalah dari seorang tokoh
salafi yang bernama Al Ustadz Abu Karimah ‘Askari bin
Jamal Al Bugisi. Dia (Abu – pen) berpendapat apa yang
dilakukan oleh ustadz Arifin Ilham tersebut sebagai perbuatan
bid’ah, yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
Bahkan Abu menulis dengan panjang lebar dan berseri ( 3 – 11
) di internet dengan judul : “Bid’ahnya Dzikir Jama’ah Ala
Arifin Ilham”.22
Dalam tulisannya (pada seri ke 3) antara lain Abu
menulis:
“Muhammad Arifin Ilham telah melakukan talbis
(pemutarbalikan, red) terhadap kaum muslimin untuk mendukung
kebid’ahan yang mereka kerjakan dengan dalil-dalil yang
menyebutkan keutamaan majelis dzikir, dalam keadaan tidak tahu
atau pura-pura tidak tahu tentang majelis dzikir yang difahami oleh
salafus shaleh. Karena majelis dzikir yang dipahami oleh salafus

21
Ibid, halaman 10.
22
http://darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=34).

263
shaleh ini adalah majelis ilmu dan mempelajari Sunnah Nabi saw
atau yang sejenisnya.”
Kemudian ustaz Abu mengutip beberapa hadis
Rasuylullah saw yang berkenaan dengan “majlis zikir”
tersebut. Setelah Abu mengutip hadis tersebut dia
mengatakan sebagai berikut:
“Majelis dzikir adalah majelis ilmu dan nasehat (peringatan).
Yaitu majelis yang diuraikan padanya firman-firman Allah, Sunnah
Rasul-Nya dan keterangan para salafus shaleh serta imam-imam ahli
zuhud yang terdahulu, jauh dari kepalsuan dan kebid’ahan yang
penuh dengan tujuan-tujuan yang rendah dan ketamakan.” (Fikih
Sunnah 2/87).
Al Manawi mengatakan:”Hujjatul Islam (Al Ghazali – ed)
mengatakan:”Yang dimaksud dengan majelis dzikir adalah, tadabbur
Al Quran, mempelajari agama, dan menghitung-hitung ni’mat yang
telah Allah berikan kepada kita.” (Faidlul Qadir 5/519).
Dari penukilan perkataan ‘Ulama salaf ini jelas bagi kalian
bahwa yang dimaksud oleh riwayat-riwayat yang di dalamnya
disebutkan padanya “majalis adz-dzikr” atau “hilaqudz-dzikr”
adalah majelis ilmu yang di dalamnya dipelajari Kitabullah, Sunnah
Rasul-Nya saw, jauh dari berbagai macam campuran bid’ah-bid’ah
yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah saw.
Lalu bagaimana mungkin dzikir bid’ah model Arifin Ilham bisa
dikatakan sebagai majelis dzikir yang disebutkan di dalam nash-nash
tersebut? Sungguh ini suatu keanehan.”
Kemudian dalam tulisannya yang lain (pada seri ke 5)
Abu menjelaskan berkenaan dengan penolakannya terhadap
apa yang telah dilakukan oleh ustaz Arifin Ilham, seperti
berikut ini :
“Ini semua menunjukkan bahwa makna “majlis adz dzikr”
lebih luas dari makna dzikir secara lisan, namun mencakup berbagai

264
macam jenis amalan ketaatan seperti menuntut ilmu, belajar dan
mengajar, memberi nasehat, yang jauh dari berbagai bentuk bid’ah
dan kesesatan. Sedangkan “majalis adz dzikir” yang dinisbahkan
kepada model dan cara berdzikirnya Arifin Ilham, lebih pantas
dinamakan sebagai “majelis makr (yang menipu daya kaum
muslimin)” dan bukan majelis dzikr. Semoga Allah senantiasa
menjaga kita dari kesesatan.”
Kemudian setelah Abu menjelaskan dengan panjang
lebar tentang keluasan makna dari ‘dzikir’ tersebut, lalu dia
(dalam tulisannya pada seri ke 6) menghakimi apa yang
dilakukan oleh ustaz Arifin Ilham dengan ungkapan sebagai
berikut :
“Namun yang kita ingkari di sini adalah menempatkan dzikir-
dzikir ini dengan tata cara aturan tertentu yang dikhususkan dan
diberinama dengan nama yang khusus pula, dalam hal ini adalah
apa yang dinamakan oleh ‘Arifin Ilham dengan “Adzkar ‘Amaliyah
At Taubah”. Di mana amalan (bid’ah) ini dikerjakan dengan suara
keras dan bersamaan, disertai tangisan serta ikhtilath (campur baur)
laki-laki dan perempuan atau hal-hal lain yang sama sekali tidak
dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya atau pun
orang-orang sesudah mereka yang dikenal mengikuti Sunnah Nabi
saw, dan jauh dari bid’ah dari kalangan imam-imam pembawa
petunjuk seperti Imam Asy Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Sufyan Ats
Tsauri, ‘Abdullah bin Mubarak, Ishaq bin Rahawaih dan salafus
shaleh lainnya.
Dan bahkan belum pernah kita kenal selama ini tatacara dzikir
dengan nama ini kecuali setelah datangnya laki-laki Banjar ini,
seorang sufi ahli bid’ah, Muhammad ‘Arifin Ilham.”
Menurut Abu selain zikir yang dilakukan oleh ustadz
Arifin Ilham, sebagai bid’ah, dia juga mengatakan bahwa zikir
bersama sesudah salat, sesudah membaca Al-Qur’an, dan
sesudah belajar seperti yang dilakukan oleh sekolah-sekolah,

265
juga termasuk bid’ah. Karena menurut dia zikir itu
merupakan hal yang ‘taufiqy’ dari Rasulullah saw. Abu
mengatakan (dalam tulisannya pada seri ke 7) sebagai berikut:
“Pada prinsipnya, dzikir dan ibadah lainnya bersifat
tauqifi. Artinya juga adalah bahwa tidak diibadahi kecuali dengan
hal-hal yang telah disyari’atkan. Demikian pula dengan
kemutlakannya atau penentuan waktunya serta tatacaranya ataupun
batasan bilangan dalam masalah do’a, dzikir atau ibadah yang
disyari’atkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan disebutkan secara mutlak
tanpa pembatasan dengan tempat, waktu atau jumlah atau
tatacaranya. Maka tidak boleh kita mengerjakannya dengan tatacara
atau batasan waktu atau jumlah tertentu. Tetapi kita beribadah
kepada-Nya sebagaimana disebutkan secara mutlak.
Apapun amalan yang terdapat pembatasannya dengan dalil
qauli, atau ‘amali, baik tatacara, tempat, waktu atau jumlahnya
maka kita hendaknya beribadah kepada Allah dengan dalil tersebut.
Sedangkan do’a bersama-sama setelah shalat jama’ah atau
setelah selesai membaca Al Quran atau setelah pelajaran, tidak ada
tuntunannya sama sekali dari Nabi saw baik ucapan, perbuatan
maupun taqrir. Sama saja apakah do’a itu dibacakan seorang imam
dan diaminkan oleh ma`mum atau ma`mum berdo’a bersama-sama
dari mereka sendiri. Hal ini juga tidak pernah dikerjakan sama sekali
oleh Khulafaur Rasyidin dan para sahabat lainnya radliyallahu
‘anhum.
Maka siapa yang melaksanakan hal ini, berdo’a secara
bersama-sama (jama’i) setelah shalat, membaca Al Quran atau
selesai pelajaran, berarti dia telah melakukan perbuatan bid’ah dan
mengada-adakan sesuatu yang bukan berasal dari tuntunan ajaran
Islam, dan Rasulullah saw telah menyatakan:

266
ُ‫ وَﻣَﻦْ أَﺣْﺪَثَ ﻓِﻲ أَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻣَﺎ ﻟَ ْﯿﺲَ ﻣِﻨْﮫ‬:َ‫ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﯿْﺲَ ﻋَﻠَﯿْﮫِ أَﻣْﺮُﻧَﺎ َﻓﮭُﻮَ رَدٌ ﻗَﺎل‬
ٌ‫ﻓَﮭُﻮَ رَد‬
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak
ada perintah dari kami, maka amalan itu tertolak.” Dan:
”Barangsiapa yang mengada-adakan suatu dalam urusan kami yang
bukan daripadanya, maka dia tertolak.”23
Bahkan Abu (dalam tulisannya pada seri ke 8) juga
berpendapat bahwa doa bersama sesudah salat dengan suara
keras merupakan perbuatan ‘munkar’.
“Doa dengan suara keras setelah salat lima waktu, atau
pun sunnah rawatib. Atau doa-doa sesudahnya dengan cara
berjamaah dan terus-menerus dikerjakan merupakan
perbuatan bid’ah yang munkar. Tidak ada keterangan sedikit
pun dari Nabi saw tentang hal ini, juga para sahabatnya ra.
Barangsiapa yang berdoa setelah selesai salat fardlu atau
sunnah rawatibnya dengan cara berjama’ah, maka ini adalah
menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Komentar dan dalil untuk menguatkan pendapatnya
dan melemahkan pendapat lawannya, baik bagi yang
mendukung maupun bagi yang tidak setuju, masing-masing
mengemukakan pendapat dan dalil untuk menguatkan
pendapatnya, dan dalil yang dipakai bagi orang yang tidak
sependapat dengannya dicoba oleh masing-masing untuk
melemahkan apa yang telah menjadi dalil untuk menguatkan
pendapat masing-masing.
Tidak ada orang yang bisa mengklaim bahwa zikir yang
dilantunkan secara bersama-sama tidak dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Sebab hadits dan riwayat yang secara detail
menyebutkan hal itu tidak pernah ada. Yang ada hanyalah
hadis-hadis menyebutkan adanya fenomena di mana orang-
23
Sumber:http://darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid
=34.

267
orang yang melakukan zikir di dalam suatu forum atau
majelis secara umum, tanpa penjelasan detail teknisnya.
Sehingga kita tidak bisa mengklaim bahwa teknis zikir
yang dilakukan itu begini atau begitu. Apakah ada satu orang
yang menjadi pimpinan zikir lalu para jamaah yang hadir
mengikutinya, ataukah zikir itu dibaca bersama-sama dengan
alunan lagu tertentu, ataukah mereka masing-masing berzikir
sendiri-sendiri, tidak bersama dan tanpa komando. Semua itu
tidak pernah dijelaskan di dalam hadis-hadis yang shahih.
Karena tidak adanya keterangan yang lebih detail
tentang hal itu, maka muncullah banyak spekulasi di kalangan
para ulama. Sehingga muncullah perbedaan pendapat yang
masing-masing tidak berlandaskan nash yang sharih, kecuali
hanya berdasarkan penafsiran, ijtihad, asumsi dan
kecenderungan subjektif.
Ketika perdebatan tersebut muncul ke permukaan, maka
ustadz Muhammad Arifin Ilham pun sempat ditanya tentang
persoalan tersebut. Beliau menjelaskan, antara lain sebagai
berikut :” Semua terjadi atas kehendak Allah. Semua nggak
terbayang seperti ini. Zikir itu sudah ada sekian lama sejak
zaman Nabi. Bahkan sudah banyak ulama yang melakukan
zikir, baik sendiri maupun bersama-sama. Kenapa sekarang
menjadi fenomena? Mungkin karena Allah menghendaki zikir
tampil ke permukaan karena sudah begitu banyak
kemaksiatan dan kezaliman. Hal itu tak melembaga lagi,
tetapi fungsional. Maka zikir ini merupakan kehendak Allah
untuk mengimbangi kemaksiatan.
Zikir lebih efektif jika setelah itu ada tausiyah. Makanya
Majelis Zikir tidak hanya berzikir, tetapi juga ber-tausiyah,
tarbiyah, dan muhasabah. Selama ini orang berpandangan zikir
itu ya cuma zikir. Padahal zikir itu mulai dari hati, akal, lisan,

268
dan amal. Zikir hati itu akidah yang kuat. Ia ditatap, didengar,
dan dilihat oleh Allah.
Zikir dalam shalat yang sangat sempurna ini adalah
zikir hati, zikir lisan, terus amaliyah. Tangan, mata, dan telinga
bergerak. Kenapa hal-hal semacam itu tidak diterjemahkan
dalam kehidupan keseharian. Mengapa shalat terpisah dari
amal? Padahal khusyuk itu terjemahannya ya akhlak. ”24
Dalil-dalil yang beliau gunakan juga sama seperti dalil-
dalil bagi orang-orang yang mendukung apa yang telah
dilakukannya.
Berkenaan dengan terbitnya buku Dzikir Berjamaah,
Sunnah atau Bid'ah', beliau mengatakan: “Ini tidak ada
tabayyun. Jadi saya bisa memberikan klarifikasi setelah terbit
buku itu. Dan itu langsung ada referensi dari 26 ulama yang
masuk dalam Dewan Syariah, mulai dari Pak Quraisy Shihab,
Pak Didin, Pak Ali Ya'fie, Pak Miftah, Kyai Ma'ruf Amin,
Syafi'i Hazami, sampai Abubakar Ba'asyir, Habib Rizieq, Ja'far
Umar Thalib.
Koreksi itu sebuah hikmah besar. Jangankan koreksi.
Hinaan pun menjadi kebaikan kalau kita berpikir positif.” 25
Dari perdebatan tentang apa yang dilakukan oleh
Ustadz M. Arifin Ilham dan ustadz-ustadz lainnya dalam
melakukan “zikir jama’i” terdapat dua persoalan yang
menjadi ajang perdebatan di kalangan kaum muslimin. Yang
pertama tentang “zikir berjama’ah” itu sendiri, dan yang kedua
tentang “zikir dengan suara keras”. Karena kedua hal tersebut
dianggap tidak pernah dilakukan di zaman Rasulullah,
sahabat dan para tabi’in. Sehingga kedua perbuatan tersebut
digolongkan kepada perbuatan bid’ah. Dari kedua pendapat

24
Suara Merdeka, Minggu, 16 Nopember 2003.
25
Ibid.

269
yang berkembang, ada yang menganggap bid’ah tersebut
sebagai “bid’ah dalalah” dan ada pula yang menganggap hal
tersebut sebagai “bid’ah hasanah”. Bagi yang menganggap
perbuatan tersebut sebagai bid’ah dalalah, maka perbuatan
tersebut adalah perbuatan mungkar dan dosa. Sedangkan bagi
yang menganggap perbuatan itu sebagai bid’aha hasanah,
maka hal itu dianggap sebagai kreasi baru yang juga dituntut
oleh agama untuk selalu diciptakan oleh setiap kaum
muslimin.
Salah satu ayat yang digunakan sebagai dalil tentang
zikir tersebut adalah yang berbunyi sebagai berikut:
c?a? a??j ta ???a? ? ?aI È

?oa? d
?A
?A

???? ? a??O
?o ?ac? ?a?a? ƒ?o ? ?A
ƒ ?a? ??K?c?a? ?C
aC
?au at a? Ê
? ƒKa? ?
sa c?cg?aGƒ?o
“Dan berzikirlah (sebutlah) Tuhanmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan senja, dan janganlah
kamu menjadi orang yang lalai.” (al-A’araf, 7: 205)
Ibnu Katsir secara lengkap menjelaskan tafsir ayat ini.
Beliau menyebutkan tiga bentuk suara: suara yang tidak keras
dan sewajarnya, yang beliau ungkapkan dengan ‫ﺑﺎﻟﻘﻮل ﻻ ﺟﮭﺮا‬,
panggilan/seruan ‫ ﻧﺪاء‬dan suara yang terlalu keras ‫ﺑﻠﯿﻐﺎ ﺟﮭﺮا‬,
dan suara yang tidak sampai pada tingkat panggilan dan juga
tidak terlalu keras, inilah yang dimaksudkan dalam hadis-
hadis dan ucapan para ulama’ yang menjelaskan
dibolehkannya mengeraskan suara, bukan seperti yang
dilakukan oleh kebanyakan masyarakat masa kini dengan
mengadakan kumpulan-kumpulan zikir berjama’ah yang
diketuai oleh seorang pimpinan dengan menggunakan
pengeras suara.

270
Rasulullah saw bersabda :
o?? ?c??j ?g • ???I c?o
??o ? ?A
? a? ??aA
aa? ??c
o
?? ? ?U?
???o?a?a?È
d ? o? a??A
? ? ??I a?a
? ?c??o ?a?C
A ??I~ ?a???? ? ???a ? o ?C?I
?c??o ? ??O
?g • ?a?A
toa?aI ?I a? a??Kata?o ?a?a?c?? a? ?a?ƒ?o
?a? C
?oa? ? ?a
?A
A?a?o aoa??a?at • c? ????o cA?c?a? A
?c?? • a??j a?a? A
?c?? • ?C
?cO
????j Ê
? ?Ka?a?I ?c??aIa?I o?A
???A
a?a?oa?at • ? a??j c?
É ? ??? ??o ?o?? ?C
? a? ? ??a?ata?

“Dari Abi Musa ra. ia berkata: Kami pernah bersama


Rasulullah saw dalam suatu perjalanan. Ketika kami sampai
di suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan
mengeraskan suara kami, maka Nabi saw bersabda: Wahai
manusia, kasihanilah dirimu dan rendahkanlah suaramu!
sesungguhnya kamu tidak sedang menyeru Zat yang tuli dan
tidak juga jauh. Sesungguhnya kamu sedang menyeru Yang
Maha Mendengar lagi Maha Dekat.” (Riwayat al-Bukhori).
Imam an-Nawawi menjelaskan maksud hadis ini dengan
berkata:
“Kasihanilah dirimu, dan rendahkanlah suaramu,
karena mengeraskan suara, biasanya dilakukan seseorang,
karena orang yang ia ajak berbicara berada di tempat yang
jauh, agar ia mendengar ucapannya. Sedangkan kamu sedang
menyeru Allah Ta’ala, dan Dia tidaklah tuli dan tidak juga
jauh, akan tetapi Dia Maha Mendengar dan Maha Dekat.
Sehingga dalam hadis ini ada anjuran untuk
merendahkan suara zikir, selama tidak ada keperluan untuk
mengeraskannya, karena dengan merendahkan suara itu lebih
menunjukkan akan penghormatan dan pengagungan. Dan
bila ada kepentingan untuk mengeraskan suara, maka boleh
untuk dikeraskan, sebagaimana yang disebutkan dalam
beberapa hadis.” (Syarah Shahih Muslim, oleh Imam an-
Nawawi 17/26).

271
Adapun hadis Ibnu Abbas ra.: “Bahwa mengeraskan
suara ketika berzikir sebaiknya saja orang-orang mendirikan
salat fardhu selesai, biasa dilakukan pada zaman Nabi saw,
dan Ibnu Abbas berkata: Dahulu aku mengetahui bahwa
mereka telah selesai dari salatnya, bila aku telah
mendengarnya (suara zikir).” (Riwayat Bukhori, 1/288, hadis
no: 805. Dan Muslim 1/410, hadis no: 583).
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dalam menafsirkan
hadis tersebut demikian, “Bahwa Rasulullah saw
mengeraskan suaranya dalam beberapa waktu saja, ini adalah
untuk tujuan mengajari (menunjukkan) sahabatnya cara
berzikir, bukanlah berarti mereka (Nabi saw dan sahabatnya)
senantiasa mengeraskan suaranya. Beliau (asy-Syafi’i) berkata:
‘Saya berpendapat bahwa seorang imam dan makmumnya
hendaknya mereka berzikir kepada Allah, sebaiknya selesai
menunaikan salatnya, dan seharusnya mereka merendahkan
suara zikirnya, kecuali bagi seorang imam yang ingin agar
para makmumnya belajar (zikir) darinya, maka ia boleh
mengeraskan zikirnya, hingga bila ia sudah merasa bahwa
mereka telah cukup belajar (memahami zikirnya), ia kembali
merendahkannya.’” (Syarah Shahih Muslim oleh an-Nawawi
5/84. Dan Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, 2/326.
Rujuk juga kitab al-Umm oleh asy-Syafi’i, 1/126-127).26
Dari uraian di atas, menurut hemat penulis bahwa
berzikir sehabis salat saja masih diperkenankan untuk
mengeraskan suara dengan tujuan untuk mengajarkan umat
bagaimana caranya berzikir yang benar dan baik yang harus
dilakukan oleh setiap umat Islam. Sedangkan zikir-zikir jama’i
yang dilakukan oleh ustadz M. Arifin Ilham dan ustadz-

26
http://fiqh-sunnah.blogspot.com/2008/05/096-sunnahkah-berdoa-berzi-
kir-dengan.html

272
ustadz yang lain pada umumnya mereka berzikir bersama
jama’ah tidak mesti sehabis salat dan tempatnya pun belum
tentu di dalam mesjid. Berzikir itu pun dikombinasikan
dengan nasehat (tausiyah) kepada umat yang sedang
mengikuti zikir dan pengajian tersebut. Hal tersebut lebih
ditekankan kepada pembelajaran kepada umat untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan berzikir bersama.
Agak terlalu berlebihan rasanya bila dakwah dan zikir yang
dilakukan para ustaz tersebut termasuk ustaz M.Arifin Ilham
digolongkan kepada perbuatan bid’ah yang menyesatkan.
Apalagi kalau ditambahkan lagi dengan celaan-celaan lainnya.

273
274
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegitan dakwah dan zikir Muhammad Arifin Ilham
adalah merupakan kegiatan zikir dan dakwah, yang
barangkali belum bisa dikategorikan dengan masalah-masalah
sufistik atau masalah tarekat (nontarekat). Belum dapat
dikatakan sebagai aliran tarekat – apakah yang gairu
mu’tabarah (tarekat non konfensional), apalagi yang
mu’tabarah – yang dikenal dalam ilmu tasawuf. Ini adalah
merupakan sebuah model “ala khas Arifin Ilham” sendiri,
dan pada saat ini cukup diminati oleh kaum muslimin
Indonesia khususnya.
Muhammad Arifin Ilham sendiri mengatakan sebagai
berikut: “Ini yang menarik. Saya tidak berguru pada guru
tarekat. Makanya ini bukan tarekat, hanya Majelis Zikir;
orang-orang yang belajar berzikir. Namun saya terikat...
Terikat pada Al-Qur’an dan sunnah. Makanya kenapa disebut
Majelis Az-Zikra, karena supaya terikat pada az-zikra”27
Pernyataan beliau itu sesuai dengan latar belakang
pendidikan dan keluarganya yang berasal dari kalangan
Muhammadiyah. Sehingga apa yang beliau ajarkan itu, kalau
pun menyentuh kepada hal-hal yang bersifat sufistik, maka
hal itu lebih kepada apa yang dilakukan oleh almarhum Buya
Hamka, sebagai konsep yang beliau sebut dengan “tasawuf
modern”.
Namun demikian ada juga orang yang mengatakan
bahwa apa yang dilakukan oleh ustaz Arifin Ilham itu sebagai

27
Suara Merdeka, opcit.

275
perbuatan bid’ah dan munkar, karena dianggap tidak ada
tuntunannya dari Rasulullah saw.
Kegiatan dakwah dan zikir yang dipimpin Muhammad
Arifin Ilham dan cukup mendapat simpati dari umat Islam
dewasa ini, sebagai pertanda bahwa umat Islam saat ini
sangat haus dengan sentuhan spiritual. Karena mereka hidup
dalam hiruk pikuk perkotaan yang sibuk dengan masalah
keduniaan, sehingga jiwa mereka kosong, tak sempat terisi
dengan pesan-pesan moral yang dapat membuat hati mereka
tenang.
Metode dakwah “ala Arifin Ilham” ini merupakan
model baru, yang pada suatu waktu juga bisa redup, bila
ustadznya tidak konsiten dan keteladannya tercemar oleh
godaan-godaan dunia, sehingga masyarakat akan mengalami
kejenuhan, seperti halnya Zainuddin, AA Gim, dan juru-juru
dakwah fenomenal lainnya.
B. Saran-saran
Umat Islam yang hidup dalam zaman modern ini dan di
tengah-tengah masyarakat multikultural, sudah seharusnya
mengubah paradigma dan cara pandang yang dapat merajut
hubungan persaudaraan dan persatuan antara satu golongan
dengan golongan lain, sehingga umat Islam tidak terkotak-
kotak dan berpecah belah dan menanamkan saling kebencian
antara satu dengan yang lainnya. Umat Islam saat ini sudah
seharusnya melihat titik-titik persamaan antara berbagai
kelompok dan organisasi keagamaan yang ada saat ini.
Sehingga dapat hidup bergandengan tangan dan bahu
membahu satu sama lain untuk sama-sama memajukan
agama Islam yang sama-sama kita yakini sebagai kebenaran
mutlak dan sama-sama kita cintai.

276
Berbagai perbedaan itu hendaknya dijadikan sebagai
pemicu kreatifitas umat untuk saling berlomba dalam
mencerdaskan dan memajukan umat serta memperluas
cakrawala berfikir mereka. Dengan demikian sabda
Rasulullah yang selalu menjadi semboyan umat dan selalu
didengung-dengungkan yang berbunyi “ ‫”اﺧﺘﻼف اﻣﺘﻲ رﺣﻤﺔ‬
(perbedaan pendapat umatku adalah rahmat) betul-betul
menjadi kenyataan di kalangan umat Islam.

277
278
DAFTAR PUSTAKA

Abdallah Kamel, Omar Dr. Kenapa Takut Bid’ah (terjemahan), PP.


Lakpesdam NU, Jakarta, 2008
Abu Zaid, Bakr bin Abdillah, Syaikh, Ustadz Gadungan Berlagak
Alim, Darul Falah, Jakarta, 2003.
Al-Khumais, Muhammad bin Abdurrahman, Dr., Dzikir Jama’i Yang
Sunnah & Bid’ah, (terjemahan), Darus Sunnah Press, Jakarta,
Cet. Kedua, 2008.
Arifin Ilham, Muhammad, Panduan Zikir & Doa, Intuisi Press Jakarta,
tahun 2007.
-------------, Hikmah Zikir Berjamaah, Republika.
Badan Litbang dan Diklat, Depag, Dialog No.54 Th XXV Desember
2002 (Muhammad Adlin Sila).
Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar Metode
Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap
Ilmu-Ilmu Sosial, Usaha Nasional, Surabaya, 1992,
Depok Dalam Angka, tahun 2007
Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula, STIA LAN Press, Jakarta, 2003.
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya,
Bandung, 2003,
Mulyana, Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2002,
Rakhmat, Jalaluddin, Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufistik, PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung, cetakan III, 2000.

279
Satori, Saefullah M, Surat Terbuka Untuk Aa Gym & Ustadz Arifin,
Penerbit Restu Iahi, Jakarta, 2004.
Saifuddin, Asep, Penerapan Retorika dalam Tausiyah Ustaz Muhammad
Arifin Ilham, UIN Jakarta, tahun 2005.
Suara Merdeka, Minggu, 16 Nopember 2003.
Syadzily, Ace Hasan, TB. Sufime Kota: Model Zikir Muhammad Arifin
Ilham, Dialog tahun 2005.
http://www.antara.co.id.
http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25&views=9
http://fiqh-sunnah.blogspot.com/2008/05/096-Sunnahka,Berdoa &
Berzikir Dengan Berjama’ah, Berlagu, Dan Menangis?
http://mubarok-institut.blogspot.com
http://darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=34.

280
BAB I
PENDAHULUAN

Sejarah membuktikan bahwa agama Islam di berbagai


belahan dunia berkembang berkat jasa para ulama yang
kemudian dikenal sebagai Wali Allah, seperti di India, Afrika
Utara dan Afrika Selatan bahkan di Indonesia. Di Aceh
terkenal dengan Serambi Mekkah, suatu gelar yang diberikan
untuk menggambarkan betapa pesatnya kemajuan ilmu-ilmu
Islam di daerah itu. Adalah hal yang pantas bila kita harus
menyebutkan nama-nama seperti Syekh Nuruddin Ar Raniri
dan masih banyak lagi sebagai orang yang berjasa dalam
pengembangan Islam diwilayahnya.1
Demikian pula di Jawa, terkenal dengan sebutan
Walisongo sebagai ulama yang berjasa dalam pengembangan
Islam. Karena dimanapun tempat mereka berada, walaupun
berbeda adat, budaya dan bahasa, mereka dapat berbaur
dengan hati dan jiwa yang suci sehingga dengan mudahlah
ajaran Allah dan Rasulnya untuk dipahami. Adalah
merupakan suatu kenyataan bahwa nilai-nilai spiritual
sekarang ini semakin mendapat tempat pada masyarakat
modern.
Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan
pusat-pusat kajian keagamaan yang diminati masyarakat
perkotaan dari berbagai kalangan. Munculnya minat yang
tinggi untuk mengkaji ilmu keagamaan terhadap jalan
spiritual telah menjadi pilihan masyarakat yang membutuh-

1
Mengutip tulisan hasil penelitian Prof.Dr.Azyumardi Azra dalam
Disertasi yang diterjemahkan “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII”, Mizan 1994. Kutipan pada buku “Mengenal
Thariqat Al-Idrisiyyah Sejarah dan Ajarannya, hal 1.

281
kan rumusan jawaban-jawaban esensial atas eksistensi dirinya
yang hidup di tengah masyarakat perkotaan.
Fenomena kegairahan minat masyarakat di perkotaan
untuk mengkaji dan mengamalkan ajaran sufi makin marak
sebagai akibat krisis berkepanjangan dan dekadensi moral
yang mempengaruhi gaya hidup orang kota. Tidak sedikit
kalangan eksekutif terlibat dalam satu komunitas thariqat
tertentu. Dengan berbagai macam ragam alasan, mereka ingin
mengejar ketenangan batin atau ingin menyesuaikan
kehidupan yang penuh dengan ragam permasalahan yang
harus dicarikan jalan keluarnya.
Secara antropologis “sufisme kota” dikenal sebagai
trend baru di Indonesia, yang sebelumnya sufisme ini dikenal
sebagai gejala beragama di pedesaan. Menurut Moeslim
Abdurrachman, sufisme kota bisa terjadi minimal pada dua
hal yaitu: pertama; hijrahnya para pengamal tasawuf dari desa
ke kota lalu membentuk jamaah atau kursus tasawuf. Dan
yang kedua dimana sejumlah orang kota “bermasalah” tengah
mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawuf di desa.2
Secara sosiologis terdapat dua alasan munculnya trend
sufisme perkotaan. Fakta bahwa masyarakat modern kembali
kepada agama, memang tidak dapat dibantah dengan
munculnya kelompok-kelompok pengajian keagamaan.
Dalam konteks ini tidak terbatas pada ordo-ordo Sufi
(Thariqat) Mu’tabaroh, Ghoiru Mu’tabaroh dan Majelis Dzikir,
serta yang lainnya di perkotaan merupakan fenomena yang
tak dapat dibantah.
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Terdapat peningkatan yang

2
http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-kota-mengikat-
umat

282
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di
kalangan terdidik. Minatnya cukup tinggi untuk mengkaji dan
mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak dengan
memasuki thariqat tertentu. Fenomena tersebut merupakan
gejala ingin mengejar ketenangan batin dalam kehidupan
yang gamang dengan maksud membuktikan identitasnya
sebagai muslim dalam kehidupan pribadi yang banyak
mengalami frustasi atau sebab lainnya.
Sufisme yang dimaksud dalam kajian ini adalah berupa
ajaran, pemahaman dan praktek spiritual yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok muslim untuk tujuan penyucian
diri dalam rangka pencapaian pendekatan kepada Dzat Maha
Pencipta, Allah SWT.
Berdasarkan uraian sebelumnya, masalah yang akan
diteliti adalah profil thareqat Al-Idrisiyyah dan beberapa
ajarannya.
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat
kualitatif/eksploratif dalam bentuk studi kasus. Sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian, penelitian ini
dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif
yaitu mendiskripsikan hasil penelitian yang diikuti dengan
analisis atau yang sering disebut dengan metode analisis
diskriptif. Melalui kajian ini diharapkan dapat memperoleh
gambaran yang lebih jelas tentang profil kelompok Thariqat
Al-Idrisiyyah.
Kerangka Konseptual
Thariqah menurut pimpinan Idrisiyyah berasal dari kata
thariq, yang bermakna jalan, cara, metode atau system. Maka
dapat disimpulkan bahwa thariqat merupakan agama itu
sendiri, tetapi bukan bagian dari agama. Menurut istilah
tasawuf, thariqat berarti perjalanan seorang salik (pengikut

283
thariqat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau
perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat
mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.
Dalam kajian ini yang dimaksud dengan tasawuf
mempunyai beberapa tujuan antara lain dengan membuka
wawasan dalam memandang Ad-Dien Islam dalam perspektif
tasawuf dan menuntun para pencari jalan menuju Allah
Ta’ala, atau dengan kata lain bermakna persiapan untuk
berjalan menuju Allah Ta’ala.
Tasawuf sendiri terbagi menjadi dua yaitu: pertama
tasawuf Islam yang mementingkan sikap hidup yang tekun
beribadah serta mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist, dan
kedua tasawuf murni atau mistikisme yang menekankan pada
pengetahuan hakiki Tuhan. Dengan demikian yang dimaksud
dengan tasawuf bagi masyarakat kota adalah untuk mencari
ketenangan saat menemukan problem, namun untuk menjadi
pengikutnya bebas tanpa baiat dan tak mau terjebak dengan
kultus. Sementara itu kasus-kasus tasawuf yang merupakan
thariqat tertentu adalah kejadian/peristiwa yang menyangkut
komunitas sufi yang dianut oleh sekelompok orang kota yang
bertujuan mencari ketenangan hati, dikarenakan himpitan
kehidupan yang dirasakan berat sehingga setelah
mengikutinya diharapkan menjadi lebih sadar tentang dirinya
dan tugasnya di dunia. Fenomena tumbuhnya jamaah-jamaah
dzikir di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta merupakan
perkembangan positif dalam dakwah Islamiyah dan “urban
sufisme” itu justru membantu umat mendapatkan ketenangan
hati di tengah kehidupan perkotaan yang materialistis. Hal ini
merupakan fenomena positif. Ada perasaan dahaga (haus)
untuk menghadapi kehidupan tasawuf karena suasana dan
tantangan hidup perkotaan yang materialistis. Kata
“perkotaan” atau urban secara sederhana adalah sesuatu yang
berkaitan dengan kelompok masyarakat di daerah perkotaan,

284
terutama yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi, baik
dari kalangan akademis, eksekutif, birokrat maupun selebritis,
memiliki tradisi berfikir rasional dan berdomisili di kota, yang
beramai-ramai mengikuti kursus-kursus dan paket-paket
tasawuf yang diselenggarakan di lembaga dan yayasan yang
memiliki manajemen dan fasilitas yang modern, yang disebut
oleh Julia D. Howell sebagai Assosiasi Sufi Modern (Modern
Sufi Assosiation). Secara teoritis sebagaimana dikemukakan
para ahli ilmu sosial, modernisasi dan sekularisasi akan
menyingkirkan peran agama dalam kehidupan kemasya-
rakatan. Teorinya adalah semakin modern suatu masyarakat,
semakin jauh pula mereka dari agama, agama diprediksi tidak
akan bangkit lagi dalam arus modernisasi dan sekularisasi
yang tidak terbendung. Ini menandai fenomena menarik
dalam kehidupan masyarakat kota di Indonesia.3
Demikian pula Fazlur Rahman (Pemikir Muslim
Kontemporer dari Pakistan menyebutnya tasawuf modern,
sufisme modern (Neosufisme). Sementara yang pertama kali
memper-kenalkan tasawuf modern di Indonesia adalah
Hamka. Tasawuf Modern berbeda dengan tasawuf lama, yang
penekanannya lebih pada aspek esoteris. Tasawuf modern
atau sekarang memadukan lahiriyah (syariah atau eksoteris)
dengan batiniyah (esoteris) serta kecenderungan menanamkan
sikap positif pada dunia. Kondisi masyarakat yang serba sakit
melahirkan deprivasi sehingga muncul gagasan untuk
membentuk kelompok yang dipandang dapat menghapuskan
kegelisahan, keresahan, kemasgulan dan kekecewaan hatinya.
Gagasan tersebut diharapkan dapat menghadirkan
ketenangan jiwa, kebahagiaan, kelegaan, kepuasan dan
bahkan lebih dari itu, menghadirkan perasaan sangat dekat
dengan Sang Khaliq, Sang Pencipta atau dapat memuaskan

3
TB.Ace Hasan Syadzily (Sufisme Kota:Model Zikir Muhammad Arifin
Ilham, Dialog tahun 2005).

285
gelora batin orang-orang yang sedang mencari ketenangan
jiwa itu. Hal tersebut ditangkap oleh pimpinan keagamaan
sebagai peluang, sehingga berakhir pada suksesnya komunitas
sufi perkotaan dan mampu menarik minat ribuan orang resah,
orang terhimpit ekonomi, orang berada tetapi tidak bahagia,
kasus narkoba anggota keluarga dan sebagainya untuk
bergabung dengan dirinya dalam suatu komunitas sufi
nonthariqat dalam gerakan sufisme atau dzikir.
Bagi orang yang melakukan thariqat sebagai jalan yang
ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan tidak
dibenarkan meninggalkan syariat, bahkan dengan berthariqat
merupakan bagian dari pelaksanaan syariat agama. Oleh
karena itu orang yang berthariqat harus dibimbing oleh guru
yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syekh. Kelompok
keagamaan komunitas sufi jelas merupakan kelompok
keagamaan yang dibangun atas deprivasi etis, organistik dan
psikis. Deprivasi etis, organistik dan psikis yang sifatnya
massal ini telah mendorong semangat baru bagi umat yang
mengalami tekanan untuk melakukan segala sesuatu yang
lebih berguna dalam hidupnya. Demikianlah pandangan
Dhurkheim.

286
BAB II
MENGENAL
THARIQAT AL-IDRISIYYAH JAKARTA

A. Sejarah Thariqat Al-Idrisiyyah dan Ajarannya


1. Profil Syekh Al-Akbar Abdul Fatah ( 1884 M-1947 M)
Pada awal perjalanan spiritualnya, Syekh Abdul Fatah
sempat menuntut ilmu kepada KH. Suja’i, seorang guru
Thariqat Tijaniyah selama 7 tahun (hingga tahun 1910). Pada
suatu hari gurunya membahas Surat al-Kahfi dan
menimbulkan pertanyaan bagi Abdul Fatah siapakah yang
dimaksud dengan waliyyan mursyida itu, namun tidak
mendapatkan jawaban sehingga ia segera berangkat untuk
mencarinya.
Pada tahun 1924 Abdul Fatah sekeluarga berangkat ke
tanah suci. Dalam perjalanan kapal yang ditumpangi
mengalami kerusakan di Singapura, sehingga beliau dengan
keluarga menetap di Watu Lima dan Gelang Serai sambil
mempersiapkan diri untuk melanjutkan pencarian wali
mursyid ke tanah suci. Tahun 1928 beliau, tanpa keluarga
meneruskan perjalanannya ke Makkah (Jabal Qubais). Beliau
berguru kepada Syekh Ahmad Syarif Sanusi selama 8 tahun.
Ditempat tersebut beliau mulai mengenal ilmu thariqat yang
dikembangkan oleh Ahmad bin Idris.
Idrisiyyah adalah aliran thareqat yang didirikan Sayyid
Ahmad bin Idris al-Fasi, yang memperoleh pelajaran
tasawufnya dari Sayyid Abdul Wahhab al-Tazi, seorang sufi
besar dari Afrika. Sayyid Abdul Wahhab ini juga merupakan
guru dari Sayyid Muhammad Ali al-Sanusi al-Kabir, dimana
orang Barat menyebutnya The Grand Sanusi sebagai pendiri
thareqat Sanusiyyah. Karenanya tak mengherankan jika

287
antara kedua thareqat ini terdapat banyak kesamaan,
terutama dalam ajaran-ajarannya, sebab kedua thariqat ini
berasal dari guru yang sama. Keberadaan Al-Idrisiyyah sama
halnya dengan keberadaan thariqat sebelumnya yaitu Itba
Sunnah Rasul.4
Thariqat Idrisiyyah dibawa ke Indonesia oleh Syekh
Abdul Fatah tahun 1932. Mengingat situasi negara Indonesia
saat itu masih dalam keadaan perang, maka Abdul Fatah ikut
melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda sampai
bangsa Indonesia bebas dari belenggu penjajahan. Beliau
sempat ditahan oleh Jepang selama 10 bulan.
Sekembalinya ke Indonesia beliau membina pengajian di
berbagai tempat dengan cara berpindah-pindah, sehingga
untuk mendirikan pesantren dan mengajarkan thariqat
Idrisiyyah menjadi tertunda. Beliau lahir di desa Cidahu,
Tasikmalaya, anak ke-3 dari 10 orang bersaudara dari
pasangan H. Muhammad Syarif bin Umar dan Hj.Rafiah binti
Jenah. Pada tahun 1947, Abdul Fatah wafat dan digantikan
oleh putranya yang bergelar Syeikh Akbar Muhammad
Dahlan.
Di Indonesia thariqat Idrisiyyah nampaknya kurang
populer jika dibandingkan dengan thariqat lainnya seperti
Naqsabandiyah dan Qodariyah. Dengan pertimbangan politis,
nama as-Sanusiyyah diubah menjadi al-Idrisiyyah dengan
maksud untuk memudahkan pengembangan thariqat yang
telah diajarkan dan diterapkan ditempat yang baru yaitu

4
Ahwal yang ghalib dan yang tidak ghalib (belajar melaksanakan perihal
yang wajib dan yang sunnah-sunnah, serta meninggalkan perkara yang diharamkan
dan yang dimakruhkan) dengan dasar Qur’an dan Hadist, Ijma, Qiyas dan Ilham,
menjalankannya dengan kesadaran dan kecintaan serta penyerahan diri kepada-Nya
dibawah pimpinan Syekh Mursyid yang murobbiruhina wamursyidina yang silsilah
keguruannya sampai kepada Rasululloh SAW ( Mengenal Thareqat Al-Idrisiyyah,
hal ii )

288
Indonesia. Seperti gerakan Islam lainnya, Idrisiyyah inipun
tak luput dari pengawasan ketat pemerintah kolonial Belanda,
karena ajarannya memiliki kemiripan dengan ajaran thariqat
Sanusiyyah di Aljazair yang dituduh menghambat perjuangan
pemerintahan Perancis.5
Setelah situasi dalam negeri mulai aman, barulah Syeikh
Akbar Mohammad Dahlan mengajarkan thariqatnya secara
terbuka, yang dimulai di Kabupaten Tasikmalaya dan Jakarta
secara bersamaan. Di Jakarta pusat kegiatannya di Jalan Batu
Tulis XIV Jakarta Pusat, yang berada di tengah lingkungan
pertokoan Pasar Baru dan perkantoran yang sangat ramai dan
jauh dari pemukiman penduduk. Dengan kondisi ramai dan
kebisingan kota, tampaknya tidak mempengaruhi kekhusyu’-
an aktivitas para anggota thariqat yang datang dari berbagai
wilayah (Jakarta, Bekasi , Bogor dan Depok).
Ada beberapa nama diberikan kepada thariqat ini.
Terkadang disebut Idrisiyyah, nama yang dihubungkan
dengan Sayyid Ahmad bin Idris, namun sering pula disebut
Khidliriyah, nama yang dikaitkan kepada Nabi Khidlir as.
Thariqat Sanusiyyah yang diambil dari nama Syekh Ahmad
Syarif Sanusi yang berkembang ditempat asal, Mekkah. Di
Indonesia dikenal dengan nama Thariqat Al-Idrisiyyah.
Pada tahun 1947 karena di Cidahu sudah tidak memadai
lagi untuk mengembangkan ajaran thariqat Idrisiyyah, pusat
gerakan thariqat ini dipindahkan ke Desa Pagendingan,
Cisayong. Pada tahun tersebut dibangun masjid dan
pemondokan untuk santri laki-laki dan perempuan. Tahun
1969 nama pesantren Pagendingan diubah menjadi pesantren
Fathiyyah yang dihubungkan dengan nama pendiri thariqat
Idrisiyyah di Indonesia yaitu Syekh Akbar Abdul Fatah. Di

5
Tulis Snouck Hurgronje: seperti dikutip Deliar Noer dalam buku
Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP3ES, 1980, hal 29.

289
Cidahu ajaran ini cepat dikenal dan mendapat perhatian
karena penampilan yang menjadi ciri khas mereka berupa
gamis dan sorban yang serba putih, berjenggot, dan
berselendang hijau yang diselempangkan pada bahu sebelah
kiri bagi kaum pria. Karena itulah mereka dijuluki “kaum
putih” dan kaum jenggot”. Kaum wanitanya sebagian besar
memakai burgho dan cadar berwarna hitam.
Thariqat Idrisiyyah adalah salah satu organisasi thariqat
yang berkembang di Indonesia. Orang pertama yang memper-
kenalkannya adalah Syekh Akbar Abdul Fatah, satu-satunya
murid asal Indonesia yang mendapat bimbingan langsung
dari Syekh Akbar Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khatabi di Jabal
Abu Qubais, Mekkah. Berkat jasa mursyid kelahiran
Tasikmalaya ini, kini sudah ribuan murid yang tersebar di
berbagai daerah terutama di Jawa dan Sumatera. Pengikut
Idrisiyah dari semua lapisan dari kelas atas sampai kelas
bawah, artinya dari yang berpendidikan tinggi/sarjana
maupun yang hanya berpendidikan tingkat dasar, bahkan ada
yang pengangguran dan preman menjadi jamaahnya. Etnisitas
jamaah didominasi oleh suku Sunda dan Minang. Thariqat
Idrisiyyah berkantor pusat di Masjid Al-Fatah di Jalan Batu
Tulis XIV No. 4 Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, sementara
pusat pendidikannya di Pesantren Pagendingan, Cisayong
Tasikmalaya.
2. Profil Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan
(31 Desember 1916 - 17 September 2001).
Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan adalah putra tertua
dari Syekh Al-Akbar Abdul Fatah, dilahirkan pada tanggal 21
Desember 1916 M di Cidahu, Tasikmalaya.
Kabar mengenai kebesarannya telah disampaikan antara
lain oleh Habib Jamalulail bahwa kelak beliau akan menjadi
Wali Akbar. Banyak kejadian masa kecilnya yang

290
menunjukkan bahwa beliaulah sebagai penerus kekhalifahan
Thariqat Idrisiyyah.
Pendidikan awal diperoleh langsung dari ayahandanya,
Syekh Abdul Fatah, kemudian Sekolah Rakyat Melayu di
Singapura. Sepulangnya Syekh Abdul Fatah pada tahun 1932
ke tanah air, beliau kemudian di sekolahkan di Madrasah
Unwanul Falah, Habib Ali Kwitang dan Madrasah Jam’iyatul
Khair Tanah Abang, keduanya di Jakarta Pusat.
Beliau selalu mempersiapkan kitab-kitab manakala
ayahnya akan membahas suatu persoalan dan menunggunya
sampai selesai, lalu mengembalikan kitab tersebut ke
tempatnya semula. Cara seperti ini menurut beliau sangat
besar pengaruhnya terhadap diri dan kehidupannya kedepan.
Tanda-tanda mengenai kebesarannya telah tampak sejak
masih kanak-kanak seperti beberapa kelebihan yang
dimilikinya diantara anak-anak seusianya yang sama-sama
menimba ilmu agama di bawah bimbingan Syehk Akbar
Abdul Fatah (ayahnya). Beliau menunaikan ibadah haji pada
tahun 1996 dengan ditemani beberapa orang murid.
Tahun-tahun setelah itu kondisi/kesehatannya makin
menurun karena ditimpa berbagai penyakit. Meski demikian
beliau masih tetap menjalankan tugasnya pergi-pulang
Jakarta-Tasikmalaya. Hal tersebut dilakukan karena sudah
menjadi rutinitas meskipun dengan kelemahan dan
keterbatasan fisiknya. Akhirnya beliau wafat pada tanggal 17
September 2001 M.
3. Profil Syekh Akbar Muhammad Daud Dahlan
Khalifah/Mursyid Thareqat Al-Idrisiyyah saat ini
Sebagaimana halnya pengangkatan Syekh Al-Akbar
Muhammad Dahlan (ayahnya) sebagai khalifah, demikian
pula yang dialami oleh Muhammad Daud Dahlan. Banyak

291
orang termasuk jamaah senior tidak menduga jika beliau
diangkat sebagai pemimpin thariqat Al-Idrisiyyah. Pada
tanggal 21 September 2001 beliau dikukuhkan sebagai
khalifah penerus kepemimpinan Thariqat Idrisiyyah yang
bergelar “Asy-Syekh Al-Akbar”.
Proses perjalanan untuk mencapai tampuk pimpinan
sebenarnya telah diberikan isyarat ketika masih menjabat
sebagai Ketua Umum Al-Idrisiyyah berupa wewenang untuk
melakukan proses penalqinan terhadap murid yang baru.
Seiring dengan berjalannya waktu yang tercermin dari
jiwa kepemimpinan yang kian bertambah matang dalam
memberikan bimbingan dakwah, tampak dalam diri beliau
gambaran yang terdapat pada diri Asy-Syekh Al-Akbar Abdul
Fatah. Bagian dari protes keraguan terhadap dirinya akhirnya
menjadi sirna.
Pada awal kepemimpinan Asy-Syekh Al-Akbar
Muhammad Daud Dahlan telah dilakukan berbagai
pembenahan dan perkembangan roda organisasi diantaranya
adalah:
 Penambahan jadwal pengajian hari Minggu untuk di
Jakarta dan malam Jum’at di Tasikmalaya6, yang pada
masa Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan pengajian
tersebut hanya sekali dalam dua minggu.
 Dakwah lewat jalur keagamaan dilakukan dalam bentuk
Safari Dakwah keberbagai tempat strategis di wilayah
Jabotabek. Setelah beberapa moment dakwah
dilaksanakan akhirnya beberapa zawiyyah baru muncul di
beberapa wilayah, seperti Pemalang, Tuban, Sumatera
Selatan, Yogyakarta, Riau dan Lampung.

6
Pengajian Ahad pagi di Jakarta dimulai tanggal 10 Maret 2002.

292
 Dibidang thariqat dilakukan: penambahan awrad/wirid
wajib sehari-hari yaitu membaca Yaa Hayyu Yaa
Qoyyuum sebanyak 1.000 (seribu) kali.
 Pembentukan unit-unit usaha internal dan eksternal
seperti: Waserda (warung serba ada), peternakan sapi,
tambak udang, dll.
 Pembangunan fisik berupa renovasi kubah masjid,
lapangan olah raga, pintu gerbang pesantren, sekretariat
pesantren, pondokan jamaah Jakarta dll.
 Dalam posisi sebagai manager thariqat, beliau mendatangi
berbagai tempat dengan tujuan memperkenalkan
kelembagaan Idrisiyyah di tengah-tengah masyarakat. Hal
yang penting dari audiensi tersebut adalah menjalin
hubungan kerjasama baik di bidang fisik atau nonfisik.
B. Beberapa Pokok Ajarannya
Bagi orang awam ajaran thariqat Idrisiyyah nampak
sedikit berbeda dalam menafsirkan kaidah hukum Islam.
Kaidah hukum yang biasa dikelompokkan menjadi wajib,
sunnah, mubah, makruh dan haram disederhanakan menjadi
mengerjakan wajib dan sunnah, serta meninggalkan haram
dan makruh.
Hukum wajib adalah perintah Tuhan yang jika
dikerjakan berpahala dan jika ditinggalkan berdosa.
Sedangkan sunnah yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala,
dan bila tidak dikerjakan tidak akan mendapatkan apa-apa.
Begitu pula dengan makruh yaitu bila ditinggalkan
mendapatkan pahala, bila dikerjakan mendapatkan kerugian.
Dengan demikian, formula kaidah hukum menurut
ajaran Idrisiyyah adalah baik sunnah apalagi wajib keduanya
harus dikerjakan, begitu juga sebaliknya, hal-hal yang haram

293
dan makruh keduanya harus ditinggalkan. Kaidah ini menjadi
utama dalam ajaran thariqat Idrisiyyah.
Beberapa ajaran/ahwal yang khususiyyah yaitu:
1. Masalah rokok
2. Pakaian taqwa
3. Salat sunnah berjamaah
4. Salat sunnah ba’da Ashar
1. Masalah Rokok
Dalam ajaran thariqat Idrisiyyah mengandung pilar-
pilar kemaslahatan duniawi dan ukhrawi, yang selama ini
sedang dikembangkan dan dipupuk secara berkesinam-
bungan oleh guru dan murid-muridnya. Diantaranya adalah
berusaha belajar untuk tidak merokok. Karena disamping
merokok itu merugikan diri sendiri dan orang lain, juga
berakibat jauhnya ridha Allah. Disebutkan pula dalam kitab
fawa-idul makkiyah bahwa sebab-sebab rokok diharamkan
antara lain:
 Memabukkan dan membahayakan. Makanan dan
minuman yang menyebabkan mabuk/membahayakan
akal atau badan maka haram hukumnya.
 Menyia-nyiakan harta dan memubadzirkannya.
 Menyakiti orang lain dengan sebab bau yang tidak enak.
 Berlebih-lebihan
 Melalaikan akan dzikir kepada Allah Ta’ala
2. Pakaian Takwa
Jamaah Al-Idrisiyyah dianjurkan mengenakan pakaian
berwarna putih (gamis) dengan selendang berwarna hijau.7
7
Warna hijau adalah warna yang paling disukai Rasulalah SAW setelah
putih. Warna ini juga mengambil symbol keguruan dari Nabi Khaidir (si Hijau) As.

294
Celana panjang, baju dalam dan surbanpun berwarna putih.
Semua ini memiliki landasan ajaran yang kuat berdasarkan
dalil Al-Qur’an. Sebagaimana dalam Hadist riwayat Abu
daud dan Turmudzi, dari Ibnu Abbas dikatakan: Pakailah
pakaian kalian yang berwarna putih, karena sesungguhnya ia
sebaik-baik pakaianmu dan digunakan untuk mengkafan-
kanmu ketika kalian wafat.
Selain pakaian, bagi kaum pria disunnahkan memelihara
janggut yang termasuk bagian daripada ciri khas thariqat
Idrisiyyah. Ajaran ini berdasarkan hadist dari Ibnu Umar yang
diriwayatkan oleh Buhkari “Bedakanlah (penampilan kalian
dari) kaum musyrikin dengan memanjangkan janggut, dan
mencukur kumis tipis-tipis.
Jamaah Idrisiyyah juga menganjurkan kepada kaum
wanitanya untuk menjaga kehormatannya dengan mengguna-
kan cadar (burgho) penutup wajah, bukan sekedar tradisi/
budaya bangsa Arab pada masa dahulu.
3. Salat Sunnah Berjamah
Apabila dikalangan umum kaum muslimin salat sunnah
yang dilaksanakan secara berjamaah hanya salat dua Hari
Raya, salat Tarawih, salat Istisqo, salat Gerhana saja, maka
dalam ajaran thariqat Idrisiyyah, salat-salat Rawatib, Witir,
Tasbih dan salat Hajat juga dilaksanakan secara berjamaah.
Tujuan utamanya, disamping mengharapkan ganjaran
berjamaah, adalah untuk mendidik murid-murid awam agar
membiasakan salat-salat sunnah tersebut dengan berjamaah.
4. Salat Sunnah Ba’da Ashar
Perkara salat sunnah ba’da ashar kebanyakan umat
Islam bergantung kepada Jumhur Ulama fiqih yang
menyatakan ketidak-bolehannya bahkan mengharamkannya.
Dasar pemikiran yang bersumber dari hukum fiqih ini secara

295
positif menjadi motivasi untuk memperbanyak amalan yang
dilakukan oleh setiap anggota jamaah Idrisiyyah. Beberapa
rumusan yang menentukan suatu perkara serta hukumnya
seperti hukum merokok, masalah pakaian dan masalah dzikir
telah dirumuskan dan menjadi doktrin panutan. Hampir
semua jenis salat sunnat dilaksanakan seperti sunnat
Qobliyah, Ba’diyah, Tasbih, Sujud Syukur dan salat Hajat.
Salat Isya terbiasa ditutup dengan salat witir, sedangkan
setelah selesai salat Subuh diteruskan dengan dzikir hingga
tiba waktu Isyraq (terbit matahari). Tujuan salat selalu
berjamaah meskipun salat sunnah adalah untuk
mengharapkan pahala dan mendidik serta membiasakan salat
sunnah tersebut.
C. Tata Cara Berdzikir
Ajaran thariqat Idrisiyyah banyak merujuk pada kitab-
kitab karangan Imam Ghazali terutama kitab Ihya’
Ulumuddin. Penerapan amalan syariatnya merujuk pada
Imam yang empat yaitu Maliki, Hambali, Syafii dan Hanafi.
Amalan yang merupakan kewajiban dalam setiap awrad
(ritual dzikir) bagi setiap murid thariqat Idrisiyyah ada 6 hal
dan dilaksanakan siang dan malam. Bila melazimkannya
Insya Allah akan mendapat pertolongan dari Allah karena
Allah adalah pemelihara setiap hamba. Keenam hal tersebut
adalah:
1. Membaca Al-Qur’an 1 Juz atau lebih tanpa lengah (lalai),
2. Istighfar (memohon ampun kepada Allah ) sebanyak 100
kali,
3. Berdzikir sebanyak 300 kali,
4. Bershalawat kepada Nabi SAW
5. Membaca Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum sebanyak 1.000 kali.
6. Takwa kepada Allah.

296
Perincian keenam kewajiban dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Al-Qur’an 1 (satu) Juz, bagi yang tidak mampu membaca
Fatihah 25 kali setiap saat (bagi murid baru).
2. Istighfar sebanyak 100 kali ( Astaghfirullah……)
3. Dzikir (Laa ilaaha illallaah Muhammadur Rasulullah fi
kulli lamhatin wanafasin ‘adada maa wa si’ahuu ‘ilmullah,
sebanyak 300 kali.
4. Shalawat Ummiyyah sebanyak 100 kali (Allaahumma
sholli ‘alaa Sayyidinaa Muhammadinin Nabiyyil Ummiyyi
wa’alaa aalihii wa shohbihii wa sallim.
5. Dzikir, Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum sebanyak 1.000 kali
6. Disertai dengan taqwa kepada Allah SWT.
Praktek peribadatan thariqat Al-Idrisiyyah secara rutin
dilakukan oleh para jamaah di Masjid Al-Fatah yang
merupakan pusat kegiatan thariqat Idrisiyyah di Jakarta.
Kegiatan pengajian yang dilaksananakan pada hari Ahad pagi
minggu ke II dan ke IV. Pengajian dimulai pukul 10.00 dan
berakhir pada pukul 15.00 WIB dipimpin oleh Syekh Akbar
Muhammad Daud Dahlan.
Dalam pengamatan peneliti bersamaan dengan
masuknya waktu salat Dhuhur, seluruh jamaah pria dan
wanita mempersiapkan diri untuk salat dengan mengambil air
wudlu. Salat Dhuhur dijamak dengan salat Ashar, di imami
oleh Syekh Akbar, kemudian sujud syukur dan diteruskan
dengan salat sunnat secara berjamaah pula. Bila saat itu
diantara jamaah ada yang ingin ditalqin, maka dilakukan pula
proses talqin dibawah pimpinan Syekh Akbar.
Sebagaimana tradisi thariqat pada umumnya, bahwa
seseorang yang akan mengikuti thariqat, diwajibkan untuk
berbaiat terlebih dahulu kepada guru atau mursyid. Baiat
dimaksudkan sebagai suatu perjanjian diantara calon murid

297
dengan pembimbing rohani (guru mursyid) yang mewakili
nabi.
Dengan berbaiat berarti ada ikatan bagi seseorang yang
masuk thariqat (sebagai murid) dalam menjalankan ajaran-
ajarannya dengan istiqomah (tekun) dan tanggung jawab.
Oleh karena itu guru harus memberikan petunjuk kepada
murid-muridnya tentang adab berdzikir maupun tatacaranya.
Setelah selesai semua acara, para jamaah baik pria dan
wanita secara bergantian bersalaman sambil mencium telapak
tangan Syekh Akbar (bolak balik). Inti dari rutinitas pengajian
adalah tausiah dan dzikir.
Syehk Akbar biasanya berceramah dengan mengupas
masalah aktual dan menyikapinya dengan sudut pandang
yang lugas. Guru yang lain seperti Ustadz Lukman atau Asep
Saepullah mengupas masalah tauhid, fiqih atau akhlak.

Selesai salat berjamaah pengajian dilanjutkan dengan


membaca dzikir bersama. Metode dalam pemahaman/
pengetahuannya melalui ta’allamur rabbaniyyah (pengajaran
rabbani). Yaitu setiap pengajian senantiasa diselingi oleh
dzikir untuk membersihkan hati dan pikiran agar mudah
menerima ilmu atau nasehat.
Ketika membaca Laa ilaa ha illallah, semua jamaah
berdiri sambil menggerak-gerakkan anggota tubuh bagian
atas, tangan melambai-lambai ke kanan dan ke kiri. Setelah
beberapa saat, barulah jamaah duduk kembali sampai
akhirnya ditutup dengan doa. Sebelum dimulai pengajian,
jamaah terkondisikan sudah siap untuk menerima tausiah
dari Syekh Akbar yang duduk dimimbar yang menghadap
kepada jamaah pria dan jamaah wanita. Diantara jamaah

298
wanita terkadang masih ada yang belum menggunakan cadar
karena belum dikonfirmasikan dan ditalqin oleh Syekh Akbar.
Infaq pada waktu baiat merupakan mahar sebagai
jamaah. Menurut Syekh Akbar arti baiat adalah pelantikan
bagi jamaah Al-Idrisiyyah sebagai muslim dan itupun melalui
proses dan akan lebih kuat apabila dibangun dengan
keimanan.
Tujuan baiat adalah merupakan kesediaan murid untuk
dibimbing lahir dan batin. Oleh karena itu harus membayar
dengan mahar, ibaratnya kalau kita punya HP harus punya
pulsa. Pengertian baiat secara etimologi yang berarti
perjanjian atau sumpah setia. Dilihat dari sisi bahasa, syahadat
dan baiat mempunyai makna yang sama. Dimana seluruh
dimensi kehidupan manusia tidak akan lepas dari baiat.
Sementara itu pengertian baiat menurut fiqih siyasah adalah
sumpah setia seseorang kepada seorang khalifah.8
Kalau ada anggotanya yang akan menikah, terlebih
dahulu prosesi pernikahan dilaksanakan oleh Syekh Akbar
baru kemudian diteruskan secara aturan pemerintah yaitu
melalui Kantor Urusan Agama (KUA).
“Praktek peribadatan lainnya selain salat adalah membayar
infaq, talqin/baiat. Dalam pelaksanaan infaq mengacu pada
Imam Syafi’i (2…%) dan Imam Hanafi (10%). Kedua-duanya
dipakai, dan tidak merupakan keharusan bagi jamaah yang
belum dibaiat untuk mengeluarkan infaq 10% (tidak
merupakan kewajiban institusi) tapi karena ini terkait dengan
kewajiban hati.” 9

8
Mengenal Thareqat Al-Idrisiyyah Sejarah dan Ajarannya, hal 63.
9
Wawancara dengan Ustadz Asep di Masjid Al-Fatah (Kantor Sekretariat
Idrisiyyah) tanggal 5 Agustus 2008

299
Selain kegiatan yang dilaksanakan secara rutin berupa
pengajian dan dzikir di masjid Al-Fatah, ada satu kegiatan
yang diselenggarakan dalam setahun tiga kali dan difokuskan
di Pondok Pesantren Fathhiyyah Al-Idrisiyyah Pagendingan
yang disebut ”QINI” yang berarti peliharalah kami.
Kegiatan ini semacam penataran rohani yang diadakan
setiap bulan Rabiul Awwal, Rajab dan Dzulhijjah. Masing-
masing dilaksanakan selama 10 hari. Pesertanya adalah
murid-murid thariqat Idrisiyyah yang lama maupun yang
baru serta para jamaah yang datang dari berbagai pelosok
daerah yang terdapat zawiyyahnya.
Kegiatan QINI dilakukan karena awalnya para murid
ingin berkumpul berjamaah di tempat guru mengaji. Semula
kegiatan tersebut disebut KINI artinya akik-akik dan ninik-
ninik. Setelah 4 kali pertemuan sejak tahun 1966 berubah
menjadi QINI.
“Hal ini dilakukan berdasarkan Hadist yang dipegang thariqat
ini yang berbunyi: “Barang siapa beribadah bersama guru atau
di tempat Guru selama memasak telur, sama dengan beribadah
sendiri di tempat sendiri dari sejak lahir sampai mati dan
lepasnya sendi-sendi tulang”. Tampaknya inilah yang menjadi
motivasi dari para jamaah yaitu untuk dapat beribadah
berjamaah dengan bimbingan langsung dari guru”10 .
D. Bentuk Kesalehan
Ada bentuk ibadah lahiriyah yang dikembangkan oleh
thariqat Idrisiyyah seperti pengguna busana berupa gamis
berwarna putih, berselendang warna hijau bagi kaum pria dan
bergho/cadar bagi kaum wanita bisa juga dipandang sebagai
sikap professional dalam beragama. Karena tata cara
berpakaian juga telah diatur dalam syariat dan thariqat
10
Jurnal Ulumul Qur’an, Menelusuri Tareqat Idrisiyyah di Pagendingan
Tasikmalaya, hal. 104

300
Idrisiyyah berupaya untuk melaksanakannya dalam rangka
memenuhi tuntutan syariat tersebut. Jika ada yang menilai
eksklusif, penilaian tersebut tidak akan dihiraukan.
Awrad/dzikir dan wirid Idrisiyyah dilakukan sepanjang
siang dan malam. Untuk membaca dzikir tersebut caranya
bisa dilakukan secara jahr (keras), khafi (pelan) maupun, sirr
(lembut). Dari ketiga dzikir tadi, dzikir jahr dan dengan
berjamaah lebih diutamakan agar menimbulkan semangat.
Menurut seorang anggota jamaah Al-Idrisiyyah bernama
Maya, bila ada jamaah yang belum sepenuhnya mengamalkan
6 amalan wirid doktrin Al-Idrisiyyah, hal tersebut kembali
pada masing-masing individu dalam menjalankannya.
Demikian pula halnya dalam mengeluarkan infaq sebesar 10%
dari harta jamaah Al-Idrisiyyah baik yang sudah ditalqin
maupun yang belum ditalqin, hal tersebut diserahkan kepada
masing-masing individu, agar tidak membebani para jamaah.
Karena itu bisa saja jamaah mengeluarkan 2… persen sesuai
kemampuannya

301
302
BAB III
ANALISIS

T
hariqat Al-Idrisiyyah berbeda dengan kelompok
Islam lainnya. Mereka menjalin hubungan baik
dengan berbagai instansi pemerintah maupun
swasta. Pimpinan thariqat berkenan datang ke berbagai
instansi dengan tujuan memperkenalkan perkembangan
Idrisiyyah ditengah-tengah masyarakat. Ajaran Idrisiyyah
banyak merujuk kepada kitab-kitab Imam Ghozali, terutama
Kitab Ihya Ulumuddin. Dalam penerapan amalan syariat,
merujuk pada Imam Maliki, Hambali, Syafi’i dan Hanafi.
Ajaran Idrisiyyah yang spesifik itu ada tiga yaitu:
(1) Bahwa rokok itu haram, selain karena merugikan diri
sendiri dan orang lain juga merupakan pemborosan;
(2) Seluruh salat sunnat dilaksanakan secara berjamaah, yang
tujuannya agar mendapat ganjaran pahala berjamaah
sekaligus mendidik para murid agar terbiasa untuk
melaksanakan salat sunnat; dan
(3) Pakaian bagi kaum pria dianjurkan mengenakan gamis
warna putih yang dipadukan dengan selendang warna
hijau, celana panjang, baju dalam dan sorban semuanya
berwarna putih, kumis dicukur rapi, dan harus pelihara
jenggot sepanjang kepalan tangan; sedangkan kaum
wanitanya memakai burgho/bercadar. Hal ini dilakukan
karena menjalankan prinsip ajaran Islam secara kaffah.
Thariqat Idrisiyyah memiliki ciri berselendang hijau,
yang mengambil simbol sosok Nabi Khidlir sebagai guru
besar dalam thariqat ini. Sedangkan tehnik lilitan surban
jamaah thariqat ini diberikan oleh Iskandar Zulkarnaen,

303
seorang raja yang dikisahkan dalam al-Qur’an (Surat Al-
Kahfi) yang konon memiliki dua buah tanduk di kepalanya.
Maka bentuk surban Thariqat Idrisiyyah menyerupai bentuk
tanduk tersebut.
Untuk menjadi murid thariqat Idrisiyyah, sebagaimana
dikatakan Syekh Akbar K.H. Muhammad Dahlan (alm) dan
guru-guru terdahulu bahwa syaratnya hanya dua, yakni
percaya dan mau. Percaya menandakan isyarat hati yang iman
dan kemauan adalah sebagai bukti ketaatan dan kepatuhan
lahiriyah. Apabila keduanya dilaksanakan, maka akan timbul
keyakinan dalam hati setiap murid. Bila sudah terpenuhi
kedua syarat itu barulah ditalqin, langsung oleh Syekh Akbar
dan disaksikan oleh seluruh jamaah.
Syekh Akbar dalam nuansa ketawadhuan, bukanlah
artinya seorang Syekh yang paling agung (terbesar), tetapi
maknanya adalah seorang Syekh yang senantiasa merasakan
seluruh gerakan nafasnya berada dalam genggaman Allah
Yang Besar (Akbar). Syekh Al-Akbar mengandung pengertian
seorang guru yang mengajak atau membawa murid-muridnya
atau orang-orang agar kembali kepada Yang Akbar, yakni
Allah SWT.

304
BAB IV
PENUTUP

1. Ketertarikan masyarakat kota untuk mengikuti pengajian


yang dilaksanakan oleh kelompok Thariqat Al-Idrisiyyah
karena dalam tausiah yang disampaikan oleh Syekh Akbar
sangat lugas dalam menghadapi kehidupan kota yang
sangat keras. Bagi anggota jamaah Idrisiyah hanya
diharapkan dapat melaksanakan awrad/dzikir setiap hari
dan senantiasa melaksanakan salat fardlu dan salat
sunnah secara berjamaah.
2. Dalam mengeluarkan infaq, tidak ada keharusan untuk
mengeluarkan sebanyak 10%, karena itu bukanlah
merupakan kewajiban institusi tapi kewajiban hati. Selain
itu secara ikhlas jamaah mengeluarkan iuran anggota.
3. Masyarakat kota metropolitan semakin marak mengikuti
pengajian dan mengamalkan ajaran sufi, termasuk di kota
Jakarta. Di Jakarta berkembang bermacam-macam
thareqat dan salah satunya adalah Thariqat Al-Idrisiyyah.
Mereka mengikuti dan mengamalkan thareqat untuk
memperoleh ketenangan batin dan ketenteraman jiwa.
4. Jamaah Thariqat Idrisiyyah, berlatar belakang masyarakat
kota, yang terdiri dari berbagai unsur etnis dan golongan,
dari yang berpendidikan rendah sampai tingkat sarjana,
bahkan dari yang kelompok elit sampai yang mantan
preman.
5. Thariqat Al-Idrisiyyah tidak dijustifikasi sebagai
kelompok keagamaan yang eksklusif atau menunjukkan
perilaku kekerasan. Lokasi Masjid Al-Fatah terletak di
tengah - tengah kehidupan malam kota Jakarta sehingga
terasa unik. Mereka tetap beraktivitas spiritual, ketika

305
sebagian orang terlelap tidur atau yang sedang asyik
bercengkrama dengan kehidupan kota. Mereka tetap
tekun mendengarkan tausiah, menundukkan kepala minta
ampun pada Sang Pencipta. Kunci ajaran Syekh Akbar
dalam membimbing jamaahnya adalah senantiasa untuk
saling menghormati dengan sikap toleran, menghormati
perbedaan, dan menjaga Ukhuwah Islamiyah. Kalaupun
ada perbedaan dalam penafsiran, hendaknya dijadikan
sebagai kekayaan yang selayaknya dihormati.
6. Pemerintah dan tokoh agama tidak melihat negatif
terhadap perkembangan thariqat Idrisiyyah. Ajakan Syekh
Akbar kepada jamaahnya untuk mengembalikan
keyakinan dan ketenangan hati dengan melakukan
awrad/dzikir setiap hari yang merupakan manifestasi
kecintaan kepada Sang Khalik Allah SWT. Ketawadluan
Syekh Akbar menjadi magnet bagi jamaah dari kekeringan
siraman rohani secara spiritualitas untuk terlibat dalam
dzikir/awrad.

306
KEPUSTAKAAN

Bahan-bahan Media Idrisiyyah


Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2002.
Deliar Noer: Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta, LP3ES, 1980
Home Page: www.al-idrisiyyah.com
http: suluk.blosome-merambah-kota-mengikat-umat
http:/www.duaniassai.com/filsafat/fillo.html
Internet, Mahasiswa Universitas Program Doktoral Universitas
Nasional Australia.
Mengenal Thariqat Idrisiyyah Sejarah dan Ajarannya, Edisi 2007.
Jurnal Ulumul Qur’an, Menelusuri Tarekat Idrisiyyah di
Pagendingan, Tasikmalaya., 1997.
Sulaiman, “Spiritualitas Tarekat Naqsabandiyah”, Pustaka Zaman,
Semarang, 2006
TB.Ace Hasan Syadzily, Sufisme Kota: Model Zikir Muhammad Arifin
Ilham, Dialog, tahun 2005 .
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula, STIA LAN Press, Jakarta, 2003, 33-34.

307
BAB I
PENDAHULUAN

M
ajelis Taklim Nurul Musthofa pimpinan Habib Hasan
bin Ja’far Assegaf merupakan salah satu kelompok
tarekat perkotaan yang mayoritas pengikutnya adalah
kaum muda yang berkembang di wilayah Jakarta Selatan. Sebagai
tarekat yang termasuk dalam koridor Ahli Sunnah Wal Jamaah,
Majelis Taklim Nurul Musthofa dalam dakwahnya kepada semua
lapisan masyarakat sangat menjunjung tinggi Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah SAW. Ajaran yang selalu diamalkan oleh
pengikut majelis taklim ini adalah dzikir dan shalawat sebagai
bentuk cinta kepada Allah dan Rasulullah SAW.
Keywords: Path Sufism, Majelis Taklim, Mu’tabaroh, Nurul
Musthofa, Jakarta Selatan.
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat kota. Terdapat peningkatan yang
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, baik di
kalangan terdidik maupun di kalangan kaum muda yang
dalam proses pencarian jati diri. Minatnya cukup tinggi untuk
mengkaji dan mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak
dengan memasuki tarekat tertentu.
Urban sufism atau sufisme perkotaan merupakan
fenomena umum yang terjadi di hampir semua kota besar di
dunia. Hanya saja, urban sufism tidak bisa dipahami telah
menggeser popularitas tarekat konvensional. Kenyataannya
tasawuf konvensional dengan organisasi tarekatnya tetap
dapat berkembang di tengah hiruk-pikuk masyarakat modern.
Salah satu fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat
kota di Indonesia saat ini adalah munculnya minat yang tinggi
terhadap jalan spiritual (the spiritual path). Jalan spiritual

309
menjadi pilihan saat manusia modern membutuhkan
jawaban-jawaban esensial atas eksistensi dirinya dalam hidup
di tengah dinamika perkotaan.
Gerakan bersufi-ria tampak dalam berbagai kegiatan
diskusi dan seminar yang bertemakan tasawuf. Orang yang
mengikuti kelompok pengajian itu tidak sedikit. Dari
kalangan eksekutif dan selebriti banyak yang menjadi peserta
dalam diskusi dan terlibat pada suatu komunitas tarekat
tertentu. Fenomena tersebut merupakan gejala ingin mengejar
ketenangan batin demi menyelaraskan kehidupan yang
gamang. Adapun alasan mengikuti kelompok diskusi tarekat
dengan maksud membuktikan identitasnya sebagai muslim
dan ingin mendapatkan ketenangan batin dalam kehidupan
pribadi (psychological escapism) dari mereka yang banyak
mengalami frustasi.
Gejolak masyarakat muslim perkotaan di Indonesia
merupakan akibat dari krisis yang berkepanjangan serta
dekadensi moral sehingga mempengaruhi gaya hidup orang
kota. Di sisi lain, kaum muda yang di dominasi oleh remaja
berumur sekitar 17 tahun sampai dengan 25 tahun dalam
kondisi pencarian jati diri dan untuk memperoleh ketenangan
batin dalam menghadapi berbagai problema psikologis,
membutuhkan seorang figur sentral yang dikagumi untuk
diidolakan. Munculnya trend sufisme perkotaan yang
melahirkan kelompok-kelompok pengajian keagamaan sufi
(tarekat) di perkotaan seperti mu’tabaroh, ghoiru mu’tabaroh dan
majelis zikir menginspirasi masyarakat dalam pencarian figur
sentral tersebut dengan belajar tarekat atau mengikuti
pengajian yang cirinya lebih singkat, instant, dan essensial
sesuai dengan suasana perkotaan.

310
Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti mencoba
mengkaji secara lebih mendalam sebuah komunitas tarekat
perkotaan yaitu Majelis Taklim Nurul Musthofa di Selatan
Jakarta yang banyak diminati kaum muda.
Dari uraian di atas dirumuskanlah beberapa pokok
masalah kajian sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Majelis Taklim Nurul
Musthofa sebagai tarekat yang berkembang di wilayah
perkotaan?
2. Bagaimana ajaran keagamaan yang dikembangkan oleh
Majelis Taklim Nurul Musthofa kepada jamaahnya?
3. Bagaimana respon masyarakat sekitar atas kehadiran
Majelis Taklim Nurul Musthofa?
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sejarah berdirinya Majelis Taklim Nurul
Musthofa sebagai tarekat yang berkembang di wilayah
perkotaan;
2. Mengetahui ajaran keagamaan yang dikembangkan oleh
Majelis Taklim Nurul Musthofa kepada jamaahnya;
3. Mengetahui respon masyarakat sekitar atas hadirnya
Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Metode Penelitian:
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Jakarta Selatan tepatnya di wilayah
Ciganjur, Jagakarsa dengan pertimbangan di wilayah ini
banyak terdapat jamaah Majelis Taklim Nurul Musthofa.

311
2. Bentuk Studi
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat eksploratif/
kualitatif dalam bentuk studi kasus.
3. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian,
penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yaitu mendeskripsikan hasil
penelitian sesuai dengan tujuannya dan diikuti dengan
analisis atau sering disebut dengan metode analisis
deskriptif. Penelitian diarahkan kepada individu yang
terkait, tetapi holistic.1 Moleong, mengutip pendapat Kirk
dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan manusia
dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.2
4. Objek Penelitian
Obyek yang menjadi sasaran penelitian ini adalah: Majelis
Taklim Nurul Musthofa Jakarta Selatan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara, observasi terbatas dan
studi dokumentasi.

1
Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar Metode
Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu
Sosial, Surabaya: Usaha Nasional. 1992. h. 32-33.
2
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit
Rosdakarya. 2003. h. 45–46.

312
BAB II
PROFIL MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA

A. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Nurul Musthofa

S
ebelum terbentuk Majelis Taklim Nurul
Musthofa, pada tahun 1998 bernama Majelis
Taklim al-Irfan yang berdomisili di Bogor
tepatnya di belakang rumah besar Al Habib Abdullah Bin
Mukhsin Al-Athas (Habib Kramat Empang). Jumlah
jamaahnya hanya 10 orang yang terdiri dari 5 orang dari
Bogor dan 5 orang dari Jakarta. Untuk mengembangkan
taklimnya, para murid Habib yang dari Jakarta mengusulkan
agar Habib Hasan mengajar di Jakarta karena nama sang
kakek (Habib Kramat Empang) mempunyai pengaruh yang
sangat besar bagi sebagian jamaah yang mencintai keluarga
Nabi Muhammad SAW. Menimbang keinginan murid-
muridnya, Habib Hasan melakukan shalat Istikharah setelah
sebelumnya melakukan ziarah ke makam kakeknya, Al-Habib
Abdullah Bin Mukhsin Al-Athas. Setelah berziarah, beliau
bermimpi bertemu dengan sang kakek yang memerintahkan
agar berziarah ke makam Habib Ahmad bin Alwi Al-Haddad
yang terkenal dengan Habib Kuncung, di daerah Rawajati,
Kalibata, Jakarta Selatan. Setelah berziarah ke makam Habib
Kuncung beliau bermimpi bertemu dengan Habib Kuncung
tersebut yang mengatakan bahwa agar beliau melaksanakan
keinginan murid-muridnya untuk berdakwah di Jakarta.
Akhirnya Habib Hasan meyakinkan diri untuk
menjalankan dakwahnya di Jakarta di awali dengan cara
berkeliling dari rumah ke rumah murid-muridnya di daerah
Ciganjur, Cipedak, Pasar Minggu, Kampung Kandang, dan
Pondok Bambu. Karena kewibawaan dan kharismanya yang

313
tinggi, jumlah jamaah Habib yang semula hanya sepuluh
orang berkembang menjadi seratus orang. Semakin lama
semakin bertambah jumlah jamaah Habib Hasan, sehingga
pada akhir tahun 1999 Habib menetapkan Masjid Al-Akhyar
yang berada di Kampung Kandang sebagai tempat tetap
Majelis Taklim Al-Irfan. Pada tahun 2001, ketika jamaah mulai
bertambah menjadi sekitar delapan ratus orang, atas saran
Habib Umar bin Hafidz dari Tarim, (Yaman) dan meminta
pertimbangan kepada Al-’Allamah Habib Anis Al-Habsyi,
nama Majelis Taklim Al-Irfan di ganti menjadi ”Majelis
Taklim Nurul Musthofa” yang kemudian nama ini di
ijazahkan dan diresmikan oleh beliau-beliau. Nama Nurul
Musthofa diambil dari nama Rasulullah SAW yang artinya
“Cahaya Pilihan”.
Pada tahun 2002, syiar Majelis Taklim Nurul Musthofa
kian meluas. Dakwah Habib Hasan yang asalnya dari rumah
ke rumah berkembang menjadi dari masjid ke masjid,
sehingga hampir kurang lebih 50 Masjid, tempat ia
mengajarkan ilmu-lmu agama. Banyak berdatangan para
ulama-ulama dari Saudi Arabia, Yaman, Madinah, dan
Malaysia. Walaupun Habib Hasan bin Ja’far Assegaf sebagai
figur sentral di majelis taklim ini, jamaah juga mendapatkan
mau’idzoh hasanah (nasihat-nasihat untuk kebaikan) dari guru-
guru dan kyai-kyai antara lain KH. Abdul Hayyie Naim, Ust.
Adnan Idris, dan Ust. Imam Wahyudi untuk menuangkan
ilmunya di Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Seiring perkembangan jamaah Majelis Taklim Nurul
Musthofa yang kian bertambah dan banyaknya permintaan
dari berbagai masjid untuk mendapatkan mau’idzoh hasanah
dari Habib, dibentuklah tim manajemen Majelis Taklim Nurul
Musthofa. Tim manajemen ini berfungsi mengatur jadwal
pengajian rutin harian dan jadwal kunjungan mingguan
Habib ke berbagai masjid serta mempersiapkan secara detail

314
keberangkatan Habib sejak dari kediaman Habib sampai ke
rumah atau masjid yang dituju. Sebelum Habib berangkat
mengunjungi salah satu rumah atau masjid pada setiap hari
Sabtu malam, tim manajemen dengan menggunakan peci dan
pakaian yang serba putih mengumandangkan shalawat-
shalawat dengan iringan alat musik hadrah untuk mengiringi
Habib keluar dari kediaman menuju tempat yang dituju.
Untuk menuju tempat yang telah ditentukan tim manajemen
yang sudah membaur dengan jamaah mengiringi dengan
mengendarai motor atau mobil dalam jumlah yang cukup
banyak. Ritual iring-iringan yang mengawal Habib ini
dilakukan dengan maksud sebagai syiar Islam menjadi ciri
khas jamaah Majelis Taklim Nurul Musthofa. Saat iring-
iringan yang mengawal Habib tiba di tempat tujuan, mereka
disambut meriah dengan letupan kembang api berwarna-
warni. Layar monitor di pasang di beberapa titik agar gerak-
gerik Habib terlihat jelas oleh semua jamaah yang jumlahnya
ribuan orang.
Untuk melegalisasi Majelis Taklim Nurul Musthofa yang
jamaahnya sudah mencapai ribuan, pada tahun 2005 tim
manajemen mengokohkan yayasan “Nurul Musthofa” dengan
mendapatkan izin resmi dari Departemen Agama RI yang
diketuai oleh adik dari Al Habib Hasan bin Ja’far Assegaf
yaitu Al Habib Abdullah bin Ja’far Assegaf dan Al-Habib
Musthofa bin Ja’far Assegaf. Majelis Taklim Nurul Musthofa
yang berdomisili di Jalan RM. Kahfi I Gg. Manggis RT.01/01
No. 9A Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan berkembang pesat
dari 50 Masjid yang dikunjungi menjadi 250 Masjid sebagai
tempat dakwahnya terutama di wilayah Jakarta Selatan. Syiar
ini diterima oleh semua kalangan. Pada tahun ini pula berdiri
rumah kediaman Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf di Jakarta
sebagai sekretariat Majelis Taklim Nurul Musthofa. Pada
tahun 2007 Majelis Taklim Nurul Musthofa mendirikan

315
majelis yang dibangun seluas 700 meter di belakang rumah
kediaman Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yang berdiri
pada awal tahun 2008 yang merupakan hibah dari keluarga
besar H. Abdul Ghofar.
B. Profil Pendiri Majelis Taklim Nurul Musthofa
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf adalah anak pertama
dari empat bersaudara. Lahir di Bogor tahun 1977, di tengah-
tengah wilayah para ulama besar termasuk almarhum kakek
beliau Al Imam Al-Qutub Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-
Attas sebagai pemimpin para wali di zamannya. Habib Hasan
mempunyai istri yang bernama Syarifah Muznah binti Ahmad
Al-Haddad, keponakan dari Habib Abdul Qadir bin Ahmad
Al-Haddad, Condet. Beliau dikaruniai tiga orang anak yaitu;
Rogayah (5 tahun), Attos Abdullah (4 tahun), dan Ali (3
tahun). Silsilah beliau menyambung dari ibundanya, yaitu
Syarifah Fatmah binti Hasan bin Muhsin bin Abdullah Al-
Attas. Adapun silsilah mu’tabaroh beliau adalah sebagai
berikut:
Al Habib Hasan bin Ja’far bin Umar bin Ja’far bin Syekh bin
Abdullah bin Seggaf bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin
Abdullah bin Ahmad bin Adurrahman Seggaf bin Ahmad Syarif bin
Abdurrahman bin Alwi bin Ahmad bin Alwi bin Syekhul Kabir
Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawileh bin Ali bin
Alwi Al Ghuyur bin Al Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Shohibul Mirbath bin Ali Kholi Qosam bin Ali bin
Muhammad bin alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa
bin Muhammad An Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Sodiq bin
Muhammad Al Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Al Imam Husein
Assibit bin Imam Ali KWH bin Fatimah Al Batul Binti Nabi
Muhammad SAW.
Merunut dari silsilah beliau, Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf adalah seorang yang memang sudah digariskan

316
untuk menyebarkan dakwah kepada umat muslim khususnya
orang-orang muda yang berdomisili di wilayah Jakarta
Selatan. Di samping itu, Habib yang dikenal kharismatik dan
sangat diidolakan oleh anak-anak, para remaja, dan bahkan
orang-orang tua ini mempunyai banyak kelebihan seperti
yang banyak dimiliki oleh para Habib dan ulama terdahulu.
Beliau pernah mengenyam pendidikan formal di IAIN
Sunan Ampel, Malang. Pendidikan informal beliau banyak
menimba ilmu dari habaib dan para ulama, diantaranya:
 Al-Imam Al-Hafidz Al-Musnid Al-Habib Abdullah bin
Abdul Qadir bil Faqih dan putera-putera beliau: Habib
Abdul Qadir bil Faqih, Habib Muhammad bil Faqih, Habib
Abdurrahman bil Faqih (Pondok pesantren Daarul Hadits Al
Faqihiyyah, Malang).
 Syekh Abdullah Abdun, Daruttauhid Malang.
 Syekh Umar Bafadhol, Surabaya.
 Al-Imam Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin
Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf dan putera-putera beliau
diantaranya Al Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf
(Yayasan Ats-Tsaqofah Al Islamiyyah).
 Al- Habib Muhammad Anis bin Alwi Al- Habsyi.
 Al- Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Attas dikediaman
beliau.
 Al- Habib Abubakar bin Hasan Al-Attas, Martapura.
 KH. Dimyati, Banten.
 KH. Mama Satibi dan putera beliau, Cianjur.
 KH. Buya Yahya, Bandung.
 Muallim Sholeh, Bogor.

317
C. Jamaah Majelis Taklim Nurul Musthofa
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf masih sangat belia untuk
ukuran seorang Habib yang nota bene adalah pemuka agama.
Karena itu tidaklah mustahil bahwa sebagian besar pengikut
majelis taklim pimpinan beliau ini sebagian besar adalah
anak-anak remaja. Hal tersebut dapat terlihat secara signifikan
ketika pelaksanaan pengajian malam minggu yang rutin
dilaksanakan.
Jamaah majelis taklim yang selalu menggunakan peci
dan baju putih ini sangat antusias mempersiapkan diri mereka
masing-masing untuk mengikuti pengajian rutin setiap malam
Minggu. Hal ini dapat terlihat sejak sore hari mereka sudah
mempersiapkan diri untuk bisa mengiringi perjalanan Habib
dari tempat kediaman beliau menuju tempat acara yang akan
dilaksanakan. Untuk mengiringi Habib sebagian besar dari
mereka mengendarai motor. Ada juga yang bersama-sama
dengan mengendarai mobil bak terbuka. Bahkan ada pula
rombongan iring-iringan yang mengendarai sepeda dengan
membawa bendera berlambangkan logo Majelis Taklim Nurul
Musthofa.
Bagi para jamaah muda Majelis Taklim Nurul Musthofa,
segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk menjunjung tinggi
Habib adalah suatu kemuliaan dengan harapan mendapatkan
karomah dan keberkahan hidup. Mereka berfikir bahwa Habib
Hasan bin Ja’far Assegaf adalah seorang panutan yang harus
diistimewakan terlebih silsilahnya masih sebagai keluarga
Nabi Muhammad SAW. Mereka juga meyakini bahwa apa
yang menjadi ucapan dan perbuatan Habib adalah perintah
yang harus diikuti oleh para jamaahnya. Oleh karena itu
banyak dari jamaah yang sangat ingin dekat kepada Habib,
agar mereka dapat diberikan tuntunan hidup.Tidak sedikit

318
dari jamaah yang berubah kearah yang lebih baik dalam
kehidupan sehari-hari serta lebih meningkatkan ibadah
kepada Allah SWT.3
Perubahan dalam diri masing-masing jamaah yang
masih muda itulah yang menjadi salah satu faktor yang
menarik minat jamaah baru untuk bergabung di Majelis
Taklim Nurul Musthofa. Para orang tua sangat mendukung
anak-anak mereka bergabung dengan pengajian yang
dipimpin oleh Habib Hasan bin Ja’far Assegaf.
D. Kegiatan Keagamaan
Ajaran yang sangat ditekankan dan ditanamkan oleh
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf kepada jamaah Majelis Taklim
Nurul Musthofa adalah; pertama, menanamkan ketauhidan
yang kuat kepada jamaah agar lebih mengenal Allah SWT.
Ketauhidan merupakan hal yang sangat penting untuk
ditanamkan kepada umat muslimin agar iman mereka tidak
mudah goyah. Kedua, mengenalkan dan mengajak untuk
mencintai seorang figur Nabi Muhammad SAW yang
membawa Islam dari masa kegelapan dan kebodohan sampai
ke masa yang terang dengan kecanggihan. Tanpa keberadaan
seorang figur seperti Nabi Muhammad SAW, satu hal yang
mustahil umat muslim dapat mengenal Islam secara
keseluruhan dan menikmati manisnya beribadah kepada
Allah SWT.4
Kedua ajaran tersebut diimplementasikan dengan
melakukan berbagai ritual berupa dzikir dan shalawat. Beliau
mengajak muslimin dan muslimat dari semua golongan
seperti pemuda pemudi, orang-orang tua maupun anak-anak

3
Wawancara dengan Abdul Hamid (21 tahun), jamaah setia Majelis
Taklim Nurul Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.
4
Wawancara dengan Zaenal Arifin, anggota tim manajemen dan jamaah
Majelis Nurul Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.

319
kecil untuk selalu berdzikir dan bershalawat dengan tujuan
mengikuti kakek moyang beliau sampai ke junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW. Bentuk amalan yang di ajarkan dan
ditekankan kepada jamaah beliau antara lain:
 Membaca Al-Qur’an.
 Membaca Ratib Al-Atas dan Ratib Al-Haddad5.
 Mengenalkan salaf sholihin dengan berziarah kepada para
wali Allah ke tempat orang-orang shaleh.
 Membesarkan nama Rasulullah dengan pembacaan Maulid
Harapan.

Dzikir dan shalawat yang dilakukan oleh jamaah Majelis


Taklim Nurul Musthofa dilakukan melalui kegiatan secara
rutin berupa pengajian kitab maupun pembacaan shalawat
oleh jamaah yang dijadwalkan secara rapi dan terorganisasi.

5
Kata Ratib diambil dari kata Rotaba Yartubu Rotban Rutuuban atau
Tarottaba Yatarottabu Tarottuban, yang berarti tetap atau tidak bergerak. Jadi kata
Ratib menurut Lughot (bahasa) artinya kokoh atau yang tetap. Sedangkan menurut
istilah, Ratib diambil dari kata Tartiibul-Harsi Lil-Himaayah (penjagaan secara
rutin untuk melindungi sesuatu atau seseorang). Apabila disebuah tempat ada bala
tentara yang berjaga guna melindungi masyarakat, maka mereka disebut Rutbah,
dan jika yang berjaga satu orang maka disebut Ratib, para ulama berpendapat
makna Ratib adalah kumpulan atau himpunan ayat-ayat Al-Qur’an dan untaian
kalimat-kailmat dzikir yang lazim diamalkan atau dibaca secara berulang-ulang
sebagai salah satu cara untuk bertaqorrub (mendekatkan diri kepada Allah SWT).
Ratib Habib Umar yang diberi nama Azizul Manl Wa Fathul Babil Wisol
seperti dikatakan oleh Al-Habib Ali bin Hasan Al-Atthos di dalam kitab Al-Qirthos
bagian kedua juz pertama: “Ratib Habib Umar merupakan hadiah yang tertinggi
dari Allah bagi umat Islam melalui Habib Umar“. ketahuilah bahwa Ratib yang
besar dan Hizib yang kokoh dan sumber yang murni ini, yaitu Ratib Habib Umar
Al-Atthos terkandung didalamnya rahasia-rahasia dan manfaat yang besar, faedah-
faedah yang luar biasa tinggi nilainya, dan tak dapat diperkirakan batas kekuatan
pemeliharaanya.
http://www.nurulmusthofa.org/../images/stories/galery/silsilah-Habib.jpg,
tanggal 23 Oktober 2008.

320
Di bawah ini adalah jadwal rutin harian kegiatan di Majelis
Taklim Nurul Musthofa di bawah pimpinan Habib Hasan bin
Ja’far Assegaf:
1. Pembacaan Maulid Simtuddurar dan cerita para shalihin,
dilaksanakan pada hari Minggu (malam Senin) pukul
18.00-20.00 WIB di kediaman Habib Hasan Bin Ja'far
Assegaf sekaligus sebagai pembinanya.
2. Pembacaan kitab fiqih, dilaksanakan pada hari Senin
(Malam Selasa), pukul 18.00-20.00 WIB, di kediaman Guru
Besar Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf. Sebagai pembinanya
yaitu Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf dan Habib Abdullah
bin Ja'far Assegaf.
3. Majelis Aqidatul Awwam, dilaksanakan pada hari Senin
(Malam Selasa), pukul 20.00-21.00 WIB, di wilayah Pejaten
dan sekitarnya.
4. Pembacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW dan
Fadhilah-Fadhilah-Nya, dilaksanakan pada hari Selasa
(Malam Rabu), pukul 19.00-20.00 WIB, di kediaman Guru
Besar Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf sekaligus sebagai
pembinanya.
5. Pembacaan nama-nama Rasul & penjelasannya dilaksana-
kan pada hari Rabu (Malam Kamis), pukul 19.00-20.00
WIB, di kediaman Guru Besar Habib Hasan Bin Ja'far
Assegaf dengan pembinanya adalah Habib Hasan Bin
Ja'far Assegaf dan Habib Abdullah bin Ja'far Assegaf.
6. Pembacaan Maulid Dya'ulami, dilaksanakan pada hari
Rabu (Malam Kamis), pukul 20.00-21.00 WIB, di kediaman
Guru Besar Habib Hasan bin Ja'far As-segaf.
7. Pembacaan Kitab Dalail Khairat, dilaksanakan pada hari
Kamis (Malam Jum'at), pukul 18.00-20.00 WIB, di

321
kediaman Guru Besar Habib Hasan bin Ja'far Assegaf
dengan pembinanya Habib Hasan bin Ja'far Assegaf.
8. Ziarah Kubur Shalihin bersama Habib Hasan Bin Ja'far
Assegaf pada hari Kamis (Malam Jum'at), pukul 21.00-
22.30 WIB, di Makam Habib Salim Bin Thoha Al-Haddad,
Jl. Damai, belakang VOLVO, Ps. Minggu.
9. Pembacaan al-Qur’an dan Tafsir dan Pembacaan Ratibul
Attas, dilaksanakan pada hari Jum'at (malam Sabtu), pukul
19.00-20.00 WIB, di kediaman Guru Besar Habib Hasan bin
Ja'far Assegaf. Sebagai pembinanya yaitu Al Habib Hasan
bin Ja'far Assegaf.
10. Maulid Simtuddurar & Kitab Aqidatul Awwam, dilaksanakan
pada hari Jum'at (Malam Sabtu), pukul 20.30 s/d selesai,
di Jagakarsa, Ciganjur, Pondok Labu dan sekitarnya.
Pembinanya yaitu Habib Abdullah Bin Ja'far Assegaf.
Pada saat ini kegiatan-kegiatan taklim yang disebutkan
di atas lebih banyak di adakan di gedung khusus taklim yang
terletak di belakang kediaman Habib Hasan. Sedangkan
kegiatan pengajian rutin setiap malam Minggu yang
berpindah dari masjid ke masjid adalah kegiatan inti dari
rangkaian kegiatan Majelis Taklim Nurul Musthofa dalam
rangka syiar agama Islam di wilayah Jakarta Selatan.
Acara yang dilaksanakan pada malam Minggu dimulai
dengan puji-pujian kepada Allah SWT, juga shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW. Kemudian Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf memimpin pembacaan Maulid Simtuddurrar, Ratib
Alattas, dan Asmaul Husna dilanjutkan dengan tausiyah-
tausiyah dari Habib dan alim ulama setempat.
E. Respon Masyarakat terhadap Majelis Taklim Nurul
Musthofa

322
Kehadiran Majelis Taklim Nurul Musthofa yang berada
di daerah Ciganjur, Jakarta Selatan ini merupakan jawaban
atas kebutuhan masyarakat terhadap upaya pencerahan jiwa
yang bersumber dari nilai-nilai ke-Islaman. Lebih dari itu,
manajemen keorganisasian majelis taklim ini sangat lentur
dan dapat membaur dengan semua elemen masyarakat tanpa
melihat kelas sosial.
Sejak majelis ini ada, anak-anak muda khususnya yang
berada di wilayah Selatan Jakarta terlihat banyak melakukan
hal positif dengan mengikuti pengajian-pengajian yang
diadakan oleh Majelis Taklim Nurul Musthofa. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh majelis taklim ini sangat
mengundang perhatian. Banyak para remaja yang belum
pernah ikut dengan rasa penasaran terpanggil untuk ikut
terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh Majelis Taklim
Nurul Musthofa, khususnya kegiatan pada malam Minggu
yang dikemas oleh tim manajemen majelis dengan sangat
meriah. Jika melihat kegiatan rutin yang dilakukan pada
malam Minggu di masjid-masjid, hal ini menunjukan bahwa
Majelis Taklim Nurul Musthofa sangat terbuka dalam
melakukan kerjasama dengan majelis-majelis taklim lainnya
dalam pengembangan pemberdayaan akhlak remaja di
wilayah Jakarta Selatan yang sesuai dengan program-program
pemerintah.
Sebagian masyarakat di wilayah Jakarta Selatan yang
mayoritas beretnis Betawi berpendapat bahwa pendidikan
agama merupakan suatu keharusan bagi anak-anak mereka.
Oleh karena itu suatu hal yang wajar jika banyak dari mereka
datang ke majelis-majelis taklim untuk menimba ilmu agama
termasuk ke Majelis Taklim Nurul Musthofa. Para orang tua
berfikir bahwa arus modernisasi yang sudah meluas dapat
berpengaruh negatif kepada remaja yang tinggal di kota
metropolitan seperti Jakarta. Oleh karena itu para orang tua

323
sangat memberikan kelonggaran bagi anak-anak mereka
untuk banyak terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Majelis Taklim Nurul Musthofa yang sudah dikelola
sangat baik oleh tim manajemen majelis tersebut
menumbuhkan semangat etos kerja para remaja putus
sekolah. Kegiatan pengajian di majelis ini memberikan ruang
untuk mereka yang tidak mempunyai pekerjaan untuk
melakukan usaha secara kecil-kecilan dengan menjual
souvenir-souvenir Majelis Taklim Nurul Musthofa seperti
stiker, pin, buku-buku, dan sebagainya sambil mendapatkan
nilai-nilai spiritual dari Habib sendiri. Di samping itu majelis
ini sering mengadakan kegiatan kerjasama dengan majelis
taklim sejenis dalam rangka meningkatkan pembinaan akhlak
masyarakat.
Bagi sebagian masyarakat sekitar Majelis Taklim Nurul
Musthofa yang juga menimba ilmu dari ulama atau kyai yang
berasal dari etnis Betawi mengungkapkan bahwa; (1) Habib
Hasan bin Ja’far adalah figur kharismatik yang sangat
diidolakan oleh kaum remaja, namun sebagai seorang
panutan sang Habib masih sangat muda dibanding dengan
ulama dan kyai pada umumnya yang lebih banyak
pengalamannya dibanding Habib tersebut. (2) Kemewahan
yang mengelilingi sang Habib serta pelayanan istimewa yang
diberikan jamaahnya memberikan kesan berlebihan. (3)
Kegiatan tiap malam Minggu yang menjadi ciri khas majelis
taklim ini seolah hanya kegiatan yang lebih mengutamakan
siraman rohani. Jamaah tidak banyak mendapatkan ilmu yang
berasal dari kitab-kitab tertentu yang sering diajarkan oleh

324
para kyai atau ulama Betawi dalam pengajian-pengajian pada
umunya.6

BAB III
TREND SUFISME PERKOTAAN

P
erkembangan tarekat perkotaan di Indonesia
khususnya di Jakarta yang didominasi oleh habaib
tidak bisa dilepaskan dari sejarah masuknya
bangsa Arab ke Nusantara. Kedatangan para habaib ini tidak
lain dalam rangka menyiarkan agama Islam, walaupun
dikemas dalam bentuk perdagangan. Dari sekian banyak para
muballigh yang datang ke Nusantara terdapat kaum
alawiyyin7 keturunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein
bin Ali bin Abi Thalib. Kehadiran mereka banyak memberikan
sisi positif bagi perkembangan ke-Islaman di Indonesia.
Majelis Taklim Nurul Musthofa merupakan salah satu
bentuk tarekat perkotaan yang dipimpin oleh seorang Habib
yang menggambarkan secara jelas besarnya pengaruh Habib
di Indonesia khususnya di wilayah Jakarta Selatan. Besarnya
pengaruh Habib dalam menyebarkan nilai-nilai keagamaan
yang positif, menimbulkan perbedaan yang sangat mencolok

6
Wawancara dengan Khairuddin, jamaah dari beberapa majelis yang
dipimpin oleh ulama Betawi dan pemerhati majelis-majelis yang dipimpin habaib,
21 Juli 2008.
7
Yang dimaksud dengan istilah Alawiyyin adalah; (1) keturunan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib. (2) Istilah Alawiyyin lebih banyak digunakan untuk
menunjukkan keturunan Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad (Al-Muhajir) bin Isa bin
Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq. Alwi adalah orang pertama
dari keturunan Ahmad bin Isa yang dilahirkan di Hadhramaut. Anak-cucu Alwi
kemudian dikenal sebagai kaum Alawiyyin. Alkisah No. 04/ 11-24 Februari 2008,
hal. 11-12.

325
dengan kelompok lainnya. Latar belakang budaya habaib yang
masih sangat kental dengan budaya Arabnya, jelas berbeda
dengan budaya masyarakat Indonesia lainnya. Hal tersebut
dapat dilihat bagaimana seorang Habib sangat diistimewakan
oleh para jamaahnya. Fasilitas-fasilitas yang serba mewah dan
lengkap merupakan ciri budaya Arab yang tidak terbantahkan
jika dibandingkan dengan budaya Indonesia.
Dalam lingkup wilayah Jakarta Selatan, gaung Majelis
Taklim Nurul Musthofa sudah tidak asing bagi remaja muslim
sekitarnya. Karena itu bentuk kegiatan yang terkait dengan
majelis tersebut mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari
para remaja dan orang tua bahkan anak-anak. Apa yang
dikatakan oleh Habib menjadi acuan dalam melakukan
banyak hal terkait dengan kehidupan sehari-hari para
jamaahnya yang akhirnya tumbuh menjadi pengikut Habib
yang militan. Keterlibatan para remaja dalam majelis tersebut
membawa angin positif dalam menguatkan keimanan para
remaja itu sendiri. Namun pada sisi lain, ketergantungan
sebagian mereka yang tidak bisa mencerna apa yang
dikatakan dan diajarkan Habib justru membuat mereka
terlena menerima kondisi apa adanya. Salah satu contoh yang
banyak terjadi pada beberapa jamaah Habib yaitu mereka
tidak lagi termotivasi untuk mengenyam pendidikan formal
yang lebih tinggi karena sudah merasa lebih cukup dan yakin
dengan ilmu agama yang di dapat dari Habib.
Kegiatan iring-iringan setiap kali Habib hendak
melakukan ceramah di suatu tempat pada satu sisi merupakan
ciri dari Majelis Taklim Nurul Musthofa sebagai syiar Islam
kepada masyarakat muslim lainnya. Namun pada sisi lain
iring-iringan jamaah Habib yang menggunakan motor
seringkali terlihat banyak yang tidak menggunakan alat
pelindung (helm) sehingga dapat membahayakan

326
keselamatan jamaah itu sendiri padahal setiap kali iring-
iringan tersebut dilaksanakan selalu dikawal oleh mobil polisi.
Melihat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Majelis
Taklim Nurul Musthofa tersebut, merupakan satu fenomena
menarik dalam kehidupan masyarakat kota di Indonesia,
yaitu munculnya minat yang tinggi terhadap jalan spiritual
(the spiritual path). Bahkan dapat dikatakan bahwa abad ini
merupakan abad spiritual. Tampaknya jalan spiritual telah
menjadi pilihan ketika manusia modern membutuhkan
jawaban-jawaban esensial atas eksistensi dirinya dalam hidup
di tengah dinamika perkotaan.
Kecenderungan ini bisa ditelusuri secara historis dan
psikologis pada budaya Indonesia secara umum. Namun,
pada dasarnya, fenomena yang belakangan ini marak berakar
pada gejolak masyarakat perkotaan di Indonesia sebagai
akibat krisis berkepanjangan yang menimpa negeri ini. Juga
dekadensi moral yang mempengaruhi gaya hidup orang kota.
Terlebih bagi mereka yang secara materi berkecukupan
namun terikat dengan kehidupan dunia yang membosankan.
Pada akhirnya mereka menjadi haus akan siraman rohani.
Mereka membutuhkan sesuatu yang lebih dibandingkan
dengan hanya kebutuhan materi semata.
Munculnya trend spiritualitas perkotaan, dapat
dianalisis dari sudut pandang psikologi sosial. Kebutuhan
akan jalan spiritual merupakan konsekuensi dari penderitaan
psikis masyarakat yang tertekan oleh krisis ekonomi. Dalam
kondisi psikologis akibat krisis berkepanjangan terlebih
dengan kemerosotan nilai-nilai moral, mempengaruhi gaya
hidup masyarakat kota untuk merambah dunia spiritual.
Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa sebelumnya
nilai-nilai spiritualitas termarginalkan dalam masyarakat
perkotaan. Konsepsi penghayatan kepada kekuasaan Tuhan

327
dapat diterima dengan mudah oleh alam bawah sadar
masyarakat pedesaan karena hidup mereka yang "apa
adanya". Mereka bekerja untuk memenuhi keperluan hidup.
Berbeda dengan kecenderungan masyarakat perkotaan yang
menjadikan agama sekedar kewajiban, bagi masyarakat desa
agama adalah kebutuhan, yang secara praktis dapat memberi
mereka jawaban-jawaban esensial untuk menjalani hidup.
Bagi masyarakat kota, situasi kehidupan yang sangat
mengagungkan materi membuat materi menjadi solusi
kebahagiaan sehingga penghayatan terhadap agama
terkesampingkan.
Ketika intelektualisme dan materialisme kian mengakar
dalam segala segi kehidupan kota, masyarakat mulai gamang,
terutama ketika Indonesia ditimpa krisis ekonomi, yang
berdampak pada merosotnya nilai materi sebagai solusi
kebahagiaan. Pada tingkat tertentu, intelektualisme pun
berbenturan dengan dinding kokoh yang menghalangi jalan
manusia menuju Tuhan. Hakikatnya, manusia adalah
makhluk spiritual yang hidup di alam materi.
Sejauh yang dapat diketahui, jalan spiritual jarang
menerapkan ketaatan yang dipaksakan atau doktrin dogmatis.
Sifat esoterisme jalan spiritual juga mempunyai peran penting
dalam memudahkan orang menerima amalan-amalannya.
Dalam hal ini, hubungan dengan Tuhan bersifat pribadi, yang
menyebabkan proses penyembuhan kejiwaan si pelaku
berlangsung relatif mudah karena ia cenderung mematuhi
tuntunan dirinya sendiri.

328
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

M
ajelis Taklim Nurul Musthofa berdiri pada tahun
2001, dipimpin oleh Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf, beralamat di Jalan RM Kahfi Gg
Manggis RT 01/01 No 9A Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Majelis Taklim Nurul Musthofa menjadi sentral kegiatan ke-
Islaman remaja di wilayah Jakarta Selatan.
Pada tahun 2005 majelis taklim ini dikukuhkan sebagai
sebuah yayasan “Nurul Musthofa” dengan mendapatkan izin
resmi dari Departemen Agama RI. Yayasan ini diketuai oleh
adik Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yaitu Habib Abdullah bin
Ja’far Assegaf dan Habib Musthofa bin Ja’far Assegaf.
Dakwah Habib Hasan mulanya berasal dari rumah ke
rumah kemudian berkembang menjadi dari masjid ke masjid,
sehingga hampir 250 buah masjid di wilayah Jakarta Selatan
menjadi tempat dakwahnya.
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dikenal memiliki
kharisma, sehingga sangat diidolakan oleh anak-anak, remaja,
bahkan orang-orang tua. Dia mempunyai banyak kelebihan

329
seperti yang banyak dimiliki oleh para Habib dan ulama
terdahulu.
Mayoritas jamaah Majelis Taklim Nurul Musthofa
adalah remaja. Menurut mereka segala sesuatu yang dapat
dilakukan untuk menjunjung tinggi martabat Habib adalah
suatu kemuliaan dengan harapan mendapatkan karomah dan
keberkahan hidup. Habib Hasan bin Ja’far Assegaf adalah
seorang panutan yang harus diistimewakan terlebih
silsilahnya masih sebagai keluarga Nabi Muhammad SAW.
Apa yang menjadi ucapan dan perbuatan Habib adalah
perintah yang harus diikuti oleh para jamaahnya. Oleh karena
itu banyak dari jamaah yang sangat ingin dekat kepada Habib
agar mereka dapat diberikan tuntunan hidup.
Ajaran yang sangat ditekankan dan ditanamkan oleh
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf kepada jamaah Majelis Taklim
Nurul Musthofa adalah; pertama, menanamkan ketauhidan
yang kuat kepada jamaah agar lebih mengenal Allah SWT
dan, Kedua, mengenalkan dan mengajak untuk mencintai
seorang figur Nabi Muhammad SAW. Kedua ajaran tersebut
diimplementasikan dengan melakukan pujian-pujian kepada
Allah SWT dan Rasulullah SAW dengan cara berdzikir dan
bershalawat seperti pembacaan Maulid Simtuddurrar, Maulid
Dya'ulami, pembacaan Kitab Dalail Khairat, pembacaan Ratibul
Attas dan Ratibul Haddad.
Majelis Taklim Nurul Musthofa dapat menumbuhkan
etos kerja para remaja yang tidak mampu melanjutkan
sekolah. Kegiatan pengajian di majelis ini memberikan ruang
untuk mereka yang tidak mempunyai pekerjaan untuk
melakukan usaha secara kecil-kecilan dengan menjual
souvenir-souvenir Majelis Taklim Nurul Musthofa seperti
stiker, pin, buku-buku, sambil mendapatkan nilai-nilai
spiritual dari Habib.

330
B. Rekomendasi
Perlu adanya pembinaan bagi pengurus majelis-majelis
taklim untuk melihat secara realistis bahwa budaya Arab
tidak selamanya sesuai dengan masyarakat muslim Indonesia,
sehingga masyarakat muslim yang mempunyai latar belakang
etnis manapun dapat ikut menimba ilmu di Majelis Taklim
Nurul Musthofa tersebut.
Perlu pembinaan bagi jamaah untuk lebih realistis
menjalani kebutuhan hidup (baik meningkatkan pendidikan
formal maupun berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik) melalui ajaran yang diberikan oleh Habib sehingga tidak
terlena dengan kondisi apa adanya tanpa ada niat untuk
meningkatkan taraf hidup.
Dalam pelaksanaan kegiatan malam Minggu, tim mana-
jemen Majelis Taklim Nurul Musthofa perlu pengorganisasian
secara tertib dan rapi tanpa meninggalkan kewajiban-
kewajiban sebagai warga negara agar ketertiban umum tetap
terjaga.
Departemen Agama dalam hal ini Kanwil Departemen
Agama DKI Jakarta perlu memberikan pembinaan kepada
pengurus majelis taklim, Habib/ustadz/ulama, dan jamaah
agar fungsi dan peran masing-masing lebih terarah tanpa
meninggalkan kewajiban-kewajiban sebagai warga negara.

331
332
DAFTAR PUSTAKA

Alkisah No. 04/ 11-24 Februari 2008.


Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar Metode
Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap
Ilmu-Ilmu Sosial. 1992. Penerbit: Usaha Nasional, Surabaya.
http://www.budayajakarta.com/idx.php?pg=jtb&sub=sejarah.
Tanggal 2 Desember 2008.
http://www.nurulmusthofa.org/.../images/stories/galery/silsilah-
Habib.jpg, tanggal 23 Oktober 2008.
Khadijah Munir, Peningkatan Majelis Taklim Menuju Akselerasi dan
Eskalasi Pemberdayaan Umat, Jurnal Multikultural dan
Multireligius, HARMONI, Vol. VI, Nomor 24, Oktober-
Desember 2007.
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. 2003. Penerbit
Rosdakarya, Bandung.
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula. 2003. STIA LAN Press Jakarta.
Wawancara dengan Abdul Hamid (21 tahun), jamaah setia Majelis
Taklim Nurul Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.
Wawancara dengan Zaenal Arifin, anggota tim manajemen dan
jamaah Majelis Nurul Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.

333
Wawancara dengan Khairuddin, jamaah di beberapa majelis yang
dipimpin oleh ulama Betawi dan pemerhati majelis-majelis
yang dipimpin habaib.

334
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

S
ecara antropologis, “sufisme perkotaan” dikenal
sebagai trend baru di Indonesia, sebelumnya
sufisme dikenal sebagai gejala beragama di
pedesaan. Menurut Moeslim Abdurrahman, perkembangan
sufisme perkotaan ada dua kemungkinan, pertama
sufisme/tasawuf dari desa ke kota lalu membentuk jamaah
atau kursus tasawuf, kedua dimana sejumlah orang kota yang
“bermasalah” tengah mencari ketenangan ke pusat-pusat
tasawuf di desa.1
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Terdapat peningkatan yang
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di
kalangan terdidik. Minatnya cukup tinggi untuk mengkaji dan
mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak dengan
memasuki tarekat tertentu.
Gerakan sufisme, tampak dalam berbagai kegiatan
diskusi seminar yang bertemakan tasawuf. Orang yang
mengikuti kelompok pengajian itu tidak sedikit berasal dari
kalangan eksekutif dan selebriti. Mereka menjadi peserta
dalam diskusi dan terlibat pada suatu komunitas tarekat
tertentu. Fenomena tersebut merupakan gejala ingin mengejar
ketenangan batin demi menyelaraskan kehidupan yang
gamang. Adapun alasan mengikuti kelompok diskusi tarekat
dengan maksud membuktikan identitasnya sebagai muslim
dan ingin mendapatkan ketenangan batin dalam kehidupan
1
http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-kota-
mengikat-umat.

335
pribadi (psychological escapism) bagi mereka yang sedang
mengalami frustasi.
Azyumardi Azra, memetakan dua model utama sufisme
masyarakat kota dewasa ini, pertama sufisme kontemporer, yang
artinya siapa saja dapat mengikutinya dan sangat terbuka
yang menjadi cirinya. Model kelompok pengajian ini dalam
aktifitasnya tidak berdasarkan pada model sufi sebelumnya.
Model kelompok pengajian seperti ini terlihat selain pada
kelompok pengajian “eksekutif” seperti Paramadina, Tazkiya
Sejati, Grand Wijaya berkembang pula di kampus-kampus
Perguruan Tinggi Umum. Kedua adalah sufisme konvensional,
yaitu gaya sufisme yang pernah ada sebelumnya dan kini
diminati kembali. Model ini yang berbentuk tarekat
(Qodariyah wa-Naqsabandiyah, Syattariah dan lain-lain) dan
ada juga yang nontarekat (yang banyak dianut kalangan
Muhammadiyah yang merujuk pada tasawuf Buya Hamka).2
Menurut Asep Usman Ismail (kandidat doktor bidang
tasawuf/IAIN Jakarta), tasawuf yang diminati masyarakat
kota kalangan menengah ke atas, jelas bukan model tarekat,
mereka lebih cenderung memilih tasawuf nontarekat yang
singkat, esensial dan instant. Mereka tidak berminat untuk
berzikir yang panjang-panjang apalagi harus berpuasa.
Keinginannya hanya untuk memperoleh ketenangan batin
dalam menghadapi problem, dengan melalui belajar tarekat
yang bisa menyesuaikan dengan suasana perkotaan.
Sebaliknya bagi masyarakat menengah ke bawah lebih
menerima tasawuf model klasik yang justru tidak diminati
masyarakat perkotaan.
Fenomena masyarakat Islam yang belajar tasawuf di
kota-kota besar ini kemudian mendapat label sebagai tasawuf

2
Mengutip http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufiesme-merambah-
kota-mengikat-umat

336
perkotaan (urban sufism). Konsepsi tasawuf perkotaan sendiri
mengandung sebuah permasalahan. Artinya, kata perkotaan
sendiri mengandung ambiguitas, apakah perkotaan berarti
mereka yang memiliki budaya kota atau mereka yang tinggal
di kota? Ataukah hanya pesertanya saja yang orang kota, tapi
belajar tasawuf pada tarekat tradisional di desa, atau pada
tarekat tradisional yang membuka cabangnya di kota?3
Di Jakarta Barat terdapat Majelis Dzikir As-Samawaat
pimpinan KH. Sa’adih Al Batawi, yang merupakan wadah
sekelompok manusia yang gemar mengagungkan kalimat
Allah dengan membaca tahlil, tahmid dan tasbih. Kelompok
ini berusaha untuk melupakan kehidupan dunia sesaat dan
mencoba menyatukan kehendak dengan Khaliknya, mereka
berkumpul dalam satu mejelis yang bernama Majelis Dzikir
As-Samawaat. Majelis Dzikir As-Samawaat hadir di pentas
nasional dengan melakukan gerakan spektakuler melalui
dzikir yang dipimpin oleh KH. Sa’adih Al-Batawi, yakni
sebuah gerakan penyadaran, gerakan moral dan gerakan
perbaikan.
Manfaat majelis dzikir As-Samawaat cukup besar bagi
perkembangan keilmuan serta ketaqwaan seseorang, tetapi
masih sangat sedikit orang yang menyadari hal tersebut,
sehingga di kalangan masyarakat, masih banyak terjadi
perbuatan amoral, seperti perjudian, pencurian, minum-
minuman keras, obat-obatan terlarang dan perzinahan
semakin berkembang dimana-mana. Tanpa disadari, Allah
semakin murka melihat tingkah laku hamba-Nya, yang
kemudian terjadilah kekacauan sebagai tanda peringatan
Allah.

3
Mengutip: Muhammad Adlin Sila (Dialog No. 54 th. XXV, Desember
2002

337
Seperti diketahui banyak majelis dzikir yang
menerapkan sistem dzikir dengan berbagai macam cara, tetapi
dari kajian awal ke Majelis Dzikir As-Samawaat, pimpinan
KH. Sa’adih mempunyai daya tarik tersendiri terhadap
jamaah. Selama 10 tahun dakwahnya melalui dzikir KH.
Sa’adih Al-Batawi berhasil mengajak ribuan murid-muridnya
yang terdiri dari kurang lebih 978 orang jamaah laki-laki dan
13 ribu jamaah perempuan, serta sejumlah 17 Sarjana
Perguruan Tinggi Agama dan alumni Pondok Pesantren,
mulai tertarik dengan gaya dakwahnya dan selanjutnya turut
andil berjuang bersamanya.
Mengacu pada pemikiran di atas, maka Puslitbang
Kehidupan Keagamaan berusaha untuk mengkaji lebih
mendalam tentang Majelis Dzikir As-Samawaat sebagai media
dakwah dan Riyadloh spiritial di wilayah Jakarta.
Dari latar belakang masalah di atas, dirumuskan
beberapa pokok masalah kajian sebagai berikut :
1. Apa yang melatarbelakangi timbulnya Majelis Dzikir As-
Samawaat?
2. Mengapa Majelis Dzikir ini diminati oleh masyarakat
Islam di Jakarta?
3. Apa saja ajaran Majelis Dzikir tersebut?
4. Bagaimana metode dakwah yang diterapkan pimpinan
Majelis Dzikir tersebut dalam mengajak umat mengikuti
fahamnya
5. Adakah materi dakwahnya mengandung ajaran tarekat
tertentu?
6. Bagaimana respon masyarakat terhadap faham dimaksud?
Adapun Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengungkap latar belakang timbulnya Majelis Dzikir As-
Samawaat

338
2. Mengetahui ketertarikan masyarakat Islam Jakarta
terhadap Majelis Dzikir As-Samawaat
3. Mengungkap ajaran Majelis Dzikir As-Samawaat
4. Mengetahui metode dakwah yang diterapkan pimpinan
Majelis Dzikir tersebut dalam mengajak umat mengikuti
fahamnya
5. Mengetahui ada tidaknya keterkaitan materi dakwahnya
dengan ajaran tarekat tertentu
6. Mengetahui respon masyarakat terhadap faham dimaksud
Hasil kajian disamping untuk memperkaya lektur
keagamaan di Indonesia, secara praktis juga diharapkan dapat
berguna bagi Departemen Agama sebagai bahan informasi
dalam pengambilan kebijakan pembinaan terhadap berbagai
paham keagamaan khusus tarekat perkotaan yang
berkembang di Indonesia serta institusi terkait yang
memerlukannya.
B. Kerangka Konseptual
1. Media dakwah
Dalam semua aktifitas kehidupan manusia, media
merupakan bagian yang tidak terpisahkan keberadaannya.
Menurut para ahli media manusia merupakan sasaran
media. Manusia mengkonsumsi berita dan berfikir dengan
berita. Istilah media berarti perantara yang berasal dari
bahasa Yunani, median jama’nya media. Adapun
pengertian semantiknya yaitu “segala sesuatu yang dapat
dijadikan alat atau perantara untuk mencapai tujuan
tertentu”.4
Dalam kamus telekomunikasi, media berarti “Sarana
yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan

4
Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya : Al
Ikhlas, 1995), h. 163

339
pesan pada komunikan, apabila komunikan jauh
tempatnya, banyaknya atau keduanya”. Jadi segala
sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
berkomunikasi disebut media komunikasi.5 Yang
dimaksud dengan media dakwah adalah alat obyektif
yang menjadi selera untuk menghubungkan ide dengan
umat suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi
dalam totalitas dakwah.
Antara metode dengan media dakwah sangatlah
berkaitan karena apapun metode yang diterapkan pastilah
didalamnya mencakup masalah media dakwah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. H. Hamzah
Ya’qub yang membagi media dakwah menjadi lima
kelompok besar yaitu:
a. Lisan, yaitu khutbah, pidato, ceramah, diskusi, kuliah,
dan lain-lain.
b. Tulisan, yaitu buku-buku, majalah, koran bulletin, dan
lain-lain
c. Lukisan, yaitu gambar-gambar hasil seni lukis, foto,
film cerita dan lain
d. Audio visual, yaitu televisi, sandiwara, ketoprak,
wayang, dan lain-lain.
e. Perilaku atau suri tauladan seperti mengunjungi orang
sakit, menjaga kebersihan.
Menurut Dr. Abdul Karim Zedan, Media dakwah ada
dua macam yaitu :
a. Media ekstern yaitu yang mempunyai hubungan
langsung dengan penggunaan kesempatan yang lebih
menguntungkan dalam melaksanakan dakwah. Media

5
Gozali BC, TT, Kamus Istilh Komunikasi, (Jakarta : Djambatan, 1992),
h. 227

340
ekstern yang penting menurut Dr. Abdul Karim Zedan
yaitu waspada, meminta bantuan kepada orang lain,
disiplin peraturan.
b. Media intern, yaitu penyampaian dakwah dengan
perantaraan bahasa, perbuatan (melalui akhlak) dan
sikap juru dakwah sendiri.
Sedangkan jika dilihat dari sifatnya, media dakwah
dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
a. Media tradisional, yaitu berbagai seni dan pertunjukan
yang secara tradisional dipentaskan di depan umum
terutama sebagai hiburan yang memiliki sifat
komunikatif seperti ludruk, wayang kulit, drama dan
lain-lain.
b. Media modern yaitu media yang dihasilkan dari
teknologi antara lain televisi, radio, pers, dan lain-lain.
Dengan begitu pengertian media dakwah adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.
C. Riyadloh Spiritual
Menurut Kyai Sa’adih Riyadloh Spiritual adalah suatu
usaha manusia untuk mendekatkan diri atau taqarub kepada
Allah SWT, dengan cara setiap malam melakukan banyak
tafakur akan makna hidup, dan selalu berzikir, siangnya
berpuasa hampir setiap hari dan waktu malam dihabiskan
untuk pengakuan-pengakuan dosa dan munajat-munajat
rintihan batin. Riyadloh spiritiual ini dilakukan Kyai Sa’adih
selama bertahun-tahun sehingga pada suatu malam di bulan
Ramadhan tiba-tiba muncul totalitas pengakuan pada
kekotoran dan kerendahan diri membahana dalam batinnya

341
sehingga tersadarkan oleh sebuah fenomena jiwa, mengenal
diri dan mengenal Allah dengan berbagai kebesaran-Nya.6
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Pendekatan
Pendekatan penelitian adalah metode kualitatif,
difokuskan kepada perolehan data deskriptif mengenai
Majelis Dzikir As-Samawaat.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan
dokumen, wawancara terhadap beberapa orang tokoh
yang tergabung dalam Majelis Dzikir As-Samawaat,
tokoh-tokoh agama, serta beberapa pimpinan instansi
pemerintah yang terkait dalam pembinaan dan pelayanan
masyarakat.

6
As-Samawaat, Majalah Media Spriotual dan dakwah No. 1 th. 111-30
April 2006. h. 14

342
BAB II
MAJELIS DZIKIR AS-SAMAWAAT

A. Pengertian Majelis Dzikir As-Samawaat


1. Majelis Dzikir terdiri dari dua kata yaitu Majelis dan
Dzikir.

M
ajelis berasal dari bahasa Arab yang berarti
tempat duduk. Dzikir menurut bahasa
artinya mengingat atau menyebut.
Sedangkan menurut istilah agama, dzikir adalah menye-
but, mengucapkan asma Allah sambil mengagungkan dan
mensucikan-Nya.7 Dzikir menurut Al-Hafizd dalam Fathu
Barrie yang dikutip oleh T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy ialah
segala lafadz (ucapan) yang disukai para umat membaca-
nya dan memperbanyak membacanya untuk menghasil-
kan jalan mengingat dan mengenang akan Allah.8
Menurut Al-Fakhrurrozi dzikir ialah sebutan lidah
(berdzikir dengan lidah) yaitu menyebutkan kata-kata
yang menunjuk kepada tasbih (mensucikan Allah dari
segala kekurangan), kepada tauhid (memulyakan Allah
dan mengagungkan-Nya). Adapun yang dikehendaki
dengan ingatan hati yaitu merenungi dalil-dalil adanya
Allah, dalil-dalil sifatnya, dalil-dalil perintah dan
larangan-Nya untuk dapat diketahui hukum-hukum dan
rahasia-rahasia yang terkandung dalam pembentukan
alam.9

7
Idrus H. Alkaf, Dzikir dan Doa Rasulullah Saw, (Pekalongan : CV
Gunung Mas, 1996), Cet. Ke-I, h. 11.
8
T.M. Hasbi As-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a (Semarang :PT.
Pustaka Rizki Putra (1971) h. 31
9
Idrus H. Alkaf, Loc cit

343
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpul-
kan pengertian majelis dzikir, ialah suatu tempat yang
dibentuk untuk membicarakan mengenai bentuk-bentuk
mengingat Allah dan juga tempat yang dapat
mengeluarkan manusia dari lalai lengah kepada
keinsyafan.
2. As-Samawat
Menurut H. Mulyadi salah seorang Dewan Asatidz
Majelis Dzikir As-Samawaat, kata As-Samawaat, diambil
dari nama orangtua Syeh Kyai Sa’adih Al Batawi, yaitu
berasal dari H. Asmat ayah kandung Kyai Sa’adih, dan H.
Sawiyah nama ibunya, kedua nama tersebut digabungkan
menjadi As-Samawaat, yang dalam bahasa Arab
mempunyai pengertian membangun ketinggian rohani.
Dengan demikian Majelis Dzikir As-Samawaat
mempunyai pengertian perkumpulan yang dibentuk
untuk membicarakan mengenai cara-cara mengingat
Allah, dalam membangun ketinggian rohani.10
B. Sejarah Berdirinya Majelis Dzikir As-Samawaat
Majelis Dzikir As-Samawat berdiri pada awal tahun
1993, dipelopori oleh Syeh Kyai Sa’adih Al Batawi. Kyai
Sa’adih adalah murid dari Mbah Mangli salah seorang
mursyid Tarekat Naqsabandiyah di Magelang Jawa Tengah.
Menurut pengakuannya, bahwa latar belakang didirikannya
Majelis Dzikir As-Samawaat, adalah regenerasi ajaran dari
guru Mbah Mangli dalam pengembangan tasawuf. Di
samping itu juga dilatari adanya panggilan hati.11 Dimulai
dari perasaan batin yang kering dan terasa jauh dari Allah

10
H. Mulyadi, Wawancara tanggal 14 Juli 2008
11
Arfiah Fanami, Panduan Majelis Dzikir As-Samawaa, Dalam
Menyampaikan Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004, h. 54.

344
SWT, sehingga dirinya sering gelisah dan menyendiri untuk
merenung lebih jauh akan makna hidup yang sebenarnya.
Kegalauan iman yang ada dalam benak Kyai Sa’adih
ditumpahkannya dalam setiap malam dengan banyak
bertafakur akan makna hidup dan mencoba untuk berzikir
sebisanya ketika itu. Dalam beberapa tahun dia berbuat
demikian sampai pada suatu saat ia merasakan ada
kedamaian batin dengan banyak berdzikir, siang dan malam.
Siang hari dia berpuasa, hampir setiap hari dan malamnya dia
habiskan untuk pengakuan-pengakuan dosa dan munajat-
munajat rintihan batinnya. Itulah perjalanan konversi agama
yang terjadi dalam dirinya yang dijalani selama bertahun-
tahun.
Ketika Riyadhah spiritualnya menginjak tahun ke-9,
pada suatu malam di bulan Ramadhan, menurut Kyai Sa’adih
totalitas pengakuan kepada kekotoran dan kerendahan diri
begitu membahana dalam batinnya, hingga tersadarkan oleh
sebuah fenomena jiwa, mengenal diri dan mengenal Allah
dengan berbagai kebesaran-Nya.
Berbarengan dengan itu, melihat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat membuat
semua orang berlomba untuk dapat menguasai dua bidang
tersebut. Siang dan malam manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, selalu disibukkan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kehidupan manusia sangat tergantung kepada IPTEK
sehingga mereka menjadikan IPTEK sebagai sesembahan baru
(berhala). Menyikapi pola hidup semacam itu Kyai Sa’adih
membangun inovasi-inovasi dakwah guna menyadarkan

345
masyarakat untuk kembali pada esensi dasarnya yaitu ibadah
pada Allah SWT.12
Di tengah tantangan dakwah yang begitu komplek maka
Kyai Sa’adih mengemas sebuah metode dakwah agama yang
lebih professional, modern tanpa kehilangan fungsinya yaitu
mengajak manusia pada kebenaran. Karena dakwah yang
terkesan kampungan dan membosankan akan menjadikan
orang antipati pada agama dan lebih memilih pada pola
“sekuler”.
Pada saat ini banyak kemasan-kemasan dakwah yang
ditawarkan terlihat modern dan professional, namun bila
ditelaah lebih lanjut ternyata semuanya hanya sebatas pada
proses pengenalan akan sebuah ajaran dan belum masuk pada
subtansi dari ajaran yang disampaikan. Betapa banyak
lembaga-lembaga kajian tentang “hati” yang terlihat mandul
tidak melahirkan apa-apa kecuali hanya sentuhan perasaan
yang dangkal. Ada juga kajian-kajian intelektual yang kaya
teori dan konsep namun lagi-lagi miskin karya nyata.
Sehingga pada awal tahun 1993, ia mendirikan majelis
dzikir ini, karena melihat banyak masyarakat di lingkungan
majelis yang haus akan kehidupan spiritual, karena
keseharian mereka selalu disibukan oleh urusan duniawi.13
C. Tokoh Pendiri dan Latar Kehidupannya
Kyai Sa’adih Al Batawi lahir pada 23 Juni 1960 di Jakarta
dari pasangan H. Asmat dan Hj. Sawiyah, yang keduanya asli
Betawi. Sa’adih merupakan anak ke-4 dari tujuh bersaudara.
Ayahnya H. Asmat, terkenal seorang petani dan tukang kebun
yang sangat ulet dan jujur dalam memenuhi nafkah keluarga,
melalui hasil sawah dan kebun yang digarapnya. Selain orang

12
Ustad Mulyadi, Wawancara tanggal 24 Juli 2008
13
Ibid

346
yang ulet dan jujur dalam bekerja dia merupakan orangtua
yang disegani oleh anak-anaknya dan masyarakat kampung-
nya. Karena terkenal berani serta tekun ibadah siang dan
malam. Ibunya Hj. Sawiyah merupakan sosok seorang wanita
sholihah yang banyak berjasa dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat kampungnya dari urusan kelahiran, perkawinan,
sampai pengurusan jenazah.
Sa’adih kecil lahir dan besar bersama kedua
orangtuanya di wilayah Kembangan dengan penuh kasih
sayang. Walaupun di masa kanak-kanak dan remajanya
penuh kepahitan dalam urusan ekonomi untuk menopang
kebutuhan keluarganya. Dari kedua orang tua beliau H.
Asmat dan Hj. Sawiyah, selain dirinya lahir pula seorang
kakak laki-laki H. Saleh, 2 orang kakak perempuan Sa’anih
dan Sa’anah, seorang adik perempuan Sa’adah dan 2 orang
adik laki-laki lainnya Syafi’i dan Salbini.
Berbeda dengan kakak-kakak dan adik-adiknya, Sa’adih
kecil terkenal sebagai anak yang paling pemberani
dibandingkan dengan teman-teman sebayanya waktu itu.
Keberaniannya itulah yang membuat dirinya terkenal dan
terkesan nakal serta tidak takut kepada siapapun. Walaupun
demikian, selama masa kanak-kanak sampai remaja dan
pemuda beliau juga sangat rajin membantu orang tua dalam
memenuhi nafkah keluarga termasuk belajar di sekolah yang
jarak tempuhnya ketika itu sangat jauh.
D. Pendidikan KH. Sa’adih Al-Batawi
Sejak kecil Sa’adih dan saudara-saudara yang lain
selalu diajarkan untuk mencintai ilmu, maka pada usia lima
tahun ia sudah memasuki Sekolah Dasar (SD) yang jarak
tempuhnya ketika itu sangat jauh dari rumahnya. Kepahitan
dalam urusan ekonomi untuk menopang kebutuhan hidupnya
tidak menjadi alasan untuk tidak sekolah, ia juga sangat rajin

347
membantu orang tua dalam memenuhi nafkah keluarga,
hingga akhirnya ia melanjutkan sekolahnya di SMP lagi-lagi
dia harus merasakan kepahitan untuk bisa sampai di sekolah,
sehingga harus terus berjalan tanpa dengan sepeda, tetapi ia
selalu sabar untuk menjalani hal itu, karena selalu ingat apa
yang diajarkan oleh orang tuanya yaitu kesungguhan, ulet,
dan rajin akan bisa menghasilkan harapan yang diinginkan.
Sehingga dengan kesungguhannya ia bisa melanjutkan
sekolahnya di STM. Semangat untuk menuntut ilmu terus
ditanamkan dalam dirinya sehingga ia sempat menjadi tukang
kue di pasar, ikut berkebun, pekerja serabutan dan kuli
harian. Hal itu dilaluinya bersama keluarga dengan penuh
kesabaran, hingga akhirnya lulus dari sekolah menengah atas
dan tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.14
E. Misi, Visi, dan Tujuan Majelis Dzikir
Misi
Misi yang ingin dicapai adalah untuk lebih
meningkatkan Ukhuwah Islamiah diantara kaum muslim, serta
menciptakan dan menjadikan umat yang muttaqin/insan
yang sebenar-benarnya taqwa kepada Allah SWT sehingga
menjadi prototype manusia teladan, dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Humanis, yaitu manusia yang paling depan dalam
menghapuskan penindasan, ketidakadilan dan berbagai
macam kedzaliman
2. Sosialis, yaitu tidak memiliki sekat untuk membangun
kasih sayang terhadap semua manusia dan mendahulukan
kepentingan umum ketimbang pribadi

14
H. Mulyadi Wawancara tanggal14 Juli 2008

348
3. Produktif, dimanapun ia berada banyak membawa
perubahan dan manfaat yang banyak bagi orang lain
4. Kreatif, selalu memiliki kekayaan berpikir dan berbuat
demi pembangunan nilai-nilai kebajikan.15
Visi
Majelis dzikir mempunyai visi agar masyarakat lebih
terketuk hatinya untuk lebih mendekatkan dirinya kepada
Allah SWT, yakni dengan melaksanakan dzikir hati mereka
akan mendapatkan ketenangan batin.
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari majelis dzikir adalah:
1. Mendorong masyarakat lain untuk dapat mengikuti dan
meningkatkan kualitas dzikir dalam rangka menciptakan
individu yang taat dan bertaqwa kepada Allah swt, yang
akan melahirkan ketenangan dan kedamaian serta dapat
menghalau kekacauan, konflik, ketakutan sifat-sifat buruk
dan tercela.
2. Menghujani negeri ini dengan gemuruh dzikir sehingga
akan bisa keluar dari krisis multidimensional dan menjadi
negeri bagi orang-orang yang ber-dzikir.
3. Dzikir bersama berupa dzikir qalbiyah, dan dzikir lisan
sebagai langkah awal menuju dzikir aqliyah serta dzikir
amaliyah.
4. Menciptakan manusia tidak dengan sia-sia tetapi sebagai
khalifah di muka bumi yang mempunyai tujuan mulia
yaitu mendapat keridhoaan-Nya.

15
Majalah As-Samawat, Media Spiritual dan Dakwah, Edisi Perdana, h.
19

349
5. Agar para pengikutnya menjadi seorang muslim yang
ikhlas, zuhud, istiqomah dalam beribadah dan beramal
shaleh dan menjadi seorang ulama untuk dunia dan
akhirat nantinya.
F. Struktur Organisasi
Kepengurusan Majelis Dzikir As-Samawaat terdiri dari:
1. Pimpinan Majelis Dzikir As-Samawaat: Syeh Kyai
Sa’adih Al- Batawi
2. Dewan Asatiz Majelis Dzikir As Samawaat, Dewan ini
mempunyai tugas membina syariat kajian fiqih, tasawuf
dasar dan membantu pimpinan dalam penanganan
kegiatan Majelis Dzikir.
Dewan Asatiz ini berjumlah 20 orang dan masing-masing
bertugas pada 20 wilayah distrik yang tersebar di :
JAKARTA
1) Kebayoran dan Petukangan, wilayah distrik ini dibina oleh
Ust. Marzuki dan Ust. Firman Mashur S. Fil I, serta ketua:
Cecep
2) Kembangan, distrik ini dibina oleh Ust. Mulyadi, M.Ag,
Ketua Distrik: Saidi
3) Kalideres, distrik ini dibina Ust. Saifullah Zindan, S.Ag,
Ketua: Nanang
4) Cilangkap, distrik ini dibina oleh: Ust. H. Nurhasan, Lc,
Ketua: Turmuzi
5) Cilincing, distrik ini dibina oleh: H. Ali Sadikin, Ketua :
Mustari Taufik

350
BOGOR
1) Bogor Kota, distrik ini dibina: Ust. Moh. Arfan Hasan, S.Th
I, dan Ketua: Wawan
2) Bogor Timur, distrik ini dibina oleh: KH. Mustofa Mughni,
S.Ag, Ketua : Ust. Gestanto
TANGERANG
1) Ciledug, distrik ini dibina: Ust. Ahmad Bukhori, S.Ag,
Ketua: Ust. Muhasan
2) Pondok Aren, distrik ini dibina: Ust. Ahmad Subhan, S.Ag,
Ketua: Abdul Rahman
3) Karang Tengah, distrik ini dibina: Ust. Doni Ichsan, SE &
Ust. Rahmat Hidayat,S.Psi, serta Ketua Izul
4) Larangan, distrik ini dibina: Ust. Abdurrahman Basri,
S.Sos. I & Ust. Asep Setiawan, S.Sos I., serta Ketua: Taufik
5) Tangerang Kota, distrik ini dibina: Ust. Budi Hermawan,
SE, Ketua: Heri
BEKASI, distrik ini dibina: Damanhuri, S.Ag, Ketua: Suroso
CIKARANG, distrik ini dibina: Ust. Nurhayati, M.Ag, Ketua:
Ust. Muhammad
TAMBUN, distrik dibina: Ust. Suherman Haromain, Ketua :
Abdurrohman
BANDUNG, distrik ini dibina:Ust.Dawn Firdaus Iskandar
(Dafi), Ketua: H.Tatang Mulyana, SE
3. Dewan Ekonomi, bertugas untuk mengurus ekonomi dan
keuangan Majelis Dzikir
4. Dewan Abdi Dalem; bertugas untuk melayani kegiatan-
kegiatan majelis

351
5. Dewan Askar : bertugas mengurus keamanan
6. Dewan Sesepuh bertugas sebagai penasehat majelis
Dzikir.16
G. Ajaran Majelis Dzikir As-Samawaat
Dzikir sebagai media penyucian jiwa dan hati serta
pemantapan iman.
Banyak sekali metode penyiaran agama Islam yang
digunakan para da’i, salah satunya adalah ceramah mimbar.
Berbeda dengan KH. Sa’adih yang menggunakan dzikir
sebagai metode dakwahnya. Menurutnya “orang tidak akan
bisa menerima dakwah dengan baik kalau hatinya beku.
Caranya leburkan dulu hati itu baru kemudian dimasukkan
dengan tausiyah, muhasabah tentang ajaran-ajaran syariat
Allah SWT”. Oleh karena itulah KH. Sa’adih menggunakan
dzikir sebagai sarana untuk menyampaikan kesan-kesan
agama. KH. Sa’adih, selalu memberikan tausiyah terlebih
dahulu sebelum dimulai pelaksanaan dzikir. Tausiyah ini
berupa petunjuk dan nasihat tentang pentingnya dzikir dan
taubat. Sedangkan pada muhasabah, bisa dilakukan sebelum
atau sesudah pelaksanaan dzikir. Muhasabah ini berupa
renungan-renungan tentang dosa-dosa baik yang disengaja
maupun tidak. Dalam muhasabah ini dipimpin oleh KH.
Sa’adih Al-Batawi sendiri dengan melantunkan bahwa dirinya
penuh dengan dosa dan kecilnya manusia dihadapan Allah
SWT. 17
Melalui pengalaman pribadi KH. Sa’adih ketika
melakukan riyadhah spiritual telah menginjak tahun ke-9,
pada suatu malam di bulan Ramadhan, muncullah dalam

16
H. Mulyadi, Wawancara tanggal 24 Juli 2008
17
KH. Sa’adih Al-Batawi, Pimpinan Majelis Dzikir As-Samawat,
Wawancara Pribadi, (Puri Kembangan, 28 Agustus 2008)

352
dirinya totalitas pengakuan pada kekotoran dan kerendahan
diri, begitu membahana dalam batin beliau hingga
tersadarkan oleh sebuah fenomena jiwa; mengenal diri dan
mengenal Allah dengan berbagai kebesaran-Nya. Dari
pengalaman Riyadhah spiritual tersebut Kyai Sya’adih
mengumpulkan masyarakat dalam suatu majelis dzikir dan
mengajak untuk bersama-sama menyucikan jiwa dan hati,
sehingga iman akan menancap di dalam dada, dan takwa
akan menghiasi perilakunya. Menurut Kyai Sa’adih orang
tidak akan bisa menerima dakwah dengan baik bila hatinya
beku, untuk itu berdasarkan pengalamannya, maka paling
sedikit ada tiga dasar yang harus dimiliki oleh para pendaki
batin yaitu:
a) Banyak lapar, yaitu dengan berpuasa sebagaimana yang
dilakukan para nabi dan Aulia. Dengan sering melaparkan
diri melalui puasa, maka akan terbangun sensitifitas diri
terhadap semua peristiwa hidup, hingga mempermudah
untuk menemukan hikmah di balik tiap-tiap peristiwa.
Yang demikian akan melahirkan tuntunan batin untuk
lebih sering mengadu kepada Allah SWT. Sehingga
dengan sendirinya hati tergiring menemukan muaranya
yaitu Allah Yang Maha Batin sebagai Sumber Ketenangan.
b) Banyak ‘melek’, yaitu dengan menghabiskan malam-
malamnya untuk berinteraksi kepada Allah SWT baik
melalui ibadah spiritual maupun ibadah sosial (amaliah).
Keheningan malam akan memunculkan konsentrasi batin
hingga sangat memudahkan untuk lebih meresapi esensi
ibadah yang dilakukan.
c) Banyak Riyadhah Batin, yaitu kerja batin tidak boleh
terhenti oleh apapun. Setiap saat fungsi-fungsi batin selalu

353
untuk berhubungan dengan sumber ketenangan yaitu
Allah Yang Maha Tenang.18
Masih banyak jalan-jalan yang harus ditempuh oleh para
pendaki spiritual, namun bila tiga hal di atas dapat dikuasai,
maka dengan sendirinya jalan-jalan yang lain akan mudah
dilalui. Kehidupan para kekasih Allah SWT tidak lepas dari
tiga hal tersebut, karena batin mereka sudah merasakan
nikmatnya berlapar-lapar, bermalam-malam dan ‘berceng-
kerama’ demi meraih ridha yang dicintainya Allah.
Hati yang terbuka adalah hati yang telah merasakan
nikmatnya dari tiga tantangan di atas. Maka, perjuangan
berupa banyak lapar, banyak melek, dan riyadhah batin akan
menjadi pembuka hati yang keras dan gelap. Oleh Karena itu
juga KH. Sa’adih menggunakan dzikir sebagai sarana
dakwahnya.
Diantara kesaksian dzikir KH. Sa’adih Al-Batawi yang
membawa efek langsung pada kegiatan amaliah keseharian
baik bersifat individual maupun sosial ialah tujuh sunah Nabi.
KH. Sa’adih seringkali menyampaikan dalam setiap ritual
dzikir bahwa ritual dzikirnya hanyalah merupakan pintu
gerbang untuk melangkah kepada dzikir yang sebenarnya
yaitu takwa kepada Allah dalam berbagai manifestasinya.
Diantara amalan yang harus ditindaklanjuti setelah ritual
dzikir ialah mengamalkan tujuh sunah nabi yang meliputi:
Shalat tahajud, membaca Al-Qur’an beserta maknanya, shalat subuh
berjamaah di masjid, shalat dhuha, bersedekah, menjaga wudhu,
istigfar.
Dalam melaksanakan tujuh sunah ini Kyai Sa’adih tidak
memberikan batasan atau kriteria khusus pada jamaahnya.
Karena segala sesuatu itu akan dapat dirasakan

18
Ibid

354
kenikmatannya jika dilaksanakan secara berkesinambungan
atau terus menerus. Diapun selalu mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-harinya.
Pada akhirnya, tujuh sunah tersebut dapat menuntut
orang untuk berdakwah (khususnya diri sendiri), yaitu
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
(amar ma’ruf nahi munkar). Di dalam lingkup yang lebih
besar, dzikir ini pada akhirnya akan mendorong semangat
jihad fisabillah yaitu upaya-upaya menegakkan syariat Allah
dimuka bumi, sehingga tercipta tatanan kehidupan yang
diridhai Allah.19
Menurut KH. Sa’adih syariat Allah adalah jenjang dan
tahapan evolusi untuk tegaknya Islam. Kepatuhan terhadap
hukum Islam harus didahului oleh kesadaran rohani dengan
cara berdzikir untuk mengolah rasa dan meningkatkan amal
ibadah harian seperti shalat lima waktu dan bersedekah.20
Membiasakan Membaca Wirid
Wirid adalah suatu amalan yang diharuskan secara
istiqomah (continue), pada waktu yang khusus seperti selesai
mengerjakan shalat atau pada waktu-waktu tertentu lainnya.
Wirid ini biasanya berupa potongan-potongan ayat, atau
shalawat ataupun asma al-husna.
Maka pada pengajian dzikiran dimulai dengan
melakukan dzikir bersama yang dipimpin langsung oleh
Pembina Majelis Dzikir As-Samawat yaitu Ratibul As-
Samawat adalah seperangkat amalan yang biasanya harus
diwiridkan oleh para pengamalnya. Tetapi ratib ini
merupakan kumpulan dari beberapa potongan ayat, atau
beberapa surat pendek yang digabungkan dengan bacaan lain:

19
Ibid
20
Ibid

355
seperti istigfar, tasbih, shalawat, asma al-husna dan kalimah
thayyibah dalam suatu rumusan dan komposisi (jumlah
bacaan masing-masing) ditentukan dalam paket amalan
khusus. Ratib ini biasanya disusun oleh seorang mursyid
besar dan diberikan secara ijazah kepada para muridnya.
Ratib ini biasanya diamalkan oleh seseorang dengan tujuan
untuk meningkatkan kekuatan spiritual dan wasilah dalam
do’a untuk kepentingan dan hajat-hajat besarnya. Adapun
tujuan mengadakan dzikir bersama adalah agar jamaah
Majelis Dzikir As-Samawat senantiasa melaksanakan dzikir
dimana pun berada.
Meskipun di dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw,
telah diterangkan keutamaan dzikrullah, namun dzikir yang
hakiki kepada Allah Yang Maha Pemberi Nikmat senantiasa
harus mengingat-Nya dan manusia tidak boleh lalai
mengingat-Nya. Dialah Maha Pemberi yang hakiki,
memberikan nikmat dan kebaikan yang tidak terhitung setiap
waktu. Oleh karena itu menyebut nama-Nya, mengingat dzat-
Nya dan mensyukuri nikmat dan karunia-Nya adalah suatu
yang fitrah bagi seorang hamba-Nya.
Sementara sebelum memasuki perhelatan dzikir, hati
dan pikiran jamaah biasanya dikondisikan dahulu pada
suasana khusyu dan penuh konsentrasi. Hal ini sebagai
pengantar dzikir. Dalam pengantar ini pula jamaah diarahkan
untuk bisa mencapai puncak kekhusyukan berdzikir. Adapun
tata cara berdzikir adalah sebagai berikut :
a. Semua jamaahnya dalam keadaan suci dan berwudhu
terlebih dahulu. Hal ini masuk akal, sebab jika hendak
berkomunikasi dengan yang maha suci, terlebih dahulu
kita harus suci
b. Menghadap kiblat. Kiblat atau baitullah merupakan fokus
atau arah sentral sebagai simbol persatuan umat Islam.

356
Keberadan Allah pada suatu tempat tertentu, karena
menurut keyakinannya Allah tidak terikat oleh ruang
maupun waktu.
c. Duduk seperti duduk diantara dua sujud. Hal ini
berkaitan dengan peristiwa ketika malaikat Jibril
mengajarkan tentang makna iman, Islam, dan ihsan
kepada Nabi Muhammad dalam posisi seperti itu.
d. Semua jamaah dianjurkan memakai pakaian yang serba
putih. Karena warna putih merupakan pakaian yang
sangat disukai oleh Nabi
Ketika semua jamaah sudah berdzikir melaksanakan
adab tersebut, KH. Sa’adih pun mengawalinya dengan
memberikan tausiyah, berupa petunjuk dan nasihat tentang
pentingnya dzikir dan tobat. Usai tausiah kemudian
beliaupun menuntun jamaah untuk berdzikir yang diawali
dengan:
(1) Membaca Ta’awudz, bacaan ini dianggap pembukaan
dzikir, tujuannya tidak lain agar komunikasi yang
dibangun antara seorang hamba dengan tuhannya tidak
diganggu dengan kehadiran setan yang sangat menggoda
kekhusyukan
(2) Membaca Basmalah, artinya setiap yang kita kerjakan
harus berdasarkan atas nama Allah Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang
(3) Membaca sholawat Al-Muqorrobin, ini bukti cinta kita
kepada Rasul dan para Nabi
(4) Membaca At-Tawassul Bil-Fatihah, lafadz-lafadz tersebut
merupakan lafadz yang diajarkan Rasulullah dan
diajarkan secara berurutan.

357
(5) Membaca Raatibul Aurood, ini merupakan serangkaian
dzikir yang dibaca agar diharapkan dapat mempermudah
dikabulkan do’a.
(6) Membaca istigfar atau memohon ampunan kepada Allah
atas semua perbuatan dosa baik disengaja maupun tidak.21
(7) Do’a/Penutup, setelah semuanya melalui urutan ritual di
atas, tibalah pada saat yang utama yaitu saat jiwa diyakini
telah mengalami perbaikan dan mendekati Maha Suci.
Saat inilah yang paling kondusif bagi seorang hamba
untuk menyampaikan do’a atau permohonan.
Do’a taubat yang biasa dibacakan Kyai Sa’adih Al-
Batawi dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
“Duhai Allah, wafatkanlah kami semua dalam khusnul
khatimah, betapa mengerikan bagi kami menghadapi sakaratul maut.
Kuatkan hati kami untuk mengingat-Mu. Kuatkan lisan kami untuk
melafadzkan Laa Illaha Illallah. Jadikanlah liang lahat bagi kami
sebagai raudhah min riyadhil jannah, taman dari taman surga, bukan
hufrah min huffarinniron. Jauhkan kami dari siksa kubur dan api
neraka. Ampuni kami duhai Allah, maafkan dosa-dosa kami. Sebab
sudah terlampau banyak dosa-dosa yang tak bisa kami sembunyikan
dari hadapan-Mu. Terimalah taubat kami, ya Mujibas Saaillin”.
Do’a tersebut biasanya ditutup dengan do’a sapu
jagat yang dibaca secara bersama-sama sebanyak tiga kali,
“Rabbana Atina Fidduniyaaa Hasanah Wafil Akhirati Hasanah
Waqinaa ‘Adzabannar”. Do’a ini sekaligus sebagai penutup
ritual dzikir.
Khalwat
Menurut Syeh Kyai Sa’adih Al-Batawi bahwa manusia
dalam kehidupannya harus kembali kepada ajaran Al-Qur’an

21
Arifin Ilham, Dzikir dan Muhammadiyah. (Jakarta: Mizan, 2004), Cet.
Ke-1

358
dan As-Sunnah yang sebenarnya, dengan cara mengikuti apa-
apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw agar manusia itu
mengerti terhadap hak dan kewajibannya sebagai manusia.
Para nabi dan Rasul Allah dalam membangun kesucian
jiwa dan rohaninya, untuk mencapai kedekatan diri dengan
Allah SWT, adalah melalui cara uzlah atau khalwat.
Khalwat ialah sepi atau sunyi, menurut para sufi,
khalwat ialah usaha seorang hamba untuk mendekatkan diri
sedekat-dekatnya kepada Allah SWT, dengan cara
menyepikan batin dari sifat-sifat keduniaan, mensunyikan
hati dari hawa nafsu dunia. Khalwat merupakan suatu
keadaan dimana seorang hamba berusaha untuk membutakan
matanya dari pandangan-pandangan dunia, mentulikan
telinganya dari bisikan-bisikan hawa nafsu dan membisukan
perkataan-perkataan yang tidak berguna.
Dalam pandangan Syeh Kyai Sa’adih Al-Batawi, bahwa
khalwat dilakukan sebagai usaha manusia untuk mengenal
dirinya agar dapat mengenal Allah SWT. Salah satu caranya
ialah dengan berusaha semaksimal mungkin dapat
mengendalikan nafsu lawwamah, sawwamah dan amarah
nafsu dunia serta nafsu syaithoniyah yang terdapat dalam
jiwanya sehingga diharapkan akan muncul dalam jiwa
manusia itu jiwa yang muthmainnah (jiwa yang tenang).22
Untuk itu jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat, yang
telah mengikuti pengajian (malam Jum’at bulanan) minimal 3
bulan dianjurkan untuk mengikuti pendidikan rohani
“khalwat” yang diselenggarakan di desa Kohod Tanjung
Burung Tangerang Banten. Khalwat biasanya dilaksanakan
menjelang bulan Ramadhan, selama beberapa hari, bertahanus

22
As-Samawaat, Majalah As-Samawaat Media Spiritual dan Dakwah No.
02/Tahun II/I-12 Pebruari 2007/13-10 Muharram Safar 1428 H. h. 30

359
di Majelis Khalwat Ar-Rahmah berdiam diri tanpa kesibukan
apapun kecuali ibadah.
Dengan pendidikan rohani tersebut, diharapkan para
jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat menjadi manusia-
manusia yang taat dan tunduk kepada Allah, yaitu mereka
yang mampu bersabar ketika diuji Allah, ikhlas dalam
persembahan kepada Allah bersyukur ketika diberi rahmat
dan ridlo atas segala ketentuan serta keputusun Allah.
Jamaah Majelis Dzikir As-Samawat
Latar belakang pengikut pengajian/dzikiran jika dilihat
dari pendidikan, profesi, maupun tingkat ekonomi nampak
bervariasi. Diantara mereka ada yang tua, ada yang muda,
ada yang sarjana, dan bahkan ada yang tidak pernah
mengenyam pendidikan sama sekali. Ada yang tingkat
ekonominya di atas, menengah bahkan ada juga yang sangat
rendah. Ada yang berprofesi sebagai seorang guru,
pengusaha, ibu rumah tangga dan juga seorang ustadzah dan
sebagainya.
Adapun tempat tinggal jamaah majelis dzikir ini, tidak
hanya berasal dari Jakarta tetapi juga ada yang berasal dari
luar Jakarta seperti dari Bekasi, Bogor, Tangerang dan
Cirebon, mereka datang secara berkelompok.
Ketika berdzikir mereka terlihat larut dalam suasana
khidmat, khusyu dan tawadhu’. Mulut mereka terlihat komat-
kamit menyerukan bacaan tahmid, tahlil dan tasbih yang
merupakan pujian-pujian terhadap Sang Khalik mengalun
syahdu, menambah suasana khusyu’. Bahkan terlihat sebagian
besar pengunjung tak kuasa menahan keharuannya saat
melantunkan puji-pujian kepada Sang Pencipta, sehingga
tanpa sadar air matapun bercucuran membasahi pipi. Tak
hanya kaum Hawa, kaum Adampun tak sedikit yang larut
dalam keharuan dan ikut meneteskan air mata. Malah tak

360
sedikit yang meratap memohon ampun ketika teringat akan
dosa-dosa yang telah dilakukannya pada masa lalu.
Sebelum memasuki perhelatan dzikir, hati dan pikiran
jamaah biasanya dikondisikan dahulu pada suasana khusyu’
dan penuh konsentrasi. Hal ini dilakukan Kyai Sa’adih
sebagai pengantar dzikir, dalam pengantar dzikir ini pula
jamaah kembali diingatkan ketika berdzikir yang harus
dilaksanakan untuk para jamaah agar sampai pada puncak
kekhusyukan berdzikir.
Aktifitas, Sarana dan Prasarana
Kegiatan Majelis Dzikir As-Samawat
Kegiatan-kegiatan As-Samawat mencakup kegiatan
lahiriyah dan batiniyah yang berupa pembangunan moral
pribadi, keluarga dan masyarakat. Kegiatan besar yang telah
dimiliki As-Samawat sampai saat ini telah sampai pada 7
bentuk kegiatan yaitu :
a. Wadah pengobatan, yaitu setiap malam Selasa, Rabu,
Kamis dan Sabtu, As-Samawat membuka praktek
pengobatan melalui terapi tasawuf. Pengobatan dimulai
pukul 20.00 WIB sampai 04.00 WIB dengan pelayanan cara
Islami dan muatan-muatan ibadah dengan tanpa dipungut
biaya apapun bagi mereka yang datang berobat.
b. Forum Kajian dan Riyadloh Spiritual Mingguan, yaitu
setiap malam Jum’at dari pukul 21.00 WIB sampai
Menjelang Subuh. Didalamnya berupa bedah Al-Qur’an
perspektif tasawuf, telaah kritis kitab tasawuf dan dzikir
serta do’a.
c. Forum Kajian dan Riyadloh Spiritual Bulanan, yaitu
setiap Minggu keempat tiap bulannya mulai pukul 07.00
WIB sampai menjelang dzuhur. Di dalamnya berupa
Muhasabah Al-Qur’an, presentasi amaliah, dzikir dan
do’a.

361
d. Wadah Silaturahim dan Keilmuan di tiap wilayah
kantong-kantong jamaah As-Samawat. Sampai saat ini
wilayah yang telah didomisili jamaah As-Samawat
meliputi: Jakarta (Pusat, Selatan, Utara, Timur dan Barat)
Bogor (Cilengsi, dan Kota), Tangerang, Depok, Bekasi,
Tambun, Karawang. Cirebon, Jawa Tengah, Jawa Timur
dan Kalimantan. Kegiatan di wilayah-wilayah tersebut
dikenal dengan pembinaan distrik-distrik. Didalamnya
dibangun nilai-nilai persaudaraan, ilmu kemasyarakatan,
ilmu-ilmu syari’at dan strategi dakwah gerakan moral.
e. Dakwah Bil hal, yaitu dikenal di As-Samawat dengan
“Amaliah”. Kegiatan tersebut adalah pengentasan
kemiskinan dan pembangunan mental ala As-Samawat.
“Amaliah” dapat dilakukan secara kolektif dan individual
yaitu dengan memberikan bantuan finansial, membangun
fasilitas umum dan ibadah serta membimbing mental
spiritual pada semua masyarakat miskin tanpa mengenal
status dan golongan. “Amaliah” ini telah berjalan seumur
berdirinya As-Samawat yaitu sudah menginjak tahun ke
sebelas, yang telah mencakup 25 desa binaan di sepanjang
pesisir pantai utara Tangerang.
f. Dakwah bil lisan, yaitu dengan melakukan penyuluhan-
penyuluhan agama yang komprehensif dan universal
melalui ceramah-ceramah keagamaan. Kegiatan berupa
tabligh-tabligh akbar, mimbar bebas, dialog dan lainnya
yang bersifat penyampaian melalui lisan. Kegiatan bil
lisan As-Samawat telah dilakukan di beberapa kota-kota
besar di tanah air ini yaitu: Jakarta, Bogor, Bandung,
Jonggol, Cikarang, Depok, Tangerang, Bekasi, Tambun,
Karawang, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Purwo-
kerto, Semarang, Salatiga, Padang, dan Samarinda
(Kalimantan Timur).

362
g. Kegiatan lobi, yaitu dengan melakukan silaturrahmi
kepada para alim ulama yang istiqomah dan kepada para
Umaro yang jujur dan amanah untuk mengajak bekerja
sama dalam membangun negara, bangsa dan agama.
Kegiatan lobi As-Samawat dilakukan dari tokoh-tokoh
masyarakat kampung sampai masyarakat kota. Lobi yang
sudah dilakukan As-Samawat dan telah mencapai
hasilnya, yaitu pada bidang hukum (As-Samawat telah
memiki beberapa pengacara, notaris dan jaksa yang masih
aktif), bidang politik dari tingkat kelurahan sampai ke-
Presidenan (Jamaah As-Samawat banyak berasal dari
birokrat yang amanah). Bidang militer (As-Samawat
selama ini bekerja sama dengan militer dari kepolisian
maupun TNI untuk mengadakan pencerahan mental
spiritual), dan bidang agama (setiap bulanya ulama dari
berbagai wilayah di Indonesia aktif mengadakan
pencerahan di As-Samawat).
Sarana dan Prasarana
Dalam membangun kematangan pribadi para jamaah
As-Samawat, maka Syeh Kyai Sa’adih mempersiapkan
fasilitas pendukung untuk terbangunnya kesadaran spiritual
murid-muridnya dengan membangun beberapa fasilitas
utama dan khusus.
Untuk fasilitas utama yang ada yaitu:
a. Bangunan Majelis, ukuran 20 m x 40 m sebagai sarana
pengobatan, pengajian dan dzikir dengan kapasitas
jama’ah 400 orang.
b. Kediaman Kyai Sa’adih sebagai tempat lobi dan
pertemuan para ulama dengan kapasitas 40 orang
c. Lorong jalan, 3 m x 70 m yang menyatu dengan jalan raya
yang suatu waktu dapat digunakan menampung jama’ah
pengajian dengan kapasitas kurang lebih 15.000 orang

363
d. Mobil operasional, yaitu kijang bak terbuka milik Kyai
Sa’adih yang dibeli dari hasil tabungannya selama 20
tahun yang diikhlaskannya untuk dipakai sebagai sarana
ibadah di Majelis Dzikir As-Samawat.
Untuk fasilitas khusus yang ada di As-Samawat dalam
pengembangan riyadloh spiritual semuanya terletak di tepi
pantai yang tenang dan nyaman yaitu berupa:
a. Majelis Khalwat Ar-Rahmah, Ukuran 6 m x 9 m yang
digunakan untuk pelaksanaan tahanus (berdiam selama
beberapa hari tanpa kesibukan apapun kecuali ibadah),
yang mampu menampung sebanyak 40 orang.
b. Pendopo Konsultasi Maqomat, ukuran 8 m x 10 m yang
digunakan untuk konsultasi jamah’ah As-Samawat yang
telah mencapai maqom-maqom tingkat tinggi guna
pencapaian pada maqom ma’rifat sebagai maqom tertinggi
di Majelis As-Samawat.
c. Tambak ikan air payau, ukuran 500 m x 10 m yang
merupakan fasilitas tambahan sebagai wadah lobi dengan
para elite agama dan kenegaraan.
Itulah semua fasilitas yang diberikan As-Samawat
kepada para jama’ahnya untuk membangun mental spiritual
mereka menuju manusia yang rahmatan lil ‘alamin.
Semua fasilitas di atas murni dari kocek Syaikh Kyai
Sa’adih, yang merupakan sumbangsihnya pada agama
dengan mengambil 80% dari gaji bulanannya sebagai
karyawan di sebuah perusahaan minyak bumi, ditambah
dengan hasil tambaknya yang selalu mengalami keberkahan
tiap kali panen ikan dan udang yang dibudidayakan.
Untuk waktu ke depan As-Samawat terus berbenah diri
meningkatkan semua fasilitas bagi jama’ahnya tanpa harus
membebani mereka dengan apapun. Semua fasilitas yang
dimiliki As-Samawat murni dari dana yang halal sehingga

364
ketenangan dan kenikmatan ibadah dapat dirasakan oleh
jama’ah As-Samawat yang terus bertambah setiap tahunnya.
Tidak ada keistimewaan bagi jama’ah As-Samawat
dalam fasilitas yang diberikan oleh Syaikh Kyai Sa’adih,
kecuali bagi mereka yang berprestasi dalam pendakian
spiritualnya untuk dibimbing menjadi kekasih Allah SWT.
Fasilitas Pendukung
Dalam mendukung pendidikan spiritual di As-Samawat,
maka dibangunlah sarana-sarana pendukung untuk
menjadikan jama’ah As-Samawat memiliki ilmu syari’at yang
kuat. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi apa
yang dikhawatirkan Imam Malik bahwa ilmu hakikat tanpa
syari’at akan melahirkan kefasikan. Maka dari itu As-
Samawat berkepentingan membangun lembaga-lembaga
pendidikan ilmu syari’at sebagai pendukung bagi jama’ah
yang ingin mendalami ilmu hakikat di As-Samawat. Lembaga
Pendidikan pendukung yang dimiliki As-Samawaat adalah
dari tingkat kanak-kanak, remaja, pemuda sampai tingkat
dewasa yaitu dari pendidikan Taman Kanak-kanak, jenjang
Lanjutan Menengah, Aliyah dan Kajian agama melalui bedah
kitab-kitab klasik (kuning). Semua wadah-wadah pendukung
tersebut, dipercayakan untuk dikelola oleh murid-murid Kyai
Sa’adih yang berpengalaman di bidangnya dan berada pada
wilayah yang telah ditentukan.
Untuk pendidikan kanak-kanak secara Islami ada dua
wadah yaitu:
a. Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an “Al-Qomar” di bawah
asuhan Ust. Saifullah Zindan, S.Ag. terletak di Kalideres
Jakarta Barat.
b. Taman Kanak-Kanak Islam “Al-Balad” di bawah asuhan
Ust. Firman Mashur, S.Ag terletak di Petukangan Utara
Jakarta Selatan.

365
Untuk pendidikan jenjang lanjutan menengah dan aliyah
serta kajian kitab-kitab klasik (kuning), As-Samawaat
memiliki sebuah wadah yang menanganinya, yaitu Pondok
Pesantren Daarul Mughni di Cileungsi Bogor, Jawa Barat.
Lembaga tersebut di bawah asuhan KH. Mustofa Mughni,
S.Ag. Keberadaan Pondok Pesantren tersebut telah berjalan
lima tahun mempunyai santri 230 orang berasal dari berbagai
daerah.
Selain diajarkan di pesantren kajian kitab-kitab klasik
(Kitab Kuning) juga diadakan di beberapa wadah yaitu:
a. Yayasan “Al-Qomar” di Kalideres Jakarta Barat, pengajian
diadakan pada setiap malam selasa di bawah bimbingan
Ust. Saifullah Zindan, S.Ag alumni Pondok Pesantren An-
Nida Bekasi pimpinan Kyai Muhajirin.
b. Pondok Pesantren “Hayatul Islam” di Pengarengan
Tambun, pengajian diadakan setiap hari di bawah asuhan
Ust. Suherman Haromain alumni Pondok Pesantren
Salafiah Tambun.
c. Yayasan “Sirojul Umat” Cikarang Jawa Barat, pengajian
diadakan setiap malam Kamis di bawah bimbingan Ust.
Nurhadi Ju’an, M.Ag alumni Pondok Pesantren An-Nida
Bekasi pimpinan KH. Muhajirin.
As-Samawaat juga memiliki sebuah wadah khusus
untuk pemberantasan buta huruf Al-Qur’an yang berada di
sekretariat Majelis Dzikir As-Samawaat serta pendidikan
bahasa Arab dasar dan mahir yang kesemuanya di bawah
bimbingan Ust. H. Nurhasan Abdullah, Lc. alumni Pondok
Pesantren Gontor Ponogoro dan menyelesaikan S1-nya di
Jami’ah Ahlu Bait Yordania.23

23
As-Samawaat, Majalah As-Samawaat Media Spiritual dan Dakwah No.
2/1tahun II/I 28 Pebruari 2007/13-10 Muharram Safar 1428 H, h. 43

366
BAB III
RESPON MASYARAKAT

D
akwah adalah usaha menyampaikan informasi
kepada perorangan atau sekelompok umat
tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di
dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah
menurut KH. Sa’adih, adalah panggilan dan ajakan untuk
bertaqarub kepada Allah SWT, yang tidak henti-hentinya ia
lakukan setelah adanya pengalaman batin yang diperolehnya
dengan penuh semangat tanpa mengenal lelah. Tak jarang ia
disambut dengan cacian dan cibiran ketimbang rasa simpati,
namun dengan penuh kesabaran semua rintangan dapat
dihalau dan dalam lima tahun ia berdakwah, mulailah
mendapat respon positif dari masyarakat. Masyarakat melihat
ajakannya penuh kesungguhan, karena dakwahnya tidak
hanya melalui kata-kata, namun juga melalui pengorbanan
harta, jiwa, dan raga. Dia telah membuktikan kebenaran
dakwahnya selama ini, karena bila manusia sudah mengenal
siapa dirinya dan siapa Tuhannya, maka mereka tidak akan
istirahat dalam berbuat kebaikan (berbakti) kecuali maut telah
menjemput untuk mengakhiri-nya. Semoga kekuatan jiwa
dakwah Nabi Muhammad tetap dimiliki oleh para ulama
sebagai pewaris nabi untuk menjalankan fungsi-fungsinya
yaitu rahmatan lil ‘alamin..
Banyak bukti dan fakta tentang pengorbanannya selama
berdakwah yaitu dengan terbinanya beberap desa miskin dan
rawan pemurtadan di wilayah-wilayah kaum dhua’afa, yang
tersebar sekitar pesisir pantai Tangerang. Mereka tidak hanya
mendapatkan bimbingan agama tetapi mendapatkan perla-
kuan dan fasilitas hidup yang selayaknya.

367
Sejak dia mengajak orang untuk taqarub kepada Allah
(tahun 1993) dengan membentuk Majelis Dzikir yang bernama
As-Samawaat hingga pada usia ke-7 dalam dakwahnya, maka
banyak alumni-alumni pondok pesantren yang mulai tertarik
dengan gaya dakwahnya dan selanjutnya turut andil berjuang
bersamanya. Yang membuat mereka tertarik, menurut para
alumni pesantren karena metode dakwah yang dilakukan
sangat jarang, bahkan sudah mulai ditinggalkan para ulama
sekarang, karena sangat berat dan penuh rintangan. Itulah
mahalnya perjuangan Kyai Sa’adih karena tidak semua orang
dapat melakukannya kecuali oleh orang yang haqqul yakin
akan panggilan Allah SWT.24
Memasuki tahun kesembilan perjalanan dakwahnya,
alumni-alumni Perguruan Tinggi Islam (PTI) mulai melirik
dan mengkritisi keunikan dakwahnya, terutama dakwah
jalanan (berantas judi, mabok, dan tawuran), dan metode
pengajaran KH. Sa’adih yang memakai tarekat amaliyah, dan
lebih menekankan pada tindakan-tindakan nyata yang sangat
bermanfaat seperti memberikan sembako, memberikan
bantuan kepada anak yatim, serta membangun sarana-sarana
ibadah dan pendidikan. Sehingga banyak diantara mereka
setelah melalui proses berfikir panjang mengakui kepia-
wiannya dalam membangun masyarakat khususnya mereka
yang termarjinalkan. Dalam kurun waktu satu tahun, yaitu
memasuki tahun ke-10, sudah ada 17 sarjana agama yang
bergabung dalam perjuangan beliau dalam membangun
masyarakat melalui pencerahan-pencerahan agama di bidang
keilmuan dan spiritualitas Islam.25

24
Ustdz Mulyadi, Wawancara Pribadi. Dewan Asatidz Majelis As-
Samawat Puri Kembangan, 24 Juli 2008
25
Majalah As-Samawaat, Media Spiritual dan Dakwah. Edisi Perdana, h.
13

368
Dalam sepuluh tahun berdakwah muridnya telah
mencapai ribuan yang terdiri dari jamaah laki-laki kurang
lebih 978 orang dan jamaah wanita kurang lebih 13 ribu orang.
Memiliki jumlah murid yang banyak tidak membuat Kyai
Sa’adih merasa istimewa atau lebih mulia dari orang lain,
bahkan dia memberi julukan dirinya sebagai seorang
“kacung” atau pelayan bagi jamaahnya yang ingin mendekat
kepada Allah, dakwah yang paling awal dilakukan untuk
mengajak orang kembali ke jalan Allah SWT melalui metode
pengobatan sebagaimana, yang dilakukan Sunan Gunung
Jati.26
Pengobatan terhadap urusan lahir dan batin, dilakukan
setiap malam, sejak ba’da Isya sampai menjelang subuh
dijalaninya dengan sabar, satu persatu tanpa memungut
imbalan apapun dari mereka yang berobat. Semua pasien
setiap malamnya kurang lebih berjumlah 300 sampai 400
orang, dilayaninya satu persatu dengan pendekatan agama
(Terapi Tasawuf) tanpa membedakan status sosial mereka.
Bahkan sering ia mengeluarkan uang untuk dibagikan kepada
para pasien, dhu’afa, ketika batin beliau merasakan itu harus
dilakukan.
Pengajian Malam Jum’at dari jam 9 malam sampai
menjelang subuh dihadiri oleh ratusan jamaah laki-laki adalah
cara yang dilakukan untuk mengumpulkan semua murid-
muridnya guna mendapatkan bimbingan lanjutan setelah
mereka tertarik untuk bertaqarub kepada Allah. Diajarkan
kepada para murid tentang kebersihan hati untuk
mendapatkan pancaran ilmu dari Allah. Suluk, Riyadhoh,
dzikir, amaliah lahir batin dengan sunah-sunah nabi, dan
mudzakarah agama semuanya menjadi materi kajian tiap

26
KH. Sa’adih Al-Batawi, Wawancara Pribadi, Piro Lebamgam. 24 Juli
2008

369
malam Jum’at dengan pendekatan Al-Qur’an dan hadits-
hadits Nabi. Semua dilakukan dengan istiqomah bahkan
dengan tulus semua fasilitas diberikan bagi semua muridnya
yang ingin dekat dengan Allah selama di majelis As-Samawat.
Begitu pula dengan pengajian bulanan dengan jumlah
jama’ah ribuan (laki-laki dan wanita) yang membanjiri majelis
hingga tumpah ke jalan-jalan, semuanya dia bimbing lahir
batin secara ikhlas dengan segenap daya dan upaya. Bersama
murid-muridnya yang merupakan para tenaga ahli bidang
keagamaan (alumni pesantren dan PTI), dia mengajarkan
pemahaman Al-Qur’an sebagai jalan hidup dan upaya-upaya
pengamalannya.
Majelis dzikir As-Samawaat yang menginjak perjalan-
nya pada tahun ke-15 pada 1429 Hijriah ini, memiliki harapan
ke depan untuk dapat membangun kejayaan itu, menurut
Kyai Sa’adih, gerakan moral As-Samawaat tak lepas dari
paham Ahlussunnah wal Jamaah yang berpegang teguh pada
empat imam mazhab dan riyadloh spiritiual para aulia Allah
SWT.

370
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Majelis Dzikir As-Samawaat bermula dari kegiatan dzikir
yang dilakukan sendiri oleh KH. Sa’adih Al Batawi, karena
manfaat dzikir yang begitu besar dirasakannya, maka ia
mengajak masyarakat setempat untuk melakukan dzikir
setiap hari.
2. Dalam diri KH. Sa’adih ketika itu merasakan kegalauan
iman, perasaan tersebut ditumpahkannya melalui dzikir
setiap malam dengan banyak bertafakur terhadap makna
hidup, sampai suatu saat ia merasakan kedamaian batin.
Siang malam waktunya dihabiskan untuk pengakuan-
pengakuan dosa dan munajat-munajat rintihan hati. Hal
ini dijalaninya selama bertahun-tahun. Ketika riyadhol
spiritualnya menginjak tahun ke-9, pada suatu malam di
bulan Ramadhan, tiba-tiba totalitas pengakuan kekotoran
dan kerendahan diri begitu bergelora dalam batinnya,
sehingga tersadarkan oleh sebuah fenomena jiwa;
mengenal diri dan mengenal Allah dengan berbagai
kebesaran-Nya. Dengan pengalaman batin itulah ia
mengajak kepada semua orang untuk cepat-cepat kembali
kepada Allah, karena Allah Maha Pengampun dan
Penyayang.
3. Panggilan dan ajakan untuk bertaqarub kepada Allah tak
henti-hentinya dilakukan setelah memperoleh pengalaman
batin, dengan membentuk Majelis Dzikir As-Samawaat
pada tahun 1993

371
4. Ajaran Majelis Dzikir As-Samawaat meliputi :
a. Dzikir sebagai penyucian jiwa dan hati dalam
pemantapan iman menuju ketakwaan. Menurut KH.
Sa’adih ada tiga hal yang harus dimiliki para pendaki
batin yaitu:
(1) Banyak lapar, yaitu dengan berpuasa seperti yang
dilakukan para nabi dan aulia. Dengan sering
melaparkan diri melalui puasa, maka akan
terbangun sensitifitas diri terhadap semua
peristiwa hidup, sehingga mempermudah untuk
menemukan hikmah dibalik setiap peristiwa.
(2) Banyak melek, yaitu dengan menghabiskan
malam-malamnya untuk berinteraksi dengan
Allah, baik melalui ibadah ritual maupun sosial
(amaliyah), akan memunculkan konsentrasi batin
sehingga lebih mudah untuk meresapi ibadah yang
dilakukan.
(3) Banyak Riyadlah batin, kerja batin tidak boleh
terhenti oleh apapun. Fungis-fungsi batin selalu
aktif utnuk berhubungan dengan sumber
ketenangan yaitu Allah SWT.
b. Membiasakan membaca wirid; adalah suatu amalan
yang harus secara rutin dilakukan seperti selesai
mengerjakan shalat atau pada waktu-waktu tertentu
lainnya, biasanya berupa potongan-potongan ayat,
shalawat maupun asma al-husna.
c. Khalwat: menurut KH. Sa’adih para nabi dan rasul
Allah dalam membangun kesucian jiwanya, untuk
mencapai kedekatan dengan Allah SWT juga

372
menempuh uzlah atau khalwat. Khalwat adalah usaha
seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT dengan cara menyepikan batin dari sifat-sifat
keduniaan, mensunyikan hati dari hawa nafsu dunia.
Khalwat merupakan suatu keadaan dimana seorang
hamba berusaha untuk membutakan matanya dari
pandangan-pandangan dunia mentulikan telinganya
dari bisikan-bisikan hawa nafsu dan membisukan
perkataan-perkataan yang tidak berguna.
6. Kegiatan-kegiatan As-Samawaat mencakup kegiatan
lahiriyah dan batiniyah berupa pembangunan moral
pribadi, keluarga dan masyarakat, meliputi wadah
pengobatan, forum kajian dan riyadlah spiritual, wadah
silaturahmi dan keilmuan, dakwah bilhal yang dikenal
dengan “amaliyah, dakwah bil lisan, dan kegiatan lobi.
7. Sejak Kyai Sa’adih mengajak untuk taqarrub kepada Allah
tahun 1993 sampai pada tahun ke-7 banyak alumni-alumni
pondok pesantren yang tertarik dan bergabung
bersamanya, dan pada tahun ke-9 perjalanan Majelis
Dzikir As-Samawaat sarjana alumni-alumni perguruan
tinggi Islam mendukung dakwahnya, dan dalam sepuluh
tahun muridnya telah mencapai ribuan orang terdiri „ 978
laki-laki dan 13 ribu orang wanita.
B. Saran
1. Pimpinan Majelis Dzikir As-Samawaat sebaiknya
melakukan pendekatan lebih baik lagi kepada masyarakat,
agar mereka lebih memahami keberadaan majelis dzikir
tersebut, serta tujuan utama dari tarekat amaliyah ini.
Pengikut tarekat tersebut hendaknya dapat merealisasikan
dzikirnya dalam kehidupan sehari-hari baik melalui
bicara, sikap dan perilakunya.

373
2. Kepada pihak Kantor Departemen Agama diharapkan
lebih memahami keberadaan paham-paham keagamaan
semacam ini, dalam upaya melakukan pembinaan
kehidupan keagamaan, karena kelompok ini cenderung
eksklusif.

374
DAFTAR PUSTAKA

As-Samawaat, Majalah Media Spiritual dan Dakwah No. 01/tahun 1


Ahmad, Amirullah, Dakwah Islam dan Transformasi Sosial,
Yogyakarta; PLP22M, 1985
Ali Yunasri, Jalan Kearifan Sufi, Tasawuf sebagai terapi derita Manusia,
Jakarta Serambi, 2002
As-Shieddieqy, TM Hasbi, Pedoman Dzikir dan Do’a Semarang, PT.
Pustaka Rizki Putra, 1971
Bana, Hasan, Dzikir dan Do’a yang dianjurkan Rasul, Jakarta, 1996
Hadi, Abdul W. M., Adab Berdzikir dan Falsafahnya, Jakarta, PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2000
Ilham, Arifin, Dzikir dan Muhammadiyah, Jakarta, Mizan 2004
Mahfudin, Ali, Hidayatul Mursyidin, Beirut : Dar Al Masyriq, 1987
Qayyim, Ibun Al Jauziyah, Madarijus Salikin, Jakarta Pustaka Al
Hansar, 1998
Qomaruddin Sf(ed); Zikrullah Membeningkan Hati Menghampiri Ilahi,
Jakarta Serambi Ilmu Semesta, 2002
Qusyairi, Risalah Sufi Al- Qusairi, Bandung, Pustaka, 1994

375
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

D
alam beberapa tahun terakhir ini, diketahui
begitu banyaknya bermunculan pusat-pusat
kajian keagamaan yang banyak diminati
masyarakat perkotaan dari kalangan menengah ke atas.
Munculnya minat yang lebih tinggi dari biasanya untuk
mengkaji ilmu keagamaan terhadap jalan spiritual telah
menjadi trend masyarakat modern, yang membutuhkan
rumusan jawaban-jawaban essensial atas eksistensi dirinya,
hidup di tengah masyarakat perkotaan.
Fenomena kegairahan masyarakat di perkotaan
terhadap agama tentu merupakan hal menarik. Padahal secara
teoritis, sebagaimana dikemukakan para ahli sosial,
modernisasi dan sekularisasi akan menyingkirkan peran
agama dalam kehidupan kemasyarakatan. Teorinya adalah
semakin modern suatu masyarakat, semakin jauh pula mereka
dari agama, agama diprediksikan tidak akan bangkit lagi
dalam arus modernisasi dan sekularisasi yang tidak
terbendung.1 Ini menandai fenomena menarik dalam
kehidupan masyarakat kota di Indonesia.
Secara teoritis fenomena menarik dalam kehidupan
masyarakat perkotaan di Indonesia terhadap agama, adalah
sebagai akibat krisis berkepanjangan dan dekadensi moral
yang mempengaruhi gaya hidup sebagai orang kota. Meski
diyakini bahwa agama itu berasal dari Tuhan, namun tidak
semua penganut agama menekuninya.
1
TB. Ace Hasan Sydzily (Sufisme Kota: Model Dzikir Muhammad Arifin
Ilham),Dialog Tahun 2005.

377
Sufisme atau dzikir yang dimaksud dalam kajian ini
adalah berupa ajaran, pemahaman dan praktek spriritual yang
dilakukan oleh individu, maupun kelompok muslim, untuk
tujuan penyucian diri, dalam rangka pencapaian pendekatan
pada Dzat Maha Pencipta.
Secara antropologis, “sufisme perkotaan” dikenal
sebagai trend baru di Indonesia, yang sebelumnya sufisme ini
dikenal sebagai gejala beragama di pedesaan. Menurut
Moeslim Abdurahman, sufisme kota bisa terjadi minimal pada
dua hal yaitu: pertama, hijrahnya para pengamal tasawuf dari
desa ke kota lalu membentuk jamaah atau kursus tasawuf.
Dan yang kedua, dimana sejumlah orang kota “bermasalah”
tengah mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawuf di desa.2
Azyumardi Azra, memetakan dua model sufisme
masyarakat kota dewasa ini, pertama, sufisme kontemporer, yang
artinya siapa saja dapat mengikutinya dan sangat terbuka
yang menjadi cirinya. Model kelompok pengajian ini terlihat
selain pada kelompok pengajian “eksekutif” seperti Para-
madina, Tazkiyah Sejati, Grend Wijaya berkembang pula di
kampus-kampus perguruan tinggi umum. Kedua, adalah
sufisme konvensional, yaitu gaya sufisme yang pernah ada
sebelumnya dan kini diminati kembali. Model ini yang
berbentuk tarekat (Qadariyah wa-Naqsabandiyah, Syattariyah
dan lain-lain) dan ada juga yang non tarekat (yang banyak
dianut kalangan Muhammadiyah yang merujuk pada tasawuf
Buya Hamka)3
Menurut Asep Usman Ismail, tasawuf yang diminati
masyarakat kalangan menengah keatas, jelas bukan model
terekat, mereka cenderung memilih tasawuf non tarekat yang
singkat, essensial dan instant. Mereka tidak berminat untuk

2
http://suluk.blosome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-kota-mengikat-umat.
3
Mengutip: Muhammad Adlin Sila (Dialog No.54 th.XXV, Desember 2002

378
berdzikir yang panjang-panjang apalagi harus berpuasa.
Keinginannya hanya ingin memperoleh ketenangan bathin
dalam menghadapi problem, dengan belajar tarekat yang bisa
menyesuaikan dengan suasana perkotaan. Sebaliknya dengan
masyarakat menengah kebawah lebih menyukai tasawuf
klasik yang justru tidak diminati masyarakat perkotaan.
Fenomena orang Islam yang belajar tasawuf di kota-kota
besar ini kemudian mendapat label sebagi tasawuf perkotaan
(urban sifims). Konsepsi tasawuf perkotaan sendiri
mengandung sebuah permasalahan. Artinya, kata perkotaan
sendiri mengandung ambiguitas, apakah perkotaan berarti
mereka yang memiliki budaya kota atau mereka yang tinggal
di kota? Ataukah hanya pesertanya saja yang orang kota, tapi
belajar tasawuf pada tarekat tradisional di desa, atau pada
tarekat tradisional yang membuka cabangnya di kota?
Untuk kepentingan penelitian ini, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan akan mengkaji lebih mendalam, salah satu
kelompok dzikir As-Salafi yang di pimpin dan diamalkan oleh
Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil, beralamat di Jalan
Slipi V No. 44 Jakarta Barat.
Dari latar belakang masalah di atas, dirumuskan
masalah kajian sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan ketertarikan masyarakat kota
terhadap tasawuf/dzikir?
2. Mengapa kelompok masyarakat perkotaan lebih memilih
tasawuf/sufisme/dzikir dibandingkan dengan syariah/
formalis Islam?
3. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama dan ormas
keagamaan dalam melihat perkembangan tasawuf non
tarekat/dzikir pada masyarakat perkotaan?

379
4. Bagaimana respon pemerintah terhadap perkembangan
tasawuf/dzikir pada masyarakat perkotaan?
Kajian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan penyebab ketertarikan-
nya masyarakat kota dalam mempelajari tasawuf/dzikir.
2. Mengetahui dan mendeskripsikan ketertarikan masya-
rakat kelas menengah perkotaan lebih memilih tasawuf
/sufisme/ dibanding dengan syariah/formalisme Islam
3. Mengetahui respon tokoh-tokoh agama dan ormas
keagamaan dalam perkembangan tasawuf pada
masyarakat perkotaan
4. Mengetahui dan mendeskripsikan respon pemerintah
terhadap perkembangan tasawuf pada masyarakat
perkotaan
B. Kerangka Konseptual dan Ruang Lingkup
Tasawuf terbagi menjadi dua pertama, tasawuf Islam
yang mementingkan sikap hidup yang tekun beribadah serta
mengacu kepada Al-Qur’an dan hadist, kedua, tasawuf murni
atau mistikisme yang menekankan pada hakiki Tuhan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan tasawuf/bagi
masyarakat kota adalah untuk menemukan ketenangan disaat
menemukan problem, namun untuk menjadi pengikutnya
bebas tanpa baiat dan tak mau terjebak dengan kultus.
Sementara itu kasus-kasus tasawuf yang merupakan tarekat
tertentu adalah: kejadian/peristiwa yang menyangkut
komunitas sufi yang dianut oleh sekelompok orang kota yang
bertujuan mencari ketenangan dikarenakan himpitan
kehidupan yang dirasakan berat sehingga setelah
mengikutinya diharapkan menjadi lebih sadar tentang dirinya
dan tugas dunia.

380
Kata “perkotaan” atau urban secara sederhana adalah
sesuatu yang berkaitan dengan kelompok masyarakat,
terutama yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi, baik
dari kalangan akademis, eksekutif, birokrat maupun selebritis,
memiliki tradisi berfikir rasional dan berdomisili di kota, yang
beramai-ramai mengikuti kursus-kusus dan paket-paket
tasawuf/yang diselenggarakan di lembaga dan yayasan yang
memiliki manajemen dan fasilitas yang modern, yang disebut
oleh Julia D. Howell sebagai Assosiasi Sufi Modern (Modern
Sufi Assosiation).
Karena beberapa hal Julia D. Howell lebih setuju
memakai konsepsi Tasawuf Kontemporer (contemporary
sufims). Meskipun para pengamat manemui kesulitan dalam
mengidentifikasi perbedaan antara praktek tasawuf di
perkotaan dengan tasawuf konvensional yang dikenal
sebelumnya, namun bisa dilihat pada beberapa hal seperti:
ajaran-ajaran pokoknya: model-model wirid yang
dikembangkan; kualifikasi mursyid (silsilah tarekatnya jelas,
lulusan pesantren atau sarjana luar negeri); latar belakang
murid atau para peserta (kelompok tertentu atau para umum
saja); tata tertib yang berlaku, misalnya, baiat bagi murid,
bentuk kelembagaan yang dikembangkan (masih merujuk
pada tarekat yang sudah mapan, atau sebuah tarekat yang
relatif “baru”); dan apakah tempat pelaksanaan di surau atau
tempat pesantren, hotel atau aula? Pendek kata, tasawuf/
perkotaan kelihatannya menampilkan wajah baru, atau bisa
jadi hanya sebuah modifikasi dari tasawuf tradisional atau
konvensional yang sudah ada.
Mengenai konsepsi tasawuf perkotaan , lihat lebih jauh
Julia Day Howell (tidak diterbitkan), Institutional Change and
the Sosial scientific study of Contemporary Indonesian Sufism; Some
Methodological Considerations. Dalam seminar sufisme
perkotaan (Badan Litbang Agama, di Hotel Century Park

381
Jakarta, 25-26 Januari 2000), dan 2001, ”Sufims and the
Indonesian Islamic Revival, “The Journal of Asian Studies 60,
No.3 (Agustus 2001). And Arbor, Michigan (USA), the
Association for Asian Studens; and Ahmad NAjib Burhani
(2001: 159-177), Sufisme Kota: Berfikir Jernih Menemukan
Spiritualitas Positif, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta; dan
Alwi Shihab, 1998, Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam
Beragama, Bandung-Indonesia; Mizan.
Terdapat tiga pendekatan terhadap tasawuf perkotaan
ini; pendekatan normative dan pendekatan empiris, serta
gabungan dari keduanya (Julia D Howell 2000). Pendekatan
normative memanfaatkan teks-teks beserta penafsiranya
tentang makna tasawuf yang sebenarnya dan mana yang
tidak. Melakukan dokumentasi dan analisa terhadap tulisan-
tulisan ilmiah yang terbit terakhir mengenai tasawuf; meng-
identifikasi sumber-sumber yang dikutip, dan mengkritisi
kualitas akademiknya. Sedangkan, pendekatan empiris
meliputi perspektif sosiologis dan historis. Caranya adalah, (1)
dengan menganalisa hal-hal seperti; bentuk kelembagaannya;
konvensional (tarekat tradisional) atau kontemporer (paket-
paket dan kursus-kursus tasawuf); (2) menganalisa perilaku
pengajian tasawuf (bagaimana persepsi mereka terhadap
tasawuf saat ini, aktivitas apa saja yang diikuti dan bagaimana
pengaruhnya pada kehidupan pribadinya, politik, ekonomi
dan pendidikan?); (3) mempelajari hubungan antara sejarah
lahirnya tasawuf dengan pertumbuhan kota-kota besar di
Indonesia (apakah jaringan tasawuf berubah setiap waktu
seiring perubahan sosial politik lingkunganya); dan (4)
melakukan kombinasi dari semua pendekatan yang telah
disebutkan di atas.
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang
melahirkan deprivasi sehingga muncul gagasan untuk
membentuk kelompok yang dipandang dapat menghapuskan

382
kegelisahan, keresahan, kemasgulan, dan kekecewaan
hatinya, yang kemudian dapat menghadirkan ketenangan
jiwa, kebahagiaan, kelegaan, kepuasaan dan bahkan lebih dari
itu, menghadirkan perasaan sangat dekat dengan sang Khaliq
Sang Pencipta, ataupun juga dapat memuaskan gelora batin
orang-orang yang sedang mencari ketenangan jiwa itu.
Disinilah tokoh keagamaan cukup cerdas menangkap
peluang, sehingga berakhir pada suksesnya komunitas sufi
perkotaan dan mampu menarik minat ribuan orang resah,
orang terhimpit ekonomi, orang berada tetapi tidak bahagia,
kasus narkoba anggota keluarganya dan sebagainya untuk
bergabung dengan dirinya dalam suatu komunitas sufi
nontarekat dalam gerakan sufisme atau dzikir.
Kelompok keagamaan komunitas sufi jelas merupakan
kelompok keagamaan yang dibangun atas deprivasi etis,
organistik dan psikhis. Deprivasi etis, organistik dan psikhis
yang sifatnya massal ini, telah mendorong semangat baru bagi
umat yang mengalami tekanan, untuk melakukan segala
sesuatu yang lebih berguna dalam hidupnya, begitulah kira-
kira pandangan Dhurkeim. Terjadi deprivasi spikhis, karena
mereka sudah terbentur dengan semua yang lazim digunakan
dalam dunia kesehatan, sehingga memerlukan sistem lain
yang di pandang lebih canggih dan tingkat keberhasilanya
yang lebih tinggi tetapi dengan biaya yang sangat murah,
yaitu sistem penyembuhan Ilahiyah. Contoh: antara lain
Ustadz Haryono atau Majelis Taklim Nurul Musthofa, Ustadz
Arifin Ilham dan Tarekat Akmaliyah.
C. Metodologi
Penelitian atau kajian ini merupakan kajian yang bersifat
eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian
ini dilakukan secara deskriptif.

383
384
BAB II
PROFIL KELOMPOK DZIKIR AS-SALAFI

A. Sejarah

P
ada tahun 1917 Habib Abdul Qadir Bin Sahil,
berkebangsaan Yaman Hadramaut, datang ke
Indonesia dan menetap di Tanah Abang/Slipi.
Kedatangan Habib Abdul Qadir Bin Sahil waktu itu disambut
oleh Habib Utsman Bin Yahya. Bahkan untuk beberapa waktu
Habib Qadir tinggal di rumah mufti Betavi tersebut. Pada
tahun 1920 menikah dengan Tsuwaibah Binti Suhaimi
dikaruniai enam orang anak. Putra ke enamnya bernama
Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil. Tahun 1971 Habib
Ali Bin Abdul Qadir kawin dengan Aluyah Binti Abbas
dikaruniai 13 orang anak, enam orang putra dan tujuh orang
putri.
Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil lahir tahun
941 dan menamatkan pendidikan formalnya di Jamiat Khair
dan HSS Jam’an, kemudian kuliah di Perguruan Ilmu
Tarbiyah. Disamping itu ia banyak berguru kepada beberapa
ulama Betawi seperti Ustadz Abdullah Afran, seorang ahli
fiqih yang tinggal di Pekojan, dan mengaji kepada Ustadz
Hadi Jawwas, KH. Makmun, KH. Abdullah Bin Nuh, dan
Habib Syekh Al-Musawwa. Ulama inilah yang membawanya
menjadi muslimun sunniyun syafi’iyyun, seorang muslim
Ahlusunnah Waljamaah dan pengikut Imam Syafi’i sejati.
Pada tahun 1963 Habib Ali mendirikan madrasah
Ibtidaiyah di Slipi Dalam, tidak jauh dari domisili mereka.
Kemudian mendirikan yayasan diberi nama Yayasan Al
Ukhuwwah. Dalam Yayasan Ukhuwwah terdapat kegiatan
pendidikan/madrasah, majelis taklim, pemeliharaan anak

385
yatim, dan pemakmuran Masjid Jami’ An-Nur. Masjid
tersebut asalnya berupa mushalla yang dirintis oleh kakek
Habib Ali, yaitu guru Suhaimi sebagai tempat menunaikan
ibadah bagi umat Islam. Pada tahun 1969 Habib Abdul Qadir
Bin Sahil merenovasi mushalla menjadi Mesjid Jami’ An-Nur.
Secara estafet kepengurusan masjid di tangani oleh Ustadz Ali
Bin Mujri, saudara sepupu Habib Ali, dan generasi keempat
oleh Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil sampai
sekarang. Di mesjid inilah Habib Ali melakukan pembinaan
keagamaan secara rutin mulai dari pengajian kelompok
majelis taklim, pengamalan dzikir dan merintis salat taraweh
yang dimulai pada tengah malam.
Pada tahun 1995 Habib Ali berniat menyekolahkan anak
keempatnya bernama Ahmad Bin Habib Ali ke pondok
pesantren di Jawa Timur. Atas kesepakatan keluarga
dikirimlah ia bersama tiga orang temannya ke Yayasan
Pendidikan Islam (YAPI) di Bangil, Jawa Timur. Setelah dua
tahun mendalami pendidikan di pondok pesantren tersebut,
timbul masalah baru karena aliran yang dianut dalam
pendidikan tersebut adalah Syiah. Aliran Syiah bertentangan
dengan ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah yang menjadi
panutan keluarga habaib.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut Habib Ali
berangkat ke Malang, Jawa Timur menemui Habib Bagir
Maulad Dawilah dan meminta pendapatnya tentang
pendidikan putranya di YAPI Bangil. Saat itu diputuskan
untuk menarik Ahmad keluar dari pesantren tersebut dan
kembali ke Jakarta. Di Jakarta, ia di masukkan di salah satu
pendidikan Islam (nonformal).
Dalam situasi dan kondisi demikian, Habib Ali memikir-
kan bagaimana kelanjutan pendidikan putera keempatnya itu.
Seluruh upaya lahiriah sudah dicoba dan menemui jalan

386
buntu, Habib Ali mengadukan persoalannya kepada Sang
Pencipta. Dengan memohon petunjuk Allah Subhanahu
Wataala, Habib Ali memilih lima orang jamaah Masjid An-
Nur yang bacaan Qurannya fasih, untuk mengamalkan
bacaan-bacaan secara rutin yaitu: Istighfar sebanyak 100 kali,
Surah Yasin dan doanya, Hizib Jamalullail, Ratib Haddad,
Asmaul Husna, dilanjutkan kalimat “Ya Allah” 200 kali, tahlil,
dan diakhiri Doa Manajib Khodijatul kubra dan Birrul
Walidain. Bacaan tersebut pengamalannya memerlukan
waktu kurang lebih dua jam lamanya.
Amalan itu dilakukan lebih sebulan lamanya, kemudian
pertolongan Allah pun datang. Dimulai dengan tawaran
seorang dermawan yang bersedia memberi beasiswa bagi
putranya yang akan berangkat ke Tarim, Hadramaut. Saat
jawaban belum diberikan, tak lama berselang Habib Ali
mendapat rezeki tak terduga yang lebih dari cukup untuk
membiayai perjalanan putranya. Akhirnya pada tahun 1995
berangkatlah Ahmad Bin Habib Ali melanjutkan
pendidikannya di negeri para leluhur habaib tersebut.
Segala amalan yang dibaca dari dzikir, doa, dan hizib
yang dimulai tahun 1995 tersebut dilaksanakan berkelanjutan
sampai saat ini. Amalan-amalan tersebut memberikan
keyakinan bagi diri yang mengamalkannya untuk
memperoleh kesalehan, kepuasan batin, dan ketenangan
hidup setelah bersimpuh keharibaan Yang Maha Kuasa, Azza
Wajalla. Oleh karena itu yakinkanlah dalam diri bahwa
apapun permasalahan yang kita hadapi, hendaknya hanya
kepada Allah dengan khusyuk, dan berdoa kepada-Nya
dengan tulus dan ikhlas. Insya Allah Tuhan akan memberikan
petunjuk-Nya. Itulah yang dialami dan diamalkan Habib Ali
ketika dihadapkan kepada permasalahan keluarga.

387
Kemudian ratusan jamaah dzikir yang mengamalkan
bacaan-bacaan dzikir yang dipimpin oleh Habib Ali, mereka
mengadukan permasalahan pribadi dan keluarganya kepada
sang Pencipta, Allah Subhanahuu Wataala. Mereka
melakukan dengan khusyuk, dan mereka merasakan
ketenangan batin dalam hidup ini. Lalu mengamalkan lagi
dan mengamalkan lagi.
B. Ajaran
Ajaran yang dikembangkan dalam pengamalan dzikir
As-Salafi, tahapan-tahapannya di jelaskan sebagai berikut:
a. Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil, selaku
pimpinan Dzikir As-Salafi, memulai dengan membaca doa
pengantar. Jamaah dengan khusyuk memfokuskan
perhatian mendengarkan doa pembuka itu, dengan
harapan apa yang menjadi tujuan menghadiri taklim
dapat didengar dan diterima oleh Allah, dan paling tidak
dapat memberikan pencerahan hati, ketenangan jiwa
dalam mengarungi hidup;
b. Setelah dilakukan doa pembuka, dilanjutkan dengan
membaca “istighfar” sebanyak seratus kali, dengan
kalimat: “Astagfirullahal adhima lii waliwalidayya walikulli
man dhalamtu minal mu’minina walmu’minati walmuslimiina
walmuslimati al ahyaai minhum wal amwaati”. Dianjurkan
agar ketika membaca bacaan “istighfar” maka kita niatkan
mohon ampunan kepada Allah, sebagai manusia biasa
tentu kita tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan;
kemudian kita doakan orang-orang yang telah banyak
berbuat dosa; kita doakan kedua orang tua kita baik yang
masih hidup maupun yang sudah wafat; kita doakan
orang-orang yang pernah kita dzalimi/sakiti hatinya;
demikian pula muslim lainnya. Kita lakukan sebagai andil
bagi kita untuk hari kemudian nanti.

388
c. Setelah pembacaan istighfar, dilanjutkan dengan
pembacaan surat Al-Fatihah. Setelah itu barulah dibaca
kalimat pengantar menjelang pembacaan surat Yasin;
d. Setelah pembacaan kalimat pengantar surat Yasin, lalu
secara bersama-sama membaca surat Yasin dari ayat
pertama sampai dengan ayat 83, dengan kalimat
…..”Fasubhaana lladzii biyadihii malakuutu kulli syain wailaihi
turjauun”.
e. Kemudian dilanjutkan dengan bacaan doa surat Yasin;
f. Setelah doa Yasin diteruskan dengan bacaan Khizib
Sayyidina Imamul Qutub, Habib Sahal Bin Abdullah Bin
Ahsan Jamalullail; Bacaan tersebut dibaca berulang-ulang
sesuai dengan petunjuk;
g. Lalu dilanjutkan dengan Raatib Sayyidina Imam Qutub
Habib Abdullah Bin Alwi Haddad, yang dibaca berulang-
ulang sesuai dengan petunjuk, yang diawali dengan
bacaan surat Al-Fatihah;
h. Dilanjutkan dengan bacaan pengantar menjelang bacaan
Asmaul Husna;
i. Membaca kalimah “Yaa Allah”…..”Yaa Allah”…..
sebanyak 200 kali. Klimaks kesalehan atau ketaatan kita
semaksimal mungkin tercipta ketika membaca kalimat
“yaa Allah”. Disaat itulah kita menumpahkan
permohonan kita kepada sang Pencipta seraya menyadari
bahwa kita adalah hamba yang lemah serba kekurangan,
karena yang Kuasa dan Sempurna itu adalah Allah yang
menciptakan alam semesta;
j. Pada bacaan Yaa Allah ke 200 kali berakhir barulah
memulai bacaan Asmaul Husna, Yaa Allah….Yaa
Rahman…Yaa Rahim… sampai akhir;

389
k. Dilanjutkan dengan doa-doa, doa selamat, doa tahlil dan
ditutup dengan doa Birrul Walidain.
Ajaran yang dimaksudkan dalam dzikir As-Salafi
dibawah asuhan dan bimbingan Habib Ali Bin Habib Abdul
Qadir Bin Sahil, yang pengamalannya dilaksanakan pada
setiap hari Senin minggu pertama pada bulan yang berjalan,
urutan bacaannya dalam bacaan bahasa Arab.
C. Upacara
Habib Ali Bin Abdul Qadir Bin Sahil menjelaskan bahwa
pengamalan bacaan dzikir, doa dan hizib tersebut dilakukan
setiap hari Senin minggu pertama setiap bulan. Upacara dzikir
dimulai setelah salat Isya’ berjamaah. Acara ritual
pengamalan dzikir ini dibuka dan dipimpin oleh Habib Ali
Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil, lalu secara bergantian
keluarga habib memimpin dzikir, doa dan hizib yang dimulai
pada pukul 20.00 dan ditutup dengan doa oleh Habib Ali
pada pukul 22.00.
Pada awal dzikir dimulai, pesertanya dari jamaah salat
Isya’ saja kurang lebih 70 sampai 100 orang. Lama kelamaan
jamaah bertambah sampai lebih dari 500 orang, memenuhi
Masjid Jami’ An Nur di lantai dasar dan lantai atas. Jamaah
dzikir datang paling jauh dari Malaysia, lainnya berasal dari
Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogyakarta dan dari
sekitar Jabotabek. Jamaah terdiri dari kelompok remaja lebih
kurang 85% dan dewasa 15%. Sedangkan dzikir bagi wanita
dilakukan pada setiap hari Sabtu siang. Tidak digabungnya
jamaah dzikir antara pria dan wanita karena tempatnya yang
kurang mamadai. Pada umumnya jamaah mengenakan
pakaian baju koko, celana panjang dan kopiahnya semuanya
berwarna putih. Mereka membawa air minum dalam botol
dan membuka tutup botolnya ketika sedang berlangsung

390
bacaan dzikir. Air yang dibawa diyakini dapat memberikan
ketenangan batin mereka setelah melalui prosesi dzikir.
Jamaah dzikir As-Salafi yang datang terlambat langsung
duduk bersimpuh mengikuti bacaan dengan khusyuk dengan
membuka buku saku berukuran 10 X 16 centimeter, dengan
tebal 100 halaman. Terkadang jamaah memejamkam kedua
mata sebagai tanda konsentrasi, ada juga yang dalam sikap
membaca. Sementara mereka yang datang dekat dengan
posisi Habib mereka langsung bersalaman dan mencium
telapak tangan luar dan dalam, lalu mencari tempat duduk
menghadap dengan barisan Habib, menyesuaikan bacaan
dzikir yang sedang berlangsung.
Ketika membaca kalimat “yaa Allah” sebanyak 200 kali
sebelum asmaul husna dengan khusyuk, jamaah
menyampaikan niat permohonan kepada Allah, meminta
dikabulkan sesuatu yang diminta. Bacaan terakhir adalah
doa-doa, dan ditutup doa Birrul Waliwalidain oleh Habib Ali
Bin Habi Abdul Qadir Bin Sahil. Pukul 22.00 amalan dzikir
As-Salafi berakhir.
Setelah bacaan dzikir dilanjutkan dengan makan
bersama. Penyajian makanan berupa nasi Kabuli dan lauk
kambing di taruh dalam nampan plastik berdiamter 35
centimeter Tiap nampan diperuntukkan empat atau lima
orang jamaah yang duduk melingkar mengelilingi nampan
tempat makanan, lalu makan secara bersama-sama tanpa
menggunakan sendok. Kebiasaan makan ala tradisi Arab ini
terkesan menghilangkan rasa kesombongan, membangun
kekeluargaan/rasa silaturahim tanpa membedaan kedudukan
dan jabatan. Pelayanan konsumsi tersebut ditangani oleh
Remaja Masjid Jami’ An Nur yang diangkat secara estapet dari
rumah Habib Ali dan dibawa ke masjid. Setelah selesai makan
bersama, kelompok remaja membersihkan masjid, dan

391
jamaahpun satu persatu bersalaman dan mencium telapak
tangan Habib Ali, lalu meninggalkan arena dzikir. Jamaah
kebanyakan menggunakan kendaraan motor beroda dua dan
sebagian menggunakan mobil. Jamaah yang kesulitan
kendaraan terkadang menginap di rumah Habib.
Bahan komsumsi berdatangan menjelang hari dzikir
tiba, seperti kambing, daging, beras dan air mineral yang
dikumpulkan dikediaman Habib Ali. Semua sumbangan
berupa bahan komsumsi yang terkumpul dimasak untuk
dihidangkan pada acara dzikir. Jika makanan tersebut
berlebih, maka kelebihan makanan diantarkan ke tetangga
sampai habis. Sebagai contoh pada acara dzikir tanggal 7 Juli
2008, sumbangan kambing sebanyak lima ekor, beras 60 liter,
buah jeruk dan semangka serta puluhan dos air mineral.
Bantuan tersebut datang dari jamaah, tetangga jauh, tetangga
dekat masjid tanpa diminta. Makanan itu berlebih sampai usai
acara dzikir.
Menurut pengakuan Habib Ali, keberkahan rezeki
bukan itu saja. Beliau berkali-kali menunaikan ibadah haji dan
umrah atas undangan dari Pemerintah dan Swasta dan
kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). Terkadang
permintaan itu ditolak Habib Ali karena keseringan.
Kesemuanya ini menambah semangat, kedekatan, betapa
kekayaan dan keagungan Allah yang senantiasa memberikan
berbagai nikmat kepada hamba-Nya yang senantiasa
membaca dzikir, doa, dan hizib.
D. Kesalehan
Tingkat kesalehan atau ketaatan ketika membaca bagian-
bagian dzikir, doa, dan hizib, mengandung makna yang
dalam dan sakral. Misalnya setelah dibuka doa pembuka oleh
Habib Ali dilanjutkan pembacaan “istighfar” sebanyak 100
kali, Habib menganjurkan agar kita berniat mohon ampunan

392
kepada Allah. Sebagai manusia biasa tentu kita tidak luput
dari pada kekhilafan dan kesalahan; kita doakan orang-orang
yang telah berbuat dosa; kita doakan kedua orang tua kita
baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat; kita
doakan orang-orang yang pernah kita dzalimi/sakiti hatinya;
demikian pula muslim lainnya. Hal tersebut kita lakukan
sebagai andil untuk hari kemudian nanti.
Kesalehan juga terpancar ketika jamaah berdzikir
sampai pada bacaan kalimat “yaa Allah” sebanyak 200 kali.
Jamaah menyampaikan permohonan kepada Allah, sesuai
kebutuhannya diniatkan dengan khusyuk, ikhlas dan jujur.
Lalu dilanjutkan dengan bacaan lainnya sebagai bagian
integral dari dzikir as-Salafi.
Dari pengamalan ibadah dzikir tersebut, hikmah dari
ketaatan jamaah berdzikir terlihat sangat menonjol ketika
menjelang tibanya waktu dzikir hari Senin awal bulan.
Bantuan berdatangan berupa: kambing, daging, beras dan
bahan makanan lainnya tanpa diminta, sehingga dapat
mencukupi suguhan makanan malam untuk ratusan orang
jamaah yang datang secara spontanitas tanpa diundang.
Menurut pengakuan dari beberapa jamaah selama
mengikuti dzikir tersebut diibaratkan listrik, strumnya yang
tadinya sudah lemah, sowak, akhirnya menjadi kuat
bertambah semangat lagi. Apalagi jika ada permasalahan
dalam dirinya dan dapat terpenuhi keinginannya setelah
mengikuti dzikir tersebut, maka bertambah kekhusyu’an dan
keyakinan mereka. Mereka meyakini bahwa setelah
melakukan pengamalan dzikir, membaca doa dan hizib akan
merasakan lebih bermakna, terkesan adanya ketenangan jiwa
dalam menjalani hidup dibanding sebelumnya.
Pengakuan Asep (23) lulusan perguruan tinggi agama,
mengatakan bahwa tadinya menjadi anggota majelis taklim

393
Masjid Jami’ Al-Ma’mur Tanah Abang, kemudian ikut
pengajian kitab dan pengamalan dzikir di Mesjid An-Nur.
Setelah mengikuti pengamalan dzikir tersebut ia merasakan
adanya ketenangan hati dan kenikmatan beribadah. Akhirnya
Asep minta bergabung dengan Remaja Masjid An Nur
membantu aktivitas masjid dan dzikir dan tinggal di rumah
Habib. Disamping mengikuti amalan dzikir, ia juga ikut
pengajian kitab yang dibina oleh Habib.
Puncak keramaian jamaah dalam mengikuti dzikir
adalah pada penutupan pengajian menjelang bulan puasa,
sebagai contoh pada Senin 4 Agustus 2008. Berdasar
pengalaman tahun silam, jamaah meluap sampai ke jalan
raya, dan semua jamaah menikmati hidangan makan bersama.

394
BAB III
ANALISIS

K
elompok dzikir As-Salafi yang terletak di
belakang Hotel Ibis dan Hotel Santika, Slipi
Jakarta Barat telah berusia kurang lebih 15
tahun. Jumlah jamaahnya konsisten dan cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. Ini terjadi karena jamaah dzikir merasa
terpenuhi keinginan yang diidamkan, tidak ada beban materi
yang harus dipenuhi, dan setelah mengikuti pengamalan
dzikir tersebut ada ketenangan jiwa dan perubahan.
Pengamalan dzikir dan pembacaan Hizib Imam Sahil
yang dilakukan tidak bersentuhan organisasi atau partai yang
dapat dimanfaatkan untuk penggalangan massa, dan tidak
ditemukan di daerah lain, karena Habib Ali tidak membuka
cabang secara resmi ditempat lain. Ada jamaah dzikir dalam
jumlah terbatas yang tinggal di Jawa Tengah melakukan
pengamalan dzikir tersebut, dan keberadaannya telah
diinformasikan kepada Habib Ali.
Penampilan Habib Ali Bin Abdul Qadir Bin Sahil, sehari-
harinya tidak ada yang luar biasa. Ia lemah lembut dalam
bertutur, murah senyum, dekat dengan masyarakat,
dihormati, suka menolong, dan sangat sederhana. Bila ada
jamaah atau tetangga terkena musibah atau ada undangan
selamatan selalu datang. Jamaah dzikir yang datang dari jauh
boleh nginap dan disediakan kamar/tempat bila kemalaman.
Orang yang datang membawa permasalahan selalu dibantu
memecahkannya sesuai dengan kemampuannya.
Habib Ali termasuk “pencetus” dilakukannya Taraweh
Tengah Malam. Taraweh tengah malam berawal ketika 1979
orangtua Habib Sahil menderita sakit dan dirawat. Karena

395
selalu mendapat giliran menunggui pada waktu salat
Taraweh, Habib Ali baru bisa melaksanakan salat itu pukul
setengah dua malam. Untuk menambah keutamaan, Habib Ali
membaca satu setengah juz Al-Quran secara menyambung
dalam dua puluh rakaat. Merasakan nikmatnya salat tengah
malam dan senyapnya malam-malam bulan Ramadhan,
kebiasaan itupun berlanjut sampai sekarang.
Belakangan, beberapa orang tetangga yang mengetahui
kebiasaan Habib Ali salat Taraweh tengah malam, merekapun
ikut berjamaah. Demikian pula jamaah lain yang terkadang
pulang malam dan belum melaksanakan salat Taraweh,
merekapun ikut salat Taraweh bersamanya pada tengah
malam itu. Mereka merasa lebih nikmat, apalagi sehabis
Taraweh dilanjutkan dengan sahur bersama. Makanan sahur
dan buka bersama, disediakan secara bergiliran oleh
masyarakat sekitar masjid. Terkadang ada bantuan kambing
sebagai nazar dari jamaah.
Jamaah Taraweh tengah malam banyak pula yang
menjadi jamaah dzikir As-Salafi yang dilakukan setiap Senin
malam minggu pertama setiap bulan. Mereka mengaku
merasakan ketenangan hati dalam menjalani hidup setelah
aktif dalam pengamalan dzikir tersebut.
Selain dari kegiatan dzikir dan kegiatan Taraweh tengah
malam, Habib Ali juga membina kegiatan pengajian kitab
secara rutin, yang dilakukan pada setiap hari Sabtu pagi di
Mesjid An-Nur. Kitab yang dibaca, antara lain, Kasyifatus Saja,
Bidayatul Hidayah, dan Uqudullujain. Anggota pengajian kitab
tersebut juga termasuk jamaah dzikir as-Salafi yang setia.

396
BAB IV
PENUTUP

1. Yang menyebabkan ketertarikan masyarakat kota


terhadap pengamalan dzikir tersebut karena mereka
memperoleh ketenangan jiwa, tercipta kepuasan batin,
serta menambah semangat dalam melakukan amalan
ibadah lainnya;
2. Kelompok masyarakat perkotaan lebih memilih
pengamalan dzikir ini dibanding dengan dzikir lainnya,
karena dzikir tersebut tidak bertentangan dengan ajaran
Islam, mudah dilaksanakan, mudah dipahami, tidak ada
kewajiban beban moral, dapat memberikan kepuasan
batin, dan lebih utama dapat menciptakan ketenangan
hidup;
3. Respon tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan sangat
positif. Anggota dzikir terdiri dari orang dewasa 15% dan
generasi muda 85%. Dengan demikian dia berhasil
membina generasi muda kejalan yang lurus dan bermoral.
4. Respon pemerintah setempat dan masyarakat di
lingkungan masjid sangat baik, mereka mendukung dan
menyambut bahkan membantu. Merekapun (Pemerintah
dan masyarakat) turut serta dalam pengamalan dzikir dan
kegiatan ritual lainnya, bahkan memberikan bantuan
makanan dan minuman serta buah-buahan setiap kali
pengajian dan dzikir itu berlangsung. Dukungan itu
diberikan, karena keikutsertaan jamaah yang mayoritas
dari kelompok pemuda dan remaja masjid, yang secara

397
tidak langsung melakukan pembinaan mental spiritual
bagi pemuda sebagai generasi penerus bangsa.

398
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abu Umar Basyir, Ada Apa dengan Salafi, Jawaban atas Tuduhan dan
Koreksi Terhadap Istilah Salaf, Salafi dan Salafiyyah, Rumah
Dzikir, Solo, TT;
Alkisah, Majalah Kisah dan Hikmah, Bacaan Keluarga Islam,
No.23/Tahun III/7, 20 Nopember 2005, Jakarta, 2005;
Boediono, Drs, dan Hanafi, Kamus Tiga Bahasa Arab, Inggris dan
Indonesia,Bintang Indonesia, Jakarta, TT;
Habib Ali, Pedoman Dzikir As-Salafi, Jakarta, Slipi, 1993;
Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, Singgah Di Taman Surga, Yayasan
Nurul Musthofa, Jakarta, 2008;
Yusuf Al-Qardhawi, DR, Akidah Salaf dan Khalaf, Kajian Komprehensif
seputar Asma’ wa Sifat Wali & Karamah, Tawassul, dan Ziarah
Kubur, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005;

399
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

D alam beberapa tahun terakhir ini, diketahui begitu


banyaknya bermunculan pusat-pusat
keagamaan yang banyak diminati masyarakat
kajian

perkotaan dari kalangan menengah keatas. Munculnya minat


yang lebih tinggi dari biasanya untuk mengkaji ilmu
keagamaan terhadap jalan spiritual telah menjadi pilihan
masyarakat modern, yang membutuhkan rumusan jawaban-
jawaban essensial atas eksistensi dirinya dalam hidup di
tengah masyarakat perkotaan.
Fenomena kegairahan masyarakat di perkotaan terhadap
agama tentu merupakan hal menarik. Padahal secara teoritis,
sebagaimana dikemukakan para ahli ilmu sosial, modernisasi
dan sekularisasi akan menyingkirkan peran agama dalam
kehidupan kemasyarakatan. Teorinya adalah, semakin modern
suatu masyarakat, semakin jauh pula mereka dari agama.
Agama diprediksi tidak akan bangkit lagi dalam arus
modernisasi dan sekularisasi yang semakin tidak terbendung.1
Ini menandai fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat
kota di Indonesia.
Secara teoritis fenomena kecenderungan masyarakat
perkotaan di Indonesia terhadap agama, adalah sebagai akibat
krisis berkepanjangan dan dekadensi moral mempengaruhi
gaya hidup sebagai orang kota. Meski diyakini bahwa agama
itu berasal dari Tuhan, namun tidak semua penganut agama
menekuninya.

1
TB. Ace Hasan Sydzily (Sufime Kota: Model Zikir Muhammad Arifin Ilham)
Dialog tahun 2005.

1
Sufisme yang dimaksud dalam kajian ini adalah berupa
ajaran, pemahaman dan praktek spiritual yang dilakukan oleh
individu, maupun kelompok muslim, untuk tujuan penyucian
diri dalam rangka pencapaian pendekatan pada Zat Maha
Pencipta. Secara sosiologis terdapat dua alasan munculnya
trend sufisme perkotaan, dimana secara faktual bahwa
masyarakat modern kembali pada agama memang tidak dapat
dibantah dengan munculnya kelompok-kelompok pengajian
keagamaan. Dalam konteks ini tidak terbatas pada ordo-ordo
sufi (tarekat) tertentu saja, tetapi juga meliputi tarekat-tarekat
mu’tabarah, gairu mu’tabarah dan majelis-majlis zikir, serta
yang lainnya merupakan fenomena yang tak dapat dibantah.
Secara antropologis, sufisme kota dikenal sebagai trend
baru di Indonesia yang sebelumnya sufisme ini dikenal sebagai
gejala beragama di pedesaan. Menurut Moeslim
Abdurrahman, sufisme kota bisa terjadi minimal pada dua hal
yaitu: pertama hijrahnya para pengamal tasawuf dari desa ke
kota lalu membentuk jamaah atau kursus tasawuf. Dan yang
kedua dimana sejumlah orang kota ”bermasalah” tengah
mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawuf di desa.2
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Terdapat peningkatan yang
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di
kalangan terdidik. Minatnya cukup tinggi untuk mengkaji dan
mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak dengan
memasuki tarekat tertentu.
Gerakan bersufi-ria, tampak dalam berbagai kegiatan dis-
kusi dan seminar yang bertemakan tasawuf. Orang yang
mengikuti kelompok pengajian itu tidak sedikit. Dari kalangan
eksekutif dan selebriti banyak yang menjadi peserta dalam
diskusi dan terlibat pada suatu komunitas tarekat tertentu.

2
http://suluk.blosome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-kota-mengikat-umat

2
Fenomena tersebut merupakan gejala ingin mengejar
ketenangan batin demi menyelaraskan kehidupan yang
gamang. Adapun alasan mengikuti kelompok diskusi tarekat
dengan maksud membukti-kan identitasnya sebagai muslim
dan ingin mendapatkan ketenangan batin dalam kehidupan
pribadi (psychological escapism) dari mereka yang banyak
mengalami frustasi lainnya.
Tampak adanya kecenderungan proses modernisasi dan
pergeseran nilai bahwa kemunculan tarekat “sufisme kota”
berlatar belakang sosial jamaah yang berbeda-beda.
Azyumardi Azra, memetakan dua model utama sufisme
masyarakat kota dewasa ini, pertama sufisme kontemporer,
yang artinya siapa saja dapat mengikutinya dan sangat terbuka
yang menjadi cirinya. Model kelompok pengajian ini dalam
aktifitasnya tidak berdasarkan pada model sufi sebelumnya.
Model kelompok pengajian ini terlihat selain pada kelompok
pengajian “eksekutif” seperti Paramadina, Tazkiya Sejati,
Grand Wijaya berkembang pula di kampus-kampus perguruan
tinggi umum. Kedua adalah sufisme konvensional, yaitu gaya
sufisme yang pernah ada sebelumnya dan kini diminati
kembali. Model ini yang berbentuk tarekat, seperti (Qadariyah
Wa-Naqsa-bandiyah, Syatariah dan lain-lain) dan ada juga
yang non tarekat (yang banyak dianut kalangan
Muhammadiyah yang merujuk pada tasawuf Buya Hamka).3
Menurut Asep Usman Ismail (kandidat doktor bidang
tasawuf/IAIN Jakarta), mengatakan bahwa tasawuf yang
diminati masyarakat kota kalangan menengah keatas, jelas
bukan model tarekat, mereka lebih cenderung memilih
tasawuf nontarekat yang singkat, essensial dan instant. Mereka
tidak berminat untuk berzikir yang panjang-panjang apalagi

3
Mengutip http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufieme - merambah - kota –
mengikat - umat

3
harus berpuasa. Keinginannya hanya untuk memperoleh
ketenangan batin dalam menghadapi problema, dengan
melalui belajar tarekat yang bisa menyesuaikan dengan
suasana perkotaan. Sebaliknya bagi masyarakat menengah
kebawah lebih menerima tasawuf model klasik yang justru
tidak diminati masyarakat perkotaan.
Untuk kepentingan penelitian ini, maka Puslitbang
Kehidupan Keagamaan akan mengkaji lebih mendalam
sufisme perkotaan jalur tarekat yang mu’tabarah dan gairu
mu’tabarah serta jalur non tarekat berupa majelis zikir
merupakan kelompok pengajian yang ternyata juga banyak
diminati, khususnya di Jakarta yang jumlahnya cukup banyak.
B. Perumusan Masalah.
Dari latar belakang masalah di atas, dirumuskanlah
beberapa pokok masalah kajian sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan ketertarikan masyarakat kota
dalam mempelajari tasawuf?
2. Mengapa kelompok masyarakat kelas menengah perkotaan
lebih memilih pada tasawuf/sufisme dibanding dengan
sya-ri’ah/formalisme Islam?
3. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama dan ormas
keagamaan dalam melihat perkembangan tasawuf pada
masyarakat perkotaan ?
4. Bagaimana respon pemerintah terhadap perkembangan
tasawuf pada masyarakat perkotaan ?
C. Tujuan Kajian dan Kegunaannya.
Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
perubahan paradigma kehidupan sosial masyarakat kota yang
lebih cenderung mempelajari dunia tasawuf, adalah untuk:

4
1. Mengetahui dan mendiskripsikan penyebab ketertarikan-
nya masyarakat kota dalam mempelajari tasawuf.
2. Mengetahui dan mendeskripsikan keterlibatan kelompok
masyarakat kelas menengah perkotaan lebih memilih
tasawuf/sufisme dibanding dengan syari’ah/formalisme
Islam.
3. Mengetahui respon tokoh-tokoh agama dan ormas
keagamaan dalam melihat perkembangan tasawuf pada
masyarakat perkotaan.
4. Mengetahui dan mendeskripsikan respon pemerintah
terhadap perkembangan tasawuf pada masyarakat
perkotaan.
D. Kerangka Konseptual dan Ruang Lingkup.
Dalam kajian ini yang dimaksud dengan tasawuf mem-
punyai beberapa arti dan makna antara lain membuka
wawasan dalam memandang Ad-Dien al-Islam dalam
perspektif tasawuf, dan menuntun para pencari jalan menuju
Allah Ta’ala. Atau dengan kata lain bermakna persiapan untuk
berjalan menuju Allah Ta’ala.
Sebagaimana disampaikan Julia D. Howell dalam work
shop di Indonesia (bekerjasama dengan Universitas Islam
Negeri) tanggal 8-9 September 2000, yang lebih setuju
memakai konsepsi contemporary sufism (Tasawuf
Kontempoter). Demikian pula Fazlur Rahman (pemikir muslim
kontemporer dari Pakistan, menyebutnya Tasawuf Modern,
Sufisme Modern, Neo-Sufisme). Sementara yang pertama kali
memperkenalkan Tasawuf Modern di Indonesia adalah
Hamka. Tasawuf Modern berbeda dengan Tasawuf lama, yang
penekanannya lebih pada aspek esoteris. Tasawuf modern,
atau sekarang memadukan lahiriyah (syari’ah atau eksoteris)

5
dengan bathiniyah (esoteris) serta kecenderungan
menanamkan sikap positif pada dunia.
Fenomena orang Islam yang belajar tasawuf di kota-kota
besar ini kemudian mendapat label sebagai tasawuf perkotaan
(urban sufism). Konsepsi tasawuf perkotaan sendiri
mengandung sebuah permasalahan.4
Tasawuf sendiri terbagi menjadi dua yaitu pertama
Tasawuf Islam yang mementingkan sikap hidup yang tekun
beribadah serta mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadis, kedua
Tasawuf Murni atau Mistikisme yang menekankan pada
pengetahuan hakiki Tuhan.5
Dengan demikian yang dimaksud dengan tasawuf bagi
masyarakat kota adalah untuk mencari ketenangan disaat
menemukan problem, namun untuk menjadi pengikutnya
bebas tanpa baiat dan tak mau terjebak dengan kultus.
Sementara itu kasus-kasus tasawuf yang merupakan tarekat
tertentu adalah: kejadian/peristiwa yang menyangkut
komunitas sufi yang dianut oleh sekelompok orang kota yang
bertujuan mencari ketenangan dikarenakan himpitan
kehidupan yang dirasakannya berat sehingga setelah
mengikutinya diharapkan menjadikan lebih sadar tentang
dirinya dan tugasnya di dunia.
Kata ”perkotaan” atau urban secara sederhana adalah
sesuatu yang berkaitan dengan kelompok masyarakat di
daerah perkotaan, terutama yang berpendidikan dan
berpenghasilan tinggi, baik dari kalangan akademis, eksekutif,
birokrat maupun selebritis, memiliki tradisi berfikir rasional
dan berdomisili di kota, yang beramai-ramai mengikuti
kursus-kursus dan paket-paket tasawuf yang diselenggarakan
di lembaga dan yayasan yang memiliki manajemen dan
4
Lihat: Dialog No.54 Th XXV Desember 2002 (Muhammad Adlin Sila)
5
http://www.duniaesai.com/filsafat/fillo html

6
fasilitas yang modern, yang disebut oleh Julia D. Howell
sebagai Assosiasi Sufi Modern (Modern Sufi Assosiation).
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang
melahirkan deprivasi sehingga muncul gagasan untuk
membentuk kelompok yang dipandang dapat menghapuskan
kegelisahan, keresahan, kemasgulan dan kekecewaan hatinya,
yang kemudian dapat menghadirkan ketenangan jiwa,
kebahagiaan, kelegaan, kepuasan dan bahkan lebih dari itu
menghadirkan perasaan sangat dekat dengan Sang Khaliq,
Sang Pencipta, atau pun juga dapat memuaskan gelora batin
orang-orang yang sedang mencari ketenangan jiwa itu.
Disinilah para tokoh keagamaan cukup cerdas
menangkap peluang, sehingga berakhir pada suksesnya
komunitas sufi per kotaan. Kesuksesannya mampu menarik
minat ribuan orang, yang terhimpit ekonomi, orang berada
tetapi tidak bahagia, kasus narkoba anggota keluarganya dan
sebagainya untuk bergabung dengan dirinya dalam suatu
komunitas sufisme.
Kelompok keagamaan komunitas sufi, jelas merupakan
kelompok keagamaan yang dibangun atas deprivasi,
organistik dan psikhis. Deprivasi, organistik dan psikhis yang
sifatnya massal ini, telah mendorong semangat baru bagi umat
yang mengalami tekanan, untuk melakukan segala sesuatu
yang lebih berguna dalam hidupnya, begitulah kira-kira
pandangan Dhurkheim.
Terjadi deprivasi psikhis, karena mereka sudah mentok
dengan semua sistem yang lazim digunakan dalam dunia
kesehatan, sehingga memerlukan sistem lain yang dipandang
lebih canggih dan tingkat keberhasilannya yang lebih tinggi
tetapi dengan biaya yang sangat murah, yaitu sistem
penyembuhan Ilahiyah. Contoh paling mutakhir adalah

7
gerakan dzikirnya Ustadz Haryono, Ustadz Arifin Ilham dan
H. Ahmad Asdie.
Itulah sebabnya Puslitbang kehidupan Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama melakukan kajian
dalam penelitian yang memfokuskan pada gejala ”sufisme
kota” yang menarik untuk diteliti.
E. Metodologi.
1. Bentuk Studi.
Penelitian atau kajian ini merupakan kajian yang
bersifat eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus.
Adapun jenis data yang dihimpun.
a. Profil organisasi sufisme/tasawuf kota
1) Nama organisasi, AD/ART, Visi dan Missi
2) Profil pendiri di tempat penelitian;
3) Struktur organisasi, program organisasi dan sistem
pen danaannya;
4) Jumlah anggota dan sistem pengkaderannya.
b. Sejarah singkat keberadaan sufisme kota
c. Respon pemuka agama/pemerintah terhadap perkem
bangan taswuf pada masyarakat perkotaan.
d. Aktivitas kerjasama, baik ritual maupun sosial dengan
masyarakat setempat.
2. Hasil Yang Diharapkan
Melalui kajian ini diharapkan akan dapat
memperoleh gambaran yang lebih jelas (deskripsi) tentang
profil kelompok tasawuf/sufisme yang diminati
masyarakat perkotaan berkaitan dengan 1) latar belakang
berdirinya; 2) bentuk kelompok/organisasi dan
pengelolaannya; 3) sistem rekruitmen keanggotaan dan

8
pengka-derannya; 4) profil tokoh/pemimpin kelompok
tasawuf; 5) paham sufisme yang dikembangkan; 6) aktifitas
keagamaan (program) dan perkembangannya 7) kasus
yang pernah muncul dan penyelesiannya; 8) sumber
pendanaan; 9) tanggapan masyarakat dan pemerintah atas
muculnya tasawuf/sufisme ini.
3. Jenis Penelitian.
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian,
maka penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yaitu mendeskripsikan hasil
penelitian sesuai dengan tujuannya dan diikuti dengan
analisis atau sering disebut dengan metode analisis
deskriptif. Metode deskriptif sendiri sebenarnya terdiri
dari enam jenis, yaitu metode tindakan dan dokumentasi,
analisis pekerjaan dan aktifitas, survai dan studi kasus.
Sementara itu dilihat dari jenisnya, maka penelitian ini
bersifat studi kasus. Penelitian kualitatif adalah jenis
penelitian yang pencarian datanya menggunakan data
alamiah, sehingga informasi diperoleh secara alami serta
langsung berdasarkan pernyataan informan terpilih yang
memahami persoalan yang digali datanya. Artinya,
penelitian deskriptif kualitatif adalah sebagai prosedur
penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.
Penelitian diarahkan kepada individu yang terkait,
tetapi holistic6. Moleong, mengutip pendapat Kirk dan
Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara

6
Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar Metode Penelitian
Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial, Usaha
Nasional, Surabaya, 1992, hal. 32 -33

9
fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.7
Penelitian kualitatif ditandai dengan jenis pertanyaan yang
diajukannya, misalnya: apakah kegiatan yang berlangsung
di sini, seperti apa bentuk kegiatannya, bagaimana latar
belakang adanya kondisi di lokasi penelitian, siapa para
pelakunya dan bagaimana latar belakangnya, variasi apa
yang dapat ditemukan dalam fenomena itu, dan
seterusnya8.
4. Obyek Penelitian.
Obyek penelitian yang secara obyektif hendak diteliti,
sesuai dengan judulnya yakni “Penelitian tentang Kasus-
Kasus Aliran/Faham Keagamaan Aktual di Indonesia
(Studi Kasus tentang Tarekat/ Sufisme Perkotaan) adalah
”Majlis az-Zikra Muhammad Arifin Ilham”, yang
beralamat di Perumahan Mampang Indah Dua Pancoran
Mas Depok Jawa Barat.
5. Tehnik Pengumpulan Data.
Tehnik pengumpulan data dalam kajian ini adalah:
a. Wawancara.
Metode wawancara adalah metode penelitian
yang datanya dikumpulkan melalui wawancara
dengan responden (kadang kala disebut “key
informant”). Sebagai metode, wawancara mempunyai
kemungkinan subyektifitas yang tinggi, tergantung

7
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya,
Bandung, 2003, hal. 45 - 46
8
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002,
hal. 59 - 60.

10
dari daya ingat responden yang tentu saja pasti
dipengaruhi oleh prasangka responden. Oleh karena
itu sering sulit diinterpretasikan menjadi sebuah
deretan kalimat yang obyektif. Akan tetapi sebagai
metode penggalian data, wawancara merupakan
metode yang paling cocok dalam penelitian bercorak
kualitatif yang menjadi pilihan dalam kajian ini9.
Bentuk wawancara adalah: (1) wawancara formal
dengan informan atau responden dalam upaya
mengkonstruksi infor masi dari orang suatu kejadian,
kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan,
kepedulian dan lain-lain; memverifikasi, mengubah
dan memperluas konstruksi yang dikembangkan di
lapangan dan melakukan cross ceck dengan informan
lainnya. Untuk kepentingan ini, maka informan yang
dijadikan sumber informasi cukup banyak, seperti
wawancara dengan pejabat Departemen Agama, tokoh-
tokoh agama, tokoh-tokoh komunitas tasawuf/sufisme
kota dan anggotanya. Wawancara dilakukan secara
terstruktur dan peneliti membuat catatan-catatan
lapangan sehingga semua fenomena terekam dengan
baik. Namun demikian wawancara juga dilakukan
secara, (2) informal yaitu wawancara spontan yang
diarahkan ke substansi persoalan yang menjadi aspek
tujuan penelitian dengan orang-orang yang
berkompeten memberi informasi, seperti pengurus dan
anggota tarekat, tokoh agama dan para pejabat di
lingkungan Departemen Agama. Pewawancara
membuat kerangka dan garis-garis besar yang

9
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, STIA
LAN Press, Jakarta, 2003, hal. 33 - 34

11
ditanyakan kepada informan dalam bentuk instrumen
pengumpulan data (IPD)10.
b. Observasi.
Sebagai penelitian sosial, maka metode
pengumpulan data lain yang digunakan adalah metode
observasi. Metode ini digunakan untuk menghimpun
data tentang kegiatan obyek penelitian baik secara
terlibat (participant) maupun observasi tidak terlibat
(non participant). Observasi dalam penelitian ini
dilakukan secara tidak terlibat. Teknik ini memiliki
kelebihan, antara lain: 1) memungkinkan melihat dan
mengamati sendiri serta mencatat perilaku atau
kejadian seperti yang terjadi pada keadaan yang
sebenarnya; 2) hasil wawancara yang meragukan,
dapat dikontrol dan dicek dengan pengamatan; 3)
memungkinkan peneliti mampu memahami situasi
yang sulit; 4) Jika tehnik-tehnik lain tidak
memungkinkan, maka dapat terbantu dengan
pengamatan mendalam.11
c. Dokumentasi.
Semua dokumen berupa tulisan, baik itu
dokumen resmi dan dokumen pribadi yang berkaitan
dengan aspek-aspek penelitian dihimpun sebagai
sumber data primer. Data yang terkumpul kemudian
diolah dan disajikan secara deskriptif analitis dan
komparatif. 12

10
Ibid, hal. 38 - 39
11
Lexy Moleong Metodologi Penelitian Kualitatif, hal 49-50
12
Ibid, halaman 53-54

12
d. Analisis Data.
Analisis data dilakukan secara deskriptif
kualitatif13, yaitu dengan menganalisis hasil
wawancara, dokumen dan observasi mendalam tentang
profil organisasi keagamaan dan yang terkait yang
menjadi fokus penelitian dan kajian.

13
Prastya Irawan, opcit, hal 75.

13
14
BAB II
GAMBARAN UMUM

A. Lokasi Penelitian
1. Wilayah Penelitian
Lokasi penelitian dipusatkan kepada Sentral kegiatan
Ustaz Arifin Ilham, yaitu di Perumahan Mampang Indah
Dua Kelurahan Mampang Kecamatan Pancoran Mas
Depok Jawa Barat. Di tempat ini terletak sebuah mesjid
yang digunakan untuk kegiatan “majlis az-zikra” yang
dilaksanakan pada setiap Hari Ahad I (kecuali pada bulan
Ramadhan), dan pada setiap Hari Rabu sesudah Salat
Magrib. Mesjid tersebut bernama “Al-Amru bit-Taqwa”.
Di tempat ini pula terdapat pusat kegiatan dengan sebuah
perkantoran dan lembaga pendidikan untuk anak-anak
yatim yaitu “Pesantren Yatama Az-Zikr”. Di tempat ini
diasuh anak-anak yatim korban Tsunami Aceh, korban
kerusuhan Poso dan Ambon, serta anak-anak yatim
lainnya.
2. Sekilas tentang Kota Depok.
Secara Geografis Kota Depok terletak pada koordinat
6ƒ 19’00’’ - 6ƒ 28’00’’ Lintang Selatan dan 106ƒ43’00’’ -
106ƒ55’30’’ Bujur Timur. Bentang alam Depok dari Selatan
ke Utara merupakan daerah dataran rendah perbukitan
bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50-140 meter
di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang
dari 15 %. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda
di Jawa Barat mempunyai luas wilayah sekitar 200.29 Km„
atau sekitar 0,58 dari luas Provinsi Jawa Barat. Letak Kota
Depok sangat strategis, diapit oleh Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dan Kota Bogor, dengan pusat

15
pemerintahan yang berkedudukan di Kecamatan Pancoran
Mas.
Wilayah Kota Depok berbatasan dengan 3 (tiga)
kabupaten dan 1 (satu) provinsi. Secara lengkap wilayah
ini mempunyai batas-batas sebagai berikut:
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat
Kabupaten Tanggerang dan Wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Pondokgede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri
Kabupaten Bogor.
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Cibinong dan Kecamatan Bojonggede Kabupaten
Bogor.
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung
dan Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor.
Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota
Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok
semakin tumbuh dengan pesat dengan meningkatnya
perkem-bangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi
secara regional dengan kota-kota lainnya. Sehingga dengan
demikian untuk menuju Kota Depok dapat dilalui dari
berbagai arah, baik dari arah Jakarta, Bandung atau pun
dari arah Tanggerang Banten, dengan berbagai jenis alat
transportasi umum yang cukup memadai dan mudah
untuk didapat.

16
Tabel 1
Jarak Antar Ibu Kota Kecamatan
di Kota Depok (km)
Kecamatan Sawangan Pancoran Sukmajaya Cimanggis Beji Limo
Sawangan 13 14 18 18 2
Pancoran 13 7 13 3 9
Sukmajaya 14 7 10 4 16
Cimanggis 18 13 10 16 58
Beji 18 3 4 16 12
Limo 2 9 16 58 12

3. Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2007
mencapai 1.470.002 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 761.382
jiwa dan perempuan 761.382 jiwa. Laju pertumbuhan
penduduk Kota Depok tahun 2007 mencapai 3,43 persen,
sedangkan rasio jenis kelamin di Kota Depok adalah 1: 2.
Kecamatan Cimanggis paling banyak penduduknya
dibanding kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 403.037
jiwa, Sedangkan kecamatan dengan penduduk terkecil
adalah Kecamatan Beji yaitu 139.888 jiwa. Di Tahun 2007,
kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.339,37
jiwa/km2. Kec. Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat
di Kota Depok dengan tingkat kepadatan 10.033,61
jiwa/km2, kemudian Kecamatan Beji dengan tingkat
kepadatan 9.782,38 jiwa/km2 . Sedangkan kecamatan
dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan
Sawangan yaitu sebesar 3.634,84 jiwa/km2.
Sedangkan jumlah penduduk untuk setiap kecamatan
di Kota Depok, data lengkap yang ada hanya untuk tahun
1998 dan tahun 2003, sebagai mana dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:

Tabel 2

17
Jumlah Penduduk perkecamatan

Penduduk
No. Kecamatan
1998 2003 2007
1. Sawangan 87.758 154.621
2. Pancoran Mas 156.118 247.426
3. Sukmajaya 216.396 293.386
4. Cimanggis 221.330 357.204 403.037
5. Beji 80.377 127.581 139.888
6. Limo 66.891 133.277
Jumlah 828.862 1.313.495 1.470.002

Sumber : Monitor Depok com, 24 Nopember 2008.


4. Pemerintahan.
Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor
Tanggal 16 Mei 1994 Nomor: 135/SK.DPRD/03/1994
tentang Persetujuan Pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat II Depok dan Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat
tanggal 7 Juli 1997 Nomor: 135/ Kep.Dewan
06/DPRD/1997 tentang Persetujuan Atas Pemben tukan
Kotamadya Dati II dan untuk lebih meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah,
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif
masyarakat, maka pembentukan Kota Depok sebagai
wilayah administrasi baru di Propinsi Jawa Barat
ditetapkan dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 1999.

a. Visi dan Misi Kota Depok tahun 2006-2011

18
Visi Kota Kota Depok: “ Menuju Kota Depok Yang
Melayani dan Mensejahterakan”
1. Melayani berarti meningkatkan kualitas pelayanan
aparatur dan penyediaan sarana dan prasarana bagi
warga Depok dengan meningkatkan kemampuan
Lembaga dan Aparatur Pemerintahan dalam
memberikan dan menyediakan barang-barang
publik dengan cara-cara yang paling efisien dan
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk ikut
serta dalam Pembangunan Daerah.
2. Mensejahterakan berarti meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan
potensi ekonomi yang dapat memberikan lapangan
pekerjaan dan kehidupan bagi masyarakat banyak
dan juga keuangan daerah.
b. Misi Kota Depok:
1. Mewujudkan pelayanan yang ramah, cepat dan
transparan.
2. Pembangun dan mengelola sarana dan prasarana
yang cukup, baik dan merata.
3. Mengembangkan perekonomian masyarakat dunia
usaha dan keuangan daerah.
4. Meningkatkan kualitas keluarga pendidikan,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang
berlandaskan nilai-nilai agama.
c. Perangkat Pemerintahan.
Terdapat 23 Lembaga Pemerintahan Kota:
1. 1 ( satu ) Kepala Daerah.
2. 1 ( satu ) Wakil Kepala Daerah.

19
3. 1 ( satu ) Organisasi Sekretariat.
4. 14 Organisasi Dinas.
5. 3 Organisasi Badan.
6. 3 Organisasi Kantor.
d. Perekonomian
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Salah satu indikator untuk mengetahui tingkat
keber-hasilan pembangunan ekonomi suatu daerah
adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
daerah tersebut. Ditinjau atas dasar harga berlaku,
PDRB Kota Depok tahun 2006 meningkat 18,91 %
dibanding tahun 2005 yaitu Rp.7.541.666,15,- juta pada
tahun 2005 menjadi Rp.8.967.779,01,- juta pada tahun
2006. Sedangkan atas harga konstan mengalami
peningkatan sebesar 6,65 % dari Rp.4.750.034,10,- juta,
tahun 2005 menjadi Rp.5.066.129,06,- juta tahun 2006.
Sumbangan terbesar PDRB Kota Depok diperoleh dari
sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
e. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE).
Laju pertumbuhan PDRB suatu daerah
merupakan indikator untuk mengukur perkembangan
ekonomi suatu daerah. Indikator ini menunjukkan naik
tidaknya produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan
ekonomi suatu daerah tersebut. Untuk tahun 2006 laju
pertumbuhan PDRB Kota Depok atas dasar harga
berlaku sebesar 18,91 persen. Untuk atas dasar harga
konstan 2000, laju pertumbuhan PDRB Kota Depok
(Laju Pertumbuhan Ekonomi) sebesar 6.65 %, dimana
dalam hal ini yang mengalami peningkatan adalah
kelompok tersier (sektor pertanian, sektor

20
pertambangan dan penggalian) sebesar 7,73 % diikuti
kelompok sekunder (sektor industri pengolahan, sector
listrik, gas dan air minum dan sektor konstruksi)
sebesar 6,44 % , dan kelompok primer (Perdagangan,
Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi,
Bank dan Lembaga Keuangan dan jasa-jasa lainnya)
sebesar - 4,27%.

f. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM Kota Depok dan Jawa Barat


Kota
Komponen Jawa Barat
Depok
Angka Harapan Hidup
72,97 66,57
(AHH)
Angka Melek Huruf
97,98 94,52
(AMH)
Rata - Rata Lama
10,61 7,46
Sekolah
PPP 579,52 556,10
IPM 77,81 69,35
Sumber: BPS

Akhir-akhir ini muncul gagasan untuk pemekaran


sejumlah kecamatan di Depok. Gagasan tersebut telah
mendapat dukungan dari DPRD Kota Depok. DPRD Kota
Depok mendukung pemekaran wilayah Kota Depok yang
saat ini terdiri enam kecamatan menjadi 11 kecamatan.

21
Komisi A menyambut baik dan mendukung rencana
pemerintah (Kota Depok) tersebut, kata anggota komisi A
(Bidang Pemerintahan) DPRD Kota Depok, Qurtifa Wijaya.
Pemekaran wilayah kecamatan di Kota Depok sangat
diperlukan karena selama ini pembangunan di beberapa
kecamatan saat ini belum merata, terutama pada bagian
wilayah kelurahan tertentu yang memiliki jarak relatif jauh
dari kantor kecamatan. Pelayanan pemerintahan juga belum
menyentuh masyarakat sampai ke pelosok wilayah kerja
kecamatan, serta masih banyaknya potensi yang belum
tersentuh atau belum dikelola secara optimal sehingga terjadi
kesenjangan pelayanan masyara-kat dan pembangunan pada
bagian-bagian tertentu dalam wilayah kerja kecamatan.
Berdasarkan kriteria tersebut, serta hasil kajian yang
dilakukan yang telah dipaparkan oleh Bagian Pemerintahan
kepada Komisi A. Dari enam kecamatan yang ada di Kota
Depok, lima kecamatan direncanakan akan dimekarkan. Lima
kecamatan tersebut adalah kecamatan Sukamajaya, Pancoran
Mas, Cimanggis, Sawangan dan Limo. Sementara kecamatan
Beji tetap menjadi satu kecamatan. Kecamatan Sukamajaya
dalam rancangan hasil kajian akan dibagi menjadi dua
dengan nama Kecamatan Sukmajaya dan Sukamaju.
Kecamatan Cimanggis menjadi Kecamatan Cimanggis dan
Kecamatan Tapos. Kecamatan Pancoran Mas menjadi
Kecamatan Pancoran Mas dan Kecamatan Cipayung.
Kecamatan Sawangan menjadi Kecamatan Sawangan dan
Kecamatan Bojongsari. Kecamatan Limo menjadi Kecamatan
Limo dan Kecamatan Cinere. 14

g. Kecamatan Pancoran Mas

14
http:/www.antara.co.id.

22
Pancoran Mas adalah salah satu kecamatan di Kota
Depok, yang luas wilyahnya mencapai 1.969,57 Ha dengan
ketinggian antara 65-72 m di atas permukaan laut dengan
tipografi relatif datar. Wilayah sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Beji, sebelah selatan dengan Kabupaten
Bogor, sebelah timur dengan Kecamatan Sukmajaya, dan
sebelah barat dengan Kecamatan Sawangan. Jumlah
penduduk kecamatan ini sebanyak … 181.078 jiwa terdiri dari
89.802 laki-laki dan 91.276 perempuan.
Kecamatan Pancoran Mas terdiri dari 11 kelurahan
yaitu : 1. Depok 2. Depok Jaya 3. Pancoran Mas 4. Mampang 5.
Rangkapan Jaya 6. Rangkapan Jaya Baru 7. Cipayung 8.
Cipayung Jaya 9. Ratu Jaya 10. Bojong Pondok Terong, dan 11.
Pondok Jaya. Lokasi Majlis zikir “Az-Zikra” pimpinan
Muhammad Arifin Ilham berada di Kelurahan Mampang.
Di Kecamatan Pancoran Mas terdapat beberapa badan
usaha seperti PDAM, PT. Telkom, 6 Bank, 52 Wartel, 27
Kiospon dan 138 buah telepon umum. Terdapat 4 pabrik
pengolahan pangan seperti : pabrik roti, gilingan padi, pabrik
tempe, pabrik tahu yang seluruhnya 40 pabrik dan letaknya
tersebar. Selain itu terdapat 179 industri perabot rumah
tangga dan juga industri konveksi.
Di kecamatan ini selain terdapat badan usaha juga
terdapat sejumlah lembaga pendidikan, seperti TK (37 bh),
SDN (56 bh), SD Swasta (12 bh), SLTPN (2 bh), SLTP Swasta
(37 bh), SMUN (1 bh), SMU Swasta (11 bh), SMK/SMEA (13
bh), STM (6 bh), SMIP Negeri (1 bh), RA (32 bh), TPA 36 bh),
MI (29 bh), MTs (7 bh), MA (5 bh), Pesantren (5 bh), dan
Perguruan Tinggi 4 bh).

23
24
BAB III
MAJLIS ZIKIR AZ-ZIKRA

A. Biografi Tokoh
Majlis zikir “Az-Zikra” dimaksud adalah majlis zikir
yang diasuh dan dipimpin oleh ustaz Muhammad Arifin
Ilham. Beliau lahir di Banjarmasin pada tanggal 8 Juni 1969
dari pasangan H. Ilham Marzuki dan Hj. Nurhayati. M. Arifin
Ilham (Ipin panggilan kecilnya) adalah anak kedua dari 5
orang bersaudara dan dia adalah anak satu-satunya yang laki-
laki.
Ayahnya adalah seorang pegawai di Bank BNI 46 di
Banjarmasin. Muhammad Arifin Ilham adalah keturunan
ketujuh dari ulama besar Banjarmasin yaitu Sekh Muhammad
Arsyad Al-Banjari (1122 H – 1227 H). Sementara ibunya
berassal dari Haruyan Kabupaten Barabay. Orang tuanya
adalah keluarga yang taat beragama sebagaimana layaknya
orang-orang Banjarmasin pada umumnya. Tidaklah aneh
kalau Muhammad Arifin Ilham dididik dan dibesarkan oleh
orang tuanya dengan pendidikan agama.
Pada usia 5 tahun (tahun 1974) M. Arifin Ilham dima-
sukkan oleh orang tuanya ke Taman Kanak-Kanak (TK)
Aisyiyah Banjarmasin. Kemudian dilanjutkan ke Sekolah
Dasar (SD) Muhammadiah Banjarmasin yang letaknya tidak
jauh dari rumahnya.
Muhammad Arifin Ilham walaupun dididik dengan
pendidikan agama dan di sekolah Muhammadiah, namun
Arifin kecil tergolong anak yang nakal di sekolah, dan sering

25
berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Selain itu
Muhammad Arifin Ilham juga tergolong “anak yang pemalas
dan bodoh. … Arifin baru bisa baca tulis huruf latin setelah duduk
di kelas 3.”15 . Karena berkelahi itulah Arifin pada saat duduk
di kelas tiga (3) dipindahkan ayahnya ke SD Rajawali
Banjarmasin. Walaupun sekolahnya sudah dipindahkan,
namun kenakalan Arifin Ilham tetap berlanjut. “Maklum,
karena kami tinggal di kota, Arifin mulai terpengaruh dengan hal-
hal yang negatif. Dia mulai bisa bermain judi dengan uang kecil-
kecilan dan merokok dengan sembunyi-sembunyi”. Tutur Ilham
Marzuki (ayahnya – red). Tapi di lain pihak Arifin dikenal
oleh teman-temannya sebagai anak yang berjiwa sosial dan
suka membantu orang lain, terutama orang-orang yang
kesusahan.
Muhammad Arifin Ilham sejak kecil sudah dilatih dan
dibiasakan oleh orang tuanya dibawa ke mesjid. Hal tersebut
antara lain karena orang tuanya adalah aktifis masjid yang
ada di Banjarmasin, seperti masjid Sabil al-Muhtadin dan
masjid Al-Jihad Banjarmasin. Sehingga Arifin kecil tidak
merasa asing dengan masjid, dan sudah terbiasa
mendengarkan pengajian-pengajian yang disampaikan para
ustaz, walaupun baginya belum begitu berarti apa yang
disampaikan oleh para ustaz itu. Setidak-tidaknya dia sudah
dapat menangkap pesan-pesan ustaz sesuai dengan daya
nalar orang seusianya. Tentu saja sedikit banyak apa yang
disampaikan para ustaz tersebut telah turut mewarnai
kehidupannya pada masa selanjutnya.
Setelah tamat Sekolah Dasar Muhammad Arifin Ilham
melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Banjarmasin,
salah satu sekolah favorit di Ibukota Kalimantan Selatan itu.

15
http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25
&views=9

26
Hal itu dapat ditempuhnya kerena dia dapat lulus dari SD
dengan nilai yang cukup baik, kecuali pelajaran agama yang
masih tetap merah. Walaupun kesungguhannya untuk belajar
sudah mulai tumbuh, namun bukan berarti ia tidak nakal lagi.

B. Arifin Mendapat Hidayah.


Pada tahun 1982, saat Muhammad Arifin Ilham duduk
di kelas 1 SMP, orang tuanya berangkat ke tanah suci untuk
menunaikan rukun Islam yang ke 5 yaitu melaksanakan
ibadah haji. Kedua orang tuanya selalu berdoa di hadapan
Ka’bah agar anaknya diberi petunjuk dan kesadaran oleh
Allah swt. Petunjuk dan kesadaran itu datang saat dia asyik
bermain judi klereng dengan teman-temannya. Salah seorang
teman bermainnya itu bernama Denny. Saat asyik-asyik
bermain, Denny tiba-tiba nyletuk: “Fin (demikian panggilan
kecilnya Arifin), orang tua lu berangkat haji, lu malah main judi!”
Ternyata kata-kata temannya itu sangat berkesan bagi
Arifin. Sejak itu pikirannya tidak tenang dan batinnya merasa
tercabik-cabik, sehingga dia menangis sendirian di kamar.
”Hidayah tidak selalu datang dari seorang ulama, tapi juga bisa
datang dari mereka yang berlumuran dosa”, tandas Arifin.16
Namun demikian Arifin yakin petunjuk itu juga datang
berkat doa kedua orang tuanya yang sedang melaksanakan
ibadah haji di tanah suci Makkah.
Hal itulah yang membuat dia merasa tidak kerasan
dan tidak betah lagi belajar di SMP. Dia bercita-cita ingin
menjadi seorang santri yang bercelana dan berdasi. Karena di
Banjarmasin tidak ada pesantren yang semacam itu maka
16
http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25
&views=9

27
Arifin dimasukkan oleh ayahnya ke Pesantren Darun Najah
Jakarta (tahun 1983). Kemudian pada tahun 1988 – 1989 dia
melanjutkan pendidikan ke Aliyah di Asy Syafi’iyah Jakarta.
Arifin Ilham semula tidak begitu tertarik dengan
masalah agama. Nilai rapornya baik ketika di SD maupun di
SMP dalam mata pelajaran agama selalu merah. Begitu juga
ketika baru pindah ke Darun Najah, nilai rapornya sebagian
besar merah. Begitu juga dengan kegiatan latihan pidato yang
diadakan di Darun Najah, semula tidak begitu disenanginya.
Setiap tampil dia selalu grogi dan ketakutan. Tapi karena
tekadnya yang kuat dan semangatnya yang tinggi, akhirnya –
baik nilai rapornya mapun bakat pidatonya – bangkit dan
berkembang dengan pesatnya. Nilai rapornya ketika naik ke
kelas II, cukup baik dan bahkan dia dapat masuk peringkat 10
besar. Begitu pula bakat berpidato mulai diasahnya dengan
tekun. Hasilnya tidaklah sia-sia. Bakat pidatonya mulai
tampak. Setiap ada lomba pidato, Muhammad Arifin Ilham
selalu mengikutinya, baik yang diadakan oleh sekolah di
mana dia belajar maupun lomba pidato yang diadakan antar
sekolah. Dari berbagai lomba yang diikutinya dia sering
meraih juara. Karena kemampuannya berpidato itulah dia
akhirnya sering diundang untuk memberikan pengajian-
pengajian kepada masyarakat. Dengan sendirinya
kemahirannya dalam berpidato semakin terasah.
Darun Najah telah mengubah jalan hidup Muhammad
Arifin Ilham. Sejak di Darun Najah-lah kehidupan keagamaan
mulai tumbuh dan berkembang pada diri M. Arifin Ilham.
Darun Najah-lah yang telah mengasah dirinya sehingga
mahir berpidato. Darun Najah-lah yang mula-mula mengisi
jiwa Arifin yang mulai terbuka menerima hidayah. Tapi
kemudian dia dengan terpaksa harus meninggalkan dan
keluar dari Darun Najah. Hal itu adalah karena kehidupan di
asrama yang tidak dia sukai. Prilaku para senior yang begitu

28
sewenang-wenang terhadap anak-anak kelas yang di
bawahnya, membuat dia berontak dengan keadaan itu.
Apalagi dengan menu makan yang hampir setiap hari hanya
dengan tahu dan tempe saja, semakin menambah
keinginannya untuk menginggalkan Darun Najah.
Kemudian setelah dia keluar dari Darun Najah dan
melanjutkan ke Aiyah kelas 2 di Asy-Syafi’iyyah, dia semakin
leluasa mengekspresikan kemampuan berpidatonya ke
tengah-tengah masyarakat.
Setelah Arifin menamatkan pendidikannya di Aliyah,
dia melanjutkan ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Nasional Jakarta. Pada tahun 1995 dia telah dapat
meraih gelar S1 di perguruan tinggi tersebut. Suka dukanya
selama kuliah cukup menarik untuk di simak. Dia sering
pindah-pindah tempat kos. Pernah menjadi pengamen.
Pernah juga menjadi kondektur angkutan umum. Pernah juga
menjadi pedagang mie rebus di daerah Pasar Minggu. Semua
itu dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
keperluan kuliahnya. Bahkan dengan berjualan mie rebus itu
dia dapat menunaikan ibadah haji pada tahun 1994, setahun
sebelum dia diwisuda.

C. Keluarga
Pada tahun 1998, ustaz Muhammad Arifin Ilham me-
nyunting seorang gadis Aceh bernama Wahyuniati al-Wali.
Gadis cantik berkulit putih ini merupakan adik kelas Arifin
ketika kuliah di UNAS. Dari pernikahannya itu beliau
dikaruniai tiga orang anak. Putra pertama bernama
Muhammad Alvin Faiz, putra kedua bernama Muhammad
Amir Azikra, dan putra ketiga bernama Muhammad Azka
Nahjan.

29
Beliau adalah seorang yang sangat halus dalam
bertutur kata, begitu juga kepada anak-anak dan keluarga. Di
tengah kesibukannya berdakwah beliau masih sempat
membagi waktu untuk bergaul dan bermain dengan anak dan
keluarga. Sedangkan pada malam hari beliau banyak
melakukan salat tahajud, salat hajat, salat istikharah, berzikir
dan bertadarus serta tadabbur Al-Qur’an baik di rumah atau
pun di masjid.17

D. Kegiatan berdakwah
Sejak sekolah di Darun Najah dan Asy-Syafi’iyyah –
sebagaimana telah disinggung di atas - Muhammad Arifin
Ilham telah terbiasa berpidato dan berceramah. Bahkan beliau
sering mengikuti lomba-lomba pidato, baik pada tingkat
nasional maupun internasional. Karena kemahirannya
berpidato itulah beliau sering diundang untuk memberikan
pengajian oleh masyarakat sekitar. Dengan bakat yang sudah
dimiliki itu bagi M. Arifin Ilham untuk mengasah
kemahirannya berceramah tentu saja tidak begitu sulit.
Sebagaimana telah disinggung dalam tulisan
terdahulu, setelah beliau menamatkan pendidikannya di As-
Syafi’iyyah, beliau melanjutkan studinya ke perguruan tinggi
umum, yaitu Universitas Nasional yang berlokasi di daerah
pasar minggu. Tidak jelas apa yang menjadi alasan M. Arifin
Ilham untuk memilih perguruan tinggi umum dalam
melanjutkan studinya. Tapi yang jelas, bagi UNAS, dengan
kehadiran M. Arifin Ilham, terutama bagi para
mahasiswanya, dapat mewarnai kehidupan kampus dengan
kehidupan yang Islami. Beliau dapat menam-pilkan wajah

17
Asep Saifuddin, Penerapan Retorika dalam Tausiyah
Ustaz Muhammad Arifin Ilham, UIN Jakarta, tahun 2005, halaman
35.

30
Islam yang manis dan santun, penuh dengan rasa kasih
sayang dan jalinan ukhuwah Islamiah, sehingga para
penganut agama lain pun merasa terlindungi. Bahkan tidak
sedikit yang mengatakan bahwa mereka kenal dengan Islam
melalui M. Arifin Ilham.
Setelah beliau menamatkan pendidikannya di UNAS
akifitas dakwahnya semakin meningkat dan semakin lancar.
Beliau berdakwah tidak saja di kawasan Jakarta dan
sekitarnya, tetapi juga telah melanglang ke daerah-daerah
lain, seperti Lampung, Kalimantan, Batam, bahkan sampai ke
negeri jiran Singapur dan Malaysia (lihat Asep, hal. 36.)

E. Dakwah dan Berzikir


Metode dakwah yang dilakukan Arifin Ilham sejak
tahun 1996 mengalami perubahan, dari metoda dakwah yang
biasa dilakukan seperti halnya para mubalig lainnya, menjadi
dakwah yang dikombinasikan dengan berzikir. Suatu model
yang barangkali dapat dikatakan sebagai “ciri khasnya”
Ustaz Muhammad Arifin Ilham sendiri.
Hal ini berawal dari suatu peristiwa luar biasa yang
menimpa Ustaz Muhammad Arifin Ilham. Pada tahun 1996
itu beliau digigit ular yang sangat membahayakan
keselamatan jiwanya. Ular tersebut adalah ular peliharaannya
sendiri. Salah satu kesenangan dari da’i muda ini adalah
memelihara berbagai jenis binatang, seperti ayam kate,
burung, kera, dan ular. Ular yang beliau pelihara tersebut
bermacam-macam jenisnya. Ketika digigit ular tersebut beliau
mengalami koma selama 21 hari. Pada saat beliau mengalami
koma itu terjadilah beberapa pengalaman spiritual yang luar
biasa pada dirinya. Pengalaman tersebut tak ubahnya seperti
orang yang tengah bermimpi dalam tidur.

31
Pengalaman pertama: pada suatu waktu beliau sedang
berjalan-jalan keliling kampung. Beliau menjumpai sebuah
mesjid dan memasukinya. Ternyata di dalamnya telah
menunggu tiga saf jamaah dengan pakaian putih-putih. Salah
seorang dari mereka meminta kepada Muhammad Arifin
Ilham agar beliau memimpin mereka untuk berzikir.
Pengalaman kedua: beliau tengah berada di tengah
kampung yang penduduknya berlarian ketakutan karena
keda-tangan beberapa orang yang dianggap sebagai setan.
Melihat kehadiran Arifin Ilham penduduk pun berteriak dan
meminta dirinya menjadi penolong mereka untuk mengusir
setan-setan tersebut.
Pengalaman ketiga : beliau bertemu dengan seorang
bapak yang minta tolong kepadanya untuk mengobati
isterinya yang sedang kesurupan. Mendengar permintaan
bapak tersebut, Arifin bergegas menolong dan mengobatinya.
Berkat izin Allah, isteri bapak tersebut dapat sembuh kembali.
(Asep, hal. 38).18
Setelah Arifin Ilham siuman dari komanya dan
sembuh dari bisa gigitan ular tersebut, beliau semakin
memantapkan dirinya menjadi juru dakwah yang
mengingatkan manusia untuk selalu berzikir dan beribadah
kepada Allah swt. Dan sejak itu pula, cara berdakwah beliau
menjadi berubah dari hanya dengan berceramah, dengan
dakwah yang dikombinasikan antara ceramah dan berzikir.
Kekhasan beliau dalam berdakwah ter-sebut menjadi
fenomena baru yang banyak diminati oleh banyak kalangan,
mulai dari kalangan terpelajar sampai kalangan awam; mulai
dari kalangan birokrat/eksekutif sampai kalangann rakyat
biasa. Bahkan kegiatan dakwah beliau diikuti oleh ribuan

18
http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25
&views=9

32
kaum muslimin dan muslimat, yang datang dari berbagai
daerah, seperti – selain dari daerah Jakarta dan sekitarnya –
Lampung, Palembang, Jawa, Kalimantan, dan sebagainya.
Dan sejak itu pula keadaan suara beliau berubah menjadi
serak-serak basah, yang akhirnya menjadi ciri khas tersendiri
pula bagi Ustaz muda ini.
Barangkali M. Arifin Ilham-lah untuk pertama kali
yang berhasil mengkondisikan ribuan umat berhimpun
dengan berpakaian serba putih, dan beliau pulalah yang
pertama kali menorehkan dalam catatan sejarah menghimpun
umat dalam berdakwah dan berzikir pada peringatan tahun
baru hijrah yang jamaahnya memenuhi Masjid Istiqlal hingga
lantai atas dan dihadiri oleh pemuka-pemuka agama dan
tokoh-tokoh intelektual sekaliber Quraish Shihab, Ali Yafi,
Qamaruddin Hidayat, para habaib, dan ditayangkan secara
live oleh Trans TV. 19
Popularitas Ustaz M. Arifin Ilham dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Umat Islam dari berbagai kalangan dan
lapisan masyarakat semakin menyukai cara beliau berdakwah
yang dapat menggugah hati nurani para pendengarnya
sampai dapat meneteskan air mata. Karena itu pulalah
panggilan dari berbagai daerah dan media untuk memberikan
ceramahnya semakin meningkat pula. Sehingga bagi siapa
saja yang ingin berjumpa dengan beliau saat ini, sangatlah
sulit sekali. Bukan karena beliau tidak suka dikunjungi dan
ditemui, tetapi karena jadwal dakwah beliau yang sangat
padat. Akhir-akhir ini, salah satu kegiatan dakwah beliau
yang cukup fenomenal juga adalah berupa kegiatan dakwah

19
Sebelum Muhammad Arifin Ilham muncul, kita mengenal
KH. Zainuddin MZ, yang dikenal dengan da’i sejuta umat. Sesudah
itu muncul pula A.A. Gimnastiar yang dikenal dengan “manajemen
qalbunya”, yang banyak menyedot perhatian kaum muslimin
khususnya kaum perempuan.

33
yang disebut dengan istilah “Safari Zikir”. Kegiatan ini
dilakukan sekali dalam seminggu, dengan kegiatan dakwah
dan zikir ke berbagai provinsi di Indonesia. Sebagai contoh :
minggu II ke Sumatera Utara, minggu III ke Kalimantan
Selatan, dan minggu IV ke Jawa Tengah. Sedangkan pada
minggu I, beliau selalu melaksanakan majlis zikir di masjid
tempat kediaman beliau di Mampang Indah 2 Depok. (lihat
jadwal).
Jadwal beliau untuk berdakwah, baik di media
elektronik (TV dan radio) dan panggilan masyarakat dari
berbagai daerah di Indonesia, telah menyibukkan kegiatan
keseharian beliau saat ini. Berikut ini – sebagai contoh saja –
dapat dilihat sebagian jadwal kegiatan beliau untuk melayani
panggilan umat untuk berdakwah, sebagaimana terlihat pada
tabel berikut ini :

Jadwal Zikir Muhammad Arifin Ilham tahun 2005.


Hari/tgl Jam Tempat Alamat
Ahad, 4 Des 005 07.00 - Mesjid Al-Amru Mampang Indah 2 Depok.
bit-Taqwa (kediaman M. Arifin
Ilham)
Kamis, 8 Des 005 16.30 - Masjid Baitul Jl. Thamrin Jak-pus
Ihsan
Jumat, 9 Des 005 15.30 - Masjid Akbar Rusun Kemayoran Jak-pus
Sabtu, 10 Des 005 08.00 - Masjid Agung Kota Banjar Kab. Ciamis
Jabar.
08.00 - Masjid Az-Zikra Kab. Garut Jabar
--- Masjid Nurul Legoso Ciputat
Ahad, 11 Des 005
Iman
--- Yayasan Al-Fatah Gg. Majlis Depok 2
Jumat, 16 Des 005 19.00 - Pangkalan Bun Kalimantan Tengah
Sabtu, 17 Des 005 19.00 - Kab. Seruan Kalimantan Tengah
Ahad, 18 Des 005 07.00 - Masjid Perum Cening Ampe
Baiturrahim Depok Timur
Ahad, 25 Des 005 08.00 - Masjid Jami’ Taman Yasmin II Jl.
Darus Salam Rafselia Raya Bogor
Senin, 26 Des 005 07.00 - Masjid Metro TV Banda Aceh
Baiturrahman
Sabtu, 31 Des 005 20.00 - Masjid Islamic Jakarta Utara.

34
Center Republika
Ahad, 29 Jan 006 08.00 - Masjid Istiqlal Jakarta

Jadwal Zikir Muhammad Arifin Ilham


Bulan Juli tahun 2008
Hari/tgl Waktu Tempat Alamat
Rabu, 2 Juli 008 06.00 - Samsat Jakarta Timur
08.00 - Masjid Al-A’raf Perumnas Klender
10.00 - Rumah ayahanda Mulyono
Kamis, 3 Juli 008 09.00 - Masjid Baitul Kamal Depok
12.00 - Plaza dan Menara Kebon Sirih
Jum’at, 4 Juli 008 09.00 - Polda Metro Jaya Jakarta Selatan
Sabtu, 5 Juli 008 05.00 - Masjid An-Nida TPI
08.00 - Perumahan LIPPO Karawaci Tangerang
Ahad, 6 Juli 008 07.00 - Pusat Majlis Zikir Mampang Indah II Depok
Senin, 7 Juli 008 -- Sidoarjo Jawa Timur
Rabu, 9 Juli 008 10.00 - DKM se-Kecamatan Bekasi
Serang Baru Bekasi
Kamis, 10 Juli 008 10.00 - PT Prima Tangerang
Jum’at, 11 Juli 008 --- SAFARI ZIKIR Sumatera Utara
Rabu, 16 Juli 08 10.00 - Giant Villa Melati Mas Serpong
Kami, 17 Jul 08 10.00 - Majlis Taklim Darul Serab Depok
Iman
Jum’t, 18 Juli 08 --- SAFARI ZIKIR Kalimantan Selatan
Senin, 21 Juli 08 08.00 - SMU 47 Tanah Kusir Jak-sel
Rabu, 23 Juli 08 --- SAFARI ZIKIR Jawa Tengah
Rabu, 30 Juli 08 09.00 - Masjid Al-Muhajirin Pasar Kemis Tangerang
Kami, 31 Jul 08 10.00 - Drg. Iyan Bandung

Selain kegiatan dakwah dan zikir seperti tersebut di atas,


beliau juga memiliki jadwal tausiyah rutin/tetap, sebagaimana
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Jadwal Tausiyah Rutin


No Hari Waktu Tempat
1 Senin 17.00 - magrib Radio Music City Jakarta 107.50
FM

35
2 Senin 20.30 – 22.00 wib TPI Sinetron Rahasia Ilahi
3 Selasa Magrib – 21.00 wib Tarbiyah di Masjid Al-Amru bit-
Taqwa
4 Jum’at 05.00 – 05.30 wib Majlis Zikir Az-Zikra Mampang
Indah II Depok.
5 Sabtu 05.00 – 06.00 wib Masjid An-Nida TPI (setiap
bulan).

F. Mengapa berzikir ?
Berzikir dalam agama Islam termasuk amalan yang paling
utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dalil-dalil tentang tuntunan berzikir banyak dijumpai
baik dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah Rasulullah saw.
Allah berfirman :
c??A ??Kƒjat ???a? ? c? o?A ??j a?oa? a?? a?? ƒ
??I ? ??A ?? ?ƒ??g
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat
kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar
kepada-Ku.”(Al-Baqarah : 152).
Dan firman Allah swt:
?a?ƒ??I c?o
A ??o A ?ƒ? c|?a?
“Dan mengingat Allah adalah lebih besar.”(Al-‘Ankabut : 45).
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
? ?A
? c?ƒKA
t a??j o ?a?? oC Scu? a?o ??o o?A ?? ƒ
?oa?
“Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, mudah-mudahan
kalian beruntung.” (Al- Jumu’ah 10).
Rasulullah saw bersabda:
c?c?a?a? ?a? Ê ? o ???a a?a?a?A
?cƒ
?o ? ?? c??a?a?a??a? c?oa?a?c?ƒ?o ? cg c??a??a?cO
?U c??a? Ë
c??o ? ?a c??a??Ka?cKa?
?a?cua?ƒ?o Ê
? o ? ?a? a?A
?

“Dua kalimat yang ringan diucapkan, berat dalam timbangan,


sangat dicintai oleh Allah Yang Maha Pengasih,
yaitu:”Sub€•nall•hi wa bi€amdihi. Sub€•nall•hil ‘Aƒ„m.”(H.R.
Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).
Dalam hadis yang lain Rasulullah saw bersabda:
c?c?a?a? ?a? ?Êo ? ?a?Ê
?a?A
?o ? È
c?? ?? ?j ƒ
?o c? a??I o
?? ? Ê
? o ? ?? ?? ?j ƒ?o d
? a??? a?? a?a?a??I ? ?I

36
“Maukah kamu saya terangkan satu kalimat yang sangat
dicintai Allah? Sesungguhnya kalimat (ucapan) yang sangat
dicintai Allah adalah:” Sub€•nall•hi wa bi€amdihi.”
Rasulullah saw juga bersabda :
?k??KÊ
a?? a?c? a??j ? c?a?a?a? a??j ct?a?a?a? ? cg ?a?c??ga??Ia? a??j cja?c?a? a?a?a?ca? a??a??j???O
?a!??I?Ia? ? ?Ia?j c??a?a?I
d
?o? ? ?a?o?????o?a??j o
??a?a?I o?A
??au a?a? ?A
??o?a?a?I o?A
??au a??g a?? c?A
? a oa??O
ƒ?at ƒ??I a?c? a??j ? Ð?a?a? a? c?
? ??a?at ?o
Ê ?ƒ?c?
A

“Maukah kalian saya sampaikan sebaik-baik amalan kalian


dan yang paling sucinya di sisi Raja kalian (Allah), menaikkan
derajat kalian dan lebih baik bagi kalian daripada infaq emas dan
perak dan lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh
lalu kamu menebas leher mereka atau mereka menebas leher
kamu? Mereka berkata:”Tentu (ya Rasulullah).” Kata beliau:
”Berzikir (mengingat) Allah Ta’ala.”
Syaikhul Islam Ibnu Qayyim rahimahullahu Ta’ala
mengatakan bahwa di dalam zikir ini terdapat lebih dari 100
faedah, beliau menyebutkan 78 di antara faedah-faedah tersebut.
(Lihat Shahih Wabilus Shayyib 82-164).
Maka dengan berbagai dalil ini kita ketahui betapa besar
keutamaan zikir ini dan terangkatnya derajat orang yang
mengamalkannya.
Dalam buku panduan yang ditulis oleh ustaz Muhmmad
Arifin Ilham yang berjudul “Panduan Zikir & Doa” yang dicetak
pada tahun 2007, beliau menjelaskan apa itu zikir dan mengapa
berzikir. Beliau juga mengutip ayat-ayat seperti tersebut di atas
dan beberapa hadis Rasulullah sebagai dalil mengapa berzikir.
Dengan penjelasannya itu kita akan dapat menangkap mengapa
dakwah beliau selalu dikombinasikan dengan mengajak hadirin
untuk berzikir bersama, disamping memberikan tausiyah-
tausiyah keagamaan yang cukup menyentuh hadirin yang
mende-ngarkannya.
Dalam buku tersebut dijelaskan tentang makna “zikirz”,
yaitu “artinya ingat dan sebut. Karena ingat maka disebut, dan
disebutnya adalah karena ingat. Dalam kaitannya dengan “zikrullah”,

37
zikir berarti mengingat dan menyebut asma Allah. Ingat adalah gerak
hati sedangkan sebutan adalah gerak lisan. Zikir dalam hati lebih baik
dibandingkan zikir dengan lisan semata. Namun jauh lebih sempurna
jika keduanya dipadukan. Jadi zikir yang terbaik adalah perpaduan
antara zikir hati dan lisan. Hati mengingat Allah dan lisan menyebut-
Nya. Itulah awal dari “khusyu’.” 20
Imam an-Nawawi pun pernah berkata, “Berzikir adalah
suatu amalan yang disyari’atkan dan sangat dituntut di dalam
Islam. Ia boleh dilakukan dengan hati atau lidah. Afdhalnya
dengan kedua-duanya sekali”. (lihat: al-Adzkar, m/s. 23)
Imam an-Nawawi juga mengatakan, “Ketahuilah bahwa
sesungguhnya zikir tidak hanya tasbih, tahlil, dan takbir, bahkan
zikir ialah setiap amalan ketaatan yang dilakukan kerana Allah”.
(lihat al-Adzkar, m/s. 7).
Menurut Sheikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di dalam
menafsirkan ayat 152 surah Al-Baqarah (“Kerana itu, ingatlah
kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.”), “Zikir kepada Allah swt yang paling istimewa
adalah zikir yang dilakukan dengan hati dan lisan yaitu zikir
yang menumbuhkan ma’rifat kepada Allah, kecintaan kepada-
Nya dan menghasilkan ganjaran yang banyak dari-Nya.21
Dari apa yang dijelaskan di atas, maka dapat melihat apa
yang dilakukan oleh ustaz M. Arifin Ilham dalam membimbing
dan mengajak para jamaah untuk berzikir bersama-sama dengan
panduan beliau sendiri.
Untuk menjelaskan mengapa berzikir, beliau menjelaskan
bahwa berzikir itu adalah perintah Allah dan Rasul, seperti yang
difirmankan-Nya dalam surah Al-Ahzab ayat 41 – 42, yang
berbunyi sebagai berikut:
Ñ Ï ????cI ?Ia? ?a?ƒ
jA
? A
??A
Ñ?Îd
?a?a? oC
Scu? oC

? c? a?o
??o o?A
?? ƒ?o o?A
?a?È
? a??c|o
?o ?a?C
??I ?a?

20
Muhammad Arifin Ilham, Panduan Zikir & Doa, Intuisi
Press Jakarta, tahun 2007, halaman 4.
21
http://fiqh-sunnah.blogspot.com/2008/05/096- Sunnahkah
– Berdoa & Berzikir Dengan Berjama’ah, Berlagu, Dan Menangis?

38
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman berzikirlah kepada
Allah sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pagi dan
petang),
Dan sabda Rasulullah : “Sesungguhnya aku berzikir
(mengingat Allah swt) bersama-sama jama’ah usai shalat Subuh hingga
matahari terbit, itu lebih aku suakai daripada dunia dan seisinya.”
(H.R. Baihaqi)” 22
Kemudian dengan berzikir itu hubungan antara manusia
dengan Allah selalu terpelihara, dan dengan berzikir itu pula
orang akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman dalam
jiwanya.
Selain mengajak umat berzikir ada beberapa pesan harian
yang selalu dipesankan oleh ustaz M. Arifin Ilham kepada kaum
muslimin, dan pesan itu - selain disampaikan kepada jamaah –
juga dibingkai dalam sebuah pigura dan selalu terpampang di
dinding kantornya. Pesan itu adalah :
“Isilah setiap harimu dengan istiqtamah melaksanakan Tujuh
Sunnah Harian Nabi Muhammad saw”, yaitu :
a. Dirikan Salat Tahajud
b. Baca Al-Qur’an dan maknanya
c. Salat berjamaah di masjid (terutama Salat Subuh)
d. Salat Duha
e. Perbanyak sedekah
f. Selalu menjaga wudu’
g. Istigfar setiap saat.
Berzikir bukan hanya ada sejak Muhammad Arifin Ilham,
tetapi hal itu telah menjadi tuntunan yang diajarkan dalam
agama Islam sejak dibawa oleh Rasulullah saw. Tuntunan itulah
yang diajarkan lagi oleh ustaz muda ini kepada umat dengan
caranya sendiri.
Pada tradisi tarekat tasauf dikenal ada zikir jahr dan ada
zikir sirr. Zikir Jahr adalah menyebut nama Tuhan atau kalimah
thayyibah (takbir, tahmid, tasbih dan salawat Nabi) dengan
mengeraskan suara. Biasanya zikir jahr dilakukan bersama-sama,

22
Muhammad Arifin Ilham, op-cit, halaman 8.

39
di masjid atau di tempat khusus (zawiyah) dipimpin seorang
mursyid. Sekarang acara zikir jahr marak dilakukan oleh
masyarakat, dipimpin antara lain oleh M. Arifin Ilham, Ustaz
Haryono dan lain-lainnya. Ada lagi yang disebut istighotsah,
artinya mohon pertolongan, isinya membaca doa mohon sesuatu
secara ramai-ramai (demontrasi doa) di tempat terbuka. Jika
pada acara tahlilan, zikir lebih merupakan tradisi, pada
kelompok tarekat, zikir merupakan suluk (jalan) atau metode
mendekatkan diri kepada Tuhan. Bagi pengamal tarekat,
membaca zikir dalam majlis zikir merupakan hiburan dan
kenikmatan spirituil, baik ketika sedang membaca maupun
sepulang dari berzikir. Pembacaan zikir yang dilakukan secara
reguler yang disiplin dan tertib (disebut wirid) akan
mengembangkan “rasa” tertentu yang dapat disebut sebagai
religiusitas. Ekpressi ahli zikir itu pada umumnya tenang dalam
menghadapi berbagai persoalan, wajahnya berseri-seri meski
kepada musuh sekalipun dan fleksibel dalam mencari problem
solving. Zikirnya penganut tarekat pada umumnya lebih afektip
dibanding kognitip, oleh karena itu mereka pada umumnya
enggan menerangkan bagaimana anatomi kenikmatan zikir,
bahkan ketika zikir dikatakan sebagai bid`ah atau sesat. Mereka
cukup mengatakan cobalah ikut, nanti anda akan dapat
merasakan sendiri.23

G. Bagaimana berzikir.
Selama ini zikir hanya dianggap sebagai amalan individu
seorang muslim dalam upayanya mendekatkan diri dan
berkomunikasi dengan Sang Khalik. Karena itu, zikir sering
dilakukan di tempat tenang. Kalau perlu dengan cara menyendiri
di tengah malam yang sunyi, jauh dari segala hiruk pikuk
keduniaan.
Namun tiba-tiba dai muda Muhammad Arifin Ilham
muncul memangkas pandangan itu dengan memperkenalkan

23
http:/mubarok-institut.blogspot.com.

40
model zikir berjamaah, di tempat terbuka atau di mesjid.
Bahkan, kegiatan itu ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi.
Dia berzikir dikelilingi jamaah yang mengenakan busana
serbaputih, begitu khusyuk dan penuh tawadhu', sehingga hampir
semua jamaah tak mampu membendung tangis karena
diingatkan akan dosa dan kecilnya manusia di hadapan Sang
Khalik. Kedahsyatan zikir inilah yang membuat ribuan orang -
termasuk para politikus, pengusaha dan tokoh-tokoh masyarakat
- dari berbagai pelosok rela mendatangi tempat dimana zikir
tersebut dilantunkan.
Ustaz Muhammad Arifin Ilham dengan lantunan suaranya
yang khas serak-serak basah dan mendayu-dayu, mengajak
jamaah untuk berzikir.
“Sub‚ƒnallƒh, wal-‚amdu lillƒh, wa lƒ ilƒha illallƒh,
wallƒhu Akbar", demikian lantunan kalimat ˆayyibah
membimbing dan mengajak ribuan orang untuk melafalkannya,
meski dengan tempo lamban namun terjaga. Kalimat pujian itu
terasa menyejukkan.
H Arifin Ilham memimpin umat berzikir, dengan duduk
bersila dengan pakaian serba putih bersama-sama jamaah yang
hadir menyebut dan mengingat asma Allah. Dengan pengeras
suara, dia menuntun hati umat untuk mengenal lebih jauh
kesejatian diri dan zat Allah Azza Wa Jalla.
Dalam khusyuk berzikir, tak terasa air mata pun berlinang.
Bagai kunci gembok, bacaan-bacaan itu membuka mata hati,
mengingatkan akan diri yang kuyub oleh dosa. Lalu ujung-
ujungnya, mengakui kemahasucian Allah, satu-satunya zat yang
pantas dipuji oleh manusia.
Ustaz Arifin dengan piawainya menggugah dan mengajak
umat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam hal itu, dia
bagai punya jurus membuka hati. Suaranya yang serak-serak
basah dengan intonasi yang lembut mendayu, mampu mengantar
orang yang mendengar kepada kesadaran, bahwa tidak ada ilah
selain Allah, dan memuncak kepada pengakuan keesaan-Nya.
Innaka 'alƒ kulli syai'in qad„r (sesungguhnya Engkau (Allah)

41
berkuasa di atas segala sesuatu). Kepala mereka tertunduk. Hati
dan pikiran terpusat kepada Ilahi Rabbi.
Tawa‰‰u’ makin memuncak, seiring M. Arifin Ilham
mengupas nama dan makna 99 asm•’ul-€usn•.
"Yƒ Salƒm, Yƒ Salƒm, Yƒ Salƒm, Yƒ Salƒm, Yƒ Salƒm,"
lantun M. Arifin Ilham dengan suara tersendat oleh tangis yang
tertahan. Tangannya sesekali menengadah, lalu tak lama
kemudian menggenggam. Tak lupa, beliau meminta kepada
Allah agar jamaah diselamatkan dari siksa api neraka.
Diselamatkan dari hisab, dan dikumpulkan bersama Nabi
Muhammad SAW. Tiada keindahan bagi mereka, kecuali
diizinkan oleh Allah untuk memandang wajah Nabi, yaitu wajah
kekasih Allah.
"Yƒ Nabi salƒm ‘alaika. Ya Ras†l salƒm ‘alaika. Yƒ Nabi
salƒm ‘alaika. Salawƒtullƒh ‘alaika," ucap Arifin penuh
khusyuk.
Begitulah sekedar gambaran bagaimana ustaz M. Arifin
Ilham memandu dan mengajak umat untuk berzikir bersama-
sama dan diselingi dengan pesan-pesan singkat yang sangat
menyentuh hati yang mendengarnya.

H. Kegiatan lain
Selain kegiatan berdakwah dengan berzikir, beliau juga
memiliki yayasan yatim piatu yang merawat anak-anak yatim,
terutama korban kerusuhan Ambon dan Posso, serta anak-anak
korban Tsunami Aceh.
Anak-anak tersebut selain dirawat di panti yang telah dibuat
khusus untuk mereka, juga disekolahkan terutama ke sekolah-
sekolah agama, seperti Madrasah Diniyah, Tsanawiyah, dan
Aliyah.
Selain kegiatan berdakwah, beliau juga bergerak dibidang
usaha dimana beliau menjabat sebagai advisor komisaris di
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang logistik atau pengi-
riman barang.
Sebagai seorang ulama sekaligus pemimpin jamaah zikir,
Ustad Arifin memang punya gagasan besar, bisa membangun

42
kawasan pemukiman yang Islami, lengkap dengan sebuah
masjid.
Pada saat ini beliau sedang membangun sebuah perkam-
pungan muslim yang berada di Sentul dengan sebuah mesjid
yang dapat menampung jamaah sebanyak 10.000 orang.
Februari 2007 yang lalu pembangunan masjid di kawasan Sentul
tersebut sudah dimulai dan ditargetkan selesai Tahun 2009 yang
akan datang. Masjid yang berkapasitas 10.000 jamaah ini
dirancang oleh seorang arsitek asal Libya. "Nantinya, saya juga
akan pindah ke tempat ini (Sentul), rumah di Depok dijual saja,"
aku Arifin Ilham. Sesuai rancangan, komplek Az-Zikra yang
digagas Arifin juga dilengkapi perumahan tipe 36 ke atas. Dan
pada tahap pertama, sudah berdiri 800 unit rumah, 600 unit
diantaranya sudah laku. 24

I. Respon dan Tanggapan Masyarakat


Berbagai tanggapan dan respon muncul dari masyarakat
terhadap majlis-majlis zikir yang lagi marak dan tumbuh
kembang di tengah-tengah masyarakat saat ini, termasuk majlis
zikir yang dipimpin oleh ustaz Muhammad Arifin Ilham. Buku-
buku yang ditulis berkenaan dengan pembahasan sekitar “zikir
berjamaah” dan “masalah bid’ah” banyak bermunculan. Berbagai
tulisan di dunia maya (internet) yang menanggapi tentang
kemunculan majlis-majlis zikir tersebut juga cukup banyak. Ada
yang mendukung termasuk terhadap apa yang dilakukan oleh
Ustaz Muhammad Arifin Ilham dan ada pula yang mengatakan
bahwa apa yang dilakukannya itu merupakan perbuatan bid’ah
yang sesat dan tidak ada dasarnya sama sekali, baik di dalam Al-
Qur’an maupun dalam sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw.
Muhammad Arifin Ilham sendiri setidak-tidaknya telah
menulis dua buah buku yang berjudul : “Hikmah Zikir
Berjamaah” dan “Panduan Zikir & Doa”. Ahmad Dimyati juga
menulis dengan judul “Zikir Berjamaah Sunnah atau Bid’ah”.

24
http://www.surya.co.id/web/index.php?Profil Ustaz
M.Arifin Ilham, Zikir dan Obsesinya, 21 Pebruari 2007.

43
Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais menulis buku
dengan judul “Dzikir Jama’i Yang Sunnah & Bid’ah”. Dr. Omar
Abdullah Kamel menulis buku dengan judul “Kenapa Takut
Bid’ah”. Begitu pula berbagai tulisan di dunia maya (internet)
yang cukup banyak pula dan dapat diakses dengan cepat. Buku-
buku tersebut ditulis berkenaan dengan bermunculannya akhir-
akhir ini praktek-praktek zikir berjamaah, termasuk seperti yang
dilakukan oleh Muhammad Arifin Ilham tersebut.
Dari realita yang berkembang di tengah-tengah masyara-
kat, tidak sedikit umat Islam yang terkesan dan meminati majlis-
majlis zikir tersebut baik yang dipimpin oleh ustaz M. Arifin
Ilham atau oleh ustaz-ustaz lainnya. Khusus kepada apa yang
dilakukan oleh ustaz Muhammad Arifin Ilham, merupakan
sebuah fenomena baru yang begitu banyak diminati umat Islam.
Melihat kepada jadwal kegiatan zikir yang dilakukan oleh ustaz
M. Arifin Ilham (seperti telah disebutkan di atas) menunjukkan
betapa umat Islam sangat tertarik untuk mendengar dan
mengikuti majlis zikir yang dipimpin ustaz Arifin Ilham tersebut.
Ketika kegiatan tersebut dilaksanakan di mesjid Al-Amru bit-
Taqwa di tempat dimana beliau tinggal, pada setiap minggu
pertama setiap bulan, umat Islam yang mengikuti kegiatan
tersebut tidak saja datang dari masyarakat setempat, tetapi juga
datang dari berbagai daerah, seperti dari Banten, Lampung,
Palembang, Jawa, Kalimantan dan bahkan ada yang datang dari
negara tetangga seperti Malaysia dan Singapur. (lihat Suara
Merdeka, 21 Pebruari 2007).
Tidak sedikit pula orang yang menjadi sadar dan
mendapatkan hidayah setelah mendengarkan ‘tausiyah dan
zikirnya’ ustaz Arifin Ilham. Bahkan tidak sedikit pula orang
yang telah memeluk agama Islam setelah mendengarkan dan
mengikuti majlis zikir yang dipimpin ustaz muda ini. Orang yang
semula tidak pernah salat menjadi orang yang taat beribadah.
Orang yang tadinya suka mabuk-mabuk menjadi orang yang taat
dan mejauhi perbuatan-perbuatan terlarang itu. Orang yang tidak
kenal dengan Islam akhirnya memeluk agama Islam. Sebut saja
yang namanya “Joni” yang semula diberi gelar oleh ustaz Arifin

44
Ilham dengan Joni AO (AO = anggur orang tua). Hal itu
disebabkan karena Joni adalah seorang pemabuk. Tapi kemudian
oleh ustaz Arifin Ilham namanya diganti dengan “Joni Zikir”,
karena dia setelah tobat dan meninggalkan kebiasaan mabuk-
mabukkan, rajin mengikuti majlis zikir yang dipimpin ustaz M.
Arifin Ilham. Kisah sadarnya seorang yang bernama Joni ini pun
dimuat dalam sebuah majalah ibukota dan dapat dilihat pula di
internet yang ditulis oleh Imam Shofwan dengan judul “Jalan
Mendaki Penyuka Whisky” .
Di antara yang mendukung terhadap apa yang dilakukan
oleh ustaz Muhammad Arifin Ilham adalah apa yang ditulis Mas
Cholis yang dapat diambil dalam situs internet dengan judul :
“ZIKIR BERJAMA'AH SUNNAH ATAU BID'AH”.
Mas Cholis menulis antara lain : ”Dzikir memang
merupakan salah satu perbuatan yang diperintahkan Allah
S.W.T. dalam Al-Qur'an dan Rasulullah saw. dalam hadis-hadis
beliau. Bagi seorang mukmin, sudah seharusnya memperbanyak
dzikir kepada Allah S.W.T.
Allah S.W.T. berfirman :
????cI ?Ia? ?a?ƒ
jA
? A
??A
?d
?Ña?Îa? oC
Scu? oC

? c? a?o
??o o?A
?? ƒ?o o?A
?a?È
? a??c|o
?o ?a?C
??I ?a?
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut
nama) Allah,zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
kepadaNya pada waktu pagi dan petang." (QS. Al Ahzab:41,42).
Perintah untuk memperbanyak zikir ini, di kalangan ulama
tidak terjadi perbedaan. Demikian pula dalil yang dibawakan
tidak terjadi perbedaan. Yang kemudian menjadi permasalahan,
ialah menyangkut haiah (bentuk ) zikir yang disyari'atkan.
Sedangkan ayat-ayat yang memerintahkan masih bersifat umum.
Yakni perintah berzikir dimanapun berada dan ketika memiliki
kesempatan.25
Dr. Omar Abdallah Kamel dalam bukunya ”Kenapa Takut
Bid’ah” menjelaskan dengan panjang lebar tentang masalah-
masalah bid’ah, termasuk di antaranya masalah “maulid, tahlil,

25
mascholis354.blogspot.com/2008_06_01_archive.html -
١٩٢k

45
zikir, dan sebagainya, serta membantah pendapat-pendapat
orang-orang yang terlalu kaku dalam persoalan-persoalan baru
yang tidak dijumpai di zaman Rasulullah, zaman sahabat dan
zaman tabi’in.
Di antaranya beliau mengatakan, “Sayangnya, ada sebagian
orang yang bersikap ekstrem. Mereka menganggap bahwa segala sesuatu
yang baru (perkara yang tidak ada contoh sebelumnya) – termasuk
perbuatan baik sekalipun – yang tidak pernah dilakukan Nabi
Muhammad saw dan tiga abad pertama hijriyah adalah bid’ah yang
sesat…. Mereka berpendapat dengan hadis yang diriwayatkan Muslim
dari Jabir ra…. yang berbunyi :
‫ و ﻛﻞ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﺑﺪﻋﺔ وﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ‬،‫ﺷﺮ اﻻﻣﻮر ﻣﺤﺪﺛﺎﺗﮭﺎ‬
Artinya: Seburuk-buruknya perkara adalah yang baru, dan semua
perkara yang baru adalah bid’ah. Semua bid’ah adalah sesat.”26
Dan hadis-hadis Rasulullah saw yang senada dengan itu.
Selanjutnya Omar Abdallah Kamel mengatakan, “Mereka
pura-pura lupa bahwa Rasulullah saw membagi sesuatu yang baru ke
dalam “sesuatu yang bisa diterima” dan “sesuatu yang harus ditolak”
sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim dari Jarir
ra, bahwa Rasulullah saw bersabda :
c?a? a ?O
a?a? ƒ
? ?I ?a?? a?c? A
?a?a?a? ?a?? ? c?a a?a? A
?a??Ia? ?a?A
?a??I A
???g ?a?a? a? ?c?A
?
ƒ??I ?a?? c?a?a?a?c?a?c?c? ?a?? ? c?a a?a? A
?a!?a? ?a?A
?a!? c?a??a ? ??? ??O
?a?
d ?c?A
? ?? a?Ê
? o ? cg c?a?
?Æa?a? a?c??oa!a??I ?ac? a ?O
a?a?
Artinya: “Siapa yang membuat kebiasaan (sunnah) yang baik dalam
Islam, maka dia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya dan
perbuatan orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya sampai
tibanya hari kiamat tanpa ada pengurangan pahala mereka sedikit pun.
Dan siapa yang membuat kebiasaan (sunnah) yang buruk dalam Islam,
maka dia akan mendapatkan dosa perbuatannya sendiri ditambah
dengan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa ada
pengurangan sedikit pun.”
Hadis di atas menerangkan bahwa perbuatan “baru” dan
tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw dibagi menjadi
26
Omar Abdallah Kamel, Dr. Kenapa Takut Bid’ah, PP
Lakpesdam NU, Jakarta, tahun 2008, halaman 9.

46
dua;’ baik dan buruk. Selain itu, hadis ini juga mendorong kita
semua untuk berkreasi dalam kebaikan, kapan dan siapa saja
tanpa batasan. Adapun orang-orang yang membatasi pengertian
hadis tersebut hanya untuk Khulafau Rasyidin, para sahabat dan
tabi’in, maka mereka telah berpendapat dengan tanpa dalil.” 27
Namun di lain pihak ada juga komentar dan penilaian yang
negtif yang dilontarkan oleh umat Islam. Salah satu penilian dan
komentar yang kurang berkenan dengan majlis zikirnya
Muhammad Arifin Ilham adalah dari seorang tokoh salafi yang
bernama Al Ustadz Abu Karimah ‘Askari bin Jamal Al Bugisi.
Dia ( Abu – pen ) berpendapat apa yang dilakukan oleh ustaz
Arifin Ilham tersebut sebagai perbuatan bid’ah, yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Bahkan Abu menulis
dengan panjang lebar dan berseri ( 3 – 11 ) di internet dengan
judul : “Bid’ahnya Dzikir Jama’ah Ala Arifin Ilham”.28
Dalam tulisannya (pada seri ke 3) antara lain Abu
menulis:
“ Muhammad Arifin Ilham telah melakukan talbis (pemuta-
rbalikan, red) terhadap kaum muslimin untuk mendukung kebid’ahan
yang mereka kerjakan dengan dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan
majelis dzikir, dalam keadaan tidak tahu atau pura-pura tidak tahu
tentang majelis dzikir yang difahami oleh salafus shaleh. Karena majelis
dzikir yang dipahami oleh salafus shaleh ini adalah majelis ilmu dan
mempelajari Sunnah Nabi saw atau yang sejenisnya.”
Kemudian ustaz Abu mengutip beberapa hadis
Rasulullah saw yang berkenaan dengan “majlis zikir” tersebut.
Setelah Abu mengutip hadis tersebut dia mengatakan sebagai
berikut :
“Majelis dzikir adalah majelis ilmu dan nasehat (peringatan).
Yaitu majelis yang diuraikan padanya firman-firman Allah, Sunnah
Rasul-Nya dan keterangan para salafus shaleh serta imam-imam ahli
zuhud yang terdahulu, jauh dari kepalsuan dan kebid’ahan yang penuh

27
Ibid, halaman 10.
28

http://darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=34).

47
dengan tujuan-tujuan yang rendah dan ketamakan.” (Fikih Sunnah
2/87).
Al Manawi mengatakan:”Hujjatul Islam (Al Ghazali – ed)
mengatakan:”Yang dimaksud dengan majelis dzikir adalah, tadabbur
Al Quran, mempelajari agama, dan menghitung-hitung ni’mat yang
telah Allah berikan kepada kita.” (Faidlul Qadir 5/519).
Dari penukilan perkataan ‘Ulama salaf ini jelas bagi kalian
bahwa yang dimaksud oleh riwayat-riwayat yang di dalamnya
disebutkan padanya “majalis adz-dzikr” atau “hilaqudz-dzikr” adalah
majelis ilmu yang di dalamnya dipelajari Kitabullah, Sunnah Rasul-
Nya saw, jauh dari berbagai macam campuran bid’ah-bid’ah yang tidak
pernah dicontohkan Rasulullah saw.
Lalu bagaimana mungkin dzikir bid’ah model Arifin Ilham
bisa dikatakan sebagai majelis dzikir yang disebutkan di dalam nash-
nash tersebut? Sungguh ini suatu keanehan.”
Kemudian dalam tulisannya yang lain (pada seri ke 5)
Abu menjelaskan berkenaan dengan penolakannya terhadap apa
yang telah dilakukan oleh ustaz Arifin Ilham, seperti berikut ini :
“Ini semua menunjukkan bahwa makna “majlis adz dzikr”
lebih luas dari makna dzikir secara lisan, namun mencakup berbagai
macam jenis amalan ketaatan seperti menuntut ilmu, belajar dan
mengajar, memberi nasehat, yang jauh dari berbagai bentuk bid’ah dan
kesesatan. Sedangkan “majalis adz dzikir” yang dinisbahkan kepada
model dan cara berdzikirnya Arifin Ilham, lebih pantas dinamakan
sebagai “majelis makr (yang menipu daya kaum muslimin)” dan
bukan majelis dzikr. Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari
kesesatan.”
Kemudian setelah Abu menjelaskan dengan panjang
lebar tentang keluasan makna dari ‘dzikir’ tersebut, lalu dia
(dalam tulisannya pada seri ke 6) menghakimi apa yang
dilakukan oleh ustaz Arifin Ilham dengan ungkapan sebagai
berikut :
“Namun yang kita ingkari di sini adalah menempatkan dzikir-
dzikir ini dengan tata cara aturan tertentu yang dikhususkan dan
diberinama dengan nama yang khusus pula, dalam hal ini adalah apa
yang dinamakan oleh ‘Arifin Ilham dengan “Adzkar ‘Amaliyah At

48
Taubah”. Di mana amalan (bid’ah) ini dikerjakan dengan suara keras
dan bersamaan, disertai tangisan serta ikhtilath (campur baur) laki-laki
dan perempuan atau hal-hal lain yang sama sekali tidak dicontohkan
oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya atau pun orang-orang
sesudah mereka yang dikenal mengikuti Sunnah Nabi saw, dan jauh
dari bid’ah dari kalangan imam-imam pembawa petunjuk seperti Imam
Asy Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Sufyan Ats Tsauri, ‘Abdullah bin
Mubarak, Ishaq bin Rahawaih dan salafus shaleh lainnya.
Dan bahkan belum pernah kita kenal selama ini tatacara dzikir
dengan nama ini kecuali setelah datangnya laki-laki Banjar ini, seorang
sufi ahli bid’ah, Muhammad ‘Arifin Ilham.”
Menurut Abu selian zikir yang dilakukan oleh ustaz
Arifin Ilham, sebagai bid’ah, dia juga mengatakan bahwa zikir
bersama sesudah salat, sesudah membaca Al-Qur’an, dan
sesudah belajar seperti yang dilakukan oleh sekolah-sekolah, juga
termasuk bid’ah. Karena menurut dia zikir itu merupakan hal
yang ‘taufiqy’ dari Rasulullah saw. Abu mengatakan (dalam
tulisnnya pada seri ke 7) sebagai berikut:
“Pada prinsipnya, dzikir dan ibadah lainnya bersifat tauqifi.
Artinya juga adalah bahwa tidak diibadahi kecuali dengan hal-hal yang
telah disyari’atkan. Demikian pula dengan kemutlakannya atau
penentuan waktunya serta tatacaranya ataupun batasan bilangan
dalam masalah do’a, dzikir atau ibadah yang disyari’atkan oleh Allah
‘Azza wa Jalla dan disebutkan secara mutlak tanpa pembatasan dengan
tempat, waktu atau jumlah atau tatacaranya. Maka tidak boleh kita
mengerjakannya dengan tatacara atau batasan waktu atau jumlah
tertentu. Tetapi kita beribadah kepada-Nya sebagaimana disebutkan
secara mutlak.
Apapun amalan yang terdapat pembatasannya dengan dalil
qauli, atau ‘amali, baik tatacara, tempat, waktu atau jumlahnya maka
kita hendaknya beribadah kepada Allah dengan dalil tersebut.
Sedangkan do’a bersama-sama setelah shalat jama’ah atau
setelah selesai membaca Al Quran atau setelah pelajaran, tidak ada
tuntunannya sama sekali dari Nabi saw baik ucapan, perbuatan
maupun taqrir. Sama saja apakah do’a itu dibacakan seorang imam
dan diaminkan oleh ma`mum atau ma`mum berdo’a bersama-sama

49
dari mereka sendiri. Hal ini juga tidak pernah dikerjakan sama sekali
oleh Khulafaur Rasyidin dan para sahabat lainnya radliyallahu
‘anhum.
Maka siapa yang melaksanakan hal ini, berdo’a secara
bersama-sama (jama’i) setelah shalat, membaca Al Quran atau selesai
pelajaran, berarti dia telah melakukan perbuatan bid’ah dan mengada-
adakan sesuatu yang bukan berasal dari tuntunan ajaran Islam, dan
Rasulullah saw telah menyatakan:
ُ‫ وَﻣَﻦْ أَﺣْﺪَثَ ﻓِﻲ أَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻣَﺎ ﻟَ ْﯿﺲَ ﻣِﻨْﮫ‬:َ‫ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﯿْﺲَ ﻋَﻠَﯿْﮫِ أَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﮭُﻮَ رَدٌ ﻗَﺎل‬
ٌ‫ﻓَﮭُﻮَ رَد‬
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada
perintah dari kami, maka amalan itu tertolak.” Dan:”Barangsiapa
yang mengada-adakan suatu dalam urusan kami yang bukan
daripadanya, maka dia tertolak.”29
Bahkan Abu (dalam tulisannya pada seri ke 8) juga
berpendapat bahwa doa bersama sesudah salat dengan suara
keras merupakan perbuatan ‘munkar’.
“Doa dengan suara keras setelah salat lima waktu, atau pun
sunnah rawatib. Atau doa-doa sesudahnya dengan cara
berjamaah dan terus-menerus dikerjakan merupakan perbuatan
bid’ah yang munkar. Tidak ada keterangan sedikit pun dari Nabi
saw tentang hal ini, juga para sahabatnya ra. Barangsiapa yang
berdaoa setelah selesai salat fardlu atau sunnah rawatibnya
dengan cara berjama’ah, maka ini adalah menyelisihi Ahlus
Sunnah wal Jama’ah.”
Komentar dan dalil untuk menguatkan pendapatnya dan
melemahkan pendapat lawannya, baik bagi yang mendukung
maupun bagi yang tidak setuju, masing-masing mengemukakan
pendapat dan dalil untuk menguatkan pendapatnya, dan dalil
yang dipakai bagi orang yang tidak sependapat dengannya
dicoba oleh masing-masing untuk melemahkan apa yang telah
menjadi dalil untuk menguatkan pendapat masing-masing.
Tidak ada orang yang bisa mengklaim bahwa zikir yang
dilantunkan secara bersama-sama tidak dicontohkan oleh
29
Sumber:
http://darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=34.

50
Rasulullah SAW. Sebab hadits dan riwayat yang secara detail
menyebutan hal itu tidak pernah ada. Yang ada hanyalah hadis-
hadis menyebutkan adanya fenomena di mana orang-orang yang
melakukan zikir di dalam suatu forum atau majelis secara
umum, tanpa penjelasan detail teknisnya.
Sehingga kita tidak bisa mengklaim bahwa teknis zikir yang
dilakukan itu begini atau begitu. Apakah ada satu orang yang
menjadi pimpinan zikir lalu para jamaah yang hadir
mengikutinya, ataukah zikir itu dibaca bersama-sama dengan
alunan lagu tertentu, ataukah mereka masing-masing berzikir
sendiri-sendiri, tidak bersama dan tanpa komando. Semua itu
tidak pernah dijelaskan di dalam hadis-hadis yang shahih.
Karena tidak adanya keterangan yang lebih detail tentang
hal itu, maka muncullah banyak spekulasi di kalangan para
ulama. Sehingga muncullah perbedaan pendapat yang masing-
masing tidak berlandaskan nash yang sharih, kecuali hanya
berdasarkan penafsiran, ijtihad, asumsi dan kecenderungan
subjektif.
Ketika perdebatan tersebut muncul ke permukaan, maka
ustaz Muhammad Arifin Ilham pun sempat ditanya tentang
persoalan tersebut. Beliau menjelas, antara lain sebagai berikut :”
Semua terjadi atas kehendak Allah. Semua nggak terbayang
seperti ini. Zikir itu sudah ada sekian lama sejak zaman Nabi.
Bahkan sudah banyak ulama yang melakukan zikir, baik sendiri
maupun bersama-sama. Kenapa sekarang menjadi fenomena?
Mungkin karena Allah menghendaki zikir tampil ke permukaan
karena sudah begitu banyak kemaksiatan dan kezaliman. Hal itu
tak melembaga lagi, tetapi fungsional. Maka zikir ini merupakan
kehendak Allah untuk mengimbangi kemaksiatan.
Zikir lebih efektif jika setelah itu ada tausiyah. Makanya
Majelis Zikir tidak hanya berzikir, tetapi juga ber-tausiyah,
tarbiyah, dan muhasabah. Selama ini orang berpandangan zikir itu
ya cuma zikir. Padahal zikir itu mulai dari hati, akal, lisan, dan
amal. Zikir hati itu akidah yang kuat. Ia ditatap, didengar, dan
dilihat oleh Allah.

51
Zikir dalam shalat yang sangat sempurna ini adalah zikir
hati, zikir lisan, terus amaliyah. Tangan, mata, dan telinga
bergerak. Kenapa hal-hal semacam itu tidak diterjemahkan
dalam kehidupan keseharian. Mengapa shalat terpisah dari amal?
Padahal khusyuk itu terjemahannya ya akhlak. ”30
Dalil-dalil yang beliau gunakan juga sama seperti dalil-dalil
bagi orang-orang yang mendukung apa yang telah dilakukannya.
Berkenaan dengan terbitnya buku Dzikir Berjamaah, Sunnah
atau Bid'ah', beliau mengatakan : “Ini tidak ada tabayyun. Jadi
saya bisa memberikan klarifikasi setelah terbit buku itu. Dan itu
langsung ada referensi dari 26 ulama yang masuk dalam Dewan
Syariah, mulai dari Pak Quraisy Shihab, Pak Didin, Pak Ali
Ya'fie, Pak Miftah, Kyai Ma'ruf Amin, Syafi'i Hazani, sampai
Abubakar Ba'asyir, Habib Rizieq, Ja'far Umar Thalib.
Koreksi itu sebuah hikmah besar. Jangankan koreksi.
Hinaan pun menjadi kebaikan kalau kita berpikir positif.” 31
Dari perdebatan tentang apa yang dilakukan oleh Ustaz M.
Arifin Ilham dan ustaz-ustaz lainnya dalam melakukan “zikir
jama’i” terdapat dua persoalan yang menjadi ajang perdebatan di
kalangan kaum muslimin. Yang pertama tentang “zikir
berjama’ah” itu sendiri, dan yang kedua tentang “zikir dengan
suara keras”. Karena kedua hal tersebut dianggap tidak pernah
dilakukan di zaman Rasulullah, sahabat dan para tabi’in.
Sehingga kedua perbuatan tersebut digolongkan kepada
perbuatan bid’ah. Dari kedua pendapat yang berkembang, ada
yang menganggap bid’ah tersebut sebagai “bid’ah dalalah” dan
ada pula yang menganggap hal tersebut sebagai “bid’ah hasanah”.
Bagi yang menganggap perbuatan tersebut sebagai bid’ah
dalalah, maka perbuatan tersebut adalah perbuatan mungkar dan
dosa. Sedangkan bagi yang menganggap perbuatan itu sebagai
bid’aha hasanah, maka hal itu dianggap sebagai kreasi baru yang
juga dituntut oleh agama untuk selalu diciptakan oleh setiap
kaum muslimin.

30
Suara Merdeka, Minggu, 16 Nopember 2003.
31
Ibid.

52
Salah satu ayat yang digunakan sebagai dalil tentang zikir
tersebut adalah yang berbunyi sebagai berikut :
c?a? a??j at ???a? ? ?aI È

?oa? d
?A
?A

???? ? a??O
?o a?c? ?a?a? ƒ?o ? ?A
ƒ ?a? ??K?c?a? ?C
aC
?au at a? Ê
? ƒKa?
as c?cg?aGƒ?o
“Dan berzikirlah (sebutlah) Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan
suara, di waktu pagi dan senja, dan janganlah kamu menjadi
orang yang lalai.” (al-A’araf, 7: 205)
Ibnu Katsir secara lengkap menjelaskan tafsir ayat ini.
Beliau menyebutkan tiga bentuk suara: suara yang tidak keras
dan sewajarnya, yang beliau ungkapkan dengan ‫ﺑﺎﻟﻘﻮل ﻻ ﺟﮭﺮا‬,
panggilan/seruan ‫ ﻧﺪاء‬dan suara yang terlalu keras ‫ﺑﻠﯿﻐﺎ ﺟﮭﺮا‬, dan
suara yang tidak sampai pada tingkat panggilan dan juga tidak
terlalu keras, inilah yang dimaksudkan dalam hadis-hadis dan
ucapan para ulama’ yang menjelaskan dibolehkannya
mengeraskan suara, bukan seperti yang dilakukan oleh
kebanyakan masyarakat masa kini dengan mengadakan
kumpulan-kumpulan zikir berjama’ah yang diketuai oleh seorang
pimpinan dengan menggunakan pengeras suara.
Rasulullah saw bersabda :

?oa? ? ?a ?a?ƒga?a??I o?? ?c??j ?g •


C ???I c?o
??o ???a
?A
? a? ? oaAa? ? U?
?cd
???a?a?o?È??o? a??A
? ? ??I a?a
? ?a o?A
?a?a?o • ? ?c??o~ ?a????
A ??I ??a? ???a ? o ??C?I?c??o ? ??O
C ?g • ?a?A
toa?aI ?I a? a??Kata?o ?a?a?c?? a? ?
?C
? a? ??a?ata?? A
?A
?a?o aoa??a?at • c? ????o cA?c?a? ?c?? •
A a??j a?a? A
?c?? • ?C
?cO
??? a??j Ê
?? ?K
aa??I c?aI ?I ? ?A
a
É ? ??? ??o ?o??

“Dari Abi Musa ra. ia berkata: Kami pernah bersama Rasulullah


saw dalam suatu perjalanan. Ketika kami sampai di suatu
lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara
kami, maka Nabi saw bersabda: Wahai manusia, kasihanilah
dirimu dan rendahkanlah suaramu! sesungguhnya kamu tidak
sedang menyeru Zat yang tuli dan tidak juga jauh. Sesungguhnya
kamu sedang menyeru Yang Maha Mendengar lagi Maha
Dekat.” (Riwayat al-Bukhori).

53
Imam an-Nawawi menjelaskan maksud hadis ini dengan
berkata:
“Kasihanilah dirimu, dan rendahkanlah suaramu, kerana
mengeraskan suara, biasanya dilakukan seseorang, kerana orang
yang ia ajak berbicara berada di tempat yang jauh, agar ia
mendengar ucapannya. Sedangkan kamu sedang menyeru Allah
Ta’ala, dan Dia tidaklah tuli dan tidak juga jauh, akan tetapi Dia
Maha Mendengar dan Maha Dekat.
Sehingga dalam hadis ini ada anjuran untuk merendahkan
suara zikir, selama tidak ada keperluan untuk mengeraskannya,
kerana dengan merendahkan suara itu lebih menunjukkan akan
penghormatan dan pengagungan. Dan bila ada kepentingan
untuk mengeraskan suara, maka boleh untuk dikeraskan,
sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadis.” (Syarah
Shahih Muslim, oleh Imam an-Nawawi 17/26).
Adapun hadis Ibnu Abbas ra. : “Bahwa mengeraskan suara
ketika berzikir sebaiknya saja orang-orang mendirikan salat
fardhu selesai, biasa dilakukan pada zaman Nabi saw, dan Ibnu
Abbas berkata: Dahulu aku mengetahui bahwa mereka telah
selesai dari salatnya, bila aku telah mendengarnya (suara zikir).”
(Riwayat Bukhori, 1/288, hadis no: 805. Dan Muslim 1/410,
hadis no: 583).
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah Ta’ala dalam menafsirkan
hadis tersebut sdemikian, “Bahwa Rasulullah saw mengeraskan
suaranya dalam beberapa waktu saja, ini adalah untuk tujuan
mengajari (menunjukkan) sahabatnya cara berzikir, bukanlah
berarti mereka (Nabi saw dan sahabatnya) sentiasa mengeraskan
suaranya. Beliau (asy-Syafi’i) berkata: ‘Saya berpendapat bahwa
seorang imam dan makmumnya hendaknya mereka berzikir
kepada Allah, sebaiknya selesai menunaikan salatnya, dan
seharusnya mereka merendahkan suara zikirnya, kecuali bagi
seorang imam yang ingin agar para makmumnya belajar (zikir)
darinya, maka ia boleh mengeraskan zikirnya, hingga bila ia
sudah merasa bahwa mereka telah cukup belajar (memahami
zikirnya), ia kembali merendahkannya.’” (Syarah Shahih
Muslim oleh an-Nawawi 5/84. Dan Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar

54
al-‘Asqalani, 2/326. Rujuk juga kitab al-Umm oleh asy-Syafi’i,
1/126-127).32
Dari uraian di atas, menurut hemat penulis bahwa berzikir
sehabis salat saja masih diperkenankan untuk mengeraskan suara
dengan tujuan untuk mengajarkan umat bagaimana caranya
berzikir yang benar dan baik yang harus dilakukan oleh setiap
umat Islam. Sedangkan zikir-zikir jama’i yang dilakukan oleh
ustaz M. Arifin Ilham dan ustaz-ustaz yang lain pada umumnya
mereka berzikir bersama jama’ah tidak mesti sehabis salat dan
tempatnya pun belum tentu di dalam mesjid. Berzikir itu pun
dikombinasikan dengan nasehat (tausiyah) kepada umat yang
sedang mengikuti zikir dan pengajian tersebut. Hal tersebut lebih
ditekankan kepada pembelajaran kepada umat untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan berzikir bersama. Agak
terlalu berlebihan rasanya bila dakwah dan zikir yang dilakukan
para ustaz tersebut termasuk ustaz M.Arifin Ilham digolongkan
kepada perbuatan bid’ah yang menyesatkan. Apalagi kalau
ditambahkan lagi dengan celaan-celaan lainnya.

32
http://fiqh-sunnah.blogspot.com/2008/05/096-sunnahkah-
berdoa-berzikir-dengan.html

55
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegitan dakwah dan zikir Muhammad Arifin Ilham
adalah merupakan kegiatan zikir dan dakwah, yang barangkali
belum bisa dikategorikan dengan masalah-masalah sufistik atau
masalah tarekat (nontarekat). Belum dapat dikatakan sebagai
aliran tarekat – apakah yang gairu mu’tabarah (tarekat non
konfensional), apalagi yang mu’tabarah – yang dikenal dalam
ilmu tasawuf. Ini adalah merupakan sebuah model “ala khas
Arifin Ilham” sendiri, dan pada saat ini cukup diminati oleh
kaum muslimin Indonesia khususnya.
Muhammad Arifin Ilham sendiri juga mengatakan
demikian sebagaimana berikut ini : “Ini yang menarik. Saya
tidak berguru pada guru tarekat. Makanya ini bukan tarekat,
hanya Majelis Zikir; orang-orang yang belajar berzikir. Namun
saya terikat... Terikat pada Al-Qur’an dan sunnah. Makanya

56
kenapa disebut Majelis Az-Zikra, karena supaya terikat pada az-
zikra”33
Pernyataan beliau itu sesuai dengan latar belakang pendi-
dikan dan keluarganya berasal dari kalangan Muhammadiah.
Sehingga apa yang beliau ajarkan itu, kalau pun menyentuh
kepada hal-hal yang bersifat sufistik, maka hal itu lebih kepada
apa yang dilakukan oleh almarhum Buya Hamka, sebagai
konsep yang beliau sebut dengan “tasawuf modern”.
Namun demikian ada juga orang yang mengatakan
bahwa apa yang dilakukan oleh ustaz Arifin Ilham itu sebagai
perbuatan bid’ah dan munkar, karena dianggap tidak ada
tuntunannya dari Rasulullah saw.
Kegiatan dakwah dan zikir yang dipimpin Muhammad
Arifin Ilham dan cukup mendapat simpati dari umat Islam
dewasa ini, sebagai pertanda bahwa umat Islam saat ini sangat
haus dengan sentuhan spiritual. Karena mereka hidup dalam
hiruk pikuk perkotaan yang sibuk dengan masalah keduniaan,
sehingga jiwa mereka kosong, tak sempat terisi dengan pesan-
pesan moral yang dapat membuat hati mereka tenang.
Metode dakwah “ala Arifin Ilham” ini merupakan model
baru, yang pada suatu waktu juga bisa redup, bila ustaznya tidak
konsiten dan keteladannya tercemar oleh godaan-godaan dunia,
sehingga masyarakat akan mengalami kejenuhan, seperti halnya
Zainuddin, AA Gim, dan juru-juru dakwah fenomenal lainnya.

B. Saran-saran
Umat Islam yang hidup dalam zaman modern ini dan di
tengah-tengah masyarakat multikultural, sudah seharusnya
mengubah paradigma dan cara pandang yang dapat merajut
hubungan persaudaraan dan persatuan antara satu golongan
dengan golongan lain, sehingga umat Islam tidak terkotak-kotak
dan berpecah belah dan menanamkan saling kebencian antara
satu dengan yang lainnya. Umat Islam saat ini sudah seharusnya
melihat titik-titik persamaan antara berbagai kelompok dan

33
Suara Merdeka, opcit.

57
organisasi keagamaan yang ada saat ini. Sehingga dapat hidup
bergandengan tangan dan bahu membahu satu sama lain untuk
sama-sama memajukan agama Islam yang sama-sama kita yakini
sebagai kebenaran mutlak dan sama-sama kita cintai.
Berbagai perbedaan itu hendaknya dijadikan sebagai
pemicu kreatifitas umat untuk saling berlomba dalam
mencerdaskan dan memajukan umat serta memperluas
cakrawala berfikir mereka. Dengan demikian sabda Rasulullah
yang selalu menjadi semboyan umat dan selalu didengung-
dengungkan yang berbunyi “ ‫( ”اﺧﺘﻼف اﻣﺘﻲ رﺣﻤﺔ‬perbedaan
pendapat umatku adalah rahmat) betul-betul menjadi kenyataan
di kalangan umat Islam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdallah Kamel, Omar, Dr. Kenapa Takut Bid’ah


(terjemahan), PP. Lakpesdam NU, Jakarta, 2008
2. Abu Zaid, Bakr bin Abdillah, Syaikh, Ustadz Gadungan
Berlagak Alim, Darul Falah, Jakarta, 2003.
3. Al-Khumais, Muhammad bin Abdurrahman, Dr., Dzikir
Jama’i Yang Sunnah & Bid’ah, (terjemahan), Darus
Sunnah Press, Jakarta, Cet. Kedua, 2008.
4. Arifin Ilham, Muhammad, Panduan Zikir & Doa, Intuisi
Press Jakarta, tahun 2007.
5. -------------, Hikmah Zikir Berjamaah, Republika.
6. Badan Litbang dan Diklat, Depag, Dialog No.54 Th XXV
Desember 2002 (Muhammad Adlin Sila).
7. Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan,
Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu
Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu
Sosial, Usaha Nasional, Surabaya, 1992,

58
8. Depok Dalam Angka, tahun 2007
9. Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian:
Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian
Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, STIA
LAN Press, Jakarta, 2003.
10. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit
Rosdakarya, Bandung, 2003,
11. Mulyana, Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan ilmu Sosial
Lainnya, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002,
12. Rakhmat, Jalaluddin, Meraih Cinta Ilahi Pencerahan
Sufistik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
cetakan III, 2000.
13. Satori, Saefullah M, Surat Terbuka Untuk Aa Gym &
Ustadz Arifin, Penerbit Restu Iahi, Jakarta, 2004.
14. Saifuddin, Asep, Penerapan Retorika dalam Tausiyah Ustaz
Muhammad Arifin Ilham, UIN Jakarta, tahun
2005.
15. Suara Merdeka, Minggu, 16 Nopember 2003.
16. Sydzily, Ace Hasan, TB. Sufime Kota: Model Zikir
Muhammad Arifin Ilham, Dialog tahun 2005.
17. http:/www.antara.co.id.
18. http://www.femina-online.com/serial_detail.asp?id=25
&views=9
19. http://fiqh-sunnah.blogspot.com/2008/05/096-
Sunnahkah – Berdoa & Berzikir Dengan
Berjama’ah, Berlagu, Dan Menangis?
20. http:/mubarok-institut.blogspot.com.
21.
http://darussalaf.or.id/index.php?name=News&fi
le=article&sid=34.
22. http://fiqh-sunnah.blogspot.com/2008/05/096-
sunnahkah-berdoa-berzikir-dengan.html

59
LAPORAN PENELITIAN
MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA:
SEBUAH MODEL SUFISME PERKOTAAN

Oleh:
Reza Perwira, S.Th.I

60
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI
2008

BAB I
PENDAHULUAN

Majelis Taklim Nurul Musthofa pimpinan Habib Hasan bin Ja’far


Assegaf merupakan salah satu kelompok sufisme perkotaan yang
mayoritas pengikutnya adalah kaum muda yang berkembang di wilayah
Jakarta Selatan. Sebagai majelis taklim yang masuk dalam koridor Ahli
Sunnah Wal Jamaah, Majelis Taklim Nurul Musthofa dalam
dakwahnya kepada semua lapisan masyarakat sangat menjunjung tinggi
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Ajaran yang selalu diamalkan
oleh pengikut majelis taklim ini adalah dzikir dan shalawat sebagai
bentuk cinta kepada Allah dan Rasulullah SAW.

Keywords: Path Sufism, Majelis Taklim, Mu’tabaroh, Nurul Musthofa,


South Jakarta.

A. Latar Belakang
Dalam dasawarsa terakhir ini, banyak bermunculan komu-
nitas berbendera keislaman dan kedaerahan tertentu yang

61
mewarnai kehidupan masyarakat perkotaan. Hal tersebut dapat
dilihat dengan banyaknya remaja yang mendedikasikan diri
dalam anggota maupun pendukung kelompok yang ”beraroma”
kelaskaran seperti Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi
Rempug (FBR), Persatuan Orang Betawi dan sebagainya.
Namun di sisi lain, terdapat sejumlah anak muda yang
tekun dan mendedikasikan diri di beberapa majelis dzikir. Hal ini
dapat terlihat dengan setiap kegiatan majelis-majelis taklim yang
dipimpin oleh habaib selalu dipenuhi oleh para remaja. Dari
mulai panitia sampai jamaahnya kegiatan tersebut semua
didominasi oleh remaja. Hal tersebut menjadi fenomena yang
menarik mengingat masyarakat kota yang penuh hiruk pikuk
gemerlap kota metropolitan dan mayoritas masyarakat yang
berorientasi dalam peningkatan ekonomi, masih ada sekelompok
masyarakat yang justru didominasi remaja dan memikirkan hal-
hal yang spiritual.
Munculnya minat yang tinggi terhadap jalan spiritual
menjadi pilihan saat manusia modern membutuhkan jawaban-
jawaban esensial atas eksistensi dirinya dalam kehidupan di
tengah dinamika perkotaan. Dekadensi moral mempengaruhi
gaya hidup orang kota. Di sisi yang lain, kaum muda yang di
dominasi oleh remaja berumur sekitar 17 tahun sampai dengan 25
tahun dalam kondisi pencarian jati diri untuk memperoleh
ketenangan batin dalam menghadapi berbagai problema
psikologis membutuhkan seorang figur sentral yang dikagumi
untuk diidolakan. Munculnya trend sufisme perkotaan yang
melahirkan kelompok-kelompok pengajian keagamaan sufi
(tarekat) di perkotaan seperti mu’tabaroh, ghoiru mu’tabaroh dan
majelis zikir menginspirasi dalam pencarian figur sentral tersebut
dengan belajar tarekat atau mengikuti pengajian yang cirinya
lebih singkat, instant, dan essensial sesuai dengan suasana
perkotaan.
Adalah Majelis Taklim Nurul Musthofa yang dipimpin oleh
seorang Habib Hasan bin Ja’far Assegaf sebagai figur yang sangat
kharismatik bagi sebagian besar remaja khususnya di Jakarta
Selatan. Majelis Taklim ini berdiri atas prakarsa beberapa anak

62
muda asli Betawi yang berguru ke sebuah pengajian yang letaknya
di Bogor yang kemudian mengajak guru mereka (Habib Hasan)
untuk mengamalkan ilmunya dari masjid ke masjid di Jakarta.
Dakwah habib yang kharismatik ini sangat menarik perhatian
remaja sehingga semakin lama semakin bertambah jumlah
pengikutnya sampai ribuan.
Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti mencoba mengkaji
secara lebih mendalam tentang komunitas tarekat perkotaan yaitu
salah satu kelompok pengajian mu’tabaroh bernama Majelis
Taklim Nurul Musthofa di Selatan Jakarta yang banyak
didominasi kaum muda.

B. Permasalahan Penelitian
Dari latar belakang masalah di atas dirumuskanlah beberapa
pokok masalah kajian sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Majelis Taklim Nurul Musthofa
sebagai gerakan sufisme yang berkembang di wilayah
perkotaan?
2. Bagaimana ajaran keagamaan yang dikembangkan oleh
Majelis Taklim Nurul Musthofa kepada jamaahnya?
3. Bagaimana respon masyarakat sekitar atas kehadiran Majelis
Taklim Nurul Musthofa?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sejarah berdirinya Majelis Taklim Nurul
Musthofa sebagai gerakan sufisme yang berkembang di
wilayah perkotaan;
2. Mengetahui ajaran keagamaan yang dikembangkan oleh
Majelis Taklim Nurul Musthofa kepada jamaahnya;
3. Mengetahui respon masyarakat sekitar atas hadirnya Majelis
Taklim Nurul Musthofa.

D. Metode Penelitian
1. Waktu dan Tempat

63
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2008.
Sedangkan lokasi penelitian adalah di Jakarta Selatan
tepatnya di wilayah Ciganjur, Jagakarsa dengan pertimbangan
di wilayah ini banyak terdapat jamaah Majelis Taklim Nurul
Musthofa.
2. Bentuk Studi
Penelitian atau kajian ini merupakan kajian yang bersifat
eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Adapun jenis
data yang dihimpun pada penelitian ini antara lain:
e. Profil Majelis Taklim Nurul Musthofa
1) Sejarah berdiri Majelis Taklim Nurul Musthofa;
2) Profil pendiri Majelis Taklim Nurul Musthofa;
3) Jamaah Majelis Taklim Nurul Musthofa.
f. Ajaran keagamaan Majelis Taklim Nurul Musthofa.
g. Respon masyarakat terhadap Majelis Taklim Nurul
Musthofa.

3. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, penelitian
ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif
yaitu mendeskripsikan hasil penelitian sesuai dengan
tujuannya dan diikuti dengan analisis atau sering disebut
dengan metode analisis deskriptif. Metode deskriptif sendiri
sebenarnya terdiri dari enam jenis, yaitu metode tindakan,
dokumentasi, analisis pekerjaan, analisis aktivitas, survai dan
studi kasus. Dilihat dari jenisnya, maka penelitian ini bersifat
studi kasus. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
pencarian datanya menggunakan data alamiah, sehingga
informasi diperoleh secara alami serta langsung berdasarkan
pernyataan informan terpilih yang memahami persoalan yang
digali datanya. Artinya, penelitian deskriptif kualitatif adalah
sebagai prosedur penelitian yang akan menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.

64
Penelitian diarahkan kepada individu yang terkait, tetapi
holistic34. Moleong, mengutip pendapat Kirk dan Miller
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.35
4. Objek Penelitian
Obyek yang menjadi sasaran penelitian dengan judul Majelis
Taklim Nurul Musthofa: Sebuah Model Sufisme Perkotaan
memilih salah satu kelompok pengajian/tarekat mu’tabaroh
yaitu Majelis Taklim Nurul Musthofa yang berada di
Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

5. Teknik Pengumpulan Data


Tehnik pengumpulan data dalam kajian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara sebagai metode pengumpulan data
menjadi sangat penting dalam penelitian kualitatif. Sebagai
metode, wawancara menjadi tumpuan utama bagi peneliti
untuk dapat mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
Metode wawancara adalah metode penelitian yang datanya
dikumpulkan melalui wawancara dengan responden (kadang
kala disebut “key informant”). Sebagai metode, wawancara
mempunyai kemungkinan subyektifitas yang tinggi,
tergantung dari daya ingat responden yang tentu saja pasti
dipengaruhi oleh prasangka responden, dan oleh karenanya
sering sulit diinterpretasikan menjadi sebuah deretan kalimat
yang obyektif. Akan tetapi sebagai metode penggalian data,
wawancara merupakan metode yang paling cocok dalam

34 Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif:
Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial, Surabaya: Usaha Nasional. 1992. h.
32-33.
35 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Rosdakarya. 2003. h. 45–

46.

65
penelitian bercorak kualitatif yang menjadi pilihan dalam
kajian ini36.
Untuk kepentingan penelitian ini, beberapa informan
dijadikan sumber informasi, seperti; wawancara dengan
pengurus Majelis Taklim Nurul Musthofa (Zaenal Arifin),
Jamaah setia Majelis Taklim Nurul Musthofa (Abdul Hamid,
Abdullah, Akhmed, Nurrohmah), pengamat pengajian yang
pimpin oleh habaib (Ustadz Khoiruddin), masyarakat sekitar
majelis taklim (bapak Hasan).
b. Observasi
Sebagai penelitian sosial, maka metode pengumpulan
data lain yang cukup baik dan cocok adalah metode observasi.
Observasi sebagai metode yang digunakan untuk
menghimpun data tentang kegiatan obyek penelitian baik
secara terlibat (participant) maupun observasi tidak terlibat
(non participant). Observasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan mendatangi beberapa tempat terkait dengan aktivitas
yang banyak dilakukan oleh Majelis Taklim Nurul Musthofa
seperti tempat majelis yang biasa dipakai untuk taklim, tempat
usaha (toko) yang dimiliki oleh majelis taklim tersebut, masjid
tempat kegiatan dakwah habib, dan kediaman para jamaah
setia majelis taklim tersebut.
c. Telaah Dokumen
Semua dokumen berupa tulisan, baik itu dokumen
resmi dan dokumen pribadi yang berkaitan dengan aspek-
aspek penelitian dihimpun sebagai sumber data primer. Data
yang terkumpul kemudian diolah dan disajikan secara
deskriptif analitis dan komparatif.37
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan dokumen
dari internet, buku-buku tentang profil Majelis Taklim Nurul
Musthofa, kitab simtudduror, kitab shalawat-shalawat (terbitan

36 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis
Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, Jakarta: STIA LAN Press. 2003. h. 33-
34.
37 Opcit. h. 53-54.

66
manajemen Majelis Taklim Nurul Musthofa) dan buku-buku
ajaran dan nasihat-nasihat dari Habib Hasan.

67
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pada awal pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang-


orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, dan dari beberapa
daerah lainnya, di samping orang-orang Cina, Belanda, Arab, dan
lain-lain, dengan sebab dan tujuan masing- masing. Mereka
membawa serta adat-istiadat dan tradisi budayanya sendiri
Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk,
adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis Kreol. Pengaruh orang-
orang Portugis yang lebih dari satu abad malang melintang
berniaga sambil menyebarkan kekuasaanya di Nusantara. Di
Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar
suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya
masing-masing kehilangan ciri-ciri budaya asalnya. Akhirnya
sernua unsur itu luluh lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru
yang kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi.
Betawi, sesuai perkembangannya berubah nama menjadi
Jakarta. Jakarta menjadi Ibukota Negara RI dan berfungsi sebagai
kota perdagangan dan jasa serta kota budaya dan pariwisata
memiliki visi yaitu mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara
Republik Indonesia yang sejajar dengan kota-kota besar negara
maju, dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berbudaya
dalam lingkungan kehidupan yang berkelanjutan. Dalam
perkembangan selanjutnya, seiring dengan arus modernisasi, visi
di atas banyak mengalami perubahan-perubahan sesuai
kebutuhan dan kepentingan provinsi itu sendiri.
Khusus untuk Kotamadya Jakarta Selatan sebagai bagian
dari pada pengembangan Visi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
yang menjadi misi wilayah ini adalah mempertahankan wilayah
bagian Selatan Jakarta sebagai daerah resapan air serta
mewujudkan wilayah bagian utara Jakarta Selatan sebagai daerah
wisata terpadu dengan strateginya; pertama, mendorong

68
mengembangan kawasan strategis skala nasional dan
internasional pada kawasan ekonomi prospektif di kawasan
segitiga Kuningan, Casablanca, Manggarai dan penataan kawasan
Blok M Kebayoran Baru. Kedua, mengembangkan pusat
pembibitan tanaman dan perikanan serta pengembangkan
kegiatan penelitian agro dan pengembangan wisata agro.
Dalam penjabaran strategi pembangunan, kegiatan pem-
bangunan fisik yang akan dilakukan haruslah diatur dan ditata
sedemikian rupa agar pembangunan fisik dapat terkendali dan
terkontrol sehingga apa yang menjadi visi maupun strategi
pembangunan Jakarta Selatan dapat terwujud, untuk itu dibuatlah
lebih lanjut Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) dan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku untuk masa 20 tahun
(1980-2005). Selain pembangunan fisik tentunya Pemerintah
Kotamadya Jakarta Selatan juga harus mengembangkan pem-
bangunan non fisik, agar tercipta suatu keseimbangan antara
terpenuhinya kebutuhan masyarakat baik yang bersifat material
maupun imaterial.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam pasal 4 menyatakan bahwa Provinsi DKI Jakarta
adalah daerah khusus yang
berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
Dalam pasal 7 point 1-3 dikatakan bahwa Wilayah Provinsi DKI
Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten adminis-
trasi, wilayah kota administrasi dan kabupaten administrasi dibagi
dalam kecamatan, dan wilayah kecamatan dibagi dalam
kelurahan.38
A. Geografi dan Demografi

38 Dikutip dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007


tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
http://www.theceli.com/dokumen/produk/2007/UU_no_29_th_2007
.pdf

69
Jakarta Selatan terletak pada 106022’42’ Bujur Timur (BT)-
106058’18’ BT dan 5019’12’ Lintang Selatan (LS). Luas wilayah
sesuai dengan keputusan Gubernur KDKI Jakarta nomor 1815
tahun 1989, adalah 145,73 Km2 atau 22,41% dari luas DKI
Jakarta terbagi 10 Kecamatan dan 65 Kelurahan, berada di
belahan selatan banjir kanal dengan batas-batas wilayah:
 Sebelah Utara: Banjir Kanal Jalan Jend.
Sudirman Kecamatan Tanah Abang, Jl. Kebayoran Lama
dan Kebun Jeruk.
 Sebelah Timur: Kali Ciliwung.
 Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kotamadya Depok.
 Sebelah Barat: berbatasan dengan Kec. Ciledug Kotamadya
Tangerang.
Wilayah Jakarta Selatan pada umumnya dapat dikate-
gorikan sebagai daerah perbukitan rendah dengan tingkat
kemiringan 0,25%. Ketinggian tanah rata-rata mencapai 5-50%
meter diatas permukaan laut. Pada wilayah bagian Selatan banjir
kanal relatif merupakan daerah perbukitan jika dibandingkan
dengan wilayah bagian utara. Jakarta Selatan beriklim panas
dengan suhu rata-rata per tahun 27… C dengan tingkat kelembaban
berkisar antara 80-90%. Arah angin dipengaruhi angin muson
barat terutama pada bulan Mei-Oktober. Berbeda dengan
sebagian kota yang berada pada daerah tepi pantai, keadaan suhu
di wilayah Jakarta Selatan relatif lebih nyaman, tingkat curah
hujan per tahun rata-rata mencapai ketinggian 2.036 dengan
maksimum pada bulan Januari.

B. Penduduk dan Sosial Budaya


Tingkat persentase penduduk yang berpendidikan
akademi/universitas berhasil ditingkatkan dari 11,66% menjadi
13,3% pada tahun 1998. Di samping peningkatan tersebut,
Pemerintah Kotamadya Jakarta Selatan juga terus berupaya untuk
memberikan beasiswa dan bantuan pendidikan bagi anak
berprestasi dari berbagai jenis dan tingkat pendidikan.
Semenjak terjadi krisis moneter sebanyak 8726 siswa mulai
dari tingkat SD hingga SMU di Jakarta tidak dapat melanjutkan

70
pendidikan. Upaya yang ditempuh oleh Pemda Jakarta Selatan
khususnya bagi siswa SLTP adalah mengupayakan mereka agar
dapat masuk SLTP terbuka. Di Kotamadya Jakarta Selatan
sendiri terdapat sekitar 4976 murid SD, Madrasah Ibtidaiyah
(MI), SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTS), SMU dan
Madrasah Aliyah dari keluarga miskin dan orang tua yang
terkena PHK akan memperoleh bantuan sekitar Rp. 1 Milyar
yang berasal dari Bank Dunia.39
Pemerintah Kotamadya Jakarta Selatan tidak saja concern
terhadap dunia pendidikan tetapi juga bidang kebudayaan.
Khusus untuk bidang ini Pemda Jakarta Selatan menyediakan
fasilitas berupa pembinaan dan pengembangan, pusat perfilman,
laboratorium film dan berbagai tempat pagelaran. Di antara
sekian banyak yang diperhatikan salah satunya adalah
pembangunan Perkampungan Budaya Betawi dan tradisi
pemilihan Abang dan none (Abnon) Jakarta Selatan. Adat istiadat
yang sampai sekarang hidup di kalangan masyarakat sangat
heterogen, diantaranya adat Betawi, Jawa, Sunda dan sebagainya.
Tradisi pemilihan Abnon dilakukan setiap tahun berba-
rengan dengan momentum peringatan Hari Ulang Tahun Kota
Jakarta. Tujuannya adalah untuk memajukan bidang pariwisata
dimana setiap Abnon terpilih secara langsung atau tak-langsung
akan menjadi duta pariwisata karena mereka memahami sejarah
Jakarta, kebudayaan Betawi dan permasalahan pariwisata di DKI
umumnya dan Jakarta Selatan khususnya.
Salah satu hasil upaya pelayanan yang baik kepada
warganya telah ditunjukan oleh Kotamadya Jakarta Selatan
terlihat di kelurahan Kalibata. Di bawah pimpinan lurah Drs.
Abidin Mustafa pada tanggal 17 Agustus 2001 telah berhasil
meraih prestasi sebagai Kelurahan terbaik tingkat DKI.
Persebaran 65 kelurahan tersebut adalah tujuh (7) kelurahan di
Kecamatan Tebet, delapan (8) kelurahan di kecamatan Setiabudi,
lima (5) kelurahan di kecamatan Mampang Prapatan, sepuluh
(10) kelurahan di kecamatan Kebayoran Baru, lima (5) kelurahan

39 Dikutip melalui situs resmi kota Jakarta Selatan.


http://selatan.jakarta.go.id/webjakselfinal/content/view/15/71/

71
di kecamatan Cilandak, tujuh (7) kelurahan di kecamatan Pasar
Minggu, lima (5) kelurahan di kecamatan Pesanggrahan, enam (6)
kelurahan di kecamatan Kebayoran Lama, enam (6) kelurahan di
kecamatan Pancoran dan enam (6) kelurahan di kecamatan
Jagakarsa. Kecamatan Setiabudi, kecamatan Tebet dan sebagian
kecamatan Mampang Prapatan merupakan bagian wilayah
Jakarta Selatan yang berkembang sangat pesat sebagai pusat
kegiatan perekonomiaan seperti perdagangan jasa dan
perkantoran.
Sebaliknya sejumlah wilayah kecamatan lainnya memer-
lukan pengendalian-pengendalian yang ketat baik mengenai
koefisien dasar bangunan (KDB) maupun tingkat intensitas
pengembangan yang diarahkan untuk membantu wilayah konser-
vasi daerah resapan air di bagian selatan. Khusus di Kecamatan
Jagakarsa terdapat Situ Babakan dan Situ Mangga Bolong (+ 31
Ha) yang dikembangkan sebagai suatu Kawasan Obyek Wisata
Agro, Wisata Budaya (perkampungan Budaya Betawi Asli).
Sementara itu, di wilayah Kodya Jakarta Selatan juga terdapat
fasilitas pendukung sektor pariwisata maupun perdagangan
seperti hotel berbintang lima sedikitnya ada 20, hotel melati 8,
Biro perjalanan wisata 274 tempat, balai pertemuan ada 30, dan
tempat hiburan 385 tempat.
Di bidang sosial-budaya juga sangat banyak terdapat
fasilitas publik seperti fasilitas pembinaan dan pengembangan ada
456 buah, pusat perfilman 1 buah, laboratorium film 1 buah dan
tempat pergelaran 12 buah. Untuk sarana olah raga terdapat
Gelanggang Tingkat Kodya 1 buah, Gelanggang Remaja
Kecamatan 9 buah dan Sasana Krida Karang Taruna 48 buah
serta Gelanggang Olah Raga ada 2 buah, Gedung Olah Raga 33
buah, Stadion 3 buah dan lapangan terbuka 51 buah.
Disamping itu masih ada lagi fasilitas olah raga untuk tiap-
tiap cabang seperti olah raga air, Gedung Angkat Besi, Gedung
Gulat, Tinju, Tennis Meja, Bridge, Arena Balap Sepeda, Bowling,
Lapangan Hocky dan Lapangan Soft Ball (masing-masing 1
buah), Track Atletik 5 buah, Kolam renang 16 buah, lapangan
menembak 2 buah, Lapangan Panahan 2 buah, Lapangan Bulu

72
Tangkis 174 buah, Lapangan Tenis 165 buah, Lapangan Basket
128 buah, dan Lapangan Volley 355 buah.
Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang
dengan ciri-ciri budayanya yang makin lama semakin mantap
sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Namun
bila dikaji pada permukaan wajahnya sering tampak unsur-unsur
kebudayaan yang menjadi sumber asalnya. Jadi tidaklah mustahil
bila bentuk kesenian Betawi itu sering menunjukkan persamaan
dengan kesenian daerah atau kesenian bangsa lain. Bagi
masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang
di tengah kehidupan seni budaya dirasakan sebagai milik sendiri,
tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah
membentuk kebudayaannya itu. Demikian pula sikap terhadap
keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang paling
kuat mengungkapkan ciri-ciri ke-Betawiannya, terutama pada seni
pertunjukkan.
Berbeda dengan kesenian kraton yang merupakan hasil
karya para seniman di lingkungan istana dengan penuh
pengabdian terhadap seni, kesenian Betawi justru tumbuh dan
berkembang di kalangan rakyat secara spontan dengan segala
kesederhanaannya. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat
digolongkan sebagai kesenian rakyat. Salah satu bentuk
pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalarn pesta-
pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel
memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa
menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang
harmonis antara unsur pribumi dengan unsur Cina, dalam bentuk
orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya.
Sebagian alat seperti gambang, kromong, kemor, kecrek, gendang,
kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi
berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong.
Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya
bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian
lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok,
Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan

73
secara instrumental. Terbentuknya orkes gambang kromong tidak
dapat dilepaskan dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan
Cina.
Pada pertengahan abad ke-delapan belas di Jakarta, terjadi
penggabungan alat-alat musik yang biasa terdapat dalarn gamelan
pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Terutama orang-orang
peranakan Cina, seperti halnya Nie Hu-kong, lebih dapat
menikmati tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu para penyanyi
ciokeks merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-
bunga harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han
Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes garnbang
kromong hanya dimiliki oleh babah-babah peranakan yang tinggal
di sekitar Tangerang dan Bekasi, selain di Jakarta sendiri.

BAB III
PROFIL MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA

A.Sejarah Berdiri Majelis Taklim Nurul Musthofa


Cikal bakal sebelum terbentuk Majelis Taklim Nurul
Musthofa bermula pada tahun 1998 bernama Majelis Taklim al-
Irfan yang berdomisili di Bogor tepatnya di belakang rumah besar
Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas (Habib Kramat

74
Empang). Jumlah jamaahnya hanya 10 orang yang terdiri dari 5
orang dari Bogor dan 5 orang dari Jakarta. Untuk mengembang-
kan taklimnya, para murid Habib yang dari Jakarta mengusulkan
agar Habib Hasan mengajar di Jakarta karena nama sang kakek
(Habib Kramat Empang) mempunyai pengaruh yang sangat besar
bagi sebagian jamaah yang mencintai keluarga Nabi Muhammad
SAW. Menimbang keinginan murid-muridnya, Habib Hasan
melakukan shalat Istikharah setelah sebelumnya melakukan ziarah
ke makam kakeknya, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas.
Setelah berziarah, beliau bermimpi bertemu dengan sang kakek
yang memerintahkan agar berziarah ke makam Habib Ahmad bin
Alwi Al-Haddad yang terkenal dengan Habib Kuncung, di daerah
Rawajati, Kalibata, Jakarta Selatan. Setelah berziarah ke makam
Habib Kuncung beliau bermimpi bertemu dengan Habib Kuncung
tersebut yang mengatakan bahwa agar beliau melaksanakan
keinginan murid-muridnya untuk berdakwah di Jakarta.
Akhirnya Habib Hasan meyakinkan diri untuk menjalankan
dakwahnya di Jakarta di awali dengan cara berkeliling dari rumah
ke rumah murid-muridnya di daerah Ciganjur, Cipedak, Pasar
Minggu, Kampung Kandang, dan Pondok Bambu. Karena
kewibawaan dan kharismanya yang tinggi, jumlah jamaah Habib
yang semula hanya sepuluh orang berkembang menjadi seratus
orang. Semakin lama semakin bertambah jumlah jamaah Habib
Hasan, sehingga pada akhir tahun 1999 Habib menetapkan
Masjid Al-Akhyar yang berada di Kampung Kandang sebagai
tempat tetap Majelis Taklim Al-Irfan. Pada tahun 2001, ketika
jamaah mulai bertambah menjadi sekitar delapan ratus orang,
atas saran Habib Umar bin Hafidz dari Tarim, (Yaman) dan
meminta pertimbangan kepada Al-’Allamah Habib Anis Al-
Habsyi, nama Majelis Taklim Al-Irfan di ganti menjadi ”Majelis
Taklim Nurul Musthofa” yang kemudian nama ini di ijazahkan
dan diresmikan oleh beliau-beliau. Nama Nurul Musthofa diambil
dari nama Rasulullah SAW yang artinya “Cahaya Pilihan”.
Pada tahun 2002, syiar Majelis Taklim Nurul Musthofa kian
meluas. Dakwah Habib Hasan yang asalnya dari rumah ke rumah
berkembang menuju ke masjid-masjid, sehingga hampir kurang

75
lebih 50 masjid mendakwahkan ilmu-lmu agama. Banyak
berdatangan para ulama-ulama dari Saudi Arabia, Yaman,
Madinah, dan Malaysia. Walaupun Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf sebagai figur sentral di majelis taklim ini, jamaah juga
mendapatkan mau’idzoh hasanah (nasihat-nasihat untuk kebaikan)
dari guru-guru dan kyai-kyai antara lain KH. Abdul Hayyie
Naim, Ust. Adnan Idris, dan Ust. Imam Wahyudi untuk
menuangkan ilmunya di Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Seiring perkembangan jamaah Majelis Taklim Nurul
Musthofa yang kian bertambah dan banyaknya permintaan dari
berbagai masjid untuk mendapatkan mau’idzoh hasanah dari
Habib, dibentuklah tim manajemen Majelis Taklim Nurul
Musthofa. Tim manajemen ini berfungsi mengatur jadwal
pengajian rutin harian dan jadwal kunjungan mingguan Habib ke
berbagai masjid serta mempersiapkan secara detail keberangkatan
Habib sejak dari kediaman Habib sampai ke rumah atau masjid
yang dituju. Sebelum Habib berangkat mengunjungi salah satu
rumah atau masjid pada setiap hari Sabtu malam, tim manajemen
dengan menggunakan peci dan pakaian yang serba putih
menguman-dangkan shalawat-shalawat dengan iringan alat musik
hadrah untuk mengiringi Habib keluar dari kediaman menuju
tempat yang dituju. Untuk menuju tempat yang telah ditentukan
tim manajemen yang sudah membaur dengan jamaah mengiringi
dengan mengendarai motor atau mobil dalam jumlah yang cukup
banyak. Ritual iring-iringan yang mengawal Habib ini dilakukan
dengan maksud sebagai syiar Islam menjadi ciri khas jamaah
Majelis Taklim Nurul Musthofa. Saat iring-iringan yang
mengawal Habib tiba di tempat tujuan, mereka disambut meriah
dengan letupan kembang api berwarna-warni. Layar monitor di
pasang di beberapa titik agar gerak-gerik Habib terlihat jelas oleh
semua jamaah yang jumlahnya ribuan orang.
Untuk melegalisasi Majelis Taklim Nurul Musthofa yang
jamaahnya sudah mencapai ribuan, pada tahun 2005 tim
manajemen mengokohkan yayasan “Nurul Musthofa” dengan
mendapatkan izin resmi dari Departemen Agama RI yang
diketuai oleh adik dari Al Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yaitu Al

76
Habib Abdullah bin Ja’far Assegaf dan Al Habib Musthofa bin
Ja’far Assegaf. Majelis Taklim Nurul Musthofa yang berdomisili
di Jalan RM. Kahfi I GG. Manggis RT.01/01 No. 9A Ciganjur,
Jagakarsa, Jakarta Selatan berkembang pesat dari 50 masjid yang
dikunjungi menjadi 250 Masjid sebagai tempat dakwahnya
terutama di wilayah Jakarta Selatan. Syiar ini diterima oleh
semua kalangan. Pada tahun ini pula berdiri rumah kediaman Al
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf di Jakarta sebagai sekretariat
Majelis Taklim Nurul Musthofa. Pada tahun 2007 Majelis Taklim
Nurul Musthofa mendirikan sebuah bangunan khusus untuk
dimanfaatkan sebagai mushalla, tempat pengajian, dan beberapa
kamar serta ruangan untuk tim manajemen Majelis Taklim Nurul
Musthofa yang dibangun seluas 700 meter di belakang rumah
kediaman Al Habib Hasan bin Ja’far Assegaf. Bangunan tersebut
berdiri pada awal tahun 2008 dan merupakan hibah dari keluarga
besar H. Abdul Ghofar.

B. Profil Pendiri Majelis Taklim Nurul Musthofa


Habib Hasan bin Ja’far Assegaf adalah anak pertama dari
empat bersaudara. Lahir di Bogor tahun 1977, di tengah-tengah
wilayah para ulama besar termasuk almarhum kakek beliau Al
Imam Al Qutub Al Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas sebagai
pemimpin para wali di zamannya. Habib Hasan mempunyai istri
yang bernama Syarifah Muznah binti Ahmad Al-Haddad,
keponakan dari Habib Abdul Qadir bin Ahmad Al-Haddad,
Condet. Beliau dikaruniai tiga orang anak yaitu; Rogayah (5
tahun), Attos Abdullah (4 tahun), dan Ali (3 tahun). Silsilah
beliau menyambung dari ibundanya, yaitu Syarifah Fatmah binti
Hasan bin Muhsin bin Abdullah Al-Attas. Adapun silsilah
mu’tabaroh beliau adalah sebagai berikut:
Al Habib Hasan bin Ja’far bin Umar bin Ja’far bin Syekh bin Abdullah
bin Seggaf bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad
bin Adurrahman Seggaf bin Ahmad Syarif bin Abdurrahman bin Alwi
bin Ahmad bin Alwi bin Syekhul Kabir Abdurrahman Assegaf bin
Muhammad Maula Dawileh bin Ali bin Alwi Al Ghuyur bin Al Faqihil
Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohibul Mirbath bin

77
Ali Kholi Qosam bin Ali bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad An Naqib bin Ali Al
Uraidhi bin Ja’far Sodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zaenal Abidin
bin Al Imam Husein Assibit bin Imam Ali KWH bin Fatimah Al Batul
Binti Nabi Muhammad SAW.
Jika melihat manaqib (silsilah) di atas, Habib Hasan bin
Ja’far Assegaf adalah seorang yang memang sudah digariskan
untuk menyebarkan dakwah kepada umat muslim khususnya
orang-orang muda yang berdomisili di wilayah Jakarta Selatan.
Di samping itu, Habib yang dikenal kharismatik dan sangat
diidolakan oleh anak-anak, para remaja, dan bahkan orang-orang
tua ini mempunyai banyak kelebihan seperti yang banyak dimiliki
oleh para Habib dan ulama terdahulu.
Beliau pernah mengenyam pendidikan formal di IAIN
Sunan Ampel, Malang. Pendidikan informal beliau banyak
menimba ilmu dari habaib dan para ulama, diantaranya:
 Al Imam Al Hafidz Al Musnid Al Habib Abdullah bin Abdul
Qadir bil Faqih dan putera-putera beliau: Habib Abdul Qadir
bil Faqih, Habib Muhammad bil Faqih, Habib Abdurrahman
bil Faqih (Pondok pesantren Daarul Hadits Al Faqihiyyah,
Malang).
 Syekh Abdullah Abdun, Daruttauhid Malang.
 Syekh Umar Bafadhol, Surabaya.
 Al Imam Al Arif Billah Al Habib Abdurrahman bin Ahmad
bin Abdul Qadir Assegaf dan putera-putera beliau diantaranya
Al Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf (Yayasan Ats-Tsaqofah
Al Islamiyyah).
 Al Habib Muhammad Anis bin Alwi Al Habsyi, Masjid Ar
Riyadh Solo Jawa Tengah.
 Al Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Attas dikediaman
beliau di Jakarta.
 Al Habib Abubakar bin Hasan Al-Attas, Martapura.
 KH. Dimyati, Banten.
 KH. Mama Satibi dan putera beliau, Cianjur.
 KH. Buya Yahya, Bandung.
 Muallim Sholeh, Bogor.

78
C. Jamaah Majelis Taklim Nurul Musthofa
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf masih sangat belia untuk
ukuran seorang Habib yang nota bone adalah pemuka agama.
Karena itu tidaklah mustahil bahwa sebagian besar pengikut
majelis taklim pimpinan beliau ini sebagian besar adalah anak-
anak remaja. Hal tersebut dapat terlihat secara signifikan ketika
pelaksanaan pengajian malam minggu yang rutin dilaksanakan.
Jamaah majelis taklim yang selalu menggunakan peci dan
baju putih ini sangat antusias mempersiapkan diri mereka masing-
masing untuk mengikuti pengajian rutin setiap malam Minggu.
Hal ini dapat terlihat sejak sore hari mereka sudah
mempersiapkan diri untuk bisa mengiringi perjalanan Habib dari
tempat kediaman beliau menuju tempat acara yang akan
dilaksanakan. Untuk mengiringi Habib sebagian besar dari
mereka mengendarai motor. Ada juga yang bersama-sama dengan
mengendarai mobil bak terbuka. Bahkan ada pula rombongan
iring-iringan yang mengendarai sepeda dengan membawa bendera
berlambangkan logo Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Bagi para jamaah muda Majelis Taklim Nurul Musthofa,
segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk menjunjung tinggi
Habib adalah suatu kemuliaan dengan harapan mendapatkan
karomah dan keberkahan hidup. Mereka berfikir bahwa Habib
Hasan bin Ja’far Assegaf adalah seorang panutan yang harus
diistimewakan terlebih silsilahnya masih sebagai keluarga Nabi
Muhammad SAW. Mereka juga meyakini bahwa apa yang
menjadi ucapan dan perbuatan Habib adalah perintah yang harus
diikuti oleh para jamaahnya. Oleh karena itu banyak dari jamaah
yang sangat ingin dekat kepada Habib, agar mereka dapat
diberikan tuntunan hidup. Tidak sedikit dari jamaah yang
berubah ke arah yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari serta
lebih meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.40
Perubahan dalam diri masing-masing jamaah yang masih
muda itulah yang menjadi salah satu faktor yang menarik minat

40Wawancara dengan Abdul Hamid (21 tahun), jamaah setia Majelis Taklim Nurul
Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.

79
jamaah baru untuk bergabung di Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Para orang tua sangat mendukung anak-anak mereka bergabung
dengan pengajian yang dipimpin oleh Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf.

D. Kegiatan Keagamaan
Ajaran yang sangat ditekankan dan ditanamkan oleh Habib
Hasan bin Ja’far Assegaf kepada jamaah Majelis Taklim Nurul
Musthofa adalah; pertama, menanamkan ketauhidan yang kuat
kepada jamaah agar lebih mengenal Allah SWT. Ketauhidan
merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan kepada
umat muslimin agar iman mereka tidak mudah goyah. Kedua,
mengenalkan dan mengajak untuk mencintai seorang figur Nabi
Muhammad SAW yang membawa Islam dari masa kegelapan
dan kebodohan sampai ke masa yang terang dengan kecanggihan.
Tanpa keberadaan seorang figur seperti Nabi Muhammad SAW,
satu hal yang mustahil umat muslim dapat mengenal Islam secara
keseluruhan dan menikmati manisnya beribadah kepada Allah
SWT.41
Kedua ajaran tersebut diimplementasikan dengan
melakukan berbagai ritual berupa dzikir dan shalawat. Beliau
mengajak muslimin dan muslimat dari semua golongan seperti
pemuda pemudi, orang-orang tua maupun anak-anak kecil untuk
selalu berdzikir dan bershalawat dengan tujuan mengikuti kakek
moyang beliau sampai ke junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW. Bentuk amalan yang di ajarkan dan ditekankan kepada
jamaah beliau antara lain:
 Membaca Al-Qur’an.
 Membaca Ratib Al-Atas dan Ratib Al-Haddad42 .

41 Wawancara dengan Zaenal Arifin, anggota tim manajemen dan jamaah Majelis Nurul
Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.
42 Kata Ratib diambil dari kata Rotaba Yartubu Rotban Rutuuban atau Tarottaba Yatarottabu

Tarottuban, yang berarti tetap atau tidak bergerak. Jadi kata Ratib menurut Lughot (bahasa)
artinya kokoh atau yang tetap. Sedangkan menurut istilah, Ratib diambil dari kata Tartiibul-
Harsi Lil-Himaayah (penjagaan secara rutin untuk melindungi sesuatu atau seseorang).
Apabila disebuah tempat ada bala tentara yang berjaga guna melindungi masyarakat, maka
mereka disebut Rutbah, dan jika yang berjaga satu orang maka disebut Ratib, para ulama
berpendapat makna Ratib adalah kumpulan atau himpunan ayat-ayat Al- Qur’an dan

80
 Mengenalkan salaf sholihin dengan berziarah kepada para wali
Allah ke tempat orang-orang shaleh.
 Membesarkan nama Rasulullah dengan pembacaan Maulid
Harapan.
Dzikir dan shalawat yang dilakukan oleh jamaah Majelis
Taklim Nurul Musthofa dilakukan melalui kegiatan secara rutin
berupa pengajian kitab maupun pembacaan shalawat oleh jamaah
yang dijadwalkan secara rapi dan terorganisasi. Di bawah ini
adalah jadwal rutin harian kegiatan di Majelis Taklim Nurul
Musthofa di bawah pimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf:
1. Pembacaan Maulid Simtuddurar dan cerita para shalihin,
dilaksanakan pada hari Minggu (malam Senin) pukul 18.00-
20.00 WIB di kediaman Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf
sekaligus sebagai pembinanya.
2. Pembacaan kitab fiqih, dilaksanakan pada hari Senin (Malam
Selasa), pukul 18.00-20.00 WIB, di kediaman Guru Besar
Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf. Sebagai pembinanya yaitu
Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf dan Habib Abdullah bin Ja'far
Assegaf.
3. Majelis Aqidatul Awwam, dilaksanakan pada hari Senin (Malam
Selasa), pukul 20.00 - 21.00 WIB, di wilayah Pejaten dan
sekitarnya.
4. Pembacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW dan Fadhilah-
Fadhilah-Nya, dilaksanakan pada hari Selasa (Malam Rabu),
pukul 19.00-20.00 WIB, di kediaman Guru Besar Habib Hasan
Bin Ja'far Assegaf sekaligus sebagai pembinanya.
5. Pembacaan nama-nama Rasul & penjelasannya dilaksanakan
pada hari Rabu (Malam Kamis), pukul 19.00-20.00 WIB, di

untaian kalimat- kailmat dzikir yang lazim diamalkan atau dibaca secara berulang-ulang
sebagai salah satu cara untuk bertaqorrub (mendekatkan diri kepada Allah SWT).
Ratib Habib Umar yang diberi nama A zizul Manl Wa Fathul Babil Wisol seperti dikatakan
oleh Al-Habib Ali bin Hasan Al-Atthos di dalam kitab A l-Qirthos bagian kedua juz
pertama: “Ratib Habib Umar merupakan hadiah yang tertinggi dari Allah bagi umat Islam
melalui Habib Umar“. ketahuilah bahwa Ratib yang besar dan Hizib yang kokoh dan
sumber yang murni ini, yaitu Ratib Habib Umar A l-A tthos terkandung didalamnya rahasia-
rahasia dan manfaat yang besar, faedah-faedah yang luar biasa tinggi nilainya, dan tak
dapat diperkirakan batas kekuatan pemeliharaanya.
http://www.nurulmusthofa.org/../images/stories/galery/silsilah-Habib.jpg, tanggal 23
Oktober 2008.

81
kediaman Guru Besar Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf dengan
pembinanya adalah Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf dan Habib
Abdullah bin Ja'far Assegaf.
6. Pembacaan Maulid Dya'ulami, dilaksanakan pada hari Rabu
(Malam Kamis), pukul 20.00-21.00 WIB, di kediaman Guru
Besar Habib Hasan bin Ja'far As-segaf.
7. Pembacaan Kitab Dalail Khairat, dilaksanakan pada hari Kamis
(Malam Jum'at), pukul 18.00-20.00 WIB, di kediaman Guru
Besar Habib Hasan bin Ja'far Assegaf dengan pembinanya
Habib Hasan bin Ja'far Assegaf.
8. Ziarah Kubur Shalihin bersama Habib Hasan Bin Ja'far
Assegaf pada hari Kamis (Malam Jum'at), pukul 21.00-22.30
WIB, di Makam Habib Salim Bin Thoha Al-Haddad, Jl.
Damai, belakang VOLVO, Ps. Minggu.
9. Pembacaan al-Qur’an dan Tafsir dan Pembacaan Ratibul Attas,
dilaksanakan pada hari Jum'at (malam Sabtu), pukul 19.00-
20.00 WIB, di kediaman Guru Besar Habib Hasan bin Ja'far
Assegaf. Sebagai pembinanya yaitu Al Habib Hasan bin Ja'far
Assegaf.
10. Maulid Simtuddurar & Kitab Aqidatul Awwam, dilaksanakan
pada hari Jum'at (Malam Sabtu), pukul 20.30 s/d selesai, di
Jagakarsa, Ciganjur, Pondok Labu dan sekitarnya.
Pembinanya yaitu Habib Abdullah Bin Ja'far Assegaf.
Pada saat ini kegiatan-kegiatan taklim yang disebutkan di
atas lebih banyak di adakan di gedung khusus taklim yang terletak
di belakang kediaman Habib Hasan. Sedangkan kegiatan
pengajian rutin setiap malam Minggu yang berpindah dari masjid
ke masjid adalah kegiatan inti dari rangkaian kegiatan Majelis
Taklim Nurul Musthofa dalam rangka syiar agama Islam di
wilayah Jakarta Selatan.
Acara yang dilaksanakan pada malam Minggu dimulai
dengan puji-pujian kepada Allah SWT, juga shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW. Kemudian Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf memimpin pembacaan Maulid Simtuddurrar, Ratib Alattas,
dan Asmaul Husna dilanjutkan dengan tausiyah-tausiyah dari
Habib dan alim ulama setempat.

82
E.Respon Masyarakat terhadap Majelis Taklim Nurul
Musthofa
Kehadiran Majelis Taklim Nurul Musthofa yang berada di
daerah Ciganjur, Jakarta Selatan ini merupakan jawaban atas
kebutuhan masyarakat terhadap upaya pencerahan jiwa yang
bersumber dari nilai-nilai ke-Islaman. Lebih dari itu, manajemen
keorganisasian majelis taklim ini sangat lentur dan dapat
membaur dengan semua elemen masyarakat tanpa melihat kelas
sosial.
Sejak majelis ini ada, anak-anak muda khususnya yang
berada di wilayah Selatan Jakarta terlihat banyak melakukan hal
positif dengan mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan oleh
Majelis Taklim Nurul Musthofa. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh majelis taklim ini sangat mengundang perhatian.
Banyak para remaja yang belum pernah ikut dengan rasa
penasaran terpanggil untuk ikut terlibat dalam kegiatan yang
diadakan oleh Majelis Taklim Nurul Musthofa, khususnya
kegiatan pada malam Minggu yang dikemas oleh tim manajemen
majelis dengan sangat meriah. Jika melihat kegiatan rutin yang
dilakukan pada malam Minggu di masjid-masjid, hal ini
menunjukan bahwa Majelis Taklim Nurul Musthofa sangat
terbuka dalam melakukan kerjasama dengan majelis-majelis
taklim lainnya dalam pengembangan pemberdayaan akhlak
remaja di wilayah Jakarta Selatan yang sesuai dengan program-
program pemerintah.
Sebagian masyarakat di wilayah Jakarta Selatan yang
mayoritas beretnis Betawi berpendapat bahwa pendidikan agama
merupakan suatu keharusan bagi anak-anak mereka. Oleh karena
itu suatu hal yang wajar jika banyak dari mereka datang ke
majelis-majelis taklim untuk menimba ilmu agama termasuk ke
Majelis Taklim Nurul Musthofa. Para orang tua berfikir bahwa
arus modernisasi yang sudah meluas dapat berpengaruh negatif
kepada remaja yang tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta.
Oleh karena itu para orang tua sangat memberikan kelonggaran
bagi anak-anak mereka untuk banyak terlibat aktif dalam

83
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Majelis Taklim Nurul
Musthofa.
Majelis Taklim Nurul Musthofa yang sudah dikelola sangat
baik oleh tim manajemen majelis tersebut menumbuhkan
semangat etos kerja para remaja putus sekolah. Kegiatan
pengajian di majelis ini memberikan ruang untuk mereka yang
tidak mempunyai pekerjaan untuk melakukan usaha secara kecil-
kecilan dengan menjual souvenir-souvenir Majelis Taklim Nurul
Musthofa seperti stiker, pin, buku-buku, dan sebagainya sambil
mendapatkan nilai-nilai spiritual dari Habib sendiri. Di samping
itu majelis ini sering mengadakan kegiatan kerjasama dengan
majelis taklim sejenis dalam rangka meningkatkan pembinaan
akhlak masyarakat.
Bagi sebagian masyarakat sekitar Majelis Taklim Nurul
Musthofa yang juga menimba ilmu dari ulama atau kyai yang
berasal dari etnis Betawi mengungkapkan bahwa; (1) Habib
Hasan bin Ja’far adalah figur kharismatik yang sangat diidolakan
oleh kaum remaja, namun sebagai seorang panutan sang Habib
masih sangat muda dibanding dengan ulama dan kyai pada
umumnya yang lebih banyak pengalamannya dibanding Habib
tersebut. (2) Kemewahan yang mengelilingi sang Habib serta
pelayanan istimewa yang diberikan jamaahnya memberikan kesan
berlebihan. (3) Kegiatan tiap malam Minggu yang menjadi ciri
khas majelis taklim ini seolah hanya kegiatan yang lebih
mengutamakan siraman rohani. Jamaah tidak banyak
mendapatkan ilmu yang berasal dari kitab-kitab tertentu yang
sering diajarkan oleh para kyai atau ulama Betawi dalam
pengajian-pengajian pada umunya.43

43Wawancara dengan Khairuddin, jamaah dari beberapa majelis yang dipimpin oleh ulama
Betawi dan pemerhati majelis-majelis yang dipimpin habaib, 21 Juli 2008.

84
BAB IV
TREND SUFISME PERKOTAAN

Perkembangan tarekat perkotaan di Indonesia khususnya di


Jakarta yang didominasi oleh habaib tidak bisa dilepaskan dari
sejarah masuknya bangsa Arab ke Nusantara. Kedatangan para
habaib ini tidak lain adalah dakwah Islam, walaupun dikemas
dalam bentuk perdagangan. Dari sekian banyak para muballigh
yang datang ke Nusantara terdapat kaum alawiyyin44 dari
keturunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein bin Ali bin Abi
Thalib. Kehadiran mereka banyak memberikan sisi positif bagi
perkembangan ke-Islaman di Indonesia.
Majelis Taklim Nurul Musthofa sebagai salah satu bentuk
tarekat perkotaan yang dipimpin oleh seorang Habib menggam-
barkan secara jelas bahwa pengaruh ke-Islaman di Indonesia
khususnya wilayah Jakarta Selatan sangat dominan seiring
banyaknya pengikut Habib tersebut. Dari banyaknya pengaruh
nilai-nilai keagamaan yang positif tersebut, ada hal yang menjadi
bentuk perbedaan yang sangat mencolok. Latar belakang budaya
habaib yang mengembangkan dakwahnya masih sangat kental
dengan budaya Arab yang berbeda dengan budaya masyarakat
Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat bagaimana seorang figur
Habib Hasan sangat diistimewakan oleh para jamaahnya.
Fasilitas-fasilitas habib yang serba mewah dan lengkap
merupakan pengadopsian budaya Arab yang diterapkan dalam
kegiatan majelis taklim tersebut.
Dalam lingkup wilayah Jakarta Selatan, gaung Majelis
Taklim Nurul Musthofa sudah tidak asing bagi remaja muslim
sekitarnya. Karena itu bentuk kegiatan yang terkait dengan
majelis tersebut mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari para

44Y ang dimaksud dengan istilah A lawiyyin adalah; (1) keturunan Sayyidina Ali bin Abi
Thalib. (2) Istilah Alawiyyin lebih banyak digunakan untuk menunjukkan keturunan Alwi
bin Ubaidillah bin Ahmad (Al-Muhajir) bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi bin
Ja’far Ash-Shadiq. Alwi adalah orang pertama dari keturunan Ahmad bin Isa yang
dilahirkan di Hadhramaut. Anak-cucu Alwi kemudian dikenal sebagai kaum Alawiyyin.
Alkisah No. 04/ 11-24 Februari 2008, hal. 11-12.

85
remaja dan orang tua bahkan anak-anak. Apa yang dikatakan
oleh Habib menjadi acuan dalam melakukan banyak hal terkait
dengan kehidupan sehari-hari para jamaahnya yang akhirnya
tumbuh menjadi pengikut Habib yang militan. Keterlibatan para
remaja dalam majelis tersebut sangat membawa angin positif
dalam menguatkan keimanan para remaja itu sendiri. Namun
pada sisi lain, ketergantungan sebagian mereka yang tidak bisa
mencerna apa yang dikatakan dan diajarkan Habib justru
membuat terlena menerima kondisi apa adanya. Salah satu
contoh yang banyak terjadi pada beberapa jamaah Habib yaitu
mereka tidak lagi termotivasi untuk mengenyam pendidikan
formal yang lebih tinggi karena sudah merasa lebih cukup dan
yakin dengan ilmu agama yang di dapat dari Habib.
Kegiatan iring-iringan setiap kali Habib hendak melakukan
ceramah di suatu tempat pada satu sisi merupakan ciri dari
Majelis Taklim Nurul Musthofa sebagai syiar Islam kepada
masyarakat muslim lainnya. Namun pada sisi lain iring-iringan
jamaah Habib yang menggunakan motor seringkali terlihat
banyak yang tidak menggunakan alat pelindung (helm) sehingga
dapat membahayakan keselamatan jamaah itu sendiri padahal
setiap kali iring-iringan tersebut dilaksanakan selalu dikawal oleh
mobil polisi.
Melihat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Majelis
Taklim Nurul Musthofa tersebut, merupakan satu fenomena
menarik kehidupan masyarakat kota di Indonesia, yaitu sebagian
masyarakat kota, khususnya remaja, mempunyai minat yang
tinggi terhadap jalan spiritual (the spiritual path). Tampaknya jalan
spiritual telah menjadi pilihan ketika manusia modern
membutuhkan jawaban-jawaban esensial atas eksistensi dirinya
dalam hidup di tengah dinamika perkotaan bagi remaja yang
butuh akan suasana hati yang tenang dan kecenderungan akan
himpitan ekonomi.
Kecenderungan ini terjadi bisa ditelusuri secara historis dan
psikologis pada budaya Indonesia secara umum. Namun, pada
dasarnya, fenomena yang belakangan ini marak berakar pada
gejolak masyarakat perkotaan di Indonesia sebagai akibat krisis

86
berkepanjangan yang menimpa negeri ini. Juga dekadensi
moralitas yang mempengaruhi gaya hidup orang kota. Terlebih
bagi mereka yang secara materi lebih dari kecukupan namun
hanya selalu berkutat dengan kehidupan dunia yang membo-
sankan. Pada akhirnya mereka menjadi haus akan siraman
rohani. Mereka membutuhkan sesuatu yang lebih dibandingkan
dengan hanya kebutuhan materi semata.
Di balik munculnya tren spiritualitas perkotaan,
berdasarkan analisis dari sudut pandang psikologi sosial,
kebutuhan akan jalan spiritual merupakan konsekuensi
penderitaan psikis masyarakat yang tertekan oleh krisis ekonomi.
Dalam kondisi psikologis akibat krisis berkepanjangan terlebih
dengan kemerosotan nilai-nilai moral, mempengaruhi gaya hidup
masyarakat kota untuk merambah dunia spiritual.
Konsepsi penghayatan kepada kekuasaan Tuhan dapat
diterima dengan mudah oleh alam bawah sadar masyarakat
pedesaan karena hidup mereka yang "apa adanya". Mereka
bekerja untuk memenuhi keperluan hidup. Berbeda dengan
kecenderungan masyarakat perkotaan yang menjadikan agama
sekadar kewajiban, bagi masyarakat desa agama adalah
kebutuhan, yang secara praktis dapat memberi mereka jawaban-
jawaban esensial untuk menjalani hidup. Bagi masyarakat kota,
situasi kehidupan materialisme membuat materi menjadi solusi
kebahagiaan sehingga penghayatan agama terkesampingkan.

87
BAB V
PENUTUP

A.Kesimpulan
Majelis Taklim Nurul Musthofa sebagai lembaga kea-
gamaan yang dipimpin oleh Habib Hasan bin Ja’far Assegaf
berdiri pada tahun pada tahun 2001 menjadi sentral kegiatan ke-
Islaman remaja di wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2005 tim
manajemen majelis taklim yang beralamat di Jalan RM. Kahfi I
GG. Manggis RT.01/01 No. 9A Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta
Selatan mengokohkan yayasan “Nurul Musthofa” dengan
mendapatkan izin resmi dari Departemen Agama RI yang
diketuai oleh adik dari Al Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yaitu Al
Habib Abdullah bin Ja’far Assegaf dan Al Habib Musthofa bin
Ja’far Assegaf. Dakwah Habib Hasan yang asalnya dari rumah ke
rumah berkembang menuju ke masjid-masjid, sehingga hampir
kurang lebih 250 masjid di wilayah Jakarta Selatan sebagai tempat
dakwahnya.
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf adalah seorang yang
memang sudah digariskan untuk menyebarkan dakwah kepada
umat muslim khususnya orang-orang muda yang berdomisili di
wilayah Jakarta Selatan. Di samping itu, Habib yang dikenal
kharismatik dan sangat diidolakan oleh anak-anak, para remaja,
dan bahkan orang-orang tua mempunyai banyak kelebihan seperti
yang banyak dimiliki oleh para Habib dan ulama terdahulu.
Mayoritas jamaah Majelis Taklim Nurul Musthofa adalah
remaja. Segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk menjunjung
tinggi Habib adalah suatu kemuliaan dengan harapan men-
dapatkan karomah dan keberkahan hidup. Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf adalah seorang panutan yang harus diistimewakan
terlebih silsilahnya masih sebagai keluarga Nabi Muhammad
SAW. Apa yang menjadi ucapan dan perbuatan Habib adalah
perintah yang harus diikuti oleh para jamaahnya. Oleh karena itu
banyak dari jamaah yang sangat ingin dekat kepada Habib agar
mereka dapat diberikan tuntunan hidup.

88
Ajaran yang sangat ditekankan dan ditanamkan oleh Habib
Hasan bin Ja’far Assegaf kepada jamaah Majelis Taklim Nurul
Musthofa adalah; pertama, menanamkan ketauhidan yang kuat
kepada jamaah agar lebih mengenal Allah SWT dan, Kedua,
mengenalkan dan mengajak untuk mencintai seorang figur Nabi
Muhammad SAW. Kedua ajaran tersebut diimplementasikan
dengan melakukan pujian-pujian kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW dengan cara berdzikir dan bershalawat seperti
pembacaan Maulid Simtuddurrar, Maulid Dya'ulami, pembacaan
Kitab Dalail Khairat, pembacaan Ratibul Attas dan Ratibul Haddad.
Bagi sebagian masyarakat sekitar, kegiatan-kegiatan yang
dilakukan Majelis Taklim Nurul Musthofa menumbuhkan etos
kerja para remaja yang tidak mampu melanjutkan sekolah.
Kegiatan pengajian di majelis ini memberikan ruang untuk
mereka yang tidak mempunyai pekerjaan untuk melakukan usaha
secara kecil-kecilan dengan menjual souvenir-souvenir Majelis
Taklim Nurul Musthofa seperti stiker, pin, buku-buku, dan
sebagainya sambil mendapatkan nilai-nilai spiritual dari Habib
sendiri.

B. Rekomendasi
Perlu adanya pembinaan bagi pengurus majelis-majelis
taklim untuk melihat secara realistis bahwa budaya Arab tidak
selamanya sesuai dengan masyarakat muslim Indonesia, sehingga
masyarakat muslim yang mempunyai latar belakang etnis
manapun dapat ikut menimba ilmu di Majelis Taklim Nurul
Musthofa tersebut.
Perlu pembinaan bagi jamaah untuk lebih realistis menjalani
kebutuhan hidup (baik meningkatkan pendidikan formal maupun
berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih baik) melalui ajaran
yang diberikan oleh Habib sehingga tidak terlena dengan kondisi
apa adanya tanpa ada niat untuk meningkatkan taraf hidup.
Dalam pelaksanaan kegiatan malam Minggu, tim
manajemen Majelis Taklim Nurul Musthofa perlu
pengorganisasian secara tertib dan rapi tanpa meninggalkan

89
kewajiban-kewajiban sebagai warga negara agar ketertiban umum
tetap terjaga.
Pemerintah perlu memberikan pembinaan kepada pengurus
majelis taklim, Habib/ustadz/ulama, dan jamaah agar fungsi dan
peran masing-masing lebih terarah tanpa meninggalkan
kewajiban-kewajiban sebagai warga negara.

Daftar Pustaka

90
Alkisah No. 04/ 11-24 Februari 2008.
Bogdan dan Taylor, Steven J. Terj. Arif Furkhan, Pengantar
Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis
Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. 1992. Penerbit: Usaha Nasional,
Surabaya.
http://www.budayajakarta.com/idx.php?pg=jtb&sub=sejarah.
Tanggal 2 Desember 2008.
http://www.nurulmusthofa.org/.../images/stories/galery/sil
silah-Habib.jpg, tanggal 23 Oktober 2008.
Khadijah Munir, Peningkatan Majelis Taklim Menuju Akselerasi dan
Eskalasi Pemberdayaan Umat, Jurnal Multikultural dan
Multireligius Vol. VI, Nomor 24, Oktober-Desember 2007.
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. 2003. Penerbit
Rosdakarya, Bandung.
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori
dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula. 2003. STIA LAN Press Jakarta.
Wawancara dengan Abdul Hamid (21 tahun), jamaah setia
Majelis Taklim Nurul Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.
Wawancara dengan Zaenal Arifin, anggota tim manajemen dan
jamaah Majelis Nurul Musthofa, tanggal 21 Juli 2008.
Wawancara dengan Khairuddin, jamaah di beberapa majelis yang
dipimpin oleh ulama Betawi dan pemerhati majelis-majelis
yang dipimpin habaib.

91
LAPORAN PENELITIAN
STUDI KASUS-KASUS ALIRAN/FAHAM
KEAGAMAAN AKTUAL DI INDONESIA
(MAJELIS DZIKIR AS-SAMAWAAT SEBAGAI MEDIA
DAKWAH DAN RIYADLOH SPIRITUAL)
DI JAKARTA
TAHUN 2008

Oleh:
Drs. H. Muchit A. Karim, M. Pd, APU

PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN


BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI
2008

BABI
PENDAHULUAN

92
A. Latar Belakang Masalah
Secara antropologis, “sufisme kota” dikenal sebagai trend
baru di Indonesia, sebelumnya sufisme dikenal sebagai gejala
beragama di pedesaan. Menurut Moeslim Abdurrahman, sufisme
tasawuf dari desa ke kota lalu membentuk jamaah atau kursus
tasawuf. Dan yang kedua dimana sejumlah orang kota
“bermasalah” tengah mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawuf
di desa.45
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Terdapat peningkatan yang
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di
kalangan terdidik. Minatnya cukup tinggi untuk mengkaji dan
mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak dengan memasuki
tarekat tertentu.
Gerakan sufisme, tampak dalam berbagai kegiatan diskusi
seminar yang bertemakan tasawuf. Orang yang mengikuti
kelompok pengajian itu tidak sedikit. Dari kalangan eksekutif dan
selebriti banyak menjadi peserta dalam diskusi dan terlibat pada
suatu komunitas tarekat tertentu. Fenomena tersebut merupakan
gejala ingin mengejar ketenangan batin demi menyeleraskan
kehidupan yang gamang. Adapun alasan mengikuti kelompok
diskusi tarekat dengan maksud membuktikan identitasnya sebagai
muslim dan ingin mendapatkan ketenangan batin dalam
kehidupan pribadi (psychological escapism) dari mereka yang
banyak mengalami frustasi lainnya. Tampak adanya
kecenderungan proses modernisasi dan pergeseran nilai bahwa
kemunculannya tarekat “sufisme kota” berlatar belakang sosial
yang juga berbeda-beda.
Azyumardi Azra, memetakan dua model utama sufisme
masyarakat kota dewasa ini, pertama sufisme kontemporer, yang
artinya siapa saja dapat mengikutinya dan sangat terbuka yang
menjadi cirinya. Model kelompok pengajian ini dalam

45
http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufisme-
merambah-kota-mengikat-umat.

93
aktifitasnya tidak berdasarkan pada model sufi sebelumnya.
Model kelompok pengajian ini terlihat selain pada kelompok
pengajian “eksekutif” seperti Paramadina, Tazkiya Sejati, Grand
Wijaya berkembang pula di kampus-kampus Perguruan Tinggi
Umum. Kedua adalah sufisme konvensional, yaitu gaya sufisme yang
pernah ada sebelumnya dan kini diminati kembali. Model ini
yang berbentuk tarekat (Qodariyah wa-Naqsabandiyah, Syatariah
dan lain-lain) dan ada juga yang nontarekat (yang banyak dianut
kalangan Muhammadiyah yang merujuk pada tasawuf Buya
Hamka).46
Menurut Asep Usman Ismail (kandidat doktor bidang
tasawuf/IAIN Jakarta), mengatakan bahwa tasawuf yang
diminati masyarakat kota kalangan menengah ke atas, jelas bukan
model tarekat, mereka lebih cenderung memilih tasawuf
nontarekat yang singkat, esensial dan intant. Mereka tidak
berminat untuk berzikir yang panjang-panjang apalagi harus
berpuasa. Keinginannya hanya untuk memperoleh ketenangan
batin dalam menghadapi problem, dengan melalui belajar tarekat
yang bisa menyesuaikan dengan suasana perkotaan. Sebaliknya
bagi masyarakat menengah ke bawah lebih menerima tasawuf
model klasik yang justru tidak diminati masyarakat perkotaan.
Fenomena masyarakat Islam yang belajar tasawuf di kota-
kota besar ini kemudian mendapat label sebagai tasawuf
perkotaan (urban sifism). Konsepsi tasawuf perkotaan sendiri
mengandung sebuah permasalahan. Artinya, kata perkotaan
sendiri mengandung ambiguitas, apakah perkotaan berarti mereka
yang memiliki budaya kota atau meraka yang tinggal di kota?
Ataukah hanya pesertanya saja yang orang kota, tapi belajar
tasawuf pada tarekat tradisional di desa, atau pada tarekat
tradisional yang membuka cabangnya di kota?47

46
Mengutip
http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufiesme-merambah-kota-
mengikat-umat
47
Mengutip: Muhammad Adlin Sila (Dialog No. 54 th.
XXV, Desember 2002

94
Di Jakarta Barat terdapat Majelis Dzikir As-Samawaat
pimpinan KH. Sa’adih Al Batawi, yang merupakan wadah
sekelompok manusia yang gemar mengagungkan kalimat Allah
dengan membaca tahlil, tahmid dan tasbih. Kelompok ini
berusaha untuk melupakan kehidupan dunia sesaat dan mencoba
menyatukan kehendak dengan Khaliknya, mereka berkumpul
dalam satu mejelis yang bernama Majelis Dzikir As-Samawaat.
Majelis Dzikir As-Samawaat hadir di pentas nasional dengan
melakukan gerakan spektakuler melalui dzikir yang dipimpim
oleh KH. Sa’adih Al-Batawi, yakni sebuah gerakan penyandaran,
gerakan moral dan gerakan perbaikan.
Manfaat majelis dzikir As-Samawaat cukup besar
bagi perkembangan keilmuan serta ketaqwaan seseorang, tetapi
masih sangat sedikit orang yang menyadari hal tersebut, sehingga
di kalangan masyarakat, masih banyak terjadi perbuatan amoral,
seperti perjudian, pencurian, minum-minuman keras, obat-obatan
terlarang dan perzinahan semakin berkembang dimana-mana.
Tanpa disadari, Allah semakin murka melihat tingkah laku
hamba-Nya, yang kemudian terjadilah kekacauan tanda
peringatan Allah.
Seperti diketahui banyak majelis dzikir yang menerapkan
sistem dzikir dengan berbagai macam cara, tetapi dari kajian awal
ke Majelis Dzikir A-Samawaat, pimpinan KH. Sa’adih
mempunyai daya tarik tersendiri terhadap jamaah. Selama 10
tahun dakwahnya melalui dzikir KH. Sa’adih Al-Batawi berhasil
mengajak ribuan murid-muridnya yang terdiri dari kurang lebih
978 orang jamaah laki-laki dan 13 ribu jamaah perempuan, serta
sejumlah 17 Sarjana Perguruan Tinggi Agama dan alumni
Pondok Pesantren, mulai tertarik dengan gaya dakwahnya dan
selanjutnya turut andil berjuang bersamanya.
Mengaju pemikiran di atas, maka Puslitbang Kehidupan
Keagamaan akan mengkaji lebih mendalam Majelis Dzikir As-
Samawaat yang diduga sebagai media dakwah dan Riyadloh
spiritial di wilayah Jakarta.

B. Perumusan Masalah

95
Dari latar belakang masalah di atas, dirumuskan
beberapa pokok masalah kajian sebagai berikut :
1. Apa yang melatarbelakangi timbulnya Majelis Dzikir As-
Samawaat?
2. Mengapa Majelis Dzikir ini diminati oleh masyarakat
Islam di Jakarta?
3. Apa saja ajaran Majelis Dzikir tersebut?
4. Bagaimana metode dakwah yang diterapkan pimpinan
Majelis Dzikir tersebut dalam mengajak umat mengikuti
fahamnya
5. Adakah materi dakwahnya mengandung ajaran tarekat
tertentu?
6. Bagaimana respon masyarakat terhadap faham dimaksud?

C. Tujuan Kajian
1. Mengungkap latar belakang timbulnya Majelis Dzikir As-
Samawaat
2. Mengetahui ketertarikan masyarakat Islam Jakarta
terhadap Majelis Dzikir As-Samawaat
3. Mengungkap ajaran Majelis Dzikir As-Samawaat
4. Mengetahui metode dakwah yang diterapkan pimpinan
Majelis Dzikir tersebut dalam mengajak umat mengikuti
fahamnya
5. Mengetahui ada tidaknya keterkaitan materi dakwahnya
dengan ajaran tarekat tertentu
6. Mengetahui respon masyarakat terhadap faham dimaksud

D. Keguanan Kajian
Hasil kajian disamping untuk memperkaya lektur
keagamaan di Indonesia, secara praktis juga diharapkan dapat
berguna bagi Departemen Agama sebagai bahan informasi
dalam pengambilan kebijakan pembinaan terhadap berbagai
paham keagamaan khusus tarekat perkotaan yang

96
berkembang di Indonesia serta institusi terkait yang
memerlukannya.

E. Kerangka Konseptual
1. Media dakwah
Dalam semua aktifitas kehidupan manusia, media
merupakan bagian yang tidak terpisahkan keberadaannya,
menurut juru media bahwa manusia adalah sasaran media.
Manusia adalah mengkonsumsi berita dan berfikir dengan
berita sehat dan hiburan. Istilah media berarti perantara yang
berasal dari bahasa Yunani, median jamaahnya media.
Adapun pengertian semantiknya yaitu “segala sesuatu yang
dapat dijadikan alat atau perantara untuk mencapai tujuan
tertentu”.48
Dalam kamus telekomunikasi, media berarti “Sarana yang
digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan
pada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya,
banyaknya atau keduanya”. Jadi segala sesuatu yang dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam berkomunikasi disebut
media komunikasi.49 Yang dimaksud dengan media dakwah
adalah alat obyektif yang menjadi selera untuk
menghubungkan ide dengan umat suatu elemen yang vital
dan merupakan urat nadi dalam totalitas dakwah.
Antara metode dengan media dakwah sangatlah berkaitan
karena apapun metode yang diterapkan pastilah di dalamnya
mencakup masalah media dakwah. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Dr. H. Hamzah Ya’qub yang membagi
media dakwah menjadi lima kelompok besar yaitu :
a. Lisan, yaitu khutbah, pidato, ceramah, diskusi, kuliah,
dan lain-lain.
b. Tulisan, yaitu buku-buku, majalah, koran bulletin, dan
lain-lain

48
Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam
(Surabaya : Al Ikhlas, 1995), h. 163
49
Gozali BC, TT, Kamus Istilh Komunikasi, (Jakarta :
Djambatan, 1992), h. 227

97
c. Lukisan, yaitu gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film
cerita dan lain
d. Audio visual, yaitu televisi, sandiwara, ketoprak, wayang,
dan lain-lain.
e. Perilaku atau suri tauladan seperti mengunjungi orang
sakit, menjaga kebersihan.
Menurut Dr. Abdul Karim Zedan, Media dakwah ada dua
macam yaitu :
a. Media esktern yaitu yang mempunyai hubungan langsung
dengan penggunaan kesempatan yang lebih
menguntungkan dalam melaksanakan dakwah. Media
estern yang penting menurut Dr. Abdul Karim Zedan
yaitu waspada, meminta bantuan kepada orang lain,
disiplin peraturan.
b. Media intern, yaitu penyampaian dakwah dengan
perantaraan bahasa, perbuatan (melalui akhlak) dan sikap
juru dakwah sendiri.
Sedangkan jika dilihat dari sifatnya, media dakwah dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
a. Media tradisional, yaitu berbagai seni dan pertunjukan
yang secara tradisional dipentaskan di depan umum
terutama sebagai hiburan yang memiliki sifat komunikatif
seperti ludruk, wayang kulit, drama dan lain-lain.
b. Media modern yaitu media yang dihasilkan dari teknologi
antara lain televisi, radio, pers, dan lain-lain.
Dengan begitu pengertian media dakwah adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.

2. Riyadloh Spiritual
Menurut Kyai Sa’adih Riyadloh Spiritual adalah
suatu usaha manusia untuk mendekatkan diri atau taqarub
kepada Allah SWT, dengan cara setiap malam malakukan
banyak tafakur akan makna hidup, dan selalu berzikir,
siangnya berpuasa hampir setiap hari dan waktu malam
dihabiskan untuk pengakuan-pengakuan dosa dan

98
munajat-munajat rintihan batin. Riyadloh spiritiual ini
dilakukan Kyai Sa’adih selama bertahun-tahun sehingga
pada suatu malam di bulan Ramadhan tiba-tiba muncul
totalitas pengakuan pada kekotoran dan kerendahan diri
membahana dalam batinnya sehingga tersadarkan oleh
sebuah fenomena jiwa, mengenal diri dan mengenal Allah
dengan berbagai kebesaran-Nya.50

F. Metodologi Penelitian
1. Metode Pendekatan
Pendekatan penelitian adalah metode keualitatif,
difokuskan kepada perolehan data deskriptif untuk
memperoleh pemahaman makna, karena itu, pendebatan
naturalistik pun ditempuh dalam upaya menemukan,
menggali dan menggambarkan realitas secara holistik,
sumber data/informasi yang dijaring mengenai Majelis
Dzikir As-Samawaat.

2. Tehnik Pengumplan Data


Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan
dokumen, wawancara terhadap beberapa orang tokoh
yang tergabung dalam Mejelis Dzikir As-Samawaat,
tokoh-tokoh agama, serta beberapa pimpinan instansi
pemerintah yang terkait dalam pembinaan dan pelayanan
masyrakat.

50
As-Samawaat, Majalah Media Spriotual dan dakwah No.
1 th. 111-30 April 2006. h. 14

99
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

A. Letak Geografis Demografis dan Pemerintahan


Majelis Dzikir As-Samawaat terletak di Jalan Puri
Kembangan Gg As-Samawaat No. 15 Rt. 011 Rw. 05
Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta
Barat. Kecamatan Kebon Jeruk terdiri dari 7 (tujuh)
Kelurahan, terbagi menjadi 70 RW (Rukun Warga) dan 714
RT (Rukun Tetangga), berbatasan di sebelah utara dengan
Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan
Jakarta Barat; sebelah Timur dengan Kelurahan Kemanggisan

100
Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat; sebelah Selatan
Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan Kecamatan
Ciledug Tangerang Banten; dan sebelah Barat dengan
Kecamatan Kembangan Jakarta Barat.
Luas wilayah Kecamatan Kebon Jeruk mencapai
1.792,00 ha, dengan jumlah penduduk sekitar 200.236 jiwa
meliputi 101.919 laki-laki dan 98.317 perempuan. Kepadatan
penduduk tercatat 200.236 jiwa dengan jumlah kepala
keluarga sebanyak 56.295.
Kelurahan Kedoya Selatan yang merupakan lokasi
keberadaan Mejelis Dzikir As-Samawaat memiliki area seluas
306,00 ha, jumlah penduduk 18.919 jiwa dengan kepadatan
penduduk sebesar 62 jiwa/ha, dan merupakan kepadatan
yang relatif kecil dibanding dengan kelurahan lainnya.
Mobilitas penduduk pada tahun 2006 di Kecamatan Kebon
Jeruk tercatat 533 peristiwa kelahiran, terdiri dari 306 bayi
laki-laki dan 227 bayi perempuan. Peristiwa kematian
sebanyak 580 orang terdiri dari 351 laki-laki dan 229
perempuan.
Penduduk yang datang dan menetap di Kecamatan
Kebon Jeruk sebesar 1.650 jiwa, sedang yang pindah keluar
kecamatan Kebon Jeruk sebanyak 1.471 jiwa. Dilihat dari
daerah asalnya penduduk musiman di Kecamatan Kebon
Jeruk bersal dari Jawa Timur sebanyak 1.371 jiwa, Jawa
Tengah sebanyak 1.660 jiwa, Jawa Barat 1.534 jiwa, dan
daerah lainya sebanyak 529 jiwa. Sehingga jumlah penduduk
musiman di Kecamatan Kebon Jeruk tercatat 5.094 jiwa.

B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya


Dilihat dari lapangan pekerjaan sebanyak 27.00 persen
bekerja di sektor perdagangan, 19,66 persen bekerja di sektor
pemerintahan, 16,80 persen di sektor jasa, 7,35 persen di
sektor industri, 6,19 persen sektor bangunan, 5,17 persen
sektor transportasi dan komunikasi, 8.13 persen sektor
pertanian, 1.64 persen sektor keuangan dan 8.05 persen sektor
lainnya.

101
Di Kecamatan Kebon Jeruk tercatat 68 unit SD Negeri
dan 22 swasta. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sebanyak 8
unit Negeri dan 24 unit swasta, dan 4 unit Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas Negeri, dan 30 unit swasta. Serta beberapa
tempat kursus, yaitu 8 unit tempat kursus computer, 7 unit
kursus Bahasa Asing, 4 unit kursus menjahit, satu unit kursus
kecantikan.
Selain sarana pendidikan di daerah ini terdapat beberapa
fasilitas kesehatan antara lain 82 unit pas KB, 126 unit
Posyandu, 124 unit dokter praktek, 20 unit poliklinik,
puskesmas dan rumah bersalin masing-masing 10 dan 11 unit,
serta 2 unit rumah sakit.
Di daerah ini juga terdapat berbagai kegiatan pereko-
nomian antara lain pasar swalayan departemen store, dan
lain-lain. Sejumlah pasar seperti 6 unit pasar lingkungan, 3
unit pasar impres, 523 unit restoran, 11 unit
swalayan/supermarket dan 1.066 unit pedagang kaki lima.
Jumlah perusahaan industri besar sebanyak 4 unit dengan 524
tenaga kerja. Jumlah perusahaan industri sedang sebanyak
237 unit dengan tenaga kerja sebanyak 330 orang.
Adapun fasilitas umum dan fasilitas sosial di Kecamatan
Kebon Jeruk tercatat 9 unit kantor pos, 263 unit telepon
umum, 4 unit kantor polisi, 48 unit bank. Sedangkan gedung
perkantoran sebanyak 18 unit, toko sebanyak 1.043 unit dan
gudang sebanyak 6 unit.51

C. Kehidupan Keagamaan
Menurut agama yang dianut, penduduk Kecamatan
Kebon Jeruk terdistribusi sebagai berikut: Pemeluk agama
Islam sebesar 77.36 persen, pemeluk agama Protestan 8,28
persen, pemeluk agama Katolik 8,21 persen, pemeluk agama
Budha sebesar 5,00 persen dan presentase terkecil pemeluk
agama Hindu sebesar 1,15 persen.

51
BPS Kecamatan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk
dalam Angka 2007

102
Untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan
agama serta pengembangan umat dilakukan oleh masing-
masing rohaniawan agama meliputi ulama, muballigh dan
khatib, rohaniawan, Protestan meliputi pendeta, guru Injil,
rohaniawan Katolik meliputi Uskup, Pastor, Buder, Suster-
suster Kathis, rohaniawan Budha meliputi Biksu Pendeta,
rohaniawan Hindu meliputi pendeta dan majelis agama.
Kesemarakan kehidupan beragama terlihat dari
banyaknya jamaah yang berkunjung ke masjid dan mushalla
terutama di kala pelaksanaan shalat jamaah magrib, shubuh
serta ketika tiba shalat Jum’at, masjid penuh dengan para
jamaah.
Kesemarakan juga terlihat dari kegiatan-kegiatan
dakwah yang dilakukan majelis-majelis ta’lim, majelis-majelis
dzikir dengan menyelenggarakan pengajian yang dihadiri oleh
ribuan jamaah seperti yang dilakukan majelis dzikir As-
Samawaat pimpinan Syeh Kyai Sa’adih Al Batawi.

BAB III
MAJELIS DZIKIR AS-SAMAWAAT

A. Pengertian Majelis Dzikir As-Samawaat


1. Majelis Dzikir terdiri dari dua kata yaitu Majelis dan
Dzikir.
Majelis berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat
duduk. Dzikir menurut bahasa artinya mengingat atau
menyebut. Sedangkan menurut istilah agama, dzikir adalah
menyebut, mengucapkan asma Allah sambil mengagungkan
dan mensucikan-Nya.52 Dzikir menurut Al-Hafizd dalam

52
Idrus H. Alkaf, Dzikir dan Doa Rasulullah Saw,
(Pekalongan : CV Gunung Mas, 1996), Ce. Ke-I, h. 11.

103
Fathu Barrie yang dikutip oleh T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy
ialah segala lafadz (ucapan) yang disukai para umat
membacanya dan memperbanyak membacanya untuk
menghasilkan jalan mengingat dan mengenang akan Allah.53
Menurut Al-Fakhrurrozi dzikir ialah sebutan lidah
(berdzikir dengan lidah) yaitu menyebutkan kata-kata yang
menunjuk kepada tasbih (mensucikan Allah dari segala
kekurangan), kepada tauhid (memulyakan Allah dan meng-
angungkan-Nya). Adapun yang dikehendaki dengan ingatan
hati yaitu merenungi dalil-dalil adanya Allah, dalil-dalil
sifatnya, dalil-dalil perintah dan larangan-Nya untuk dapat
diketahui hukum-hukum dan rahasia-rahasia yang terkandung
dalam pembentukan alam.54
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
pengertian majelis dzikir, ialah suatu tempat yang dibentuk
untuk membicarakan mengenai bentuk-bentuk mengingat
Allah dan juga tempat yang dapat mengeluarkan manusia dari
lalai lengah kepada keinsyafan.

2. As-Samawat
Menurut H. Mulyadi salah seorang Dewan Asatiz
Majelis Dzikir As-Samawaat, kata As-Samawaat, diambil
dari nama orangtua Syeh Kyai Sa’adih Al Batawi, yaitu
berasal dari H. Asmat ayah kandung Kyai Sa’adih, dan H.
Sawiyah nama ibunya, kedua nama tersebut digabungkan
menjadi As-Samawaat, yang dalam bahasa Arab mempu-
nyai pengertian membangun ketinggian rohani.
Dengan demikian Majelis Dzikir As-Samawaat
mempunyai pengertian perkumpulan yang dibentuk untuk
membicarakan mengenai cara-cara mengingat Allah,
dalam membangun ketinggian rohani.55

53
T.M. Hasbi As-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a
(Semarang :PT. Pustaka Rizki Putra (1971) h. 31
54
Idrus H. Alkaf, Loc cit
55
H. Mulyadi, Wawancara tanggal 14 Juli 2008

104
B. Sejarah Berdirinya Majelis Dzikir As-Samawaat
Majelis Dzikir As-Samawat berdiri pada awal tahun 1993,
dipelopori oleh Syeh Kyai Sa’adih Al Batawi. Kyai Sa’adih
adalah murid dari Mbah Mangli salah seorang mursyid
Tarekat Naqsabandiyah di Magelang Jawa Tengah. Menurut
pengakuannya, bahwa latar belakang didirikannya Majelis
Dzikir As-Samawaat, adalah regenerasi ajaran dari guru
Mbah Mangli dalam pengembangan tasawuf. Di samping itu
juga dilatari adanya panggilan hati.56 Dimulai dari perasaan
batin yang kering dan terasa jauh dari Allah SWT, sehingga
dirinya sering gelisah dan menyendiri untuk merenung lebih
jauh akan makna hidup yang sebenarnya. Kegalauan iman
yang ada dalam benak Kyai Sa’adih ditumpahkannya dalam
setiap malam dengan banyak bertafakur akan makna hidup
dan mencoba untuk berzikir sebisanya ketika itu. Dalam
beberapa tahun dia berbuat demikian sampai pada suatu saat
ia merasakan ada kedamaian batin dengan banyak berdzikir,
siang dan malam. Siang hari dia berpuasa, hampir setiap hari
dan malamnya dia habiskan untuk pengakuan-pengakuan
dosa dan munajat-munajat rintihan batinnya. Itulah
perjalanan konfersi agama yang terjadi dalam dirinya yang
dijalani selama bertahun-tahun.
Ketika Riyadhah spiritualnya menginjak tahun ke-9,
pada suatu malam di bulan Ramadhan, menurut Kyai Sa’adih
totalitas pengakuan kepada kekotoran kerendahan diri begitu
membahana dalam batinnya, hingga tersadarkan oleh sebuah
fenomena jiwa, mengenal diri dan mengenal Allah dengan
berbagai kebesaran-Nya.
Berbarengan dengan itu, melihat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat membuat semua
orang berlomba untuk dapat menguasai dua bidang tersebut.
Siang dan malam manusia dalam memenuhi kebutuhan

56
Arfiah Fanami, Panduan Majelis Dzikir As-Samawaa,
Dalam Menyampaikan Dakwah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2004, h. 54.

105
hidupnya, selalu disibukkan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kehidupan manusia sangat tergantung kepada IPTEK
sehingga mereka menjadikan IPTEK sebagai sesembahan
baru (berhala). Menyikapi pola hidup semacam itu Kyai
Sa’adih membangun inovasi-inovasi dakwah guna
menyadarkan masyarakat untuk kembali pada esensi dasarnya
yaitu ibadah pada Allah SWT.57
Di tengah tantangan dakwah yang begitu komplek maka
Kyai Sa’adih mengemas sebuah metode dakwah agama yang
lebih professional, modern tanpa kehilangan fungsinya yaitu
mengajak manusia pada kebenaran. Karena dakwah yang
terkesan kampungan dan membosankan akan menjadikan
orang antipati pada agama dan lebih memilih pada pola
“sekuler”.
Pada saat ini banyak kemasan-kemasan dakwah yang
ditawarkan terlihat modern dan professional, namun bila
ditelaah lebih lanjut ternyata semuanya hanya sebatas pada
proses pengenalan akan sebuah ajaran dan belum masuk pada
subtansi dari ajaran yang disampaikan. Betapa banyak
lembaga-lembaga kajian tentang “hati” yang terlihat mandul
tidak melahirkan apa-apa kecuali hanya sentuhan perasaan
yang dangkal. Ada juga kajian-kajian intelektual yang kaya
teori dan konsep namun lagi miskin karya nyata.
Sehingga pada awal tahun 1993, berdirinya majelis
dzikir ini ternyata banyak masyarakat di lingkungan majelis
yang haus akan permasalahan spiritual, karena keseharian
mereka selalu disibukan oleh urusan dunia.58

C. Tokoh Pendiri dan Latar Kehidupannya


1. Kyai Sa’adih Al Batawi lahir pada 23 Juni 1960 di Jakarta
dari pasangan H. Asmat dan Hj. Sawiyah, yang keduanya
asli Betawi. Sa’adih yang merupakan anak ke-4 dari tujuh
bersaudara. Ayahnya H. Asmat, terkenal seorang petani
57
Ustad Mulyadi, Wawancara tanggal 24 Juli 2008
58
Ibid

106
dan tukang kebun yang sangat ulet dan jujur dalam
memenuhi nafkah keluarga, melalui hasil sawah dan
kebun yang digarapnya. Selain orang yang ulet dan jujur
dalam bekerja dia merupakan orangtua yang disegani oleh
anak-anaknya dan masyarakat kampungnya. Karena
terkenal berani serta tekun ibadah siang dan malam.
Ibunya Hj. Sawiyah merupakan sosok seorang wanita
sholihah yang banyak berjasa dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat kampungnya dari urusan
kelahiran, perka-winan, sampai pengurusan jenazah.
Sa’adih kecil lahir dan besar bersama kedua orang-
tuanya di wilayah Kembangan dengan penuh kasih
sayang. Walaupun di masa kanak-kanak dan remajanya
penuh kepahitan dalam urusan ekonomi untuk menopang
kebutuhan keluarganya. Dari kedua orang tua beliau H.
Asmat dan Hj. Sawiyah, selain dirinya lahir pula seorang
kakak laki-laki H. Saleh, 2 orang kakak perempuan
Sa’anih dan Sa’anah, seorang adik perempuan Sa’adah
dan 2 orang adik laki-laki lainnya Syafi’i dan Salbini.
Berbeda dengan kakak-kakak dan adik-adiknya,
Sa’adih kecil terkenal sebagai anak yang paling pemberani
dibandingkan dengan teman-teman sebayanya waktu itu.
Keberaniannya itulah yang membuat dirinya terkenal dan
terkesan nakal serta tidak takut kepada siapapun.
Walaupun demikian, selama masa kanak-kanak sampai
remaja dan pemuda beliau juga sangat rajin membantu
orang tua dalam memenuhi nafkah keluarga termasuk
belajar di sekolah yang jarak tempuhnya ketika itu sangat
jauh.
Dalam hal-hal yang berkenaan dengan kecurangan
dimanapun ia temukan pada waktu itu dia tidak pernah
takut untuk menumpasnya. Sehingga dia sering disebut
“Si Jago berantem” karena memang sering dipanggil
untuk menghadapi orang-orang yang curang. Keahliannya
dalam ilmu bela diri Betawi dan bermain golok, membuat
orang berpikir dua kali untuk berhadapan dengannya.

107
Masa kanak-kanak sampai masa kepemudaan
dilaluinya bersama keluarga dengan penuh keprihatinan.
Ayahnya yang hanya seorang petani dan ibu serorang
bidan beranak, tentunya untuk memenuhi 7 orang anak-
anaknya sangat sulit dirasakan pada saat itu. Karenanya
dia sempat menjadi penjual kue-kue pasar, ikut berkebun,
pekerja serabutan dan kuli harian.
Hal itu dilaluinya bersama keluarga dengan penuh
kesabaran, sehingga ketika menginjak masa akhir
kepemudaannya ditandai dengan menikahi seorang gadis
Betawi di kampungnya bernama Ani yang kemudian
lahirlah Muhamad Andika (Alm), Siti Rahmania dan Siti
Aisyah, maka kesempatan untuk mendapat hidup yang
layak sedikit demi sedikit mulai dirasakan. Sejak diterima
sebagai pekerja di perusahaan besar PT. Total Indonesia
waktu itu, maka dengan ketekunannya selama bekerja di
perusahaan tersebut, menjadikan dirinya sebagai pekerja
teladan. Selanjutnya dengan disiplin dan ketekunannya
selama bekerja, maka pihak perusahaan mempercayakan
dirinya untuk posisi yang sangat strategis. Sehingga
dengan gaji dan fasilitas perusahaan yang sangat besar
tersebut, beliau dapat merubah hidup menjadi berkecu-
kupan.59

2. Pendidikan KH. Sa’adih Al-Batawi


Sejak kecil Sa’adih dan saudara-saudara yang lain
selalu diajarkan untuk mencintai ilmu, maka di usianya
lima tahun ia sudah memasuki Sekolah Dasar (SD) yang
jarak tempuhnya ketika itu sangat jauh dari rumahnya,
kepahitan dalam urusan ekonomi untuk menopang
kebutuhan hidupnya tidak menjadi alasan untuk tidak
sekolah, ia juga sangat rajin membantu orang tua dalam
memenuhi nafkah keluarga, hingga akhirnya ia

59
As-Samawaat, Majalah Media Spiritual dan Dakwah
As-Samawaat No. 01 Tahun 1/1-30 April 2006/1-29 Rabiul Awal
1427 h. 12-16

108
melanjutkan sekolahnya di SMP lagi-lagi dia harus
merasakan kepahitan untuk bisa sampai di sekolah,
sehingga harus terus berjalan tanpa dengan sepeda, tetapi
ia selalu sabar untuk menjalani hal itu, karena selalu ingat
apa yang diajarkan oleh orang tuanya yaitu kesungguhan,
ulet, dan rajin akan bisa menghasilkan harapan yang
diinginkan. Sehingga dengan kesungguhannya ia bisa
melanjutkan sekolahnya di STM semangat untuk
menuntut ilmu terus ditanamkan dalam dirinya sehingga
ia sempat menjadi tukang kue-kue pasar, ikut berkebun,
pekerja serabutan dan kuli harian. Hal itu dilaluinya
bersama keluarga dengan penuh kesebaran, hingga
akhirnya lulus dari sekolah dan tidak melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi.60

D. Misi, Visi, dan Tujuan Majelis Dzikir


1. Misi
Misi yang ingin dicapai adalah untuk lebih
meningkatkan Ukhuwah Islamiah diantara kaum muslim,
serta menciptakan dan menjadikan umat yang muttaqin/-
insan yang sebenar-benarnya taqwa kepada Allah SWT
sehingga menjadi prototype manusia teladan, dengan ciri-
ciri sebagai berikut:
a. Humanis, yaitu manusia yang paling depan dalam
menghapuskan penindasan, ketidakadilan dan berba-
gai macam kedzaliman
b. Sosialis, yaitu tidak memiliki sekat untuk membangun
kasih sayang terhadap semua manusia dan mendahu-
lukan kepentingan umum ketimbang pribadi
c. Produktif, dimanapun ia berada banyak membawa
perubahan dan manfaat yang banyak bagi orang lain
d. Kreatif, selalu memiliki kekayaan berpikir dan berbuat
demi pembangunan nilai-nilai kebajikan.61
60
H. Mulyadi Wawancara tanggal14 Juli 2008
61
Majalah As-Samawat, Media Spiritual dan Dakwah,
Edisi Perdana, h. 19

109
2. Visi
Majelis dzikir mempunyai visi agar masyarakat lebih
terketuk hatinya untuk lebih mendekatkan dirinya kepada
Allah SWT, yakni dengan melaksanakan dzikir hati
mereka akan mendapatkan ketenangan batin.

3. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari majelis dzikir
adalah:
a. Meningkatkan kualitas dzikir dalam rangka mencipta-
kan individu yang taat dan bertaqwa kepada Allah
swt, yang akan melahirkan ketenangan dan
kedamaian serta dapat menghalau kekacauan, konflik,
ketakutan sifat-sifat buruk dan tercela.
b. Menghujani negeri ini dengan gemuruh dzikir sehing-
ga akan bisa keluar dari krisis multidimensional
sehingga menjadi negeri bagi orang-orang yang
berdzikir.
c. Mendorong masyarakat lain untuk dapat mengikuti
dzikir bersama berupa dzikir, qalbiyah, dan dzikir
lisan sebagai langkah awal menuju dzikir aqliyah serta
dzikir amaliyah.
d. Menciptakan manusia tidak dengan sia-sia tetapi seba-
gai khalifah di muka bumi yang mempunyai tujuan
mulia yaitu mendapat keridhoaan-Nya.
e. Agar para pengikutnya menjadi seorang muslim yang
ikhlas, zuhud, istiqomah dalam beribadah dan
beramal shaleh dan menjadi seorang ulama-ulama
untuk dunia dan akhirat nantinya.

E. Struktur Organisasi
Kepengurusan Majelis Dzikir As-Samawaat terdiri dari:
1. Pimpinan Majelis Dzikir As-Samawaat: Syeh Kyai
Sa’adih Al Batawi

110
2. Dewan Asatiz Majelis Dzikir As Samawaat, Dewan ini
mempunyai tugas membina syariat kajian fikh, dan
tasawuf dasar dan membantu pimpinan dalam
penanganan kegiatan Majelis Dzikir.
Dewan Asatiz ini berjumlah 20 orang dan masing-
masing bertugas pada 20 wilayah distrik yang tersebar di :

a. Jakarta

1) Kebayoran dan Petukangan, wilayah distrik ini dibina


oleh Ust. Marzuki dan Ust. Firman Mashur S. Fil I, serta
ketua : Cecep
2) Kembangan , distrik ini dibina oleh Ust. Mulyadi, M.Ag,
Ketua Distrik : Saidi
3) Kalideres, distrik ini dibina Ust. Saifullah Zindan, S.Ag,
Ketua : Nanang
4) Cilangkap, distrik ini dibina oleh : Ust. H. Nurhasan, Lc,
Ketua : Turmuzi
5) Cilincing, distrik ini dibina oleh : H. Ali Sadikin, Ketua :
Mustari Taufik

b. Bogor
1) Bogor Kota, distrik ini dibina : Ust. Moh. Arfan Hasan,
S.Th I, dan Ketua : Wawan
2) Bogor Timur, distrik ini dibina oleh : KH. Mustofa
Mughni, S.Ag, Ketua : Ust. Gestanto

c. TANGERANG
1) Ciledug, distrik ini dibina : Ust. Ahmad Bukhori, S.Ag,
Ketua : Ust. Muhasan
2) Pondok Aren, distrik ini dibina : Ust. Ahmad Subhan,
S.Ag, Ketua : Abdul Rahman
3) Karang Tengah, distrik ini dibina : Ust. Doni Ichsan, SE
& Ust. Rahmat Hidayat,S.Psi, serta Ketua Izul

111
4) Larangan, distrik ini dibina : Ust. Abdurrahman Basri,
S.Sos. I & Ust. Asep Setiawan, S.Sos I., serta Ketua :
Taufik
5) Tangerang Kota, distrik ini dibina : Ust. Budi Hermawan,
SE, Ketua : Heri

d. Bekasi, distrik ini dibina : Damanhuri, S.Ag, Ketua :


Suroso

e. Cikarang, distrik ini dibina : Ust. Nurhayati, M.Ag, Ketua


: Ust. Muhammad

f. Tambun, distrik dibina : Ust. Suherman Haromain, Ketua :


Abdurrohman
g. Bandung, distrik ini dibina:Ust.Dawn Firdaus Iskandar
(Dafi), Ketua: H.Tatang Mulyana, SE

3. Dewan Ekonomi, bertugas untuk mengurus ekonomi dan


keuangan Majelis Dzikir
4. Dewan Abdi Dalem; bertugas untuk melayani kegiatan-
kegiatan majelis
5. Dewan Askar : bertugas mengurus keamanan
6. Dewan Sesepuh bertugas sebagai penasehat majelis
Dzikir.62

F. Ajaran Majelis Dzikir As-Samawaat


1. Dzikir sebagai media penyucian jiwa dan hati serta
pemantapan iman
Banyak sekali metode penyiaran agama Islam yang
digunakan para da’i salah satunya adalah ceramah mimbar.
Berbeda dengan KH. Sa’adih yang menggunakan dzikir
sebagai metode dakwahnya. Menurutnya “orang tidak akan
bisa menerima dakwah dengan baik kalau hatinya beku.

62
H. Mulyadi, Wawancara tanggal 24 Juli 2008

112
Caranya leburkan dulu hati itu baru kemudian dimasukkan
dengan tausiyah, muhasabah tentang ajaran-ajaran syariat
Allah SWT”. Oleh karena itulah KH. Sa’adih menggunakan
dzikir sebagai sarana untuk menyampaikan kesan-kesan
agama. KH. Sa’adih, selalu memberikan tausiyah terlebih
dahulu sebelum dimulai pelaksanaan dzikir. Tausiyah ini
berupa petunjuk dan nasihat tentang pentingnya dzikir dan
taubat sedangkan pada muhasabah, bisa dilakukan sebelum
atau sesudah pelaksanaan dzikir. Muhasabah ini berupa
renungan-renungan tentang dosa-dosa baik yang disengaja
maupun tidak. Dalam muhasabah ini dipimpin oleh KH.
Sa’adih Al-Batawi sendiri dengan melantunkan bahwa dirinya
penuh dengan dosa dan kecilnya manusia dihadapan Allah
SWT. 63
Melalui pengalaman pribadi KH. Sa’adih ketika
melakukan riyadhah spiritual telah menginjak tahun ke-9,
pada suatu malam di bulan Ramadhan, muncullah dalam
dirinya totalitas pengakuan pada kekotoran dan kerendahan
diri, begitu membahana dalam batin beliau hingga
tersadarkan oleh sebuah fenomena jiwa; mengenal diri dan
mengenal Allah dengan berbagai kebesaran-Nya. Dari
pengalaman Riyadhah spiritual tersebut Kyai Sya’adih
mengumpulkan masyarakat dalam suatu majelis dzikir dan
mengajak untuk bersama-sama menyucikan jiwa dan hati,
sehingga iman akan menancap di dalam dada, dan takwa
akan menghiasi perilakunya. Menurut Kyai Sa’adih orang
tidak akan bisa menerima dakwah dengan baik bila hatinya
beku, untuk itu berdasarkan pengalamannya, maka paling
sedikit ada tiga dasar yang harus dimiliki oleh para pendaki
batin yaitu:
a) Banyak lapar, yaitu dengan berpuasa sebagaimana yang
dilakukan para nabi dan Aulia. Dengan sering melaparkan
diri melalui puasa, maka akan terbangun sensitifitas diri
terhadap semua peristiwa hidup, hingga mempermudah
63
KH. Sa’adih Al-Batawi, Pimpinan Majelis Dzikir As-
Samawat, Wawancara Pribadi, (Puri Kembangan, 28 Agustus 2008)

113
untuk menemukan hikmah di balik tiap-tiap peristiwa.
Yang demikian akan melahirkan tuntunan batin untuk
lebih sering mengadu kepada Allah SWT. Sehingga
dengan sendirinya hati tergiring menemukan muaranya
yaitu Allah Yang Maha Batin sebagai Sumber
Ketenangan.
b) Banyak ‘melek’, yaitu dengan menghabiskan malam-
malamnya untuk berinteraksi kepada Allah SWT baik
melalui ibadah spiritual maupun ibadah sosial (amaliah).
Keheningan malam akan memunculkan konsentrasi batin
hingga sangat memudahkan untuk lebih meresapi esensi
ibadah yang dilakukan.
c) Banyak Riyadhah Batin, yaitu kerja batin tidak boleh
terhenti oleh apapun. Setiap saat fungsi-fungsi batin selalu
untuk berhubungan dengan sumber ketenangan yaitu
Allah Yang Maha Tenang.64
Masih banyak jalan-jalan yang harus ditempuh oleh para
pendaki spiritual, namun bila tiga hal di atas dapat dikuasai,
maka dengan sendirinya jalan-jalan yang lain akan mudah
dilalui. Kehidupan para kekasih Allah SWT tidak lepas dari
tiga hal tersebut, karena batin mereka sudah merasakan
nikmatnya berlapar-lapar, bermalam-malam dan
‘bercengkerama’ demi meraih ridha yang dicintainya Allah.
Hati yang terbuka adalah hati yang telah merasakan
nikmatnya dari tiga tantangan di atas. Maka, perjuangan
berupa banyak lapar, banyak melek, dan riyadhah batin akan
menjadi pembuka hati yang keras dan gelap. Oleh Karena itu
juga KH. Sa’adih menggunakan dzikir sebagai sarana
dakwahnya.
Diantara kesaksian dzikir KH. Sa’adih Al-Batawi yang
membawa efek langsung pada kegiatan amaliah keseharian
baik bersifat individual maupun sosial ialah tujuh sunah Nabi.
KH. Sa’adih seringkali menyampaikan dalam setiap ritual
dzikir bahwa ritual dzikirnya hanyalah merupakan pintu

64
Ibid

114
gerbang untuk melangkah kepada dzikir yang sebenarnya
yaitu takwa kepada Allah dalam berbagai manifestasinya.
Diantara amalan yang harus ditindaklanjuti setelah ritual
dzikir ialah mengamalkan tujuh sunah nabi yang meliputi:
Shalat tahajud, membaca Al-Qur’an beserta maknanya, shalat
subuh berjamaah di masjid, shalat dhuha, bersedekah,
menjaga wudhu, istigfar.
Dalam melaksanakan tujuh sunah ini Kyai Sa’adih tidak
memberikan batasan atau kriteria khusus pada jamaahnya.
Karena segala sesuatu itu akan dapat dirasakan
kenikmatannya jika dilaksanakan secara berkesinambungan
atau terus menerus. Diapun selalu mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-harinya.
Pada akhirnya, tujuh sunah tersebut dapat menuntut
orang untuk berdakwah (khususnya diri sendiri), yaitu
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
(amar ma’ruf nahi munkar). Di dalam lingkup yang lebih
besar, dzikir ini pada akhirnya akan mendorong semangat
jihad fisabillah yaitu upaya-upaya penegak syariat Allah
dimuka bumi, sehingga tercipta tatanan kehidupan yang
diridhai Allah.65
Menurut KH. Sa’adih syariat Allah adalah jenjang dan
tahapan evolusi untuk tegaknya Islam. Kepatuhan terhadap
hukum Islam harus didahului oleh kesadaran rohani dengan
cara berdzikir untuk mengolah rasa dan meningkatkan amal
ibadah harian seperti shalat lima waktu dan bersedekah.66

2. Membiasakan Membaca Wirid


Wirid adalah suatu amalan yang diharuskan secara
istiqomah (continue), pada waktu yang khusus seperti selesai
mengerjakan shalat atau pada waktu-waktu tertentu lainnya.
Wirid ini biasanya berupa potongan-potongan ayat, atau
shalawat ataupun asma al-husna.

65
Ibid
66
Ibid

115
Maka pada pengajian dzikiran dimulainya jamaah
melakukan dzikir bersama yang dipimpin langsung oleh
Pembina Majelis Dzikir As-Samawat yaitu Ratibul As-
Samawat adalah seperangkat amalan yang biasanya harus
diwiridkan oleh para pengamalnya. Tetapi ratib ini
merupakan kumpulan dari beberapa potongan ayat, atau
beberapa surat pendek yang digabungkan dengan bacaan lain:
seperti istigfar, tasbih, shalawat, asma al-husna dan kalimah
tayyibah dalam suatu rumusan dan komposisi (jumlah bacaan
masing-masing) ditentukan dalam paket amalan khusus. Ratib
ini biasanya disusun oleh seorang mursyid besar dan diberikan
secara ijazah kepada para muridnya. Ratib ini biasanya
diamalkan oleh seseorang dengan tujuan untuk meningkatkan
kekuatan spiritual dan wasilah dalam do’a untuk kepentingan
dan hajat-hajat besarnya. Adapun tujuan mengadakan dzikir
bersama adalah agar jamaah Majelis Dzikir As-Samawat
senantiasa melaksanakan dzikir dimana pun berada.
Meskipun di dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw,
telah diterangkan keutamaan dzikrullah, namun dzikir yang
hakiki kepada Allah Yang Maha Pemberi Nikmat senantiasa
harus mengingat-Nya dan manusia tidak boleh lalai
mengingat-Nya Dialah Maha Pemberi yang hakiki,
memberikan nikmat dan kebaikan yang tidak terhitung setiap
waktu. Oleh karena itu menyebut nama-Nya, mengingat dzat-
Nya dan mensyukuri nikmat dan karunia-Nya adalah suatu
yang fitrah bagi seorang hamba-Nya.
Sementara sebelum memasuki perhelatan dzikir, hati
dan pikiran jamaah biasanya dikondisikan dahulu pada
suasana khusyu dan penuh konsentrasi. Hal ini sebagai
pengantar dzikir. Dalam pengantar ini pula jamaah diarahkan
untuk bisa mencapai puncak kekhusyukan berdzikir. Adapun
tata cara berdzikir adalah sebagai berikut :
a. Semua jamaahnya dalam keadaan suci dan berwudhu
terlebih dahulu. Hal ini masuk akal, sebab jika hendak
berkomunikasi dengan yang maha suci, terlebih dahulu
kita harus suci

116
b. Menghadap kiblat. Kiblat atau baitullah merupakan fokus
atau arah sentral sebagai simbol persatuan umat Islam.
Keberadan Allah pada suatu tempat tetentu, karena
menurut keyakinannya Allah tidak terikat oleh ruang
maupun waktu.
c. Duduk seperti duduk diantara dua sujud. Hal ini berkaitan
dengan peristiwa ketika malaikat jibril mengajarkan
tentang makna iman, Islam, dan ihsan kepada Nabi
Muhammad dalam posisi seperti itu.
d. Semua jamaah dianjurkan memakai pakaian yang serba
putih. Karena warna putih pada pakaian sangat disukai
oleh Nabi
Ketika semua jamaah sudah berdzikir melaksanakan
adab tersebut, KH. Sa’adih pun mengawalinya dengan
memberikan tausiyah, berupa petunjuk dan nasihat tentang
pentingnya dzikir dan tobat. Usai tausiah kemudian beliaupun
menuntun jamaah untuk berdzikir yang diawali dengan
membaca:
(1) Membaca Ta’awudz, bacaan ini dianggap pembukaan
dzikir, tujuannya tidak lain agar komunikasi yang
dibangun antara seorang hamba dengan tuhannya tidak
diganggu dengan kehadiran setan yang sangat menggoda
kekhusyukan
(2) Membaca Basmalah, artinya setiap yang kita kerjakan
harus berdasarkan atas nama Allah Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang
(3) Membaca sholawat Al-Muqorrobin, ini bukti cinta kita
kepada Rasul dan para Nabi
(4) Membaca At-Tawassul Bil-Fatihah, lafadz-lafadz tersebut
merupakan lafadz yang diajarkan Rasulullah dan
diajarkan secara berurutan.
(5) Membaca Roothibul Aurood, ini merupakan serangkaian
dzikir yang dibaca agar diharapkan dapat mempermudah
dikabulkan do’a.

117
(6) Membaca istigfar atau memohon ampunan kepada Allah
atas semua perbuatan dosa baik disengaja maupun tidak.67
(7) Do’a/Penutup, setelah semuanya melalui urutan ritual di
atas, tibalah pada saat yang utama yaitu saat jiwa diyakini
telah mengalami perbaikan dan mendekati Maha Suci.
Saat inilah yang paling kondusif bagi seorang hamba
untuk menyampaikan do’a atau permohonan.
Do’a taubat yang biasa dibacakan Kyai Sa’adih Al-
Batawi dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
“Duhai Allah, wafatkanlah kami semua dalam khusnul
khatimah, betapa mengerikan bagi kami menghadapi sakaratul
maut. Kuatkan hati kami untuk mengingat-Mu. Kuatkan lisan kami
untuk melafadzkan Laa Illaha Illallah. Jadikanlah liang lahat bagi
kami sebagai raudhah min riyadhil jannah, taman dari taman
surga, bukan hufrah min huffarinniron. Jauhkan kami dari siksa
kubur dan api neraka. Ampuni kami duhai Allah, maafkan dosa-
dosa kami. Sebab sudah terlampau banyak dosa-dosa yang tak bisa
kami sembunyikan dari hadapan-Mu. Terimalah taubat kami, ya
Mujibas Saaillin”.
Do’a tersebut biasanya ditutup dengan do’a sapu jagat yang
dibaca secara bersama-sama sebanyak tiga kali, “Rabbana Atina
Fidduniyaaa Hasanah Wafil Akhirati Hasanah Waqinaa
‘Adzabannar”. Do’a ini sekaligus sebagai penutup ritual dzikir.

3. Khalwat
Menurut Syeh Kyai Sa’adih Al-Batawi bahwa manusia
dalam kehidupannya harus kembali kepada ajaran Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang sebenarnya, dengan cara mengikuti apa-
apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw agar manusia itu
mengerti terhadap hak dan kewajibannya sebagai manusia.
Para nabi dan Rasul Allah dalam membangun kesucian jiwa
dan rohaninya, untuk mencapai kedekatan diri dengan Allah
SWT, adalah melalui cara uzlah atau khalwat.

67
Arifin Ilham, Dzikir dan Muhammadiyah. (Jakarta:
Mizan, 2004), Cet. Ke-1

118
Khalwat ialah sepi atau sunyi, menurut para sufi,
khalwat ialah usaha seorang hamba untuk mendekatkan diri
sedekat-dekatnya kepada Allah SWT, dengan cara
menyepikan batin dari sifat-sifat keduniaan, mensunyikan hati
dari hawa nafsu dunia. Khalwat merupakan suatu keadaan
dimana seorang hamba berusaha untuk membutakan matanya
dari pandangan-pandangan dunia, mentulikan telinganya dari
bisikan-bisikan hawa nafsu dan membisukan perkataan-
perkataan yang tidak berguna.
Dalam pandangan Syeh Kyai Sa’adih Al-Batawi, bahwa
khalwat dilakukan sebagai usaha manusia untuk mengenal
dirinya agar dapat mengenal Allah SWT. Salah satu caranya
ialah dengan berusaha semaksimal mungkin dapat
mengendalikan nafsu lawamah, sawamah dan amarah nafsu
dunia serta nafsu syaithoniyah yang terdapat dalam jiwanya
sehingga diharapkan akan muncul dalam jiwa manusia itu
jiwa yang muthmainah (jiwa yang tenang).68
Untuk itu jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat, yang
telah mengikuti pengajian (malam Jum’at bulanan) minimal 3
bulan dianjurkan untuk mengikuti pendidikan rohani
“khalwat” yang diselenggarakan di desa Kohod Tanjung
Burung Tangerang Banten. Khalwat biasanya dilaksanakan
menjelang bulan Ramadhan, selama beberapa hari,
bertahanus di Majelis Khalwat Arahmah berdiam diri tanpa
kesibukan apapun kecuali ibadah.
Dengan pendidikan rohani tersebut, diharapkan para
jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat menjadi manusia-
manusia yang taat dan tunduk kepada Allah, yaitu mereka
mampu bersabar ketika diuji Allah, ikhlas dalam persembahan
kepada Allah bersyukur ketika diberi rahmat dan ridlo atas
segala ketentuan serta keputusun Allah.

G. Jamaah Majelis Dzikir As-Samawat

68
As-Samawaat, Majalah As-Samawaat Media Spiritual
dan Dakwah No. 02/Tahun II/I-12 Pebruari 2007/13-10 Muharram
Safar 1428 H. h. 30

119
Bila dilihat dari latar belakang pengikut
pengajian/dzikiran nampak bervariasi jika dilihat dari
pendidikan, profesi, maupun tingkat ekonomi. Diantara
mereka ada yang tua, ada yang muda, ada yang sarjana, dan
bahkan ada yang tidak pernah mengenyam pendidikan sama
sekali. Ada yang tingkat ekonominya di atas, menengah
bahkan ada juga yang sangat rendah. Ada yang berprofesi
sebagai seorang guru, pengusaha, ibu rumah tangga dan juga
seorang ustadzah dan sebagainya.
Adapun tempat tinggal jamaah majelis dzikir ini, tidak
hanya berasal dari Jakarta tetapi juga ada yang berasal dari
luar Jakarta seperti dari Bekasi, Bogor, Tangerang dan
Cirebon, mereka datang secara berkelompok.
Ketika berdzikir mereka terlihat larut dalam suasana
khidmat, khusyu da tawadhu. Mulut mereka terlihat komat-
kamit menyerukan bacaan tahmid, tahlil dan tasbih yang
merupakan pujian-pujian terhadap Sang Khalik mengalun
syahdu, menambah suasana khusyu. Bahkan terlihat sebagian
besar pengunjung tak kuasa menahan keharuannya saat
melantunkan puji-pujian kepada Sang Pencipta, sehingga
tanpa sadar air matapun bercucuran membasahi pipi. Tak
hanya kaum Hawa, kaum Adampun tak sedikit yang larut
dalam keharuan dan ikut meneteskan air mata. Malah tak
sedikit yang meratap memohon ampun ketika teringat akan
dosa-dosa yang telah dilakukannya pada masa lalu.
Sebelum memasuki perhelatan dzikir, hati dan pikiran
jamaah biasanya dikondisikan dahulu pada suasana khusyu’
dan penuh konsentrasi. Hal ini dilakukan Kyai Sa’adih
sebagai pengantar dzikir, dalam pengantar dzikir ini pula
jamaah kembali diingatkan etika berdzikir yang harus
dilaksanakan untuk para jamaah agar sampai pada puncak
kekhusyukan berdzikir.

H. Aktifitas Sarana dan Prasarna


1. Kegiatan Majelis Dzikir As-Samawat

120
Kegiatan-kegiatan As-Samawat mencakup pada
kegiatan lahiriyah dan batiniyah yang berupa pembangunan
moral pribadi, keluarga dan masyarakat. Kegiatan besar yang
telah dimiliki As-Samawat sampai saat ini telah sampai pada
7 bentuk kegiatan yaitu :
a. Wadah pengobatan, yaitu setiap malam Selasa, Rabu,
Kamis dan Sabtu, As-Samawat membuka praktek
pengobatan melalui terapi tasawuf. Pengobatan dimulai
pukul 20.00 WIB sampai 04.00 WIB dengan pelayanan
cara Islami dan muatan-muatan ibadah dengan tanpa
dipungut biaya apapun bagi mereka yang datang berobat.
b. Forum Kajian dan Riyadloh Spiritual Mingguan, yaitu
setiap malam Jum’at dari pukul 21.00 WIB sampai
Menjeleng Subuh. Didalamnya berupa bedah Al-Qur’an
perspektif tasawuf, telaah kritis kitab tasawuf dan dzikir
serta do’a.
c. Forum Kajian dan Riyadloh Spiritual Bulanan, yaitu
setiap Minggu ke empat tiap bulannya mulai pukul 07.00
WIB sampai menjelang dzuhur. Di dalamnya berupa
Muhasabah Al-Qur’an, presentase amaliah, dzikir dan
do’a.
d. Wadah Silaturahim dan Keilmuan di tiap wilayah
kantong-kantong jamaah As-Samawat. Sampai saat ini
wilayah yang telah didomisili jamaah As-Samawat
meliputi : Jakarta (Pusat, Selatan, Utara, Timur dan
Barat) Bogor (Cilengsi, dan Kota), Tangerang, Depok,
Bekasi, Tambun, Karawang. Cirebon, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Kalimantan. Kegiatan di wilayah-wilayah
tersebut dikenal dengan pembinaan distrik-distrik.
Didalamnya dibangun nilai-nilai persaudaraan, ilmu
kemasyarakatan, ilmu-ilmu syari’at dan staregi dakwah
gerakan moral.
e. Dakwah Bil hal, yaitu dikenal di As-Samawat dengan
“Amaliah”. Kegiatan tersebut adalah pengentasan
kemiskinan dan pembangunan mental ala As-Samawat.
“Amaliah” dapat dilakukan secara kolektif dan individual

121
yaitu dengan memberikan bantuan finansial, membangun
fasilitas umum dan ibadah serta membimbing mental
spiritual pada semua masyarakat miskin tanpa mengenal
status dan golongan. “Amaliah” ini telah berjalan seumur
berdirinya As-Samawat yaitu sudah menginjak tahun ke
sebelas, yang telah mecakup 25 desa binaan di sepanjang
pesisir pantai utara Tangerang.
f. Dakwah bil lisan, yaitu dengan melakukan penyuluhan-
penyuluhan agama yang komprehensif dan universal
melalui ceramah-ceramah keagamaan. Kegiatan berupa
tabligh-tabligh akbar, mimbar bebas, dialog dan lainnya
yang bersifat penyampaian melalui lisan. Kegiatan bil
lisan As-Samawat telah dilakukan di beberapa kota-kota
besar di tanah air ini yaitu: Jakarta, Bogor, Bandung,
Jonggol, Cikarang, Depok, Tangerang, Bekasi, Tambun,
Karawang, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal,
Purwokerto, Samarang, Salatiga, Padang, dan Samarinda
(Kalimantan timur).
g. Kegiatan lobi, yaitu dengan melakukan silaturahmi
kepada para alim ulama yang istiqomah dan kepada para
Umaro yang jujur dan amanah intuk mengajak bekerja
sama dalam membangun negara, bangsa dan agama.
Kegiatan lobi As-Samawat dilakukan dari tokoh-tokoh
masyarakat kampung sampai masyarakat kota. Lobi yang
sudah dilakukan As-Samawat dan telah mencapai
hasilnya, yaitu pada bidang hukum (As-Samawat telah
memiki beberapa pengacara, notaris dan jaksa yang masih
aktif), bidang politik dari tingkat kelurahan sampai ke-
Presidenan (Jamaah As-Samawat banyak berasal dari
birokrat yang amanah). Bidang militer (As-Samawat
selama ini bekerja sama dengan militer dari kepolisian
maupun TNI untuk mengadakan pencerahan mental
spiritual), dan bidang agama (setiap bulanya ulama dari
berbagai wilayah di Indonesia aktif mengadakan
pencerahan di As-Samawat).

122
2. Sarana dan Prasarana
Dalam membangun kematangan pribadi para jamaah As-
Samawat, maka, Syeh Kyai Sa’adih mempersiapkan fasilitas
pendukung untuk terbangunnya kesadaran spiritual murid-
muridnya dengan membangun beberapa fasilitas utama dan
khusus.
Untuk fasilitas utama yang ada yaitu :
a. Bangunan Majelis, ukuran 20 m x 40 m sebagai sarana
pengobatan, pengajian dan dzikir dengan kapasitas
jama’ah 400 orang.
b. Kediaman Kyai Sa’adih sebagai tempat lobi dan
pertemuan para ulama dengan kapasitas 40 orang
c. Lorong jalan, 3 m x 70 m yang menyatu dengan jalan
raya yang suatu waktu dapat digunakan menampung
jama’ah pengajian dengan kapasitas kurang lebih 15.000
orang
d. Mobil operasional, yaitu kijang bak terbuka milik Kyai
Sa’adih yang dibeli dari hasil tabungannya selama 20
tahun yang diikhlaskannya untuk dipakai sebagai sarana
ibadah di Majelis Dzikir As-Samawat.
Untuk fasilitas khusus yang ada di As-Samawat dalam
pengembangan riyadloh spiritual semuanya terletak di tepi
pantai yang tenang dan nyaman yaitu berupa:
a. Majelis Khalwat Ar-Rahmah, Ukuran 6 m x 9 m yang
digunakan untuk pelaksanaan tahanus (berdiam selama
beberapa hari tanpa kesibukan apapun kecuali ibadah),
yang mampu menampung sebanyak 40 orang.
b. Pendopo Konsultasi Maqomat, ukuran 8 m x 10 m yang
digunakan untuk konsultasi jamah’ah As-Samawat yang
telah mencapai maqom-maqom tingkat tinggi guna
pencapaian pada maqom ma’rifat sebagai maqom
tertinggi di Majelis As-Samawat.
c. Tambak ikan air payau, ukuran 500 m x 10 m yang
merupakan fasilitas tambahan sebagai wadah lobi dengan
para elite agama dan kenegaraan.

123
Itulah semua fasilitas yang diberikan As-Samawat
kepada para jama’ahnya untuk membangun mental spiritual
mereka menuju pada manusia yang rahmatan lil ‘alamin.
Semua fasilitas di atas murni dari kocek Syaikh Kyai Sa’adih,
yang merupakan sumbangsihnya pada agama dengan
mengambil 80% dari gaji bulanannya sebagai karyawan di
sebuah perusahaan minyak bumi, ditambah dengan hasil
tambaknya yang selalu mengalami keberkahan tiap kali panen
ikan dan udang yang dibudidayakan.
Untuk waktu ke depan As-Samawat terus berbenah diri
meningkatkan semua fasilitas bagi jama’ahnya tanpa harus
membebani mereka dengan apapun. Semua fasilitas yang
dimiliki As-Samawat murni dari dana yang halal sehingga
ketenangan dan kenikmatan ibadah dapat dirasakan oleh
jama’ah As-Samawat yang terus bertambah setiap tahunnya.
Tidak ada keistimewaan bagi jama’ah As-Samawat
dalam fasilitas yang diberikan oleh Syaikh Kyai Sa’adih,
kecuali bagi mereka yang berprestasi dalam pendakian
spiritualnya untuk dibimbing menjadi kekasih Allah SWT.

3. Fasilitas Pendukung
Dalam mendukung pendidikan spiritual di As-Samawat,
maka dibangunlah sarana-sarana pendukung untuk
menjadikan jama’ah As-Samawat memiliki ilmu syari’at yang
kuat. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi apa
yang dikhawatirkan Imam Malik bahwa ilmu hakikat tanpa
syari’at akan melahirkan kefasikan. Maka dari itu As-
Samawat berkepentingan membangun lembaga-lembaga pen-
didikan ilmu syari’at sebagai pendukung bagi jama’ah yang
ingin mendalami ilmu hakikat di As-Samawat. Lembaga
Pendidikan pendukung yang dimiliki As-Samawaat adalah
dari tingkat kanak-kanak, remaja, pemuda sampai tingkat
dewasa yaitu dari pendidikan Taman Kanak-kanak, jenjang
Lanjutan Menengah, Aliyah dan Kajian agama melalui bedah
kitab-kitab klasik (kuning). Semua wadah-wadah pendukung
tersebut, dipercayakan untuk dikelola oleh murid-murid Kyai

124
Sa’adih yang berpengalaman di bidangnya dan berada pada
wilayah yang telah ditentukan.
Untuk pendidikan kanak-kanak secara Islami ada dua
wadah yaitu:
a. Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an “Al-Qomar” di bawah
asuhan Ust. Saifullah Zindan, S.Ag. terletak di Kalideres
Jakarta Barat.
b. Taman Kanak-Kanak Islam “Al-Balad” di bawah asuhan
Ust. Firman Mashur, S.Ag terletak di Petukangan Utara
Jakarta Selatan.
Untuk pendidikan jenjang lanjutan menengah dan
aliyah serta kajian kitab-kitab klasik (kuning), As-Samawaat
memiliki sebuah wadah yang menanganinya, yaitu Pondok
Pesantren Daarul Mughni di Cileungsi Bogor, Jawa Barat,
Lembaga tersebut di bawah asuhan KH. Mustofa Mughni,
S.Ag. Keberadaan Pondok Pesantren tersebut telah berjalan
lima tahun mempunyai santri 230 orang berasal dari berbagai
daerah.
Selain diajarkan di pesantren kajian kitab-kitab klasik
(Kitab Kuning) juga diadakan di beberapa wadah yaitu:
a. Yayasan “Al-Qomar” di Kalideres Jakarta Barat,
pengajian diadakan pada setiap malam selasa di bawah
bimbingan Ust. Saifullah Zindan, S.Ag alumni Pondok
Pesantren An-Nida Bekasi pimpinan Kyai Muhajirin.
b. Pondok Pesantren “Hayatul Islam” di Pengarengan
Tambun, pengajian diadakan setiap hari di bawah asuhan
Ust. Suherman Haromain alumni Pondok Pesantren
Salafiah Tambun.
c. Yayasan “Sirojul Umat” Cikarang Jawa Barat, pengajian
diadakan setiap malam Kamis di bawah bimbingan Ust.
Nurhadi Ju’an, M.Ag alumni Pondok Pesantren An-Nida
Bekasi pimpinan KH. Muhajirin.
As-Samawaat juga memiliki sebuah wadah khusus
untuk pemberantasan buta huruf Al-Qur’an yang berada
di sekretariat Majelis Dzikir As-Samawaat serta
pendidikan bahasa Arab dasar dan mahir yang

125
kesemuanya di bawah bimbingan Ust. H. Nurhasan
Abdullah, Lc. alumni Pondok Pesantren Gontor
Ponogoro dan menyelesaikan S1-nya di Jami’ah Alu bait
Yordania.69

BAB IV
RESPON MASYARAKAT

Dakwah adalah usaha informasi menyampaikan kepada


perorangan atau sekelompok umat tentang pandangan dan
tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf
nahi munkar. Dakwah menurut KH. Sa’adih, adalah
panggilan dan ajakan untuk bertaqarub kepada Allah SWT,
yang tidak henti-hentinya ia lakukan setelah adanya
69
As-Samawaat, Majalah As-Samawaat Media Spiritual
dan Dakwah No. 2/1tahun II/I 28 Pebruari 2007/13-10 Muharram
Safar 1428 H, h. 43

126
pengalaman batin yang diperolehnya dengan penuh semangat
tanpa mengenal lelah. Tak jarang ia disambut dengan cacian
dan cibiran ketimbang rasa simpati, namun dengan penuh
kesabaran semua rintangan dapat dihalau dan dalam lima
tahun ia berdakwah, mulailah mendapat respon positif dari
masyarakat. Masyarakat melihat ajakannya penuh kesung-
guhan, karena dakwahnya tidak hanya melalui kata-kata,
namun juga melalui pengorbanan harta, jiwa, dan raga, dia
buktikan kebenaran dakwahnya selama ini, karena bila
manusia sudah mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya,
maka mereka tidak akan istirahat dalam berbuat kebaikan
(berbakti) kecuali maut telah menjemput untuk
mengakhirinya, semoga kekuatan jiwa dakwah Nabi
Muhammad tetap dimiliki oleh para ulama sebagai pewaris
nabi untuk menjalankan fungsi-fungsinya yaitu rahmatan lil
‘alamin..
Banyak bukti dan fakta tentang pengorbanannya selama
berdakwah yaitu dengan terbinanya beberap desa miskin dan
rawan pemurtadan di wilayah-wilayah kaum dhua’afa, yang
tersebar sekitar pesisir pantai Tangerang. Mereka tidak hanya
mendapatkan bimbingan agama tetapi mendapatkan perla-
kuan dan fasilitas hidup yang selayaknya.
Sejak dia mengajak orang untuk taqarub kepada Allah
(tahun 1993) dengan membentuk Majelis Dzikir yang
bernama As-Samawaat hingga pada usia ke-7 dalam
dakwahnya, maka banyak alumni-alumni pondok pesantren
yang mulai tertarik dengan gaya dakwahnya dan selanjutnya
turut andil berjuang bersamanya. Yang membuat mereka
tertarik, menurut para alumni pesantren karena metode
dakwah yang dilakukan sangat jarang, bahkan sudah mulai
ditinggalkan para ulama sekarang, karena sangat berat dan
penuh rintangan. Itulah mahalnya perjuangan Kyai Sa’adih
karena tidak semua orang dapat melakukannya kecuali oleh
orang yang haqqul yakin akan panggilan Allah SWT.70
70
Ustdz Mulyadi, Wawancara Pribadi. Dewan Asatidz
Majelis As-Samawat Puri Kembangan, 24 Juli 2008

127
Memasuki tahun kesembilan perjalanan dakwahnya,
alumni-alumni Perguruan Tinggi Islam (PTI) mulai melirik
dan mengkritisi keunikan dakwahnya, terutama dakwah
jalanan (berantas judi, mabok, dan tawuran), dan metode
pengajaran KH. Sa’adih yang memakai tarekat amaliyah, dan
lebih menekankan pada tindakan-tindakan nyata yang sangat
bermanfaat seperti memberikan sembako, memberikan
bantuan kepada anak yatim, serta membangun sarana-sarana
ibadah dan pendidikan. Sehingga banyak diantara mereka
setelah melalui proses berfikir panjang mengakui kepia-
wiannya dalam membangun masyarakat khususnya mereka
yang termarjinalkan. Dalam kurun waktu satu tahun, yaitu
memasuki tahun ke-10, sudah ada 17 sarjana agama yang
bergabung dalam perjuangan beliau dalam membangun
masyarakat melalui pencerahan-pencerahan agama di bidang
keilmuan dan spiritualitas Islam.71
Dalam sepuluh tahun berdakwah muridnya telah
mencapai ribuan yang terdiri dari jamaah laki-laki kurang
lebih 978 orang dan jamaah wanita kurang lebih 13 ribu
orang. Memiliki jumlah murid yang banyak tidak membuat
Kyai Sa’adih merasa istimewa atau lebih mulia dari orang
lain, bahkan dia memberi julukan dirinya sebagai seorang
“kacung” atau pelayan bagi jamaahnya yang ingin mendekat
kepada Allah, dakwah yang paling awal dilakukan untuk
mengajak orang kembali ke jalan Allah SWT melalui metode
pengobatan sebagaimana, yang dilakukan Sunan Gunung
Jati.72
Pengobatan terhadap urusan lahir dan batin, dilakukan
setiap malam, sejak ba’da Isya sampai menjelang subuh
dijalaninya dengan sabar, satu persatu tanpa memungut
imbalan apapun dari mereka yang berobat. Semua pasien
setiap malamnya kurang lebih berjumlah 300 sampai 400

71
Majalah As-Samawaat, Media Spiritual dan Dakwah.
Edisi Perdana, h. 13
72
KH. Sa’adih Al-Batawi, Wawancara Pribadi, Piro
Lebamgam. 24 Juli 2008

128
orang, dilayaninya satu persatu dengan pendekatan agama
(Terapi Tasawuf) tanpa membedakan status sosial mereka.
Bahkan sering ia mengeluarkan uang untuk dibagikan kepada
para pasien, dhu’afa, ketika batin beliau merasakan itu harus
dilakukan.
Pengajian Malam Jum’at dari jam 9 malam sampai
menjelang subuh dihadiri oleh ratusan jamaah laki-laki adalah
cara yang dilakukan untuk mengumpulkan semua murid-
muridnya guna mendapatkan bimbingan lanjutan setelah
mereka tertarik untuk bertaqarub kepada Allah. Diajarkan
kepada para murid tentang kebersihan hati untuk
mendapatkan pancaran ilmu dari Allah. Suluk, Riyadhoh,
dzikir, amaliah lahir batin dengan sunah-sunah nabi, dan
mudzakarah agama semuanya menjadi materi kajian tiap
malam Jum’at dengan pendekatan Al-Qur’an dan hadits-
hadits Nabi. Semua dilakukan dengan istiqomah bahkan
dengan tulus semua fasilitas diberikan bagi semua muridnya
yang ingin dekat dengan Allah selama di majelis As-Samawat.
Begitu pula dengan pengajian bulanan dengan jumlah
jama’ah ribuan (laki-laki dan wanita) yang membanjiri majelis
hingga tumpah ke jalan-jalan, semuanya dia bimbing lahir
batin secara ikhlas dengan segenap daya dan upaya. Bersama
murid-muridnya yang merupakan para tenaga ahli bidang
keagamaan (alumni pesantren dan PTI), dia mengajarkan
pemahaman Al-Qur’an sebagai jalan hidup dan upaya-upaya
pengamalannya.
Majelis dzikir As-Samawaat yang menginjak
perjalannya pada tahun ke-15 pada 1429 Hijriah ini, memiliki
harapan ke depan untuk dapat membangun kejayaan itu,
menurut Kyai Sa’adih, gerakan moral As-Samawaat tak lepas
dari paham Ahlussunnah wal Jamaah yang berpegang teguh
pada empat imam mazhab dan riyadloh spiritiual para aulia
Allah SWT.

129
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Majelis Dzikir As-Samawaat bermula dari kegiatan dzikir
yang dilakukan sendiri oleh KH. Sa’adih Al Batawi, karena
manfaat dzikir yang begitu besar dirasakannya, maka ia
mengajak masyarakat setempat untuk melakukan dzikir setiap
hari.
2. Dalam diri KH. Sa’adih ketika itu merasakan kegalauan
iman, perasaan tersebut ditumpahkannya melalui dzikir setiap
malam dengan banyak bertafakur terhadap makna hidup,
sampai suatu saat ia merasakan kedamaian batin. Siang
malam waktunya dihabiskan untuk pengakuan-pengakuan
dosa dan munajat-munajat rintihan hati. Hal ini dijalaninya
selama bertahun-tahun. Ketika riyadhol spiritualnnya

130
menginjak tahun ke-9, pada suatu malam di bulan Ramadhan,
tiba-tiba totalitas pengakuan kekotoran dan kerendahan diri
begitu bergelora dalam batinnya, sehingga tersadarkan oleh
sebuah fenomena jiwa; mengenal diri dan mengenal Allah
dengan berbagai kebesaran-Nya. Dengan pengalaman batin
itulah ia mengajak kepada semua orang untuk cepat-cepat
kembali kepada Allah, karena Allah Maha Pengampun dan
Penyayang.
3. Panggilan dan ajakan untuk bertaqarub kepada Allah tak
henti-hentinya dilakukan setelah memperoleh pengalaman
batin, dengan membentuk Majelis Dzikir As-Samawaat pada
tahun 1993
4. Majelis Dzikir As-Samawaat mempunyai:
a. Misi : untuk lebih meningkatkan ukhuwah Islamiyah,
serta menjadikan umat yang mutaqin/insan yang sebenar-
benar takwa kepada Allah, sehingga menjadi prototype
manusia teladan
b. Visi : agar masyarakat lebih terketuk hatinya untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan melaksana-
kan dzikir, hati mereka akan mendapatkan ketenangan
batin
5. Ajaran Majelis Dzikir As-Samawaat meliputi :
a. Dzikir sebagai penyucian jiwa dan hati dalam
pemantapan iman menuju ketakwaan. Menurut KH.
Sa’adih ada tiga hal yang harus dimiliki para pendaki
batin yaitu:
(1) Banyak lapar, yaitu dengan berpuasa seperti yang
dilakukan para nabi dan aulia. Dengan sering
melaparkan diri melalui puasa, maka akan terbangun
sensitifitas diri terhadap semua peristiwa hidup,
sehingga mempermudah untuk menemukan hikmah
dibalik setiap peristiwa.
(2) Banyak melek, yaitu dengan menghabiskan malam-
malamnya untuk berinteraksi dengan Allah, baik
melalui ibadah ritual maupun sosial (amaliyah), akan

131
memunculkan konsentrasi batin sehingga lebih mudah
untuk meresapi ibadah yang dilakukan.
(3) Banyak Riyadlah batin, kerja batin tidak boleh terhenti
oleh apapun. Fungis-fungsi batin selalu aktif utnuk
berhubungan dengan sumber ketengan yaitu Allah
SWT.
b. Membiasakan membaca wirid; adalah suatu amalan yang
harus secara rutin dilakukan seperti selesai mengerjakan
shalat atau pada waktu-waktu tertentu lainnya, biasanya
berupa potongan-potongan ayat, shalawat maupun asma
al-husna.
c. Khalwat: menurut KH. Sa’adih para nabi dan rasul Allah
dalam membangun kesucian jiwanya, untuk mencapai
kedekatan dengan Allah SWT juga menmpuh uzlah atau
khalwat. Khalwat adalah usaha seorang hamba untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara
menyepikan batin dari sifat-sifat keduniaan, mensunyikan
hati dari hawa nafsu dunia. Khalwat merupakan suatu
keadaan dimana seorang hamba berusaha untuk
membutakan matanya dari pandangan-pandangan dunia
mentulikan telinganya dari bisikan-bisikan hawa nafsu
dan membisukan perkataan-perkataan yang tidak berguna.
Jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat melaksanakan
khalwat di Majelis Khlawat Ar-Rahmah di desa Kohod
Tanjung Burung Pantai Utara Tangerang Banten.
6. Kegiatan-kegiatan As-Samawaat mencakup kegiatan
lahiriyah dan batiniyah berupa pembangunan moral
pribadi, keluarga dan masyarakat, meliputi wadah
pengobatan, forum kajian dan riyadlah spiritual, wadah
silaturahmi dan keilmuan, dakwah bilhal yang dikenal
dengan “amaliyah, dakwah bil lisan, dan kegiatan lobi.
7. Sejak Kyai Sa’adih mengajak untuk taqarrub kepada Allah
tahun 1993 sampai pada tahun ke-7 banyak alumni-
alumni pondok pesantren yang tertarik dan bergabung
bersamanya, dan pada tahun ke-9 perjalanan Majelis
Dzikir As-Samawaat sarjana alumni-alumni perguruan

132
tinggi Islam mendukung dakwahnya, dan dalam sepuluh
tahun muridnya telah mencapai ribuan orang terdiri † 978
laki-laki dan 13 ribu orang wanita.

B. Saran
1. Pimpinan Majelis Dzikir As-Samawaat sebaiknya
melakukan pendekatan lebih baik lagi kepada masyarakat,
agar mereka lebih memahami keberadaan majelis dzikir
tersebut, serta tujuan utama dari tarekat amaliyah ini.
Pengikut tarekat tersebut hendaknya dapat merealisasikan
dzikirnya dalam kehidupan sehari-hari baik melalui bicira,
sikap dan perilakunya.
2. Kepada pihak Kantor Departemen Agama diharapkan
lebih memahami keberadaan paham-paham keagamaan
semacam ini, dalam upaya melakukan pembinaan
kehidupan keagamaan, karena kelompok ini cenderung
ekslusif.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Ilham, Dzikir dan Muhammadiyah, Jakarta, Mizan 2004


As-Samawaat, Majalah Media Spiritual dan Dakwah No.
01/tahun 1
Ahmad, Amirullah, Dakwah Islam dan Transformasi Sosial,
Yogyakarta; PLP22M, 1985
Ali Yunasri, Jalan Kearifan Sufi, Tasawuf sebagai terapi derita
Manusia, Jakarta Serambi, 2002
As-Shieddieqy, TM Hasbi, Pedoman Dzikir dan Do’a Semarang,
PT. Pustaka Rizki Putra, 1971
Bana, Hasan, Dzikir dan Do’a yang dianjurkan Rasul, Jakarta,
1996
Hadi, Abdul W. M., Adab Berdzikir dan Falsafahnya, Jakarta,
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2000

133
Mahfudin, Ali, Hidayatul Mursyidin, Bairut : Dar Al Masyriq,
1987
Qayyim, Ibun Al Jauziyah, Madariujus Salikin, Jakarta
Pustaka Al Hansar, 1998
Qomaruddin Sf(ed); Zikrullah Membeningkan Hati Menghampiri
Ilahi, Jakarta Serambi Ilmu Semesta, 2002
Qusyairi, Risalah Sufi Al Qusairi, Bandung, Pustaka, 1994

Laporan
PENELITIAN TENTANG KASUS-KASUS
ALIRAN/FAHAM KEAGAMAAN AKTUAL DI
INDONESIA
(STUDI KASUS TENTANG DZIKIR AS-SALAFI DI SLIPI
JAKARTA BARAT

Oleh:
Umar Soeroer

134
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI
2008

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini, diketahui begitu
banyaknya bermunculan pusat-pusat kajian keagamaan yang
banyak diminati masyarakat perkotaan dari kalangan menengah
ke atas. Munculnya minat yang lebih tinggi dari biasanya untuk
mengkaji ilmu keagamaan terhadap jalan spiritual telah menjadi
plihan masyarakat modern, yang membutuhkan rumusan
jawaban-jawaban essensial atas eksistensi dirinya, hidup di
tengah masyarakat perkotaan.
Fenomena kegairahan masyarakat di perkotaan terhadap
agama tentu merupakan hal menarik. Padahal secara teoritis,
sebagaimana dikemukakan para ahli sosial, modernisasi dan
sekularisasi akan menyingkirkan peran agama dalam kehidupan
kemasyarakatan. Teorinya adalah semakin modern suatu masya-
rakat, semakin jauh pula mereka dari agama, agama
diprediksikan tidak akan bangkit lagi dalam arus modernisasi

135
dan sekularisasi yang tidak terbendung73. Ini menandai fenomena
menarik dalam kehidupan masyarakat kota di Indonesia.
Secara teoritis fenomena menarik dalam kehidupan
masyarakat perkotaan di Indonesia terhadap agama, adalah
sebagai akibat krisis berkepanjangan dan dekadensi moral yang
mempengaruhi gaya hidup sebagai orang kota. Meski diyakini
bahwa agama itu berasal dari Tuhan, namun tidak semua
penganut agama menekuninya.
Sufisme atau dzikir yang dimaksud dalam kajian ini
adalah berupa ajaran, pemahaman dan praktek spriritual yang
dilakukan oleh individu , maupun kelompok muslim, untuk
tujuan penyucian dari dalam rangka pencapaian pendekatan
pada Dzat Maha Pencipta. Secara sosiologi terdapat dua alasan
munculnya trend sufisme perkotaan, yaitu fakta bahwa
masyarakat modern kembali pada agama dengan munculnya
kelompok-kelompok pengajian keagamaan. Dalam konteks ini
tidak terbatas pada ordo-ordo sufi (tarekat) di perkotaan,
mu’tabarah, ghoiru mu’taborah dan majelis/, serta yang lainnya
merupakan fenomena yang tak dapat dibantah.
Secara antropologis, “sufisme kota” dikenal sebagai trend
baru di Indonesia, yang sebelumnya sufisme ini dikenal sebagai
gejala beragama di pedesaan. Menurut Moeslim Abdurahman,
sufisme kota bisa terjadi minimal pada dua hal yaitu: pertama,
hijrahnya para pengamal tasawuf dari desa ke kota lalu
membentuk jamaah atau kursus tasawuf. Dan yang kedua,
dimana sejumlah orang kota “bermasalah” tengah mencarai
ketenangan ke pusat-pusat tasawuf di desa.74
Dalam dasawarsa terakhir komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Terdapat peningkatan yang
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di
kalangan terdidik. Minatnya cukup tinggi untuk mengkaji dan

73
TB. Ace Hasan Sydzily (Sufisme Kota: Model Dzikir
Muhammad Arifin Ilham),Dialog Tahun 2005.
74
http://suluk.blosome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-
kota-mengikat-umat.

136
mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak dengan memasuki
tarekat tertentu.
Gerakan bersufi-ria, tampak dalam berbagai kegiatan
diskusi seminar yang bertemakan tasawuf. Orang yang mengikuti
kelompok pengajian itu tidak sedikit. Kalangan eksekutif dan
selebriti dan banyak yang menjadi peserta dalam diskusi dan
terlibat pada suatu komunitas tarekat tertentu. Fenomena
tersebut merupakan gejala ingin mengejar ketenangan batin demi
menyelaraskan kehidupan yang gamang. Adapun alasan
mengikuti kelompok diskusi tarekat adalah dengan maksud
membuktikan identitasnya sebagai muslim dan ingin
mendapatkan ketenangan batin dalam kehidupan pribadi
(psychological escapism) dari mereka yang banyak mengalami
frustasi lainnya.
Tampak adanya kecenderungan proses modernisasi dan
pergeseran nilai bahwa kemunculannya terekat “sufisme kota”
berlatar belakang sosial yang juga berbeda-beda. Azyumardi
Azra, yang memetakan dua model sufisme masyarakat kota
dewasa ini adalah pertama, sufisme kontemporer, yang artinya siapa
saja dapat mengikutinya dan sangat terbuka yang menjadi
cirinya. Model kelompok pengajian ini terlihat selain pada
kelompok pengajian “eksekutif” seperti Paramadina, Tazkiyah
Sejati, Grend Wijaya berkembang pula di kampus-kampus
perguruan tinggi umum. Kedua, adalah sufisme konvensional, yaitu
gaya sufisme yang pernah ada sebelumnya dan kini diminati
kembali. Model ini yang berbentuk tarekat (Qadariyah wa-
Naqsabandiyah, Syatariyah dan lain-lain) dan ada juga yang non
tarekat (yang banyak dianut kalangan Muhammadiyah yang
merujuk pada tasawuf Buya Hamka)75
Menurut Asep Usman Ismail (kandidat doctor bidang
tasawuf/IAIN Jakarta), mengatakan bahwa tasawuf yang
diminati masyarakat kota kalangan menengah keatas, jelas
bukan model terekat, mereka cenderung memilih tasawuf non
tarekat yang singkat, essensial dan instant. Mereka tidak
75
Mengutip: Muhammad Adlin Sila (Dialog No.54 th.XXV,
Desember 2002

137
berminat untuk berdziikir yang panjang-panjang apalagi harus
berpuasa. Keinginannya hanya ingin memperoleh ketenangan
bathin dalam menghadapi problem, dengan belajar tarekat yang
bisa menyesuaikan dengan suasana perkotaan. Sebaliknya
dengan masyarakat menengah kebawah lebih menyukai tasawuf
klasik yang justru tidak diminati masyarakat perkotaan.
Fenomena orang Islam yang belajar tasawuf di kota-kota
besar ini kemudian mendapat label sebagi tasawuf perkotaan
(urban sifims). Konsepsi tasawuf perkotaan sendiri mengandung
sebuah permasalahan. Artinya, kata perkotaan sendiri
mengandung ambiguitas, apakah perkotaan berarti mereka yang
memiliki budaya kota atau mereka yang tinggal di kota? Ataukah
hanya pesertanya saja yang orang kota, tapi belajar tasawuf pada
tarekat tradisional di desa, atau pada tarekat tradisional yang
membuka cabangnya di kota?
Sementara itu, anjuran berdzikir, sebagai tanda cinta
kepada Rasulullah Saw. sesuai dengan Al-Quran Surah Al-
Ahzab 21 yang artinYa ”Sesungguhnya Tuhan telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yan baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah Swt., dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah”. Berdzkir hal yang sangat mulia dan
agung di sisi Allah Swt. aan aasul-Nya, semua itu dapat dilihat
dari banyaknya ayat dan Hadis yang memerintahkan kepada
kaum muslimin untuk brdzikir secara langsung dengan
menggunakan sighat amr atau dengan kata-kata “berlah” dan
perintah yang tidak menggunakan lafadz secara langsung seperti
berbentuk kisah dan menyebutkan kemuliaan yang akan
diperoleh sesorang.76
Untuk kepentingan penelitian ini, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan akan mengkaji lebih mendalam sufisme perkotaan
jalur tarekat yang mu’tabaroh dan ghoiru mu’tabaroh serta jalur
nontarekat berupa majelis dzikir merupakan kelompok pengajian
dan banyak diminati, khusus-nya di Jakarta yang jumlahnya
cukup banyak.
76
Baca buku karangan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf,
Singgah diTaman Surga, Yayasan Nurul Mustafa, Jakarta, 2008.

138
Salah satu kelompok dzikir yang berkembang di
Kelurahan Slipi, Kecamatan Palmerah, Kotamadya Jakarta
Barat adalah dzikir As-Salafi yang di pimpin dan diamalkan oleh
Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil, beralamat di Jalan
Slipi V No. 44 Jakarta Barat.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dirumuskan beberapa
pokok masalah kajian sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan ketertarikan masyarakat kota
terhadap tasawuf/dzikir?
2. Mengapa kelompok masyarakat perkotaan lebih memilih
tasawuf/sufisme/dzikir dibandingkan dengan syariah/
formalis Islam?
3. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan
dalam melihat perkembangan tasawuf non tarekat/dzikir
pada masyarakat perkotaan?
4. Bagaimana respon pemerintah terhadap perkembangan
tasawuf/dzikir pada masyarakat perkotaan?

C. Tujuan KAjian dan Kegunaanya


Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
perubahan paradigma kehidupan sosial masyarakat kota yang
lebih cenderung mempelajari dunia tasawuf non tarekat adalah
untuk:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan penyebab ketertarikannya
masyarakat kota dalam mempelajari tasawuf/
2. Mengetahui dan mendeskripsikan ketertarikan masyarakat
kelas menengah perkotaan lebih memilih tasawuf /sufisme/
dibanding dengan syariah/formalisme Islam
3. Mengetahui respon tokoh-tokoh agama dan ormas
keagamaan dalam perkembangan tasawuf/ pada masyarakat
perkotaan

139
4. Mengetahui dan mendeskripsikan respon pemerintah
terhadap perkembangan tasawuf/ pada masyarakat perkotaan

D. Kerangka Konseptual dan Ruang Lingkup


Dalam kajian yang dimaksud dengan tasawuf mempunyai
beberapa tujuan antara lain membuka wawasan dalam
memandang Ad-dien Islam dalam prespektif tasawuf, dan
menuntun para pencari jalan menuju Allah Ta’ala. Atau dengan
kata lain bermakna persiapan untuk berjalan menuju Allah
Ta’ala
Tasawuf sendiri terbagi menjadi dua yaitu pertama,
tasawuf Islam yang mementingkan sikap hidup yang tekun
beribadah serta mengacu kepada Al-Qur’an dan hadist, kedua,
tasawuf murni atau mistikisme yang menekannkan pada hakiki
Tuhan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan tasawuf/ bagi
masyarakat kota adalah untuk menemukan ketenangan disaat
menemukan problem, namun untuk menjadi pengikutnya bebas
tanpa baiat dan tak mau terjebak dengan kultus. Sementara itu
kasus-kasus tasawuf yang merupakan tarekat tertentu adalah:
kejadian/peristiwa yang menyangkut komunitas sufi yang dianut
oleh sekelompok orang kota yang bertujuan mencari ketenangan
dikarenakan himpitan kehidupan yang dirasakan berat sehingga
setelah mengikutinya diharapkan menjadi lebih sadar tentang
dirinya dan tugas dunia.
Kata “perkotaan” atau urban secara sederhana adalah
sesuatu yang berkaitan dengan kelompok masyarakat, terutama
yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi, baik dari
kalangan akademis, eksekutif, birokrat maupun selebritis,
memiliki tradisi berfikir rasional dan berdomisili di kota, yang
beramai-ramai mengikuti kursus-kusus dan paket-paket tasawuf/
yang diselenggarakan di lembaga dan yayasan yang memiliki
manajemen dan fasilitas yang modern, yang disebut oleh Julia D.
Howell sebagai Assosiasi Sufi Modern (Modern Sufi Assosiation)

140
Demikian pula pada Fazlur Rahman (Pemikir Muslim
Komtemporer dari Pakistan) menyebutnya Tasawuf Modern,
Sufisme Modern, Neo sufisme. Sementara yang pertama kali
memperkenalkan Tasawuf Modern di Indonesia adalah Hamka.
Tasawuf Modern berbeda dengan Tasawuf Lama, yang
penekanannya lebih pada aspek esoteris. Tasawuf Modern, atau
sekarang memadukan lahiriyah (Syari’ah atau eksoteris) dengan
batiniah (esoteris) serta kecenderungan menanamkan sikap positif
pada dunia.
Karena beberapa hal dalam memahami konsepsi tersebut
sebagaimana disampaikan Julia D. Howell dalam workshop di
Indonesia bekerjasama dengan Universitas Islam Negeri tanggal
8-9 September 2000 yang lebih setuju memakai konsepsi Tasawuf
Kontemporer (contemporary sufims).
Meskipun para pengamat manemui kesulitan dalam
mengidentifikasi perbedaan praktek tasawuf di perkotaan dengan
tasawuf konvensional yang dikenal sebelumnya, namun bisa
dilihat pada beberapa hal seperti: ajaran-ajaran pokoknya:
model-model wirid yang dikembangkan; kualifikasi mursyid
(silsilah tarekatnya jelas, lulusan pesantren atau sarjana luar
negeri); latar belakang murid atau para peserta (kelompok
tertentu atau para umum saja); tata tertib yang berlaku, misalnya,
baiat bagi murid, bentuk kelembagaan yang dikembangkan
(masih merujuk pada tarekat yang sudah mapan, atau sebuah
tarekat yang reltif “baru”); dan apakah tempat pelaksanaan di
surau atau tempat pesantren, hotel atau aula? Pendek kata,
tasawuf/ perkotaan kelihatannya menampilkan wajah baru, atau
bisa jadi hanya sebuah modifikasi dari tasawuf tradisional atau
konvensional yang sudah ada.
Mengenai konsepsi tasawuf perkotaan , lihat lebih jauh
Julia Day Howell (tidak diterbitkan), Institutional Change and the
Sosial scientific study of Contemporary Indonesian Sufism; Some
Methodological Considerations. Dalam seminar sufisme perkotaan
(Badan Litbang Agama, di Hotel Century Park Jakarta, 25-26
Januari 2000), dan 2001, ”Sufims and the Indonesian Islamic
Revival, “The Journal of Asian Studies 60, No.3 (Agustus 2001).

141
And Arbor, Michigan (USA), the Association for Asian Studens;
and Ahmad NAjib Burhani (2001: 159-177), Sufisme Kota: Berfikir
Jernih Menemukan Spiritualitas Positif, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta; dan Alwi Shihab, 1998, Islam Inklusif; Menuju Sikap
Terbuka dalam Beragama, Bandung - Indonesia; Mizan.
Terdapat tiga pendekatan terhadap tasawuf perkotaan ini;
pendekatan normative dan pendekatan empiris, serta gabungan
dari keduanya (Julia D Howell 2000). Pendekatan normative
memanfaatkan teks-teks beserta penafsiranyan tentang mana
tasawuf yang sebenarnya dan mana yang tidak. Melakukan
dokumentasi dan analisa terhadap tulisan-tulisan ilmiah yang
terbit terakhir mengenai tasawuf; mengidentifikasi sumber-
sumber yang dikutip, dan mengkritisi kualitas akademiknya.
Sedangkan, pendekatan empiris meliputi perspektif sosiologis
dan histories. Caranya adalah, (1) dengan menganalisa hal-hal
seperti; bentuk kelembagaannya; kovensional (tarekat
tradisional) atau kontemporer (paket-paket dan kursus-kursus
tasawuf); (2) menganalisa perilaku pengajian tasawuf (bagaimana
persepsi mereka terhadap tasawuf saat ini, aktivitas apa saja yang
diikuti dan bagaimana pengaruhnya pada kehidupan pribadinya,
politik, ekonomi dan pendidikan?); (3) mempelajari hubungan
antara sejarah lahirnya tasawuf dengan pertumbuhan kota-kota
besar di Indonesia (apakah jaringan tasawuf berubah setiap
waktu seiring perubahan sosial politik lingkunganya); dan (4)
melakukan komBinasi dari semua pendekatan yang telah
disebutkan di atas.
Kondisi masyarakat yang serba sakit inilah yang melahirkan
deprivasi sehingga muncul gagasan untuk membentuk kelompok
yang dipandang dapat menghapuskan kegelisahan, keresahan,
kemasgulan, dan kekecewaan hatinya, yang kemudian dapat
menghadirkan ketenangan jiwa, kebahagiaan, kelegaan,
kepuasaan dan bahkan lebih dari itu, menghadirkan perasaan
sangat dekat dengan sang Khaliq Sang Pencipta, ataupun juga
dapat memuaskan gelora batin orang-orang yang sedang mencari
ketenangan jiwa itu. Disinilah tokoh keagamaan cukup cerdas
menangkap peluang, sehingga berakhir pada suksesnya

142
komunitas sufi perkotaan dan mampu menarik minat ribuan
orang resah, orang terhimpit ekonomi, orang berada tetapi tidak
bahagia, kasus narkoba anggota keluarganya dan sebagainya
untuk bergabung dengan dirinya dalam suatu komunitas sufi
nontarekat dalam gerakan sufisme atau dzikir.
Kelompok keagamaan komunitas sufi jelas merupakan
kelompok keagamaan yang dibangun atas deprivasi etis,
organistik dan psikhis. Deprivasi etis , organistik dan psikhis
yang sifatnya massal ini, telah mendorong semangat baru bagi
umat yang mengalami tekanan, untuk melakukan segala sesuatu
yang lebih berguna dalam hidupnya, begitulah kira-kira
pandangan Dhurkeim. Terjadi deprivasi spikhis, karena mereka
sudah terbentur dengan semua yang lazim digunakan dalam
dunia kesehatan, sehingga memerlukan sistem lain yang di
pandang lebih canggih dan tingkat keberhasilanya yang lebih
tinggi tetapi dengan biaya yang sangat murah, yaitu sistem
penyembuhan Illahiyah. Contoh: antara lain Ustadz Haryono
atau Majelis Taklim Nurul Musthofa, Ustadz Arifin Ilham dan
Tarekat Akmaliyah.
Itupula sebabnya Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama melakukan kajian dalam
penelitian yang memfokuskan gejala “sufisme kota” yang
menarik untuk diteliti.

D. Metodologi
1. Bentuk Studi
Penelitian atau kajian ini merupakan kajian yang bersifat
eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Adapun jenis
data yang dihimpun.
2. Profil organisasi komunitas sufisme kota
3. Nama organisasi, AD/ART, Visi dan Missi
4. Profil pendiri di tempat penelitian
5. Struktur organisasi program organisasi sistem pendanaanya
6. Jumlah anggota dan sistem pengkaderanya
7. Sejarah singkat keberadaan sufisme kota dilokasi penelitian;

143
8. Ajaran dan praktek pengamalan peribadatan atau upacara
keagamaan;
9. Bentuk kesalehan
10. Respon pemuka agama/Pemerintah terhadap perkembangan
tasawuf/dzikir pada masyarakat perkotaan
11. Aktivitas kerjasama, baik ritual maupun sosial dengan
masyarakat setempat

a. Hasil Yang Diharapkan


Melalui kajian ini diharapkan akan dapat memperoleh
gambaran yang lebih jelas (deskripsi) tentang profil kelompok
tasawuf non karakter yang diminati masyarakat perkotaan
berkaitan dengan 1) latar belakang berdirinya; 2) bentuk
kelompok/organisasi dan ajarannya; 3) struktur organisasi,
program kegiatan dan sistem pendananya; 4) profil
tokoh/pemimpin komunitas sufisme kota; 5) jumlah anggota dan
sistem pengkaderannya; 6) aktivitas keagamaan (program) dan
perkembangannya; 7) kasus yang pernah muncul dan
penyelesaiannya; 8) sumber pendanaan; 9) tanggapan
masyarakat dan pemerintah atas munculnya tasa-wuf/sufisme
ini.

b. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka
peneltian ini dilakukan secara deskriptif

144
BAB II
PROFIL DZIKIR AS-SALAFI

A. Sejarah
Pada tahun 1917 Habib Abdul Qadir Bin Sahil,
berkebangsaan Yaman Hadramaut, datang ke Indonesia dan
menetap di Tanah Abang/Slipi. Kedatangan Habib Abdul Qadir
Bin Sahil waktu itu disambut oleh Habib Utsman Bin Yahya.
Bahkan untuk beberapa waktu Habib Qadir tinggal di rumah
mufti Betavi tersebut. Pada tahun 1920 menikah dengan
Tsuwaibah Binti Suhaimi dikaruniai enam orang anak. Putra
keenamnya bernama Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin
Sahil. Tahun 1971 Habib Ali Bin Abdul Qadir kawin dengan
Aluyah Binti Abbas dikaruniai 13 orang anak, enam putra dan
tujuh orang putri.
Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil lahir tahun
1941 dan menamatkan pendidikan formalnya ke Jamiat Kheir
dan HSS Jam’an, kemudian kuliah di Perguruan Ilmu Tarbiyah.
Disamping itu ia banyak berguru kepada beberapa ulama Betawi
seperti Ustadz Abdullah Afran, seorang ahli fikih yang tinggal di
Pekojan, dan mengaji kepada Ustadz Hadi Jawwas, KH.
Makmun, KH. Abdullah Bin Nuh, dan Habib Syekh Al-
Musawwa. Ulama inilah yang membawanya menjadi muslimun
sunniyun syafi’iyyun, seorang muslim Ahlusunnah Waljamaah dan
pengikut Imam Syafi’i sejati.
Pada tahun 1963 Habib Ali mendirikan madrasah
Ibtidaiyah di Slipi Dalam, tidak jauh dari domisili mereka.
Kemudian mendirikan yayasan diberi nama Yayasan Al

145
Ukhuwwah. Dalam Yayasan Ukhuwwah terdapat kegiatan
pendidikan/madrasah, majelis taklim, pemeliharaan anak
yatim, dan pemakmuran Masjid Jami’ An-Nur. Masjid tersebut
asalnya berupa mushalla yang dirintis oleh kakek Habib Ali,
yaitu guru Suhaimi sebagai tempat menunaikan ibadah bagi
umat Islam. Pada tahun 1969 Habib Abdul Qadir Bin Sahil
merenovasi mushalla menjadi Mesjid Jami’ An-Nur. Secara
estafet kepengurusan masjid di tangani oleh Ustadz Ali Bin
Mujri, saudara sepupu Habib Ali, dan generasi keempat oleh
Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil sampai sekarang. Di
mesjid inilah Habib Ali melalukan pembinaan keagamaan secara
rutin mulai dari pengajian kelompok majelis taklim, pengamalan
dzikir dan merintis salat taraweh yang dimulai pada tengah
malam.
Pada tahun 1995 Habib Ali berniat menyekolahkan anak
keempatnya bernama Ahmad Bin Habib Ali ke pondok
pesantren di Jawa Timur. Atas kesepakatan keluarga dikirimlah
ia bersama tiga orang temannya ke Yayasan Pendidikan Islam
(YAPI) di Bangil, Jawa Timur. Setelah dua tahun mendalami
pendidikan di pondok pesantren tersebut, timbul masalah baru
karena aliran yang dianut dalam pendidikan tersebut adalah
Syiah. Aliran Syiah bertentangan dengan ajaran Ahlusunnah
Wal Jamaah yang menjadi panutan keluarga habaib.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut Habib Ali
berangkat ke Malang, Jawa Timur menemui Habib Bagir
Maulad Dawilah dan meminta pendapatnya tentang pendidikan
putranya di YAPI Bangil. Saat itu diputuskan untuk menarik
Ahmad keluar dari pesantren tersebut dan kembali ke Jakarta. Di
Jakarta, ia di masukkan di salah satu pendidikan Islam
(nonformal).
Dalam situasi dan kondisi demikian, Habib Ali memikir-
kan bagaimana kelanjutan pendidikan putera keempatnya itu.
Seluruh upaya lahiriah sudah dicoba dan menemui jalan buntu,
Habib Ali mengadukan persoalannya kepada Sang Pencipta.
Dengan memohon petunjuk Allah Subhanahu Wataala. Habib
Ali memilih lima orang jamaah Masjid An-Nur yang bacaan

146
Qurannya fasih, untuk mengamalkan bacaan-bacaan secara rutin
yaitu: Istiqhfar sebanyak 100 kali, Surah Yasin dan doanya,
Hizib Jamalullail, Ratib Haddad, Asmaul Husna, dilanjutkan
kalimat “Ya Allah” 200 kali, tahlil, dan diakhiri Doa Manajib
Khodijatulkubra dan Birrul Waliwalidan. Bacaan tersebut
pengamalannya memerlukan waktu kurang lebih dua jam
lamanya.
Amalan itu dilakukan lebih sebulan lamanya, kemudian
pertolongan Allah pun datang. Dimulai dengan tawaran seorang
dermawan yang bersedia memberi beasiswa bagi putranya yang
akan berangkat ke Tarim, Hadramaut. Saat jawaban belum
diberikan, tak lama berselang Habib Ali mendapat rezeki tak
terduga yang lebih dari cukup untuk membiayai perjalanan
putranya. Akhirnya pada tahun 1995 berangkatlah Ahmad Bin
Habib Ali melanjutkan pendidikannya di negeri para leluhur
habaib tersebut.
Segala amalan yang dibaca dari dzikir, doa, dan hizib
yang dimulai tahun 1995 tersebut dilaksanakan berkelanjutan
sampai saat ini. Amalan-amalan tersebut memberikan keyakinan
bagi diri yang mengamalkannya untuk memperoleh kesalehan,
kepuasan batin, dan ketenangan hidup setelah bersimpuh
keharibaan Yang Maha Kuasa, Azza Wajalla. Oleh karena itu
yakinkanlah dalam diri bahwa apapun permasalahan yang kita
hadapi, hendaknya hanya kepada Allah dengan khusyuk, dan
berdoa kepada-Nya dengan tulus dan ikhlas. Insya Allah Tuhan
akan memberikan petunjuk-Nya. Itulah yang dialami dan
diamalkan Habib Ali ketika dihadapkan kepada permasalahan
keluarga.
Kemudian ratusan jamaah dzikir yang mengamalkan
bacaan-bacaan dzikir yang dipimpin oleh Habib Ali, mereka
mengadukan permasalahan pribadi dan keluarganya kepada sang
Pencipta, Allah Subhanahuu Wataala. Mereka melakukan
dengan khusyuk, dan mereka mera-sakan ketenangan batin
dalam hidup ini. Lalu mengamalkan lagi dan mengamalkan lagi.

147
B. Ajaran
Ajaran yang dikembangkan dalam pengamalan dzikir As-
Salafi, tahapan-tahapannya di jelaskan sebagai berikut:
a. Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin Sahil, selaku
pimpinan Dzikir As-Salafi, memulai dengan membaca doa
pengantar. Jamaah dengan khusyuk mefokuskan perhatian
mendengarkan doa pembuka itu, dengan harapan apa yang
menjadi tujuan menghadiri taklim dapat didengar dan
diterima oleh Allah, dan paling tidak dapat memberikan
pencerahan hati, ketenangan jiwa dalam mengarungi hidup;
b. Setelah dilakukan doa pembuka, dilanjutkan dengan
membaca “istighfar” sebanyak seratus kali, dengan kalimat:
“Astagfirullahal adhima lii waliwalidayya walikulli man
dhalamtu minal mu’minina walmu’minati walmuslimiina
walmuslimati al ahyaai minhum wal amwaati”. Dianjurkan
agar ketika membaca bacaan “istighfar” maka kita niatkan
mohon ampunan kepada Allah, sebagai manusia biasa tentu
kita tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan; kemudian
kita doakan orang-orang yang telah banyak berbuat dosa;
kita doakan kedua orang tua kita baik yang masih hidup
maupun yang sudah wafat; kita doakan orang-orang yang
pernah kita dzalimi/sakiti hatinya; demikian pula muslim
lainnya. Kita lakukan sebagai andil bagi kita untuk hari
kemudian nanti.

c. Setelah pembacaan istighfar, dilanjutkan dengan pembacaan


surat Al-Fatihah.Setelah itu barulah dibaca kalimat
pengantar menjelang pembacaan surat Yasin;

d. Setelah pembacaan kalimat pengantar surat Yasin, lalu


secara bersama-sama membaca surat Yasin dari ayat
pertama sampai dengan ayat 83, dengan kalimat
…..”Fasubhaana lladzii biyadihii malakuutu kulli syain wailaihi
turjauun”.

e. Kemudian dilanjutkan dengan bacaan doa surat Yasin;

148
f. Setelah doa Yasin diteruskan dengan bacaan Khizib
Sayyidina Imamul Qutub, Habib Sahal Bin Abdullah Biahsan
Jamalullail; Bacaan tersebut dibaca berulang-ulang sesuai
dengan petunjuk;

g. Lalu dilanjutkan dengan Raatib Sayyidina Imam Qutub


Habib Abdullah Bin Alwi Haddad, yang dibaca berulang-
ulang sesuai dengan petunjuk, yang diawali dengan bacaan
surat Al-Fatihah;

h. Dilanjutkan dengan bacaan pengantar menjelang bacaan


Asmaul Husna;

i. Membaca kalimah “Yaa Allah”…..”Yaa Allah”….. sebanyak


200 kali. Klimaks kesalehan atau ketaatan kita semaksimal
mungkin tercipta ketika membaca kalimat “yaa Allah”.
Disaat itulah kita menumpahkan permohonan kita kepada
sang Pencipta seraya menyadari bahwa kita adalah hamba
yang lemah serba kekurangan, karena yang Kuasa dan
Sempurna itu adalah Allah yang menciptakan alam semesta;

j. Pada bacaan Yaa Allah ke 200 kali berakhir barulah memulai


bacaan Asmaul Husna, Yaa Allah….Yaa Rahman…Yaa
Rahim… sampai akhir;

k. Dilanjutkan dengan doa-doa, doa selamat, doa tahlil dan


ditutup dengan doa Birrul Walidain.
Ajaran yang dimaksudkan dalam dzikir As-Salafi dibawah
asuhan dan bimbingan Habib Ali Bin Habib Abdul Qadir Bin
Sahil, yang pengamalannya dilaksanakan pada setiap hari Senin
minggu pertama pada bulan yang berjalan, urutan bacaannya
dalam bacaan bahasa Arab.

C. Upacara

149
Habib Ali Bin Abdul Qadir Bin Sahil menjelaskan bahwa
pengamalan bacaan dzikir, doa dan hizib tersebut dilakukan
setiap hari Senin minggu pertama setiap bulan. Upacara dzikir
dimulai setelah salat Isya’ berjamaah. Acara ritual pengamalan
dzikir ini dibuka dan dipimpin oleh Habib Ali Bin Habib Abdul
Qadir Bin Sahil, lalu secara bergantian keluarga habib
memimpin dzikir, doa dan hizib yang dimulai pada pukul 20.00
dan ditutup dengan doa oleh Habib Ali pada pukul 22.00.
Pada awal dzikir dmulai, pesertanya dari jamaah salat
Isya’ saja kurang lebih 70 sampai 100 orang. Lama kelamaan
jamaah bertambah sampai lebih dari 500 orang, memenuhi
Masjid Jami’ An Nur di lantai dasar dan lantai atas. Jamaah
dzikir datang paling jauh dari Malaysia, lainnya berasal dari
Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogyakarta dan dari
sekitar Jabotabek. Jamaah terdiri dari kelompok remaja lebih
kurang 85% dan dewasa 15%. Sedangkan dzikir bagi wanita
dilakukan pada setiap hari Sabtu siang. Tidak digabungnya
jamaah dzikir antara pria dan wanita karena tempatnya yang
kurang mamadai. Pada umumnya jamaah mengenakan pakaian
baju koko, celana panjang dan topi semuanya warna putih.
Mereka membawa membawa air minum dalam botol dan
membuka tutup botolnya ketika sedang berlangsung bacaan
dzikir. Air yang dibawa diyakini dapat memberikan ketenangan
natin mereka setelah melaluiproesi dzikir.
Jamaah dzikir As-Salafi yang datang terlambat langsung
duduk bersimpuh mengikuti bacaan dengan khusyuk dengan
membuka buku saku berukuran 10 X 16 centimeter, dengan tebal
100 halaman. Terkadang jamaah memejamkam kedua mata
sebagai tanda konsentrasi, ada juga yang dalam sikap membaca.
Sementara merekayang datang dekat dengan posisi Habib
mereka langsung bersalaman dan mencium telapak tangan luar
dan dalam, lalu mencari tempat duduk menghadap dengan
barisan Habib, menyesuaikan bacaan dzikir yang sedang
berlangsung.
Ketika membaca kalimat “yaa Allah” sebanyak 200 kali
sebelum asmaul husna dengan khusyuk, jamaah menyampaikan

150
niat permohonan kepada Allah, meminta dikabulkan sesuatu
yang diminta. Bacaan terakhir adalah doa-doa, dan ditutup doa
Birrul Waliwalidain oleh Habib Ali Bin Habi Abdul Qadir Bin
Sahil. Pukul 22.00 amalan dzikir As-Salafi berakhir.
Setelah bacaan dzikir dilanjutkan dengan makan bersama.
Penyajian makanan berupa nasi Kabuli dan lauk kambing di
taruh dalam nampan plastik berdiamter 35 centimeter Tiap
nampan diperuntukkan empat atau lima orang jamaah yang
duduk melingkar mengelilingi nampan tempat makanan, lalu
makan secara bersama-sama tanpa menggunakan sendok.
Kebiasaan makan ala tradisi Arab ini terkesan menghilangkan
rasa kesombongan, membangun kekeluargaan/ rasa silaturahim
tanpa batas perbedaan kedudukan dan jabatan. Pelayanan
konsumsi tersebut ditangani oleh Remaja Masjid Jami’ An Nu
yang diangkat secara estapet dari rumah Habib Ali dan dibawa
ke masjid. Setelah selesai makan bersama, kelompok remaja
membersihkan masjid, dan jamaahpun satu persatu bersalaman
dan mencium telapak tangan Habib Ali, lalu meninggalkan arena
dzikir. Jamaah kebanyakan menggunakan kendaraan motor
beroda dua dan sebagaian menggunakan mobil. Jamaah yang
kesulitan kendaraan terkadang menginap di rumah Habib.
Bahan komsumsi berdatangan menjelang hari dzikir tiba,
seperti kambing, daging, beras dan air mineral yang
dikumpulkan dikediaman Habib Ali. Semua sumbangan berupa
bahan komsumsi yang terkumpul dimasak untuk dihidangkan
pada azara dzikir. Jika makanan tersebut berlebih, maka
kelebihan makanan diantarkan ke tetangga sampai habis.
Sebagai contoh pada acara dzikir tanggal 7 Juli 2008, sumbangan
kambing sebanyak lima ekor, beras 60 liter, buah jeruk dan
semangka serta puluhan dos air mineral. Bantuan tersebut datang
dari jamaah, tetangga jauh, tetangga dekat masjid tanpa diminta.
Makanan itu berlebih sampai usai acara dzikir.
Menurut pengakuan Habib Ali, keberkahan rezeki bukan
itu saja. Beliau berkali-kali menunaikan ibadah haji dan umrah
atas undangan dari Pemerintah dan Swasta dan kelompok
bimbngan ibadah haji (KBIH). Terkadang permintaan itu ditolak

151
Habib Ali karena keseringan. Kesemuanya ini menambah
semangat, kedekatan, betapa kekayaan dan keagung Allah yang
senantiasa memberikan berbagai nikmat kepada hamba-Nya
yang senantiasa membaca dzikir, doa, dan hizib.

D. Kesalahan

Tingkat kesalehan atau ketaatan ketika membaca bagian-


bagian dzikir, doa, dan hizib, mengandung makna yang dalam
dan sakral. Misalnya setelah dibuka doa pembuka oleh Habib Ali
dilanjutkan pembacaan “istighfar” sebanyak 100 kali, Habib
menganjurkan agar kita berniat mohon ampunan kepada Allah.
Sebagai manusia biasa tentu kita tidak luput dari pada kekhilafan
dan kesalahan; kita doakan orang-orang yang telah berbuat dosa;
kita doakan kedua orang tua kita baik yang masih hidup maupun
yang sudah wafat; kita doakan orang-orang yang pernah kita
dzalimi/sakiti hatinya; demikian pula muslim lainnya. Hal
tersebut kita lakukan sebagai andil bagi untuk hari kemudian
nanti.
Kesalehan juga terpancar ketika jamaah dzikir sampai
pada bacaan kalimat “yaa Allah” sebanyak 200 kali. Jamaah
menyampaikan permohonan kepada Allah, sesuai kebutuhannya
diniatkan dengan khusyuk, ikhlas dan jujur. Lalu dilanjutnya
dengan bacaan lainnya sebagai bagian integral dari dzikir as-
Salafi.
Dari pengamalan ibadah dzikir tersebut, hikmah ketaatan
jamaah dzikir yang terlihat sangat menonjol adalah ketika
menjelang tibanya waktu dzikir hari Senin awal bulan. Bantuan
berdatangan berupa: kambing, daging, beras dan bahan makanan
lainnya tanpa diminta, sehingga dapat mencukupi suguhan
makanan malam ratusan orang jamaah yang datang secara
spontanitas tanpa diundang.
Menurut pengakuan dari beberapa jamaah selama
mengikuti dzikir tersebut diibaratkan listrik, strumnya yang
tadinya sudah lemah, suwak, akhirnya menjadi kuat bertambah

152
semangat lagi. Apalgi jika ada permasalahan dalam dirinya dan
dapat terpenuhi keinginannya setelah mengikuti dzikir tersebut,
maka bertambah kekhusy’an dan keyakinan mereka. Mereka
meyakini bahwa setelah melakukan pengamalan dzikir,
membaca doa dan hizib akan merasakan lebih bermakna,
terkesan adanya ketenangan jiwa dalam menjalani hidup
dibanding sebelumnya.
Pengakuan Asep (23) lulusan perguruan tinggi agama,
mengatakan bahwa tadinya menjadi anggota majelis taklim
Masjid Jami’ Al-Ma’mur Tanah Abang, kemudian ikut pengajian
kitab dan pengamalan dzikir di Mesjid An-Nur. Setelah
mengikuti pengamalan dzikir tersebut ia merasakan adanya
ketenangan hati dan kenikmatan beribadah. Akhirnya Asep
minta bergabung dengan Remaja Masjid An Nur membantu
aktivitas masjid dan dzikir dan tinggal di rumah Habib.
Disamping mengikuti amalan dzikir, ia juga ikut pengajian kitab
yang dibina oleh Habib.
Puncak keramaian jamaah dalam mengikuti dzikir
adalah pada penutupan pengajian menjelang bulan puasa,
sebagai contoh pada Senin 4 Agustus 2008. Berdasar pengalaman
tahun silam, jamaah meluap sampai ke jalan raya, dan semua
jamaah menikmati hidangan makan bersama.

153
BAB III
ANALISIS

Kelompok dzikir As-Salafi yang terletak di belakang


Hotel Ibis dan Hotel Santika, Slipi Jakarta Barat telah berusia
kurang lebih 15 tahun. Jumlah jamaahnya konsisten dan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Ini terjadi karena
jamaah dzikir merasa terpenuhi keinginan yang diidamkan, tidak
ada beban materi yang harus dipenuhi, dan setelah mengikuti
pengamalan dzikir tersebut ada ketenangan jiwa dan perubahan.
Pengamalan dzikir dan pembacaan Hizib Imam Sahil
yang dilakukan tidak bersentuhan organisasi atau partai yang
dapat dimanfaatkan penggalangan suatu massa, dan tidak
ditemukan di daerah lain, karena Habib Ali tidak membuka
cabang secara resmi ditempat lain, Ada jamaah dzikir dalam
jumlah terbatas yang tinggal di Jawa Tengah melakukan
pengamalan dzikir tersebut, dan keberadaannya telah diinfor-
masikan kepada Habib Ali.
Penampilan Habib Ali Bin Abdul Qadir Bin Sahil, sehari-
harinya tidak ada yang luar biasa, sebagai salah seorang Habaib.
Ia lemah lembut dalam bertutur, murah senyum, dekat dengan
masyarakat, dihormati, suka menolong, sangat sederhana. Bila
ada jamaah atau tetangga terkena musibah atau ada undangan
selamatan selalu datang. Jamaah dzikir yang datang dari jauh
boleh nginap dan disediakan kamar/tempat bila kemalaman.
Orang yang datang membawa permasalahan selalu dibantu
memecahkannya sesuai dengan kemapuannya.
Habib Ali termasuk “pencetus” dilakukannya Taraweh
Tengah Malam. Taraweh tengah malam berawal ketika 1979
orangtua Habib Sahil menderita sakit dan dirawat. Karena selalu
mendapat giliran menunggui pada waktu salat Taraweh, Habib
Ali baru bisa melaksanakan salat itu pukul setengah dua malam.
Untuk menambah keutamaan, Habib Ali membaca satu setengah
juz Al-Quran secara menyambung dalam dua puluh rakaat.

154
Merasakan nikmatnya salat tengah malam dan senyapnya
malam-malam bulan Ramadhan, kebiasaan itupun berlanjut
sampai sekaran.
Belakangan, beberapa orang tetangga yang mengetahui
kebiasaan Habib Ali salat Taraweh tengah malam, merekapun
ikut berjamaah. Demikian pula jamaah lain yang terkadang
pulang malam dan belum melaksanakan salat Taraweh,
merekapun ikut salat Taraweh bersamanya pada tengah malam
itu. Mereka merasa lebih nikmat, apalagi sehabis Taraweh
dilanjutkan dengan sahur bersama. Makanan sahur dan buka
bersama, disediakan secara bergiliran oleh masyarakat sekitar
masjid. Terkadang ada bantuan kambing sebagai nazar dari
jamaah.
Jamaah Taraweh tengah malam banyak pula yang
menjadi jamaah dzikir As-Salafi yang dilakukan setiap Senin
malam minggu pertama setiap bulan. Mereka mengaku
merasakan ketenangan hati dalam menjalani hidup setelah aktif
dalam pengamalan dzikir tersebut.
Selain dari kegiatan dzikir dan kegiatan Taraweh tengah
malam, Habib Ali juga membina kegiatan pengajian kitab secara
rutin, yang dilakukan pada setiap hari Sabtu pagi di Mesjid An-
Nur. Kitab yang dibaca, antara lain, Kasyifatus Saja, Bidayatul
Hidayah, dan Uqudullujain. Anggota pengajian kitab tersebut juga
termasuk jamaah dzikir as-Salafi yang setia.

BAB IV

155
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dideskripsi dari kelompok dzikir
As-Salafi yang telah melakukan pengamalan dzikir, pembacaan
doa dan tradisi membaca Hizib Imam Sahil adalah sebagai
berikut:
c. Yang menyebabkan ketertarikan masyarakat kota terhadap
pengamalan dzikir tersebut karena: setelah mereka, mengikuti
pengamalan dzikir, doa dan hizib tersebut, dalam diri mereka
timbul ketenangan jiwa, tercipta kepuasan batin, serta
menambah semangat dalam melakukan amalan ibadah
lainnya;
d. Kelompok masyarakat perkotaan lebih memilih pengamalan
dzikir ini dibanding dengan dzikir lainnya, karena dzikir
tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam, mudah
dilaksanakan, mudah dipahami, tidak ada kewajiban beban
moral, dapat memberikan kepuasan batin, dan lebih utama
dapat menciptakan ketenangan hidup;
e. Respon tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan sangat
positif, di dalam melihat perkembangan dzikir tersebut,
terutama pesertanya dewasa 15% dan 85% dari unsur generasi
muda, para remaja yang selama ini banyak mendapat sorotan
terkait dengan banyaknya generasi muda terlibat dalam
narkoba, dan dekadensi moral;
f. Respon pemerintah setempat dan masyarakat di lingkungan
masjid sangat baik, mendukung dan menyambut bahkan
membantu. Merekapun (Pemerintah dan masayarakat) turut
serta dalam pengamalan dzikir dan kegiatan ritual lainnya,
bahkan memberikan bantuan makanan dan minuman serta
buah-buahan setiap kali pengajian dan dzikir itu berlangsung.
Dukungan itu diberikan, karena keikutsertaan jamaah yang
mayoritas dari kelompok pemuda dan remaja masjid, yang
secara tidak langsung melakukan pembinaan mental spiritual
bagi pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Apalagi
generasi muda, amat cepat terpengaruh dari berbagai godaan,

156
terutama godaan dekadensi moral, pengaruh minuman
alkohol dan bahaya narkoba yang dapat menghancurkan
masa depan mereka.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

157
Abu Umar Basyir, Ada Apa dengan Salafi, Jawaban atas Tuduhan
dan Koreksi Terhadap Istilah salaf, Salafi dan
Salafiyyah, Rumah Dzikir, Solo, TT;
Alkisah, Majalah Kisah dan Hikmah, Bacaan Keluarga Islam,
No.23/Tahun III/7, 20 Nopember 2005, Jakarta,
2005;
Boediono, Drs, dan Hanafi, Kamus Tiga Bahasa Arab, Inggeris dan
Indonesia,Bintang Indonesia, Jakarta, TT;
Habib Ali, Pedoman Dzikir As-Salafi, Jakarta, Slipi, 1993;
Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, Singgah Di Taman Surga,
Yayasan Nurul Musthofa, Jakarta, 2008;
Yusuf Al-Qaradhawi, DR, Akidah Salaf dan Khalaf, Kajian
Komprehensif seputar Asma’ wa Sifat Wali &
Karamah, Tawassul, dan Ziarah Kubur, Pustaka Al-
Kautsar, Jakarta, 2005;

Laporan Penelitian

PENELITIAN TENTANG KASUS-KASUS

158
ALIRAN/FAHAM KEAGAMAAN AKTUAL
DI INDONESIA (STUDI KASUS PENYIAR
SHOLAWAT WAHIDIYAH DI DUKUH ZAMRUT KOTA
LEGENDA BEKASI JAWA BARAT
TAHUN 2008

Oleh:
Drs. H. Haidlor Ali Ahmad, MM

PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN


BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI
2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

159
Secara antropologis, “sufisme perkotaan” dikenal sebagai
trend baru di Indonesia selama dua decade ini. Sebelumnya,
sufisme dikenal sebagai gejala beragama di pedesaan. Menurut
Muslim Abdurrahman, sufisme perkotaan bisa terjadi minimal
pada dua hal, yaitu: pertama karena para pengamal tashawuf yang
melakukan urbanisasi; kedua karena sejumlah orang kota yang
“bermasalah” mencari ketenangan ke pusat-pusat tashawuf di
desa.
Sufisme secara sederhana didefinisikan sebagai gejala
minat masyarakat pada tashawuf. Sufisme – dalam literature
barat (Sufism) – sedang dalam literature Arab dan Indonesia
adalah “tashawuf”. Sufisme disini berupa ajaran pemahaman dan
praktek spiritual yang dilakukan oleh individu maupun kelompok
muslim untuk tujuan penyucian diri dalam rangka pencapaian
pendekatan pada Dzat Yang Maha Pencipta. Sufisme dalam
konteks ini tidak terbatas pada ordo-ordo sufi seperti tarekat
(conventional sufism), tapi juga termasuk pada kelompok pengajian
dan majelis dzikir ata perkumpulan keagamaan yang bertujuan
sama. Kelompok sufisme yang lain disebut sebagai tashawuf
kontemporer (contemporary Sufism)77.
Tampak adanya kecenderungan proses modernisasi dan
pergeseran nilai bahwa kemunculan tarekat “sufisme perkotaan”
berlatar belakang social yang juga berbeda-beda, yang kini
diminati kembali yang sebelumnya pernah ada dan berkembang.
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Minatnya cukup tinggi untuk
mengkaji dan mengamalkan ajaran sufi yang kian marak dalam
bentuk tarekat-tarekat tertentu.
Azyumardi Azra memetakan du model utama sufime
masyarakat kota, pertama sufisme kontemporer, yang artinya
siapa saja dapat mengikuti. Kelompok ini memiliki ciri sangat
terbuka. Dalam aktifitasnya, kelompok ini tidak berdasarkan pada
model sufi sebelumnya. Model kelompok ini terlihat sebagaimana

77
Ahmad Syafi’I Mufid, “Tangklukan, Abangan dan
Tarekat “, Kebangkitan Agama Jawa. Hal: 231.

160
yang berkembang di kalangan “eksekutif” seperti Paramadina,
Tazkiya Sejati, Grand Wijaya, juga berkembang di kampus-
kampus perguruan tinggi umum; Kedua, sufisme konvensional
yaitu model sufisme yang pernah ada sebelumnya dan sekarang
diminati kembali. Model ini berbentuk tarekat, seperti Qadiriyah,
Nahsabandiyah dan Satariyah ada juga non-tarekat yang banyak
dianut kalangan Muhammadiyah yang merujuk pada tasawuf
Buya Hamka.78

Perumusan Masalah
Dari latar belakang pemikiran di atas dapat dirimuskan
beberpa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menybabkan ketertarikan masyarakat kota dalam
mempelajari tasawuf non tarekat?
2. Mengapa kelompok masyarakat ekskutif lebih memilih pada
tasawuf non-tarekat?
3. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan
dalam melihat perkembangan tashawuf non-tarekat pada
masyarakat perkotaan?
4. Bagaimana respon pemerintah terhadap perkembangan
tashawuf non-tarekat di lingkungan masyarakat perkotaan.

Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui dan mendiskripsikan penyebab ketertarikan
masyarakat perkotaan dalam mengikuti ritual Shawalat
Wahidiyah.
2. Mengetahui dan mendiskripsikan keterlibatan kelompok
masyarakat ekskutif dalam memilih Shalawat Wahidiyah.

78
Mengutiphttp:
/suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufisme-
merambah-kota-mengikat-umat.

161
3. Mengetahui respon tokoh agama dan ormas keagamaan
dalam perkembangan shalawat Wahidiyah.
4. Mengetahui dan mendiskripsikan respon pemerintah terhadap
perkembangan Shalawat Wahidiyah.

Penyiaran Wahidiyah
a. Penyiaran wahidiyah adalah penyampaian sholawat wahidiyah
atau bagian dari padanya dan atau penyampaian ajaran
wahidiyah atau bagian dari padanya kepada dan agar supaya
diamalkan oleh orang lain dengan disertai keterangan/
penjelasan secukupnya.
b. Penyiaran Wahidiyah dilakukan menurut prinsip “tidak
pandang bulu” dan ikhlas tanpa pamrih dengan bijaksana serta
didukung dengan mujahadah.

Nama Wahidiyah
Penyiar Sholawat Wahidiyah yang disingkat PSW adalah
suatu lembaga khidmah kepada Perjuangan Wahidiyah dan
berbentuk organisasi kerja kemasyarakatan keagamaan.

BAB II
PROFIL SINGKAT SHALAWAT WAHIDIYAH

A. Sejarah dan Mualif Shalawat Wahidiyah


Latar belakang lahirnya Shalawat Wahidiyah adalah dari mimpi
mualifnya KH Abdul majid. Shalawat Wahidiyah disusun dalam
bentuk rangkaian dzikir dan doa oleh mualifnya pada tahun 1963.
Penyiar Sholawat Wahidiyah didirikan oleh Hadlrotus Syekh

162
Almukarram KH Abdoel Madjid Ma’roef Muallif Sholawat
Wahidiyah pada awal tahun 1964, untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan.
Shalawat yang juga disebut “tarekat” ini
Yang dimaksud dengan “tarekat” dalam ajaran
Wahidiyah adalah tarekat dalam arti “jalan” dan “sarana”
menuju wushul sadar kepada Allah wa Rasulihi SAW. Berbeda
dengan tarekat konvensional (mu’tabarah) yang berbentuk
oragnisasi dengan syarat-syarat tertentu seperti adanya mursyid,
silsilah maupun baiah. Tarekat Wahidiyah merupakan wirid,
yaitu sejumlah bacaan dzikir atau doa yang dibaca atau
diamalkan secara berkala.
Sedangkan yang dimaksud dengan sebutan Shalawat
Wahidiyah adalah seluruh rangkaian amalan yang tertulis di
dalam lembaran Shalawat Wahidiyah, yaitu mulai dari bacaan al
Fatihah, “Ila hadrati Syayidina Muhammad SAW…” sampai
bacaan al-Fatihah penutup”Waqul ja’a al-haqqu…”. Bahkan lebih
dari itu, segala adab pengamalan seperti Lillah-Billah, Lirrasul-
Birrasul, Lilghouts-Bilghouts, Istidlor, Tadzallul, Tadlollum, Iftiqor,
Takdzim, Mahabbah, dan sebagainya adalah termasuk Shalawat
Wahidiyah.
Nama Wahidiyah diambil dari / tabarruk kepada Asmaul
Akdham “al-Wahid” yang terdapat di dalam shalawat yang
pertama “Allahumma ya Wahidu ya Ahad…”. Wahid artinya satu.
Satu tidak seperti satunya makhluk , melainkan satu tidak
terpisahkan /mutlak satu, azlan wa abadan”.
Di antara “khawasnya” (hasiatnya) wahid, seperti seperti
disebut dalam kitab Saadatu al-Daraini , berkata Rasulullah SAW,
yang artinya kurang lebih:
“Al-Wahid termasuk asma Allah SWT yang agung
(Asmaul Akdham) yang barang siapa berdoa dengan
kalimah itu diijabahi dan barang siapa memohon dengan
kalimah itu maka akan dikabulkan”
Dalam buku Pedoman Pokok-pokok Ajaran Wahidiyah
dikatakan bahwa di antara khawasnya al-Wahid yaitu
menyembuhkan rasa kebingungan, rasa rupek, rasa gelisah dan

163
kesusahan dalam hati. Barang siapa membacanya dengan
sepenuh hati (hadlur qolbu) sebanyak 100 kali, maka dia dikaruniai
oleh Allah SWT tidak mempunyai rasa takut dan kahwatir
kepada makhluk. Dia hanya takut kepada Allah SWT dan tidak
takut kepada selain Allah SWT.
Shalawat Wahidiyah dan ajaran Wahidiyah sudah
diijazahkan secara mutlak oleh mualifnya. Dengan demikian
siapa saja dan dari manapun memperolehnya telah diberi ijin
mengamalkan dan mengetrapkan. Bahkan dinajurkan supaya
disiarkan kepada masyarakat luas tanpa pandang bulu dengan
ikhlas dan bijaksana.79 Penyiar Sholawat Wahidiyah dapat
didirikan di seluruh Wilayah Republik Indonesia dan di luar
negeri.

B. Organisasi

1. Kepengurusan
Kepengurusan dalam tarekat Wahidiyah terdiri dari:
Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah,
Penyiar Shalawat Wahidiyah (PSW) Pusat, Badan-
badan Wahidiyah Pusat, PSW Tingkat Provinsi, PSW
Tingkat Kabupaten/Kota, PSW Tingkat Kecamatan, PSW
Tingkat Desa/Lingkungan (Kampung). Pembentukan PSW
dilakukan atas dasar kesadaran kesadaran dan keikhlasan dari
orang-orang yang telah mengamalkan Shalawat Wahidiyah
(Pengamal Wahidiyah).
Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah dipegang
oleh satu orang dan berkedudukan di pusat kegiatan berpusat
Jl. K.H. Wahid Hasim Gg IV Pondok Pesantren Kedunglo
Miladiyyah, Kedunglo – Kediri Jawa Timur Tarekat
Wahidiyah Pondok Pesantren Kedunglo Bandar Lor Kediri.
Pimpinan umum ini berhak mengangkat dan memberhenti-
kan unsur pimpinan PSW Pusat dan unsure pimpinan Badan-
badan Wahidiyah Pusat.

79
Selebaran PSW Pusat, 1401 H.

164
Selain yang berpusat di Kesdunglo Kediri, ada juga
Pengurus Wahidiyah yang berpusat Ngoro Jombang (Penyiar
Sholawat Wahidiyah versi Ngoro Jombang), tepatnya berse-
kretariat di Pesantren At-Tahdzib (PA), Rejoagung, Ngoro,
Jombang 61473 Jawa Timur Telp. (0354) 326720 – 326721
Struktur Organisasi
(a) Struktur organisasi PSW terdiri dari :
1. PSW Pusat
2. PSW Wilayah Propinsi / Daerah Khusus / Daerah
Istimewa
3. PSW Cabang Kabupaten / Kota.
4. PSW Kecamatan
5. PSW Desa / Kelurahan
(b) Susunan Pengurus PSW, cara pembentukan, peranan,
fungsi, tugas dan tanggungjawabnya diatur di dalam
Anggaran Rumah Tangga PSW.

2. Lambang
Lambang Penyiar Sholawat Wahidiyah adalah tulisan
huruf Arab diambil dari Ayat Al-Qur’an berbunyi : Fafirruu
Ilallooh berwarna putih di atas dasar warna hitam berbentuk
bulat telor dikelilingi 8 buah garis lengkung

3. Asas dan Tujuan


Penyiar Sholawat Wahidiyah berasaskan Ketuhanan
Yang Maha Esa ber-nafaskan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Sedangkan tujuan dibentuknya Penyiar Sholawat Wahidiyah
adalah :
 Tercapainya tujuan Perjuangan Wahidiyah
 Ikut mensukseskan Pembangunan Nasional

4. Tugas Pokok
Tugas pokok Penyiar Sholawat Wahidiyah adalah
mengatur dalam arti menentukan kebijaksanaan dan
memimpin pelaksanaan serta bertanggung jawab atas

165
jalannya Perjuangan Wahidiyah, meliputi bidang
pengamalan, penyiaran, pembinaan dan pendidikan
Wahidiyah, dan bidang kegiatan lain yang menjadi sarana
penunjang pelaksanaan tugas pokok, sesuai dengan Ajaran
Wahidiyah.

5. Hubungan dengan Organisasi Lain


 Penyiar Sholawat Wahidiyah adalah organisasi
independent dan tidak beraffiliasi kepada salah satu
organisasi apapun.
 Penyiar Sholawat Wahidiyah mengusahakan terjalinnya
hubungan yang baik dan harmonis dengan organisasi atau
lembaga lain, dengan dijiwai saling mengerti dan saling
menghormati.

6. Perjuangan Wahidiyah
Perjuangan Wahidiyah Disebut Juga Perjuanagan
Fafirruu Ilallooh Warosuulihi, (Shollalloohu 'Alaihiwasallam),
Adalah Upaya Lahiriyah Dan Batiniyah Untuk Memperoleh
Kejernihan Hati, Ketenangan Batin, Dan Ketenteraman Jiwa
Menuju Sadar/Ma'rifat Kepada Alloh Warosulihi (Shollallohu
'Alaihi Wasallam) Dengan Mengamalkan Sholawat
Wahidiyah Dan Ajaran Wahidiyah Sesuai Dengan
Bimbingan Muallif- nya.
Perjuanagan Wahidiyah Mempunyai Tujuan
Terwujudnya Keselamatan, Kedamaian, Kesejahteraan Dan
Kebahagiaan Hidup Lahir Batin, Materiel Dan Spirituil, Di
Dunia Dan Akhirat Bagi Masyarakat Bangsa Indonesia Dan
Ummat Manusia Seluruh Dunia Dengan Mengusahakan :
 Agar Supaya Ummat Masyarakat Jami’al ‘Alamin
(Seluruh Dunia Terutama Diri Sendiri Dan Keluarga)
Kembali Mengab-Dikan Diri Dan Sadar Kepada Alloh
Tuhan Yang Maha Esa Dan Rosul-Nya (Shollalloohu
‘Alaihi Wasallam).
 Agar Supaya Akhlak-Akhlak Yang Tidak Baik Dan
Merugikan (Terutama Akhlak Diri Sendiri Dan

166
Keluarga) Segera Diganti Oleh Alloh Dengan Akhlak
Yang Baik Dan Menguntungkan.
 Agar Tercipta Kehidupan Dunia Dalam Suasana Aman,
Damai, Saling Menghormati Dan Saling Membantu
Sesama Ummat Manusia Segala Bangsa.
 Agar Dilimpahkan Barokah Kepada Bangsa Dan Negara
Serta Segenap Makhluk Ciptaan Alloh

7. Pembinaan Wahidiyah
Pembinaan Wahidiyah adalah upaya untuk meme-
lihara dan meningkatkan pengamalan Sholawat Wahidiyah,
penerapan Ajaran Wahidiyah, dan penyiaran Wahidiyah
sesuai dengan bimbingan yang sebenarnya.

8. Penyiar Shalawat Wahidiyah


Penyiar Sholawat Wahidiyah yang disingkat PSW
adalah suatu lembaga khidmah kepada Perjuangan
Wahidiyah dan berbentuk organisasi kerja kemasyarakatan
keagamaan.
Penyiar Sholawat Wahidiyah didirikan oleh
Hadlrotus Syekh Almukarram KH Abdoel Madjid Ma’roef
Muallif Sholawat Wahidiyah pada awal tahun 1964, untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan.
Penyiar Sholawat Wahidiyah dapat didirikan di
seluruh Wilayah Republik Indonesia dan di luar negeri

C. PERJUANGAN WAHIDIYAH

Perjuangan Wahidiyah disebut juga Perjuanagan


FAFIRRUU ILALLOOH WAROSUULIHI, (Shollalloohu
'alaihiwasallam), adalah upaya lahiriyah dan batiniyah untuk
memperoleh kejernihan hati, ketenangan batin, dan ketenteraman
jiwa menuju sadar / ma'rifat kepada ALLOH WAROSULIHI
(Shollalloohu 'alaihi wasallam) dengan mengamalkan Sholawat
Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah sesuai dengan bimbingan
Muallifnya.

167
Perjuanagan Wahidiyah mempunyai tujuan terwu-
judnya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan
hidup lahir batin, materiel dan spirituil, di dunia dan akhirat bagi
masyarakat bangsa Indonesia dan ummat manusia seluruh dunia
dengan mengusahakan :
2.1. Agar supaya ummat masyarakat jami’al ‘alamin (seluruh
dunia terutama diri sendiri dan keluarga) kembali mengab-
dikan diri dan sadar kepada ALLOH Tuhan Yang Maha
Esa dan Rosul-Nya (Shollalloohu ‘alaihi wasallam).
2.2. Agar supaya akhlak-akhlak yang tidak baik dan merugikan
(terutama akhlak diri sendiri dan keluarga) segera diganti
oleh Alloh Idengan akhlak yang baik dan menguntungkan.
2.3. Agar tercipta kehidupan dunia dalam suasana aman, damai,
saling menghormati dan saling membantu sesama ummat
manusia segala bangsa.
2.4. Agar dilimpahkan barokah kepada bangsa dan negara serta
segenap makhluk ciptaan ALLOH

D. PENYIARAN WAHIDIYAH
a. Penyiaran Wahidiyah adalah penyampaian Sholawat
Wahidiyah atau bagian dari padanya dan atau penyampaian
Ajaran Wahidiyah atau bagian dari padanya kepada dan
agar supaya diamalkan oleh orang lain dengan disertai
keterangan/ penjelasan secukupnya.
b. Penyiaran Wahidiyah dilakukan menurut prinsip “tidak
pandang bulu” dan ikhlas tanpa pamrih dengan bijaksana
serta didukung dengan mujahadah.

E.PEMBINAAN WAHIDIYAH
Pembinaan Wahidiyah adalah upaya untuk memelihara
dan meningkatkan pengamalan Sholawat Wahidiyah, penerapan

168
Ajaran Wahidiyah, dan penyiaran Wahidiyah sesuai dengan
bimbingan yang sebenarnya.
”Segala puji bagi ALLOH Sang Pemberi anugrah kepada kita
berupa Sholawat Wahidiyah beserta Ajaran Wahidiyah;
Sanjungan sholawat, salam, barakah yang sebanyak-
banyaknya semoga senantiasa dilimpahkan ke pangkuan
Junjungan kita Nabi Besar Muhammad, Pemberi syafa'at
ummat di dunia dan akhirat; beserta para Shahabat dan
Warganya; Salaman, ikraman, wamahabbatan kita haturkan
kepada Jami'il Aqthob min awwalihim ila akhirihim, wabil-
khushus Quthbul-aqthab fii hadzaz zamaan wa-a'waanihi
wasaa-iri auliyaaillaahi Rodliyallohu 'anhum, dengan
harapan semoga beliau-beliau tersebut berkenan (bi-idznillah)
memberikan syafa'at, barakah, karamah, nadhrah dan do'a
restunya kepada kita bersama, fid-diini wad-dun-ya wal-
akhirah. Amiin. Alhamdu Lillah, sejak tanggal 01 April 2006
Dewan Pimpinan Pusat Penyiar Sholawat Wahidiyah telah
diberi kesempatan bekerjasama dengan Surat Kabar
"HARIAN BANGSA" dengan memuat artikel-artikel yang
berkaitan dengan Sholawat Wahidiyah dan Ajarannya
Namun karena Harian Bangsa sampai saat ini masih belum
bisa beredar di seluruh tanah air sedangkan para Pengamal
Wahidiyah sudah ada di setiap wilayah di Indonesia ini,
bahkan sudah sampai ke luar negeri, maka agar materi-materi
tersebut bisa dinikmati juga oleh para pengamal Wahidiyah
dan para pemirsa di mana saja, maka melalui jaringan
internet ini materi-materi tersebut ditayangkan. Harapan kami
bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang memerlukannya.
Bagi pembaca materi di sini mungkin menemukan adanya
perbedaan dengan yang termuat di Harian Bangsa. Perbedaan
tersebut memang terjadi karena yang ditayangkan di sini
adalah naskah-naskah asli yang dikirim ke Harian Bangsa
sebelum diedit. Karena keterbatasan ruang dalam Harian
Bangsa maka sebagian naskah diadakan perampingan yang
tidak mengurangi pokok pembahasannya.

169
Disamping itu website ini juga memuat materi dan artikel lain
yang belum / tidak dimuat di Harian Bangsa. Seperti
"Terjemah Al-Qur'an" Pengajian Al-Hikam, dan sebagainya,
dengan harapan semoga lebih banyak manfaatnya.
Dengan ini kepada seluruh pihak yang telah memberikan
bantuan, khususnya redaktor HARIAN BANGSA yang telah
berkenan memuatnya disampaikan banyak terima kasih
teriring do'a :
JAZAAKUMULLOOHU KHOIROOTI
WASA'ADAATID DUN-YA WAL-AKHIRAH. AMIIN.
Mudah-mudahan ALLOH Subhanahu wata'ala
menjadikannya sebagai sarana pembuka pintu hidayah dan
ridlo-NYA bagi seluruh ummat manusia di manapun berada,
sesuai dengan simbul perjuangan Wahidiyah berbunyi
"FAFIRRUU ILALLOOH" (Larilah kembali kepada
ALLOH). Amiin.

Wassalaamu 'alaikum Wr. Wb.

F. AJARAN WAHIDIYAH
Bismillahir Rahmaanir Rahiim
Tujuan pokok perjuangan Wahidiyah adalah mengajak
ummat masyarakat untuk segera kembali sadar dan mengabdikan
diri kepada Alloh Subhanahu Wata’ala dengan mengikuti dan
menyadari kepada Junjungan kita Rosululloh Shollalloohu ‘alaihi
wasallam syar’an wahaqiqotan, zhohiron wabathinan. Hal ini
sesuai dengan yang senantiasa dikumandangkan suatu panggilan
“FAFIRRUU ILALLOOH” (Larilah kembali kepada Alloh).
Ajakan tersebut tidak hanya dengan bentuk ajakan yang
bersifat informatif seperti hanya penyampaian amalan, ajaran
atau bimbingan saja, akan tetapi juga dengan bentuk
pembimbingan praktis. Misalnya tekanan-tekanan tentang
penerepan ikhlash LILLAH, iman / tauhid BILLAH, ittiba’

170
kepada Rosululloh Shollalloohu ‘alaihi wasallam (LIRROSUL),
dan kepercayaan serta rasa penerimaan jasa dari Beliau
Shollalloohu ‘alaihi wasallam (BIRROSUL) sangat diperhatikan.
Tekanan terhadap penerapan tauhid BILLAH di sini tidak berarti
memberi kelonggaran dalam pelaksanaan syari’at atau amaliah
lahiriah. Karena penerapan LILLAH, LIRROSUL dan
seterusnya adalah pelaksanaan syari’at. Sangat tidak dibenarkan
dalam Ajaran Wahidiyah seseorang yang beranggapan bahwa
jika sudah menerapkan BILLAH (haqiqat) diperbolehkan
meninggalkan syari’at.
Ajaran Wahidiyah bukan merupakan ajaran atau aliran
baru yang menyimpang dari ajaran Islam; melainkan berupa
bimbingan praktis yang dirumuskan dari Al-Qur’an dan Al-
Hadits dalam melaksanakan tuntunan Rosululloh Shollalloohu
'alaihi wasallam. Meliputi bidang Iman, bidang Islam dan bidang
Ihsan. Mencakup segi syari’ah, segi haqiqah dan segi akhlaq.
Sebelum kita membahas satu persatu pengertian dan
bagaimana penerapan AJARAN WAHIDIYAH, marilah kita
renungkan dan kita fikirkan lebih dahulu tentang fungsi manusia
dihidupkan oleh ALLOH Subhanahu Wata’ala di dunia ini.
Selengkapnya silakan klik di bawah ini dengan baca :

G. MUJAHADAH WAHIDIYAH

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim


MUQADDIMAH
ALLOH (Subhanahu Wata’ala) memberi kepada setiap
manusia dua rangkaian bentuk kekuatan. Kekuatan lahir dan
kekuatan batin, kekuatan jasmani dan kekuatan rohani. Kedua-
duanya harus digunakan oleh manusia untuk memperoleh
keselamatan dan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
Hanya menggunakan kemampuan lahir saja berarti menyia-
nyiakan pemberian ALLOH (Subhanahu Wata’ala) yang berupa
kemampuan batin dan masih tersesat, kemudian terjerumus ke
dalam jurang kehancuran. Begitu juga hanya menggunakan
kekuatan batin saja juga termasuk penyelewengan, yakni tidak

171
mensyukuri ni’mat pemberian ALLOH (Subhanahu Wata’ala)
berupa kekuatan lahir dan oleh karena itu tidak akan mencapai
apa yang dicita-citakan, terkecuali yang mendapat fadlol khusus
dari ALLOH (Subhanahu Wata’ala) . Kemampuan rohani dan
kemampuan jasmani harus digunakan seirama dan seimbang.
Akan tetapi sayangnya, kebanyakan manusia hanya
kekuatan lahir yang digunakan paling menonjol. Sedangkan
kemampuan batin, kemampuan rohani jauh terbelakang
dibanding dengan aktifitas lahir. Padahal sebenarnya
kemampuan lahir itu lebih terbatas jika dibanding dengan
kemampuan rohani, sekalipun kekuatan lahir disediakan
pengaturan - pengaturan dan dibuatkan persiapan -
persiapan yang lengkap dan canggih. Disamping itu pada
kekuatan lahir banyak dijumpai resiko-resiko yang lebih
berat dibanding dengan penggunaan aktifitas batin. Dan
penggunaan aktifitas batin itu tidak akan mengganggu
pelaksanaan aktifitas lahir, bahkan menunjangnya.
Kemampuan batin atau kemampuan rohani sebaliknya
adalah luas sekali. Tidak terbatas, dan justru besar sekali
menunjang kelancaran penggunaan kemampuan lahir.
Semakin banyak, semakin tekun menggunakan kemampuan
rohani, semakin besar pula potensi bathiniyah seseorang
dan semakin dekat kepada ridlo ALLOH (Subhanahu
Wata’ala) dan otomatis semakin mustajab.
Selengkapnya silakan klik di bawah ini dengan baca :

H. KONSULTASI WAHIDIYAH
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Konsultasi Wahidiyah yang dimuat di sini adalah
Tanya Jawab tentang Sholawat Wahidiyah dan Ajaran
Wahidiyah yang dimuat dalam surat kabar "Harian Bangsa"
sejak tanggal 15 April 2006. Hanya saja yang dimuat di sini

172
masih merupakan bahan materi yang dikirim ke Redaksi
Harian Bangsa. Yakni belum diedit. Sekalipun begitu
maksud dan isinya tidak berbeda dengan yang telah diedit
oleh Redaktor Harian Bangsa. Inilah cuplikannya :
Rubrik ini disediakan bagi para pembaca yang
berminat untuk mengajukan pertanyaan tentang
SHOLAWAT WAHIDIYAH DAN AJARANNYA.
Silakan kirim pertanyaan via SMS ke hp. No.
081331259111, a.n KH Mohammad Ruhan Sanusi, no.
081335577399 a.n. K. Zainuddin Tamsir, malalui e-mail :
dpppsw@telkom.net atau ke Sekretariat DPP PSW. Jangan
lupa menyebutkan nama dan kota.
KONSULTASI WAHIDIYAH
Diasuh Oleh : KH MOHAMMAD RUHAN SANUSI
Pertanyaan (01):
Assalamu ‘alaikum w.w.
Apakah Sholawat Wahidiyah termasuk thariqah mu’tabarah ?
Dari mana sanad dan silsilahnya ? Mohon jawaban.
Nasir, Nganjuk. 08135903xxxx
Jawaban :

Selengkapnya silakan klik di bawah ini dengan baca :

Disiarkan Oleh :
DEWAN PIMPINAN PUSAT PENYIAR SHOLAWAT
WAHIDIYAH
Sekretariat :
Pesantren At-Tahdzib (PA), Rejoagung, Ngoro,
JOMBANG 61473 JAWA TIMUR
Fax : (0354) 326720 Telp : (0354) 326720 – 326721

I. HAL KEJERNIHAN HATI DAN KEBERSIHAN LAHIR

173
1. Untuk apa kejernihan hati / kesucian batin dan kebersihan
lahir di butuhkan setiap manusia ? kejernihan hati / kesucian
batin dan kebersihan lahir adalah suatu kondisi yang mutlak
yang di butuhkan oleh setiap manusia untuk membina dan
menjamin hidup dan kehidupan yang tenang,tentram,
bahagia dan sejahtera jasmani dan rohani dan kebersihan
lahir adalah termasuk perjuangan hidup yang harus di
usahakan oleh setiap manusia.
2. Apa yang di maksud menjernihkan hati? Menjernihkan hati
adalah : membebaskan hati dari pengaruh – pengaruh nafsu
yang senantiasa berusaha dan bertipu daya untuk menguasai
hati manusia
3. Apa gunanya menjernihkan hati ? gunanya banyak sekali :
 Untuk menghindari manusia dari kejahatan dan
kehancuran dunia dan akhirat,karena nafsu itu senantiasa
mengajak dan mengarahkan pada perbuatan jahat dan
sesat. Sebagaiman Firman Alloh SWT yang
menghikayahkan pernyataan Nabi Yusuf AS. Sebagai
berikut :
“ dan aku tidak akan membiarkan nafsuku menguasai diriku
kerena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang di beri rohmat oleh Tuhanku
“(QS.Yusuf : 54)
 Untuk menjadikan manusia baik lahir maupun batinnya
yang disebabkan hatinya suci bersih dari kotoran-kotoran
nafsu. Sebagai sabda Rosululloh SAW :
'Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal
daging, apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah
jasad, dan apabila rusak / kotor, menjadi pula rusaklah seluruh
jasad. Ketahuilah, yaitu hati”.
 Untuk mendayagunakan segala aspek kehidupan,
terutama dalam pengabdian diri kepada Alloh SWT.
Firman
'Pada hari yang tidak bermanfaat harta benda dan tidak
bermanfa'at (berguna) pula anak-anak (hari qiyamat), kecuali

174
orang yang datang kehadirot Alloh dengan hati yang suci (bersih
dari syirik dan maasyi). AsySyuaroo 88 -,89.

4. Bagainana hukumnya menjernihkan hati ?


Hukumnya Wajib 'ain. Sebagaimana pernyataan para
Ulama terutama para Ulama.Shufi, sebagai berikut
‘'Menjernihkan (membersihkan) jiwa (hati) dari kotoran-kotoran
nafsu adalah wajib” .
Wajib di sini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang.
Baik pria wanita, tua-muda, dari golongan dan bangsa
manapun juga semuanya wajib menjernihkan hati dalam
dalam rangka mencapai kehidupan yang selamat, sejahtera
dan bahagia lahir batin.
Wajib disini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang
baik pria,wanita,tua,muda dari golongan dan bangsa
manapun juga semuanya wajib menjernihkan hati, dalam
rangka mencapai hidup dan kehidupan yang baik didunia dan
akherat.

5. Istilah populer sekarang menjernikan hati itu di sebut apa ?


Membersihkan (menjernihkan) hati istilah populer sekarang
di sebut : operasi mental dan pembangunan mental !

6. Cara Menjernihkan Hati atau Operasi Mental


Sebelum kita pelajari bagaimana cara menjernihkan hati,
marilah kita perhatikan operasi mental yang dialami Beliau
Rasuululloh SAW, dalam menjalani Isro’ Mi’roj. Operasi
mental tersebut merupakan tuntunan nyata yang harus diikuti
para umat, bahkan oleh setiap manusia.

Adapun caranya operasi sebagai berikut :


a. Kotoran kotoran yang terdapat dihati Rasululloh SAW, oleh
malaikat Jibril dicuci dengan air zam-zam.
b. Kemudian hati Rasuululloh SAW dipenuhi dengan Hikmah,
Iman,Hikmah (ramah tamah / lemah lembut ), Ilmu yakin
dan Islam. Maka gangguan dan godaan yang di alami dalam

175
perjalanan Isro Mi’roj semua di atasi dengan sempurna dan
sukses menghadap Kehadirod Alloh SWT untuk menerima
tugas – tugas yang harus di jalankan olah ummat . antara lain
;sholat lima waktu dalam sehari semalam

7. Bagaiman cara menjernikan hati /operasi mental bagi kita ?


Adapun cara menjernihkan hati bagi kita, secara global dapat
dilaksanakan dengan dua macam cara yaitu :
a. Mendayagunakan kemampuan batiniyah, yakni dalam bentuk
berdo’a kepada Alloh AWT. yang merupakan senjata dan
otak / intinya ibadah.
b. Mendayagunakan kemampuan lahiriyah. yakni dalam bentuk
bekerja, berkarya dan bentuk aktifitas lahiriyah lainnya.

8. Apakah ilmu itu harus disertai dengan hidayah ?


Ilmu itu harus disertai dengan hidayah, sebab kalau tidak
ilmu itu akan menambah jauh pada pemiliknya dari Alloh
SWT
dasarnya sabda Rosululloh Saw :
“Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah hidayahnya,
maka tidak bertambah (dekatnya ) melainkan semakin jauh dari
Alloh SWT”.

9. Apa sebab menjernihkan hati menggunakan do’a/mujahadah


sebab do’a adalah : senjata bagi orang iman (mukmin) dan
Mujahadah adalah kunci dari pada hidayah sebagaiman
Sabda Nabi :
"Do'a adalah senjata orang mukmin dan tiangnya agama dan
sebagai cahaya (yang menerangi) langit dan bumi”
Dan kata Imam Ghozali RA, Dalam Kitabnya Ihyak
Ulumuddin Juz I / 39.
"Mujahadah adalah kuncinya hidayah, tidak ada kunci untuk
memperoleh hidayah selain Mulahadah”

10. Apakah hidayah Alloh dapat diperoleh atau diusahakan


dengan upaya manusia ? jawabannya tegas DAPAT.

176
Firman Alloh dalam Al Qur’an Surat Al Ankabut ayat 69,
sebagai berikut :
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridloan) KAMI,
sungguh-sungguh akan KAMI tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
KAMI’'.

11. Do’a apa yang paling ampuh menjernihkan hati ?


Do’a yang paling ampuh mustajab adalah doa Sholawat
kepada Rosulullooh SAW dasarnya Sabada Nabi SAW :
“Segala sesuatu itu ada alat pencuci dan pembasuh. Dan adapun
alat pencuci hati seorang mu’min dan membasuhnya dari kotoran
yang*sudah melekat / sudah berkarat itu dengan membaca
Sholawat kepada-Ku". (Saaadatud Daroini hal : 511 ).
Kata Syekh Hasan Al- 'Adawi dalain Syarah Dalailul Khoirot : '
'Sesungguhnya membaca Sholawat kepada Nabi SAW itu bisa
menerangi hati dan mewushulkan kepada Tuhan Dzat yang Maha
Mengetahui perkara ghoib tanpa guru".(Sa'aadatud Daroini 36).

12. Jelaskan hubungan antara kejernihan hati ( mensucikan batin


) dengan kebersihan lahir.?
Hubungan antara keduanya sangat erat sekali dan kebersihan
lahir itu menunjukan kesucian batin pepatah mengatakan :
“ Lahir itu menunjukan batinya”

13. Agama menganjurkan agar semua penganutnya selalu bersih


jasmani dan suci rohaninya ( jernih hatinya ) Tulislah
dasarnya ! dasarnya Alloh Berfirman :
"Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang bertaubat
(mensucikan batin) dan mencintai orang-orang yang mensucikan
diri (mensucikan lahir) -.(Al-Baqoroh ayat : 222).

14. Perhatikan pernyataan di bawah ini!


a. Tidaklah sempurna iman seseorang, kecuali jika ia memandang
bahwa kebersihan lahir dan kesucian batin itu sebagai hal
yang penting dan pokok".
Rosululloh SAW bersabda :

177
"Kebersihan itu sebagian dari iman !”
b. Kebersihan lahir dan kesucian batin adalah pangkal kesehatan
jasmani dan rohani.

15. Bagairnana cara menjaga kebersihan lahir dan apa alatnya !


Cara menjaga kebersihan lahir antara lain : mandi, bersuci,
mencuci, menyapu. Alatnya seperti : air, sabun, sikat, sapu
dll.

16. Perhatikan pernyataan di bawah ini !


Bersuci (THOHAROH) dari hadats dan najis perlu sekali kita
pelajari dengan teliti tata caranya, karena sebagian besar tata
cara ibadah, lahirnya harus keadaan suci dari hadats dan suci
dari najis.

17. Bagaimana Cara pemeliharaan jasmani dan rohani ?


Untuk memelihara jasmani adalah dengan menjaga
kesehatan. Adapun cara memelihara / menjaga kesehatan
jasmani dan rohani adalah sebagai berikut :

Jasmani :
a.Memelihara kebersihan badan dan lingkungan.
b.Makan makanan yang bergizi.
c.Berolah raga dan beristirahat dengan teratur.
d.Berobat bila sakit.
Rohani :
a.Menjaga kesucian batin.
b.Menuntut ilmu yang bermanfaat.
c.Memberi makanan rohani dengan pengabdian diri dan
kesadaran kepada Alloh wa Rasuulallohi SAW.
d.Bermujahadah.

18. Bagaiman hubungan antara kesehatan jasmani dengan


kesehatan rohani?

178
Hubungan kesehatan jasmani dan kesahatan rohani sangat erat
sekali, sebagaimana pepatah mengatakan :
“Akal / rohani yang sehat terletak didalam jasad yang sehat”.
MENSANAA AND CORPORESANO 'Di dalam tubuh yang sehat
terdapat Jiwa yang sehat ".

J. MA‘RIFAT BILLAH WA ROSULIHI SAW .

1. Bagaimanakah definisi ma’rifat


Definisi ma‘rifat sebagai berikut :
 marifat arti secara umum adalah yang dilakukan orang alim
yang sesuai dengan maksud dan tujuan ilmu sendiri.
 Ma‘rifat menurut ahli fiqhi adalah ilmu . setiap ilmu itu
ma’rifat, ma‘rifat itu ilmu, setiap orang alim arif dan setiap
‘arif itu alim.
 Ma‘rifat menurut ahli shufi ialah rasa kesadaran kepada Alloh
akan sifat dan AsmaNYA
2. Sebutkan keutamaan Ma’rifat !
Keutamaan keutamaan ma‘rifat :

a.terhindar dari kerusakan. Berdasarkan dawuh Sayyidina Ali


Karromalloohu Wajhah :
Tidak mengalami kerusakan orang yang menyadari akan
kedudukan dirinya ".

b. Ketika mati akan diberi kebaikan oleh Allah menurut


bilangan makhluk.
"Wahai hamba-KU ketika kamu bertemu dengan Aku dan kamu
ma’rifat kepada KU, maka KU berikan kebaikan menurut bilangan
Makhluk”

3. Apakah ma’rifat Billah itu ?


Marifat menurut bahasa adalah menggetahui Allah SWT.
 Marifat menurut istilah adalah sadar kepada Allah SWT,
yakni : hati menyadari bahwa segala sesuatu, termasuk gerak-
gerik dirinya lahir batin seperti : melihat, mendengar, merasa,

179
menemukan, bergerak, berdiam, berangan-angan ,berfikir dan
sebagainya semua adalah Alloh SWT , yang menciptakan dan
yang mengerakan. Jadi semuanya Billah !.
4. Mengapa Ma’rifat ( sadar Billah ) dinyatakan sebagai
masalah yang paling pokok, pertama dan paling utama ?
Marifat juga dinyatakan sebagai masalah yang paling pokok,
pertama dan paling utama sebab Ma‘rifat Billah adalah soal
Iman, soal tauhid, yang menentukan bahagia atau tidaknya
seseorang, bahkan yang pertama kali yang diperjuangkan
Rosulullah SAW, dimakkah selama 13 tahun, dan wajib kita
memiliki serta kita perjuangkan .
Sebagaimana kata ulama’:
‘‘Bodoh Billah ( tidak sadar Allah ) hukumnya haram, dan Ma’rifat
Billah adalah wajib “ ( Jami’ul Ushul Auliyak Hal 159 )
‘'Pertama kewajiban seseorang adalah Marifat kepada Tuhannya
dengan yakin". (Syekh Ibm Ruslan dalam kitab Zubad)
5. Apa ma’rifat Birrosul SAW dan sebutkan dasarnya !
Ma’rifat Birrosul adalah sadar kepada Rosulullah SAW yakni
hati menyadari bahwa segala sesuatu termasuk gerak gerik
dirinya lahir batin yang diridloi oleh Allah SWT adalah sebab
jasa Rosuulullah SAW.:
Dasarnya
‘‘ Dan tiada KU mengutus Engkau ( Muhammad ) melainkan
rohmat bagi seluruh alam ’’
6. Sebutkan jasa Rosulullooh SAW. Yang paling besar nilainya
bagi ummatnya ! Jasa Rosululloh yang paling tinggi nilainya
bagi umatnya adalah Iman dan Islam.
7. Sebutkan kedudukan Rosulullooh Saw ! kedudukan Beliau
Rosululloh disisi Alloh SWT adalah : sebagai utusan Allah
SWT kepada seluruh umat manusia / makhluk.
"Tidaklah Muhammad itu melainkan sebagai utusan (ALL OH) ".
-Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh, dan kami bersaksi
bahwa Nabi Muhammad SAW itu'adalah utusan Alloh.
Sebagai perantara / saluran Nikmat. dalam hal ini ada dua
(2) bagian:

180
1. Nikmat Ijab : adalah sebagai perantara wujudnya makhluk
dengan melalui Nur Beliau Rosululloh SAW.
Sesungguhnya Beliau Rosululloh SAW perantara yang
terbesar semua ni'mat yang diberikan kepada kita semua,
bahkan Beliau adalah uns.ur daripuk wujudnya semua
makhluq Alloh SWT.
sebagaimana dikatakan dalam Hadist Qudsi, Alloh SWT
berfirman :
"Andaikata tidak ada engkau (Muhammad) AKU (Alloh) tidak
menciptakan makhluq ".
2. Nikmat Imdad : adalah Nur Beliau Rosululloh SAW ,
makhluk yang telah di pelihara kelestariannya.
Dalam hal ini ada dua (2) jalur :
o jalur batiniyah / Rohani
o jalur lahiriyah / jasmani untuk umatnya
dasar nikmat Imdad yang tersalu melalui rohani :
Hadist Shoheh yang diriwayatkan Imam Ahmad, Imam
Turmudzi, AI-Haldm dari Ibm Amfin sebagai berikut :
"Sesungguhnya Alloh SWT menciptakan makhluqNYA di dalam
keadaan gelap, maka Alloh. SWT memancarkan atas diriku dari
Nur-NYA, maka barang siapa terkena pancaran Nur tadi, ia akan
mendapatkan petunjuk dan barang siapa tidak kena Nur itu ia akan
tersesat".
Dasar Ni'mat Imdad yang tersalur melalui lahir.
Dalam Surat AI-Maidah Ayat 15 se'butkan :
"Sesungguh telah datang kepadamu sekalian dari Alloh SWT Nur
(Muhammad SAW) dan Kitab Al - Qur'an yang menerangkan
halal, haram, haq dan bathil “
8. Apa fungsi Beliau Rosululloh SAW ?
Beliau Rosulullah berfungsi sebagai juru selamat umat
manusia dari kesesatan dan kehancuran didunia dan
diakhirat.
9. Bagaimana merealisasi ma’rifat Billah wa Rosulihi Saw.
Secara sempurna ? jelaskan
Ma‘rifat Billah wa Rosulihi SAW baru di anggap sempurna bila
dasari dalam hati diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan

181
dengan amal perbuatan, yakni disamping hati selalu sadar
Billah dan sadar Birrosul, dibuktikan dengan amal perbuatan
lahir selalu taat dan patuh atas segala perintah Allah SWT (
LILLAH ) dan selalu mengikuti tuntunan Rosulullah SAW
(LIRROSUL) dalam kehidupan nyata sehari-hari. atau istilah
lain benar -benar merealisasi dua kalimat Syahadat.
10. bagaimana jalan pintas untuk memperoleh kejernihan hati
dan sadar Billah ( ma’rifat kepada Alloh SWT wa
Rorosulihi SAW) ?
Jalan pintas untuk memperoleh kejernihan hati menuju sadar
(ma‘rifat ) kepada Allah Wa Rosuluhi SAW.
Antaralain :
 memperbanyak taqorub mendekatkan diri dan bertaubat
(memohon ampunan ) Allah SWT.
 memperbanyak Sholawat kepada Nabi SAW.
 memperbanyak Tasyaffuan ( memohon syafa‘at ) kepada
Rosululloh SAW.
 Memohon bantuan (moral) doa restu, memohon barokah,
karomah, nadhro Ghoutsu Hadzaz Zaman RA. Agar
beliau-beliau tersebut berkenan membantu permohonkan
kita kepada Allah SWT.
11. Kita menerima Fadlol yang besar dari Alloh SWT yang harus
di syukuri, yang dapat di pergunakan sebagai alat yang
ampuh dan ringan untuk menjernihkan hati dan Ma’rifat
Billah wa Rosulihi SAW.Apakah Fadlol besar yang di
maksud! Dan bagaiman cara mensyukurinya ? Fadlol yang
besar dari Allah SWT yang berupa ‘‘AMALAN
SHOLAWAT WAHIDIYAH’’ harus di syukuri, yang dapat
dipergunakan sebagai alat yang ampuh dan ringan untuk
menjernikan hati dan ma‘rifat Billah wa Rosulihi SAW. Dan
cara mensyukurinya kita harus mengamalkannya dan
menyiarkan Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah itu

K. SHOLAWAT
1. Apakah pengertian Sholawat ?

182
Sholawat menurut arti bahasa adalah :‘' DO‘A‘'
Menurut istilah adalah:
• Sholawat Alloh SWT kepada Rosululloh SAW berupa
Rohmat dan Kemuliaan( Rahmat Tadhim )
• Sholawat dari malaikat yang kepada Kanjeng Nabi SAW
berupa permohonan rahmat dan kemuliaan kepada Allah
SWT untuk Kanjeng Nabi Muhammad SAW sedangkan
selain Kanjeng Nabi berupa permohonan rahmat dan
ampunan
• Sholawat orang–orang yang beriman ( manusia dan jin )
ialah permohonan rohmat dan kemuliaan kepada Allah SWT.
untuk Kanjeng Nabi SAW, seperti :
ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA
MUHAMMAD

2. Sebutkan dasar membaca Sholawat !


Dasar membaca Sholawat kepada Kanjeng Nabi SAW adalah
Firman Alloh SWT dalam surat Al Ahzab ayat. 56:
Artinya: ‘‘ sesungguhnya Allah beserta para malaikatnya senantiasa
bersholawat untuk Nabi SAW. Hai orang-orang yang beriman
bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan
padanya (Nabi SAW.).

3. Bagaimana hukumnya membaca ? jelaskan !


Mengenai hukum membaca Sholawat, ada beberapa pendapat
dari Ulama ada yang Wajib Bil Ijmal, wajib satu kali semasa
hidup, adapula yang berpendapat Sunnah .pendapat yang
paling masyhur adalah Sunnah mu'akkad akan tetapi membaca
Sholawat pada akhir Tasyahhud akhir dari sholat adalah
Wajib, oleh karena itu sudah menjadi rukunnya sholat.

4. Kita Di samping mempersatukan pendapat para ulama


tentang kedudukan hukumnya membaca Sholawat diatas
yang lebih penting adalah menyadari denan konsekwen
bahwa membaca Sholawat kepada Nabi SAW merupakan
kewajiban Moral dan keharusan budi nurani tiap–tiap

183
manusia lebih–lebih kita kaum mu'minin, apa sebabnya!
karena disebabkan :
• Kita diperintah membaca Sholawat seperti ayat di atas.
• kita semua berhutang budi kepada Kanjeng Nabi
Muhammad SAW yang tidak terhitung. 3. Banyak dan
besarnya , dhohiron wa batinan Syafa'atan wa Haqiqotan.
Faedah dan manfa'at membaca Sholawat kembali kepada yang
membaca sendiri, keluarganya, masyarakat dan makhluk lain
ikut merasakannya bacaan Sholawat tersebut.

5. Apa tujuan membaca sholawat dan bagaimana adabnya ?


Tujuan dari membaca Sholawat adalah Ikraman, tadhiman
wa Mahabbah kepada Kanjeng Nabi SAW. Didalam
membaca Sholawat kita harus memperhatikan adab– adab
dalam membaca Sholawat tersebut.
Adapun adab–adab dalam membaca Sholawat antara lain :
• Niat ikhlas beribadah kepada Alloh SWT tanpa pamrih.
• Tadhim dan mahabbah kepada Rosululloh SAW.
• Hatinya HUDHLUR kepada Alloh SWT dan ISTIHDLOR
( merasa berada di hadapan Rosululloh SAW)
• TAWADDU' ( merendahkan diri ), merasa butuh sekali
kepada pertolongan Alloh SWT, butuh sekali Syafa‘at
Rosululloh SAW.
Adab tersebut merealisasi sabda Rosululloh SAW, sbb :
Artinya ‘‘ Ketika kamu sekalian membaca Sholawat kepada KU
maka bagusilah bacaan Sholawat mu itu . sesungguhnya kamu
sekalian tidak mengerti sekirannya hal tersebut diperlihatkan
kepadaKU ‘‘

6. Apakah Manfa'at dan faedah membaca Sholawat


Manfa'at dan faedah membaca Sholawat antara lain :
• Membaca Sholawat satu kali, balas Alloh SWT rohmat dan
maghfiroh sepuluh kali, membaca sepuluh kali dibalas 100 X
dan seratus kali membaca Sholawat dicatat dan dijamin bebas
dari munafik dan bebas dari neraka, disamping digolongkan
dengan para Syuhadak.

184
bersabda :
“Barang siapa membaca sholawat kepada-Ku 10x, maka Alloh
SWT membalas Sholawat kepadanya 100x, dan barang siapa
membaca Sholawat kepadaku 100x, maka Alloh SWT menulis pada
antara kedua matanya; "bebas d2ri munafzq dan bebas dari neraka
", dan Alloh SWT menempatkan besok pada Yaumul Qiyamah
bersama-sama dengan para Syuhadak”.
• Sebagai amal kebagusan, penghapusan keburukan dan
sebagai pengangkat derajat si pembaca Sholawat.
. Rosulullooh SAW bersabda
''Ya benar, telah datang kepada-ku seorang pendatang dari Tuhan-
Ku kemudian berkata : barang siapa diantara ummat-mu membaca
Sholawat kepada-mu satu kali, maka sebab bacaan Sholawat tadi
Alloh SWT menuliskan baginya 10 kebaikan, dan mengangkat
derajatnya 10 tingkatan, dan.Alloh SWT membalas sholawat
kepadanya sepadan dengan sholawat yang ia baca ".

7. Manusia yang paling banyak membaca Sholawat , dialah


yang paling utama disisi Rosululloh SAW dan yang paling
dekat dengan Beliau besok di hari qiyamat Rosulullooh
SAW bersabda :
“Sesungguhnya manusia yang paling utama disisi-ku pada hari
Qiyamah adalah mereka yang paling banyak bacaan Sholawatnya
kepada-Ku"
ROSULULLOH SAW BERSABDA :
'Yang paling banyak diantara kamu sekalian bacaan sholawatnya
kepada-Ku, dialah paling dekat dengan Aku besok dt hari Qiyamat.
(DARI KITAB SA'ADATUD DAROINI HAL : 58).

8. Sholawat berfungsi Istighfar dan memperoleh jaminan


maghfiroh dari Alloh SWT.
ROSULULLOH SAW BERSABDA :
"Bacalah kamu sekalian sholawat kepada-Ku, maka sesungguhnya
bacaan Sholawat kepada-Ku itu menjadi penebus dosa dan
pembersih bagi kamu sekalian dan barang siapa membaca Sholawat

185
kepada-ku satu kali, Alloh SWT membalas kepadanya sepuluh kali
(RIWAYAT IBNU ABI 'ASHIM DARI ANAS bin' MALIK)

9. Sholawat merupakan pengawal do‘a dan memperoleh


keridhoan serta pembersih amal–amal kita.
ROSULULLOH SAW BERSABDA
'Sholawat kamu sekalian kepada-Ku itu merupakan pengawal bagi
do'a kamu sekalian dan memperoleh keridloan Tuhan-mu, dan
merupakan pembersih amal-amal kamu sekalian (RIWAYAT
DAELAMI DARI SAYYIDINA 'ALI KAROMALLOOHU
WAJHAH).
• Merupakan kunci pembuka hijabnya doa hamba kepada
Alloh SWT dan menjadi jaminan terkabul nya semua do‘a.
ROSULULLOH SAW BERSABDA:
"Segala macam doa itu terhijab~ (terhalangltertutup), sehingga
permulaannya berupa pujian kepada Alloh 'Azza wa Jalla dan
sholawat kepada Nabi SAW kemudian berdo'a, maka do'anya itu
diijabahi". (RIWA YA T IMAM NASAI).
• Orang yang membaca Sholawat 100 X setiap hari, akan di
kabulkan 100 maca, hajat oleh Alloh SWT, yang 70 macam
untuk kepentingan akhirat danyang 30 macam untuk
kepentingan di dunia
ROSULULLOH SAW BERSABDA:
"Barang siapa membaca Sholawat kepada-KU tiap hari 100 kali,
maka Alloh SWT mendatangkan 100 macam hajatnya, yang 70
macam untuk kepentingannya di akhirot, dan yang 30 macam
untuk kepentingannya di dunia " * (DIKELUARKAN OLEH
IBNU MUNDIR DARI JABIR).
• Orang yang membaca Sholawat 1000 X setiap hari, tidak
akan mati sehingga dia melihat tempatnya di sorga.
ROSULULLOH SAW BERSABDA:
'Barang siapa membaca Sholawat kepada-Ku tiap hari seribu kali,
dia tidak akan mati sehingga dia melihat ,tempatnya di surga".
(DARI ANAS bin MALIK).

186
• Orang yang menulis Sholawat dimohonkan ampunan oleh
para Malaikat
ROSULULLOH SAW BERSABDA:
"Barang siapa yang menulis sholawat kepada-Ku di dalam suatu
kitab, maka Malaikat tidak henti-hentinya memohonkan ampun
baginya selagi namaKU masih berada di dalam Kitab itu ".
• Bacaan Sholawat menjadi NUR pada hari Qiamat
ROSULULLOH SAW BERSABDA:
" Hiasilah ruangan tempat pertemuanmu, dengan bacaan Sholawat
kepada-Ku, maka sesungguhnya bacaan Sholawat kamu sekalian
kepada-Ku itu menladi 'NUR" dihari Qyamat”
(DIRIWAYATKAN DARI ANAS bin MALIK)
• Bacaan Sholawat dapat untuk mencuci hati ( operasi
mental ).
ROSULULLOH SAW BERSABDA:
'Segala sesuatu itu ada alat . pencuci dan pembasuh. Adapun alat
pencuci hati seorang mu'min dan pembasuhnya dari kotoran yang
sudah melekatIsudah berkarat itu dengan membaca Sholawat
kepada-Ku -.(SA'AADA TUD DAROINI HAL : 511).
• Sholawat akan melancarkan semua usaha dan
menghilangkan semua kesulitan hidup yang dihadapi.
ROSULULLOH SAW BERSABDA:
Barang siapa yang merasa sulit/ sukar menempuh sesuatu, maka
sesungguhnya Sholawat itu akan membuka kesulitan dan
menghilangkan kesusahan". (H.R. THOBRONI DARI ABI
HUROIROH RAJ.

10. Kecaman terhadap orang yang tidak membaca Sholawat


Kecaman terhadap orang yang tidak membaca Sholawat
antara lain :
• Dia tidak akan melihat wajah Rosulullah SAW
Sabda rosulullooh Saw :
" Tidak akan bisa melihat wajah-Ku tiga macam orang. satu, orang
yang durhaka kepada kedua orangtuanya, nomor dua, orang yang
meninggalkan (tidak mengerjakan) Sunnah-ku, dan tiga, orang yang

187
tidak-membaca Sholawat kepada-Ku ketika (mendengar) Aku
disebut di dekatnya (HADITS MARFU' DARI AISYAH RA).
• Tidak sempurna agamanya.
Sabda rosulullooh Saw :
'Barang siapa tidak mau membaca Sholawat kepada-Ku, maka
tidak dianggap sempurna agamanya ". (RlWAYAT IBNU
HAMDAN DARI IBNU MAS'UDI).
• Dia termasuk sebakhil–bakhil manusia.
Sabda rosulullooh Saw
"Barang siapa (mendengar) Aku disebut di dekatnya dan tidak
membaca Sholawat kepada-Ku, maka dia itulah sebakhil-bakhil
manusia" (RIWAYAT IBNU ABI ASHIM DARI ABI DZARRIN
AL-GHIFFARI).
• Dia bukan golongan Rosululloh SAW.
Sabda rosulullooh Saw
"Barang siapa (mendengar) Aku disebut, didekatnya dan tidak
membaca Sholawat kepadaKu, maka dia bukan dari golongan-Ku
dan Akupun bukan dari golongan dia. Kemudian Rosululloh SAW
melanjutkan sabdanya (dalam bentuk doa : Yaa Alloh,
pertemukanlah orang yang suka berhubungan dengan Aku. dan
putuskanlah (hubungan) orang yang tidak mau berhubungan
dengan Aku (DIRIWAYATKAN DARI ANAS bin MALIK).

11. Jelaskan Keistimewaan membaca Sholawat pada hari jumat


! Keistimewaan membaca Sholawat pada hari jumat siang
ataupun malam diterima langsung oleh Rosululloh SAW
sendiri.
“Perbanyaklah membaca Sholawat kepada-Ku pada tiap hari
Jum'at, maka sesungguhnya bacaan Sholawat ummat-Ku pada tiap
hariJumat itu diperlihatkan kepada-Ku “(Diriwayatkan oleh
Baihaqi dengan sanad Hasan dari Abi Umamah)

12. Bagaiman pandangan para ulama mengenai sholawat ?


Banyak pandangan–pandangan dan pendapat para ulama
mengenai Sholawat. ada yang di angkat dari qoidah–qoidah
agamis dan ada pula yang berdasarkan atas keyakinan dan

188
pengaruh zaman Dzauqiyah dan hasil–hasil dari mukasyafah
antara lain :
a. Bacaan Sholawat adalah jalan kesurga kata Abu Huroiroh
RA.:
“Membaca Sholawat kepada Kanjeng Nabi SAW adalah jalan
menuju ke sorga ".
b. Memperbanyak bacaan Sholawat suatu tanda golongan / ahli
sunnah kata Sayyidina 'Ali Zainul 'Abidin bin Husain bin
'Ali bin Abi Tholib Rodliyallohu anhum :
“Tanda-tanda ahli Sunnah ialah memperbanyak bacaan Sholawat
kepada Kanjeng Nabi Sholialloohu 'alaihi wa Sallam ".
c. Jalan yang paling dekat kepada Alloh SWT pada akhir
zaman.
Jalan yang paling dekat (menuju) kepada Alloh SWT pada akhir
Zaman khususnya bagi orang-orang yang berlarut-larut banyak
dosa, adalah memperbanyak istighfar dan membaca Sholawat
kepada Nabi SAW".(Dari Kitab Sa`aadatud Daroini).
d. Untuk menjernihkan hati dan Marifat Billah.
"Sesungguhnya membaca Sholawat kepada Kanjeng Nabi SAW itu
(dapat) menerangi hati dan mewushulkan tanpa guru kepada Alloh
SWT Dzat yang Maha Mengetahui segala perkara Ghaib "..
(Sa'aadatud Daroini Hal : 36).

f. Sholawat dapat mewusulkan tanpa guru.


“Secara keseluruhan, membaca Sholawat kepada Nabi SAW itu
(dapat) mewushulkan kepada Alloh SWT tanpa guru. Oleh karena
sesungguhnya Guru dan Sanad di dalam Sholawat itu adalah
Shoohibush Sholawat (Ya'ni Rosululloh SAW), oleh karena
Sholawat itu diperlihatkan kepada Beliau SAW dan Alloh SWT
membalas (memberi) Sholawat kepada si Pembaca Sholawat.
Berbeda dengan lainnya Sholawat dari bermacam-macam dzikir itu
(harus) ada guru (mursyid) yang arif Billah. Kalau tidak, maka
syetan akan masuk ke dalam amalan dzikir itu dan orang yang
dzikir tidak dapat memperoleh manfaat daripada dzikirnya". (Juga
disebutkan dalam Saaadatud Daroini hal : 90).

189
g. Sholawat diterima secara mutlak oleh Alloh SWT.
Kata Syekh Showi dalam Tafsir showinya :
'Dan sesungguhnya para Ulama' sudah sependapat bahwa
sesungguhnya bermacam-macam amal itu ada yang diterima dan
ada yang ditolak terkecuali Sholawat kepada Nabi SAW. Maka
sesungguhnya Sholawat kepada Nabi SAW itu "Maqbuulatun
Qothl'an "(pasti diterima) ". (Taqriibul Ushul Hal : 5 7).
f. Menambah rasa cinta kepada Allah SWT wa Rosulihi SAW.
“Berkata AI-Allamah Syamsuddin bin Qoyyim dalam Kitabnya
Jalaail afham : sesungguhnya Sholawat itu menjadi sebab
langsungnya rasa cinta kepada Alloh SWT wa Rosulihi SAW &
dapat meningkat berlipat-lipat rasa cintanya. Cinta yang demikian
itu menjadi ikatan daripada beberapa ikatannya iman, dimana
iman itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya -.
g. Tercetaknya pribadi Rosululloh SAW dalam hati orang yang
membaca Sholawat.
Setengah dari pada faedah membaca Sholawat yang paling besar
adalah tercetaknya Shuroh Rosululloh SAW di dalam hati si
pembaca Sholawat (Sa'aadatud Daroini Hal : 106).
h. Orang yang ahli Sholawat ketika sakaratul maut dirawuhi
oleh Beliau SAW.
"Barang siapa keadaan hidupnya memperbanyak Sholawat kepada
Rosululloh SAW, maka ia berhasil mendapat kebahagiaan yang
besar sekali, karena ketika sakarotul Maut Rosululloh SAW rawuh
di hadapannya (Sa'aadatud Daroini Ha : 516).
i. Mudah mimpi ketemu Rosulullooh saw.
"Sesungguhnya memperbanyak Sholawat dengan mernakai redaksi
yang mana saja berfaedah bisa bermimpi ketemu Rosululloh SAW,
dan apabila berhasil dengan sungguh-sungguh memperbanyak serta
membiasakan/ melanggengkan, maka pembaca Sholawat itu
meningkat bisa melihat Rosululloh SAW dalam keadaan jaga ".
Beliau almukarom Asy Syekh Al-'Arif Billah Romo K.H.
Abdoel Majid Ma'roef Mualif Sholawat Wahidiyyah berkata
antara lain

190
''Membaca sholawat adalah termasuk ibadah sunnah yang paling
mudah. Artinya tidak ada syarat-syarat tertentu seperti pada ibadah-
ibadah sunnah lainnya. Dan diberi bermacam-macam kebaikan
yang tidak diberikan didalam ibadah-ibadah sunah lainnya seperti
membaca Qur'an , dzikir, sholat sunnah dan lainnya. Yaitu
membaca sholawat spontan menerima Syafa'at dari membaca
sholawat itu sendiri. Disamping itu membaca Sholawat sudah
mengandung dzikir, istighfar dan mengandung Do'a Li-Qodloil
hajat. ini bukan berarti dengan membaca sholawat, tidak usah yang
lain-lain bukan berarti begitu tapi kita harus ‘‘YUKTI KULLAA
DZI HAQQIN HAQQAH''.dengan mengisi di segala bidang .”
13. Segalah macam Sholawat mempunyai kedudukan yang
sama tetapi satu dengan yang lain mempunyai fadlilah yang
berbeda – beda, apa sebabnya !
Segalah macam Sholawat mempunyai kedudukan yang sama
tetapi satu dengan yang lain mempunyai fadlilah yang
berbeda – beda, ini di sebabkan adanya beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap fadlilah Sholawat yaitu disamping dari
Alloh SWT dan Syafaat Rosululloh SAW, falilahnya ada
hubungannya dengan :
• Kondisi Muallif Sholawat terutama kondisi batiniyah
• Susunan Redaksi Sholawat
• Situasi dan kondisi masyarakat ketika Sholawat itu di ta‘lif
• Tujuan Sholawat itu di ta‘lif
• Situasi dan kondisi si pembaca Sholawat.
• Adab lahir dan batin ketika membaca Sholawat.

14. Macam macam Sholawat dapat di golongkan menjadi 2


golongan yaitu Sholawat Ma‘tsuroh Sholawat Ghoiru
Matsuroh. Jelaskan !

a. Sholawat Ma‘tsuroh : Sholawat yang redaksinya langsung dari


Alloh SWT misalnya Sholawat Ibrohimiyah, yaitu seprti
dalam bacaan Tasyahhud akhir Sholawat tersebut tidak ada
kalimat SAYYIDINAnya. Ini menunjukkan akan keluhuran
budi Kanjeng Nabi SAW, selalu sederhana dan tawaddu,yang

191
harus di tiru oleh para umat , adapun kita sering membaca
kalimat Sayyidina itu ditambahkan dari para sahabat, sebagai
pernyataan penghormataan , ikroman wa mahabbatan.
firman Alloh SWT :
janganlah kamu sekalian memanggil / menyebut pada Rosul seperti
halnya engkau memanggil / menyebut diantara kamu sekalian".
Sabda Rosululloh SAW : .
''Saya gusti (pemimpinnya) anak cucu Adam tidak Saya tonjol-
tonjolkan (sombong) dan saya permulaannya orang yang
dibangunkan dari kubur, dan Saya permulaannya orang yang
memberi Syafa'at (pertolongan), dan permulaannya orang-orang
yang mendapat syafa'atNYA, ditangan saya benderanya pujian &
dibawah bendera itu Nabi Adam AS beserta anak cucunya".
b. Sholawat Ghoiru Matsuroh : Sholawat ghoiro ma'tsuroh
yaitu: yaitu sholawat yang disusun oleh selain kanjeng nabi
SWT yaitu : yaitu oleh para sahabat, tabi'in, ailiyak, para
ulama' dan umumnya orang islam. Misalnya: Shollawat
nariyah, munjiyat, badawi, bardah dan masih banyak lagi.
Diantara sholawat Wahidiyyah.

15. Macam-macam nama sholawat dapat dibagi 2 bagian


sebutkan !.
Macam-macam nama sholawat dapat dibagi 2 bagian yaitu :
• Nama sholawat yang disesuaikan dengan maksud Do'a
yang terkandung didalamnya . misalnya : Sholawat
Wahidiyyah, Nariyyah.
• nama sholawat disesuaikan dengan nama muallifnya.
Misalnya: sholawat badawi (Disusun oleh imam badawi),
sholawat masyisiyah (disusun oleh syekh abdul salam Bin
Masysyi Ghouts Fii Zamanihi).

16. Ada berapa macam redaksi sholawat ? sebutkan !

192
Ada berapa macam redaksi sholawat yaitu :
a. Sholwat yang berbentuk permohonan kepada Allah SWT
seperti :
ALLOHUMMA SHOLLI 'AALA SAYYIDINAA MUHAMMAD
b. Sholawat yang langsung dihaturkan kepada beliau nabi
muhammad SAW misalnya :
ASSHOLAATU WASSALAAMU 'ALAIKA WA 'ALAA ALIKA
YAA SAYYIDII YAA ROSULALLOH
c. Sholawat yang redaksinya hanya merupakan kalam khobar :
SHOLLALLOHU 'ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD.

17. Bagaiman Kisah membacanya Sholawat Nabi Adam AS dan


Nabi Musa A.S kepada Muhammad SAW
Kisah membacanya Sholawat Nabi Adam AS dan Nabi Musa
A.S kepada Muhammad SAW adalah :
• Kisah Nabi Adam AS membaca Sholawat kepada
Rosululloh SAW.
Diceritakan dalm Hadits (Sa'aadatud Daroini hal;88).
Ketika Alloh SWT 'azza,waJalla telah menciptakan Nabi Adam AS
nenek moyang kita dan setelah membukakan penglihatan matanya,
maka memandanglah Nabi Adam AS pada 'ARSY dan melihat
tulisan 'MUHAMMAD' diatas 'PENDOP0'-NYA'ARSY, maka
maturlah kepada Alloh,-: Duhai Tuhanku, adakah orang yang lebih
mulya disampingMU selain aku".Jawab Alloh SWT: "Benar, Yaitu
nama seorang Nabi dari keturunan-mu yang lebih mulya disamping-
MU dari pada engkau.Dan jika tidak karena Dia, AKU tidak
menciptakan langit, bumi,surga dan neraka"
Setelah Alloh menciptakan Ibu Hawa dari tulang rusuk kiri
Nabi Adam AS, maka Nabi Adam AS mengarahkan
pandangannya keatas dan terlihatlah olehnya "satu makhIuq"
yang lain dari padanya seorang wanita cantik jelita yang
karenanya Alloh SWT memberikan rasa syahwat kepada Nabi
Adam AS. Dan ketika itu maturlah Nabi Adam AS kepada
Alloh SWT :
Maturnya : Muhai Tuhanku, siapakah gerangan itu ?
Jawab Alloh : 'Itu Hawa".

193
Nabi Adam AS: "Kawinkanlah aku Yaa Alloh dengan dia".
Alloh SWT : "Beranikah engkau membayar maskawinnya ?"
Nabi Adam AS: "Berapakah maskawinnya ?
Alloh SWT :"Supaya engkau membaca Sholawat kepada yang
mempunyai nama (Muhammad SAW), 10 kali".
Nabi Adam AS: "JIka kulakukan itu apakah Tuhan telah
mengawinkan dia dengan aku?"
Alloh SWT : "Benar demikian".
Kemudian Nabi Adam AS membaca Sholawat sepuluh kali kepada
Junjungan kita Kangeng Nabi Besar Muhammad SAW. Maka
bacaan Sholawat sepuluh kali itu sebagai maskawinnya Ibu Hawa.
. KISAH NABI MUSA MEMBACA SHOLAWAT
KEPADA ROSULULLOH SAW.
Dikisahkan di dalam Kitab "Syifa'ul Asqom", Syekh Al Hafidz
Abi Nuaem menceriterakan bahwa menurut hadits ada
diceriterakan wahyu Alloh SWT kepada Nabi Musa AS
sebagai berikut :
Firman : Alloh *"Wahai Musa, apakah-engkau ingin AKU ' lebih
dekat kepadamu dari dekatnya kalammu terhadap lesanmu, supaya
AKU lebih dekat kepadamu daripada dekatnya pandangan matamu
terhadap matamu dan supaya AKU lebih dekat kepadamu daripada
dekatnya rohmu terhadap badanmu. ?
Jawab Nabi Musa AS : "benar duhai Tuhanku''.
Firman Alloh : "Perbanyak membaca Sholawat kepada Muhammad
Nabi-KU''

L. PENJELASAN SHOLAWAT WAHIDIYAH

1. APA Sholawat Wahidiyah itu


Sholawat Wahidiyah adalah rangkaian do’a Sholawat Nabi
(Shollallohu ‘alaihi wasallam) sebagaimana tertulis di dalam

194
lembaran Sholawat Wahidiyah, termasuk tatacara dan adab
pengamalannya.

2. Tunjukan lembaran Sholawat Wahidiyah yang di maksud


dan bagaimana cara mengamalkanya
(Jawabannya terlampir )

3. Apakah faedah Sholawat Wahidiyah ?


Faedah Sholawat Wahidiyah untuk menjernikan hati dan
Ma‘rifat Billah (sadar kepada Alloh SWT) wa Rosuluhi
SAW.
Bersabda Rosululloh : “Barang siapa membaca shalawat
kepadaku satu kali, maka Alloh membalas shalawat kepadanya
sepuluh kali; dan barang siapa membaca shalawat kepadaku seratus
kali, maka Alloh menulis pada antara kedua matannya : “bebas dari
munafiq dan bebas dari neraka”, dan Alloh menempatkannya besok
pada Yaumul Qiyamah bersama-sama dengan para suhadak”.
(Riwayat Thabrani dari Anas bin Malik)

4. Siapa yang boleh mengamalkan Sholawat Wahidiyah ?


Boleh di amalkan oleh siapa saja pria, wanita, tua muda, dari
aliran atau golongan dan bangsa manapun juga, pokoknya
tidak pandang bulu, boleh mengamalkan Sholawat
Wahidiyah.

5. Solawat wahidiyah telah di ijazahkan secara mutlak ,


jelaskan ?
Sholawat Wahidiyah telah diberi ijazah secara mutlak oleh
mu‘allifnya yaitu AL MUKARROM ROMO KYAI HAJI
ABDOEL MADJID MA‘ROEF, Pengasuh Pondok
Pesantren Kedunglo Kota Kediri Jatim, bahkan dianjurkan
supaya di sebar luaskan kepada masyarakat luas tanpa
pandang bulu secara ikhlas dan bijaksana.

6. Sholawat Wahidiyah memiliki beberapa kandungan ,


sebutkan !

195
Kandungan-kandungan Sholawat Wahidiyah :
 Materi rangkaian do‘a Sholawat
 Etika / tata cara pengamalan Sholawat Wahidiyah dan
Ajaran Wahidiyah
 Ajaran pokok Wahidiyah.
 Perjuangan Wahidiyah

7. Sebutkan materi rangkaian do’a Sholawat


Materi rangkaian do‘a Sholawat Wahidiyah adalah :
o Hadiah / tawasyul bacaan fatihah kepada Rosululloh
SAW dan Ghoutsu Hadzaz Zaman wa A‘wanihi
Rodliyalloohu ‘Anhum
o Sholawat Wahidiyah (ALLOOHHUMMA YAA
WAHIDU ..............dan seterusnya ).
o Sholawat Ma’rifat (ALLOOHUMMA KAMAA ANNTA
...............dan seterusnya ).
o Sholawat Tsaljul Qulub (YAA SYAFIAL KOLQOSH
.............. dan seterusnya ).
o N idak kepada Rosuulloh (YAA SAYYIDII YAA
ROSULALLOH ).
o Istighoutsah (YAA AYYUHAL GHOUTSU.
....................... dan seterusnya )
o Tasyafu‘an/memohon syafaat untuk diri sendiri,
keluarga, dan umat masyarakat (YAA SYAFIAL
KHOLQI HABIBALLOH ........... .............. dan
seterusnya ).
o Doa sholawat yang berisi permohonan agar dalam waktu
singkat ummat masyarakat sadar kepada Alloh SWT wa
Rosulihi SAW, mohon ampun agar dimudahkan bersatu
dalam fafiruu Ilalloh (YAA ROBBANALLAHUMMA
........... dan seterusnya )
o Permohonan barokah untuk segala yang di ciptakan oleh
Alloh SWT. ( ALLOHUMMA BAARIK....................
dan seterusnya )
o Permohonan barokah dalam Mujahadah.
o Istighroq.

196
o Do‘a ajakan kepada masyarakat untuk Fafirru Ilalloh.
 Etika / tata cara pengamalan Sholawat Wahidiyah dan
Ajaran Wahidiyah.
 Ajaran pokok Wahidiyah.
 Perjuangan Wahidiyah.

8. Rangkaian Sholawat Wahidiyah sesuai dengan sabda


Rosululloh Saw. Sebutkan !
"Apabila salah satu diantara kamu semua menghendaki
permohonan sesuatu kepada Alloh SWT, maka awalilah dengan
memuji dan menyanjung kepada Alloh SWT yang sepantasnya /
sewajarnya, kemudian bacalah Sholawat kepada Rosululloh SAW
dan mohonlah menurut kebutuhanmu, maka patutlah do’a itu
dikabulkan oleh Alloh SWT".

9. Jelaskan sejarah lahimya sholawat wahidiyah !


Sholawat Wahidiyah lahir di Pondok Pesantren Kedunglo
Kota Kediri Jawa Timur pada tahun 1963.

10. Mengapa Sholawat Wahidiyah diamalkan dan di


perjuangkan ?!
Sholawat Wahidiyah diamalkan dan di perjuangkan karena
disebabkan :
 adanya kerusakan mental manusia, masyarakat dewasa
ini telah di ambang pintu kehancuran, dilanda arus nafsu
sehingga mereka tenggelam dalam lautan munkarot dari
kebodohanya tentang kesadaran kepada Allah SWT wa
Rosulihi SAW. Sholawat Wahidiyah dan Ajaranya telah
dibuktikan keampuhannya mampu membawa masyarakat
kembali kepada Allah SWT wa Rosulihi SAW.
Sebagaimana sabda Rosululloh SAW:
"Akan teriadi di kalangan ummat_Ku beberapa fitnah dan tidak
ada yang selamat dari fitnah itu, kecuali orang yang (hatinya)
dihidupkan Alloh SWT dengan memiliki ilmu. Imam Turmudzi
berkala .. yang dimaksud ilmu oleh Rosululloh SAW, ialah ILMU
BILLAH “

197
 Sholawat Wahidiyah dalam cara mengamalkannya
diatur praktis disertai dengan etika ( adab ) Ubudiyah
kepada Alloh SWT wa Rosulihi, simpel / efektif,
efesien mudah dan ringan diamalkan.
 Sesuai dengan maksud dan tujuan Pengamalan
Sholawat Wahidiyah. Untuk menjernihkan hati dan
Ma‘rifat Billah, sedangkan menjernihkan hati dan
ma‘rifat Billah adalah wajib hukumnya.
 Sholawat Wahidiyah dan kandugannya berdasarkan Al
- Qur‘an dan Al - Hadits

11. Apa dasar pengamal Sholawat Wahidiyah ?


Dasar pengamalan Sholawat Wahidiyah adalah perintah
Alloh SWT wa Rosulihi SAW :
Allah SWT berfirman :
‘‘ sesungguhnya Allah beserta para malaikatnya senantiasa
bersholawat untuk Nabi SAW. Hai orang orang yang beriman
bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan
kepadanya (Nabi SAW.).
Sabda Rosululloh SAW.:
‘‘Bacalahlah Solawat kamu sekalian kepada-KU, oleh karena
sesungguhnya bacaan Sholawat kepada-KU itu merupakan
penwmbus dosa dan pembersih bagi kamu sekalian, dan barang
siapa membaca Sholawat pada-KU satu kali Alloh SWT memberi
Sholawat kepadamu sepuluh kali ‘‘
12. Apa tujuan pengamalan Sholawat Wahidiyah ?
Tujuan Pengamalan Sholawat Wahidiyah adalah :
 Ta‘dhim kepada Alloh SWT wa Rosulihi SAW Dalam
Kitab Sa'aadatud-daroin hal 373 disebutkan :
'Sesungguhnya maksud dari membaca Sholawat kepada Rosululloh
SAW, hanya Ta’dhiman atau mengagungkan beliau beserta
melahirkan butuh permohan Beliau untuk dimohonkan kepada
Alloh SWT dan Rohmat-Nya yang sesuai dengan makom
kedudukan keluhuran Rosululloh SAW disisi Alloh SWT.
Andaikata tidak demikian, maka Rosululloh SAW sama sekali
tidak membutuhkan kepada Sholawat kita, karena Alloh SWT telah

198
melimpahkan bermacam-macam'kesempurnaan kepada beliau yang
tidak ada batasnya".
Meningkatkan rasa Mahabbah kepada Alloh SWT wa Rosulihi
SAW dan mengikuti kepada Sholawat Alloh SWT dan para
Malaikat-NYA.
Dalam Kitab Sa'aadatud Daroini hal..530 diterangkan
"Sesungguhnya Rosululloh SAW itu kekasih Alloh SWT,yang tinggi
kedudukannya disisi Alloh SWT, dan sesungguhnya Alloh SWT
dan para Malikat-NYA telah berSholawat kepada-Nya. Maka
wajiblah mencintai kekasih Alloh SWT dan Taqorrub /
mendekatkan diri kepada Alloh SWT dengan mencintai,
mengagungkan serta menghaturkan Sholawat kepada kekasih Alloh
SWT dan juga mengikuti Sholawat-NYA (Alloh) serta sholawatnya
para Malaikatnya Alloh.”
Tujuan akhir dari pegamalan Sholawat Wahidiyah adalah
Penerapan Ajaran Wahidiyah : LILLAH, BILLAH,
LIRROSUL, BIRROSUL, LILGHOUTS, BILGHOUTS,
YUKTI KULLADZI HAQQIN HAQQAH, TAQDIMUL
AHAM, TSUMMAL ANFA, FAL ANFA / FAFIRRU –
ILALLOH WA ROSULIHI SAW.

N. MUJAHADAH
1. Apakah pengertian mujahadah.
• Pengertian MUJAHADAH secara umum adalah : berjuang,
bersungguh – sungguh, berperang melawan musuh.
Didalam Wahidiyah yang dimaksud adalah bersungguh–
sungguh memerangi dan menundukkan hawa nafsu untuk di
arahkan kepada kesadaran Fafirru – Ilalloh wa Rosulihi
SAW.

199
• Pengertaian MUJAHADAH secara KHUSUS adalah :
Pengamalan Sholawat Wahidiyah atau sebagian dari padanya
menurut adab, cara dan tuntunan yang diberikan oleh Muallif
Sholawat Wahidiyah, sebagai penghormatan kepada
Rosululloh SAW dan sekaligus merupakan doa permoohonan
kepada Alloh SWT yang diperuntukkan diri pribadi dan
keluarga baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal dunia, bagi bangsa dan negara serta pemimpin
mereka di segala bidang dan umumnya bagi segalah makhluk
ciptaan Alloh SWT.

2. Sebutkan dasar Mujahadah !.


Alloh SWT berfirman :
Artinya : ‘‘ Dan orang – orang yang bersungguh – sungguh untuk
mencari keridloan kami, benar – benar Kami tunjukkan kepada
mereka jalan – jalan Kami ''
Syekh Imam Al-Ghozali Berkata :
‘‘Mujahadah adalah kunci hidayah tidak ada kunci untuk
memperoleh hidayah selain Mujahadah''

3. Apakah faedah Mujahadah ?


Faedah Mujahadah antara lain :
• Menjernikan hati dan marifat Billah ( sadar kepada Alloh )
• Memperoleh hidayah Taufiq Allah SWT, Syafaat Tarbiyah
Rosululloh SAW, Barokah Ghoutsu Hadzaz Zaman R.A
• Mendidik menjadi orang yang sholeh / Sholihah, yang
senantisa mendoakan kedua orang tuanya / leluhurnya.
• Keamanan, ketentraman , kedamaian kesejahteraan, dan
keberkahan hidup.

4. Sebutkan adab – adab Mujahadah ?!


Adab – adab Mujahadah adalah :
• Dijiwai Lillah – Billah, Lirrosul – Birrosul, Lilghouts –
Bilghouts
• HUDLUR : hati showan/ingat/menghadap kepada Alloh
SWT.

200
• ISTIHDLOR : merasa benar – benar berada dihadapan Alloh
SWT.
• Disertai TA‘DHIM ( menghormat ) dan MAHABBAH (
mencintai ) Rosululloh SAW.
• Disertai dengan Tadzallu (merasa rendah dan hina ) wal Iftiqor
( merasa sangat membutuhkan ) TADHOLLUM ( merasa
dholim dan berlarut – larut penuh dengan dosa dihadapan
Alloh SWT wa Rosulihi SAW wa Ghouts Hadzaz - Zaman
Ra.
• Berkeyakinan bahwa Mujahadahnya / doanya diijabahi (
diterima ) oleh Allaoh SWT ( jangan sampai ragu – ragu ).
• Merasa benar – benar ma'mum / mengikuti Hadrotul Mukaram
Mbah Yahi, maka gaya, lagu, sikap, dan cara melaksanakan
Mujahadah harus sesuai dengan tuntunan Beliau .
• Adab lahir supaya di sesuaikan dengan adab batin dan di
anjurkan dalam keadaan dalam hadats ( tidak batal ).

5.Sebutkan macam – macam Mujahadah :


macam – macam mujahadah adalah :
• Mujahadah Yaumiyah
• Mujahadah Usbu iyyah
• Mujahadah Syahriyah
• Mujahadah Ru`‘busanah
• Mujahadah Nishfusana
• Mujahadah Kubro
• Mujahadah Khusus
• Mujahadah Non stop
• Mujahadah Momenti / Waktiyah
• Mujahadah Muqaddimah
• Mujahadah 40 hari.

6. Apa yang di maksud dengan Mujahadah 40 hari !


Mujahadah 40 hari. : adalah Mujahadah yang dilaksanakan
selama 40 hari dengan cara – cara sebagaimana yang tertulis
didalam Lembaran Sholawat Wahidiyah

201
7. Apa yang di maksud dengan Mujahadah Yaumiyah?
Mujahadah Yaumiyah : adalah Mujahadah yang dilaksanakan
setiap hari oleh seiap pengamal Wahidiyah sesudah
melaksanakan mujahadah 40 hari.

8 Apa yang di maksud dengan Mujahadah Usbu iyyah?


Mujahadah Usbu iyyah : adalah Mujahadah berjamaah yang
dilaksanakan seminggu sekali oleh pengamal Wahidiayah satu
kelompok / satu kampung / satu desa yang diatur oleh Penyiar
Sholawat Desa.

9 Apa yang di maksud dengan Mujahadah Syahriyah!


Mujahadah Syahriyah : adalah mujahadah yang dilaksanakan
oleh pengamal Wahidiyah sewilayah kecematan dalam
sebulan/delapan hari sekali, yang diatur oleh pengamal
Wahidiyah Desa.

10 Apa yang di maksud dengan Mujahadah Rubu'ussanah/


Triwulan?
Mujahadah Rubu'ussanah / Triwulan : adalah Mujahadah
yang dilaksanakan oleh pengamal Wahidiyah sekab./ Kodya
dalam tiga bulan sekali yang diatur oleh pengamal Wahidiyah
Kab. / Kodya.

11. Apa yang di maksud dengan Mujahadah Nisfussanah ?


Mujahadah Nisfussanah : adalah yang dilaksanakan seluruh
pengamal Wahidiyah sewilayah propinsi dalam setengah tahun
sekali yang diatur oleh penyiar Sholawalat Wahidiyah Propinsi

12. Apa yang di maksud dengan Mujahadah Kubro ?


Mujahadah Kubro : adalah Mujahadah yang dilaksanakan
seluruh pengamal Wahidiyah dua sekali setahun yaitu : Bulan
Suro, / Muharam dan Bulan Rojab, yang diatur oleh Penyiar
Sholawat Wahidiyah Pusat.

202
13. Apa yang di maksud dengan Mujahadah Khusus ?
Mujahadah Khusus : adalah Mujahadah yang dilaksanakan
secara khusus . misalnya Mujahadah yang dilaksanakan
sebelum melaksanakan tugas, Mujahadah Lapanan, Triwulan,
Kubro dsb.mujahadah yang dilaksanakan secara khusus oleh
anggota Penyiar Sholawat Wahidiyah

14. Apa yang di maksud dengan Mujahadah Non stop


Mujahadah Non stop : adalah Mujahadah yang diklaksanakan
terus – menerus dalam waktu yang di tentukan secara estafet.

15. Apa yang di maksud dengan Mujahadah Momentil/


Waktiyah
Mujahadah Momentil / Waktiyah: adalah Mujahadah yang
dilaksanakan pada waktu tertentu yang diintruksikan oleh
Penyiar Sholawa wahidiyah Pusat misalnya Menjelang
Pemilu, Hari Besar Islam / Nasional dsb.

16. Apa yang di maksud dengan Mujahadah Muqaddimah


Mujahadah Muqaddimah : adalah Mujahadah yang
dilaksanakan dalam resepsi acara–acara Wahidiyah, lazimnya
sebagai mata acara yang ketiga atau mujahadah yang di
laksanakan sebelum musyawarah- musyawarah Wahidiyah /
pengajian–pengajian Wahidiyah . mujahadah tersebut istilah
populernya disebut ‘‘ Muqodimah Sholawat Wahidiyah ''

17. Bagaiman tuntunan imam Mujahadah ! tuntunan imam


Mujahadah adalah :
a. Menerapkan adab – adab Mujahadah seperti tersebut di atas
b. Sebelumnya mujahadah khusus sendiri.
c. MengucapkEm salam dengan baik dan menghayati
maksudnya, kemudian membaca basinalah dan khuthbah ala
Wahdiyah. (Juga supaya dihayati maksudnya). Amma Ba'du.
d. Bacaan ILAA HADROTI tidak perlu dibaca keras,cukup
dalam hatinya.

203
e. Banyaknya bilangan pembacaan tiap-tiap bagian disesuaikan
dengan ketentuan yang ada.
f. Untuk meniakhiri melaksanakan tugas,menjucap : wabillaahit.
Tauflq wal hidaayah wa minar Rosuli SAW Asy Syafa'ah wat
Tarbiyah wamin Ghoutsi Hadaz Zaman Rodliyalloohu 'anh
An Naddroh wal barokah. Wassala amu 'alaikum Wr. Wb.

18. Apa yang di maksud dengan Nidak Fafirru- ilalloh


menghadap 4 penjuru?
Nidak Fafirru- ilalloh menghadap 4 penjuru maksudnya
adalah mengajak secara bathiniyah agar umat dan masyarakat
sedunia termasuk diri kita sendiri sekeluarga cepat- cepat lari
kembali mengabdi diri dan sadar kepada Alloh SWT.

19. Bagaiman cara melaksanakanya ?


Cara melaksanakannya :
a. Sikap batin mengetrap jiwa sekuat – kuatnya memohon kepada
Alloh SWT gar Nidak / ajakan ini disampaikan kepada hati
sanubari ummat masyarakat seluruh dunia termasuk diri kita
sendiri keluarga, dengan kesan yang mendalam .
b. sikap lahir disesuaikan dengan batin, kedua tangan lurus
disamping kedua paha, pandangan mata lurus kedepan, (
tidak menunduk dan tidak menoleh ) pemindahan arah harap
sesudah sempurna membaca Waqulja.....dan mendahulukan
kaki kanan.
c. yang di baca setiap arah adalah Al Fatihah 1x Fafirru ilalloh
3X, Waqulja..... dsb 1x. Yang pertama menghadap barat,lalu
kearah utara, timur , dan selatan.

20. Apa artinya Fafiruuilallooh ?


Artinya :”Larilah kembali kepada Alloh”

21. Apa artinya Waqulja.......dst.!


Artinya Waqulja........dst artinya : dan katakan lah (wahai
Muhammad ) perkara yang Haq telah datang dan musnahlah
perkra yang batil sesungguhnya perkara yang batal itu pasti

204
akan hancur / musnah Waqulja..dst maksudnya : adalah
memohon supaya perbuatan dan akhlak – akhlak yang jahat
dan yang merugikan ummat masyarakat segera di ganti oleh
Alloh dengan akhlak yang baik yang membuahkan manfaat
dan menguntungkan ummat dan masyarakat yang diridloi
oleh Alloh SWT wa rosuliihi SAW apabila memang menjadi
suratan takdir tidak bisa di perbaiki lagi , dari pada semakin
lama, semakin berlarut – larut, makin hebat menimbulkan
kerusakan dan kehancuran lebih baik lekas di musnakan saja !
ini soal mental bukan soal fisik. Terutama kita arah kan untuk
diri kita sendiri .

22. Apakah maksud dan tujuan tasyafu'an dengan berdiri ?


Maksudnya adalah untuk mencetuskan rasa Ta'dhim
(menghormat) memulyakan dan mencinta sedalam-dalarnnya
kepada Rosululloh SAW wa Ghoutsi Hadzaz Zaman wa
saairi ahbaabillaahi RA, dengan hati yang tulus semumi-
murninya.
DASARNYA : SABDA NABI SAW :
'Berdirilah kamu sekalian untuk menghormat pimpinan atau orang-
orang pilihanmu ".

23. Darimana datang nya tangis dan apa sebabnya ?


Tangis datang dari diri orang menangis itu sendiri yang
disebabkan oleh adanya suatu sentuhan jiwa atau rangsangan
batin.
Contoh sebab – sebab adanya tangis :
• Tangisnya bayi disebabkan adanya sesuatu yang di butuhkan
atau yang dirasakan pada dirinya seperti lapar, sakit, badan
terasa kotor, dll.
• Sebab adanya susah karena mengalami musibah atau
penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili,
kehilangan kekasih, harta benda dll.
• Sebab terlalu senang / gembira.
• Sebab terlalu takut pada sesuatu.

205
• Sebab adanya sesuatu yang berhubungan atau berkaitan kepada
Alloh SWT. Wa Rosulihi SAW dalam jiwa yang menangis.

24. Tangisan dalam Wahidiyah itu berhubungan dengan siapa ?


Tangis didalam Wahidiyah adalah tangis yang berhubungan
atau berkaitan dengan Alloh SWT. Wa Rosulihi SAW dan
motif tangis dalam Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam –
macam faktor ( pengaruh )
Misalnya :
• karena perasaan takut ( Khosyyah ) kepada Alloh SWT
• Karena adanya sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa
penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedholiman,
merugikan masyarakat dsb.merasa berasa berdosa kepada
Alloh SWT, berdosakepada Rosululloh Saw, dosa terhadapa
orang tua anak keluarga, terhadap gur, bangsa,negara pada
umumnya.
• Karena sentuhan batin berupa ‘‘ Syauq '' dan ‘‘ Mahabbah ''(
rindu dan cinta ) yang mendalam kepada Alloh wa Rosulihi
SAW.
• Karena perasaan kagum atas keagungan Alloh SWT atas sifat
jalal dan Jamal – NYA dan atas kasih sayang dan jasa serta
pengorbanan Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW
kepada ummatNya dsb. Semua itu semata – mata karena atas
Fadlol dari Alloh SWT, Syafaat Rosululloh SAW dan
Nadhroh Barokah dari Ghouts Hadzaz Zaman Ra. Yang harus
di syukuri.

25. Apakah para nabi, para rosul dan orang-orang sholeh


dahulu ada yang menangis berhubungan kepada Alloh
SWT?
Para Nabi, para Rosul mulai dari kanjeng Nabi Adam AS
sampai Kanjeng Nabi Muhammad SAW serta orang–orang
sholeh semua pernah menangis yang ada hubungannya
kepada Alloh SWT, bahkan tangisan itu menjadi sunnahNya,
terutama ketika mendengar ayat–ayat Alloh SWT, sesudah
melakukan hal–hal yang tidak diridloi oleh Allah SWT,

206
seperti Kanjeng Nabi Adam AS yang hanya melakukan satu
kesalahan saja, Beliau menangis dalam waktu ratusan tahun,
dan lain sebagianya

26. Adakah firman Alloh SWT yahg menunjukkan hal tersebut?


Ada, yaitu :
"Mereka itu adalah orang-orang yang diberi nVinat oleh Alloh SWT,
yaitu para Nabi dari keturunan Adam dan dari orang-orang yang
Kami bawa bersama NA, dan dari keturunan-Ibrahim & Ismail dan
dari orang-orang yang telah Kami beripetunjuk dan telah Kami pilik
Apabila telah dibacakan kepada mereka ayat-ayat Alloh Yang Maha
Pemurah, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan
menangis"(19 - MAR YAM 58).

27. Adakah Nabi menyuruh kita supaya menangis ? ada ! Nabi


SAW memerintahkan kita supaya menangis. Nabi SAW
bersabda :
Artinya :‘‘Wahai para manusia ! menangislah kamu sekalian
karena Alloh SWT , maka jika kamu belum bisa menangis ,
berusahalah untuk menangis ‘' riwayatkan oleh Abu Dawud.
“ Kuasailah ( jagalah ) lisan mu dan jembarkanlah rumahmu dan
tangislah dosa dosamu Diriwayatkan Tirmizi dari Uqbah bin Amir”
Bahwa orang yang menangis itu mempunyai keuntungan
yang sangat istimewah sebagaiman Nabi SAW bersabda :

28. Adakah hadits yang menunjukan keuntungan orang yang


menangis dan apa kerugian orang yang tidak menangis?
Ada yaitu sabda Rosulullooh Saw. :
Artinya :‘‘ Dua jenis mata yang tidak akan tersentuh api neraka
ialah : satu mata yang menangis kerena takut pada Alloh SWT dua
, mata yang semalaman tidak tidak tidur untuk berjaga dalam
sabilillah.''
Dan kerugian orang yang tidak mau menangis dia akan
dimasukan kedalam neraka , dan sebagaimana tercantum
dalam Firman Alloh :

207
Artinya :‘‘ maka apakah kamu heran atas pemberitaan ini ? kamu
mentertawakan tidak menangis ? sedangkan kamu melengahkan !''
Dan sabda Rosululloh :
Artinya :‘‘ barang siapa berbuat dosa dan dia tertawa, maka dia
akan masuk kedalam neraka sambil menangis.‘‘

29. Mengapa memanggil Rosululloh dengan sebutan “ YAA


SAYIDII”?
Karena Beliau di panggil dengan ‘‘ SAYYID '' karena Beliau
adalah Pemimpin NYA semua anak cucunya Nabi Adam AS
dan kita termasuk anak cucu nya, jadi tidak salah kita
memanggilnya dengan sebutan ‘‘ SAYYID '' karena ini untuk
penghormatan Beliau .
Sabdab Rosululloh SAW :
Artinya : Saya adalah ‘‘ SAYYID '' ( pemimpin ) semua anak Nabi
Adam '' Bahkan didalam Al–Qur‘an Allah SWT menyuruh kita
memanggil Beliau dengan penghormatan.
30. Adakah Al- qur'an yang memerintahkan kita supaya
memanggil Beliau dengan menghormat
Allah SWT berfirman :
Artinya : ‘‘ Jangan kamu memanggil Rosul seperti panggilan
sebagian kamu kepada yang lain ''

31. Apa tujuan dan maksud Nida' Yaa sayidii Yaa rosulullooh “
Tujuan dan maksud Nidak Yaa Sayyidii -Yaa Rosululloh
adalah :
• Ta'dim wa Tawadduban : Mengagungkan dan beradab.
• Tasyaffuan : Mohon syafaat
• Mahabbatan : Cetusan rasa cinta
• Syauqon : Rindu yang mendalam
• Thadhollul wal inkisar : Merasa hina dan menyesali segala dosa

32. Nidak ‘‘YAA SAYYIDII - YAA ROSULULLOH'' dapat


menalqi orang yang sedang sakaratul maut . jelaskan !
Nidak ‘‘YAA SAYYIDII - YAA ROSULULLOH'' dapat
untuk menaungi orang yang sedang sakratul maut sebab

208
dengan Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh dimaksudkan sebagai
Tawassul memohon syafaat Kanjeng Nabi SAW.
SEDANGKAN Beliau :
Terkabulnya Syafa'at di dunia dan akhirat
Dalam Kitah Jami'ul Ushul hal : 172. Diterangkan sbb :
"Sesungguhnya rohaniyah Beliau SAW itu seperti Jawsmaniyahnya
(semasa hidup maupun setelah wafat) dalam hal membimbing dan.
sebagai sum bernya pertolo ngan d,an sebagai tempat keluarnya
idayah dan petunjuk Alloh SWT kapan saja dan dimanapun'
pengalaman dalam Wahidiyah menaungi orang yang
sakratul maut dengan Yaa Sayyidii Yaa Rosululloh, Al-
Hamdulillah dikaruniai kemajuan dan kemudahan si
sakaratul maut dalam persiapan menghadap kembali kepda
Alloh SWT, Al- Hamdulillah Haadzaa Min Fadli Robbii.
Dan Nidak Yaa Sayyidii Yaa Rosululloh juga sebagai usaha
untuk memperhubungkan rohaniyah kita dengan Kanjeng
Nabi SAW.
Disebutkan dalam Tafsir Showi :
Artinya :‘‘ seberapa dekatnya ( seseorang ) terhadap
Rosululloh SAW maka sebegitulah ukuran dekatnya (
seseorang ) kepada Alloh SWT. ‘‘

209
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Muslim, “Sufisme di Kediri”. Dialog, edisi khusus,


Maret 1978.
Ahmad, Haidlor Ali, Telaah tentang Shalawat Wahidiyah.
Departemen Agama RI, Balai Penelitian Agama dan
Kemasyarakatan, Jakarta: 1996.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Beragama,
Sejarah, Organisasi dan Kasus-kasus Tarekat di Indonesia,
Departemen Agama RI, Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama, Jakarta 1991/1992.
Penyiar Shalawat Wahidiyah Pusat, Pedoman Pokok-pokok Ajaran
penyiaran@sholawat-wahidiyah.com

210
STUDI KASUS-KASUS ALIRAN/FAHAM
KEAGAMAAN AKTUAL DI INDONESIA
(MENELUSURI THARIQAT AL-IDRISIYAH
DI JAKARTA PUSAT)
TAHUN 2008

Oleh:
Dra. Asnawati

211
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI
2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan


pusat-pusat kajian keagamaan yang diminati masyarakat per-
kotaan dariberbagai kalangan. Adalah merupakan suatu kenya-
taan bahwa nilai-nilai spiritual sekarang ini semakin mendapat
tempat pada masyarakat modern. Munculnya minat yang tinggi
untuk mengkaji ilmu keagamaan terhadap jalan spiritual (sufisme)
telah menjadi pilihan masyarakat yang membutuhkan rumusan
jawaban-jawaban esensial atas eksistensi dirinya yang hidup
ditengah masyarakat perkotaan.
Para Ulama diberbagai belahan dunia yang dikenal
dengan sebutan wali Allah seperti di India, Afrika Utara dan
Afrika Selatan bahkan di Indonesia, telah berjasa dalam mengem-
bangkan agama Islam. Di Aceh terkenal dengan Serambi
Mekkah, suatu gelar yang diberikan untuk menggambarkan
betapa pesatnya kemajuan ilmu-ilmu Islam di daerah itu. Adalah
hal yang pantas bila kita harus menyebutkan nama-nama seperti

212
Syekh Nuruddin Ar Raniri dan masih banyak lagi sebagai orang
yang berjasa dalam pengembangan Islam diwilayahnya.80
Di Jawa terkenal dengan sebutan Walisongo merupakan
ulama yang berjasa dalam pengembangan Islam. Dimanapun
mereka berada, walau berbeda adat, budaya dan bahasa, mereka
dapat berbaur sehingga dengan mudahlah ajaran Allah dan
Rasulnya untuk dipahami.
Fenomena kegairahan minat masyarakat di perkotaan
untuk mengkaji dan mengamalkan ajaran sufi makin marak
sebagai akibat krisis berkepanjangan dan dekadensi moral yang
mempengaruhi gaya hidup orang kota. Tidak sedikit kalangan
eksekutif terlibat dalam satu komunitas thariqat tertentu. Dengan
berbagai macam ragam alasan, mereka ingin mengejar
ketenangan batin atau ingin menyesuaikan kehidupan yang penuh
dengan ragam permasalahan yang harus dicarikan jalan
keluarnya.
Secara sosiologis terdapat dua alasan munculnya
trend sufisme perkotaan. Fakta bahwa masyarakat modern kem-
bali kepada agama, memang tidak dapat dibantah dengan
munculnya kelompok-kelompok pengajian keagamaan. Dalam
konteks ini tidak terbatas pada ordo-ordo Sufi (Thariqat)
Mu’tabaroh, Ghoiru Mu’tabaroh dan Majelis Dzikir, serta yang
lainnya di perkotaan merupakan fenomena yang tak dapat
dibantah. Secara antropologis “sufisme kota” dikenal sebagai
trend baru di Indonesia, yang sebelumnya sufisme ini dikenal
sebagai gejala beragama di pedesaan. Menurut Moeslim
Abdurrachman, sufisme kota bisa terjadi minimal pada dua hal
yaitu: pertama; hijrahnya para pengamal tasawuf dari desa ke
kota lalu membentuk jamaah atau kursus tasawuf. Dan yang

80
Mengutip tulisan hasil penelitian Prof.Dr.Azyumardi Azra dalam Disertasi
yang diterjemahkan “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII”, Mizan 1994. Kutipan pada buku
“Mengenal Thariqat Al-Idrisiyyah Sejarah dan Ajarannya, hal 1.

213
kedua dimana sejumlah orang kota “bermasalah” tengah mencari
ketenangan ke pusat-pusat tasawuf di desa.81
Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai
kehidupan masyarakat perkotaan. Terdapat peningkatan yang
cukup signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di
kalangan terdidik. Minatnya cukup tinggi untuk mengkaji dan
mengamalkan ajaran sufi yang semakin marak dengan memasuki
thariqat tertentu. Fenomena tersebut merupakan gejala ingin
mengejar ketenangan batin dalam kehidupan yang gamang
dengan maksud membuktikan identitasnya sebagai muslim dalam
kehidupan pribadi yang banyak mengalami frustasi atau sebab
lainnya.82

Tampak kecenderungan proses modernisasi dan


pergeseran nilai bahwa kemunculan thariqat “sufisme kota”
berlatar belakang sosial yang berbeda-beda. “Menurut Asep Usman
Ismail (Kandidat Doktor Bidang Tasawuf/IAIN Jakarta),
mengatakan bahwa tasawuf yang diminati masyarakat kota
kalangan menengah ke atas jelas bukan thariqat”.”Mereka lebih
cenderung memilih tasawuf nonthariqat yang singkat, esensial
dan instant. Mereka tidak berminat untuk berdzikir yang panjang-
panjang apalagi harus berpuasa. Keinginannya hanya untuk
memperoleh ketenangan batin dalam menghadapi problema,
dengan melalui belajar thariqat yang bisa menyesuaikan dengan
suasana perkotaan. Sebaliknya bagi masyarakat menengah ke
bawah lebih menerima tasawuf model klasik yang justru tidak
diminati oleh masyarakat perkotaan”.
Sufisme yang dimaksud pada thariqat Al-Idrisiyyah dalam
kajian ini adalah berupa ajaran, pemahaman dan praktek spiritual
yang dilakukan oleh individu maupun kelompok muslim untuk
tujuan penyucian diri dalam rangka pencapaian pendekatan
kepada Dzat Maha Pencipta, Allah SWT.

81
http://suluk.blosome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-kota-mengikat-
umat
82
http://suluk.blosome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-kota -mengikat-
umat

214
“Fenomena orang Islam yang belajar tasawuf di kota-kota
besar kemudian mendapat label sebagai tasawuf perkotaan (urban
sufisme) yaitu orang yang mengikuti thariqat. Konsepsi tasawuf
perkotaan sendiri mengandung sebuah permasalahan. Artinya,
kata perkotaan sendiri mengandung ambiguitas, apakah
perkotaan berarti mereka yang memiliki budaya kota atau mereka
yang tinggal di kota? Ataukah hanya pesertanya saja yang orang
kota, tapi belajar tasawuf pada thariqat tradisional di desa, atau
pada thareqat tradisional yang membuka cabangnya di kota”?83

Meruaknya berbagai fasilitas untuk mendalami pengeta-


huan bertasawuf di lapisan masyarakat menengah ke atas
menunjukkan bahwa fenomena keagamaan akhir-akhir ini patut
dicermati. Thariqat Idrisiyyah yang berlokasi di tengah keramaian
kota Pasar Baru Jakarta Pusat kecamatan Gambir senantiasa
melakukan kegiatan berbagai dzikir dan wirid secara berjamaah.
Mengingat pusat kegiatannya di masjid Al-Fatah yang berada
ditengah-tengah perkantoran/pertokoan dan jauh dari
pemukiman muslim, namun dalam kegiatannya banyak
dikunjungi jamaah yang datang dari berbagai penjuru dari kota
Bekasi, Depok, Bogor dan Jakarta, yang dengan semangat untuk
berdzikir bersama. Melihat demikian antusiasnya jamaah yang
datang untuk berdzikir, maka diperlukan lebih jauh untuk
mengetahui motivasi apa sehingga banyak jamaah datang dari
kota Jakarta dan sekitarnya.
Untuk kepentingan penelitian ini, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan akan mengkaji dan menelusuri lebih mendalam
tentang thariqat Al-Idrisiyyah di Jakarta. Thareqat Al-Idrisiyyah
merupakan kelompok pengajian yang ternyata banyak diminati
masyarakat kota dan cukup banyak juga jumlah jamaahnya yang
dipimpin Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Daud Dahlan.

83
Dialog tahun 2005 (B.Ace Hasan Syadzily).

215
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang ingin
penulis teliti dalam penelitian yang berkaitan thariqat Idrisiyyah
adalah;
a. Sejauh mana masyarakat kota tertarik mempelajari Thariqat
Al-Idrisiyyah?
b. Bagian mana yang berbeda antara thariqat Idrisiyyah dan
thariqat yang selainnya?
c. Bagaimana respon tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan
dalam melihat perkembangan Thariqat Al-Idrisiyyah?
d. Bagaimana respon pemerintah terhadap perkembangan
Thariqat Al-Idrisiyyah?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaannya


Kajian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
paradigma kehidupan sosial keagamaan masyarakat kota yang
lebih cenderung mempelajari dunia tasawuf/thariqat yaitu:
a. Untuk mendiskripsikan apa yang menjadi ketertarikan
masyarakat kota mempelajari Thariqat Al-Idrisiyyah.
b. Untuk mengetahui letak perbedaan antara thariqat Idrisiyyah
dengan thariqat yang laiannya.
c. Untuk mengetahui respon tokoh-tokoh agama dan ormas
keagamaan dalam perkembangan Thariqat Al-Idrisiyyah.
d. Untuk mendiskripsikan respon pemerintah terhadap
perkembangan Thariqat Al-Idrisiyyah.

D. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat kualitatif/
eksploratif dalam bentuk studi kasus. Penelitian kualitatif adalah
jenis penelitian yang pencarian datanya menggunakan data
alamiah, sehingga informasi atau yang diperoleh secara alami
serta langsung berdasarkan pernyataan informan atau
pengamatan terhadap kejadian. Artinya penelitian diskriptif
kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang akan
menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

216
Sebagai metode, wawancara menjadi tumpuan utama bagi
peneliti untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Sebagai
metode penggalian data, wawancara merupakan metode yang
paling cocok dalam penelitian bercorak kualitatif yang menjadi
pilihan dalam kajian ini.84 Yang diwawancarai pemimpin thariqat
Al-Idrisiyyah yang diwakilkan oleh staf pengajar bernama Asep
Saipullah, Lukmana dan beberapa jamaah terdiri dari kaum bapak
dan ibu/remaja, baik yang sudah di talqin maupun yang belum di
talqin (baiat).
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, pe-
nelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yaitu mendiskripsikan hasil penelitian yang diikuti
dengan analisis atau yang sering disebut dengan metode analisis
diskriptif. Wawancara sebagai metode pengumpulan data menjadi
sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif ditandai dengan jenis pertanyaan
yang diajukan, misalnya: apakah kegiatan yang berlangsung
disini, seperti apa bentuk kegiatannya, bagaimana latar belakang
adanya kondisi di lokasi penelitian, siapa para pelakunya dan
bagaimana latar belakangnya, variasi apa yang dapat ditemukan
dalam fenomena itu, dan seterusnya. 85.
Melalui kajian ini diharapkan dapat memperoleh gam-
baran yang lebih jelas tentang profil kelompok Thariqat Al-
Idrisiyyah berkaitan dengan;
1).latar belakang berdirinya,
2). bentuk kelompok/organisasi dan ajarannya,
3).program kegiatan dan sumber/sistem pendanaannya,
4).profil tokoh/pemimpin Thariqat Al-Idrisiyah,
5).jumlah anggota dan sistem pengkaderannya,
6).kasus yang pernah muncul dan penyelesaiannya, dan

84
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasisiwa dan Peneliti Pemula,
STIA LAN Prees, Jakarta, 2003, 33-34.
85
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2002, hal. 59-60.

217
7). tanggapan masyarakat/pemerintah atas Thariqat Al-Idrisiyah.

E. Kerangka Konseptual
Thariqah menurut pimpinan Idrisiyyah berasal dari kata
thariq, yang bermakna jalan, cara, metode atau system. Maka
dapat disimpulkan bahwa thariqat merupakan agama itu sendiri,
tetapi bukan bagian dari agama. Menurut istilah tasawuf, thariqat
berarti perjalanan seorang salik (pengikut thariqat) menuju Tuhan
dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditem-
puh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat
mungkin kepada Tuhan.86 Tasawuf mempunyai beberapa tujuan
antara lain dengan membuka wawasan dalam memandang Ad-
Dien Islam dalam perspektif tasawuf dan menuntun para pencari
jalan menuju Allah Ta’ala, atau dengan kata lain bermakna
persiapan untuk berjalan menuju Allah Ta’ala. Tasawuf sendiri
terbagi menjadi dua yaitu: pertama tasawuf Islam yang
mementingkan sikap hidup yang tekun beribadah serta mengacu
kepada Al-Qur’an dan Hadist, dan kedua tasawuf murni atau
mistikisme yang menekankan pada pengetahuan hakiki Tuhan.87
Dengan demikian yang dimaksud dengan tasawuf bagi
masyarakat kota adalah untuk mencari ketenangan saat
menemukan problem, namun untuk menjadi pengikutnya bebas
tanpa baiat dan tak mau terjebak dengan kultus. Sementara itu
kasus-kasus tasawuf yang merupakan thariqat tertentu adalah
kejadian/peristiwa yang menyangkut komunitas sufi yang dianut
oleh sekelompok orang kota yang bertujuan mencari ketenangan
hati, dikarenakan himpitan kehidupan yang dirasakan berat
sehingga setelah mengikutinya diharapkan menjadi lebih sadar
tentang dirinya dan tugasnya di dunia.
Fenomena tumbuhnya jamaah-jamaah dzikir di kota-kota
besar Indonesia seperti Jakarta merupakan perkembangan positif
dalam dakwah Islamiyah dan “urban sufisme” itu justru
membantu umat mendapatkan ketenangan hati di tengah

86
Mengenal Thareqat Al-Idrisiyah Sejarah dan Ajarannya,, hal 6.
87
http://www.duaniassai.com/filsafat/fillo.html

218
kehidupan perkotaan yang materialistis. Hal ini merupakan
fenomena positif. Ada perasaan dahaga (haus) untuk menghadapi
kehidupan tasawuf karena suasana dan tantangan hidup
perkotaan yang materialistis.88
Kata “perkotaan” atau urban secara sederhana adalah
sesuatu yang berkaitan dengan kelompok masyarakat di daerah
perkotaan, terutama yang berpendidikan dan berpenghasilan
tinggi, baik dari kalangan akademis, eksekutif, birokrat maupun
selebritis, memiliki tradisi berfikir rasional dan berdomisili di
kota, yang beramai-ramai mengikuti kursus-kursus dan paket-
paket tasawuf yang diselenggarakan di lembaga dan yayasan yang
memiliki manajemen dan fasilitas yang modern, yang disebut oleh
Julia D.Howell sebagai Assosiasi Sufi Modern (Modern Sufi Assosiation).
Secara teoritis sebagaimana dikemukakan para ahli ilmu sosial,
modernisasi dan sekularisasi akan menyingkirkan peran agama
dalam kehidupan kemasyarakatan. Teorinya adalah semakin
modern suatu masyarakat, semakin jauh pula mereka dari agama,
agama diprediksi tidak akan bangkit lagi dalam arus modernisasi
dan sekularisasi yang tidak terbendung. Ini menandai fenomena
menarik dalam kehidupan masyarakat kota di Indonesia.89
Demikian pula yang dikatakan Fazlur Rahman (Pemikir
Muslim Kontemporer dari Pakistan menyebutnya tasawuf
modern, sufisme modern (Neosufisme). Sementara yang pertama kali
memperkenalkan tasawuf modern di Indonesia adalah Hamka.
Tasawuf Modern berbeda dengan tasawuf lama, yang penekanan-
nya lebih pada aspek esoteris. Tasawuf modern atau sekarang
memadukan lahiriyah (syariah atau eksoteris) dengan batiniyah
(esoteris) serta kecenderungan menanamkan sikap positif pada
dunia.
Kondisi masyarakat yang serba sakit melahirkan deprivasi
sehingga muncul gagasan untuk membentuk kelompok yang
dipandang dapat menghapuskan kegelisahan, keresahan, kemas-

88
Mahasiswa Universitas Program Doktoral Universitas Nasional
Australia, Internet.
89
TB.Ace Hasan Syadzily (Sufisme Kota:Model Zikir
Muhammad Arifin Ilham, Dialog tahun 2005).

219
gulan dan kekecewaan hatinya. Gagasan tersebut diharapkan
dapat menghadirkan ketenangan jiwa, kebahagiaan, kelegaan,
kepuasan dan bahkan lebih dari itu, menghadirkan perasaan
sangat dekat dengan Sang Khaliq, Sang Pencipta atau dapat
memuaskan gelora batin orang-orang yang sedang mencari
ketenangan jiwa itu. Hal tersebut ditangkap oleh pemuka agama
sebagai peluang, sehingga berakhir pada suksesnya komunitas sufi
perkotaan dan mampu menarik minat ribuan orang resah, orang
terhimpit ekonomi, orang berada tetapi tidak bahagia, kasus
narkoba anggota keluarga dan sebagainya untuk bergabung
dengan dirinya dalam suatu komunitas sufi nonthariqat dalam
gerakan sufisme atau dzikir.90 Menurut pandangan Dhurkheim
“Kelompok keagamaan komunitas sufi jelas merupakan
kelompok keagamaan yang dibangun atas deprivasi etis,
organistik dan psikis. Deprivasi etis, organistik dan psikis yang
sifatnya massal ini telah mendorong semangat baru bagi umat
yang mengalami tekanan untuk melakukan segala sesuatu yang
lebih berguna dalam hidupnya.
Bagi orang yang melakukan thariqat sebagai jalan yang
ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan tidak
dibenarkan meninggalkan syariat, bahkan dengan berthariqat
merupakan bagian dari pelaksanaan syariat agama. Oleh karena
itu orang yang berthariqat harus dibimbing oleh guru yang disebut
mursyid (pembimbing) atau Syekh. 91 Syekh inilah yang
bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan
lahiriyah serta ruha-niyah dan pergaulan sehari-hari. Dan bahkan
syekh menjadi perantara antara murid dan Tuhan dalam
beribadah.92
Orang-orang yang mengamalkan metode pendekatan diri
tersebut dikatakan sebagai salik atau sufi dan pada perkembangan
selanjutnya membentuk suatu jamiyyah (organisasi) yang
kemudian disebut dengan istilah thariqat. Untuk dapat melaksa-

90
http:wwwduaniassai.com/filsafat/fillo.html
91
Petikan wawancara peneliti pada staf pengurus Idrisiyyah di
masjid Al-Fatah (kantor secretariat Idrisiyyah), Agustus 2008.
92
Op.cit, hal 6

220
nakan thariqat dengan baik, seorang murid patut untuk
melaksanakan perintah dan anjuran yang diberikan mursyidnya.
Sebagai murid tidak diperkenankan untuk mencari keringanan
dalam melaksanakan amaliah yang sudah ditetapkan dan murid
harus mampu menahan hawa nafsu untuk menghindari
melakukan perbuatan dosa dan noda yang dapat merusak amal.

221
BAB II
MENGENAL THARIQAT AL-IDRISIYYAH
( Jakarta Pusat Masjid A-Fatah)

A. Sejarah Thariqat Al-Idrisiyyah dan Ajarannya


a. Profil Syekh Al-Akbar Abdul Fatah ( 1884 M-1947 M)
Mencari Guru/Mursyid
Pada awal perjalanan spiritualnya, Syekh Abdul Fatah
sempat menuntut ilmu kepada KH. Suja’i, seorang guru yang
berpandangan kepada Thariqat Tijaniyah selama 7 tahun (hingga
tahun 1910). Pada suatu hari gurunya membahas Surat al-Kahfi
ayat ke17 yang artinya” Barang siapa diberi petunjuk Allah ,
maka dialah yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang
disesatkan-Nya, maka tak akan mendapatkan seorang pemimpin
pun yang memberi petunjuk kepadanya” dan menjadi pertanyaan
Abdul Fatah siapakah yang dimaksud dengan waliyyan mursyida
dalam ayat itu, namun tidak mendapat jawaban dari gurunya dan
bahkan disuruh untuk mencarinya, sehingga ia segera berangkat
untuk mencarinya.
Idrisiyyah adalah aliran thareqat yang didirikan Sayyid
Ahmad bin Idris al-Fasi, yang memperoleh pelajaran tasawufnya
dari Sayyid Abdul Wahhab al-Tazi, seorang sufi besar dari Afrika.
Sayyid Abdul Wahhab ini juga merupakan guru dari Sayyid
Muhammad Ali al-Sanusi al-Kabir, dimana orang Barat
menyebutnya The Grand Sanusi sebagai pendiri thareqat
Sanusiyyah.
Karenanya tak mengherankan jika antara kedua thareqat
ini terdapat banyak kesamaan, terutama dalam ajaran-ajarannya,
sebab kedua thariqat ini berasal dari guru yang sama. Keberadaan
Al-Idrisiyyah sama halnya dengan keberadaan thariqat sebelum-
nya yaitu Itba Sunnah Rasul.93 Ada beberapa nama diberikan

93
Ahwal yang ghalib dan yang tidak ghalib (belajar melaksanakan perihal yang
wajib dan yang sunnah-sunnah, serta meninggalkan perkara yang diharamkan dan yang
dimakruhkan) dengan dasar Qur’an dan Hadist, Ijma, Qiyas dan Ilham, menjalankannya dengan
kesadaran dan kecintaan serta penyerahan diri kepada-Nya dibawah pimpinan Syekh Mursyid
yang murobbiruhina wamursyidina yang silsilah keguruannya sampai kepada Rasululloh SAW (
Mengenal Thareqat Al-Idrisiyyah, hal ii )

222
kepada aliran thariqat ini. Terkadang disebut Idrisiyyah, nama
yang dihubungkan dengan Sayyid Ahmad bin Idris, namun sering
pula disebut Khidliriyah, nama yang dikaitkan kepada Nabi
Khidlir as. Thariqat Sanusiyyah yang diambil dari nama Syekh
Ahmad Syarif Sanusi dan berkembang ditempat asal, Mekkah, di
Indonesia dikenal dengan nama Thariqat Al-Idrisiyyah.
Pada tahun 1924 Abdul Fatah sekeluarga berangkat ke
tanah suci. Dalam perjalanan kapal yang ditumpangi mengalami
kerusakan di Singapura, sehingga beliau dengan keluarga menetap
di Watu Lima dan Gelang Serai sambil mempersiapkan diri untuk
melanjutkan pencarian wali mursyid ke tanah suci. Tahun 1928
beliau, tanpa keluarga meneruskan perjalanannya ke Makkah
Jabal Qubais, beliau berguru kepada Syekh Ahmad Syarif Sanusi
selama 8 tahun. Di tempat tersebut beliau mulai mengenal ilmu
thariqat yang dikembangkan oleh Ahmad bin Idris.
Thariqat Idrisiyyah dibawa ke Indonesia oleh Syekh
Abdul Fatah tahun 1932. Mengingat situasi negara Indonesia saat
itu perang masih berlangsung, maka Abdul Fatah ikut melakukan
perlawanan penjajahan Belanda sampai bangsa Indonesia bebas
dari belenggu penjajahan, bahkan sempat ditahan oleh Jepang
selama 10 bulan. Sekembalinya ke Indonesia Abdul Fatah tidak
langsung mengembangkan thariqat Idrisiyyah dikarenakan masih
situasi perang. Beliau melakukan pengajian di berbagai tempat
yang berpindah-pindah, sehingga untuk mendirikan pesantren dan
mengajarkan thariqat Idrisiyyah menjadi tertunda. Beliau lahir di
desa Cidahu, Tasikmalaya, anak ke-3 dari 10 orang bersaudara
dari pasangan H. Muhammad Syarif bin Umar dan Hj.Rafiah
binti Jenah. Pada tahun 1947, Abdul Fatah wafat dan digantikan
oleh putranya yang bergelar Syeikh Akbar Muhammad Dahlan.
Di Indonesia thariqat Idrisiyyah nampaknya kurang
populer jika dibandingkan dengan thariqat lainnya seperti
Naqsabandiyah dan Qodariyah. Dalam perkembangannya
thariqat Idrisiyyah berdasarkan atas pola dasar sesuai pada prinsip
dan ajaran Nabi Muhammad SAW.

223
“Dengan pertimbangan politis,94 nama as-Sanusiyyah
diubah menjadi al-Idrisiyyah dengan maksud untuk memudahkan
pengembangan thariqat yang telah diajarkan dan diterapkan
ditempat yang baru yaitu Indonesia. Seperti gerakan Islam
lainnya, Idrisiyyah inipun tak luput dari pengawasan ketat
pemerintah kolonial Belanda, terlebih ajarannya memiliki
kemiripan dengan ajaran thariqat Sanusiyyah di Aljazair yang
dituduh menghambat perjuangan pemerintahan Perancis.”95
Setelah situasi dalam negeri mulai aman, barulah Syeikh
Akbar Mohammad Dahlan mengajarkan thariqatnya secara
terbuka, yang dimulai di Kabupaten Tasikmalaya dan Jakarta
secara bersamaan. Di Jakarta sebagai pusat kegiatannya berada di
Jalan Batu Tulis XIV Jakarta Pusat, yang berada di tengah
lingkungan pertokoan Pasar Baru dan perkantoran yang sangat
ramai dan jauh dari pemukiman penduduk. Dengan kondisi ramai
dan kebisingan kota, tampaknya tidak mempengaruhi kekhusyuan
aktivitas para anggota thariqat yang datang dari berbagai wilayah
Jakarta, Bekasi , Bogor dan Depok.
Pada tahun 1947 karena di Cidahu sudah tidak memadai
lagi untuk mengembangkan ajaran thariqat Idrisiyah, pusat
gerakan thariqat ini dipindahkan ke Desa Pagendingan, Cisayong.
Pada tahun tersebut dibangun masjid dan pemondokan untuk
santri laki-laki dan perempuan. Tahun 1969 nama pesantren
Pagendingan diubah menjadi pesantren Fat-Hiyyah yang
dihubungkan dengan nama pendiri thariqat Idrisiyyah di
Indonesia yaitu Syekh Akbar Abdul Fatah.
Di Cidahu ajaran ini cepat dikenal dan mendapat
perhatian karena penampilan yang menjadi ciri khas berupa gamis
dan sorban yang serba putih, berjenggot, dan berselendang hijau
yang diselempangkan pada bahu sebelah kiri bagi kaum pria.
Karena itulah mereka dijuluki “kaum putih” dan kaum jenggot”.

94
Seperti gerakan Islam lainnya,gerakan Idrisiyyah inipun tak
luput dari pengawasan ketat pemerintah kolonial Belanda karena ajarannya
dianggap sama dengan thariqat Sanusiyyah
95
Tulis Snouck Hurgronje: seperti dikutip Deliar Noer dalam
buku Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP3ES, 1980, hal 29.

224
Sementara kaum wanitanya sebagian besar memakai burgho dan
cadar berwarna hitam.

b. Profil Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan


( 31 Desember 1916 - 17 September 2001)

Tanda Kewalian Pada Dirinya


Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan adalah putra tertua
dari Syekh Al-Akbar Abdul Fatah, dilahirkan pada tanggal 21
Desember 1916 M di Cidahu, Tasikmalaya. Kabar mengenai
kebesarannya telah disampaikan antara lain oleh Habib
Jamalulail bahwa kelak beliau menjadi Wali Akbar. Banyak
kejadian masa kecilnya yang menunjukkan bahwa beliaulah
sebagai penerus kekhalifahan Thariqat Idrisiyyah. 96
Pendidikan awal diperoleh langsung dari ayahandanya,
Syekh Abdul Fatah, kemudian Sekolah Rakyat Melayu di
Singapura. Sepulangnya Syekh Abdul Fatah pada tahun 1932 ke
tanah air, beliau kemudian di sekolahkan di Madrasah Unwanul
Falah, Habib Ali Kwitang dan Madrasah Jam’iyatul Khair Tanah
Abang, keduanya di Jakarta Pusat.
Beliau selalu mempersiapkan kitab-kitab manakala
ayahnya akan membahas suatu persoalan dan menunggunya
sampai selesai, lalu mengembalikan kitab tersebut ke tempatnya
semula. Cara seperti ini menurut beliau sangat besar
pengaruhnya terhadap diri dan kehidupannya kedepan. Tanda-
tanda mengenai kebesarannya telah tampak sejak masih kanak-
kanak seperti beberapa kelebihan yang dimilikinya diantara anak-
anak seusianya yang sama-sama menimba ilmu agama di bawah
bimbingan Syehk Akbar Abdul Fatah (ayahnya). Beliau
menunaikan ibadah haji pada tahun 1996 dengan ditemani
beberapa orang murid. Kelebihan yang dimiliknya antara lain
memiliki kempuhan atau kekebalan tubuh bila tersentuh dengan
benda tajam. Apabila sebilah pisau ditusuk kebagian betisnya,

96
Biografi Tokoh Al-Idrisiyyah, hal 18

225
namun beliau tidak merasakan sakit, bahkan bekas luka tidak
kelihatan sama sekali.
Tahun-tahun setelah itu kondisi/kesehatannya makin
menurun karena penyakit. Meski demikian beliau masih tetap
menjalankan tugasnya pergi-pulang Jakarta-Tasikmalaya. Hal
tersebut dilakukan karena sudah menjadi rutinitas meskipun
dengan kelemahan dan keterbatasan fisiknya. Akhirnya beliau
wafat pada tanggal 17 September 2001 M.

c.Profil Syekh Akbar Muhammad Daud Dahlan


Khalifah/Mursyid Thareqat Al-Idrisiyyah saat ini
Sebagaimana halnya sejarah saat pengangkatan Syekh Al-
Akbar Muhammad Dahlan (ayahnya) sebagai khalifah, demikian
pula yang dialami oleh Muhammad Daud Dahlan. Banyak orang
termasuk jamaah senior tidak menduga jika beliau diangkat
sebagai pemimpin thariqat Al-Idrisiyyah. Pada tanggal 21
September 2001 beliau dikukuhkan sebagai khalifah penerus
kepemimpinan Thariqat Idrisiyyah yang bergelar “Asy-Syekh Al-
Akbar”.
Proses perjalanan untuk mencapai tampuk pimpinan
sebenarnya telah diberikan isyarat ketika masih menjabat sebagai
Ketua Umum Al-Idrisiyyah berupa wewenang untuk melakukan
proses penalqinan terhadap murid yang baru. Seiring dengan
berjalannya waktu yang tercermin dari jiwa kepemimpinan yang
kian bertambah matang dalam memberikan bimbingan dakwah,
tampak dalam diri beliau gambaran yang terdapat pada diri Asy-
Syekh Al-Akbar Abdul Fatah. Bagian dari protes keraguan
terhadap dirinya akhirnya menjadi sirna.
Pada awal kepemimpinan Asy-Syekh Al-Akbar Muham-
mad Daud Dahlan telah dilakukan berbagai pembenahan dan
perkembangan roda organisasi diantaranya adalah:
 Penambahan jadwal pengajian hari Minggu untuk di Jakarta
dan malam Jum’at di Tasikmalaya97, yang pada masa Asy-

97
Pengajian Ahad pagi di Jakarta dimulai tanggal 10 Maret 2002.

226
Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan pengajian tersebut hanya
sekali dalam dua minggu.
 Dakwah lewat jalur keagamaan dilakukan dalam bentuk Safari
Dakwah di berbagai tempat strategis di wilayah Jabotabek.
Setelah beberapa moment dakwah dilaksanakan akhirnya
beberapa zawiyyah baru muncul di beberapa wilayah, seperti
Pemalang, Tuban, Sumatera Selatan, Yogyakarta, Riau dan
Lampung.
 Dibidang thariqat dilakukan: penambahan awrad/wirid wajib
sehari-hari yaitu membaca Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum
sebanyak 1.000 (seribu) kali.
 Pembentukan unit-unit usaha internal dan eksternal seperti:
Waserda (warung serba ada), peternakan sapidan tambak
udang.
 Pembangunan fisik berupa renovasi kubah masjid, lapangan
olah raga, pintu gerbang pesantren, sekretariat pesantren,
pondokan jamaah Jakarta.
 Dalam menjalani posisi managerial thariqat beliau mendatangi
instansi pemerintahan/swasta dengan tujuan memperkenalkan
kelembagaan Idrisiyyah di tengah-tengah masyarakat. Hal yang
penting dari audiensi tersebut adalah menjalin hubungan
kerjasama baik di bidang fisik atau nonfisik.

B. Beberapa Pokok Ajarannya


Bagi orang awam ajaran thariqat Idrisiyyah nampak
sedikit berbeda dalam penafsiran terhadap kaidah hukum Islam.
Seperti diketahui kaidah-kaidah feqih yang berkembang hingga
sekarang dan merupakan pedoman hukum Islam dalam aturan
peribadatan pada umumnya di kelompokkan menjadi lima
bagian yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah,
disederhanakan menjadi mengerjakan wajib dan sunnah, serta
meninggalkan haram dan makruh. Alasan ketertarikan
masyarakat awam karena ajarannya yang sangat mudah untuk
dilaksanakan. Hanya diwajibkan bagi jamaah setiap hari untuk
membaca awrad wirid. Tentang hukum wajib adalah perintah
Tuhan yang jika dikerjakan berpahala dan jika ditinggalkan

227
berdosa. Sedangkan sunnah yaitu apabila dikerjakan mendapat
pahala, dan bila tidak dikerjakan tidak akan mendapatkan apa-
apa. Begitu pula dengan makruh yaitu bila ditinggalkan
mendapatkan pahala, bila dikerjakan mendapatkan kerugian.
Dengan demikian, formula kaidah hukum menurut ajaran
Idrisiyyah adalah baik sunnah apalagi wajib keduanya harus
dikerjakan, begitu juga sebaliknya, hal-hal yang haram dan
makruh keduanya harus ditinggalkan. Kaidah ini menjadi utama
dalam ajaran thariqat Idrisiyyah.
Beberapa ajaran/Ahwal yang khususiyyah yaitu:
a. Masalah Rokok
b. Pakaian Taqwa
c. Salat Sunnah berjamaah
d. Salat Sunnah Ba’da Ashar
e.
a. Masalah Rokok
Dalam ajaran thariqat Idrisiyyah mengandung pilar-pilar
kemaslahatan duniawi dan ukhrawi, yang selama ini sedang
dikembangkan dan dipupuk secara berkesinambungan oleh guru
dan murid-muridnya. Diantaranya adalah berusaha belajar untuk
tidak merokok. Karena disamping merokok itu merugikan diri
sendiri dan orang lain, juga berakibat jauhnya Ridha Allah.
Disebutkan pula dalam kitab fawa-idul makkiyah bahwa sebab-
sebab rokok diharamkan antara lain:
 Memabukkan dan membahayakan. Makanan dan minuman
yang menyebabkan mabuk/membahayakan akal atau badan
maka haram hukumnya.
 Menyia-nyiakan harta dan memubadzirkannya.
 Menyakiti orang lain dengan sebab bau yang tidak enak.
 Berlebih-lebihan
 Melalaikan akan dzikir kepada Allah Ta’ala

b. Pakaian Takwa

228
Jamaah Al-idrisiyyah dianjurkan mengenakan pakaian
berwarna putih (gamis) dengan selendang berwarna hijau.98
Celana panjang, baju dalam dan surbanpun berwarna putih.
Semua ini memiliki landasan ajaran yang kuat berdasarkan dalil
Al-Qur’an. Sebagaimana dalam Hadist riwayat Abu Daud dan
Turmudzi, dari Ibnu Abbas dikatakan: Pakailah pakaian kalian
yang berwarna putih, karena sesungguhnya ia sebaik-baik
pakaianmu dan digunakan untuk mengkafankanmu ketika kalian
wafat.
Selain pakaian, bagi kaum pria disunnahkan memelihara janggut
yang termasuk bagian daripada ciri khas thariqat Idrisiyyah.
Ajaran ini berdasarkan hadist dari Ibnu Umar yang diriwayatkan
oleh Buhkari “Bedakanlah (penampilan kalian dari) kaum
musyrikin dengan memanjangakan janggut, dan mencukur kumis
tipis-tipis.
Pimpinan Idrisiyyah juga menganjurkan kepada kaum
wanitanya untuk menjaga kehormatannya dengan menggunakan
cadar (burgho) penutup wajah, bukan sekedar tradisi/budaya
bangsa Arab pada masa dahulu.

c. Salat Sunnah berjamah


Apabila di kalangan umumnya kaum muslimin melak-
sanakan salat-salat sunnah secara berjamah pada salat dua hari
raya, salat tarawih, salat Istisqo dan salat gerhana saja, maka
dalam ajaran thariqat Idrisiyyah, salat-salat rawatib, Witir, Tasbih
dan salat Hajat juga dilaksanakan secara berjamaah. Tujuan
utamanya, disamping mengharapkan ganjaran berjamaah, sekli-
gus mendidik murid-murid agar membiasakan salat-salat sunnah
dengan berjamaah.

d. Salat Sunnah Ba’da Ashar


Salat sunnah ba’da ashar bagi umumnya umat Islam
mengacu kepada Jumhur Ulama feqih yang menyatakan ketidak

98
Warna hijau adalah warna yang paling disukai Rasulalah SAW
setelah putih. Warna ini juga mengambil symbol keguruan dari Nabi Khaidir
(si Hijau) As.

229
bolehannya bahkan mengharamkannya. Dasar pemikiran yang
bersumber dari hukum feqih secara positif menjadi motivasi untuk
memperbanyak amalan yang dilakukan oleh setiap anggota
jamaah Idrisiyyah. Seperti hukum merokok, masalah pakaian dan
masalah dzikir telah dirumuskan dan menjadi doktrin panutan.
Hampir semua jenis salat sunnat dilaksanakan seperti
sunnat Qobliyah, Ba’diyah, Tasbih, Sujud Syukur dan salat Hajat.
Salat Isya terbiasa ditutup dengan salat witir, sedangkan setelah
selesai salat Subuh diteruskan dengan dzikir hingga tiba waktu
Isyraq (terbit matahari). Tujuan salat selalu berjamaah meskipun
salat sunnah adalah untuk mengharapkan pahala dan mendidik
serta membiasakan salat sunnah tersebut.

C. Tata Cara Berzdikir


Ajaran thariqat Idrisiyyah banyak merujuk pada kitab-
kitab karangan Imam Ghazali terutama kitab Ihya’ Ulumuddin.
Penerapan amalan syariatnya merujuk pada Imam yang empat
yaitu Maliki, Hambali, Syafii dan Hanafi. Amalan yang
merupakan kewajiban dalam setiap awrad (ritual dzikir) bagi
setiap murid thariqat Idrisiyyah ada 6 hal dan dilaksanakan siang
dan malam. Bila melazimkannya Insya Allah akan mendapat
pertolongan dari Allah karena Allah adalah pemelihara setiap
hamba. Keenam hal tersebut adalah:
1. membaca Al-Qur’an 1 Juz atau lebih tanpa lengah (lalai), bagi
yang tidak mampu membaca Fatihah 25 kali setiap saat (bagi
murid baru).
2. istighfar (memohon ampun kepada Allah ) astaghfirullah
(sebanyak 100 kali.)
3. Berdzikir ( Laa ilaaha illallaahMuhammdurRosulallah fi kulli
lamhatiw wanafasin ‘adada maa wa si’ahuu’ilmullaah,
sebanyak 300 kali,
4. Shalawat Ummiyyah (Allahumma Sholli`alaa Sayyidinaa
Muhammadinin Nabiiyil Ummiyyi wa’alaa aalihii wa
shobihii wa sallim) 100 kali.
5. Dzikir (membaca Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum) sebanyak 1.000
kali.

230
6. Disertai dengan takwa kepada Allah.
Praktek peribadatan thariqat Al-Idrisiyyah rutin dilakukan
oleh para jamaahnya di Masjid Al-Fatah yang merupakan pusat
kegiatan thariqat Idrisiyyah di Jakarta. Kegiatan pengajian di
Jakarta dilaksananakan pada hari Ahad pagi, minggu ke II dan ke
IV. Pengajian dimulai pukul 10.00 dan berakhir pada pukul 15.00
WIB dipimpin oleh Syekh Akbar Muhammad Daud Dahlan. Dan
pada minggu I dan III di laksanakan di Cisayomg Tasikmalaya.
Selesai salat berjamaah pengajian dilanjutkan dengan
membaca dzikir bersama. Metode dalam pemahaman/pengeta-
huannya melalui ta’allamur rabbaniyyah (pengajaran rabbani).
Yaitu setiap pengajian senantiasa diselingi oleh dzikir untuk
membersihkan hati dan pikiran agar mudah menerima ilmu atau
nasehat.
Ketika membaca Laa ilaa ha illalloh, semua jamaah
berdiri sambil menggerak-gerakkan anggota tubuh bagian atas,
tangan melambai-lambai ke kanan dan ke kiri. Setelah beberapa
saat, barulah jamaah duduk kembali sampai akhirnya ditutup
dengan doa.
Sebelum dimulai pengajian, jamaah terkondisikan sudah
siap untuk menerima tausiah dari Syekh Akbar yang duduk
dimimbar yang menghadap kepada jamaah pria dan jamaah
wanita. Meskipun ada diantara jamaah wanita masih ada yang
belum menggunakan cadar karena belum dikonfirmasikan dan
ditalqin oleh Syekh Akbar.
Praktek peribadatan lainnya adalah apabila ada anggota-
nya yang akan menikah, terlebih dahulu dilaksanakan prosesi
pernikahan oleh Syekh Akbar baru kemudian diteruskan secara
aturan pemerintah yaitu melalui Kantor Urusan Agama (KUA).
Dalam pengamatan peneliti bersamaan dengan masuknya
waktu salat Dhuhur, seluruh jamaah pria dan wanita masing-
masing mempersiapkan diri untuk salat dengan mengambil air
wudlu. Untuk menjaga kemungkinan tertinggalnya salat ashar,
maka saat salat dhuhur dijamak yang di imami oleh Syekh Akbar,
kemudian dilanjutkan dengan sujud syukur dan diteruskan
dengan salat sunnat secara berjamaah pula.

231
D. Baiat (Talqin)
Bila di saat pengajian itu diantara jamaah ada yang ingin
ditalqin, maka dilakukan pula proses talqin dibawah pimpinan
Syekh Akhbar, yang sebelumnya telah mengisi formulir sebagai
pelengkap tertib administrasi. Pengertian baiat secara etimologi
yang berarti perjanjian atau sumpah setia. Dilihat dari sisi bahasa,
syahadat dan baiat mempunyai makna yang sama. Dimana
seluruh dimensi kehidupan manusia tidak akan lepas dari baiat.
Sementara itu pengertian baiat menurut feqih siyasah adalah
sumpah setia sesorang kepada seorang khalifah.99 Tujuan baiat
adalah bagi murid perlu dibimbing lahir dan batin. Oleh karena
itu harus membayar dengan mahar, ibaratnya kalau kita punya
HP harus punya pulsa.
Menurut wakil Syekh Akbar mengatakan bahwa sebagai-
mana tradisi thariqat pada umumnya, bahwa seseorang yang akan
menjadi murid thariqat, diwajibkan untuk berbaiat terlebih dahulu
kepada guru atau mursyid. Baiat dimaksudkan sebagai suatu
perjanjian diantara calon murid dengan pembimbing rohani (guru
mursyid) yang mewakili nabi, demikian pula halnya di thariqat
Idrisiyyah.
Dengan berbaiat berarti ada ikatan antara murid dan guru
dalam pembimbingan. Dan bagi seseorang yang masuk thariqat
(sebagai murid) dalam menjalankan ajaran-ajarannya dengan
istiqomah (tekun) dan tanggung jawab. Oleh karena itu guru
harus memberikan petunjuk kepada murid-muridnya tentang adab
berzdikir maupun tatacaranya.
Syehk Akbar biasanya berceramah dengan mengupas
masalah aktual dan menyikapinya dengan sudut pandang yang
lugas. Guru yang lain seperti Ustadz Lukmana atau Asep
Saepullah mengupas masalah tauhid, feqih atau akhlak. Menurut
penulis, setelah selesai semua acara ritual keagamaan, para
jamaah baik yang pria dan wanita secara bergantian bersalaman

99
Mengenal Thareqat Al-Idrisiyyah Sejarah dan Ajarannya, hal
63.

232
sambil mencium telapak tangan Syekh Akbar (bolak balik). Inti
dari rutinitas pengajian adalah tausiah dan dzikir.
Selesai salat berjamaah pengajian dilanjutkan dengan
membaca dzikir bersama. Metode dalam pemahaman/pengeta-
huannya melalui ta’allamur rabbaniyyah (pengajaran rabbani).
Yaitu setiap pengajian senantiasa diselingi oleh dzikir untuk
membersihkan hati dan pikiran agar mudah menerima ilmu atau
nasehat.

C. Bentuk Kesalehan
Dalam pelaksanaan infaq dengan mengacu pada Imam
Syafi’i ( 2‰%) dan Imam Hanafi (10%). Kedua-duanya dipakai,
dan tidak merupakan keharusan bagi jamaah yang belum dibaiat
untuk mengeluarkan infaq 10% (tidak merupakan kewajiban
institusi) tapi karena ini terkait dengan kewajiban hati.” 100
Selain kegiatan yang dilaksanakan secara rutin berupa
pengajian dan dzikir di masjid Al-Fatah, ada satu kegiatan yang
diselenggarakan dalam setahun tiga kali dan difokuskan di
Pondok Pesantren Fat-Hiyyah Al-Idrisiyyah Pagendingan yang
disebut QINI yang berarti peliharalah kami.
Kegiatan ini semacam penataran rohani yang diadakan
setiap bulan Rabiul Awwal, Rajab dan Dzulhijjah. Masing-
masing dilaksanakan selama 10 hari. Pesertanya adalah murid-
murid thariqat Idrisiyyah yang lama maupun yang baru serta para
jamaah yang datang dari berbagai pelosok daerah yang terdapat
zawiyyahnya.
Arti dari kegiatan QINI pada awalnya dilakukan karena
keinginan para murid untukn berkumpul berjamaah di tempat
guru mengaji. Semula kegiatan tersebut disebut KINI artinya
akik-akik dan ninik-ninik. Setelah 4 kali pertemuan sejak tahun
1966 berubah menjadi QINI.
“Hal ini dilakukan berdasarkan Hadist yang dipegang
thariqat ini yang berbunyi: “Barang siapa beribadah bersama guru
atau di tempat Guru selama memasak telur, sama dengan
100
Wawancara dengan Ustadz Asep di Masjid Al-Fatah (Kantor
Sekretariat Idrisiyyah) tanggal 5 Agustus 2008

233
beribadah sendiri di tempat sendiri dari sejak lahir sampai mati
dan lepasnya sendi-sendi tulang” Tampaknya inilah yang menjadi
motivasi dari para jamaah yaitu untuk dapat beribadah berjamaah
dengan bimbingan langsung dari guru”101.
Ada bentuk ibadah lahiriyah yang dikembangkan oleh
thariqat Idrisiyyah seperti pengguna busana berupa gamis
berwarna putih, berselendang warna hijau bagi kaum pria dan
bergho/cadar bagi kaum wanita bisa juga dipandang sebagai sikap
professional dalam beragama. Karena tata cara berpakaian juga
telah diatur dalam syariat dan thariqat Idrisiyyah berupaya untuk
melaksanakannya dalam rangka memenuhi tuntutan syariat
tersebut. Jika ada yang menilai eksklusif bagi Thariqat Idrisiyyah,
penilaian tersebut tidak akan dihiraukan.
Awrad/dzikir dan wirid Idrisiyyah dilakukan sepanjang
hari siang dan malam. Untuk membaca dzikir tersebut caranya
bisa dilakukan secara jahr (keras), khafi (pelan) maupun, sirr
(lembut). Dari ketiga dzikir tadi, dzikir jahir dan dengan
berjamaah lebih diutamakan agar menimbulkan semangat.
Menurut seorang anggota jamaah Al-Idrisiyyah bernama
Maya mengatakan bahwa bila ada jamaah yang belum
sepenuhnya mengamalkan 6 amalan wirid doktrin Al-Idrisiyyah,
hal tersebut kembali pada masing-masing individu dalam
menjalankannya dan tidak ada sangsi dari pimpinan Idrisiyyah
kepada jamaah/murid selain dari hati kecilnya karena
melanggarnya. Demikian pula halnya dalam mengeluarkan infaq
sebesar 10% dari harta jamaah Al-Idrisiyyah baik yang sudah
ditalqin maupun yang belum ditalqin, hal tersebut agar tidak
membebankan diri jamaah. Karena itu bisa saja jamaah menge-
luarkan 2‰ persen sesuai kemampuannya.

101
Jurnal Ulumul Qur’an, Menelusuri Tareqat Idrisiyyah di
Pagendingan Tasikmalaya, hal. 104

234
BAB III
ANALISIS

Pada thariqat Idrisiyyah sistem ajarannya itu seder-


hananya adalah mengerjakan wajib dan sunnah, serta meninggal-
kan haram dan makruh. Ajaran thariqat Al-Idrisiyyah berbeda
dengan kelompok Islam lainnya dalam mendivinisikan mengenai
sunnah dan makruh. Pada sunnah apabila dikerjakan mendapat
pahala dan bila tidak dikerjakan tidak akan mendapatkan apa-
apa. Sedangkan orang lain umum memaha-minya bila dikerjakan
mendapat pahala, dan bila tidak dikerjakan tidak apa-apa.
Ajaran Idrisiyyah banyak merujuk kepada kitab-kitab
Imam Ghozali, terutama Kitab Ihya Ulumuddin. Dalam penera-
pan amalan syariat, merujuk pada Imam Maliki, Hambali, Syafi’i
dan Hanafi. Ajaran Idrisiyyah yang spesifik itu ada tiga yaitu :
(1) bahwa rokok itu haram, selain karena merugikan diri sendiri
dan orang lain juga merupakan pemborosan;
(2) seluruh salat sunnat dilaksanakan secara berjamaah, yang
tujuannya agar mendapat ganjaran pahala berjamaah sekali-
gus mendidik para murid agar terbiasa untuk melaksanakan
salat sunnat; dan
(3) pakaian bagi kaum pria dianjurkan mengenakan gamis warna
putih yang dipadukan dengan selendang warna hijau, celana
panjang, baju dalam dan sorban semuanya berwarna putih,
kumis dicukur rapi, dan harus pelihara jenggot sepanjang
kepalan tangan; sedangkan kaum wanitanya memakai
burgho/bercadar. Hal ini dilakukan karena menjalankan
prinsip ajaran Islam secara kaffah.
Thariqat Idrisiyyah memiliki ciri berselendang hijau,
yang mengambil simbol sosok Nabi Khidlir sebagai guru besar
dalam thariqat ini. Sedangkan tehnik lilitan surban jamaah
thariqat ini diberikan oleh Iskandar Zulkarnaen, seorang raja yang
dikisahkan dalam al-Qur’an (Surat Al-Kahfi) yang konon
memiliki dua buah tanduk di kepalanya. Maka bentuk surban
Thariqat Idrisiyyah menyerupai bentuk tanduk tersebut.

235
Setiap thareqat selalu memiliki kekhasan ajaran dan
cara-cara dzikirnya. Hal itu bukan disebabkan adanya perbedaan
dari segi sumberajaran, tapi lebih merupakan pengembangan
paera sufi (Mursyid Thareqat) sekaligus pengalamannya selama
menempuh perjalanan ruhani.
Untuk menjadi murid thariqat Idrisiyyah, sebagai-
mana dikatakan Syekh Akbar K.H. Muhammad Dahlan (alm)
dan guru-guru terdahulu bahwa syaratnya hanya dua, yakni
percaya dan mau. Percaya menandakan isyarat hati yang iman
dan kemauan adalah sebagai bukti ketaatan dan kepatuhan
lahiriyah. Apabila keduanya dilaksanakan, maka akan timbul
keyakinan dalam hati setiap murid. Bila sudah terpenuhi kedua
syarat itu barulah ditalqin, langsung oleh Syekh Akbar dan
disaksikan oleh seluruh jamaah.
Syekh Akbar dalam nuansa ketawadhuan, bukanlah
artinya seorang Syekh yang paling agung (terbesar), tetapi
maknanya adalah seorang Syekh yang senantiasa merasakan
seluruh gerakan nafasnya berada dalam genggaman Allah Yang
Besar (Akbar). Syekh Al-Akbar mengandung pengertian seorang
guru yang mengajak atau membawa murid-muridnya atau orang-
orang agar kembali kepada Yang Akbar, yakni Allah SWT. Maka
sebenarnya yang telah dikembangkan dalam Idrisiyyah berupa
pelaksanaan lahiriyah yang dilaksanakannya dengan ketulusan
seperti berghamis, bersurban yang itu adalah merupakan satu
langkah profesionalisme, yang menjadikan ajaran
agamamengenai sasaran yang dituju sesuai dengan tuntutan
moral, aqidah dan syariat.

236
BAB IV
PENUTUP

1. Ketertarikan masyarakat kota untuk mengikuti pengajian yang


dilaksanakan oleh kelompok Thariqat Al-Idrisiyyah karena
dalam tausiah yang disampaikan oleh Syekh Akbar sangat
lugas dalam menghadapi kehidupan kota yang sangat keras.
Bagi anggota jamaah Idrisiyyah diharapkan dapat melaksana-
kan awrad/dzikir setiap hari dan senantiasa melaksanakan
salat fardlu disertai dengan salat sunnah. Demikian pula
halnya dalam mengeluarkan infaq, tidak ada keharusan untuk
mengeluarkan sebanyak 10%, karena itu bukanlah merupakan
kewajiban institusi tapi kewajiban hati ( menurut Islam pada
Imam Syafi’i 2‰% dan Imam Hanafih 10%). Selain itu ada
yang sifatnya berupa keikhlasan sebagai jamaah dengan
mengeluarkan iuran anggota. Masyarakat kota metropolitan
mengikuti pengajian semakin marak dan mengamalkan ajaran
sufi, termasuk di kota di Jakarta dan salah satunya adalah
Thariqat Al-Idrisiyyah. Hal tersebut dilakukan untuk
memperoleh ketenangan batin melalui pengamalan thariqat.
2. Melihat kondisi penampilan para jamaah Thariqat Idrisiyyah,
tampak latar belakang dari masyarakat kota, yang terdiri dari
berbagai unsur etnis dan golongan, dari yang berpendidikan
rendah sampai tingkat sarjana, bahkan dari yang kelompok
elit sampai yang mantan preman. Thariqat Al-Idrisiyyah tidak
dijustifikasi sebagai kelompok keagamaan yang eksklusif atau
menunjukkan perilaku kekerasan, inilah yang membedakan-
nya antara Idrisiyyah dengan thariqat yang lain. Meskipun
lokasi Masjid Al-Fatah berdekatan dengan pusat keramaian
yang terletak di tengah kehidupan malam Jakarta tampak
terasa unik. Mereka tetap beraktivitas spiritual, ketika
sebagian orang terlelap tidur atau yang sedang asyik
bercengkrama dengan kehidupan kota. Mereka tetap tekun
mendengarkan tausiah, menundukkan kepala minta ampun
pada Sang Pencipta. Kunci ajaran Syekh Akbar dalam

237
membimbing jamaahnya adalah senantiasa untuk saling
menghormati dengan sikap toleran, menghormati perbedaan,
dan menjaga Ukhuwah Islamiyah. Kalaupun ada perbedaan
dalam penafsiran, hendaknya dijadikan sebagai kekayaan
yang selayaknya dihormati.
3. Respon tokoh agama dan ormas keagamaan dalam
perkembangan thariqat Al-Idrisiyyah sangat positif, artinya
tidak menjustifikasi sebagai kelompok keagamaan yang
eksklusif atau yang menunjukkan perilaku dengan kekerasan.
4. Respon pemerintah maupun tokoh agama tidak melihat
negatif terhadap perkembangan thariqat Idrisiyyah. Ajakan
Syekh Akbar kepada jamaahnya mengembalikan keyakinan
dan ketenangan hati dengan melakukan awrad/dzikir setiap
hari yang merupakan manifestasi kecintaan kepada Sang
Khalik Allah SWT. Ketawadluan Syekh Akbar menjadi
magnet bagi jamaah dari kekeringan siraman rohani secara
spiritualitas untuk terlibat dalam dzikir/awrad.

238
DAFTAR REFERENSI

Bahan-bahan Media Idrisiyyah:


Tidak Apa-apa di bilang Eksklusif
Thareiqat Sanusiyyah
Ajaran dan Dzikir Tarekat Sanusiyyah
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Remaja
Rosda Karya, Bandung, 2002.
Deliar Noer: Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP3ES, 1980
Home Page: www.al-idrisiyyah.com
http: suluk.blosome-merambah-kota-mengikat-umat
http:/www.duaniassai.com/filsafat/fillo.html
Internet, Mahasiswa Universitas Program Doktoral Universitas
Nasional Australia.
Mengenal Thariqat Idrisiyyah Sejarah dan Ajarannya, Edisi 2007.
Jurnal Ulumul Qur’an, menelusuri Tarekat Idrisiyyah di
Pagendingan, Tasikmalaya.
Sulaiman “ Spiritualitas Tarekat Naqsabandiyah, Pustaka Zaman,
Semarang, 2006
Sufisme Kota: Model Zikir Muhammad Arifin Ilham, Dialog
tahun 2005 (TB.Ace Hasan Syadzily).
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: pengantar Teori
dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi
Mahasiswa dan peneliti pemula, STIA LAN Press,
Jakarta, 2003, 33-34.
Jurnal Ulumul Qur’an, menelusuri Thariqat Idrisiyyah di
pagendingan Tasikmalaya, 1997

239
LAPORAN PENELITIAN TENTANG KASUS-
KASUS ALIRAN/FAHAM KEAGAMAAN
AKTUAL DI INDONESIA
(STUDI KASUS TENTANG THAREQAT
AKMALIYAH DI BEKASI JAWA BARAT)
TAHUN 2008

Oleh:
Drs. H. Ahmad Syafi,i Mufidz, MA

PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN


BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI
2008

LAPORAN PENELITIAN

240
STUDI KASUS-KASUS ALIRAN/FAHAM
KEAGAMAAN AKTUAL DI INDONESIA
(STUDI KASUS TENTANG YAYASAN MAJELIS DZIKIR
ADZ-ZIKRA DI KOTA DEPOK JAWA BARAT)
TAHUN 2008

Oleh:
Drs. H. Mazmur Syahrani

PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN


BADAN LITBANG DAN DIKLAT
DEPARTEMEN AGAMA RI
2008

241
242

Anda mungkin juga menyukai