Di Susun oleh:
(IAIN) PEKALONGAN
2017
A. PENDAHULUAN
Simbol dan agama tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Manusia selalu
menciptakan simbol dalam agama atau kepercayaannya yang dengan demikian dapat
mengeksresikan keimanannya dan imajinasi terhadap hal yang abstrak namun di
yakininya.
Simbol memiliki peran yang sangat penting bagi manusia, manusia menemukan
dan mengenal dunia secara langsung kecuali melalui berbagai simbol. Kenyataan
memang sekadar fakta-fakta tetapi sebenarnya mempunyai makna psikis, karena
simbol mempunyai unsur pembebasan dan penglihatan tersendiri
Selain itu peran simbol dalam agama juga sangatlah penting, setiap manusia yang
memiliki agama dan kepercayaan selalu membuat suatu simbol yang menjadi tanda
agama dan kepercayaannya. Dalam beribadah simbol memudahkan manusia untuk
melakukan ritual-ritual agama dan kepercayaanya. Dalam makalah ini akan dibahas
lebih lanjut tentang simbol sacral dalam agama
1
B. PEMBAHASAN
1. Perbedaan sakral dan profan
Yang sakral dan yang profan ialah merupakan dua istilah k has dalam
“kamus” para ahli studi agama-agama, terutama ketika membicarakan masyarakat
primitif. Dalam hal ini, Eliade lebih menyukai sebutan manusia atau masyarakat
“arkhais” atau preliterate daripada sebutan “primitif”. Menurut Eliade, semua
definisi yang ditunjukan kepada kita tentang fenomena regiius sampai sekarang
masih memiliki kesamaan dalam satu hal, yaitu bahwa yang sakral merupakan
kehidupan religius yang dipertentangkan dengan yang profan yang merupakan
kehidupan sekular.1
Dalam pengerian yang lebih luas, yang sakral atau yang kudus (sakred) adalah
sesuatu yang terlindung dari pelangaran, pengacauan atau pencemaran, yang
kudus adalah sesuatu yang dihormati, dimuliakan dan tidak dinodai. Sedangkan
kebalikan yang kudus ialah yang profan. Profan adalah sesuatu yang biasa, umum,
tidak dikuduskan, dan bersifat sementara. Pendek kata, yang ada diluar religius. 2
Di samping itu ada pula yang tampak dan tidak dapat diraba, wujud yang
suci tersebut ialah seperti Tuhan, Roh, malaikat, setan, hantu yang semuanya itu
dikeramatkan dan dikagumi, Yesus Kristus serta Santa Maria, Budha dan
Budhisatwa disucikan oleh penganutnya dan di keramati dalam upacara
keagamaan.4
1
Adeng Muchtar Gazali, Antropologi Agama, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.43
2
Ibid, hlm.44
3
Zakiah Darajat, Perbandingan Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1985) hlm.167-168
4
Ibid, hlm. 168
2
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa suatu benda dapat
disucikan atau dihormati disebabkan ada perasaan batin dan perasaan yang terpatri
di dalam jiwanya dan rasa ketakutan. “Perasaan kagum inilah untuk menarik
mereka untuk cinta dan ingin terhindar dari bahaya”.5
Perlu dijelaskan bahwa antara benda yang suci dan yang tidak suci
tergantung pada orang atau tergantung pada pemeluk suatu agama. Umpamanya
lembu yang disucikan oleh orang Hindu sama saja dengan lembu yang lain.
Begitu juga dengan salib yang disucikan oleh orang Kristen sama saja dengan
kayu yang tidak dipersilangkan.
Sekalipun penggambaran yang kudus sebagai kebalikan dari yang profan itu
bervariasi, tetapi yang tetap ada dalam fenomena religius itu adalah pertalian dari
makna khusus yang disebut religius atau suatu hubungan dengan dewa-dewa, roh-
roh, leluhur yang dipuja, atau benda-benda suci. Suatu objek, pengalaman, dan
fenomena yang semula profan menjadi objek, penglaman dan fenomena yang suci
adalah berkat hubungan khusus yang dimiliki individu atau kelompok terhadap
objek, pengalaman atau fenomea itu sendiri. Hubungan itu dapat dikatakan suatu
fenomena yang dimuati kekudusan, jika fenomena itu religius dan menjadi
simbolis.6
5
, Adeng Muchtar Gazali, Op.cit,hlm.47
6
Adeng Muchtar Gazali, Op.cit,hlm.48
7
Adeng Muchtar Gazali, Op.cit,hlm.63
3
dengannya orang melakukan serangkaian tindakan untuk menumpahkan
keyakinan dalam bentuk melakukan ritual, penghormatan dan penghambaan.8
8
Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 17
9
Adeng Muchtar Gazali, Op.cit,hlm.63-64
10
Adeng Muchtar Gazali, Op.cit,hlm.65-67
4
3. Upacara Keagamaan (Ritus)
Ritus adalah alat manusia religius untuk melakukan perubahan. Ia juga bisa
dikatakan sebagai tindak simbolis agama, atau ritual itu merupakan “agama dalam
tindakan”. Meskipun iman mungkin bagian dari ritual atau bahkan ritual itu
sendiri, iman keagamaan berusaha menjelaskan makna dari ritual sera
memberikan tafsiran dan mengarahkan vitalitas dari pelaksanaan ritual tersebut.11
Ritual (ritus) merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan
keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai
dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu,
tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orang-
orang yang menjalankan upacara.12
Salah satu tokoh antropologi yang membahas ritual adalah Victor Turner.
Ia meneliti tentang proses ritual pada masyarakat Ndembu di Afrika Tengah.13
Menurut Turner, ritus-ritus yang diadakan oleh suatu masyarakat merupakan
penampakan dari keyakinan religius. Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong
orang-orang untuk melakukan dan mentaati tatanan sosial tertentu. Ritus-ritus
tersebut juga memberikan motivasi dan nilai-nilai pada tingkat yang paling
dalam. Dari penelitiannya ia dapat menggolongkan ritus ke dalam dua
Bagian, yaitu ritus krisis hidup dan ritus gangguan.14
11
Adeng Muchtar Gazali, Op.cit, hlm.50
12
Koentjoroningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), hlm.85
13
Winangun, Masyarakat bebas Struktur, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm.11
14
Ibid, hlm.21
15
Ibid, hlm.21
5
para wanita dan lain sebagainya dengan tindakan roh orang yang mati. Roh
leluhur menganggu orang sehingga membawa nasib sial.16
Bentuk-bentuk Ritus
Van Gennep menyatakan bahwa semua ritus dan upacara itu dibagi kedalam 3
bagian, yaitu:17
1) Upacara Inisisasi
Inisiasi biasanya mengacu pada ritual yang merayakan dan meresmikan
penerimaan individu kedalam kedewasaan dan kematangan religious, atau juga
kedalam kelompok persaudaraan atau kedalam tugas religious khusus.
Tema pokok dalam upacara inisiasi adalah upacara kematian dan kelahiran
kembali. Maka upacara-upacara ritual , mereka dilahirkan kembali dengan
membawa status yang baru dalam masyarakat. Symbol-simbol ritus
dimunculkan dalam inisiasi ini. Rentetan-rentetan ritus dilakukan secara teratur
dan bermakna.
16
Ibid, hlm.22
17
Adeng Muchtar Gazali, Op.cit, hlm.48
18
Adeng Muchtar Gazali, Op.cit, hlm.55-62
6
2) Upacara kelahiran
pada suku arunta wanita hamil ianggap memiliki roh yang sedikit. Karena
sebagian besar dari anaknya. Oleh karena itu ketika bayi itu lahir, maka sang
bayi dianggap sebagai reinkarnasi dari salah seorang leluhurnya.
3) Upacara perkawinan
4) Upacara kelahiran
5) Upacara musiman
Upacara ini merupakan titik kritis dalam kehidupan individual dari ayuna
sampai liang lahat. Inilah drama musiman padasaat penyelamat benih sampai
panen, sebagai aktivis benih panen, sebagai seorang aktivis bermasyarakat.
7
C. PENUTUP
Yang sakral atau yang kudus (sakred) adalah sesuatu yang terlindung dari
pelangaran, pengacauan atau pencemaran, yang kudus adalah sesuatu yang dihormati,
dimuliakan dan tidak dinodai. Sedangkan kebalikan yang kudus ialah yang profan.
Profan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak dikuduskan, dan bersifat sementara.
Pendek kata, yang ada diluar religius.
Ritual (ritus) merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan
keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan
adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat
dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orang-orang yang
menjalankan upacara.
8
DAFTAR PUSTAKA