Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH PAHAM

SEKTE SESAT DI INDONESIA

Indonesia kerap dihebohkan dengan kemunculan sekte sesat dengan ajaran yang
melenceng dari kelaziman. Bahkan, tidak jarang diiringi dengan praktik sesat dan bebas sebagai
bagian dari ajaran mereka. Tentu saja, kabar kehadiran sekte sesat dan aneh ini
menggemparkan dan bahkan tidak jarang membuat masyarakat geram dengan tingkah lakunya.
Terlebih banyak dari mereka yang mengubah tata cara ibadah yang jauh melenceng dari aturan
agama yang ada di Indonesia.

Beberapa pendiri sekte sesat ini mengaku dirinya sebagai orang kudus, nabi, keturunan
tuhan, dan bahkan ada juga yang mengaku sebagai tuhan. Hal inilah yang membuat mereka
dipandang meresahkan oleh masyarakat. Bermacam sekte sesat baik dalam skala besar maupun
kecil masih banyak bermunculan di Indonesia. Ada yang masuk ke beberapa daerah, kabupaten,
dan mencakup di provinsi tertentu.

Ketua Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Utang Ranuwijaya menyebutkan
beberapa penyebab berkembangnya sekte sesat di Indonesia. Alasan pertama, karena
rentannya persoalan akidah di tengah-tengah suatu masyarakat. Hal inilah yang kemudian
membuat mudahnya dirasuki paham-paham yang sebenarnya menyimpang dari ajaran Islam.
Kemudian, semakin berkembang di tengah-tengah masyarakat sehingga jumlah pengikutnyan
semakin besar. Faktor lain yang menyebabkan perkembangan sekte sesat adalah tidak
sampainya siar agama ke suatu wilayah tertentu.

Terdapat banyak sekte atau ajaran sesat yang berkembang di Indonesia yang telah
ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia atau MUI. Fatwa MUI dari Tahun 1976 sampai dengan
Tahun 2010 dibagi menjadi empat bidang: 14 fatwa bidang akidah dan aliran keagamaan; 30
fatwa bidang ibadah; bidang sosial dan budaya sebanyak 47 Fatwa; dan bidang pangan, obat-
obatan, ilmu pengetahuan dan teknologi 29 Fatwa. Suatu sekte dikatakan sesat apabila
melanggar fatwa-fatwa tersebut.

Majelis Ulama Indonesia atau MUI sebenarnya telah menetapkan sekte Hakekok
Balakasuta pimpinan Arya dari Pandeglang sebagai sekte sesat, sebab tidak ada agama sah di
Indonesia yang memperbolehkan penganutnya melakukan ritual seperti yang mereka lakukan.
MUI Banten bahkan menyatakan pernah melakukan pembinaan para pengikutnya. Sekte ini
sudah ada di indonesia sejak tahun 2004.
Sebelumnya, Polres Pandeglang melakukan penangkapan terhadap Arya dan 16 orang
penganut sekte Hakekok Balakasuta pada 11 Maret 2021. Penangkapan dilakukan lantaran
pengikut sekte ini kerap melakukan ritual mandi bersama pria dan wanita tanpa busana di area
kebun sawit PT Globallindo Agro Lestari atau GAL di kawasan Cigeulis. Arya dan pengikutnya
mempercayai ritual mandi bersama tanpa busana di area itu dapat menyucikan diri dari dosa-
dosa dan menjadikan pengikut ajaran sesat Hakekok Balakasuta lebih baik, dan dijanjikan akan
menjadi kaya raya sebab telah melakukan komitmen dengan Imam Mahdi, sebagaimana
pengakuan Arya.

Selain melakukan penangkapan terhadap Arya dan pengikutnya, polisi menggeledah


kediaman pemimpin aliran Hakekok Balakasuta itu. Polisi mengamankan sejumlah bukti di
antaranya alat kontrasepsi, buku kitab, jimat dan keris. Barang tersebut diduga digunakan Arya
sebagai alat ritual sekte tersebut.

Adapun beberapa sekte sesat seperti Hakekok yang berkembang di Indonesia, salah
satunya yaitu sekte Ahmadiyah Qadhiyan. Terdapat tiga ketetapan MUI tentang Ahmadiyah,
dua dalam bentuk fatwa dan satu dalam bentuk rekomendasi, yakni fatwa pada tahun 1980 dan
tahun 2005, serta rekomendasi pada tahun 1984. Pemerintah mengeluarkan SKB tiga menteri
untuk membekukan aktivitas Ahmadiyah. Fatwa tahun 1980 diterbitkan MUI dalam
Musyawarah Nasional II tanggal 26 Mei sampai 1 Juni 1980 di Jakarta, memfatwakan Jamaah
Ahmadiyah sebagai kelompok keagamaan yang sesat sekaligus menyesatkan, karena mengakui
Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan adanya wahyu baru yang diterimanya. Ahmadiyah
merupakan suatu sekte dalam agama Islam, yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad yang
mengaku sebagai nabi, Isa al-Masih yang dijanjikan, dan sebagai mujaddid.

Setelah diprotes oleh kelompok Ahmadiyah Lahore, MUI kemudian melakukan rapat kerja
nasional, pada 4 sampai 7 Maret 1984. MUI melakukan perubahan fatwa tahun 1980 yang di
dalamnya menggeneralisasi semua aliran Ahmadiyah sebagai kelompok yang sesat. Dalam
Rakernas tersebut, setelah melalui kajian yang mendalam kelompok Ahmadiyah Lahore
dikecualikan dari kelompok Ahmadiyah Qadhiyan. Selanjutnya fatwa MUI tentang Ahmadiyah
tahun 2005 yang tercantum dalam Keputusan MUI No. 11/MUNAS V1I/MUI/15/2005,
merupakan pembaharuan fatwa pada tahun 1980. Pada bagian pengantar keputusan tersebut
dituliskan, bahwa berkembangnya Ahmadiyah di Indonesia sudah sangat meresahkan
masyarakat.

Meski telah difatwakan sebagai aliran sesat oleh MUI, serta pelarangan aktivitas melalui
sejumlah keputusan pengadilan daerah, penyebaran ajaran Ahmadiyah tetap berjalan dan
berkembang. Setara Institute mengecam persekusi yang menimpa komunitas Jamaah
Ahmadiyah dalam bentuk penyerangan, perusakan rumah penduduk, dan pengusiran di Dusun
Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi
Nusa Tenggara Barat pada Sabtu-Minggu, 19-20 Mei 2018.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan peristiwa ini merupakan
tindakan biadab atas nama agama. "Aksi yang dilakukan oleh massa dari desa setempat ini
didasari sikap kebencian dan intoleransi pada paham keagamaan yang berbeda," ucapnya
melalui keterangan tertulis, Minggu, 20 Mei 2018. Bonar menegaskan bahwa kebencian dan
intoleransi yang tumbuh di masyarakat harus ditangani sebagai tantangan dan potensi ancaman
keamanan nyata. Intoleransi menurut dia, adalah tangga pertama menuju terorisme.
Sedangkan terorisme adalah puncak intoleransi. "Oleh karena itu, energi pemberantasan
terorisme harus dimulai dari hulu, yakni intoleransi sebagaimana yang terjadi di Lombok Timur
ini. Jika dibiarkan, aspirasi politik kebencian dan intoleransi dapat berinkubasi menjadi aksi-aksi
terorisme," ujarnya.

Faktor sekte tersebut menimbulkan kontroversial karena timbul akibat pemahaman yang
keliru. Kumpulan wahyu yang disebutkan diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad oleh
penganutnya dibukukan setelah beliau wafat ke dalam Tadhkirah atau kadang ditulis Tazdkirah.
Sebagian umat Islam menganggapnya sebagai kitab suci Ahmadiyah, jelas Catur Wahyudi.

Juru bicara JAI, Yendra Budiandra, menepis pandangan bahwa Tazdkirah adalah kitab suci
bagi Ahmadi. "Alquran adalah kitab suci komunitas Muslim Ahmadiyah yang wajib dibaca dan
menjadi pegangan hidup, sementara Tazdkirah sifatnya seperti buku-buku Hazrat Mirza Ghulam
Ahmad as lainnya yang dianjurkan dibaca, tetapi bukan kitab suci seperti dalam konteks kitab
suci agama-agama," tegasnya. Oleh karenanya, menurut Yendra Budiandra, Muslim Ahmadi
tidak diwajibkan memiliki atau membacanya setiap hari, berbeda dengan Alquran.

Tanpa kita ketahui seiring dengan berjalannya waktu, di tengah-tengah masyarakat


ternyata muncul berbagai sekte-sekte atau perkumpulan agama lain yang mengajarkan
sejumlah hal menyimpang dari ajaran yang sebenarnya. Pemimpin para aliran tersebut
membuat kelompok dan mencari banyak pengikut serta mengajarkan berbagai praktik di luar
nalar. Hal tersebut tentu sangat berdampak bagi kehidupan bermasyarakat, bahkan tidak jarang
adanya sekte menjadi penyebab pecahnya kesatuan dan persatuan antar masyarakat satu
dengan lainnya.

Banyak bahaya yang akan ditimbulkan dengan adanya kehadiran ajaran salah di sebuah
lingkungan masyarakat. Tapi, adanya undang undang yang mengatur aliran sesat diharapkan
mampu meminimalisir atau bahkan mencegah kemunculannya. Undang-undang yang mengatur
aliran sesat di buat dengan harapan masyarakat dapat merasa aman dan nyaman berada di
lingkungannya. Tidak perlu khawatir lagi tentang berbagai jenis kelompok penyebar kesesatan
ajaran keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai