Anda di halaman 1dari 8

3.

Coba Anda kumpulkan pelbagai informasi melalui studi eksplorasi mengenai


karakteristik keberagamaan NU dan Muhammadiyah, baik kesamaan maupun perbedaan
keduanya. Tunjukkan sikap akademik Anda melalui esai singkat! Lakukan hal yang sama
terhadap aliran / organisasi keagamaan (Islam) lainnya!

Dalam skup organisasi Muhammadiyah dan NU sepanjang pengasuh rubrik Fatwa


Agama diketahui bahwa sumber-sumber hukum utama menurut kedua organisasi ini pada
dasarnya tidak ada perbedaan, yaitu al-Qur’an dan al-Hadis. Namun dalam aplikasi serta hirarkhi
berikutnya terdapat perbedaan. Hal ini tidak lepas dari paham keagamaan pada kedua onganisasi
ini yang lahir serta terbentuk melalui visi dan orientasi yang berbeda. Di samping itu perbedaan
pemahaman terhadap sumber-sumber hukum juga tidak lepas dari adanya perbedaan di kalangan
imam mazhab karena merupakan mata rantai sejarah perkembangan hukum Islam yang tidak
dapat dipisahkan. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa dalam berijtihad Muhammadiyah
menggunakan manhaj sebagaimana dilakukan oleh para mujtahid serta imam-imam mazhab.
Namun Muhammadiyah tidak mengikatkan diri pada satu mazhab, pendapat imam mazhab
menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang pendapat tersebut sesuai
dengan jiwa al-Qur’an dan al-Hadis. Sedangkan NU dalam mengamalkan ajaran Islam
menggunakan pola bermazhab, yaitu dengan mengikatkan diri pada suatu pendapat atau mazhab
tententu. Misalnya dalam membahas masalah-masalah agama banyak merujuk kepada kitab-
kitab dari kalangan mazhab empat, khususnya kitab ulama Syafi’iyyah.

Contoh masalah yang berbeda antara Muhammadiyah dan NU, antara lain:

1. Menyentuh wanita yang bukan mahram sesudah berwudu. Menurut Muhammadiyah


tidak membatalkan wudu karena Muhammadiyah menafsirkan ayat 43 surah an-Nisa “au
lamastumun-nisa” dengan bersetubuh. Sedangkan menurut NU membatalkan wudu, karena
kata “lamastum” diartikan menyentuh.
2. Menghadiahkan pahala kepada onang yang telah meninggal. Menurut Muhammadiyah
tidak ada dasar ajaran yang mengacu ke arah itu, sedangkan menurut NU, boleh
menghadiahkan pahala kepada orang yang telah meninggal dan pahalanya sampai, dasarnya
adalah kitab Tuhfah al-Muhtaj.
3. Dan lain-lain yang secara ringkas dapat disebutkan hal-hal yang tidak dikenal di dalam
Muhannmadiyah tetapi lazim di kalangan NU, seperti talqin bagi orang yang sudah
meninggal, haul (upacara peringatan ulang tahun kematian seseorang), membayar fidyah bagi
seorang yang mati dan masih berhutang shalat, dan lain-lain.
4. Contoh masalah yang sama antara Muhammadiyah dan NU antara lain mengenai
masalah-masalah baru yang belum dibahas oleh imam-imam mazhab, seperti masalah bayi
tabung, transplantasi organ tubuh, KB dan lain-lain.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah


Muhammadiyah dan NU adalah organisasi, bukan masalah fiqh. Hanya dalam konteks
Indonesia, Muhammadiyah dan NU adalah mewakili 2 golongan besar umat Islam secara fiqh
juga. Muhammadiyah mewakili kelompok “modernis” (begitu ilmuwan menyebut), yang
sebenarnya ada beberapa organisasi yang memiliki pandangan mirip seperti Persis (Persatuan
Islam), Al-Irsyad, Sumatra Tawalib. Sedang NU (Nahdhatul Ulama) mewakili kelompok
“tradisional”, selain Nahdhatul Wathan, Jami’atul Washliyah, Perti, dll.
Di sisi lain NU (Nahdhatul Ulama, didirikan antara lain oleh KH Hasyim Asy’ari, 1926), lahir
untuk menghidupkan tradisi bermadzhab, mengikuti ulama. Sedikit banyak kelahiran
Muhammadiyah memang memicu kelahiran NU. Berbeda dengan Muhammadiyah, pengaruh
NU sangat nampak di kalangan pedesaan.
Kedua organisasi memiliki berbagai perbedaan pandangan. Dalam masyarakat perbedaan paling
nyata adalah dalam berbagai masalah furu’ (cabang). Misalnya Muhamadiyah melarang (bahkan
membid’ahkan) bacaan Qunut di waktu Shubuh, sedang NU mensunahkan, bahkan masuk dalam
ab’ad yang kalau tidak dilakukan harus melakukan sujud syahwi, dan berbagai masalah lain

Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal tradisi ibadah


Dalam hal ibadah, bisa kita lihat perbedaan yang kentara antara NU dan Muhammadiyah.
Pertama, pada bulan Ramadlan, warga Nahdliyin tarawih dengan jumlah rakaat sebanyak dua
puluh dengan tiga rakaat witir. Sedangkan warga muhammadiyah jumlah rakaatnya adalah
delapan dengan tiga rakaat witir. Kedua, bagi warga NU malam jum’at adalah malam yang
sakral. Pada malam ini masjid diramaikan dengan bacaan maulid nabi, tahlil, yasin, manaqib
syaikh abdul Qadir al-Jaelani, barzanji dan sebagainya sedangkan tidak demikian yang dilakukan
warga Muhammadiyah. Ketiga, khutbah sholat Ied dilakukan sebanyak dua kali oleh warga NU
sedangkan warga Muhammadiyah khutbah sebanyak sekali. Keempat, kalimat “allahu akbar”
dalam takbiran hari raya diucapkan sebanyak tiga kali untuk warga NU sedangkan warga
Muhammadiyah melafaldkannya sebanyak dua kali, kalimat qad qamat as-sholat dalam iqomat
dibaca sebanyak dua kali untuk warga nahdliyin dan sekali untuk warga Muhammadiyah. Yang
terakhir adalah itsbat penentuan jatuhnya hari raya, NU memakai dasar rukyah sedangkan
Muhammadiyah memakai hilal sebagai dasarnya.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal aspirasi atau orientasi politik


Partai politik yang senada dengan Muhammadiyah tidak berarti didirikan oleh Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah memahami bahwa Muhammadiyah secara historis bukan partai politik,
tetapi organisasi sosial, agama, propaganda dan pendidikan. Di lain sisi, warga Nahdliyin
familiar dengan karakter NU yang bergumul dengan partai. Sulit dibedakan apakah partai yang
seirama dengan NU didirikan oleh kyai tertentu atau tidak.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal perspektif Pendidikan


Warga nahdliyin banyak menghabiskan waktu untuk belajar di pesantren yang salafi,
mengolah sisi emosional dan “sendiko dawuh” pada ucapan kyai atau ulama tanpa banyak
pertimbanganga logika, alhasil kurang rasional dan lebih simbolik. Di lain sisi, warga
Muhammadiyah yang banyak mengenyam pendidikan formal terkesan lebih rasional dan
objektif. Mereka memilih partai yang mereka pikir benar. Jika dalam perjalanan partai yang
dipercaya tersebut tidak sesuai dengan rasio mereka, maka warga Muhammadiyah akan
meninggalkan partai tersebut.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam Metode Ijtihad


NU memakai metode Bahtsul Masail untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi warga
nahdliyin. Metode ini menekankan pendekatan cultural untuk menjaga nilai yang dahulu yang
sudah baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik dari masa mendatang. Pendekatan ini
menerima pendekatan “cultural and local wisdom” dengan cara mengubah isi dari cultural dan
local wisdom tersebut dengan nilai –nilai al-Qur’an dan as-Sunnah. Di lain sisi, Majlis tarjih
Muhammadiyah yang disebut “Tajdid” menekankan pendekatan murni kepada al-Qur’an dan as-
Sunnah. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memurnikan kembali ajaran al-Qur’an dan as-
Sunnah dari serangan TBC (takhayul, bid’ah, churafat). Ini sesuai dengan jargon yang di usung
warga Muhammadiyah yang berbunyi “back to Qur’an and Hadits”
Sebagai akhir dari tugas ini, penulis mencoba menyimpulkan pengaruh
ormas Islam dalam pengembangan Hukum Islam di Indonesia, yaitu :
1. bahwa pengembangan Hukum Islam di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruhnya para ulama di Indonesia khususnya ulama-ulama dari golongan
NU dan golongan Muhammadiyah.
2. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat dua kelompok yang pertama adalah:
merupakan bagian kecil dari golongan kaum yang bertugas mendalami agama
(tafaqqah fi al-dien), setelah mereka berhasil dalam usahanya, mereka
bertugas pula menyampaikan dan mengajarkan pengetahuannya kepada
kaumnya, Sedangkan yang kedua adalah : golongan yang terbesar dari kaum
yang tidak ikut mendalami agama. Oleh karena dalam bidang agama mereka
menerima pengajran dari kelompok pertama.
3. Dari setiap ormas Islam yang terdapat di Indonesia mempunyai cara-cara
tersendiri dalam pengembangan Hukum Islam itu tersendiri dan selalu
berdasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah serta Qias dan Ijma, sebagai
rujukan pertama dalam setiap pengambilan (mengistinbathkan) suatu hukum
Referensi:

1. Construction of socio-cultural and political orientation of Muhammadiyah and Nahdatul


Ulama. Pdf
2. Perbedaan Metode Ijtihad Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam Corak Fiqih
Indonesia oleh Isa Ansori.pdf
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah
4. https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_’Ulama

4.Pernahkah Anda mendengar adanya gesekan karena persoalan perbedaan keyakinan


religius di antara pendukung ormas-ormas Islam?Atau, mungkin Anda menyaksikan
secara langsung gesekan gesekan atau pertengkaran kecil tentang keyakinan religius di
antara pendukung ormas-ormas Islam tersebut? Apa yang dipermasalahkan oleh
keyakinan-keyakinan religius berbeda yang Anda dengar atau saksikan?
Secara berangsur-angsur gesekan-gesekan keyakinan religius diantara ormas-ormas
Islam menjadi hilang. Faktor penyebabnya bisa karena kesadaran masing-masing orang dalam
ormas yang berbeda untuk membina kerukunan antara umat dan antar-umat beragama
dalam rangka membangun persatuan bangsa, atau mungkin juga karena faktor-faktor
lainnya. Dengan terbukanya informasi dan komunikasi, juga dengan semakin lancarnya
tranportasi antardaerah dan antarnegara, maka arus masuk keyakinan religius yang berbeda ke
wilayah Indonesia pun menjadi semakin mudah. Keberagaman mazhab masyarakat muslim
Indonesia, disebabkan faktor masyarakat bersekolah ke negeri muslim lainnya atau karena
faktor keberhasilan dakwah keyakinan-keyakinan religius yang berbeda sehingga
menganut keyakinan religius dari negeri-negeri muslim lain.

Sedikit yang perlu diluruskan, bahwa NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya
sebagaimana disebutkan bukanlah aliran dalam islam, seperti halnya aliran mu’tazilah,
Qadariyah, Jahmiyah dll. Tetapi keduanya, dan juga yang lainnya hanyalah organisasi massa,
yang tepatnya disebut organisasi islam. Memang orang yang tidak tahu, akan mengira ormas-
ormas ini sebagai aliran dalam Islam, padahal hakikatnya tidak demikian.  Tidak ada satu pun
prinsip di dalam ormas-ormas tersebut yang bertentangan atau menyimpang
dari ushuludin (pokok-pokok agama), kesemuanya secara umum disatukan dalam satu ikatan
aqidah yang dianut jumhur kaum muslimin sepanjang zaman, yang  lazim disebut Ahlusunnah
wal Jama’ah.
Kalau pun kita temui adanya perbedaan pendapat yang terjadi, atau mengatasnamakan
ormas-ormas tersebut,  itu hanyalah masalahfur’iyyah  atau hal ini bukanlah berarti mereka bisa
dicap beda pemahaman. Karena ternyata perbedaan pendapat bukan hanya antar ormas-ormas
tersebut, bahkan didalam tubuh mereka masing-masing pun juga ada perbedaan-perbedaan
pemahaman satu sama lain.  Perbedaan yang ada, seperti dalam masalah furu’iyyah (cabang
agama), metode dakwah, cakupan dll. Justru akan membuat ormas-ormas tersebut akan saling
menguatkan dan menopang dakwah. Menjadi sarana berlomba-lomba dalam kebaikan
sebagaimana yang telah diperintahkan : “Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan." (Al-
Baqarah : 148)
Hanya saja, memang tidak bisa dipungkiri, adanya sebagian oknum yang picik
pandangan, saling sikut dengan sesama saudaranya, bahkan saling hujat, hanya karena berbeda
organisasi dan bendera dakwah. Orang-orang seperti ini harus segera disadarkan. Karena sadar
atau tidak sadar dia telah melakukan kemunkaran besar, yang bukan saja akan berimbas pada
dirinya, tetapi mudharatnya bisa menimpa jama’ah kaum muslimin pada umumnya.
Betapa indahnya hidup ini jika kita bisa mempererat tali ukhuwah diantara kita sehingga
perbedaan yang terjadi tak akan mampu mempecah belah persaudaraan kita. sebagaimana
FirmanNya,“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (al Hujaraat : 10)
  Dan Rasulullah Saw pun menambahkan “Orang mukmin itu ibarat satu tubuh, apabila
ada anggota tubuhnya sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya.”
 Di hadis lain pun Rasul bersabda, “Barangsiapa yang hendak merasakan manisnya iman,
hendaklah ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (Mukhtarul ahadits)
Ada sebuah kisah kisah yang mungkin bisa kita teladani dalam menjaga ukhuwah. Kisah yang
terjadi antara pemimpin NU (K.H Idham Cholid) dan pemimpin Muhammadiyah (Buya Hamka)
ketika sedang melakukkan perjalanan ketanah suci, kurang lebih seperti ini : ketika mereka
sedang dalam perjalanan menuju tanah suci didalam sebuah kapal laut, saat melakukan sholat
subuh berjamaah, para pengikut Nadhlatul Ulama heran saat Idham Cholid yang mempunyai
kebiasaan menggunakan doa qunut dalam kesehariannya, malah tidak memakai doa qunut tatkala
Buya hamka dan sebagian pengikut Muhammadiyah menjadi makmumnya.
Demikian pula sebaliknya, tatkala Buya hamka mengimami shalat subuh, para pengikut
Muhammadiyah merasa heran ketika Buya hamka membaca doa qunut karena Idham cholid  dan
sebagian pengikut NU menjadi makmumnya. Mereka malah berpelukan mesra setelah shalat,
saling menghormati, dan saling berkasih sayang. Lihatlah saudaraku, betapa kebesaran jiwa
mereka mampu menjaga ukhuwah yang terjalin, sikap seperti inilah yang seharusnya kita
terapkan dalam, menyikapi perbedaan diantara sesama kita. 

NU ( Nahdhatul Ulama)
Muslim manapun asal dia lahir di indonesia pasti kenal dengan dengan gerakan Islam
yang satu ini. Bahkan sangking populernya Nahdhatul Ulama, seorang ustadz pernah
menceritakan sebuah kisah lucu kepada kami. Yaitu ketika lawatannya ke daerah pelosok pulau
madura, ia sempat bertanya kepada seorang penduduk setempat agamanya apa, orang tersebut
menjawab lugu : ‘agama saya NU’.
Organisasi ini didirikan pada 31 Januari 1926 oleh KH. Hasyim ‘Asy’ari seorang ulama
karismatik  yang sangat dimuliakan pada masanya. Dalam upaya memantapkan prisip dasar
orgasnisai ini, beliau merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), dan kitab I'tiqad
Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU ,
yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik.
Dalam AD/RT Nahdhatul Ulama (NU) jelas dinyatakan bahwa NU beraqidah Ahlussunah
waljama'ah, dengan mazhab aqiadahnya Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
Kemudian dalam bidangfiqih lebih cenderung mengikuti mazhab Syafi'i namun tetap mengakui
eksistensi tiga madzhab yang lain, sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4
di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-
Baghdadi.
Dalam kiprahnya warga nahdhiyin –demikian anggota organisasi ini disebut- bukan hanya
bergelut dengan dunia kepesantrenan, yang memang dikenal sebagai basis utama kekuatan
organisasi ini. Tetapi juga mereka aktif diberbagai panggung dakwah lainnya termasuk dunia
politik.
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh
dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu
beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib
dan para pedagang.
Berbeda dengan NU yang menyatakan dengan tegas mazhab Aqidah dan fiqihnya, dalam
anggaran dasarnya Muhammadiyah hanya menegaskan dirinya sebagai organisasi yang
berasaskan islam, tidak menyatakan berafiliasi dengan mazhab manapun. Meskipun dalam
prakteknya kader Muhammadiyah tidak bisa dikatakan tidak bermazhab apalagi anti mazhab.
Dalam  muqadimah  anggaran dasarnya, ternukil sebuah ayat 104 surah ali Imran : “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya
umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga
mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan
ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang
niscaya.

Persis (perserikatan Islam)


Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok kaum muslimin
bandung yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji
Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan
tuntunan Rasulullah Saw dan menolak pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak
orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak
mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena
itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassanyang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau
Hassan Bangil, Persis menyeru pentingnya kembali kepada kemurnian ajaran al Qur’an dan As-
Sunnah.
Meskipun organisasi ini mungkin kurang dikenal, tetapi sebenarnya Persis telah tersebar di
banyak provinsi antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu,
Riau, Jambi, Gorontalo, dan masih banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan.
Al Irsyad
Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persatuan Islam (Persis) disebut-sebut sebagai tiga
serangkai organisasi Islam indonesia yang mengusung semangat pembaharuan. Semangat yang
dikatakan usaha untuk bangkit dari kejumudan (kebekuan) terhadapa suatu pendapat menuju
kepada kemurnian ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Pada awal pekembangannya, Islam di Indonesia terutama pula Jawa yang juga pusat Kerajaan
Hindu-Jawa, mengalami tantangan yang sungguh berat. Di mana pada umumnya keadaan
masyarakat sudah memiliki keyakinan yang mendarah daging dengan kebudayaan Hindu yang
kental. Akan tetapi perkembangan agama Islam di Indonesia terutama di Jawa menjadi pesat
diantaranya karena peran yang cerdik dan kemampuan berdakwah yang handal dari tokoh-
tokohnya pada jaman yang terkenal dengan sebutan Wali Sanga. Metode dakwah para wali
ketika itu adalah dengan "bil hikmah wal mau'izhah hasanah." Yaitu cara-cara lembut,
mengakulturasikan budaya setempat dengan ajaran Islam dan bertahap. Dengan harapan, pada
masanya nanti diharapkan akan datang para pendakwah dan mubaligh yang gigih mengajarkan
tuntunan agama secara murni.
Dapat dikatakan perkembangan agama Islam pada masa itu ditopang dengan  aqidah yang
kurang, dan terus berjalan sampai kemudian muncul tokoh-tokoh muda reformis dengan
menekankan kepada pemahaman aqidah yang murni bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah
yang dipelopori diantaranya oleh tiga serangkai yaitu Muhammadiyah Al-Irsyad dan Persis
(Persatuan Islam).
Sejarah singkat dan sekilas tentang al Irsyad
Al Irsyad memiliki nama resmi : Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat al-Islah
wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914. Tanggal itu mengacu pada pendirian
Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta.
Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshari,
seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke
Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami'at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya
terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905.
Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam
Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: "Warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam
yang sudah dewasa." Jadi tidak benar anggapan bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi warga
keturunan Arab.

Perhimpunan ini menyatakan sebagai organisasi islam yang sama sekali tidak mempunyai
kaitan dengan organisasi politik apapun juga, serta tidak mengurusi masalah-masalah politik
praktis (AD, ps. 1 ayat 3).
Untuk lebih jauh mengenal organisasi ini, dapat mengunjungi situs resminya : http://alirsyad.net

Khatimah (penutup)
Sebenarnya masih banyak organisasi islam indonesia lainnya selain yang telah disebutkan
diatas, yang mana perlu kenal seluk beluknya agar tumbuh semangat ukhwah dan kecintaan
diantara kita. Sebut saja   diantaranya adalah NW (nahdhatul Wathan), Hidayatullah, Ikatan
cendikiawan muslim indonesia (ICMI), al Khairaat, Mathla’ul Amwar dan yang lainnya.
Organisasi Islam hanyalah sebuah sarana menyatukan visi, menggalang persatuan,
menumbuhkan potensi dan menyelaraskan langkah umat. Ia adalah sebuah wadah bagi kaum
muslimin yang dipergunakan untuk memperjuangkan dakwah Islam, bukan sebaliknya. Ali bin
Abu Thalib ra. Pernah berkata : ‘kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan
yang terorganisir.
Seandainya  bukan karena munculnya para aktivis dakwah yang tergabung dalam harakah-
harakah tersebut,  sungguh dakwah Islam akan beku, ketinggalan zaman, sedikit pengaruhnya,
bahkan akan mudah dilibas, ditindas dan dilindas musuh-musuh Islam. Kalaulah bukan karena
jasa mereka, sungguh dakwah Islam ini belum akan sampai ke berbagai belahan masyarakat yang
ada dipedalaman.
Saudaraku, sudah saatnya kini umat islam bersatu padu kembali. Apapun latar belakang dan
organisasi yang dikendarainya.  Karena  mufakat itu bukan hanya untuk hal-hal yang disepakati,
- karena  memang mustahil kita menyatukan perbedaan khilafiyah  masing-masing harakah- 
tetapi mufakat bisa juga kita lakukan  dengan siapapun dari sesama saudara kita, selama diikat
oleh aqidah islamiyah.
Saudaraku, jika kita sudah berani bersatu padu, saling asah, asih dan asuh, maka bergembiralah, 
tidak berapa lama lagi pertolongan Allah pasti akan datang. Dan kejayaan Islam yang kita
rindukan itu akan menjelang.
“…Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat.”  (Albaqarah: 214)
Wallahua’lam bis Shawwab.

Anda mungkin juga menyukai