Anda di halaman 1dari 15

Perbandingan Mazhab Dalam Hukum Islam

Mitahul Janah1,Sri Desilviani Hursan2


Pendidikan Agama Islam, IAIN Sultan Amai Gorontalo
1’2

1
Khuljannahm214@gmail.com, 2Desihursan@gmail.com

Abstrak

Artikel ini bertujuan mengurai pengembangan moderasi bermazhab bagi kalangan mahasiswa,
Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid dalam memecahkan
masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam. Munculnya mazhab, sebagai bagian dari proses sejarah
penetapan hukum islam tertata rapi dari generasi sahabat, tabi'in, hingga mencapai masa kcemasaan
pada khilafah Abbasiyah, akan tetapi harus diakui madzhab telah memberikan sumbangsih pemikiran
besar dalam penetapan hukum fiqh Islam.Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat/mazhab
dikarenakan perbedaan persepsi dalam ushul fiqh dan fiqh serta perbedaan interpretasi atau penafsiran
mujtahid.Menganut paham untuk bermahzab, dikarenakan faktor “ketidakmampuan” kita untuk
menggali hukum syariat sendiri secara langsung dari sumber-sumbernya (Al-Ouran dan as-Sunnah).
Bermadzhab secara benar dapat ditempuh dengan cara memahami bahwa Sesungguhnya pemahaman
kita terhadap pcrbedaan pendapat di kalangan mazhab-mazhab adalah sesuatu yang sehat dan alamiah,
bukan sesuatu yang janggal atau menyimpang dari Islam. Banyak persoalan yang timbul akibat
ketidakpahaman persoalan mazhab seperti sikap taqlid, fanatisme mazhab dan pendapat mewajibkan
suatu mazhab tertentu. Akibatnya, timbul perpecahan dalam ummat Islam hanya gara-gara berbeda
mazhab. Lebih ekstrim lagi, hanya karena berbeda dengan mazhabnya atau doktrin ulamanya, maka
al- Quran dan Haditspun ditolak. Istilah Madzhab tidak dikenal pada masa para sahabat. Mazhab-
mazhab muncul setelah masa ketiga generasi awal tersebut yaitu pada abad kedua Hijriah. Masa ini
dikenal dengan periode imam-imam mujtahid. Namun, para imam tidak mewajibkan mazhab mereka
untuk diikuti. Bahkan mereka memerintahkan para murid dan pengikut mazhabnya untuk mengikuti
dalil. Istilah Madzhab menjadi semakin populer pada pertengahan abad ke empat, karena para ulama
pengikut mazhab (muqallidin) mengfokuskan diri dalam mengembangkan dan menyebarkan mazhab
imamnya masing-masing. Mereka meninggalkan ijtihad dan bertaqlid kepada imam-imam mazhab
empat. Menurut mereka, pintu ijtihad telah tertutup. Maka mereka mewajibkan taqlid kepada imam
atau mazhab tertentu dan tidak boleh berbeda darinya. Sejak masa inilah pemikiran dan keilmuan umat
Islam mengalami kemunduran. Sehingga itu mazhab adalah pendapat para ulama mujtahidin yang
tidak ma’shum. Mazhab merupakan madrasah dalam belajar syariat. Mazhab bukan syariat yang
mutlak kebenarannya dan wajib diikuti. Mengikuti syariat (al-Quran dan as-Sunnah) hukumnya wajib.

Kata Kunci : Madzhab dan Perbedaan


Abstract

This article aims to describe the development of mazhab moderation for students, Madhhab is
the main idea or basis used by Imam mujtahid in solving problems, or instituting Islamic law. The
emergence of schools, as part of the historical process of establishing Islamic law, was neatly
organized from generations of companions, tabi'in, until they reached a period of anxiety in the
Abbasid caliphate, but it must be admitted that schools have contributed greatly to the determination
of Islamic fiqh law. Opinions/schools are due to differences in perception in ushul fiqh and fiqh as
well as different interpretations or interpretations of mujtahid. Adhering to schools of thought, is due
to our "inability" to explore Shari'a law itself directly from its sources (Al-Ouran and as-Sunnah).
Properly adopting madhhab can be achieved by understanding that our understanding of differences of
opinion among schools of thought is something that is healthy and natural, not something strange or
deviating from Islam. Many problems arise due to misunderstanding of school issues such as the
attitude of taqlid, fanaticism of schools and opinions that require a certain school of thought. As a
result, there are divisions within the Muslim ummah only because of different schools of thought.
Even more extreme, just because it is different from the school or the doctrine of the ulama, the
Qur'an and Hadith are rejected. The term "mazhab" was not known at the time of the Companions.
The schools emerged after the third period of the initial generation, namely in the second century
Hijriah. This period is known as the period of the mujtahid priests. However, the imams do not oblige
their sect to be followed. They even ordered the students and followers of their schools to follow the
proposition. The term Madzhab became increasingly popular in the mid-fourth century, because the
mazhab-following scholars (muqallidin) focused on developing and spreading their respective
schools of thought. They left ijtihad and taqlid to the priests of the four schools of thought. According
to them, the door to ijtihad has been closed. So they oblige taqlid to certain priests or sects and cannot
be different from them. Since this time, the thinking and scientific knowledge of Muslims has
declined. So that madhhab is the opinion of mujtahidin scholars who are not ma'shum. The school is a
madrasa in learning sharia. Madhhab is not a Shari'a whose truth is absolute and must be followed.

Following the Shari'a (al-Quran and as-Sunnah) is obligatory.

Keywords : Madzhab and Difference


PENDAHULUAN
diluar dari golongannya sebagai kafir dan murtad membuat stabilitas beragama dan bernegara
terancam. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman dalam moderasi serta munculnya
berbagai aliran antar agama dan aliran dalam satu agama. Pemikiran/ madzhab dalam Islam
menjadikan umat Islam agak sektarian karena adanya perbedaan dalam memahami ajaran Islam. Saat
ini muncul penilaian-penilaian Maraknya aksi radikalisme dan paham takfiri (di kalangan Muslim
yang menuduh Muslim lainnya yang berada subjektif yang menilai pihak lain melanggar batas akidah.
Gerakan takhfiri (pengkafiran) menganggap segala yang berbau budaya dianggap bid’ah. Gerakan ini
menyebarkan ajaran Islam melalui cara- cara yang ekstrem dan keras. Padahal para wali di masa lalu
melakukan penyebaran ajaran Islam dengan cara yang damai, harmonis, rukun, dan santun. Kaum
radikal sangat berkomitmen pada ide-ide yang mereka dukung. Kaum radikal dalam gerakan sosial
memperjuangkan keyakinan yang mereka yakini dengan sikap penuh gairah yang bisa berujung pada
kekerasan. Kita telah melihat bahwa teori ini kurang lebih "masuk akal" ketika ada konflik atas nama
agama dan aksi terorisme di mana-mana.

Pandangan ini bertahan di beberapa kelompok sempalan agama, yang kesemuanya berakar
pada aktivisme apresiasi agama. Radikalisme dapat mengambil berbagai bentuk yang berbeda,
termasuk protes dan penolakan norma-norma tradisional, serta semangat keagamaan komunitas
tertentu yang menginginkan dunia mereka diubah sesuai dengan keyakinan mereka. Oleh karena itu,
praktik dan pengajaran moderasi dalam beragama harus didorong dalam kehidupan sosial masyarakat.

Moderasi beragama merupakan komitmen bersama masyarakat negeri ini dalam rangka
mewujudkan bangsa yang modern dan demokratis yang di dalamnya terdapat banyak agama dan suku.
Moderasi beragama merupakan tanda keberhasilan masyarakat yang pluralistik.

Jadi, keyakinan dan praktik masing-masing agama dalam suatu umat harus tetap dalam batas-
batas tertentu. Artinya, pada akhirnya, agama diperlukan untuk mengisi kekosongan nilai-nilai
spiritual masyarakat, tetapi segala bentuk ekspresi tidak boleh menjadi ancaman bagi masa depan
yang damai. 1

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif melalui riset, yaitu dengan
mengolah data dan informasi dengan menelaah dan mengkaji, serta membahas dan mengumpulkan
literature, baik yang sifatnya modern maupun klasik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
content analysis yaitu menganalisis isi dari objek yang diteliti berdasarkan sumber yang relevan. Dari

1
Abdul Syatar, Muhammad Majdy Amiruddin, and Islamul Haq, ‘KURIOSITAS Media Komunikasi Sosial Dan
Keagamaan’, Vol.15, (2022). h.38-158 From:https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/kuriositas/article/view/
2923
objek kajian tentang perbandingan madzhab dalam islam yang di dalamnya mengangkat tokoh yakni:
Imam hambali, Imam syafi’i, Imam maliki, dan imam hanafi . Sedangkan sumber sekunder berasal
dari artikel dan buku yang membahas tentang perbandingan madzhab dalam islam.Kemudian data
diolah dan dianalisis melalui beberapa tahapan yakni dengan cara memilih, membandingkan,
menggabungkan, dan memilah data dari temuan yang relevan, agar memudahkan kita untuk
melakukan pengembangan terhadap pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MAZHAB

Kata Mazhab dalam bahasa Arab adalah ‫بھذم‬, berasal dari kata sifat (masdar) dari Fi’il madhy ‫ب‬
‫ ھذ‬, yang artinya menurut bahasa berarti berjalan atau pergi ( ‫ ) ر اس‬dan bisa juga berarti pendapat (
‫)يأرال‬.2

Sedangkan Mazhab menurut istilah ulama Fikih merumuskan, antara lain:

“Mazhab” adalah paham atau aliran Fikiran yang merupakan hasil ijtihad seorang mujtahid tentang
hukum dalam islam yang digali dari ayat Al-Qur’an atau Al- hadis yang dapat di ijtihadkan.3

Menurut Abdur Rahman “Mazhab” adalah pendapat, paham atau aliran seseorang alim besar
dalam islam yang digelari Imam seperti empat Imam besar: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali yang
di sebarkan oleh murid para Imam ke berbagai Negara.4

Menurut Wahbah Az-zuhailiy “Mazhab” adalah segala hukum yang mengandung berbagai
masalah baik di lihat dari aspek metode yang mengantarkan pada kehidupan secara keselu- ruhan
maupun aspek hukumnya sebagai pedoman hidup.5

Menurut Huzaemah Tahido Yanggo “Mazhab” adalah pokok pikiran atau dasar yang
digunakan oleh Imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistimbathkan hukum islam.
Selanjutnya pengertian Mazhab berkembang menjadi sekelompok umat Islam yang mengikuti cara
istidlal Imam Mazhab tertentu tentang masalah hukum Islam.6

Menurut Said Ramadhan “Mazhab” adalah jalan fikiran (paham/pendapat) yang di tempuh
oleh seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum islam dari Al-Quran dan Hadis.7

2
Louwis Ma’luf, Al-munjid Fi-Luqhah Wa Al-‘alam, (Beirut: Dar al Masyrik,1986),h.239-240.
3
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaaran, (Jakarta: Erlangga,1991), h. 47.
4
E. Abdurahman, Perbandingan Mazhab, (Bandung: Sinar Baru , 1991), h. 8-9.
5
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy Wa adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,1989), h.27.
6
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), h.72
7
Said Ramadhan, Islamic Law : Its scope and Equity, Terj. Badri Saleh, (Jakarta: Cv Firdaus), h. 95.
Menurut A. Djazuli “Mazhab” adalah aliran-aliran dalam fikih yang di awali dari perbedaan
penggunaan metode, berakibat pada perbedaan pendapat yang akhirnya terbentuk kelompok
pendukung (murid Imam) sebagai penerus Imamnya dan selanjutnya berkembang menjadi mazhab
tertentu.8

Menurut Qodri Azizi “Mazhab” ialah mengikuti Mazhab tertentu dalam sistem pengambilan
hukum Islam/Fiqh dari Mazhab Fi aqwal (pendapat) menuju pengembangan Mazhab Fi al-manhaj
(metodologi).9

Berdasarkan uraian diatas “Mazhab” dapat dipahami sebagai jalan fikiran atau dasar yang
digunakan oleh Imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistimbathkan hukum islam
berdasarkan kepada al-quran dan al-hadis.

B. CARA MELAKUKAN PERBANDINGAN

Mahmud Syaltud dan Ali Sayis dalam pengantar kitabnya yang berjudul “ Muqaranatul
Mazahib”Menegaskan perbandingan mazhab merupakan cara baru dalam mempelajari fikih. Kedua
ulama tersebut menjelaskan secara singkat dan cukup jelas tentang cara yang digunakan dalam
melakukan perbandingam mazhab. Pertama sekali dimunculkan dan dikemukakan suatu masalah
dengan disebutkan hukumnya menurut pandangan berbagai mazhab. Setelah itu kemudian diajukan
dalil masing-masing mazhab dan cara pandang mereka yang menjadi sumber perbedaan terhadap
hukum tersebut. Kemudian barulah dalil-dalil tersebut didiskusikan dari berbagai aspek yang terkait
dengan pengambilan hukum. Akhirnya setelah melakukan diskusi secara objektif dan ilmah, mugarin
(pelaku perbandingan) yang adil dan melepaskan dari fanatik mazhab yang dianutnya akan
mengambil kesimpulan dan berpegang teguh kepada pendapat yang lebih kuat dalilnya dan lebih jelas
istidlalnya. Sikap ini diambil oleh seorang mugarin hanya karena ingin sampai kepada kebenaran
yang diamalkannya semata. Maka mugarin yang fanatik terhadap mazhab tertentu tidak akan bisa
berlaku adil terhadap mazhab yang lain. Jika hal terakhir ini yang akan terjadi, hendaklah dia
menjauhi untuk mempelajari fikih perbandingan ini. Karena telah menjadi ijma bahwa seseorag hakim
tidak boleh memenangkan sebuah perkara atas dasar persahabatan dan kedekatan. Juga tidak
dibenarkan memvonis “kalah” sebuah perkara atas dasar kebencian dan permusuhan. 10Siapapun
yang menjadi mugarin maka harus bersikap objektif, ilmiah, dan adil. Islam selalu memberikan
kemudahan kepada umat Islam dalam segala hal sesuai kemampuan mereka termasuk dalam
pengetahuan tentang hukum. Bagi umat Islam yang merasa sukar untuk memperoleh hukum dari
dalilnya, maka ia hendaknya bertanya kepada orang yang memiliki pengetahuan tapi setelah itu tidak
menjadi kemestian baginya untuk menganut suatu mazhab tertentu. Karena tidak terdapat kewajiban
bagi seseorang kecuali terhadap sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

8
A. Djazuli, ilmu fiqh (Sebuah Pengantar) (Bandung: Orba Saleh, 1991), h. 106.
9
Qadri Azizy, Reformasi Bermazhab, (Teraju: Mizan, 2004), h.20-22.
10
Mahmud syaltud dan Ali Sayis,Muqaranatu al-Fikhi Al-Islami ,(Mesir;Daar al-Ma’arif ),h.3
Di sisi lain tidak ditemukan dalil yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya terhadap
kewajiban untuk bermazhab dengan suatu mazhab dari beberapa imam. Ditegaskan oleh perkataan
ulama “bahwa mewajibkan bermazhab berarti membuat syariat baru.” Melakukan kerja perbandingan
mazhab bukan hal yang bisa dilakukan oleh semua orang. Hanya orang yang sudah mampu saja yang
diperbolehkan. Menurut Syaltut wajib bagi orang yang sudah mampu itu untuk melakukan
perbandingan dan bahkan diwajibkan pula untuk mengamalkan hasilnya. Statemen ini tampaknya
mendapat penolakan dari ulama mutaakhirin yang penolakan tersebut dinilai oleh Syaltut tidak cukup
memiliki dasar yang sahih." Cara untuk mengetahui studi perbandingan mazhab dan halhal yang
terkait dengannya dapat saja dilakukan baik secara formal maupun non formal. Secara formal,
gagasan dan implementasi pembelajaran perbandingan mazhab telah dilakukan oleh universitas al-
Azhar. Menurut Mahmud Syaltut, orang pertama yang mengusulkan mata kuliah perbandingan
mazhab untuk dimasukkan di fakultas-fakultas Universitas al-Azhar adalah Syekh Imam al-Maraghi.
Usul itu diterima dan kemudian menjadi matakuliah di tingkat empat Fakultas Syariah.” Sampai saat
ini pembelajaran fikih mugarin selain di al- Azhar sebagai perintis awal, telah berkembang luas dan
dipelajari di perguruan tinggi Islam baik di dalam maupun luar negeri.

C. PERKEMBANGAN MAZHAB DALAM SEJARAHNYA


Sekilas terdapat anggapan bahwa mazhab fikih itu dimulai oleh kemunculan imam mazhab
yang empat. Berdasar kajian sejarah, sebenarnya kemunculan mazhab itu jauh sebelum imam mazhab
yang empat. Wahbah Zuhali dalam kitabnya al-Fiq al-Islami wa Adillatuhu, menegaskan bahwa
kemunculan mazhab telah bermula sejak zaman sahabat Rasulullah. Sebagai contoh pada masa
itutelah muncul mazhab Aisyah, mazhab Abdullah bin Umar, mazhab Abdullah bin Massud dan lain-
lain lagi. Pada zaman tabi'in, telah muncul tujuh ahli fikih yang termasyhur di Madinah. Mereka
adalah Sa'id bin Musayyab, Urwah bin Zubair, al-Gasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu
Bakar bin Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, Sulaiman bin Yasar, Ubaidillah bin Abdullah bin
Utbah bin Mas'ud dan Nafi' hamba (maula) Abdullah bin Umar. Di kalangan ahli Kufah juga telah
muncul Algamah bin Masud, Ibrahim an-Nakha'i (guru Hammad bin Abi Sulaiman yang menjadi
guru Imam Abu Hanifah). Di kalangan ahli Basrah juga muncul ahli fikih, di antaranya adalah al-
Hasan al-Bashri. Di samping mereka, terdapat lagi ahli fikih dari golongan tabi'in lain di antaranya
adalah Ikrimah hamba (maula) Ibnu Abbas, Atha' bin Abi Ribah, Thawus bin Kisan, Muhammad bin
Sirin, al-Aswad bin Yazid, Masrug ibnul A'raj, Algamah al-Nakhai, alSya'bi, Syuraih, Sa'id bin
Fubair, Makhul al-Dimasygi dan Abu Idris al-Khulani.

Dari awal abad kedua hingga pertengahan abad ke-4 Hijriyah yang merupakan zaman
keemasan bagi ijtihad, telah muncul tiga belas ulama mujtahid yang masyhur yang mazhab mereka
telah dibukukan dan pendapat mereka banyak diikuti. Mereka ialah Sufyan bin Uyainah di Mekkah,
Malik bin Anas di Madinah, al-Hassan al-Bashri di Bashrah, Abu Hanifah dan Sufyan al-Tsauri (161
H) di Kufah, al-Auza'i (157 H) di Syria (Syam), al-Syafi'i dan al-Laits bin Sad di Mesir, Ishag bin
Rahawaih
di Naisabur, Abu Tsaur, Ahmad, Dawud alZahiri, dan Ibnu Jarir al-Thabari di Bagdad. Namun,
kebanyakan mazhab ini hanya terdapat dalam kitab saja, karena para pengikut dan penganutnya sudah
tidak ditemukan lagi. Walaupun demikian, ada juga yang masih wujud dan masyhur hingga hari ini,
yaitu mazhab yang empat. (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali)” Pada bagian akhir buku ini seara
ringkas akan dibahas imam dan pemikiran hukumnya dari golongan mazhab fikih ahlussunnah yang
empat, Syi'ah, Khawarij juga mazhab Zahiriyah."11

D. MANFAAT PERBANDINGAN MAZHAB

Orang yang mempelajari perbandingan fikih islam akan mendapatkan manfaat-manfaat bagi
dirinya sendiri maupun orang lain yaitu masyarakat. Sebagian dari manfaat-manfaat tersebut adalah
sebagai berikut:

Orang yang mempelajari salah satu bagian dari ilmu fikih ini akan dikelilingi oleh banyak sekali
permasalahan yang menjadi perselisihan pendapat para ulama. Oleh karena itu, ia dapat memilih
sesuai dengan kebutuhan ketika timbul permasalahan. Dia bisa memilih pendapatpendapat ulama
yang lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sehingga ia memberikan fatwa sesuai
kebutuhan. Ia boleh memilih apa yang akan difatwakan tanpa harus merasa sempit dan kesulitan serta
ia bisa keluar dari pendapat madzhab, khususnya ketika dalam kondisi darurat. Terlebih lagi jika apa
yang difatwakannya itu dalilnya lebih rajih tatkala dibandingkan dengan pendapat madzhab yang
dianutnya. Inilah manfaat ilmiyah dan amaliyah yang dianggap sebagai buah hakiki dari mempelajari
Fikih Mugaran.

Manfaat-manfaat yang lainnya adalah dapat mengetahui pendapatpendapat para imam yang berijtihad
dalam permasalahan-permasalahan yang diperselisihkan kemudian membandingkan pendapat-
pendapat tersebut disertai dalil-dalilnya. Selanjutnya melakukan istinbath hukum dari dalil yang ada.
Orang yang mempelajari perbandingan madzhab, setelah mengetahui hal tersebut akan memiliki
pengetahuan mendalam terhadap urusan agamanya dan ia akan keluar dari lingkaran orang-orang
yang taklid secara murni. Sedangkan orang yang mampu meneliti dalildalil tetapi tetap bertaklid
adalah tercela.

Ketika melihat kepada dalil-dalil yang dijadikan sandaran para imam akan diketahui bahwa semuanya
merujuk kepada nash-nash yang ada dalam Kitabullah atau sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Ada pula yang merujuk kepada giyas atau kaidah-kaidah umum dalam kaidah syariah. Oleh
karena itu, tidak benar persangkaan orang yang mengatakan bahwa para ahli fikih dalam ilmu syariah
telah mengambil sebagian hukum dari undang-undang Romawi atau undang-undang lainnya yang
berasal dari agama buatan manusia atau agama samawi yang terdahulu. Juga tidak benar pernyataan

11
H. Sapiudin Shidiq,Studi Awal Perbandingan Mahzab Dalam Fiqih,(Cet.1; Jakarta: Kencana,2021),h. 22-23
bahwa para ahli fikih mendapat pengaruh dari undangundang tersebut. Dengan demikian maka kita
sepenuhnya yakin tanpa ada sedikit pun keraguan mengenai syariat Islam dan fikih Islam merupakan
fikih tersendiri yang jauh dari syariat selain Islam.

Orang yang mempelajari fikih mugaran akan mengetahui ushul-ushul dan kaidah-kaidah yang
dijadikan pegangan para imam dalam pengambilan hukum dari dalil-dalil yang ada. Dengan demikian,
ia akan memiliki kemampuan dalam menganalisa setiap dalil dan mampu untuk mencari jalan
pengambilan hukum. Sehingga jika terjadi peristiwa baru maka ia akan mampu memberikan hukum
yang sesuai. Terlebih lagi hal itu akan menyababkan hatinya tenang dalam mengamalkan suatu
hukum atau dalam memberi fatwa kepada orang lain atau dalam memberi keputusan di antara sesama
manmusia. Sebab, ia tidak akan menyajikan fatwa melainkan ia telah mengetahui dalil dari fatwa
tersebut.

Manfaat lainnya adalah tampak betapa usaha keras dan kesulitan yang telah dikerahkan para imam
dalam meng-istinbath suatu hukum dari dalil-dalilnya. Dengan demikian, sudah sepantasnya kita
menghargai seluruh imam-imam yang ada tanpa membeda-bedakan atau fanatik kepada salah satu di
antara imam-imam tersebut. sebab kita akan mengetahui cara pandang mereka dalam pengambilan
dalil suatu hukum. Kita juga meyakini bahwa masing-masing pendapat dari imam tidak keluar dari
daerah dalil syariat. Terlebih lagi, masing-masing dari mereka menghormati pendapat lainnya.
Sehingga sudah sepantasnya kita mengikuti mereka dalam setiap perilaku mereka, menghargai jerih
payah mereka, dan menghormati setiap pendapat mereka Radhiyallahu Anhum.

Demikianlah secara global manfaat-manfaat yang akan diperoleh oleh orang yang mau
mempelajari fikih muqaran.12

E. PROSES DAN TEHNIK PERBANDINGAN MAZHAB


Perbandingan mazhab termasuk salah satu cabang ilmu fikih yang terbaru yang tujuannya untuk
mencari pendapat mazhab mana yang terkuat dalilnya dalam masalah yang diperselisihkan oleh para
mujtahid. Maka dengan mengadakan perbandingan mazhab akan tertanam rasa toleransi terhadap
pendapat mazhab yang lain dan dengan tertanam rasa toleransi akan tercipta saling menghormati dan
lahirlah keinginan untuk mengadakan pendekatan dan akhirnya akan bersatu kembali pendapat-
pendapat yang berbeda-beda itu kepada pendapat yang terkuat dalilnya yang bersumber dari al-Ouran
dan Sunnah.
Dalam mencapai kesimpulan perbandingan mazhab ini lebih dahulu melalui beberapa proses
diantaranya :

Pertama, Pembanding memindahkan pendapat-pendapat fukaha dari berbagai mazhab pada

12
Abdussami’ Ahmad Imam,Pengantar Studi Perbandingan Madzhab,(Cet.1;Jakarta:Pustaka Al-
Kautsar,2016),h.33
masalahyang mereka perselisikan. Dalam memindahkan pendapat ini pembanding harus
memelihara bahwa pendapat yang dipindahkan itu adalah adalah pendapat yang terdapat dalam
kitab-kitab mazhab yang diakui sebagai sumber utama mazhab itu dan pendapat yang
dipindahkan itu adlah pendapat yang terkuat. Oleh karena itu pembanding tidak boleh
memindahkan pendapat dari kitab yang ditulis oleh fukaha yang oleh mazhabnya tidak diakui
sebagai seorang mujtahid dalam mazhabnya. Dan apabila terdapat beberapa pendapat dalam satu
mazhab mengenai satu masalah maka pembanding harus memeilih pendapat yang terkuat dan
tidak boleh mengambil pendapat yang lemah.
Kedua, kemudian sesudah mendapat dipindahkan, dicantumkan lagi dalil baik dari al-Guran, sunnah,
ijma” dan giyas atau kaidah hukum yang lainnya yang dipergunakan oleh mazhab itu dalam
mempertahankan pendapatnya. Dan dalam memindahkan dalil juga hendaknya dalil yang
dipindahkan adalah dalil yang terkuat, tidak boleh mengambil dalil yang lemah dlam mazhab itu.
Ketiga, Sesudah pendapat dan dalil dipindahkan barulah mencari faktor apa yang menyebabkan
terjadinya perbedaan pendapat yang mungkin saja perbedaan itu disebabkan faktor bahasa, baik
dalam Alguran daupun sunnah yang kurang jelas pengertiannya. Atau mungkin pula disebabkan
oleh faktor Sunnah, umpanya mazhab Hanafi menolak hadits Ahad sedang mazhab yang lain
mempergunakan hadits Ahad sebagai dalil, atau mazhab Hambali mempergunakakn hadits dhaif
sebagai dalil, sedang mazhab yang menolaknya, mungkin ada suatu hadits ampai ketangan
seseorang mujtahid tetapi tidak sampai ke tangan mujtahid yang lain, dan juga perbedaan
menilai hadits baik segi kekuatan matan dan sanadnya. Maka inilah yang mungkin dapat
menimbulkan perbedaan pendapat. Ijma' juga dapat menimbulkan perbedaan pendapat, umpanya
dalam mazhab zhahiri menolah ijma bukan sahabat, sedang mazhab yang lain menerima ijma'
selain dari sahabat, mazhab Hanafi dan Hambali menerima ijma sukuti dan dapat dijadikan dalil,
namun mazhab Maliki dan Syafi'i menolak nya, mazhab syiah hanya menerima ijma” dari
keluarga Rasulullah (ahli bait) saja. Dikalangan mazhab yang empat juga terjadi perbedaan
pendapat tentang pemakaian giyas sebagai sumber fikih, ada sangat luas mempergunakannya
tetapi ada yang terbatas. Selain dari itu mazhab tidak sama mempergunakan kaidah hukum
dalam menetapkan hukum yang tidak disebutkan dalam sumber diatas.
Keempat, Kemudian baru dikemukakan kritik dari pelbagai pendapat terhadap pendapat yang lain
untuk mengetahui kuat lemahnya dalil yang dikemukakan. Dalam mengemukakan kritik dan
menilai kritik yang dikemukakan oleh pelbagai pihak si pembanding hendaknya bersikap
sebagai seorang wasit, karena itu ia harus melepaskan kecenderungannya kepada sesuatu
pendapat. Pada saat membanding seolah-olah pembanding berada diatas semua mazhab maka
dengan cara itu akan lahirlah rasa kejujuran dalam menilai dan akan sampai kepada suatu
kesimpulan yang obyektif.
Kelima, terakhir barulah pembanding mengambil kesimpulan yang merupakan tarjih dan sekian
pendapat untuk memperoleh pendapat mana yang lebih kuat dalilnya atau pendapat mana yang
lebih praktis dan lebih sesuai dengan kemaslahatan umat pada suatu tempat dan suatu waktu.
Inilah proses yang harus dilalui oleh pembanding dalam mengambil kesimpulan atau
keputusannya, yang dilandasi dengan penuh kejujuran dan ketelitian agar hasil bandingannya betul-
betul mendekati kepada kebenaran (gath'i), yang tentunya menjadi kewajiban bagi pembanding
melaksanakan untuk dirinya sendiri hasil perbandingannya, namun ia tidak boleh memaksa orang lain
untuk menerimanya namun kalau ada yang mengikuti pendapatnya diperbolehkan.13
F. RUANG LINGKUP DAN TUJUAN MEMPELAJARI MAZHAB
 Ruang Lingkup

Secara ideal keberadaan hukum diharapkan mampu berfungsi sebagai pengendali perilaku
manusia dan mengarahkannya pada berbagai kreasi dan aksi yang positif. Idealitas telah
mengedepankan sejak manusia meniti zaman primitif. Pada masa ini hukum berfunsi untuk (1)
memeliharakedamaian masyarakat, (2) menekan tindak kejahatan dan kekerasan, (3) menjaga
kekayaan dan (4) mensosialisasikan ukuran-ukuran moral dalam berbagai bentuk hubungan manusia
atas dasar persaudaraan dan persahabatan.14

Dengan dikemukakannya arti “muqaranah” (perbandingan) maka nampak jelas bahwa


“muqaranah” terbatas pada masalah-masalah fiqh yang diperdebatkan, dengan menganalisa perbedaan
kekuatan dalil dari kelemahan dalil lainnya, dan disimpulkan dengan sampainya pada pendapat yang
kuat dan didukung dengan dalil yang kuat dan alasan yang jelas sehingga amalan terhadap dalil
tersebut diharuskan bahkan diwajibkan setelah adanya upaya yang disertai analisa yang mendalam,
terinci dan kuat. Hukum-hukum ijtihadiah dalam fiqh diilhami oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
saw dan bersumber pada pemikiran dan penalaran dengan memperhatikan ruh al-tasyri’ (jiwa
syari’at). Dalam realitasnya, fiqh yang dihasilkan para ulama selama inii merupakan hasil pemahaman
dan interpretasi para ulama terhadap hukum- hukum syar’i dan bukan terhadap syari’ah itu sendiri.
Dalam arti bahwa yang menjadi fokus kajian ulama adalah teks-teks yang berkaitan dengan aturan
dan kaidah hukum yang bersifat partikular dalam al-Qur’an dan as- Sunnah, dan sering sekali
mengabaikan manhaj dan metode yang digunakan syar’i dalam menetapkan kaidah dan aturan hukum
tersebut.

Padahal sebagaimana yang dikemukakan dalam Q.S. al-Jatsiyah (45) ayat 18, bahwa al-Qur’an secara
eksplisit memerintahkan untuk mengikuti syari’ah, sementara ahkam asy-syari’ah harus dipahami
sebagai implementasi partikular dari syari’ah yang ditetapkan sesuai dengan maksud, tujuan dan
konteks ketika diturunkannya. Ahkam asy-syari’ah yang berupa aturan atau kaidah hukum, diturunkan
berdasarkan sebab dan alasan tertentu, sehingga para ulama sejak awal Islam menekankan adanya
pengetahuan terhadap sebab-sebab turunnya suatu ayat dan hadist (asbab al- wurud) serta konteks
masyarakat Arab ketika itu sebelum menafsirkan dan menyimpulkan suatu hukum. Perbedaan

13
H. Syaikhu,Norwili, Perbandingan Mazhab Fiqih,(Yogyakarta:K-Media,2019),h.33-35
14
Moh. Saichu, Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Dialogia, Vol. 2
Nomor 2, 2004, h. 125-126.
kesimpulan hukum yang terjadi di antara ulama dalam berijtihad merupakan suatu keniscayaan yang
tidak bisa dipungkiri.15

 Tujuan Mempelajarinya
Mempelajari suatu ilmu tentu berkaitan dengan manfaat atau tujuan dari ilmu yang diajarkan.
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya pembahasan perbedaan pendapat dalam hukum Islam berdampak
positif dalam perkembangan hukum Islam dan mempunyai manfaat yang tidak sedikit. Sebab dengan
adanya pembahasan semacam ini telah memberikan sumbangsih besar dalam perkembangan
pengetahuan hukum Islam dengan menampilkan berbagai hasil ijtihad berkualitas, pendapat-pendapat
yang bermutu serta produk pemikiran yang mencakup berbagai realita sosial, kejadian-kejadian yang
ada dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, tujuan mempelajari perbandingan bisa dikemukakan
sebagai berikut:
1. Pengetahuan berbagai mazhab fiqh dalam masalah-masalah fiqhiyyah yang ada perbedaan
didalamnya, serta mengambil di antara pendapat yang ada lalu dijadikan sebagai landasan dengan
disertai sumber dalilnya. Maka dalam hal ini, seorang pembanding bisa konsisten dalam agamanya
dan mempunyai pemahaman yang mendalam dalam syariat. Sebagaimana yang penunjukan ini
difirmankan Allah SWT dalam QS. Yusuf ( ): 108.
‫ُع َلى ِ ع صي˚ َر و َم ِن ي‬
‫˚ب ِّ َا َن ˚ا م َن ِر‬ ِ ‫ه‬, ‫ُق ˚ل‬
˚‫ٰح ل و َما˜ ال˚ ُم ِكي‬ j
ّ َ j
َ ‫ى‬ ‫ل‬ٰ ّ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬ ˚˜ ‫ه بي‬
‫„ة اَن ات َب َع ِن ۗ َو‬
‫َن ش‬ ‫َن ال‬ ‫ا‬˚ ‫ب‬َ ‫ال‬ ˚‫ِذ ˚ ي اد‬
َ
ِ‫ل‬
‫س‬
Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”

2. Menganalisa upaya-upaya dan dasar-dasar setiap imam dan menjadikannya sebagai bagian dalam
merumuskan berbagai hukum dari berbagai dalilnya. Maka dalam hal ini seorang muqarin
(pembanding) mengetahui batas atau kadar upaya atau ketentuan yang dilakukan para imam mujtahid
sehingga dapat sampai pada kesimpulan rumusan hukum dari dalil-dalil yang ada. Tentunya dalam hal
ini tetap dihargainya semua imam mujtahid tanpa harus melebihkan antara satu dengan yang lainnya
disebabkan pola perumusan dalil yang beragam, disamping itu pula setiap imam dari mereka tetap
menghargai pendapat imam lainnya dan tidak membebankan yang tidak sepakat agar memahaminya
dan ini adalah bagian dari penghargaan ilmiah serta kemandirian berpendapat.

3. Seorang muqarin memposisikan dirinya atas apa yang menjadi sandaran/landasan para imam dari
dalil-dalil serta mengetahui sumbernya dari nash-nash al-Qur’an dan sunnah yang bersifat qath’i atau
zanni, sebagaimana rumusan suatu hukum landasannya dari qiyas atau perumusannya berasal dari
kaidah-kaidah umum atau khusus dari mazhab tertentu seperti maslahat mursalah dari Malikiyyah,

15
Muhammad Adib Hamzani, Elastisitas Hukum Islam (Studi Pemikiran Hukum al- Sha’rani dalam al-Mizan al-
Kubra), dalam Ahmad Zahro, at.al (Ed.) Antologi Kajian Islam, (Cet. I; Surabaya: Pascasarjana IAIN Snan Ampel
Press, 2010), h. 33.
istihsan dari Hanafiyyah, sehingga kekeliruan yang ada bisa diketahui dari pihak yang mengklaim
bahwasanya kaum muslimin melandaskan hukum- hukum muamalatnya dari undang-undang Romawi
atau selain syariat dan kekeliruan lainnya bahwa semua kitab-kitab fiqh berasal dari Allah yang
diturunkan untuk Rasulullah, sehingga perbedaan antar fuqaha dijadikan sebagai media untuk saling
memusuhi dan kebencian dalam satu umat yang seharusnya tetap bersatu padu dan beroegang teguh
sebagai wujud dari yang Allah SWT firmankan dalam QS. Ali Imran (3): 103

‫ ˜ه ِا ˚خ‬,
‫ل ˚ي َن قُُل ˚وبِ ُك ˚حت‬jَ‫ ˚ع ا‬j‫ ˚م َا‬jُ‫ِّ ِاذ˚ ُكن˚ت‬ ‫تَفَ َّرقُ ˚وا ۖ َوا ˚ذ َم‬ ‫ِّل ِم‬ ‫واعت ُم َح‬
‫ ف َب ˚م َواًن “ا ِن ˚ع‬jَ‫˚م َفا‬
‫لال َد ˜ا ًء علَ ˚يُك ˚م‬ ‫ُك ُر ˚وا و َال ت‬ ‫ال ˚ي‬ ‫˚وا ˚ب‬
‫َم ِت‬ ‫ص َب‬ ‫˚ع‬ ‫ً عا‬ ‫ص ِل‬
‫ج‬
‫ه َل َعَّل ُك ˚م ت‬, ِ‫ك ٰذ ِ’ ˚م ٰا ٰيت‬ َ ‫˚م‬ ‫’م َن‬ ‫ َر‬j‫ع شف‬ ‫ ˚م‬jُ‫وُكن˚ت‬
‫ ˚و َن ُّلال َل ُك‬jُ‫د‬jَ‫˚ھت‬ ‫ِل ك ي‬ ‫النَّا ِر َان˚قََذكُ ھا‬ ‫ٰلى ا „ة‬
‫ُن‬ ۗ ˚‫حف‬
‫َب‬ ‫’م‬
˚‫ن‬
Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah
mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika
itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.

4. Pengetahuan mengenai kumpulan berbagai pendapat imam mujtahid menerangkan posisi ijtihad
sebagai rahmat bagi umatnya dan tanpa membatasi diri dalam satu mazhab tertentu dan sifat
konsekwensi serta berpegang teguh terhadap pendapat tertentu sehingga memberikan jalan untuk
bisa membandingkan. Dengan adanya kumpulan pendapat para imam mujtahid, memudahkan
bagi manusia dan menghilangkan bebannya, menghindarkan dari berbagai kerusakan dan
menjaga kemaslahatan sehingga yang demikian tentu sejalan dengan tujuantujuan syariat
mempunyai keistimewaan tersendiri.
.5. Manfaat perbandingan bisa didapatkan dengan adanya keharusan melaksanakan apa yang telah
didapatkan dan dianggap sebagai dalil kuat dibandingkan dengan dalil-dalil lainnya. Posisi
sebagai akademis, pembanding dan peneliti dianggap sama dalam hal ini, kesemuanya harus
melaksanakannya dan menjaga kemaslahatan dalam berbagai bidang kehidupan manusia dengan
urusan-urusan yang ada. Hasil daripada pengetahuan adalah pengamalan dan agama kita yang
lurus tidak membebankan kita sebagai kaum muslimin kecuali mengikuti hukum-hukumnya
yang benar dan sesuai rumusan hukumnya dari sumber-sumbernya yang jelas16

PENUTUP
16
Firman Muh. Arif, Perbandingan Mazhab Dalam Lintasan Sejarah,(Cet.1; Makassar: Indonesia Independent
Publisher,2013),h. 10-13
KESIMPULAN
Mazhab adalah aliran pemikiran atau pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam
mujtahid dalam meng-istinbath-kan hukum Islam. Mazhab terdiri dari imam mujtahid, materi figh,
komunitas (muurid/pengikut) dan karya imam mazhab. Mazhab secara garis besar terbagi dua:
mazhab ahlu al-sunnah dan syi'ah.

Perbandingan mazhab (figh mugaran) adalah suatu ilmu yang mengumpulkan pendapat-
pendapat para ulama figh, dalam suatu masalah figh yang dukhtilafikan dengan cara mengumpulkan,
meneliti dan mengkaji serta mendiskusikan dalil-dalil masing-masing pendapat (mazhab) secara
objektif untuk mencari pendapat yang paling terkuat dan paling sesuai dengan prinsip umum hukum
Islam. Sebagian orang masih ada yang beranggapan bahwa mempelajari berbagai mazhab dan
perbedaan yang ada didalamnya adalah sesuatu yang tabu dan tidak ada gunanya, dengan asumsi
bahwa perbandingan itu akan menggoyahkan pendirian seseorang dan boleh jadi nantinya seseorang
akan selalu membanding-bandingkan hukum atau dalil dan mencari yang mudah dengan berpindah-
pindah. mazhab Mempelajari perbandingan mazhab sangatlah luas manfaatnya sebab perbandingan
yang dilakukan merupakan perbandingan lintas mazhab, tidak ada lagi keterikatan pada satu paham,
netralitas benar-benar diuji dalam hal ini sehingga keputusan yang diambil benar-benar objektif
berdasarkan kenyataan dan bukan rekayasa hukum. Tujuan dari muqaranah atau perbandingan
bukanlah setelah kita membandingkan sebuah dalil atau hukum, lantas kita jadikan untuk saling
melemahkan atau menjatuhkan pendapat satu dengan lainnya, karena fungsi perbandingan juga untuk
mempererat atau mendekatkan mazhab-mazhab itu sendiri. Secara ideal keberadaan hukum
diharapkan mampu berfungsi sebagai pengendali perilaku manusia dan mengarahkannya pada
berbagai kreasi dan aksi yang positif. Idealitas telah mengedepankan sejak manusia meniti zaman
primitif. Pada masa ini hukum berfunsi untuk (1) memelihara kedamaian masyarakat, (2) menekan
tindak kejahatan dan kekerasan, (3) menjaga kekayaan dan (4) mensosialisasikan ukuran-ukuran
moral dalam berbagai bentuk hubungan manusia atas dasar persaudaraan dan persahabatan.
DAFTAR PUSTAKA

Syatar, Abdul, Muhammad Majdy Amiruddin, and Islamul Haq, ‘KURIOSITAS Media Komunikasi
Sosial Dan Keagamaan’, Vol.15, (2022). From: Pengembangan Moderasi Mazhab di Kalangan
Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum UINAM: Relevansi Pemikiran Islam Moderat |
KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan (iainpare.ac.id)
Shidiq,Sapiudin H. (2021). Studi Awal Perbandingan Mahzab Dalam Fiqih.Cet.1; Jakarta: Kencana.
From: Studi Awal Perbandingan Mazhab Dalam Fikih - Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag. - Google
Buku
Ahmad Imam,Abdussami'.(2016). Pengantar Studi Perbandingan Madzhab.Cet.1;Jakarta:Pustaka Al-
Kautsar. From: Pengantar Studi Perbandingan Madzhab - Dr. Abdus Sami' Ahmad Iman -
Google Buku
H. Syaikhu,Norwili, Syaikhu H.(2019). Perbandingan Mazhab Fiqih.Yogyakarta:K-Media.
From: PERBANDINGAN MAZHAB FIQH; Penyesuaian Pendapat di Kalangan Imam Mazhab - H.
SYAIKHU, M.H.I., NORWILI, M.H.I. - Google Buku
Ramadhan,Said. Islamic Law : Its scope and Equity, Terj. Badri Saleh.Jakarta: Cv Firdaus. From:
Studi Awal Perbandingan Mazhab Dalam Fikih - Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag. - Google Buku
Arif,Firman Muh. (2013).Perbandingan Mazhab Dalam Lintasan Sejarah.Cet.1; Makassar:
Indonesia Independent Publisher. From: 199950105.pdf (core.ac.uk)
Hasbiyallah, H.(2012).Perbandingan Mazhab.Cet.2;Yogyakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Kementrian Agama RI. From: (PDF) BUKU PERBANDINGAN MADZHAB DALAM ISLAM
KARYA H. HASBIYALLAH, M.Ag. (DIRJEN PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN
AGAMA) | Idik Saeful Bahri - Academia.edu
Muslim, Ibrahim.(1991). Pengantar Fiqh Muqaaran. Jakarta: Erlangga,1991. From: Studi Awal
Perbandingan Mazhab Dalam Fikih - Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag. - Google Buku
syaltud Mahmud & Sayis Ali,Muqaranatu al-Fikhi Al-Islami . Mesir;Daar al-Ma’arif . From: Studi
Awal Perbandingan Mazhab Dalam Fikih - Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag. - Google Buku
Hamzani, Muhammad, Adib.(2010). Elastisitas Hukum Islam (Studi Pemikiran Hukum al- Sha’rani
dalam al-Mizan al-Kubra), dalam Ahmad Zahro, at.al (Ed.) Antologi Kajian Islam. Cet. I;
Surabaya: Pascasarjana IAIN Snan Ampel Press. From: 199950105.pdf (core.ac.uk)
Saichu,Moh.(2004). Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani. Dialogia, Vol. 2Nomor 2. From:
199950105.pdf (core.ac.uk)
Karimuddin, M. Z. (2019). Kedudukan Mazhab, Taklid Dan Ijtihad Dalam Islam. Al-Qadha: Jurnal
Hukum Islam Dan Perundang-Undangan, 6(1), 55-65 . From:Pengembangan Moderasi Mazhab
di Kalangan Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum UINAM: Relevansi Pemikiran Islam
Moderat | KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan (iainpare.ac.id)
Ma’luf, Louwis .(1986). Al-munjid Fi Al-Luqhah Wa Al-‘alam, Beirut: Dar al Masyrik, 1986. From:
Pengantar Perbandingan Mazhab - Repository UIN Sumatera Utara
Abdurrahman,E. (1991).Perbandingan Mazhab, Bandung: Sinar Baru.From: Pengantar Perbandingan
Mazhab - Repository UIN Sumatera Utara
Qadri Azizy, Qadri.(2004). Reformasi Bermazhab, Teraju: Mizan.From: Pengantar Perbandingan
Mazhab - Repository UIN Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai