Anda di halaman 1dari 4

PAHAM AGAMA DALAM MUHAMMADIYAH

Oleh Muh. Zuhri 1. Pendahuluan Biasanya paham keagamaan diasosiasikan dengan bidang akidah atau bidang fiqh. Misalnya, sekelompok umat Islam yang tergabung dalam sebuah organisasi mengaku berpaham keagamaan akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan dalam fiqh menganut mazhab imam Syafi'i atau imam lainnya. Muhammadiyah pun juga demikian. Hanya, Muhammadiyah tidak mengadopsi paham-paham yang sudah ada secara mentah, tetapi memiliki kerangka pikir tersendiri. Hal ini terjadi karena terkait dengan sejarah kelahiran dan perkembangannya. Agaknya tidak salah bila dikatakan bahwa Muhammadiyah lahir dari sebuah keprihatinan. Pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan melihat bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam berada dalam keterbelakangan ditandai dengan keberadaannya dalam cengkeraman penjajah, Belanda. Mereka terbelakang di bidang ekonomi, sosial politik, kesehatan dan pendidikan. Pada sisi lain, praktek keberagamaan yang ditampilkan sudah menyimpang dari ajaran yang sebenarnya seperti takhayul bid'ah dan khurafat. Ada keterkaitan antara keterbelakangan dalam kehidupan duniawi dengan paham dan praktek menjalankan agama. Misalnya, khurafat dan takhayul mengantarkan orang sakit berobat ke dukun, tidak ke dokter. Di bidang pendidikan, lembaga andalannya adalah sekolah pesantren yang "mengharamkan" ilmu "sekular" sehingga bekal untuk menata realitas duniawi tidak dimiliki. Pemahaman terhadap agama secara benar dan komprehensif diyakini oleh para pendiri Muhammadiyah dapat mengejar ketinggalan dan melepaskan diri dari kungkungan keterbelakangan. Di bidang akidah dan ibadah Muhammadiyah menyingkiri bid'ah khurafat dan takhayul serta kembali ke sumber asli, Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Di bidang pendidikan, Muhammadiyah bukan hanya mengajarkan agama, tetapi juga mengajarkan ilmu "sekular" seperti yang dipelajari oleh bangsa-bangsa Eropa supaya menjadi bangsa yang maju. Pakaian sekolah tidak harus sarung atau bebed, boleh celana dan berdasi. Muhammadiyah juga mendirikan pelayanan kesehatan masyarakat dikenal dengan PKU; dan Muhammadiyah dengan kepeduliannya terhadap anak yatim mendirikan panti asuhan. Untuk ukuran tempo dulu, gerakan Muhammadiyah sudah sangat maju dan revolusioner. Tetapi warga Muhammadiyah tidak boleh terpaku dan merasa puas atas prestasinya. Perkembangan peradaban yang bergerak maju dan pesat dapat menertawakan Muhammadiyah bila hanya berjalan di tempat setelah tadinya leading. Para ahli mengatakan bahwa paham agama memberi arah perjuangan, kiprah dan eksistensi para penganutnya. Karena itu warga Muhammadiyah harus memperhatikan paham agama dalam Muhammadiyah yang tertuang dalam beberapa hal, meliputi pengertian agama Islam, dasar-dasar agama Islam, fungsi ra`yu, ijtihad dan ittiba', empat bidang ajaran Islam dan kitab masalah lima. 2. Pengertian Agama Islam Putusan Majlis Tarjih mendefinisikan Agama sebagai berikut:

) ( .
Artinya: Agama (yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW) ialah apa yang diturunkan Allah di dalam al-Quran dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Selanjutnya, Putusan Majlis Tarjih menyatakan

.
Artinya: Agama adalah apa yang disyari'atkan Allah denganperantaraan NabinabiNya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Definisi ini memilah antara tradisi yang berinduk kepada agama dan tradisi yang terlepas dari agama. Definisi yang tertulis dalam "Kitab Masalah Lima" ini menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah untuk memberi jawaban atas pertanyaan masyarakat tentang tradisi tertentu. Saya sendiri berpegang pada definisi tersebut menyarankan agar sebuah tradisi ditelusuri secara historik. Misalnya "tradisi Manakiban, ulang tahun kematian, itu termasuk Islami apa tidak, maka telusurilah sejak kapan tradisi itu mulai ada. Penanya diajak berpikir untuk menyadari duduk persoalan yang sebenarnya. 3. Dasar Agama Islam Mungkin kita sering mendengar banyak orang Islam mengatakan bahwa sumber ajaran Islam ada empat, yaitu, Al-Quran, Hadis, Ijma' dan Qiyas. Tidak demikian halnya dengan Muhammadiyah. Dasar agama Islam dalam paham Muhammadiyah adalah Al-Quran dan Sunnah RasulNya. Al-Quran adalah Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Sunnah Rasul SAW merupakan penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al-Quran. Bagaimana dengan Ijma' dan Qiyas? Muhammadiyah lebih memilih tema pemeranan akal pikiran/ar-Ra`yu. 4. Fungsi ar-Ra`yu Bagi Muhammadiyah, akal pikiran/ar-ra`yu berfungsi (1) mengungkap kebenaran yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul, (2) mengetahui maksudmaksud yang tercakup dalam pengertian Al-Quran dan Sunnah Rasul. Akal pikiran/ar-ra`yu memungkinkan orang-orang tertentu untuk berijtihad. Oleh sebab itu menurut Muhammadiyah, pintu ijtihad itu tidak tertutup. Muhammadiyah memberi semangat kepada warganya untuk tidak taqlid, tetapi setidaknya, kalau mengikuti orang lain dalam mengamalkan ajaran agama, mengetahui alasanalasannya. Itulah yang disebut ittiba'. Sebagaina disebutkan bahwa salah satu dari "Masalah Lima" adalah mempersoalkan "apakah urusan duniawi itu" maka ar-Ra`yu/akal pikiran manusia diberi keleluasaan untuk difungsikan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk memakmurkan dunia dengan segala teknologinya dengan tetap mematuhi ramburambu agama. Oleh sebab itu fungsi ar-ra`yu begitu besar, di samping "memahami"

3 Al-Quran dan as-Sunnah juga memajukan peradaban agar tidak tertinggal dari bangsa lain, bahkan peradaban dunia yang dicapai ar-ra`yu berada dalam sinar Ilahi. Dengan mendudukkan ar-ra`yu semacam itu Muhammadiyah tidak terjebak dalam polemik tentang fungsi akal dan wahyu sebagaimana berkembang dalam faham Ilmu Kalam yang berkepanjangan itu. 5. Empat Bidang Ajaran Islam Dalam sejarah pemikiran Islam, paham agama hanya dikaitkan dengan bidang akidah dan bidang fiqh. Penelitian tentang paham keagamaan selalu hanya mengambil variable kedua bidang tersebut. Bagi Muhammadiyah bidang ajaran agama dirinci menjadi empat (1) akidah, (2) akhlak, (3) ibadah, dan (4) mu'amalah. Hal ini disebutkan dalam Matan Keyakinan dan ita-cita Hidup Muhammadiyah poin ke 4. Keempatnya merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisahkan. Akidah menjiwai dan melandasi akhlak, ibadah dan mu'amalah. Akhlak yang dilandasi akidah, melandasi dan menjiwai ibadah dan mu'amalah. Ibadah yang berlandaskan akidah dan akhlak, menjiwai dan menjadi landasan bermu'amalah. Mu'amalah dijiwai oleh akidah, akhlak dan ibadah. 6. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah Matan dimaksud dikategorikan menjadi 3 kelompok Kelompok kesatu mengandung pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis, pada angka 1 dan 2: 1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan Da'wah amar ma'ruf nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. 2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampaikepada Nabi penutup Muhammad SAW., sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi. Kelompok kedua mengandung persoalan mengenai faham agama menurut Muhammadiyah, pada angka 3 dan 4: 3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW., dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. 4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: a. aqidah, b. akhlq, c. 'ibadah, d. Mu'amalah duniawiyat. Kelompok ketiga mengandung persoalan mengenai fungsi dan missi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara Republik Indonesia: 5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, memerdekakan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar

4 Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, untuk bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil makmur dan diridhai allah Subhanahu wata'ala. BALDATUN THAYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR 7. Kitab Masalah Lima Setelah berkembang luas ke seantero Nusantara, agar eksistensi dan konsistensi perjuang terpelihara, Muhammadiyah merasa perlu merumuskan konsep yang melandasi kiprah selanjutnya. Kitab Masalah Lima merupakan konsep yang terpikirkan paling dini, diikuti dengan konsep-konsep lainnya. Kitab ini berpijak dari pertanyaan: 1. Apakah agama itu? 2. Apakah (urusan) duniawi itu? 3. Apakah Ibadah itu? 4. Apakah Sabilillah itu, dan 5. Bagaimana Qiyas itu? Pertanyaan "apakah agama itu" dihadapkan dengan pertanyaan "apakah (urusan) duniawi itu" tidak dimaksudkan mengikuti paham sekularisme, tetapi sebagai simbol untuk memilah sisi yang menjadi perhatian agama dengan apa yang dibiarkan. Pak Azhar Basyir menerangkan hal duniawi sebagai sisi yang bersifat teknis. Misalnya, agama memerintah orang hidup harus bekerja. Tetapi pekerjaan apa, di mana dan bagaimana itu urusan duniawi. Agama memerintahkan menuntut ilmu, tetapi ilmu apa, ke mana dan sampai tingkat apa, itu duniawi. Agama memerintahkan berperang, tetapi dengan senjata pedang apa senapan, itu urusan duniawi. Agama memerintahkan menutup aurat tetapi bagaimana modelnya, apa bahannya, itu duniawi; dan seterusnya. Kitab masalah lima juga berbicara tentang ibadah. Ibadah sebagaimana dipahami oleh Muhammadiyah tidak memberi kesempatan untuk mengawinkan atau memasukkan ritual-ritual dari tradisi atau agama lain dalam Islam. Toleransi antar umat beragama dalam Muhammadiyah dipandu oleh definisi Ibadah. Sabilillah menjadi salah satu issu penting dalam Kitab Masalah Lima agar umat Islam menyadari bahwa Jihad fi Sabilillah tidak terbatas pada perang dengan mengangkat senjata. Berbagai perjuangan untuk menyebarkan dan menegakkan Islam tanpa perang juga termasuk Sabilillah. Bila tetap harus menggunakan perang, maka perang dalam pengertiannya yang luas. Perang peradaban dengan adu kekuatan akal pikiran, bersaing dalam bidang teknologi termasuk Sabilillah dalam paham Muhammadiyah. Qiyas sebagai issu ke lima merupakan simbol bahwa Muhammadiyah tidak mengakui bahwa pintu ijtihad ditutup. Ijtihad mengantarkan pengamalan keagamaan menjadi lebih dinamis, tidak kaku.

Anda mungkin juga menyukai