Anda di halaman 1dari 11

Provokasi oleh Tokoh Agama dalam Permasalahan Gereja Santa

Clara Bekasi Utara


Adrian Alexsander Johannes
Program studi Ilmu Politik, FISIPOL, Universitas Kristen Indonesia

Abstrak
Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam keanekaragaman agama,ras,etnis dan
bahasa sehingga dalam konteks berbangsa dan bernegara pluralitas yang dimiliki ini menjadi
kekuatan kita untuk menjadi perekat bangsa kita namun dalam masyarakat yang majemuk ini
terlihat adanya beberapa kasus intoleransi dalam hal ini menyangkut kebebasan beragama
dan juga pendirian tempat ibadah bagi seluruh umat beragama di Indonesia.Jurnal ini dibuat
bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh yang diberikan oleh kelompok organisasi
masyarakat Islam terhadap masyarakat sehingga terjadi masalah penolakan atas berdirinya
Gereja Santa Clara, Bekasi Utara. Jurnal ini mengunakan metode penelitian kualitatif dengan
tujuan melihat pengaruh dari organisasi Islam kepada masyarakat di sekitar gereja sehingga
terjadi penolakan dan melihat tindak yang dilakukan oleh ormas Islam dalam penolakan
pembangunan gereja. Dalam penelitian ini ditemukan penyebab dan faktor. Penyebabnya
ialah misinformation yang menyebabkan logika ketakutan dalam masyarakat serta adanya
pengaruh dari tokoh agama Islam yang menjadi pengerak massa terhadap penolakan Gereja
Santa Clara
Kata Kunci: Organisasi Islam, Penolakan, Massa, Gereja.

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu dari sekian negara yang mengunakan sistem demokrasi, yang
memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang yang berbeda, pluralitas sebagai
nilai yang hadir dalam demokrasi menjadi dasar agar perbedaan yang ada di dalam
masyarakat menjadi kekuatan untuk mempersatukan suatu bangsa sehingga kerukunan di
tengah masyarakat yang beranekaragam bisa tercipta dengan menghidupkan nilai-nilai yang
terkandung dalam demokrasi ini maka, seluruh aspirasi dan juga kebebasan yang ada pada
masyarakat bisa disuarakan serta dijamin oleh pemerintah sebagai wujud dari pemerintahan
yang demokratis di negara yang masyarakat bersifat majemuk. Ditengah masyarakat juga
hadir adanya beberapa organisasi masyarakat sebagai wadah untuk menghimpun aspirasi
masyarakat sehingga peran dari organisasi masyarakat sangatlah berpengaruh dalam
kehidupan demokrasi di Indonesia, organisasi masyarakat juga digunakan sebagai alat untuk
mengembangkan pola pikir masyarakat Indonesia yang majemuk ini agar mereka yang
tergabung dalam suatu ormas bisa mempererat kebhinekaan dimulai dari lingkungan
masyarakat mereka.
Perbedaan yang ada di masyarakat Indonesia sendiri di latar belakangi oleh beberapa faktor
yaitu, Suku, Ras, Budaya, dan Agama sehingga negara menjamin dan juga memberikan
fasilitas untuk setiap masyarakat yang berbeda ini terutama dalam hal beragama dan juga
kebebasan menjalankan ibadah baik secara pribadi maupun secara kelompok. Semua ini
termasuk juga dalam urusan pembangunan tempat ibadah yang dimana tempat ibadah sebagai
sarana untuk umat beragama menjalankan ibadah mereka sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing, di Indonesia sendiri ada enam agama yang diakui dan dilindungi oleh negara
menurut UU No. 1/PNPS/1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan, dan/atau penodanaan
agama. Agama-agama tersebut ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu
yang diakui sebagai agama yang ada di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden dengan
pertimbangan menteri agama, menteri dalam negeri dan jaksa agung. (Oktavira, 2021) Dalam
Undang-undang Pasal 29 ayat 2 yang berisi tentang negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaan itu. Dengan adanya jaminan dari negara untuk menjaga kebebasan beragama itu
sendiri agar tercipta suatu kerukunan antar umat beragama yang sama, karena kebebasan
agama sendiri pilihan dan juga hak setiap warga negara di Indonesia. (Utami, Kompas.com,
2022)
Dalam beberapa masalah yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah kasus yang memiliki
hubungan dengan kegiatan beragama dan juga pembangunan rumah ibadah, beberapa
perlakuan tindak Intoleransi di tengah masyarakat masih hadir dan membuat beberapa
masyarakat yang mengalami tindakan tersebut merasa tertekan dalam mengekspresikan iman
mereka serta terjadinya beberapa kasus penutupan tempat ibadah umat beragama serta tindak
intoleransi diantara lain seperti, penolakan duta besar Tahta Suci Vatikan ke Palembang
dalam rangka peresmian Katedral Palembang (Sucinda, 2023), penolakan pembangunan
gereja GKI Yasmin di Bogor (Saudale, 2021), pelarangan ibadah umat Kristen di Gereja
Kristen Kemah Daud Raja Basa, Lampung (Kontributor Lampung,Tri Purna Jaya, 2023) dan
berbagai kasus lainnya. Dari sekian banyak kasus yang menjadi sorotan salah satunya adalah
tentang Ormas Islam yang melakukan penolakan pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi
Utara.
Dalam penolakan pembangunan Gereja Santa Clara, massa yang digerakan oleh Ormas Islam
melakukan penolakan dengan memberikan tuduhan kepada gereja berupa kejanggalan dalam
pengurusan Izin mendirikan bangunan (IMB) gereja, serta mempersoalkan pertambahan umat
Gereja Santa Clara dari awalnya hanya 300 umat menjadi 9 ribu umat dalam hitungan dua
tahun. Sehingga meminta dalam orasi mereka saat demo di depan Gereja Santa Clara agar
Walikota Rahmat Efendi mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan oleh
Pemda pada 28 Juli 2015.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan penolakan pembangunan Gereja Santa Clara di bekasi Utara, menjadi salah
satu dari sekian tindakan yang bersifat intoleransi, terutama bagi umat Katolik di wilayah
Bekasi Utara. Penolakan yang dilakukan atas dasar kejanggalan dalam pembuatan IMB
gereja dan juga luasnya isu tentang pembangunan Gereja Katolik terbesar se-Asia Tenggara,
menjadi isu yang dilontarkan masyarakat dan juga ormas Islam yang menolak kehadiran
Gereja (Niman, 2017). Dengan menurunkan massa yang berkisar 600-1000 orang untuk
menyegel gereja tersebut agar tidak dapat dipakai lagi, ditambahkan dengan pernyataan oleh
Uztad Bernard Abdul Jabbar dari Forum Umat Islam mengatakan bahwa, penyegelan yang
dilakukan terhadap Gereja Santa Clara sudah disetujui oleh Kapolsek Bekasi Utara, KH
Ishomuddin, dan atas nama Umat Islam Bekasi, selaku orator beliau menyampaikan tiga
alasan mengapa penolakan Gereja itu terjadi yang pertama, Gereja Santa Clara berdiri di
tengah-tengah pesantren yang ada di Bekasi Utara. Kedua, dengan menyangkutkan kearifan
lokal bahwa wilayah Bekasi Utara sebagian besar beragama Muslim. Ketiga, pihak gereja
dituduh melakukan penipuan KTP. Terjadinya bentrok antara massa dan juga polisi yang
berjaga di depan Gereja membuat pihak kepolisian terpaksa menembakan gas air mata
dikarenakan massa melakukan pelemparan batu terhadap anggota polisi yang bertugas.
(Sadeo, 2016)
C. Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan masalah yang dijelaskan dalam permasalahan ini maka muncul beberapa
pertanyaan penelitian yang ingin diteliti yaitu :
1. Apa yang dilakukan oleh para tokoh agama yang bertindak dalam organisasi Islam
melakukan kesepakatan bersama sehingga massa mendukung adanya penolakan Gereja Santa
Clara di Bekasi Utara ?
2. Bagaimana Isu dan juga informasi mengenai penolakan gereja tersebar dimasyarakat
sehingga terjadi demo oleh masyarakat dan organisasi Islam ?

D. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian permasalahan ini adalah metode penelitian kualitatif,
menurut Prof. Dr. Sugiyono.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu, maka kata kunci yang harus diperhatikan yaitu cara ilmiah,
data, tujuan dan kegunaan. Metode penelitian kualitatif adalah metode naturalistik
dikarenakan penelitian tersebut dilakukan dalam kondisi alamiah karena dalam metode ini
lebih banyak digunakan dalam penelitian antropologi dan budaya; disebut kualitatif
dikarenakan data yang terkumpul dan analisisnya bersifat kualitatif. (Sugiyono, 2016)

E. Landasan Teori
Teori Tindakan Komunikatif oleh Jurgen Habermas, Tindakan komunikatif menurut
Habermas (Hardiman, 2009) mengacu pada tindakan yang diarahkan oleh norma-norma yang
disepakati bersama berdasarkan harapan timbal balik diantara subjek-subjek yang
berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol, khususnya bahasa sehari hari sebagai
medium bagi tindakan tersebut. Dalam pengunaan Teori ini dalam kasus penolakan Gereja
Santa Clara melihat bagaimana tindakan serta interaksi yang dilakukan oleh tokoh agama
melakukan provokasi terhadap masyarakat melalui organisasi sehingga masyarakat juga ikut
ambil bagian dalam penolakan ini.

F. Pembahasan
Intoleransi Indonesia
Indonesia sebagai salah satu dari sekian banyak negara berkembang yang memiliki jumlah
suku, budaya, masyarakat serta kepercayaan yang beranekaragam sehingga menjaga
persatuan terhadap sesama menjadi nilai yang penting agar bangsa kita menjadi kuat sesuai
dengan motto bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” (Utami, 2021) agar tercipta nilai
pluralitas ditengah masyarakat dan menghargai satu sama lain. Intoleransi sendiri merujuk
kepada adanya sikap salah satu ataupun sebagian kelompok masyarakat yang tidak bisa
menerima adanya perbedaan diantara mereka yang dilatarbelakangi mulai dari rasa bangga
yang berlebihan kepada suku mereka yang disebut sebagai Primordialisme adapun juga
perbedaan yang mengatasnamakan nilai-nilai agama untuk menciptakan suatu pemahaman di
masyarakat sehingga terjadi fanatisme keagamaan yang membuat permasalahan yang
menyebabkan masalah keberagaman terutama dalam hal ini menyangkut iman dan
kepercayaan orang lain secara individu ataupun kelompok.Sesuai dengan “Declaration on
the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or
Belief” yang diadopsi oleh PBB sebuah dekrit yang digunakan untuk menjamin setiap orang
dalam kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan mereka tanpa adanya diskriminasi
dan juga wajib dilindungi oleh negara (Nations, 1981). Dalam hubungan dengan keagamaan
di Indonesia dalam Undang-undang Pasal 29 ayat 2 yang berisi tentang negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat
menurut agamanya dan kepercayaan itu (Utami, Kompas.com, 2022). Menjadi sebuah
landasan bahwa setiap warganegara Indonesia dijamin hak dan juga kebebasan dalam
memeluk kepercayaan mereka termasuk diantarannya ialah membangun tempat ibadah
masing-masing kepercayaan untuk dipergunakan secara bersama-sama.
Dalam kehidupan masyarakat tidak jarang terjadi masalah sosial yang berbenturan satu
sama lain, isu seperti intoleransi, pertentangan antara suku, masalah agama menjadi masalah
yang timbul dinegara yang bersifat majemuk sehingga masalah-masalah ini hanya bisa
dikendalikan tetapi tidak bisa sepenuhnya dihilangkan. Kasus-kasus Intoleransi yang
menimpa masyarakat salah satunya intoleransi dalam agama ialah tindakan atau perlakuan
tidak adil, kerugian fisik atau materi dan mental atau kepribadian terhadap umat beragama,
ancaman terjadinya kekerasan atau perkelahian massal, ancaman kerukunan, ancaman
kehancuran ekonomi masyarakat, ancaman terhadap eksistensi dasar negara yakni Pancasila,
dan ancaman terjadinya disintegrasi bangsa (Ayu, 2022).
Kasus Intoleransi yang terjadi di Indonesia memiliki berbagai jenis bentuk dan juga hal yang
berbeda mulai dari pembubaran pertunjukan seni tari Jaran Kepang di Sumatera Utara oleh
oknum Forum Umat Islam (FUI) yang dianggap syirik namun ada masyarakat yang
berargumen terhadap ormas tersebut lalu diludahi oleh salah satu anggota ormas sehingga,
menyulut emosi warga yang sedang menyaksikan pertunjukan tersebut. (CNN, 2021)
Permasalahan pemilihan calon ketua OSIS yang digugurkan karena beragama Kristen di
SMAN 52 Jakarta Utara, masalah yang ditemukan melalui rekaman suara salah satu oknum
guru sebagai wakil kepala sekolah yang menghasut agar tidak meloloskan calon ketua OSIS
yang beragama Kristen dengan alasan kekhawatiran guru jika ketua OSIS akan membuat
program tidak pro Islam. (Suciatiningrum, 2022) lalu adanya perlakuan perusakan tempat
ibadah Klenteng dan juga Vihara Tanjung Balai, Sumatera Utara yang diawali dengan
ketegangan bermula menjelang shalat Isya, setelah Meliana, seorang perempuan Tionghoa
berusia 41 tahun yang meminta agar pengurus mesjid Al Maksum di lingkungannya
mengecilkan volume pengeras suaranya lalu masalah membesar melalui pesan media sosial
dan banyak masyarakat terhasut dan menyerang klenteng dan vihara. (BBC, 2016)
Berbagai kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia, yang mengancam kebersatuan
Indonesia menjadi masalah yang seharusnya diselesaikan sehingga tidak menjadi masalah
yang membesar namun beberapa kasus masalah yang terjadi tidak semua masalah
diselesaikan dengan secepatnya, dikarenakan adanya beberapa protes dari masyarakat yang
didorong oleh rasa kebencian terhadap mereka yang bukan dari kelompok mereka sehingga,
terjadinya kasus-kasus intoleransi terutama dalam hal beragama membuat sebagian
masyarakat beranggapan hak mereka untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan
mereka masing-masing diganggu dan kehadiran mereka dianggap sebagai sebuah masalah
yang akan menganggu kepercayaan mereka.

Kasus Intoleransi Terhadap Umat Beragama di Bekasi


Bekasi merupakan kota yang memiliki 12 wilayah kecamatan serta 56 kelurahan
(Kompas.com, 2022) dengan jumlah penduduk 2,543,676,00 Jiwa menurut hasil sensus
kependudukan BPS Kota Bekasi tahun 2020, dengan luas wilayah yaitu 210,49 Km2. Kota
bekasi menjadi kota pendukung ibukota sehingga menjadi tempat bagi berbagai orang dari
beberapa daerah dan juga memiliki latar belakang masyarakat yang berbeda-beda, dalam
beberapa masalah sosial yang terjadi kasus intoleransi yang menjadi salah satu masalah yang
timbul di masyarakat yang diakibat karena adanya pengaruh dari tokoh masyarakat sekitar
maupun yang timbul diakibat karena desakan dari masyarakat itu sendiri.
Kasus-kasus Intoleransi yang terjadi di Bekasi memiliki berbagai jenis penolakan seperti
massa yang menganggu ibadah jemaat HKBP Serang Baru yang dianggap merubah fungsi
rumah menjadi gereja sehingga warga sekitar meminta jika ingin membuat gereja seharusnya
mengurus kepada pemerintah Daerah tetapi nyatanya tempat tersebut hanya dijadikan rumah
doa dan hanya perlu ijin melalui kelurahan ataupun desa (Rizki Nurmansyah, 2020),
terjadinya tindak intimidasi terhadap jemaat HKBP Filadelfia Bekasi saat melaksanakan
ibadah Hari Kenaikan Yesus Kristus dengan melakukan tindak pelemperan air kotor dan urin
kepada umat yang ingin ke gereja dan juga melakukan penutupan jalan akses ke gereja
(Beritasatu, 2012) penolakan pendirian Pura bagi umat Hindu di Desa Sukahurip, Bekasi
yang didasari tidak sesuai dengan SKB Menteri dengan syarat harus ada 90 umat Hindu tetapi
menurut tokoh masyarakat sekitar hanya ada satu umat Hindu saja, tetapi menurut komunitas
Hindu di tempat tersebut sudah berjumlah 7000 umat sehingga menjadi permasalahan
terhadap ijin pendirian Pura. (Utama, 2019) Permasalahan penyegelan Masjid Al-Misbah oleh
pemerintah kota Bekasi yang membuat jemaah Ahmadiyah tidak bisa menjalankan sholat
mereka walaupun Masjid tersebut sudah berdiri sejak tahun 80-an menurut Deden Sujana,
juru bicara jamaah ahmadiyah namun baru di tahun 2013 menjadi masalah. (Widodo, 2013)
Berbagai kasus yang menganggu kehidupan masyarakat salah satunya ialah intoleransi yang
membuat beberapa masyarakat mengalami tekanan dari kelompok intoleran yang tidak
seharusnya terjadi diantara mereka. Berbagai kasus intoleransi yang terjadi, salah satunya
ialah masalah penolakan berdirinya Gereja Santa Clara yang dianggap menganggu
dikarenakan posisi gereja yang hadir ditengah-tengah pesantren bagi umat muslim serta
kehadiran gereja ditolak karena Bekasi Utara mayoritas penduduk beragama muslim
sehingga, penolakan ini membuat minoritas dalam artian umat Katolik di daerah tersebut
tidak boleh memakai gedung gereja sebagai sarana untuk menjalanka ibadah mereka namun,
Gereja Santa sudah memiliki IMB sejak tahun 2015 untuk mendirikan Gereja dari pemerintah
Kota Bekasi tetapi, beberapa kelompok massa menolak hal tersebut sehingga terjadi
keributan massa yang membuat pengunaan gereja menjadi tidak maksimal dan umat tidak
bisa sepenuhnya mengunakannya sehingga, harus mencari gereja atau paroki yang posisinya
berdekatan pada Gereja Santa Clara saat ini. (Wardah, 2019)

Permasalahan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara


Gereja Santa Clara merupakan Gereja yang menaungi Paroki Bekasi Utara yang terletak di
Jalan Lingkar Utara, RT.03/RW.06, Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi,
Jawa Barat. Awal dari Gereja Santa Clara berdiri berasal dari Stasi Yohanes Pemandi yang
terletak di wilayah Seroja, Bekasi Utara dan termasuk dalam bagian dari Gereja Santo
Arnoldus Janssen di jalan Ir. Juanda Bekasi Timur pada tahun 1998 Stasi Yohanes Pemandi
resmi menjadi sebuah paroki dan menjadi wilayah Paroki Bekasi Utara, setelah mereka
menjadi paroki sendiri umat mengunakan salah satu Ruko di Perumahan Taman Wisma Asri
dengan kapasitas yang belum bisa menampung umat pada saat itu sehingga kegiatan misa
hanya diadakan satu kali dan umat yang tidak bisa misa di ruko tersebut mencari gereja-
gereja terdekat di Paroki Bekasi Utara seperti Gereja Santo Albertus Paroki Harapan Indah,
Gereja Santo Arnoldus Janssen dan yang cukup jauh Gereja Santo Servatius Paroki Kampung
Sawah.
Setelah berjalannya waktu pengurus wilayah dari Paroki Bekasi Utara membuat rencana
untuk mendirikan gereja mereka sendiri agar bisa menampung banyak umat di Bekasi Utara
dikarenakan kapel yang ada diparoki tersebut juga belum bisa menampung banyak umat dan
posisi sangat jauh untuk dijangkau maka para pengurus menentukan dimana letak gereja akan
dibangun sehingga, dipilihlah posisi Gereja Santa Clara saat ini sebagai titik tengah agar
setiap umat bisa gereja tanpa harus berjalan jauh tanah yang dibeli oleh pihak pastoral adalah
lahan sawah milik Haji Mochtar Tabrani, pendiri dari Pesantren An-nur Bekasi yang di beli
pada tahun 2001,namun sejak panitia pembangunan gereja (PPG) pertama yang dibentuk
tahun 2004 gereja belum bisa melakukan pembangunan dikarenakan surat permohonan izin
membangun gereja baru diterima oleh Kelurahan Harapan Baru pada 23 November 2014
kurang lebih 10 tahun tidak ada proses pembangunan gereja. (Sinambela, 2021).
Tahun 2010an lahan dibeli di kawasan yg Sekarang ini menjadi gereja. Dana dari paroki dan
dari KAJ Awal terbentuknya paroki St.Clara pengurus mengajukan IMB Namun, dengan
alasan politik agama IMB itu selalu tertahan hingga di tahun 2015 jaman Pak Rahmat Effendi
masih menjabat sebagai Walikota Bekasi, umat baru bisa mendapatkan IMB. Tokoh umat yg
sangat berperan saat itu pak Sulis dkk. Persoalan demo pun juga tak luput, bahkan semenjak
membeli lahan pembangunan gereja. Organisasi yg ikut terlibat dalam demo termasuk ormas-
ormas sekitar Bekasi dan FPI di tahun yg sama. Sampai mereka menutup akses jalan depan
gereja dan fly over Summarecon dalam aksi tolak bangun gereja Santa Clara dengan shalat
Asar. TNI-Polisi ikut terlibat dalam menjaga keamanan sekitar gereja. Mereka yg mendemo
sampai melempar batu kearah gereja yg sedang dibangun. Karna jarak gerbang dan gereja
sangat jauh jadi tidak ada kerusakan yg signifikan atas kejadian ini. Setelah empat tahun
masa itu berlalu dan pada tanggal 11 Agustus 2019 gereja diresmikan oleh Uskup Agung
Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo, Walikota Bekasi Rahmat Effendi serta Menteri ESDM Pak
Ignatius Jonan. Ribuan umat antusias dalam misa pemberkatan dan acara peresmian gereja.
Dengan pengawasan yg ketat dari pihak keamanan, acara itu berlangsung dengan lancar dan
aman. Saat itu umat ada sekitar 8000 umat, karna jumlah yg melebihi kapasitas gereja yakni
1200 umat maka misa terbagi menjadi 4, yaitu Sabtu jam 5 sore, Minggu jam 6 pagi 9 pagi
dan 5 sore. Dan hingga saat ini jumlah umat semakin bertambah hingga 9ribu-10ribu.

Analisa Kasus
Dalam kasus Gereja Santa Clara penolakan yang didasari atas penolakan dari pada ormas
memang sudah dilakukan untuk menahan terbangunnya gereja tersebut. Menurut salah satu
narasumber Veronika dan rekan lainnya selaku umat dan juga pengurus diparoki.
“awalnya mereka melakukan penolakan karena berita gereja ini bakal jadi gereja
terbesar se-asia, tapi itu gk benar mereka demo dari siang kalo gak salah Hari Jumat
ada yang pasang poster penolakan gitu ada yang lempar batu, tapi gak sampai kena
gereja soalnya jaraknya jauh antara gedung sama pagar gereja”
Penolakan yang dilakukan oleh segelintir ormas memang dipicu dengan adanya pesan atau
kabar bahwa Gereja Santa Clara akan menjadi gereja terbesar di Asia tenggara yang memang
membuat para pendemo ini melakukan aksi penolakan yang didasari bahwa posisi gereja
yang berada di tengah-tengah wilayah pesantren, Penipuan KTP yang dilakukan dan
penyangkut kearifan lokal dimana sebagian besar penduduknya adalah Muslim menurut
Uztad Bernard Abdul Jabbar dari Forum Umat Islam menjadi salah satu tokoh penolakan
dengan memberikan gagasan sehingga dapat menganggu masyarakat disana. Dengan
melakukan beberapa penolakan seperti menutup akses jalan menuju gereja melakukan sholat
di depan gereja dan juga memasang berbagai poster sebagai tindakan penyampaian penolakan
pembangunan gereja. Pengaruh dari seorang tokoh agama sangatlah memiliki kekuatan yang
besar sehingga kasus penolakan ini berjalan dengan begitu besar, walaupun Walikota Bekasi
Rahmat Effendi diharuskan para pendemo untuk mencabut IMB namun beliau menolak
"Saya menolak dengan tegas saat itu. Saya bilang di depan mereka, lebih baik kepala saya
ditembak daripada saya harus mencabut IMB gereja itu. IMB itu sudah sesuai dengan hukum
yang berlaku," ucap Rahmat (Kompas.com, Kompas.com, 2017).

Gambar Kondisi Gereja

Gambar 1 Proses Pembangunan Gereja tahun 2015

Gambar 2 Pendemo dalam penolakan Gereja


Gambar 3 Polisi dalam menangani demo didepan Gereja

Gambar 4 Peresmian Gereja Santa Clara oleh Mgr. Ignatius Suharyo dan Walikota Bapak Rahmat Effendi

Gambar 5 Kondisi Gereja saat ini

Gambar 6 Poster acara “Clara Dialoque” sebagai acara toleransi antar umat beragama di Bekasi Utara
Gambar 7 Foto Bersama salah satu Pastor Gereja Santa Clara Pastor Christinus C. Mahulae OFM.Cap

Kesimpulan
Tindak Intoleransi dalam umat beragama memang menjadi hal yang harus segera ditangani
agar tidak memberikan dampak buruk bagi mereka yang mengalami tekanan mayoritas dan
minoritas. Penolakan terhadap Gereja Santa Clara sudah terjadi sejak tahun 2015 dan
menyebab protes maupun bentrok antara pihak gereja dan para organisasi yang didasari
bahwa Gereja Santa Clara berdiri di tengah-tengah masyarakat yang beragama Islam, tokoh
agama yang menolak dalam organisasi melakukan berbagai tindakan mulai dari melakukan
penutupan jalan, melakukan ibadat didepan bahkan melemparkan batu sehingga tindakan ini
mempengaruhi laku masyarakat untuk lebih menolak maka pengaruh yang berikan oleh salah
satu atau berbagai tokoh memberikan dampak provokasi yang mengerakan massa dengan
melakukan demonstrasi terhadap walikota Bekasi Rahmat Effendi agar mencabut IMB Gereja
Santa Clara tetapi, walikota tetap mempertahankan IMB gereja tersebut dan berhasil
meresmikan gereja tersebut pada tanggal 11 Agustus 2019 bersama Mgr. Ignatius Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta.

Saran
Dalam Menghadapi kasus intoleransi adalah dengan melakukan dialog antar agama melalui
FKUB dan juga forum kerukunan lainnya, agar terjalin hubungan timbal balik antar umat
beragama sehingga rasa saling menghormati satu sama lain tumbuh dan berkembang di
masyarakat agar isu atapun berita yang menganggu kebersatuan umat beragama bisa diatasi
tanpa harus melakukan kekerasan seperti demo penolakan dan bentuk tindak intoleransi
lainnya, sehingga masyarakat semakin berkembang dalam menyikapi permasalahan yang
memiliki hubungan dengan agama agar meminimalisir konflik yang terjadi. Peran pemerintah
yang bekerjasama dengan FKUB dan juga lembaga keagamaan lainnya menjadi suatu
kolaborasi untuk menangkal semua isu yang berbau intoleransi di masyarakat.

Daftar Pustaka
Ayu, R. (2022, Juni 26). UNESA. Retrieved from UNESA: https://www.unesa.ac.id/soroti-intoleran-
kalangan-anak-muda-mahasiswa-pe-ngopi-bersama-pakar-lintas-agama#:~:text=Dampak
%20dari%20intoleran%20dalam%20agama,negara%20yakni%20Pancasila%2C%20dan
%20ancaman
BBC. (2016, Juli 30). BBC News Indonesia. Retrieved from BBC News Indonesia :
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/07/160730_indonesia_rusuh_tanju
ng_balai

Beritasatu. (2012, Mei 17). beritasatu.com. Retrieved from beritasatu.com:


https://www.beritasatu.com/megapolitan/48697/kronologis-penyerangan-jemaat-hkbp-
filadelfia

CNN. (2021, April 7). cnnindonesia. Retrieved from cnnindonesia:


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210407210830-20-627227/viral-anggota-ormas-
bubarkan-jaran-kepang-dan-ludahi-warga

Kompas.com. (2017, Maret 25). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com:


https://megapolitan.kompas.com/read/2017/03/25/08254701/keteguhan.wali.kota.bekasi.p
ertahankan.gereja.santa.clara

Kompas.com. (2022, September 28). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com:


https://nasional.kompas.com/read/2022/09/28/00150041/daftar-kecamatan-kelurahan-dan-
kode-pos-di-kota-bekasi

Kontributor Lampung,Tri Purna Jaya. (2023, Februari 20). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com:
https://regional.kompas.com/read/2023/02/20/184013378/video-viral-ibadah-jemaat-
gereja-dilarang-di-lampung-lurah-belum-ada-yang

Nations, U. (1981, November 25). United Nations. Retrieved from United Nations:
https://www.ohchr.org/en/instruments-mechanisms/instruments/declaration-elimination-
all-forms-intolerance-and-discrimination

Niman, M. (2017, Maret 24). Berita Satu. Retrieved from Berita Satu:
https://www.beritasatu.com/megapolitan/421380/ini-alasan-massa-tolak-pembangunan-
gereja-santa-clara

Oktavira, B. A. (2021, Desember 16). Hukumonline.com. Retrieved from Hukumonline.com:


https://www.hukumonline.com/klinik/a/kebebasan-memeluk-agama-atau-kepercayaan-
adalah-hak-setiap-warga-negara-cl6556

Rizki Nurmansyah, R. R. (2020, September 18). suarajakarta.id. Retrieved from suarajakarta.id:


https://jakarta.suara.com/read/2020/09/18/161340/kasus-jemaat-hkbp-komnas-ham-
minta-pemkab-bekasi-sediakan-gereja-sementara?page=2

Sadeo, J. (2016, Maret 7). REPUBLIKA. Retrieved from REPUBLIKA:


https://news.republika.co.id/berita/o3npno318/masih-ada-konflik-pembangunan-gereja-
santa-clara-bekasi

Saudale, V. (2021, Juni 13). Beritasatu.com. Retrieved from Beritasatu.com:


https://www.beritasatu.com/megapolitan/786471/ini-kronologi-perjalanan-konflik-gki-
yasmin-sejak-era-wali-kota-diani-budiarto

Sinambela, D. (2021, Juli 12). Katolikana.com. Retrieved from Katolikana.com:


https://www.katolikana.com/2021/07/12/gereja-santa-clara-bekasi-berdamai-tanpa-salib-di-
pucuk-gereja/

Suciatiningrum, D. (2022, Oktober 20). Idntimes. Retrieved from Idntimes:


https://www.idntimes.com/news/indonesia/dini-suciatiningrum/duduk-perkara-heboh-
wakepsek-sman-52-jakarta-jegal-calon-ketua-osis?page=all

Sucinda, J. (2023, Maret 29). Dayak International Organization. Retrieved from Dayak International
Organization: https://www.dio-tv.com/news/5048253868/sempat-ditolak-koalisi-palembang-
darussalam-dubes-vatikan-tetap-tiba-di-palembang-dan-berkati-katedral

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. In Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (p. 2 dan 7). Bandung: Alfabeta, cv.

Utama, A. (2019, Mei 9). BBC Indonesia. Retrieved from BBC Indonesia:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48215796

Utami, S. N. (2021, April 28). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com:


https://www.kompas.com/skola/read/2021/04/28/180743569/sejarah-bhinneka-tunggal-ika

Utami, S. N. (2022, Februari 8). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com:


https://www.kompas.com/skola/read/2021/09/06/120618169/isi-uud-1945-pasal-29-ayat-1-
dan-2-beserta-maknanya#:~:text=Makna%20Pasal%2029%20ayat%202%20Pasal
%2029%20ayat,mengarahkan%20kehidupan%20beragama%20sesuai%20dengan
%20kepercayaan%20yang%20dianutnya.

Wardah, F. (2019, Desember 25). voaindonesia. Retrieved from voaindonesia:


https://www.voaindonesia.com/a/setelah-21-tahun-gereja-santa-clara-bisa-beribadah-
secara-layak/5219332.html

Widodo, R. I. (2013, Februari 14). republika. Retrieved from republika:


https://news.republika.co.id/berita/mi7okx/ahmadiyah-tuntut-dialog-pemkot-bekasi-soal-
penutupan-masjid

Anda mungkin juga menyukai