Anda di halaman 1dari 9

ESAI PANCASILA DAN KEBANGSAAN

PENYIMPANGAN SILA KETUHANAN DI INDONESIA


PADA MEDIA SOSIAL

Disusun oleh:
Maysun Inas Hidayat (235090207111030)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiri dari kata "panca"
yang berarti lima dan "sila" yang berarti prinsip atau dasar. Pancasila adalah lima
prinsip dasar yang wajib diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia.
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu berarti bangsa Indonesia ialah
bangsa yang bertuhan dan memercayai Tuhan, menjalankan perintah dan
larangan Tuhan sebagai bangsa yang religious.
Kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Menurut Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila (BPIP), sila tersebut merupakan perwujudan nilai kemanusiaan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Ketiga, Persatuan Indonesia. Arti dari sila tersebut adalah mampu
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
Keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dan
Permusyawaratan Perwakilan. Arti sila tersebut adalah mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sila ini
mengandung nilai-nilai luhur, seperti menjunjung tinggi semangat kekeluargaan
dan gotong royong.
Nilai-nilai dasar Pancasila adalah landasan warga negara sebagai dalil yang
mutlak serta sebagai kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Sebagai
warga negara Indonesia yang baik seharusnya kita menghormati pancasila
sebagai landasan hukum. Beberapa masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai
pancasila tetapi ada juga beberapa masyarakat yang justu melakukan
penyimpangan pada lima sila yang tercantun dalam pancasila tersebut dan tidak
menghargai nilai-nilai Pancasila. Salah satunya penyimpangan terhadap sila
pertama, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Penyimpangan pada sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Ketuhanan Yang Maha Esa sendiri mengandung arti keyakinan bangsa
terhad adanya Tuhan sebagai sang pencipta. Bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang religius, setiap individu berhak memeluk agama sesuai keyakinan
masing-masing, tetapi tetap saling menghormati dan tidak ada diskriminasi
antarumat beragama. Contoh penyimpangan pada sila pertama ini, yaitu gerakan
radikal kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama, tidak ada sikap
toleransi pada sesama, fanatisme yang bersifat anarki, pembunuhan, dan lain-lain.
Penyimpangan pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, memiliki peran kunci
dalam membangun keyakinan yang beragam dan toleransi antarumat beragama di
masyarakat Indonesia. Namun, tidak dapat dimungkiri, intoleransi antarumat
beragama masih saja terjadi. Intoleransi dapat diartikan sebagai sikap, pandangan,
atau perilaku yang tidak menerima perbedaan individu, kelompok, atau komunitas
lain yang menyebabkan perbedaan pandangan atau karakteristik dari
diriseseorang dianggap salah dan harus dimusuhi, diperangi, bahkan
dimusnahkan. Contoh intoleransi umat beragama dapat mencakup diskriminasi
atau pelecehan verbal terhadap kelompok agama tertentu, penolakan untuk
bekerja sama atau berinteraksi dengan orang-orang dari agama yang berbeda,
pencemaran tempat ibadah atau symbol-simbol keagamaan, pemisahan atau
pengecualian terhadap orang-orang berdasarkan keyakinan agama mereka,
penyebaran propaganda yang merendahkan atau memojokkan kelompok agama
tertentu, pembatasan terhadap praktik keagamaan atau ritual tertentu, penerbitan
atau penyebaran materi yang memprovokasi konflik antaragama, dan contoh-
contoh lainnya. Semua bentuk intoleransi agama bertentangan dengan semangat
kerukunan dan persatuan dalam Pancasila serta nilai-nilai universal penghormatan
terhadap hak asasi manusia. Akibatnya, terjadi ketidakadilan dalam masyarakat,
karena orang-orang yang memiliki keyakinan yang berbeda-beda merasa tidak
diakui atau bahkan dihakimi oleh masyarakat yang mayoritas memeluk agama
yang diakui oleh negara. Intoleransi pada sila pertama ini kerap terjadi khususnya
di media sosial seperti Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, dan platform daring
lainnya.
Pancasila dewasa ini sering menjadi polemik di ruang publik. Polemik ini
makin masif dengan adanya peran media sosial. Pancasila bukan hanya menjadi
perdebatan di ruang elite-akademis, tetapi juga menjadi perbincangan di kalangan
anak muda, terutama di media sosial. Pengaruh positif maupun negatif timbul
seiring munculnya berbagai macam media sosial. Pengaruh positif dan negatifnya
tergantung bagaimana setiap orang menggunakan dan menyikapi media sosial
tersebut. Namun, dewasa ini banyak sekali penyimpangan moral yang dilakukan
oleh remaja khususnya dalam bermedia sosial. Belum sempurnanya kematangan
pemikiran remaja membawa pengaruh negatif terhadap informasi yang tidak baik
melalui media sosial. Seperti contohnya marak video konten yang menyimpang
dari sila pertama Pancasila. Contoh penyimpangan yang terjadi adalah aksi
mengolok-olok Tuhan agama lain di konten video maupun di komentar.
Penyimpangan terhadap Sila Ketuhanan dalam Pancasila di media sosial dapat
muncul dalam bentuk cemoohan atau konten yang merendahkan keyakinan
agama tertentu, mempromosikan intoleransi, atau mengabaikan prinsip
kesederajatan beragama dalam masyarakat. Hal ini dapat merusak semangat
persatuan dan keragaman di Indonesia. Penyimpangan terhadap Sila Pertama
Pancasila di media sosial bisa berupa komentar atau konten yang merendahkan
atau mempertentangkan keyakinan atau agama, serta menghina keberagaman
dan persatuan Indonesia. Hal ini dapat merusak moralitas bangsa, terlebih anak-
anak zaman sekarang sering melihat berbagai konten yang beredar di media
sosial.
Contoh penyimpangan Sila Ketuhanan dalam Pancasila di media sosial
dapat berupa memposting meme atau gambar yang merendahkan atau menghina
agama atau kepercayaan tertentu, menulis komentar yang menyatakan
ketidakpercayaan terhadap Tuhan atau agama, membaikan informasi palsu atau
fitnah tentang praktik keagamaan tertentu, mengajak atau mendorong pengguna
lain untuk mengabaikan nilai-nilai keagamaan, memposting konten yang mengadu-
domba antara berbagai agama atau keyakinan, menyebarluaskan konten yang
memprovokasi konflik atau pertentangan berdesarkan perbedaan agama, dan
penyimpangan-penyimpangan yang lainnya. Semua tindakan ini dapat merusak
harmoni sosial dan merugikan semangat kerukunan beragama yang dijunjung
tinggi dalam Pancasila.
Sedangkan kasus penyimpangan pada sila pertama Pancasila tidak hanya
terjadi di media sosial saja. Contoh penyimpangan sila pertama adalah perusakan
tempat ibadah, satu di antaranya adalah Bom Bali I yang terjadi pada tahun 2002
silam. Kasus lain yang pernah terjadi adalah pengeboman di tempat ibadah seperti
yang terjadi di Gereja Katedral Makassar, bom bunuh diri di Gereja Santa Maria
Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta yang terjadi di Surabaya
2018 silam. Pelecehan terhadap agama juga sering terjadi di kehidupan sehari-
hari.

Contoh konflik yang lainnya adalah Kerusuhan Poso. Kerusuhan Poso atau
konflik komunal Poso, adalah sebutan bai serangkaian kerusuhan yang terjadi di
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Peristiwa ini awalnya bermula dari bentrokan
kecil antarkelompok pemuda sebelum berkembang menjadi kerusuhan bernuansa
agama. Beberapa factor berkontribusi terhadap pecahnya kekerasan, termasuk
persaingan ekonomi antara penduduk asli Poso yang mayoritas beraama Kristen
dengan para pendatang seperti pedagang-pedagang Bugis dan transmigran dari
Jawa yang memeluk agama Islam.

Pembakaran kitab umat beragama juga sering terjadi dan sempat viral di
media sosial. Salah satunya aksi pembakaran kitab suci Al-Qur’an yang dilakukan
oleh kelompok anti-Islam di Swedia, Denmark.

Sekarang ini terbilang sangat mudah bila seseorang ingin membuat akun
sosial media. Bahkan video-video yang berdampak negative pun mudah untuk
dibuat lalu disebar di platform daring. Oknum-oknum seperti inilah yang merusak
generasi masa depan bangsa Indonesia. Maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk
meminimalisir hal tersebut.
Penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila adalah masalah yang serius di
Indonesia. Untuk mengatasi penyimpangan nilai-nilai Pancasila tersebut, perlu
dilakukan upaya-upaya yang konkret dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai
Pancasila dan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penanamkan
dan penerapan nilai-nilai Pancasila dianggap dapat mengurangi pelanggaran yang
dilakukan oleh masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu, pemerintah
juga perlu membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Contohnya adalah
dengan membuat perundangundangan yang menjamin kebebasan beragama dan
melindungi hak-hak kelompok minoritas.
Solusi untuk mengatasi penyimpangan terhadap Sila Pertama Pancasila,
yaitu Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, antara lain melalui pendidikan dan
kesadaran dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghormati
keberagaman agama dan keyakinan serta nilai-nilai persatuan dalam Pancasila,
penegakan hukum dengan menegakkan hukum terhadap tindakan-tindakan
intoleransi dan penyebaran konten merugikan di media sosial yang melanggar
hukum, komunikasi antarumat beragama dengan cara terbuka dan saling
menghormati antara berbagai agama dan keyakinan guna memahami perbedaan
dan kesamaan, menggalakkan kegiatan dan program yang memperkuat
kerukunan antarumat beragama, seperti pertemuan lintas agama, kerja sama
sosial, dan kegiatan bersama, meningkatkan kualitas pendidikan agama dengan
fokus pada nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman,
melakukan pengawasan lebih ketat terhadap konten di media sosial yang dapat
merusak kerukunan antaragama dan menyebarkan intoleransi, mendorong
partisipasi aktif masyarakat dalam memerangi intoleransi dan melaporkan
tindakan-tindakan yang merugikan, dan mengadakan kampanye publik untuk
meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menghormati keberagaman agama
dan menghargai hak asasi manusia, Semua solusi tersebut perlu diterapkan
secara holistik dan kolaboratif untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan
harmonis bagi semua warga negara.
Teknologi informasi berkembang pesat dan sangat memengaruhi hidup
manusia. Teknologi informasi yang paling banyak digunakan masyarakat adalah
media sosial. Berbagai kegiatan menjadi mudah karena hadirnya media sosial di
dalam kehidupan kita. Maka dari itu, media sosial juga perlu diperbaiki lagi
sistemnya, karena media sosial memiliki peran penting dalam mengedukasi
masyarakat tentang nilai-nilai Pancasila. Melalui program-program yang
membahas tentang nilai-nilai Pancasila, media dapat memberikan contoh-contoh
bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, media juga dapat memberikan perhatian yang lebih pada isu-isu yang
berkaitan dengan penyimpangan nilai-nilai Pancasila, seperti diskriminasi terhadap
kelompok minoritas. Dengan begitu, masyarakat dapat lebih memahami
pentingnya nilai-nilai Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga tercipta masyarakat yang berkeadilan dan toleran.
Sebaiknya penggunaan media sosial bagi anak remaja harus selalu
dipantau dan dikontrol oleh orang tua mereka. Penerapan nilai-nilai Pancasila
sangat penting diterapkan di dalam aspek kehidupan mana pun tak terkecuali
media sosial. Beretika dalam media sosial sangatlah penting untuk
dilakukan.Kemajuan teknologi di era ini seharusnya dapat digunakan dengan
sebaik mungkin sesuai adab dan norma yang berlaku di Indonesia, yang mana
semuanya sudah terangkup di setiap butir Pancasila. Selanjutnya dibutuhkan
peran orang tua dalam mendidik anak sesuai nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila. Bila semua aspek sudah bekerja sama dalam mendidik anak bangsa
dalam bermedia sosial, maka dirasa moralitas anak bangsa dapat ditingkatkan.
Pancasila yang seharusnya menjadi ideologi negara Indonesia, tetapi pada
kenyataannya Pancasila hanya mengendap sebagai simbol dan belum mampu
dimaknai hingga memberikan kesatuan dan persatuan bagi bangsa. Pemaknaan
Pancasila selama berpuluh-puluh tahun ini cenderung bersifat top-down dari
negara ke rakyat dan makna Pancasila sendiri tereduksi sedemikian rupa karena
Pancasila kerap dijadikan alat stabilisasi dan pelanggaran kekuasaan oleh orang
yang memiliki kekuasaan. Alhasil Pancasila tidak pernah benar-benar menjadi
falsafah negara sehingga terjadilah ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila muncul secara nyata.
Seharusnya warga negara Indonesia khususnya pemerintah dan orang-
orang yang mempunyai kekuasaan sadar dan lebih bisa berdialog dalam hidup
bersama melalui nilai-nilai pancasila, selalu menghargai harkat dan martabat orang
lain, tidak berbuat perbuatan tercela seperti menghina dan sebagainya, harkat dan
martabat manusia juga harus dijunjung dengan cara yang adil dan beradab, saling
mencintai sesama manusia, mengedepankan rasa kebangsaan bersama untuk
persatuan dan kesatuan antara warga negara Indonesia yang akhirnya akan
membawa kedamaian dan ketentraman antar sesama warga negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Naja, M. K. F. 2023. Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila di Indonesia: Solusi-


Solusi
untuk Membangun Kehidupan Sosial yang Lebih Adil. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Ferdiansah. 2020. Kritik Terhadap Narasi Ketuhanan Berkebudayaan Sukarno
dalam RUU HIP. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Teniwut Meilani. 2022. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Pancasila dari Sila 1
Sampai 5. Dilihat 11 Agustus 2023
https://mediaindonesia.com/humaniora/539619/nilai-nilai-yang-terkandung-
dalam-pancasila-dari-sila-1-sampai-5
Iam. 2021. Contoh Pengamalan Pancasila Sila Ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Kehidupan Sehari-hari. Dilihat 11 Agustus 2023.
https://jateng.tribunnews.com/2021/09/02/contoh-pengamalan-pancasila-sila-ke-1-
ketuhanan-yang-maha-esa-dalam-kehidupan-sehari-hari?page=all

Anda mungkin juga menyukai