Anda di halaman 1dari 4

Menyigi Potensi Islam yang Ramah

Dusun Glanggang merupakan salah satu daerah yang terdapat di Desa Karang Tengah,
Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Menurut data kependudukan, Masyarakat Desa
Glanggang menganut 4 agama besar, yaitu Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu dengan julah
penganutnya islam: 3838 orang, Kristen: 31 orang, Katholik: 18 orang, Hindu: 647 orang. Disana
juga terdapat tempat ibadah seperti Masjid dan Pura yang letaknya berdekatan, meskipun warga
Glangang menganut berbagai macam agama, tetapi mereka tetap menjaga kerukunan antar
sesama warga. Hal itu dapat dilihat dengan warga saling membantu apabila terdapat perayaan
agama di salah satu agama, dan saling gotong royong saat adanya kerja bakti. Masyarakat
Glanggang sangat memegang erat tali silaturahmi dan kerukunan dalam bertetangga. Sehingga
masyarakat Glanggang selalu hidup rukun meskipun berbeda agama, dan disana tidak pernah
terjadi perselisihan antar agama. Dengan perbedaan yang terjadi di masyarakat Glanggang, tidak
membuat masyarakat sering konflik dan melakukan perpecahan antar agama, tetapi warga
masyarakat malah menjadi rukun karena menjjunjung tinggi nilai toleransi.

Dalam melakukan hubungan antar sesama warga, dan hubungan antar sosial
keagamaan, warga Desa Glanggang selalu menjunjung tinggi nilai toleransi dengan
mengedepankan sikap saling menghargai antar umat beragama, dan saling hidup rukun antar
sesama agama yang telah dibina sejak turun temurun dan tetap dipertahankan tradisi tersebut.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman baik keragaman ras, suku,
maupun agama. Di Indonesia terdapat 6 macam agama yang diakui secara resmi, dan ditetapkan
oleh negara sebagaimana ditetapkan pada Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan atau penodaan agama yang berbunyi: Agama-agama yang
dipeluk oleh penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha, dan
Khonghucu (Confusius). Selain itu, di Indonesia juga tumbuh dan berkembang juga aliran atau
kepercayaan lokal. Pada sensus tahun 2010, religious demography di Indonesia menunjukkan
213 juta jiwa penganut agama yang berbeda dengan komposisi 88,22% pemeluk Islam, 5,9%
pemeluk Kristen, 3,1 Katolik, 1,8% pemeluk Hindu, 0,8% pemeluk agama Budha, dan 0,2%
pemeluk kepercayaan. Dengan berbagai macam agama tersebut, Pemerintah Indonesia secara
resmi menyatakan kebebasan untuk beragama dan memiliki kepercayaan bagi seluruh warga
Indonesia tanpa batasan sebagaimana yang diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945 Pasal 29 ayat 2 yang menyatakan: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu

kerukunan,..................bab 2

Kemajemukan agama di Indonesia disisi lain menjadi modal kekayaan budaya dan
memberikan keuntungan bagi Bangsa Indonesia, tetapi di sisi lain kemajemukan agama dapat
berpotensi menimbulkan intoleransi antar umat beragama sehingga bisa mengancam keutuhan
NKRI, menurut penelitian dari Lembaga Survei Indonesia tahun 2016 menunjukkan sebanyak 49
persen masyarakat Indonesia berpotensi bersikap intoleran baik sesama muslim maupun non-
muslim. Sebagai contoh yaitu salah satu kelompok agama menggerakkan massanya untuk
membuat protes dan menyerang rumah-rumah ibadah minoritas, mereka juga mengganggu
ibadah kaum minoritas dengan alat pengeras suara, membuang kotoran, dan bangkai hewan, dan
seterusnya.

intoleransi.................bab 2

Seharusnya, dengan kondisi negara Indonesia yang memiliki keragaman suku, agama,
dan ras, masyarakatnya harus mampu memahami keragaman tersebut agar tidak tejadi
perpecahan antara agama lain. Seperti yang terjadi di daerah Aceh yaitu rencana pembakaran
gereja HKI, disana, warga Aceh sudah mempersiapkan untuk untuk melakukan penyerangan ke
Gereja HKI, bentrokan pun tetap terjadi meskipun sudah dihalau oleh polisi dan aparat TNI.

Hal yang memicu umat islam kurang memiliki sifat toleransi, karena umat islam di
Indonesia kurang menerima keberagaman. Perbuatan intoleransi yang dilakukan oleh masyarakat
umat islam di Indonesia tidak seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat Rasulullah
hijrah ke Madinah. Di Madinah, pada waktu itu dihuni oleh berbagai macam pemeluk agama
yang berbeda, seperti Agama Islam, Yahudi, sebagian Agama Nasrani, dan juga penyembah
berhala. Namun, dalam hal ini, Rasulullah SAW memberikan toleransi kepada pemeluk agama
lain untuk menjalankan aktivitas keagamaannya sendiri. Seperti yang tercantum di Piagam
Madinah (Sahifah al Madinah), yaitu bagi Kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum Muslim
agama mereka. Dalam hal keamanan di Madinah, orang Yahudi dan orang muslim juga
mendapat tanggung jawab yang sama, yaitu orang muslim harus membantu orang Yahudi
apabila mendapat serangan dari luar, begitu sebaliknya, dan keamanan negara menjadi tanggung
jawab bersama. Di dalam piagam tersebut juga dijelaskan bahwa kaum muslim pada waktu itu
diperbolehkan untuk mengadakan transaksi dengan orang Yahudi asal tidak melanggar
muamalah yang ada. Semua hal ini dilakukan oleh Rasulullah ini membuktikan bahwa
Rasulullah SAW selalu bersikap adil kepada kaum Yahudi dan kaum agama lain di Madinah.

Jika dibandingkan dengan sikap toleransi yang dicontohkan Rasulullah SAW saat di
Madinah, sikap toleransi masyarakat Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Menurut
penelitian dari Setara Institure (2015), mencatat pada tahun 2015 sudah terjadi 197 peristiwa aksi
intoleran yang berhubungan dengan kebebasan beragama, dan berkeyakinan di seluruh
Indonesia. Jumlah ini naik signifikan dibandingkan tahun 2014 yang terjadi sebanyak 134 kali.
Setara Institute pada akhir tahun 2016 juga mengeluarkan 10 daftar kota yang kurang toleran
dengan urutan Bogor, Bekasi, Banda Aceh, Tangerang, Depok, Bandung, Serang, Mataram,
Sukabumi, Banjar, dan Tasikmalaya.

Bogor menjadi kota yang intolerannya sangat tinggi karena peristiwa terkait GKI
Yasmin dan Syiah, selain itu, pemerintah juga memfasilitasi gerakan anti-Syiah yang diadakan di
Gedung Walikota. Tindakan pemerintah ini membuat Bogor menjadi kota yang intolerannya
tinggi. Yogyakarta juga tercatat sebagai kota yang intoleran. Menurut LBH Yogyakarta selama
tahun 2011-2015 terjadi 13 kasus pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Sikap intoleran yang terjadi ahir-akhir ini pasti dipicu oleh berbagai faktor, seperti
pemahaman agama dan keyakinan yang tidak utuh yang bisa memicu sikap intoleran.
Ketidaktegasan aparat kepolisian dalam memberantas sikap intoleran ini dapat dinilai sebagai
pemihakan terhadap kelompok kekerasan. Lalu, sikap dan perilaku dari para pemimpin ini juga
turut mempengaruhi masyarakat untuk bersikap intoleran, seperti penggunaan isu SARA dalam
melakukan kampanye. Selain itu, dengan kemajuan teknologi internet, konten di media sosial
dapat diakses secara bebas untuk membangkitkan sikap intoleran. Kasus yang paling banyak,
perbedaan agama, keyakinan, ideologi juga dapat memicu terjadinya intoleran, seperti yang
terjadi di Tanjung Balai yang berujung dengan aksi kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai