Anda di halaman 1dari 9

TINGKAT TOLERANSI ANTARUMAT BERAGAMA DI KOTA MALANG

Rama Fattah Argi Putra, dkk.

Program Studi Ekonomi Keuangan dan Perbankan , Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya Malang

Email : ramafattah@student.ub.ac.id

Abstrak

Toleransi antar umat beragama pada jaman sekarang sangatlah baik dan telah terbukti
di Kota Malang. Dimana di sana terdapat Gereja yang berdampingan dengan Masjid.
Kehidupan antar kedua umat beragama disana saling menghormati dan membantu
satu sama lain, seperti contoh ketika terdapat jadwal ibadah yang bersamaan, maka
salah satunya akan memundurkan jam ibadahnya agar tidak bersamaan serta mereka
juga sering mengadakan kerja bakti untuk membersihkan daerah sekitar tempat
ibadah agar tetap bersih. Sejarah kerukunan antara umat di Masjid Agung Jami’ dan
Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat Immanuel (GPIB) Malang telah terjadi
sejak tahun 1700-an. Masjid Agung Jami’ diperkirakan berusia jauh lebih tua
dibanding arsip yang diketahui saat ini, yakni tahun 1865. Begitupun Gereja Jago,
usianya lebih tua dari tahun 1861. Sementara bangunan GPIB itu merupakan gereja
baru yang mengganti gereja lama bergaya gotik. Gereja bangunan baru dibangun
pada 1912. Gereja dibangun oleh Belanda, sementara masjid dibangun oleh bupati
Malang yang kala itu posisinya masih berada di bawah kekuasaan Belanda. Metode
penelitian yang digunakan berupa penelitian lapangan yang menggunakan metode
kualitatif dengan mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi.

Abstract

Today's inter-religious tolerance is very good and has been proven in Malang City.
Where there is a church adjoining the mosque. Inter-religious life there respects and
helps one another, for example when there is the same schedule of worship, one of
them will postpone the hours of worship so that they do not coincide and they also
often hold community service to clean up the area around the place of worship to
keep it clean. The history of harmony between the people at the Great Jami Mosque
and the Protestant Church in West Indonesia Immanuel (GPIB) Malang has occurred
since the 1700s. The Jami Grand Mosque is estimated to be much older than the
archives currently known, namely 1865. Likewise, the Jago Church, which is older
than 1861. Meanwhile, the GPIB building is a new church that replaces the old gothic
style church. The new church building was built in 1912. The church was built by the
Dutch, while the mosque was built by the regent of Malang, who at that time was still
under Dutch rule. The research method used is in the form of field research using
qualitative methods by collecting data through observation, interviews, and
documentation.

A. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kemajemukan mulai dari
keragaman suku, ras, hingga agama yang dipeluk oleh masyarakat.
Keberagaman tersebut menjadi modal pembangunan bangsa yang harus diikat
erat dalam bingkai bhinneka tunggal ika. Solidaritas merupakan rasa
kebersamaan dan kesatuan sesama anggota untuk mencapai kepentingan
bersama. Sedangkan dalam hidup bermasyarakat, adanya perbedaan dapat
memunculkan sebuah konflik dan menurunkan rasa solidaritas antar
masyarakat.
Toleransi merupakan sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan antar sesama manusia. Dengan saling menjaga hak dan kewajiban
antar satu sama lain akan menciptakan kerukunan dan kedamaian. Pada
zaman sekarang tak sedikit manusia yang lebih menyampingkan sikap
toleransi dan lebih mementingkan keegoisan dan individualisme. Sikap
tersebut akan menjadi cikal bakal maraknya fenomena intoleransi di
Indonesia. Hal tersebut sangat bertentangan dengan jadi diti bangsa indonesia
yang menjunjung rasa persatuan dan kesatuan serta hak kebebasan seseorang
dalam beragama menurut kepercayaannya masing-masing. Oleh karena itu,
adanya kesadaran toleransi penting karena dapat menghindari gesekan-
gesekan yang dapat memunculkan pertikaian antar masyarakat. Pernyataan
tersebut menjadi alasan penting kami untuk melakukan pengamatan terhadap
tingkat toleransi di pusat Kota Malang. Objek pengamatan kita bertempat di
Masjid Jami’ Kota Malang dan Gereja Immanuel Kota Malang.
Masjid Jami’ Kota Malang dibangun pada tahun 1903 sedangkan
Gereja Immanuel Kota Malang sendiri dibuka pada tahun 1861. Sudah ratusan
tahun kedua tempat ibadah tersebut berdampingan, hal ini membuat kami
ingin tahu mengenai bagaimana cara mereka dapat mengimplementasikan
sikap toleransi dengan baik sehingga dapat menjadi bentuk nyata tercapainya
kerukunan antar umat beragama. dua perbedaan yang tetap kokoh berdiri di
pusat Kota Malang hingga saat ini. Dengan demikian, kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan sikap toleransi masyarakat Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

b. Tujuan
Untuk mengetahui tingkat toleransi antar umat beragama di Kota
Malang. Selain itu mencari tahu bagaimana tingkat kerukunan antar kedua
tempat ibadah yang bersebelahan. Dengan demikian kami mampu
menyelesaikan tugas proyek kami sesuai dengan tema yang kami pilih.
Dengan begitu kami mampu menyajikan bentuk laporan berupa artikel ilmiah
kepada khalayak banyak.

c. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latar belakang Masjid Jami’ Agung dan Gereja Immanuel bisa
bersebelahan?
2. Jika ada jadwal ibadah yang bersamaan apa yang dilakukan kedua belah
pihak?
3. Bagaimana peran masing-masing pihak saat ada perayaan hari besar
masing-masing agama?
4. Apakah ada program kegiatan kolaboratif yang dilakukan kedua belah
pihak?
5. Bagaimana cara menjaga kerukunan antarumat?

d. Kajian Teori
1. Toleransi Umat Beragama
Secara etimologis, toleransi berasal dari bahasa Inggris, toleration, di
Indonesiakan menjadi toleransi, dalam bahasa Arab disebut altasamuh,
yang berarti antara lain, sikap tenggang rasa, teposelero, dan sikap
membiarkan. Sedangkan secara terminologis, toleransi adalah sikap
membiarkan orang lain melakukan sesuatu sesuai dengan kepentingannya.
Berikut pengertian lain dari toleransi menurut para ahli :
a. Menurut Kaplan, mengemukakan bahwa toleransi merupakan suatu
bentuk perilaku hidup berdampingan secara damai dengan orang lain
yang menganut agama yang berbeda.
b. Menurut Tillman, Toleransi adalah sebuah sikap untuk saling
menghargai, melalui pengertian dengan tujuan untuk kedamaian.
Toleransi disebut-sebut sebagai faktor esensi dalam terciptanya sebuah
perdamaian.
c. Menurut Dimont, pengertian toleransi adalah sikap untuk mengakui
perdamaian dan tidak menyimpang dari norma-norma yang diakui dan
berlaku. Toleransi juga diartikan sebagai sikap menghormati dan
menghargai setiap tindakan orang lain.
d. Menurut Heiler, pengertian toleransi adalah sikap seseorang yang
mengakui adanya pluralitas agama dan menghargai setiap pemeluk
agama tersebut. Ia menyatakan, setiap pemeluk agama mempunyai hak
untuk menerima perlakuan yang sama dari semua orang.
Dengan keberagaman yang ada di Indonesia, memiliki kesadaran
hidup bertoleransi sangatlah penting karena dengan itu kita dapat hidup
damai berdampingan yang setara tanpa merendahkan satu sama lain.
Alasan tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Wahid dan Ikeda
(2011:173) menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya
konflik, yaitu mau menang sendiri tanpa batas. Jadi, tidak ada toleransi.
Sikap saling menghormati, dialog antaragama, jika sudah tentu sifat-sifat
bersaing dapat diatasi dengan baik.
Dapat disimpulkan bahwa sikap toleransi selayaknya harus ada di
setiap diri individu untuk menyokong kehidupan yang damai serta
berkontribusi dalam persatuan dan kesatuan indonesia.

2. Kerukunan Masyarakat
Secara etimologis kata kerukunan berasal dari bahasa Arab, yaitu
”ruknun” yang berarti tiang, dasar, sila. Jamak ruknun adalah ”arkan”;
artinya suatu bangunan sederhana yang terdiri dari berbagai unsur. Dari
kata tersebut diperoleh makna bahwa kerukunan merupakan suatu
kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur
tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud apabila ada
diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi.
Menurut Martin Sardy, Rukun berarti saling menghormati,
menghargai, saling menerima seperti apa adanya. Kerukunan menyangkut
masalah sikap yang tak terpisahkan dari etika yang erat terikat dan
terpancar dari agama yang diyakini. Hidup rukun berarti orang saling
tenggang rasa dan berlapang dada satu terhadap yang lain.
Agama merupakan hal yang sakral karena menyangkut kepercayaan
setiap manusia dari lahir hingga mati. Adanya saling menghargai bukan
berarti kita tidak memiliki batasan dalam bertoleransi.
Sangat tidak etis jika kita terlalu ikut mencampuri masalah keagamaan
orang lain. Tindakan tersebut melanggar kebebasan seseorang dalam
beragama yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Pasal 28E Ayat 2 menjelaskan bahwa setiap orang
memiliki hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Indonesia juga menjamin seluruh masyarakatnya demi menjunjung
hak kebebasan beragama yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Pasal 29 Ayat 2 menjelaskan bahwa negara
Indonesia telah menjamin kemerdekaan bagi semua warganya untuk
memeluk agama sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing.
Dapat disimpulkan bahwa dalam hidup berbangsa dan bernegara
dibutuhkan adanya sikap saling menghormati dan menghargai kebebasan
beragama demi terciptanya kehidupan yang rukun antar umat beragama di
Indonesia.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang kami gunakan untuk mengetahui tingkat toleransi
antara Masjid Jami’ Agung Kota Malang dan Gereja Immanuel Kota Malang
menggunakan metode wawancara. Metode ini termasuk ke dalam metode
kualitatif karena data-data yang di dapat bersifat deskriptif. Wawancara yang
dilakukan merupakan wawancara terstruktur dengan pertanyaan-pertanyaan dan
jawaban yang telah diberikan oleh narasumber. Pertanyaan yang ditanyakan
seputar latar belakang berdirinya kedua tempat ibadah tersebut dan bagaimana
cara mereka melaksanakan sikap toleransi dalam beragama ataupun berkehidupan
sehari-hari. Selain itu pertanyaan kami juga mengangkat isu-isu sosial keagamaan
sebagai penguat pertanyaan-pertanyaan yang sudah kami siapkan.

a. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Observasi dilakukan secara langsung tanpa perantara terhadap objek yang
diteliti. Observasi dilakukan secara bersama, dan dilakukan secara
terpisah. Dibagi menjadi dua tim, tim pertama mewawancarai pihak
Masjid dan tim kedua mewawancarai pihak gereja.

2. Wawancara
Teknik wawancara menggunakan wawancara terstruktur. Mulai dari
pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan kemudian ditanyakan kepada
pihak masjid dan gereja. Selain itu kami juga mengangkat isu-isu
keagamaan yang kerap terjadi di Indonesia sebagai acuan pertanyaan
tambahan kepada yang bersangkutan.

3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan membaca dan mencatat terdapat tersirat
dan tersurat dalam dokumen dan literatur lainnya yang relevan dengan
penelitian. Selain itu kami menggunakan media rekam suara sebagai bukti
dokumen pendukung lainnya.

b. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data induktif.
Analisis data induktif adalah suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh,
selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Selanjutnya langkah-
langkah dalam melakukan analisis data meliputi: reduksi data, unitisasi dan
kategorisasi, display data, dan pengambilan kesimpulan.

C. Hasil Penelitian/Data
Penelitian mengenai Tingkat Toleransi Antarumat Beragama di Kota Malang
telah menghasilkan sejumlah data bersih yang berasal dari daftar pertanyaan serta
wawancara yang telah dilakukan. Adapun hasil-hasil penelitian tersebut
dirumuskan bersama dengan rumusan masalah yang ada.
1. Bagaimana Latar belakang Masjid Jami’ Agung dan Gereja Immanuel bisa
bersebelahan?
Sejarah kerukunan antara umat di Masjid Agung Jami dan Gereja Protestan di
Indonesia Bagian Barat Immanuel (GPIB) Malang, tercatat sejak tahun 1700-
an. Jauh sebelum Belanda membangun Alun-Alun Kota Malang di tahun
1800-an. Masjid Agung Jami’ diperkirakan berusia jauh lebih tua dibanding
arsip yang diketahui saat ini, tahun 1865. Begitupun Gereja Jago, usianya
lebih tua dari tahun 1861. "Yang terekam dari foto memang masjid itu
dibangun 1865, dan dilaporkan tahun 1875. Sementara bangunan GPIB itu
adalah gereja baru yang mengganti gereja lama bergaya gotik. Gereja
bangunan baru dibangun pada 1912. Gereja dibangun oleh Belanda,
sementara masjid dibangun oleh bupati Malang yang kala itu posisinya masih
berada di bawah kekuasaan Belanda.

2. Jika ada jadwal ibadah yang bersamaan apa yang dilakukan kedua belah
pihak?
Jika ada jadwal ibadah yang bersamaan, maka salah satunya akan
memundurkan jam ibadahnya agar tidak bersamaan. Seperti contoh, ketika
masjid ada hari Idul Adha pada hari Minggu, maka gereja akan mengundur
jam ibadah di sore hari. Hal ini dilakukan agar para umat muslim bisa
beribadah dengan khuzuk di pagi hari, begitu juga dengan umat nasrani.
Dengan demikian, tidak terjadi bentrok karena sudah mendapat solusinya.

3. Bagaimana peran masing-masing pihak saat ada perayaan hari besar masing-
masing agama?
Masing-masing merayakan hari raya sesuai dengan kepercayaannya tanpa
mengganggu dan saling menghormati satu sama lain.

4. Apakah ada program kegiatan kolaboratif yang dilakukan kedua belah pihak?
Ada, ketika pihak gereja dan pihak masjid melaksanakan kegiatan kerja bakti
untuk bersih-bersih sekitar gereja dan masjid, mengecat trotoar dan makan
bersama.

5. Bagaimana cara menjaga kerukunan antarumat?


- Menghimbau seluruh umat beragama agar selalu bersikap toleran terhadap
umat beragama dengan menggunakan kata dan kalimat yang tidak
provokatif dan juga tidak menyinggung perasaan orang lain.
- Meningkatkan rasa hormat, saling pengertian, toleransi, dan lebih belajar
saling memahami antar umat beragama.
- Untuk meningkatkan rasa hormat dan saling menghargai terhadap agama
lain, disarankan agar semua pemeluk agama dapat memahami agamanya
dengan baik dan benar.

D. Pembahasan
Dari hasil penelitian wawancara yang di lakukan, didapatkan sebuah
pembahasan bahwa antara kedua belah pihak merasa tidak keberatan jika
berdekatan karena keduanya merasa dengan berdekatannya tempat ibadah lebih
meningkatkan toleransi antar keduanya. Selain itu pihak pemerintah Kota Malang
ingin mempermudah peribadatan antarumat dengan tujuan pihak Masjid dan
Gereja dapat menciptakan kerukunan serta terciptanya toleransi.
Dalam melaksanakan peribadatan pastinya ada masa dimana keduanya
melangsungkan peribadatan secara bersamaan, dari pernyataan kedua pihak jika
ada jadwal ibadah yang bersamaan maka salah satu pihak mengganti jadwal.
Salah satu contohnya, saat perayaan Sholat Idul Adha yang dilaksanakan pada
hari Minggu maka pihak Masjid memberitahu pihak Gereja untuk mengganti
jadwal ibadahnya dari pagi menjadi sore, karena ketentuan Shalat Idul Adha harus
dilaksanakan di pagi hari. Begitu pula saat pihak gereja melaksanakan kegiatan
keagamaan, pihak masjid akan mengkondisikan jamaah agar tidak mengganggu
kegiatan keagamaan gereja.
Selain itu, saat salah satu pihak ingin melaksanakan kegiatan keagamaan
pihak lain akan membantu jika diperlukan misalnya menyediakan lahan parkir
untuk salah satu pihak yang membutuhkan. Salah satu contohnya, saat perayaan
sholat Idul Adha pihak gereja akan menyediakan lahan parkir bagi jamaah masjid,
begitu pula saat gereja membutuhkan lahan parkir. Saat kami menganalisis
apakah keduanya pernah melakukan kegiatan secara kolaboratif keduanya
menyatakan pernah melaksanakan kegiatan kerja bakti secara bersamaan.
Kegiatan tersebut adalah membersihkan daerah Masjid dan Gereja yakni dengan
membersihkan trotoar dan mengecat ulang trotoar secara bersamaan.
Bukan hanya itu, keduanya juga menyatakan selama ini mulai dari awal mula
keduanya bersebelahan hingga saat ini kerukunan antar keduanya sangatlah baik.
Selama bertahun-tahun keduanya tidak pernah terlibat konflik keagamaan,
padahal dapat kita ketahui Indonesia saat ini banyak sekali perbedaan pendapat
dan intoleransi di berbagai tempat. Namun, dengan pernyataan keduanya dapat
dinyatakan bahwa sekalipun berbeda keduanya tetap saling mendukung satu sama
lain.
Mengenai pandangan keduanya mengenai radikalisme yang ada di Indonesia,
kedua belah pihak merasa bahwa orang yang memiliki pandangan radikalisme
hanyalah oknum semata yang mana oknum tersebut merasa agama yang
dianutnya lebih baik dan terkesan fanatik dengan agamanya. Selain itu baik dari
pihak Masjid maupun Gereja merasa bahwa keduanya tidaklah menganut paham
radikalisme. Maka dari itu kerukunan antar tempat peribadatan ini tetap terjaga
dan diharapkan terus terjaga.

E. Simpulan dan Saran


a. Kesimpulan
Dapat kami simpulkan dari tema yang kami pilih toleransi antarumat
beragama di Kota Malang sangat tinggi. Oleh karena itu kami melakukan
pengamatan terhadap objek yang memiliki tingkat toleransi tinggi di Kota
Malang yaitu Masjid Jami’Agung Kota Malang dan Gereja Immanuel Kota
Malang.
Hasil dari pengamatan kami kedua tempat ibadah ini saling
bertoleransi seperti saling membantu dan bekerjasama saat hari perayaan
masing-masing. Dengan begitu keduanya mampu memperkuat kerukunan
antar kedua agama. Selama ini belum terjadi konflik di antara dua tempat
ibadah ini sekalipun penempatan kedua tempat ibadah bersebelahan. Dengan
perbedaan ini kedua belah pihak dapat saling memahami satu sama lain.
Semoga kerukunan antarumat beragama ini dapat berjalan terus.
Sehingga dapat dicontoh dan diterapkan dalam kehidupan sosial. Bahwa
bersahabat itu tidak memandang suku, ras, agama, dan bahasa. Karena
manusia memang diciptakan untuk saling mengenal satu dengan yang
lainnya.

b. Saran
Seperti yang telah diketahui, saat ini banyak oknum yang membawa
suatu agama untuk menjelekan agama yang tidak mereka suka. Maka dari itu,
untuk seluruhnya kita perlu memperdalam ilmu agama supaya memiliki sikap
toleransi yang lebih tinggi lagi, otomatis kita tidak akan mudah untuk
termakan oleh omongan dari oknum-oknum tersebut. Sedangkan untuk
antarumat Masjid Jami’ dan Gereja Immanuel di Kota Malang, mereka perlu
menjaga kerukunan dengan baik lagi dan memperbanyak kegiatan yang
melibatkan kedua umat supaya tidak ada celah bagi oknum untuk merusak
kerukunan yang telah lama terjadi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Novita, C., 2022. Apa Pengertian Toleransi Menurut Para Ahli dan Contohnya?. [Online]
Available at: https://tirto.id/apa-pengertian-toleransi-menurut-para-ahli-dan-contohnya-
guxz
[Accessed 28 Juli 2022].

Redaksi, 2022. Sejarah Masjid Agung Jami’ Kota Malang yang Dibangun dengan Arsitektur
Bergaya Jawa-Arab. [Online]
Available at: https://tugumalang.id/sejarah-masjid-agung-jami-kota-malang-yang-dibangun-
dengan-arsitektur-bergaya-jawa-arab/
[Accessed 14 Pebruari 2022].

Sasongko, D., 2019. Gereja Immanuel Malang, Bekas Gudang Beras yang Menjadi Simbol
Keharmonisan. [Online]
Available at: https://m.merdeka.com/peristiwa/gereja-immanuel-malang-bekas-gudang-
beras-yang-menjadi-simbol-keharmonisan.html
[Accessed 22 Januari 2019].

Vinkasari, E., Cahyani, E. T., Akbar, F. D. & Santoso, A. P. A., 2020. Toleransi Antar Umat
Beragama Di Indonesia. Prosiding Hubisintek 1 , pp. 67-71.

Anda mungkin juga menyukai