Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nyalah
akhirnya makalah ini telah selesai tepat waktu. Makalah ini disusun agar mahasiswa atau para
pembacanya dapat hidup rukun antar umat beragama, karena di Indonesia terdapat banyak
agama yang berbeda.

Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun berupaya mengumpulkan informasi


dari berbagai referensi agar dapat merumuskan pokok-pokok bahasan tentang kerukunan
antar hidup Beragama berjalan cukup lancar.

Semoga makalah ini dapat membantu memperluas wawasan mahasiswa ataupun para
pembacanya tentang kerukunan antar umat beragama. Tentu saja makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf atas segala
kekurangan yang ada, kami selalu menanti saran dan kritik dari dosen pembimbing maupun
pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Cimahi, 27 September 2019

Kelompok 8
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum yang mewajibkan warga negaranya memilih


satu dari 5 agama resmi di Indonesia. Namun kerukunan antar umat beragama di
Indonesia dinilai masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul
terkait masalah kerukunan beragama pun belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus
Ambon, Kupang, Poso, forum-forum islam ekstrimis dan lainnya menyisakan masalah
ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan suasana
di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang
kerukunan atar umat beragama perlu ditinjau ulang. Dikarenakan banyaknya
ditemukan ketidak adanya kerukunan antar agama, yang menjadikan adanya saling
permusuhan, saling merasa ketidak adilan. Maka dari itulah pentingnya kerukunan
umat beragama, agar semua masyarakat yang mengalami dan tidak mengalami efek
negatif dari ketidak rukunan agama bahwa kerukunan agama itu sangatlah penting
(Sairin, 2002: 18).
Islam Agama Rahmat bagi Seluruh Alam. Kata islam berarti damai, selamat,
sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian,
keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya dan seluruh
alam pada umumnya. Agama islam adalah agama yang Allah turunkan sejak manusia
pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam AS. Agama itu kemudian Allah turunkan
secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-rasul berikutnya (Wahyuddin,
2009: 15).

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari


beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu
mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas agama masing- masing dan
berpotensi konflik. Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang
multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak saja kerena keanekaragaman
suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh
pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong
Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-
masing masyarakat Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara
dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan
dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup
saling menghormati, dan saling tolong menolong (Wahyuddin, 2009 : 102).

Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama yang
sejati, harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota
kelompok sosial yang berbeda agama guna menghindari ”ledakan konflik antarumat
beragama yang terjadi tiba-tiba”.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini ditulis dengan tujuan:

1. Mengetahui definisi dari kerukunan


2. Mengetahui definisi kerukunan antar umat beragama

3. Mengetahui tentang ukhuwah

4. Mengetahui cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama

5. Mengetahui manfaat dari terciptannya kerukunan antar umat beragama


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia

1. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Terkait Kerukunan Hidup Antar


Umat Beragama di Indonesia

Rukun dari bahasa arab “ruknun” yang artinya asas - asas atau dasar seperti rukun Islam,
dalam arti kata sifat adalah baik atau damai, kerukunan hidup umat beragama artinya hidup
dalam suasana damai, tidak bertengkar walau berbeda agama. Kerukunan antar umat
beragama dalam pandangan Islam (seharusnya) merupakan suatu nilai yang terlembagakan
dalam masyarakat Islam mengajarkan bahwa agama Tuhan adalah universal karena Tuhan
telah mengutus RasulNya kepada setiap umat manusia ( QS An-Nahl ( 16 ): 36 ).

Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun
2006/ Nomor 8 Tahun 2006, kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama
umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian saling mengormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar Negara Republik Tahun 1945.

Pentingnya sebuah RUU Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia, karena


merupakan salah satu amanat UU No. 25/ 2000 tentang program pembangunan nasional
(Propenas). Dalam RUU KUB didefinisikan KUB sebagai kondisi hubungan antar umat
beragama yang ditandai oleh suasana harmonis, serasi, damai akrab, saling menghormati,
toleransi, dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, baik suasana intern maupun antar
umat beragama. Namun usulan untuk membuat RUU KUB hanya salah satu dari usulan
program PROPENAS dalam bidang pembangunan agama. Alasan lainnya adalah untuk
“menghimpun ulang dan mengsinkronisasikan segala peraturan yang ada serta
melengkapinya dengan butir-butir pengalaman baru yang diperlukan”.

2. Deskripsi yang Menggambarkan Keberhasilan dan Kegagalan Kerukunan


Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia

Keberhasilan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia


Penyelenggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Nasional XXIV di
Ambon, Maluku, 8-19 Juni 2012, akan menjadi contoh terjalinnya kerukunan antarumat
beragama bagi daerah lain di Indonesia. Ini karena besarnya dukungan umat non-Muslim
pada pelaksanaan MTQ tersebut. "Dukungan dari umat non-Muslim untuk kesuksesan MTQ
di Ambon ini sangat membanggakan. Karena itu, kesuksesan MTQ sekaligus akan menjadi
model bagi kerukunan antarumat beragama di daerah lain," kata Menteri Agama
Suryadharma Ali saat meninjau persiapan MTQ di Ambon, Kamis (24/5/2012).

Bentuk dukungan itu kini terlihat dengan dipasangnya lampion dari botol plastik
berbentuk bulan dan bintang di sejumlah wilayah yang mayoritas warganya beragama
Kristen. Selain itu, dukungan akan terlihat saat acara pembukaan dan penutupan MTQ.
Sebanyak 1.500 penari, pemain musik, dan paduan suara dalam dua acara tersebut bakal
melibatkan umat non-Muslim. Saat MTQ berlangsung, salah satu lomba juga akan diadakan
di Universitas Kristen Indonesia Maluku.

Dukungan yang besar itu, menurut Suryadarma, sekaligus menegaskan tidak ada
masalah dengan hubungan antarumat beragama di Ambon. Hubungan antarumat beragama
masih terjalin erat meski sempat terusik akibat bentrokan antar warga yang terjadi di sebagian
kecil wilayah di Ambon, 15 Mei 2012. "Provokator yang menginginkan Ambon kembali
rusuh seperti tahun 1999 memang masih ada tetapi aksi mereka tidak akan sampai
menggagalkan MTQ. Jadi tidak perlu ada peserta MTQ yang khawatir karena kondisi Ambon
sekarang aman," tuturnya. Nantinya, diperkirakan akan ada 4.000 orang dari berbagai daerah
di Indonesia yang datang mengikuti MTQ di Ambon.

Kegagalan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia

Kerusuhan di Makassar, tahun 1987, dipicu oleh insiden seorang warga keturunan
Tionghoa tidak waras membunuh seorang anak yang pulang dari masjid mengaji seusai
magrib. Pada tahun yang sama di Banjarmasin pun terjadi hal yang serupa. Kerusuhan yang
lain adalah kerukunan Ambon dan Poso yang cukup mengganggu situasi kerukunan bangsa
Indonesia sebab melibatkan dua komunitas penganut agama berberda, Islam dan Kristen.
Kerusuhan-kerusuhan di nusantara pun bermuculan, seperti di Kupang (tahun 1998), dan
Mataram (tahun 2000); kerusuhan bernuansa etikpun muncul, seperti antara Suku Madura
dangan Suku Dayak di Sambas (tahun 1996-1999) dan Sampit (2001); bahkan kerusuhan
bernusansa politik, seperti GAM di Aceh, Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua.
Kerusuhan-kerusuhan tersebut di atas menampakkan bahwa kondisi kerukunan yang
dibangun selama ini kurang efektif. Pola pembinaan kerukunan hidup umat beragama yang
top down, yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru tidak atau kurang mencapai kedalaman
kesadaran umat beragama yang mampu menumbuhkan 58 sikap lapang dada menerima
adanya berbedaan, ”setuju dalam perbedaan” Secara sosiologis, konflik merupakan aspek
dinamis dari interaksi sosial. Konflik merupakan suaru gejala yang wajar terjadi dalam setiap
masyarakat yang senantiasa menglalami perubahan sosial dan perubahan kebudayaan.
Konflik tidak selamanya bersifat negatif melainkan juga dapat bersifat positif dalam hal
membantu mewujudkan rasa persatuan dan kesadaran akan hidup bermasyarakat.
3. Upaya Pemerintah Dalam Mewujudkan Kerukunan Hidup Antar Umat
Beragama di Indonesia

Dalam upaya memantapkan kerukunan itu, hal serius yang harus diperhatikan adalah
fungsi pemuka agama, tokoh masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini pemuka agama,
tokoh masyarakat adalah figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa
yang diperbuat mereka akan dipercayai dan diikuti secara taat. Selain itu mereka sangat
berperan dalam membina umat beragama dengan pengetahuan dan wawasannya dalam
pengetahuan agama.

Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita daya


gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik antar
umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan
bobot/warna tersendiri dalam menciptakan ukhuwah (persatuan dan kesatuan ) yang hakiki,
tentang tugas dan fungsi masing-masing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai
perekat kerukunan antar umat beragama.

2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat
beragama.

3. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi para penganut agama.

4. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.

5. Mendorong peningkatan pengamalan dan penuaian ajaran agama.

6. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.

7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai
Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.

8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara


pimpinan majelis-majelis, dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk
membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.

9. Mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat


melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.

10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin
masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.

Anda mungkin juga menyukai