Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Konsep nilai, norma, etika, dan moral dalam keperawatan

Mata/kulia : etika keperawatan

Dosen pengampu-ully agustine S. Kp. Ns

Oleh :

Nama : Nono Ngadu

Kelas : 1c semester 11

Prodi Keperawatan waikabubak

Poltekes kemenkes kupang


2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Konsep etika, moral, norma, dan nilai"
dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kulia Etika keperawatan . Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Konsep etika, moral, norma, dan nilai
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Ully agustine s kp. MS


selaku Dosen mata kuliah etika keperawatan . Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Waikabubak , 15 februari 2022


Bab 11 pembahasan

A. Pengertian Etika Keperawatan

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan
orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan
pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Secara umum, terminologi etik dan
moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik
mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema
tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang
atau kelompok tertentu.

Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik
merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional.Cara
hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana
seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

D. Prinsip-prinsip Etik

a. Otonomi (Autonomy)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari
kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
dengan otonomi.

c. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung
prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien
sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yangsebenarnya
kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan.Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk
kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya
hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka
memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar
dalam membangun hubungan saling percaya.

f. Menepati janji (Fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.
Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa
tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

g. Karahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan
oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan
pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.

h. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam
situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. Konsep Budaya dalam Praktik Keperawatan

Perawat perlu memahami budaya untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis
sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik
adalah kultur dengan nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki kelompok lain, seperti bahasa.
Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir oleh
semua kultur, seperti budaya olahraga membuat badan sehat dan bugar. Dalam melaksanakan
praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik
keperawatan yang berdasarkan budaya (Kozzier dan Erb, 2010).

Budaya memiliki dua komponen, yaitu nyata (mudah dilihat) dan tersembunyi (kurang terlihat).
Diantara dua komponen budaya tersebut, yang paling sering menjadi penggerak terbesar di balik
praktik nyata seseorang adalah sistem nilai kepercayaan tersembunyi. Sebagai contoh, meskipun
seorang yang beragama Sikh mudah dikenali dengan benda-benda yang dikenakannya (rambut yang
tidak dipotong, menggunakan sisir kayu, janggut, ikat kepala, pakaian dalam dari bahan katun,
gelang besi, dan pisau pendek), perawat tidak dapat menilai arti dan kepercayaan berhubungan
dengan benda-benda tersebut tanpa penilaian lebih lanjut. Benda-benda tersebut menggambarkan
kesetiaan mereka terhadap filosofi Sikhism, dan memindahkan benda-benda tersebut tanpa izin dari
individu tersebut atau keluarganya merupakan tindakan yang melanggar kesucian dan menghina
identitas agama mereka (Jambunathan, 2003 dalam Perry dan Potter, 2010). Di lain pihak, seorang
wanita muda Arab memakai kerudung bukan karena kepercayaannya, melainkan karena norma
budaya mereka (Perry dan Potter, 2010).

Di dalam konsep budaya yang berhubungan dengan praktik keperawatan, terdapat beberapa definisi
istilah yang penting diketahui oleh perawat, yaitu:

1.Subkultur

Kelompok budaya yang besar seringkali terdiri dari beberapa kelompok subkultur atau subsistem.
Subkultur biasanya tersusun dari sekelompok orang atau komunitas dengan karakteristik tertentu
yang masih bertalian dengan budaya kelompok besar (Danieds, et al., 2010). Meskipun subkultur
tersebut memiliki kesamaan dengan budaya dominan, mereka tetap mempertahankan pola
kehidupan khusus mereka, nilai-nilai, dan norma-norma (Perry dan Potter, 2010).

2.Ras

Ras merupakan klasifikasi masyarakat berdasarkan kesamaan karakteristik biologis, penanda genetik,
atau ciri-ciri yang menonjol. Masyarakat dari ras yang sama memiliki kesamaan karakteristik umum,
seperti warna kulit, struktur tulang, ciri-ciri wajah, tekstur rambut, dan golongan darah. Suatu
kelompok etnik yang berbeda dapat memiliki ras yang sama, dan perbedaan budaya dapat
ditemukan dalam satu kelompok etnik. Oleh karena itu penting diketahui bahwa tidak semua orang
yang memiliki ras sama juga memiliki budaya yang sama (Danieds, et al., 2010).

3.Etnik

Etnik menunjuk kepada pembagian identitas yang berhubungan dengan warisan budaya dan sosial,
seperti nilai-nilai, bahasa, area geografik, dan karakteristik ras. Anggota suatu kelompok etnik
mempunyai identitas umum. Beberapa individu menyatakan identitas mereka sebagai Irish,
Vietnam, atau Brazil. Etnik berbeda dengan ras yang terbatas pada sifat-sifat biologis suatu
kelompok (Leininger dan McFarland, 2002; Purnell dan Paulanka, 2003 dalam Perry dan Potter,
2010).

4.Enkulturasi

Enkulturisasi merupakan proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu
dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini
berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar
(masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara
teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma,
adat istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat (Bachtiar, 2011).

5.Akulturasi

Proses adaptasi dan adopsi budaya baru disebut sebagai akulturasi (Baron, et al., 2004; Cowan dan
Norman, 2006 dalam Perry dan Potter, 2010). Proses involuntar dari akulturasi terjadi saat individu
menyesuaikan diri dan atau mengambil ciri dari budaya lainnya. Anggota kelompok budaya
nondominan seringkali dipaksa untuk mempelajari budaya baru agar dapat bertahan hidup (Danieds,
et al., 2010).
6.Asimilasi

Asimilasi adalah proses saat individu secara bertahap mengambil dan menggabungkan karakteristik
budaya dominan (Purnell dan Paulanka, 2003 dalam Potter dan Perry, 2010). Asimilasi juga dapat
diartikan sebagai suatu proses dimana individu mengembangkan suatu budaya baru untuk menjadi
anggota dari kelompok budaya dominan. Proses tersebut mencakup berbagai aspek, yakni perilaku,
perkawinan, identifikasi, dan komunitas. Asumsi yang mendasari hal tersebut adalah bahwa
seseorang yang berasal dari suatu kelompok budaya tertentu mengalami kehilangan identitas
budaya aslinya untuk mendapatkan budaya baru. Pada kenyataannya, karena hal ini adalah suatu
usaha yang disadari, maka tidak selalu berhasil, bahkan dapat menyebabkan stress dan ansietas
berat. Proses asimilasi dikatakan berhasil ketika seorang pendatang benar-benar telah menyatu
dalam kelompok budaya dominan (Mc Lemore dan Romo, 2005 dalam Danieds, et al., 2010)

7.Bikulturalisme

Bikulturalisme kadang disebut juga multikulturalisme terjadi saat individu dikenal mempunyai dua
budaya atau lebih (Purnell dan Paulanka, 1998 dalam Perry dan Potter, 2010). Bikulturalisme
digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki dua pola identifikasi dan melintasi dua
budaya, gaya hidup, serta sekelompok nilai (Spector, 2004 dalam Danieds, et al., 2010).

8.Penolakan Budaya

Penolakan budaya terjadi saat individu menolak budaya baru karena pengalaman negatif dengan
budaya baru atau budaya berbeda (Leininger dan Mc Farland, 2002 dalam Perry dan Potter, 2010).
Oleh karena berbagai pertalian dengan budaya baru, perawat perlu menghindari peniruan atau
penyamarataan yang tidak berdasar terhadap beberapa kelompok tertentu yang mencegah
penilaian lebih lanjut tentang karakteristik individual yang unik (Perry dan Potter, 2010). Perawat
hendaknya memelihara pengetahuan sebelumnya tentang budaya hingga penilaian yang akurat
dinyatakan (Leininger, 2002a dalam Perry dan Potter, 2010).

9.Stereotipe

Stereotipe adalah menganggap bahwa seluruh anggota dari suatu budaya atau kelompok etnik
adalah sama. Stereotipe mungkin didasarkan pada generalisasi yang ditemukan pada penelitian atau
mungkin tidak dihubungkan dengan kenyataan. Misalnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar orang Italia suka mengekspresikan nyeri secara verbal tetapi seorang klien Italia
tertentu mungkin tidak melakukannya. Stereotipe yang tidak dihubungkan dengan kenyataan
seringkali merupakan keluaran dari rasisme atau diskriminasi. Tidak semua orang dalam suatu
kelompok tertentu memiliki kesamaan kepercayaan, praktik, dan nilai-nilai terhadap kesehatan. Hal
ini penting untuk mengindentifikasi secara khusus kepercayaan klien, kebutuhan, dan nilai-nilainya
daripada mengasumsikan bahwa mereka semua sama sebagaimana yang dilekatkan pada kelompok
besar (Danieds, et al., 2010).

10.Etnosentrisme

Budaya menyediakan konteks dari nilai-nilai, evaluasi, dan kategori pengalaman hidup. Kelompok
budaya mewariskan nilai-nilai mereka, moral, dan norma-norma ke generasi berikutnya. Hal ini
berpotensi menimbulkan etnosentrisme, yaitu pemikiran bahwa cara hidup yang dianutnya lebih
baik dibandingkan dengan budaya lain. Etnosentrisme dapat menyebabkan bias dan prasangka
negatif terhadap budaya lain. Prasangka akan menimbulkan tindakan diskriminatif. Praktisi
pelayanan kesehatan yang tidak mengetahui budaya atau buta budaya tentang perbedaan biasanya
memilih mengabaikan budaya dan menggunakan nilai-nilai dan gaya hidup mereka sendiri sebagai
petunjuk dalam berhubungan dengan klien dan menafsirkan tingkah laku mereka (Perry dan Potter,
2010)

11.Syok Budaya (Culture Shock)

Syok budaya adalah gangguan yang terjadi sebagai respon terhadap transisi dari satu situasi budaya
ke situasi budaya lainnya. Kejadian ini bisa terjadi saat seseorang berpindah dari suatu lokasi
geografis tertentu ke tempat lainnya atau ketika seseorang masuk ke suatu negara baru. Hal ini juga
bisa terjadi pada seseorang yang masuk ke suatu rumah sakit dan harus beradaptasi dengan
lingkungan yang asing. Ekspresi dari syok budaya beragam dari rentang bingung dan cemas, diam
dan tidak bergerak, sampai gelisah, dan marah (Danieds, et al., 2010).

D. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Kesehatan

Menurut G.M. Foster (1973) dalam Citerawati (2012), aspek budaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan antara lain:

1.Pengaruh tradisi

Ada beberapa tradisi di dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan
masyarakat, seperti tradisi tarak setelah melahirkan.

2.Sikap fatalistis

Fatalistis adalah sikap seseorang yang dianggap sangat putus asa dalam segala hal. Orang yang
memiliki paham dan sikap seperti ini cenderung dikuasai nasib dan tidak bisa mengubahnya. Contoh:
Beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok tertentu yang beragama Islam percaya bahwa
anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha
untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.

3.Sikap ethnosentris

Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan
pihak lain.

4.Pengaruh perasaan bangga pada statusnya

Contoh: Dalam upaya perbaikan gizi, di suatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun
singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata
masyarakat beranggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka
menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.

5.Pengaruh norma

Contoh: Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan
karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan ibu
hamil sebagai pengguna pelayanan.

6.Pengaruh nilai

Nilai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Contoh:
Masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka
mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi di beras merah daripada di beras putih.
7.Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku
kesehatan

Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika
ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan
makannya setelah dewasa.

8.Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan

Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat,
maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan,
menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha untuk
memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut.
Daftar puataka

Amelia, N. 2013. Prinsip Etika Keperawatan. Yogyakarta: D-Medika

https://id.scribd.com/doc/242261054/Aspek-Budaya-dalam-Praktik-Keperawatan-Medikal-Bedah-
docx

Anda mungkin juga menyukai