“ KONSEP PSIKOFARMAKA “
DISUSUN OLEH :
NIM : PO530321219757
KELAS : II B
2020/2021
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PSIKOFARMAKA
Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik . Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan
secara salah atau disalahgunakan beresiko menyebabkan gangguan jiwa. Menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) penyalahgunaan obat psikoaktif
digolongkan kedalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk:
1. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)
Kondisi ini berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada dosis
yang berbeda). Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat dan
dapat terjadi efek paradoksal.
5. Gangguan psikotik
Merupakan sekumpulan gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau segera setelah
penggunaan zat psikoaktif. Gejala psikotik ditandai dengan adanya halusinasi,
kekeliruan identifikasi, waham dan atau ideas of reference (gagasan yang menyangkut
diri sendiri sebagai acuan) yang seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran. Selain itu
timbul gangguan psikomotor (excitement atau stupor) dan afek abnormal yang
terentang antara ketakutan yang mencekam sampai pada kegembiraan yang
berlebihan. Variasi gejala sangat dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan
kepribadian pengguna zat
6. Sindrom amnestik
adalah hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory) yang menonjol.
Pada sindrom ini juga kadang-kadang muncul gangguan daya ingat jangka panjang
(remote memory), sedangkan daya ingat segera (immediate recall) masih baik. Fungsi
kognitif lainnya biasanya relative baik. Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun
kembali urutan kronologis, meninjau kejadian berulangkali menjadi satu peristiwa).
Pada kondisi ini, kesadaran individu kompos mentis, namun terjadi perubahan
kepribadian yang sering disertai apatis dan hilangnya inisiatif, serta kecenderungan
mengabaikan keadaan
B. JENIS OBAT PSIKOFARMAKA
1. Obat anti-psikosis
Obat-obat anti-psikosis merupakanantagonis dopamine yang bekerja
menghambat reseptor dopamine dalam berbagai jaras otak. Sedian obat anti-psikosis
yang ada di Indonesia adalah chlorpromazine, haloperidol, perphenazine,
fluphenazine, fluphenazine decanoate, levomepromazine, trifluoperazine,
thioridazine, sulpiride, pinozide, risperidone.
Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis yang ditAndai dengan
adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, fungsi mental, dan
fungsi kehidupan sehari-hari.
Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional seperti
skozofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif dan psikosis reaktif singkat.
Sindrom psikosis organic seperti, sindrom delirium, dementia, intoksikasi
alkohol, dan lain-lain.
2. Obat anti-depresi
Sediaan obat anti-depresi adalah amitriptyline, amoxapine, amineptine,
clomipramine, imipramine, moclobemide, maprotiline, mianserin, opipramol,
sertraline, trazodone, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine
Indikasi klinik primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah sindrom
depresi yang dapat terjadi pada
Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan unipolar. Gangguan
distimik dan gangguan siklotimik.
Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression, brain injury
depression dan reserpine.
Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian dengan depresi,
grief reaction, dll; dan sindrom depresi penyerta seperti gangguan jiwa dengan
depresi (gangguan obsesi kompulsi, gangguan panic, dimensia), gangguan
fisik dengan depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain).
3. Obat anti-mania
Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators, mood stabilizers,
antimanics. Sediaan obat anti-mania di Indonesia adalah litium carbonate, haloperidol,
carbamazepine. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom mania ditAndai adanya
keadaan afek yang meningkat hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.
Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4 gejala berikut : Peningkatan aktivitas, lebih
banyak berbicara dari lazimnya, lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung,
berkurangnya kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih dalam
aktivitas. Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala
seperti penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.
4. Obat anti-ansietas
Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor transqualizers,
anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-ansietas terdiri atas golongan
benzodiazepine dan nonbenzodiazepin. Sediaan obat anti-ansietas jenis
benzodiazepine adalah diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam, clobazam,
bromazepam, oxasolam, clorazepate, alprazolam, prazepam. Sedangkan jenis non
benzodiazepine adalah sulpiride dan buspirone. Indikasi
penggunaan obat ini adalah sindrom ansietas seperti :
Sindrom ansietas psikik seperti gangguan ansietas umum, gangguan panik,
gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress paska trauma
Sindrom ansietas organic seperti hyperthyroid, pheochromosytosis, dll;
sindrom ansietas situasional seperti gangguan penyesuaian dengan ansietas
dan gangguan cemas perpisahan
Sindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan ansietas (skizofrenia,
gangguan paranoid, dll)
Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke, Myocard Cardio Infac
(MCI) dan kanker dll
5. Obat anti-insomnia
Obat anti-insomnia merupakan sinonim dari hypnotics, somnifacient, hipnotika.
Sediaan obat anti-insomnia di Indonesia adalah nitrazepam, triazolam, estazolam,
chloral hydrate. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia yang dapat
terjadi pada
Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan unipolar
(episode mania atau depresi, gangguan ansietas (panic, fobia); sindrom
insomnia organic seperti hyperthyroidism, putus obat penekan SSP
(benzodiazepine, phenobarbital, narkotika),zat perangsang SSP (caffeine,
ephedrine, amphetamine);
Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian dengan
ansietas/depresi, sleep, wake schedule (jet lag, workshift), stres psikososial;
Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan insomnia (pain
producing illness, paroxysmal nocturnal dyspnea),
Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan paranoid).