Anda di halaman 1dari 9

MATERI SGL

(PSIKOFARMAKA)

 Obat Psikotropik
Obat Psikotropik = Psikotropika Adalah obat yang berkerja secara selektif pada
susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku (mind and behavior alteing drugs), digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik (psychotherapeutic medication). Psikofarmaka memiliki efek utama
terhadap proses mental di susunan saraf pusat, seperti proses pikir, perasaan dan
fungsi motorik dan atau tingkah laku.

 Perbedaan Efek Primer dan Efek


Efek klinis terhadap “target syndrome” disebut Efek Primer, sedangkan efek samping-
nya disebut Efek Sekunder. Efek primer dan sekunder bersama-sama digunakan untuk
tujuan terapi, disesuaikan dengan gejala-gejala yang muncul (overt) yang menjadi
sasaran terapi. Efek sekunder biasanya timbul lebih dahulu, kemudian baru efek
primer-nya. Misalnya pada Sindrom Psikosis dengan gaduh gelisah dan sulit tidur
diberikan obat anti-psikosis “Chlorpromazine” dengan efek sekunder yang sedatif
segera memperbaiki kegelisahan dan gangguan tidur (efek sekunder yang muncul
cepat), dan pada penggunaan selanjutnya akan memperbaiki gejala psikois utama
secara sedikit demi sedikit (efek primer). Jadi efek sekunder sebagai efek samping
obat juga dimanfaatkan untuk tujuan terapi.

Perlu dibedakan dengan efek idiosinkrasi yang disebabkan faktor individual


(hipersensitivitas) dan efek toksik yang disebabkan overdosis.

 Prinsip titrasi dosis (tailoring the dose of drug) Respons terhadap obat psikotropik
bersifat “Individual” dan perlu pengaturan secara empirik (therapeutic trial).
Pengaturan dosis biasanya mulai dengan dosis awal (dosis anjuran), dinaikkan
secara cepat sampai mencapai dosis efektif (dosis yang mulai berefek supresi gejala
sasaran), dinaikkan secara gradual sampai mencapai dosis optimal (dosis yang mampu
mengedalikan gejala sasaran) dan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu sambil
disertakan terapi yang lain (non medikamentosa), kemudian diturunkan secara gradual
sampai mencapai dosis pemeliharaan (maintenance dose) yaitu dosis terkecil yang
masih mampu mencegah kambuhnya gejala. Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai
sudah cukup mantap hasil terapi-nya dosis dapat diturunkan secara gradual sampai
berhenti pemberian (tapering off)

 Asas manfaat dan risiko Dalam penggunaan klinis obat psikotropik selalu
mempertimbangkan asas manfaat dan (benefit and risk analysis).

Penggunaan obat psikotropik yang rasional  gejala sasaran dapat diredam  memberi
peluang untuk integrasi bio-psiko-sosial (dengan terapi psiko-sosial) pemulihan dari
keadaan sakit.
Penggunaan obat psikotropik tidak rasional  ketergantungan obat  desintegrasi bio-
sikososial  hendaya/disabilitas/cacat yang makin lama makin berat.
Dampak dari efek samping selalu perlu diwaspadai dan dipersiapkan
penanggulangannya. Untuk mengurangi risiko pemakaian obat psikotropik selalu
harus melakukan “monitoring efek samping” secara klinis dan laboratorium untuk
deteksi dini dan upaya penanggulangan. Penggunaan secara sangat hati-hati pada :
 Anak-anak dan usia lanjut (dosis harus kecil dengan monitoring ketat)
 Wanita hamil dan menyusui (pertimbangan risiko dan manfaat) pada umumnya
obat psikotropik berisiko tinggi untuk wanita hamil, khususnya pada trimester
pertama, oleh karena obat dapat melewati placenta dan mempengaruhi janin, juga
dapat melalui ASI dan berefek negatif terhadap bayi.
 Pasien dengan kelainan jantung dan ginjal, glaukoma, hipertrofi prostat, asma
bonkiale, epilepsi (pilihan obat yang palin minimal berdamapk terhadap penyakit
tersebut)
 Pasien yang mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin yang memerlukan
kewaspadaan tinggi (sedapat mungkin dihindarkan)
Efektivitas penggunaan klinis obat psikotropik juga sangat tergantung pada hubungan
yang harmonis antara dokter dan pasien (therapeutic alliance) dimana masing-masing
menyadari penting-nya kerja sama yang baik untuk meringankan dan menanggulangi
gangguan kesehatan jiwa pasien. Untuk itu dokter seyogjanya mampu mendengar
dengan baik dan menaruh respek terhadap pasien, dan pasien harus juga mempercayai
sepenuhnya kemampuan dan itikad baik dokter

 Butir-butir yang harus selalu di-ingat dalam penggunaan klinis obat psikotropik
 Sesuai dengan situasi dan kondisi individual (tailored)
 Penyesuaian secara bertahap (stepwise)
 Pantau terus menerus (monitoring)
 Terencana dan terprogram (rational management)

 Orientasi pada gejala sasaran (target syndrome oriented)


Penggunaan klinis obat psikotropik ditujukan untuk meredam (supression) gejala
sasaran tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran
yang ingin ditanggulangi.
Jenis Obat Gejala Sasaran
Anti-psikosis Psikosis
Anti-depresi Depresi
Anti-mania Mania
Anti-anxietas Anxietas
Anti-insomnia Insomnia
Anti-obsesif kompulsif Obsesif kompulsif
Anti-panik
Panik
Penggolongan Obat Psikofarmaka
1. Antipsikotik
Obat-obat antipsikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki
beberapa efek samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologi atau
disebut pseudoneurologi. Juga dikenal dengan istilah major tranquilizer karena adanya
efek sedasi atau mengantuk yang berat. Perkembangan obat-obat antipsikotik sangat
pesat, dan untuk lebih mudah memahaminya sekarang disebut sesuai dengan cara
kerjanya di otak.
 Mekanisme Kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade
reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik
dan histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon),
umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam
memblokade reseptor dopamine D2. Anti-psikosis “atypical” memblokade
reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga
dapat memblokade dopamin system limbic, terutama pada striatum.

 Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun). - Gangguan
otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan
miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung). - Gangguan ekstrapiramidal (distonia
akut, akathisia, sindrom parkinson : tremor, bradikinesia, rigiditas). -
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (Jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
 Kontraindikasi :
 Penyakit hati (hepato-toksik)
 Penyakit darah (hemato-toksik)
 Epilepsi (menurunkan ambang kejang)
 Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
 Febris yang tinggal (thermoregulator di SSP)
 Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)
 Penyakit SSP (parkinson, tumor otak, dll)
 Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depressant” (kesadaran makin
 memburuk)

2. Antidepresan
Antidepresan adalah kelompok obat- obat yang heterogen dengan efek utama dan
terpenting adalah untuk mengendalikan gejala depresi. Hipotesis terjadinya gejala
depresi disebabkan oleh rendahnya kadar neurotransmiter serotonin di neuron pasca
sinaps. Selain untuk mengatasi gejala depresi, obat- obat antidepresan juga sering
digunakan untuk beberapa indikasi lainnya seperti gangguan cemas dan lain-lain.
 Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari aminergic neurotransmitter
(noradrenalin dan serotonin) yang menuju neuron presinaps. SSRI hanya
memblokade reuptake dari serotonin. MAOI (Monoamine Oxidase)
menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapine
memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari
antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon
elektrofisiologis.

 Efek sam ping


Efek samping obat Anti-depresi dapat berupa :
 Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)
 Efek Antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,
konstipasi, sinus takikardia, dll)
 Efek Anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
 Efek Neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)
 Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari
penderita), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap
diberikan dengan dosis yang sama.
Pada keadaan Overdosis/Intoksikasi Trisiklik dapat timbul “Atropine
Toxic Syndrome” dengan gejala : eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia,
konvulsi, toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation).
 Kontraindikasi :
 Penyakit jantung koroner, MCI, khususnya pada usia lanjut
 Glaukoma, retensi urin, hipertrofi prostat, gangguan fungsi hati,
epilepsi.
 Pada penggunaan obat Lithium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan
kelenjar thyroid.
3. Antimania
Mood stabilizer adalah kelompok obar yang terutama digunakan untuk penanganan
fluktuasi mood (alam perasaan) yang terjadi pada gangguan afektif bipolar dan juga
skizoafektif. Dikatakan cukup efektif untuk mengatasi mania akut, tetapi kurang
efektif untuk kondisi depresi. Terdiri dari lithium dan kelompok antikonvulsan yaitu
asam valproat dan carbamazepin. Obat antikonvulsan terbaru dan antipsikook"
atipikal (APG-II) seperti olanzapin quetiapin, clozapine, dan juga aripiprale
menjanjikan hal yang sama yaitu sebag obat penstabil mood berdasarkan uji klinis
yang dilakukan.
Penggunaan kombinasi meed sta dipertimbangkan jika penggunaan tunggal tidak
memberikan respon yang optimal Polifarmasi selalu harus diberi perhamn terhadap
kemungkinan timbulnya.
 Mekanisme Kerja
Sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps
neuron, khususnya pada sistem limbik, yang berdampak terhadap “dopamine
receptor supersentivity”, dengan meningkatkan “cholinergic-muscarinic
activity”, dan menghambat “Cyclic AMP (adenosine monophosphate) &
phosphoinositides”

 Efek samping
 Gejala efek samping yang dini (kadar serum Lithium 0,8 – 1,2
mEq/L):
a) Mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah,
diare, feces lunak), kelemahan otot, poliuria, tremor halus
(fine tremor, lebih nyata pada pasien usia lanjut dan
penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan
antidepressan).
b) Tidak ada efek sedasi dan gangguan ekstrapiramidal
 Efek samping lain : hypothyroidism, peningkatan berat badan,
perubahan fungsi thyroid (penurunan kadar thyroxine dan
peningkatan kadar TSH), oedema pada tungkai, “metalic taste”,
lekositosis, gangguan daya ingat dan konsentrasi pikira
 Kontraindikasi :
Wanita hamil adalah kontraindikasi penggunaan Lithium oleh karena bersifat
teratogenik. Lithium dapat melalui placenta dan masuk ke peredaran darah
janin khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid.

4. Antianxietas
Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer
minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat
racun adalah diazepam
atau klordiazepoksid
 Mekanisme Kerja
Sindrom Anxietas disebabkan hiperaktivitas dari sistem limbik SSP yang
terdiri dari ”dopaminergic, norandrenergic, serotonergic neurons” yang
dikendalikan oleh GABA-ergic neuron (“Gamma Amino Butiric Acid, suatu
inhibitory neurotransmitter”) Obat Anti-anxietas benzodiazepine yang bereaksi
dengan reseptornya (benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce “the
inhibitory action of GABA-ergic neuron”, sehingga hiperaktivitas tersebut
diatas mereda
 Efek samping
 Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif melemah)
 Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll)
 Kontraindikasi :
Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepine, glaucoma, myasthenia
gravis, chronic pulmonary insufficiency, chronic renal or hepatic disease.

5. Anti insomnia
Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya adalah
fenobarbita
 Mekanisme Kerja
Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang
berperan dalam memperantarai proses tidur.

 Efek samping
Efek Samping : supresi SSP (Susunan saraf pusat) pada saat tidur. Hati-hati
pada pasien dengan insufisiensi pernapasan, uremia dan gangguan fungsi
hati, oleh karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi SSP dan dapat
memudahkan timbulnya coma. Pada pasien usia lanjut dapat terjadi
“oversedation” sehingga risiko jatuh dan trauma menjadi besar, yang sering
terjadi adalah “hip fracture”
 Kontraindikasi :
- Sleep Apneu Syndrome
- Congestive Heart Failure
- Chronic Respiratory Disease
- Wanita hamil dan menyusui = mempunyai risiko menimbulkan
“teratogenic effect” (e.g. cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester
pertama. Juga Benzodiazepine diekskresi melalui ASI, berefek pada bayi
(penekanan fungsi SSP).

6. Anti Obsesif Kompulsif


Dalam membicarakan obat anti obsesi kompulsi yang menjadi acuan adalah
klomipramin.
Obat anti obsesi kompulsi dapat digolongkan menjadi :
1. Obat anti obsesi kompulsi trisiklik, contoh klomipramin
2. Obat anti obsesi kompulsi SSRJ, contoh sentralin, paroksin, flovokamin, fluoksetin
 Mekanisme Kerja
Sindrom Obsesif kompulsif berkaitan dengan hipersensitivitas dari
“serotonergic receptors” di SPP. Mekanisme kerja obat anti-obsesif kompulsif
adalah sebagai “serotonin reuptake blockers” (menghambat reuptake
neurotransmitter serotonin), sehingga hipersensitivitas tersebut berkurang.

 Efek samping
Efek samping Obat Anti-Obsesif Kompulsif, sama seperti obat antidepresi
TRISIKLIK, dapat berupa :
 Efek anti-histaminergik (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan
berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun, dll)
 Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan lambung, retensi urin,
disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus
takikardia, dll)
 Efek anti-adrinergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik)
 Efek neurotoksis (tremor halus, kejang-epileptik, agitasi, insomnia)
 Kontraindikasi :
Efek samping TRISIKLIK yang paling sering dalam praktek adalah mulut kering dan
konstipasi, sedangkan yntuk golongan SSRI adalah sakit nausea dan sakit kepala.

7. Anti-Panik
 Mekanisme Kerja
Sindrom Panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari “serotonergic
receptors” di SSP. Mekanisme kerja Obat Anti-Panik adalah menghambat
“Reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron, sehingga pada awalnya
terjadi peningkatan serotonin dan sensitivitas reseptor (timbul gejala efek
samping anxietas, agitasi, insomnia), sekitar 2 sampai 4 minggu, kemudian
seiring dengan peningkatan serotonin terajdi penurunan sensitivitas reseptor
(down regulation). Penurunan sensitivitas reseptor tersebut berkaitan dengan
penurunan serangan panik (adrenergic overactivity) dan juga gejala depresi
yang menyertai akan berkurang pula. Penurunan hipersensitivitas melalui dua
fase tersebut disebut juga “efek bifasik”.

 Efek samping
Efek samping obat Anti-Panik golongan TRISIKLIK dapat berupa :
 Efek anti-histaminergik (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan
berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun, dll)
 Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan lambung, retensi urin,
disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus
takikardia, dll)
 Efek anti-adrinergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik)
 Efek neurotoksis (tremor halus, kejang-epileptik, agitasi, insomnia)
Kontraindikasi :

Anda mungkin juga menyukai