Anda di halaman 1dari 14

PSIKOFARMAKA

DALAM
KEPERAWATAN JIWA
Ns. Arni Nur Rahmawati, M.Kep
Departemen Keperawatan Jiwa
Fakultas Kesehatan, UHB
PENDAHULUAN
■ Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat psikoaktif
atau obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas adanya kesamaan
efek obat terhadap penurunan aatau berkurangnya gejala. Kesamaan dalam
susunan kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat.
■ Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior
altering drugs),digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic
medication). Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan
secara salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan
gangguan jiwa. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III) penyalahgunaan obat psikoaktif digolongkan kedalam gangguan mental
dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
JENIS OBAT
PSIKOFARMAKA: ANTI
PSIKOSIS, ANTI DEPRESI,
MOOD STABILIZER
ANTI PSIKOSIS

■ Obat anti-psikosis merupakan sinonim dari neuroleptics,major


transqualizer,ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptics. Obat-obat
anti-psikosis merupakanantagonis dopamine yang bekerja menghambat reseptor
dopamine dalam berbagai jaras otak. Sedian obat anti-psikosis yang ada di
Indonesia adalah chlorpromazine, haloperidol, perphenazine, fluphenazine,
fluphenazine decanoate, levomepromazine, trifluoperazine, thioridazine, sulpiride,
pinozide, risperidone.
LANJUTAN..
■ Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis yang ditAndai dengan
adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, fungsi mental, dan
fungsi kehidupan sehari-hari.
a. Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional seperti
skozofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif dan psikosis reaktif singkat.
b. Sindrom psikosis organic seperti, sindrom delirium, dementia, intoksikasi alkohol,
dan lain-lain.
EFEK SAMPING ANTI PSIKOSIS

■ Efek samping yang harus diperhatikan adalah sindrom ekstrapiramidal (EPS), baik
jangka akut maupun kronik. Efek samping yang bersifat umum meliputi neurologis,
behavioral, autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang terjadi adalah timbulnya
gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) seperti reaksi distonia akut yang terjadi secara
mendadak dan sangat menakutkan bagi klien seperti spasme kelompok otot mayor
yang meliputi leher, punggung dan mata. Katatonia, yang akan mengakibatkan
gangguan pada sistem pernafasan. Reaksi neurologis yang juga sering terjadi
adalah akatisia ditAndai dengan rasa tidak tenteram, dan sakit pada tungkai, gejala
ini akan hilang jika klienmelakukan gerakan.
LANJUTAN..

■ Sindrom parkinson’s merupakan kelainan neurologis yang sering muncul sebagai


efek samping penggunaan obat golongan ini. Gejala sindrom Parkinson meliputi
akinesia, rigiditas/kekakuan dan tremor.
■ Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan obat ini ditAndai dengan
banyak tidur, grogines dan keletihan.
■ Reaksi autoimun ditAndai dengan penglihatan kabur, konstipasi, takikardi, retensi
urine, penurunan sekresi lambung, penurunan berkeringat dan salivasi (mulut
kering), sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal, “psikosis
atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas, agitasi, kekacauan mental, kulit
kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria, dan
takikardia.
LANJUTAN..
■ Reakasi autonomik (jantung) biasanya terjadi pening/pusing, takikardia, penurunan
tekanan darah diastolic.
■ Reaksi alergi yang terjadi meliputi agranulositosis, dermatosis sistemik, dan ikterik.
■ Efek samping jangka panjang yang umum terjadi gejala-gejala eksrapiramidal.
Diskinesia tardif merupakan efek samping jangka panjang yang umum terjadi yaitu
adanya protrusi lidah/kekakuan lidah, mengecapkan bibir, merengut, menghisap,
mengunyah, berkedip, gerakan rahang lateral, meringis; anggota gerak, bahu
melorot, “pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi pergelangan kaki, telapak kaki geplek,
gerakan ibu jari kaki.
ANTI DEPRESI

■ Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic energizers, anti depressants,


anti depresan. Sediaan obat anti-depresi di Indonesia adalah amitriptyline,
amoxapine, amineptine, clomipramine, imipramine, moclobemide, maprotiline,
mianserin, opipramol, sertraline, trazodone, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine.
Jenis obat anti-depresi adalah anti-depresi trisiklik, anti-depresi tetrasiklik, obat
anti-depresi atipikal, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dan inhibitor
monoamine okside (MAOI).
LANJUTAN..

■ Indikasi klinik primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah sindrom depresi


yang dapat terjadi pada:
a. Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan unipolar. Gangguan distimik
dan gangguan siklotimik.
b. Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression, brain injury
depression dan reserpine.
c. Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian dengan depresi, grief
reaction, dll; dan sindrom depresi penyerta seperti gangguan jiwa dengan depresi
(gangguan obsesi kompulsi, gangguan panic, dimensia), gangguan fisik dengan
depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain).
EFEK SAMPING ANTI DEPRESI

■ a. Efek sedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor


berkurang, kemampuan kognitif menurun;
■ b. Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi,
sinus takikardia;
■ c. Efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan hantaran elektrokardiografi, hipotensi;
■ d. Efek neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia. Efek samping ringan
mungkin timbul akibat penggunaaan obat jenis ini (tergantung daya toleransi dari klien),
biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.
Pada keadaan overdosis/ intoksikasi trisiklik dapat timbul atropine toxic syndrome
dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic
convulsional state” (confusion, delirium dan disorientasi).
MOOD STABILIZER

■ Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators, mood stabilizers,


antimanics. Sediaan obat anti-mania di Indonesia adalah litium carbonate,
haloperidol, carbamazepine.
■ Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom mania ditAndai adanya keadaan afek
yang meningkat hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu. Keadaan
tersebut disertai paling sedikit 4 gejala berikut:Peningkatan aktivitas, lebih banyak
berbicara dari lazimnya, lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung,
berkurangnya kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih dalam
aktivitas. Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala
seperti penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.
EFEK SAMPING MOOD STABILIZER

■ Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan kondisi fisik
klien. Gejala efek samping yang dini pada pengobatan jangka lama seperti mulut
kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak),
kelemahan otot, poli uria, tremor halus. Efek samping lain hipotiroidisme,
peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan
peningkatan kadar TSH/thyroid stimulating hormone), odem pada tungkai, seperti
mengecap besi, lekositosis, gangguan daya ingat dan konsentrasi pikiran menurun.

Anda mungkin juga menyukai