Anda di halaman 1dari 55

PSIKOTROPIK

PENDAHULUAN

 Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan


pikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedok­
teran jiwa.
 Psikofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari kimiawi, mekanisme
kerja serta farmakologi klinik dari psikotropik
 Pengobatan psikotropik bersifat simptomatis dan lebih didasarkan atas
pengetahuan empiris  untuk mengubah keadaan jiwa pasien menjadi
lebih kooperatif
 Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dapat dibedakan
menjadi 4 golongan:
(1) antipsikosis (major tranquilizer, neuroleptik);
(2) antiansietas (minor tranquilizer);
(3) antidepresi
(4) antimania (mood stabilizer).
 I. ANTIPSIKOSIS
 A. Antipsikosis tipikal golongan fenotiazin : Klorpromazin, flufenazin, perfenazin,
 tioridazin, trifluperazin
 B. Antipsikosis tipikal golongan lain :
 Klorprotiksen, droperidol, haloperidol, loksapin, molindon, tioktiksen
 C. Antipsikosis atipikal :
 Klozapin, olanzapin, risperidon, quetiapin, sulpirid, ziprasidon, aripriprazol, zotepin,
amilsulpirid
 II. ANTIANSIETAS
 Golongan benzodiazepin :
Diazepam, alprazolam, klordiazepoksid, klonazepam, klorazepat. Lorazepam
 Golongan lain : buspiron, zolpidem
 III. ANTIDEPRESI
 A. Golongan trisiklik : Imipramin, amitriptilin
 B. Golongan heterosiklik (generasi kedua dan ketiga)
 Amoksapin, maprotilin, trazodon, bupropion, venlafaksin, mirtazapin, nefazodon
 C. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs):
 Fluoksetin, paroksetin, setralin, fluvoksamin, sitalopram
 D. Penghambat MAO : Isokarboksazid, fenelzin
 E. Golongan serotonin norepinephrin reuptake inhibitor (SNRI) : Venlafaksin
 IV. ANTIMANIA (mood stabilizer)
 A. Litium
 B. Antimania lain: karbamazepin, asam valproat
Antipsikosis

 Bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu


gangguan jiwa yang berat.
 Ciri terpenting obat antipsikosis ialah :
 (1) ber­efek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas,
hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis;
 (2) dosis besar tidak menye­babkan koma yang dalam ataupun
anestesia;
 (3) dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau
ireversibel
 (4) tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan
fisik dan psikis.
 Psikosis : gejala penyakit mental ditandai dengan distorsi atau
ketidaksesuaian dengan realitas
 Jenis-jenis psikosis :
 Mood disorder (depresi mayor atau mania) dengan gejala psikosis
 Substance-induced psychosis
 Dementia dengan gejala psikosis
 Delirium dengan gejala psikosis
 Brief psychotic disorder
 Delusi
 Schizoaffective
 Schizophrenia
 Gejala :
 Halusinasi
 Delusi
 Disorganized speech
 Perilaku gaduh gelisah
Antiansietas

 Ansietas didefinisikan sebagai perasaan khawatir atau ketakutan


yang ditandai dengan gejala fisik seperti palpitasi, ber­keringat dan
tanda tanda stres lainnya; gejala psikis seperti ketakutan,
kecemasan, sulit tidur, dan sulit konsentrasi
 Anti­ansietas dosis tinggi dan jangka panjang dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikis
Antidepresi

 Obat untuk mengatasi atau mencegah depresi mental.


 Depresi didefinisi­kan sebagai gangguan mental dengan penurunan mood,
kehilangan minat atau perasaan senang, adanya perasaan bersalah atau
rendah diri, gangguan tidur atau penurunan selera makan, sulit konsentrasi
atau kelemahan fisik (WHO, 2006).
 Pada keadaan terburuk  dapat mencetuskan bunuh diri
 Perbaikan depresi ditandai dengan perbaikan alam perasaan, bertambahnya
aktivitas fisik dan kewaspadaan mental, nafsu makan dan pola tidur yang
lebih baik, dan berkurangnya keinginan untuk bunuh diri
Antimania atau mood stabilizer

 Adalah obat yang kerjanya terutama mencegah naik turunnya


mood pada pasien gangguan bipolar (sindrom manik-depresi).
ANTIPSIKOSIS

 Tipikal: mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor


dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan menye­bab­kan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat.

 Atipikal: afinitas yang lemah terhadap dopamin 2, selain itu juga


memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin 4, serotonin, histamin,
reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergik;
Tipikal: umumnya hanya berespons untuk gejala positif.

Atipikal: gejala positif (seperti bicara kacau, halusinasi, delusi)


maupun gejala negatif (miskin kata kata, afek yang datar,
menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun)
Hipotesis Skizofrenia
HIPOTESIS DOPAMINE
(1) kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D 2 pascasinaps di dalam
sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal;
1.(2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti
levodopa (suatu
precursor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis
reseptor dopamine langsung), dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada
beberapa pasien;
2.(3) densitas reseptor dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien
skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis;
3.(4) positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor
dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat
dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita
skizofrenia; dan
4.(5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah
homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan serebrospinal, plasma,
dan urine.
HIPOTESIS SEROTONIN
Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai penyebab gejala positif
dan negatif pada skizofrenia

HIPOTESIS GABA
Pasien skizofrenia mempunyai kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus.
GABA memiliki efek regulatory pada aktivitas dopamin, dan kehilangan neuron
inhibitory GABA-ergic dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron
dopaminergik

HIPOTESIS GLUTAMAT
Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu antagonis glutamat
menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa dengan skizofrenia
ANTIPSIKOSIS TIPIKAL:
KLORPROMAZIN DAN DERIVAT
FENOTIAZIN
5
6 4

3
7

10
8

9 1
FARMAKODINAMIK

 Efek pada susunan saraf pusat, sistem otonom, dan sistem


endokrin.
 Antipsikosis menghambat berbagai reseptor diantaranya
dopamin, reseptor -adrenergik, muskarinik, histamin H1 dan
reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda.
Susunan Saraf Pusat

 Klorpromazin (CPZ): Sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap
rangsang dari lingkungan
 CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik
maupun rangsang oleh obat.
 Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga
menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstra­piramidal).
 Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan
pada chemo-receptor trigger zone
Neurologik

 Pada dosis berlebihan, semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala


ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada parkin­sonisme.

 Dikenal 6 gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini, 4 di


antaranya biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia,
parkinsonisme dan sindrom neuroleptic malignant ; yang terakhir jarang
terjadi, 2 sindrom yang lain terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, berupa tremor peri­oral (jarang) dan diskinesia tardif.
Reaksi Ekstrapiramidal

 Reaksi Distonia Akut  spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau
lebih kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit.
Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau
otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, dan sikap
badan yang tidak biasa.
 Akatisia  Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu
keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada
otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat
disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk.
 Sindrom Parkinson
 SNM  kegawatdaruratan neurologi
 Diskinesia tardive  gerakan yang tidak terkendali pada lidah, bibir, dan wajah.
 Otot Rangka. CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam
keadaan spastik.
 Efek Endokrin pada wanita: amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedang­
kan pada pria dilaporkan adanya penurunan libido dan ginekomastia.
 Efek sekunder dari hambatan reseptor dopamin yang menyebabkan
hiperprolaktinemia, serta kemungkinan adanya peningkatan perubahan androgen
menjadi estrogen di perifer.
 Kardiovaskular. Hipotensi ortostatik, dan peningkatan denyut nadi saat istirahat,
tekanan arteri rata rata, resistensi perifer, curah jantung menurun dan frekuensi
denyut jantung meningkat
 Abnormalitas EKG pada pemakaian tioridazin berupa perpanjangan interval QT,
abnormalitas segmen ST dan gelombang T. Perubahan ini biasanya bersifat
reversibel.
HALOPERIDOL

 Untuk me­nenangkan ke­adaan mania pasien psikosis yang karena hal ter­
tentu tidak dapat diberi fenotiazin.
 Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol.
 Susunan saraf pusat. Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur
pada orang yang meng­alami eksitasi
 Sistem saraf otonom dapat menyebabkan pandangan kabur
(blurring of vision).
 Sistem kardiovaskular dan respirasi. Haloperidol
menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat
akibat CPZ.
 Efek endokrin. Seperti CPZ, haloperidol menye­babkan
galaktore dan respons endokrin lain
 EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI. Haloperidol menimbulkan reaksi
ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi, terutama pada pasien usia
muda.
ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL

 DIBENZODIAZEPIN: KLOZAPIN
 Efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang
positif (iritabilitas) maupun yang negatif (social disinterest dan incom­
petence, personal neatness).
 Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat
standar
 Efek samping dan intoksikasi. Agranulositosis, Pada pasien yang
mendapat klozapin selama 4 minggu atau lebih, risiko terjadinya kira-kira
1,2%. Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah pem­berian
obat. perlu dipantau jumlah sel darah putihnya
RISPERIDON

 Farmakodinamik. Risperidon yang merupakan derivat dari


benzisoksazol mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor
serotonin (5HT2), dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin
(D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamin.
 Indikasi. Indikasi risperidon adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk
gejala negatif maupun positif.
 Efek samping. Secara umum risperidon dapat di­toleransi dengan baik.
Efek samping yang di­lapor­kan adalah insomnia, agitasi, ansietas,
somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia
dan reaksi ekstra piramidal terutama tardiv diskinesia.
OLANZAPIN

 Farmakodinamik. Olanzapin merupakan deri­vat tienobenzodiazepin, struktur


kimianya mirip dengan klozapin. Olanzapin memiliki afinitas ter­hadap re­septor
dopamin (D2, D3, D4 dan D5), reseptor serotonin (5HT2), muskarinik, histamin
(H1) dan reseptor alfa 1.
 Efek samping. peningkatan berat badan dan gangguan metabolik yaitu into­
leransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemia.
 Indikasi. Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif
skizofrenia dan sebagai antimania
QUETIAPIN

 Farmakodinamik. Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin


(D2), serotonin (5HT2), dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor sero­
tonin 5HT1A yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk
gejala positif maupun negatif skizofrenia.
 Indikasi. skizofre­nia dengan gejala positf maupun negatif. meningkatkan
kemampuan kognitif pasien skizofrenia seperti perhatian, kemampuan
berpikir, berbicara dan kemampuan mengingat membaik.
 Efek samping. Efek samping yang umum ada­lah sakit kepala, somnolen,
dan dizziness
ZIPRASIDON

 Farmakodinamik. Obat ini dikembangkan dengan harapan memiliki


sprektum skizofrenia yang luas, baik gejala positif, negatif maupun gejala
afektif dengan efek samping yang minimal terhadap prolaktin,
metabolik,gangguan seksual dan efek anti­kolinergik. Obat ini
memperlihatkan afinitas terha­dap reseptor serotonin (5HT2A) dan
dopamin (D2 ).

 Efek samping gangguan kardiovaskular yakni perpanjangan interval QT


yang lebih besar diban­ding antipsikosis lainnya.
ANTIANSIETAS,

GOLONGAN BENZODIAZEPIN

Struktur kimia diazepam dan klordia­zepoks


 MEKANISME KERJA BENZODIAZEPIN. Mekanisme kerja
benzodiazepin merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan GABA
sebagai mediator nya.
 EFEK SAMPING Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul kantuk;
tetapi pada takar lajak benzodiazepin menimbul­kan depresi SSP.
 Efek antiansietas diazepam dapat diharap­kan terjadi bila kadar dalam darah
mencapai 300-400 ng/mL; pada kadar yang sama terjadi pula efek sedasi
dan gangguan psikomotor. Intoksikasi SSP yang menyeluruh terjadi pada
kadar di atas 900-1.000 ng/mL.
 Peningkatan hostilitas dan iritabilitas dan mimpi-mimpi hidup (vivid
dreams) dan mengganggu
 TOLERANSI DAN KETERGANTUNGAN FISIK.
Keadaan ini dapat terjadi bila benzodiazepin diberikan dalam
dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama. Jadi pemberian
golongan obat ini lebih dari 3 minggu sebaiknya dihindari
BUSPIRON

 Golongan azaspirodekandion yang potensial berguna dalam


pengobatan ansietas.
 Tidak memperlihatkan aktivitas GABA-ergik dan antikonvulsi,
interaksi dengan antidepresi susunan saraf pusat minimal.
 Antagonis selektif reseptor serotonin (5-HTIA); potensi antagonis
dopaminergiknya rendah
 Antiansietas efektif yang efek sedatifnya relatif ringan.
ANTIDEPRESI

 Antidepresi generasi pertama (MAO inhibitor, antidepresi trisiklik),


antidepresi gene­­rasi kedua: golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors) dan antidepresi generasi ketiga: golongan SNRI (Serotonine
Norepinephrine Re­uptake Inhibitor).
ANTIDEPRESI; ANTIDEPRESI
TRISIKLIK

 Imipramin suatu derivat


dibenzazepin, dan amitriptilin
derivat dibenzosikloheptadin
 Golongan obat ini bekerja dengan
menghambat ambilan kembali
neurotransmiter di otak
 Efek Psikologik. Pada manusia normal imipramin menimbulkan rasa lelah, obat
tidak meningkatkan alam perasaan (elevation of mood), dan meningkatnya rasa
cemas disertai gejala yang menye­rupai efek atropin. Pemberian berulang se­lama
beberapa hari akan memperberat gejala ini dan menimbulkan kesukaran konsentrasi
dan berpikir, serupa dengan yang ditimbulkan oleh CPZ.
 Pada pasien depresi; terjadi peningkatan alam perasaan.
 Susunan Saraf Otonom. Imipramin jelas sekali memperlihatkan efek
antimuskarinik, sehingga dapat terjadi penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi
dan retensi urin.
 Kardiovaskular. hipotensi ortostatik; dalam dosis toksik, imipramin dapat
menimbulkan aritmia dan takikardia
PENGHAMBAT AMBILAN
KEMBALI SEROTONIN YANG
SELEKTIF

 Kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik


atau histaminergik, sehingga efek sampingnya lebih ringan.
 Secara spesifik menghambat ambilan serotonin (SSRI = Serotonin selective
reuptake inhibitor)  fluoksetin, paroksetin, sertralin, fluvoksamin,
sitalopram dan S-sitalopram.
 Merupakan inhibitor spesifik P450 isoenzim.
 Efek samping yang sering adalah mual, penurunan libido dan fungsi
seksual lainnya.
 Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRI
dikombinasikan dengan MAO inhibitor, yaitu akan terjadi peningkatan efek
serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala
hipertermia, kekakuan otot, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan
perilaku serta gangguan tanda vital
PENGHAMBAT
MONOAMIN-OKSIDASE
 Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO, tetapi juga enzim-enzim lain,
karena itu obat ini mengganggu metabolisme banyak obat di hati.
 MAO dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria.
 Penghambat MAO digunakan untuk mengatasi depresi, tetapi penggunaannya
sangat terbatas karena toksik
SENYAWA LAIN

 AMOKSAPIN. Antidepresi ini merupakan metabolit anti­psikosis


loksapin dan memiliki efek antipsi­kosis.
 Dapat menimbulkan gejala akatisia, parkinsonis­me, amenore-
galaktore dan diskinesia tardif.
 jarang menimbulkan gejala takikardia dan aritmia, tetapi tetap perlu
hati-hati digunakan pada pasien dengan kelainan jantung, dan tidak di­
anjur­kan pemakaian­nya pada pasien infark jantung
MAPROTILIN

 Antidepresi tetrasiklik; namun memiliki profil farmakologik


dan klinik serta efektivitas yang mirip imipramin.
 Efek samping yang paling umum ialah kantuk dan efek
antikolinergik
TRAZODON

 Derivat triazolo­piridin dengan struktur kimia yang berbeda dari anti­


depresi trisiklik maupun tetrasiklik.
 menghambat ambilan sero­tonin di saraf;
 Trazodon berguna bagi pasien depresi disertai ansietas.
 Efek samping kantuk, hipotensi ortostatik, namun biasanya hilang
dalam 4-6 jam. Agitasi terjadi pada 1% pasien. Priapisme kira-kira
1:6.000, dan bila memerlukan pembedah­an dapat menyebabkan
impotensi per­manen
BUPROPION

 Memiliki struktur kimia mirip amfe­tamin. Seperti amfetamin,


bupropion diduga bekerja lewat efek dopaminergik.
 Efek samping utama be­rupa perangsangan sentral agitasi,
ketidaktenang­an, ansietas dan insomnia terjadi pada kira-kira 2%
pasien, efek samping lain yang dapat terjadi ialah : mulut kering,
migrain, mual, muntah, konstipasi dan tremor.
MIANSERIN

 Antidepresi golongan tetrasiklik.


 Cara kerjanya tidak mem­pengaruhi am­bilan kembali amin
biogenik tetapi meningkatkan norepinefrin di neuron otak
dengan jalan meng­hambat reseptor alfa adrenergik pada
neuron pra­sinaptik.
VENLAFAKSIN

 Venlafaksin dan metabolit aktifnya O-desme­tilvenlafaksin bekerja


sebagai antidepresi dengan menghambat ambilan kembali serotonin
dan nor­epinefrin.
 Diindikasikan untuk depresi, depresi yang berhubungan dengan
sindrom ansie­tas, dan gangguan ansietas sosial. Selain itu, obat ini
juga efektif untuk gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress
pasca trauma, gangguan panik dan gangguan disforik prahaid.
MOOD STABILIZER; LITIUM

 Litium karbonat dikenal sebagai antimania, atau sebagai mood


stabilizer karena kerjanya ter­utama mencegah naik turunnya
mood pada pasien dengan gangguan bipolar (manik-depresif).
 Karbamazepin, asam valproat dan antipsikosis ati­pikal
olanzapin yang ternyata juga efektif sebagai anti­mania dan
mood stabilizer
MOOD STABILIZER; LITIUM

 FARMAKODINAMIK. Mekanisme kerja yang pasti dari litium sampat saat ini
masih dalam penelitian, tetapi diperkirakan bekerja atas dasar :
 (1) efek pada elektrolit dan transpor ion yaitu litium dapat mengganti natrium
dalam membantu suatu poten­sial aksi sel neuron, tetapi litium bukan merupakan
substrat yang adekuat untuk pompa Na,
 (2) efek pada neurotransmiter, diperkirakan litium menurun­kan pengeluaran
norepinefrin dan dopamin, meng­hambat supersensitivitas dopamin, juga
meningkat­kan sintesis asetilkolin;
 (3) efek pada second messengers, yakni litium menghambat konversi IP2 menjadi
IP1 (inositol monofosfat) dan konversi IP menjadi inositol.
 INDIKASI. Sampai saat ini litium karbonat dikenal sebagai obat untuk
gangguan bipolar terutama pada fase manik dan untuk pengobatan
penunjang.
 Pada fase depresif gangguan bipolar, litium sering dikombinasi dengan
antidepresi
 EFEK SAMPING. Indeks terapi litium rendah, maka untuk pemberian yang aman
perlu dilakukan pe­mantauan kadar dalam plasma atau serum. Peme­riksaan ini
dilakukan 10 -12 jam setelah dosis ter­akhir.
 Efek samping yang terjadi terutama pada saraf yaitu tremor, koreatetosis,
hiperaktivitas motorik, ataksia, disartria dan afasia
 Litium juga dapat menurunkan fungsi tiroid, tetapi biasanya efek ini bersifat
reversibel. Dianjurkan pemeriksaan kadar TSH tiap 6-12 bulan selama penggunaan.
 Pada ginjal, litium dapat menyebabkan nefro­genik diabetes insipidus yang
menyebabkan poli­dipsia dan poliuria, selain itu juga dapat menye­babkan nefritis
interstisial kronik dan glomerulopati minimal. Pasien yang mendapat litium harus
meng­hindari keadaan dehidrasi yang dapat meningkatkan nefrotoksisitasnya.
ASAM VALPROAT DAN
KARBAMAZEPIN
 Asam valproat ­(lihat bab antiepilepsi), ter­nyata menunjukkan efek
antimania. Efikasinya pada minggu pertama pengobatan seperti litium,
tetapi asam valproat ternyata efektif untuk pasien yang gagal dengan
terapi litium. Efek samping tersering adalah mual.
 Karbamazepin juga digunakan sebagai alternatif terapi gangguan
bipolar maupun untuk terapi profilaksis. Obat ini juga sering dikombinasi
dengan litium. Dosis yang digunakan sebagai mood stabilizer seperti
dosis untuk antikonvulsi

Anda mungkin juga menyukai