Psikotropik itu adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan pikiran yang
biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa. Nah, ilmu yang
mempelajari kimiawi, mekanisme kerja dan farmakologi klinik dari psikotropik adalah
psikofarmakologi.
Kenapa ada bab khusus psikotropik, yang khusus membahas obat-obatan ini? Spesifik untuk
psikotropik, regulasinya itu diatur sendiri karena khawatir disalahgunakan. Biasanya untuk
individu yang berbeda, regimen obat yang digunakan berbeda. Jadi nggak saklek gitu. Dosis
juga dapat bervariasi. Product development psikotropik lagi berkembang banget kata
dokternya.
ANTIPSIKOSIS
Antipsikosis digunakan untuk terapi psikosis baik akut maupun kronik pada gangguan jiwa
yang berat (Co: Skizofrenia). Antipsikosis memiliki ciri yaitu:
Memiliki Efek antipsikosis Dapat mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, labilitas emosi
Dosis besar tidak menyebabkan koma maupun anasesi
Dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal baik reversible mapun irreversible
Tidak menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis
Antipsikosis sendiri dibgi menjadi 2 golongan yaitu tipikal dan atipikal (udah dijelasin tadi). Ada
contohnya jugane (udah dijelasin sih tapi tulis aja biar inget) sama cirinya biar tau yes
Tipikal (1st generation)
o Memiliki afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamine 2 menjadi
alasan terjadinya efek ekstrapiramidal.
o Umumnya hanya berespoons untuk gejala positif (kaya halusinasi, bicara kacau,
delusi)
o Contoh: klorpromazin, flufenazin, haloperidol, mesoridazin, tioridazin,
trifuperazin
Atipikal (2nd generation)
o Memiliki afinitas lemah terhadap reseptor dopamine 2, tapi dia juga memiliki
afinitas terhadap reseptor dopamine 4, serotonin, histamine, muskarinik, dan
alfa adrenergik.
o Berespons untuk gejala positif maupun negatif (miskin kata, afek datar, menarik
diri, inisiatif menurun)
o Contoh: Klozain, Olantzapin, Quetiapin, Asenapin, Sulpiride, Amisulpiride,
Melperone, Risperidon
NAH sebelum membahas masing-masing golongan itu mari kita membahas SKIZOFRENIA. Ada 3
hipotesis yang menjelaskan penyebab skizofrenia:
Hipotesis Dopamin
Gejala skizofrenia diakibatkan oleh hiperaktivitas neurotransmitter dopamine.
Nah, dopamin adalah neurotransmitter yang bertanggungjawab terhadap rasa senang,
yang apabila kelebihan dapat menyebabkan gejala positif seperti halusinasi dan delusi.
Oleh karena itu, obat antipsikosis bekerja sebagai antagonis dopamin dengan
memblok reseptor D2 (reseptornya glutamin), contohnya Klorpromazin. Sebaliknya,
obat yang bersifat agonis dopamine seperti amfetamin dan kokain bersifat
dopaminergik, menyebabkan peningkatan pelepasan dopamin dan menyebabkan gejala
skizofrenia.
Hipotesis Serotonin
Serotonin juga bertanggung jawab terhadap rasa senang dan nyaman. Beberapa agonis
serotonin seperti lysergic acid diethylamide (LSD) dan mescaline merupakan
halusinogen. Reseptor 5-HT 2A dapat mengatur pelepasan dopamin di korteks, area
limbik, dan striatum. Oleh karena itu, hipotesis ini mengatakan bahwa obat-obat
antipsikosis atipikal seperti klozapin dan quetiapin bekerja dengan memblokade
reseptor 5-HT 2A (tipe reseptor yang merupakan family dari serotonin). Menurut tentir
2013, blokadenya dengan cara inverse agonist (apabila berikatan dengan reseptor akan
menghasilkan efek yang berkebalikan).
Hipotesis Glutamat
Glutamat merupakan neurotransmitter eksitatorik utama di otak. Salah satu
reseptornya adalah N-metyl-D-aspartate reseptor (NMDAr), yang terletak di interneuron
GABAergik (menghasilkan GABA). GABA ini merupakan neurotransmitter inhibitorik.
Jadi, stimulasi NMDAr oleh glutamat menyebabkan pelepasan GABA, sehingga terjadi
fungsi inhibisi neuron. Oleh karena itu, hipotesis glutamat menyatakan bahwa:
hipofungsi reseptor NMDA menyebabkan hilangnya pengaruh inhibitorik pada
neuron, sehingga menyebabkan gejala skizofrenia (gejala positif, negatif, kognitif).
Nah hipotesis ini sendiri didasarkan pada penelitian dimana penggunaan obat
phencyclidine (PAP) dan ketamine ternyata menyebabkan skizofrenia. Ternyata, obat
ini bekerja sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor NMDA (antagonis glutamat),
sehingga tidak terjadi stimulasi reseptir oleh glutamat.
ANTIPSIKOSIS TIPIKAL
Antipsikosis tipikal adalah obat-obatan antipsikosis generasi 1 yang memiliki afinitas
tinggi dalam menghambat reseptor dopamin-2 sehingga menimbulkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat.
terjadi reaksi
antagonis terhadap hiperaktivitas reseptor ekstrapiramidal
reseptor dopamin kolinergik (gangguan motorik) -->
bersifat mirip parkinson
Haloperidol
Haloperidol merupakan bagian dari golongan butyrophenone. Haloperidol merupakan salah
satu contoh obat anti psikosis tipikal. Haloperidol digunakan untuk menenangkan kondisi mania
yang dialami pasien bipolar, menghilangkan positive symptom pada pasien Schizophrenia, serta
dapat pula digunakan untuk pasien Huntingtons chorea serta Tourettes syndrome. Haloperidol
bekerja dengan cara menginhibisi reseptor dopamin (reseptor D2). Selain itu, haloperidol juga
dapat memblok reseptor serotonin (reseptor 5-HT2A). Efek blok reseptor dopamine > blok
reseptor serotonin. Efek samping yang dapat timbul akibat konsumsi haloperidol adalah reaksi
ekstrapiramidal (terjadi pada >20% pasien yang mengonsumsi haloperidol; tertinggi pada
pasien usia muda), menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi,
menyebabkan pandangan kabur (mempengaruhi sistem saraf otonom), menyebabkan
hipotensi, menyebabkan galaktore, serta respon endokrin lain. Haloperidol sebaiknya tidak
dikonsumsi oleh ibu hamil (kategori C). Haloperidol dikontraindikasikan untuk pasien dengan
hipersensitivitas, depresi SSP, serta pasien dengan gangguan neurologis. Availibilitas sistemik
haloperidol sekitar 65%. Haloperidol tersedia dalam sediaan tablet, drops, serta injeksi IM atau
IV. Dosis haloperidol harian yang umum digunakan adalah 2-60mg. Haloperidol digunakan
untuk kasus agitasi akut, kedaruratan psikiatrik (tidak untuk pemakaian jangka panjang), atau
untuk pasien yang tidak dapat menggunakan terapi oral.
Klozapin
Klozapin merupakan bagian dari golongan dibenzodiazepin yang termasuk dalam antipsikotik
atipikal. Klozapin bekerja dengan cara memblok reseptor serotonin. Selain itu, klozapin juga
dapat memblok reseptor dopamin (blok reseptor serotonin > dopamin). Klozapin dapat
digunakan untuk mengurangi positive maupun negative symptom pada pasien scizhophrenia.
Contoh positive symptom adalah iritabilitas sementara negative symptom mencakup social
disinterest dan incompetence. Efek samping klozapin adalah agranulositosis (konsumsi 4
minggu atau lebih; muncul paling sering 6-18 minggu setelah konsumsi), hipotensi, takikardia,
miokarditis, mual, muntah, hipersalivasi, hiperkolesterolemia, serta peningkatan berat badan.
Klozapin hanya digunakan untuk pasien yang telah mengalami resistensi terhadap anti psikosis
lain atau pada pasien yang menunjukkan tanda tanda ingin bunuh diri. Kategori keamanan
klozapin untuk ibu hamil adalah B. Dosis terapi harian minimum klozapin adalah 50mg (dosis
yang biasa digunakan 300-600mg). Klozapin tersedia dalam bentuk tablet. Pasien yang
mengonsumsi klozapin perlu dicek leukositnya secara berkala.
Olanzapin
Farmakodinamik:
>Derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya mirip dengan klozapin.
>Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3, D4 dan D5), reseptor
serotonin (5HT2), muskarinik, histamin (H1) dan reseptor alfa 1
Indikasi: Terapi skizofrenia (gejala negatif maupun positif) dan meningkatkan kemampuan
kognitif pasien skizofrenia (perhatian, kemampuan berpikir, berbicara dan kemampuan
mengingat) Efek samping: sakit kepala, somnolen, dan dizziness
Ziprasidon
Ketiga obat ini digunakan pada kasus psikosis yang kronik jangka waktu penggunaan obat
injeksi ini 2 kali seminggu atau sekali dalam satu bulan. Tujuan dikembangkan obat injeksi ini
adalah meningkatkan compliance pasien sehingga efektivitas pengobatan menjadi lebih baik
atau meningkat.
Selanjutnya adalah obat-obat Antiansietas.
1. BENZODIAZEPIN
a. STRUKTUR KIMIA
b. MoA:
memiliki potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediator artinya
Benzodiazepin ini memiliki potensi untuk meningkatkan kerja GABA
c. Efek samping:
1. Memiliki efek sedatif yang jarang terjadi namun pada dosis yang tinggi bisa
menimbulkan depresi SSP
2. Efek antiansietas akan tercapai jika kadar obat ini di dalam darah mencapai 300-
400 ng/ml. Namun di dalam kadar tersebut pula bisa memberikan efek sedasi
dan gangguan psikomotor. Jika kadar obat mencapai lebih dari 900-1000 ng/ml
dapat menimbulkan intoksikasi SSP yang menyeluruh yaitu meningkatnya
hostilitas, iritabilitas dan vivid dreams atau mimpi-mimpi hidup yang sifatnya
menganggu. (jadi perhatikan baik-baik nih dosisnya teman-teman)
ANTIDEPRESI
PENGHAMBAT MONOAMIN-OKSIDASE
Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO, tetapi juga enzim-enzim lain, karena
itu obat ini mengganggu metabolisme banyak obat di hati.
MAO dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria.
Penghambat MAO digunakan untuk mengatasi depresi, tetapi penggunaannya sangat
terbatas karena toksik
Contoh obat: : Isokarboksazid, fenelzin
Venlafaksin
Kerjanya menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin
Terapi untuk:
o Depresi yang berhubungan dengan sindrom ansietas
o Ganguan ansietas sosial
o OCD
o Gangguan stress pascatrauma
o Panik
o Disforik prahaid
Mood Stabilizer (litium)
Kerjanya mencegah naik turun mood pada gangguan bipolar
Efek:
o Efek pada elektrolit dan transport ion: menggantikan Na dalam membentuk
potensial aksi, namun tidak adekuat untuk pompa Na
o Efek pada neurotransmitter: menurunkan pelepasan NE dan dopamine,
menghambat supersensitivitas dari dopamine, dan meningkatkan sintesis
asetilkolin
o Efek pada second messenger: menginhibisi konversi IP2 jadi IP1 dan konversi IP
jadi inositol
Digunakan mengobati gangguan bipolar khususnya pada fase manik, atau kombinasi
dengan antidepresi pada fase depresi
Asam Valproat dan Karbamazepin
Asam valproate:
o Selain antiepilepsi, bisa juga sebagai antimania
o Efektif digunakan pada pasien yang gagal dengan litium
o Efikasi pada minggu pertama sama dengan litium
Karbamazepin:
o Sering dikombinaskan dengan litum
o Sebagai alternatif pada gangguan bipolar
o Sebagai terapi profilaksis