Anda di halaman 1dari 22

Tatalaksana

Skizofrenia
Pendahuluan
Skizofrenia
merupakan gangguan jiwa
yang dalam kebanyakan kasus bersifat
sangat serius, berkelanjutan dan dapat
mengakibatkan kendala sosial, emosional
dan kognitif (pengenalan, pengetahuan,
daya membedakan).
Pada pria : 15-25 tahun, jarang diatas 30
tahun
wanita : 25-35 tahun
Gejalanya berupa gejala-gejala postif
dan gejala-gejala negatif, yang selalu
terdapat bersamaan, tetapi dengan
aksen berlainan pada berbagai pasien
Tinjauan Pustaka
Psikofarmakologi
Indikasi : untuk mengendalikan gejala aktif,
untuk mencegah kekambuhan

Strategi pengobatan tergantung pada fase


penyakit apakah akut atau kronis
Fase akut = ( 2 3 minggu waham dan halusinasi
akan hilang) untuk mengurangi gejala
psikotik

Stabilisasi
= gejala sudah banyak teratasi, namun
resiko untuk relaps masih ada (4 8 minggu)

Rumatan(maintenance) = mencegah
kekambuhan, menemukan dosis efektif terendah.
Obat anti psikosis
Tipikal: derivat fenotiazin, derivat
butirofenon, derivat butilpiperidin
Atipikal : benzamide, dibenzodiazepine,
benzisoxazole
tipikal
Derivat-fenotiazin :
Rantai aliphatic : klorpromazin
(Largactil)
Rantai piperidin : thioridazin (Melleril)
Rantai piperazin : perfenazin (Trilafon),
flufenazin (Anatensol), dan trifluoperazin
(Stelazine)
Derivat-butirofenon : Haloperidol (Haldol,
Serenace)
Derivat-butilpiperidin : Pimozide (Orap)
Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada reseptor
pasca-sinaptik neuron di otak, khususunya di
sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(Dopamine D2 receptor antagonists),
sehingga efektif untuk gejala positif.
Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal
mempunyai afinitas tinggi dalam
menghambat reseptor dopamin 2, hal inilah
yang diperikirakan menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat
atipikal
Benzamide : Sulpiride
(Dogmatil)
Dibenzodiazepine : Clozapine
(Clozaril), Olanzapine (Zypera), Quetipine
(Seroquel)
Benzisoxazole : Risperidone
(Risperidal), Aripiprazole (Abilify)
Mekanisme kerja
Obat golongan atipikal pada umumnya
memiliki afinitas yang lemah terhadap
dopamin 2, selain itu juga memiliki afinitas
terhadap reseptor dopamin 4, serotonin,
histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa
adrenergik.
Golongan antipsikosis atipikal diduga efektif
untuk gejala positif (seperti halusinasi, bicara
kacau, delusi), maupun gejala negatif (afek
datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif
menurun).4
Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa
mengantuk, kewaspadaan, berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan
kognitif menurun).
Gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatolitik : mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung).
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,
akathisia, sindrom parkinson : tremor,
bradikinesia, rigiditas).
Gangguan endokrin (amenorrhea,
gynecomastia), metabolik (jaundice),
hematoligik (agranulositosis), biasanya
pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping ini ada yang dapat ditolerir
oleh pasien, ada yang lambat dan ada
yang sampai membutuhkan obat
simtomatis untuk meringankan
penderitaan pasien
Lanjutan
Tardivedyskinesia
Hipotensi orthostatik
Rapid neuroleptization
Sindrom neurleptik maligna
Pemilihan obat
Chlorpomazine dan thioridazine (sedative
kuat) : gaduh, gelisah, hiperaktif, sulit tidur,
kekacauan pikiran, perasaan, perilaku

Trifuloperazine, fluphenazine dan haloperidol


(sedative lemah) : apatis, menarik diri,
perasaan tumpul, kehilangan minat dan
inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi
Pengaturan dosis dan lama
pemberian
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan
dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul
peredaran Sindrom Psikosis) > dievaluasi
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
dosis optimal > dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2
minggu > dosis maintenance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) >
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
> stop.
Kontraindikasi
Penyakit hati (hepato-toksik)
Penyakit darah (hemato-toksik)
Epilepsi (menurunkan ambang kejang)
Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
Febris yang tinggi (thermoregulator di SSP)
Ketergantungan alkohol (penekanan SSP
meningkat)
Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll)
Gangguan kesadaran disebabkan CNS-
depressant (kesadaran makin memburuk)
Psikoterapi
Supportif
wawasan
Psikoterapi suportif
Ventilasi atau katarsis
Persuasi
Sugesti
Bimbingan dan Penyuluhan
Terapi kerja
Hipno-terapi dan narkoterapi
Psikoterapi kelompok
Terapi perilaku
Psikoterapi wawasan
Psikoterapi reedukatif, cara-caranya :
Terapi hubungan antarmanusia
Terapi sikap
Terapi wawancara
Konseling terapeutik
Terapi kelompok yang reedukatif
Terapi somatis
Psikoterapi rekonstruktif
Cara-cara psikoterapi rekonstruktif :
Psikoanalisis Freud
Psikoanalisis non-Freudian
Psikoterapi yang berpotensi kepada
psikoanalisis
Terapi lainnya
Terapi elektrokonvulsif
Terapi koma insulin

Anda mungkin juga menyukai