Anda di halaman 1dari 20

Penggolongan Obat Psikotropika

Ega Nugraha, S.Kep.,M.K.M


Obat Psikotropika
• Psikotropika adalah zat atau obat alami/sintetis bukan narkotik
berkhasiat psikoaktif dapat menyebabkan perubahan aktivitas mental
dan perilaku serta menimbulkan dependensi secara fisik dan psikis bila
tanpa pengawasan.
• Psikotropika dikenal dengan nama obat keras tertentu (OKT) karena
termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi
aktifitas psikis baik mental maupun perilaku dan mempengaruhi SSP
(sistem saraf pusat).
• Golongan obat ini digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang
berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.
• Dasar hukum yang mengatur tentang psikotropika adalah Undang-
Undang No. 5 tahun 1997. Logo obat jenis psikotropika sama dengan
golongan obat keras, yaitu lingkaran dengan dasar merah dan terdapat
huruf K didalamnya.
Logo Untuk Obat Jenis Psikotropika
Penggunaan obat golongan psikotropika datur
dalam undang- undang yang bertujuan untuk:
• Menjamin ketersediaan psikotropika untuk
pelayana kesehatan dan ilmu pengetahuan
• Mencegah terjadinya penyalahgunaan
psikotropika
• Memberantas peredaran psikotropika secara
gelap
Obat psikotropika dibedakan atas 2 macam
yaitu:
• Neuroleptik : menekan fungsi syaraf tertentu
(major tranqulizer) obat ini kadang disebut
obat hipnotik atau antipsikotik

• Ataraktika atau anksiolitika atau minor


tranqilizer digunakan untuk neuritis seperti
gelisah, takut, stress Kadang obat ini juga
disebut obat sedatif
Obat psikotropika digolongkan ke 4 golongan
sebagai berikut:
• Psikotropika Golongan I
• Psikotropika Golongan II
• Psikotropika Golongan III
• Psikotropika Golongan IV
Psikotropika Golongan I
• Obat psikotropika golongan satu ini diproduksi untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan saja dan
tidak boleh dipergunakan dalam pengobatan atau
terapi. Obat psikotropika golongan ini memiliki
potensi sangat kuat untuk menyebabkan adiksi atau
ketergantungan. Contoh: Brolamfetamine (DOB)
Contoh: Ekstasi MDA (Methylendioxyamphetamine),
Ekstasi MDMA (methylen dioxy methamphetamini)
dan Ekstasi MDEA (Methylen
dioxyethylamphetamine), meskalin, LSD, psilosibin
Psikotropika Golongan II
• Obat psikotropika golongan ini bertujuan untuk
pengobatan dan terapi serta dapat dogunakan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan juga.
Obat psikotropika golongan dua memiliki
potensi kuat menyebabkan ketergantungan.
Contoh: Amfetamina, Sekokarbital,
methamfetamin yang dikenal dengan nama
Sabu-Sabu, deksamfetamin, Fenetilin.
Psikotropika golongan III
• Sama dengan psikotropika golongan dua, obat
psikotropika pada golongan ini umumnya
digunakan untuk tujuan terapi dan
pengobatan serta dapat juga digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Obat ini
memiliki potensi sedang dalam menyebabkan
ketergantungan. Contoh: Amobarbital,
Pentobarbita, Flunitrazepam, siklobarbital
Psikotropika Golongan IV
• Obat psikotropika pada golongan ini sangat marak
digunakan untuk tujuan terapi dan pengobatan
serta dapat juga digunakan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan. Obat ini memiliki potensi
ringan dalam menyebabkan ketergantungan.
Contoh: Bromazepam, diazepam, klordiasepoksida,
mephrobomat, nitrazepam, klokzazolon,
alpazolam, barbital, diazepam, khlordizepokside,
lorazepam, nitrazepam (pil BK), meprobamat.
Mekanisme kerja secara umum diuraikan
berikut ini :
• Semua obat psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk
dalam CCS (Cairan Serebro Spinal) di mana mereka
melakukan kegiatannya secara langsung terhadap saraf-
saraf otak.

• Mekanisme kerja psikofarmaka berhubungan erat dengan


kadar neurotransmitter di otak atau antar keseimbanganya.
Neurotransmitter atau neurohormon adalah zat yang
menyebabkan penerusan implus (rangasangan listrik) dari
suatu neuron (axon) melalui sinaps ke neuron yang lain
(dendrite atau saraf post-sinaptik).
Mekanisme kerja sesuai penggolongan adalah
sebagai berikut :
• Antipsikosis (Neuroleptik/Major Tranquillizer)
• Antiansietas (Antineurosis/ Tranquilizers)
• Antidepresin
Antipsikosis (Neuroleptik/Major Tranquillizer)

• Anksiolitik: Dapat meniadakan rasa


bimbang,takut,kegeisahan,dan agresi yang hebat.
• Anti-emetik: Digunakan untuk melawan mual dan muntah
yang hebat, misalnya pada kanker.Obat ini tidak akan
efektif apabila diberikan pada penderita mabok
perjalanan.
• Analgetik: Beberapa obat neuroleptika memiliki daya kerja
analgetik kuat misalnya levopromazin dan
droperidol.Obat-obat yang lain dapat juga memperkuat
efek analgetika,misalnya klorpomazin, dengan jalan
mempertinggi ambang nyeri.
Antiansietas (Antineurosis/ Tranquilizers)

• Bekerja secara sentra diseluruh susunan saraf


pusat dan perifer. Obat ini sangat berguna
untuk mengatasi atau mengobati keadaan-
keadaan neurosis.
Antidepresin
• Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik
neurotransmiter.
• Menghambat re-uptake aminergik
neurotransmitter .
• Menghambat penghancuran oleh enzim MAO
(Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi
peningkatan jumlah aminergik
neurotransmitter pada neuron di SSP.
• Semua antidepresi memiliki efek sedatif yang
masing-masing bervariasi kekuatannya.
• Efek sedatif adalah efek/gejala yang dapat
berupa dystoria,gejala penyakit parkison
(tremor tangan, kakunya anggota gerak, muka
seperti topeng), dan akathisia (selalu ingin
bergerak). Gejala-gejala ini disebabkan karena
kurangnya dopamine pada otak.
Atas dasar efek sedatifnya dapat digolongkan
sebagai berikut :
• Berefek sedatif baik. Amitriptilin, doksepin, trimipramin,
opipramol, dan mianserin. Obat-obat ini layak digunakan
pada depresi vital, kegelisahan dan agresi.

• Berefek sedatif sedang. Imipramin, klomipramin, dibenzepin


dan maprotilin.

• Berefek sedatif ringan. Nomifensin, zimeldin, desipramin,


dan protiptilin. Obat ini lebih disukai pada depresi vital yang
terhalang, dimana pasien sudah berada dalam keadaan
apatis termenung-menung.
• Zat adiktif lainnya adalah zat yang dapat
menimbulkan ketergantungan atau psikoaktif
tetapi secara UU tidak termasuk dalam
golongan narkotika maupun psikotropika.
Jenis yang sering dijumpai adalah alkohol dan
pelarut organik.
Pelarut Organik
• Pelarut organik adalah zat yang mudah
menguap pada temperatur kamar, berupa
produk kimiawi rumah tangga sebagai
pelarut/inggridiens. Contoh: lem, cairan
pembersih, cairan poles, tinner, cat, minyak
petrolium. Menghirup uap pelarut organik
menyebabkan efek high yag memicu
kerusakan mukosa hidung, bronkus, hepatitis
dan gagal ginjal.
POLTEKUN 2022

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai