Anda di halaman 1dari 27

1

I. PENDAHULUAN

Selamat Anda telah berhasil menyelesaikan modul 5 dengan baik, sehingga Anda
diperkenankan melanjutkan modul ini. Modul ini merupakan modul keenam dari Mata
Ajaran Keperawatan Jiwa I, khususnya Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
Psikofarmaka. Dalam modul ini Anda akan belajar tentang konsep psikofarmaka yang
meliputi pengertian psikofarmaka, jenis-jenis obat psikofarmaka, dan efek samping obat
psikofarmaka. Selain itu dalam modul ini juga dibahas tentang peran perawat dalam
pemberian obat psikofarmaka yang meliputi identifikasi masalah klien dalam pemberian
obat psikofarmaka, cara penggunaan obat psikofarmaka, peran perawat dalam
pemberian obat psikofarmaka, dan evaluasi pemberian obat psikofarmaka.
Modul ini terdiri dari 2 (dua) kegiatan belajar yaitu :
1. Kegiatan belajar 1, membahas tentang konsep psikofarmaka, dan
2. Kegiatan belajar 2, membahas tentang peran perawat dalam pemberian obat
psikofarmaka
Waktu yang diperlukan untuk mempelajari modul ini kurang lebih 4 x 50 menit yang
meliputi kegiatan belajar mandiri, teori di kelas maupun praktek laboraotium. Pada setiap
kegiatan belajar dilengkapi dengan tujuan pembelajaran sehingga Anda harus
memahaminya terlebih dahulu, setelah itu Anda dapat mempelajari isi materinya.
Demikian juga pada setiap kegiatan belajar, Anda akan menemukan tugas dan latihan
soal, untuk itu jangan lupa mengerjakannya. Anda dinyatakan berhasil apabila telah
menguasai sedikitnya 80% melalui penyelesaian tugas. Oleh karena itu Anda dapat
melanjutkan mempelajari modul berikutnya.

Selamat Belajar Semoga Sukses !

II. KEGIATAN BELAJAR

Kegiatan Belajar 1
Konsep Psikofarmaka

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan belajar (KB) 1 Anda diharapkan dapat menjelaskan :
2

1. pengertian psikofarmaka,
2. jenis obat psikofarmaka, dan
3. efek samping obat psikofarmaka

B. Pokok-pokok Materi
Untuk mencapai tujuan pembelajaran diatas, pokok-pokok materi yang harus Anda
pelajari adalah :
1. Pengertian psikofarmaka yang meliputi pengertian psikofarmaka, dan
penggolongan obat psikofarmaka
2. Jenis obat psikofarmaka yang meliputi obat anti-psikosis, obat anti depresi,
obat anti mania, obat anti ansietas, obat anti insomnia, obat anti obsesif
kompulsif, dan obat anti panik
3. Efek samping obat psikofamaka yang meliputi efek samping obat anti-
psikosis, obat anti depresi, obat anti mania, obat anti ansietas, obat anti
insomnia, obat anti obsesif kompulsif, dan obat anti panik

C. Uraian Materi
Masih ingatkah Anda tentang konsep psikofarmaka ?

Jika ingat, tuliskan jawaban Anda pada buku latihan Anda, jika belum lanjutkan
mempelajari uraian berikutnya.
1. Pengertian psikofarmaka
Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat
psikoaktif atau obat psikoteraputik. Penggolongan ini didasarkan atas
kesamaan efek terhadap supresi gejala sasaran, kesamaan dalam susunan
kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat. Obat yang sudah
masuk dalam satu golongan tertentu, dapat juga masuk ke golongan lain
sesuai dengan efek klinisnya yang berbeda. Obat psikofarmaka adalah obat
yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and
behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
(psychotherapeutic medication). Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat
psikoaktif bila digunakan secara salah (misuse) atau disalahguakan (abuse)
beresiko menyebabkan gangguan jiwa yang menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) termasuk
kategori diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat pengguanaan zat
3

psikoaktif. Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat bermanifestasi


dalam bentuk sebagai berikut :
a. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)
Kondisi ini berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang
berbeda pada dosis yang berbeda). Gejala intoksikasi tidak selalu
mencerminkan aksi primer dari zat (dapat terjadi efek paradoksal)
b. Penggunaan yang merugikan (harmful use)
Kondisi ini merupakan pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak
kesehatan (dapat berupa fisik dan atau mental, belum menunjukkan
adanya sindrom ketergantungan dan sudah ada kelemahan/hendaya
psikososial sebagai dampaknya
c. Sindrom ketergantungan (dependence syndrome)
Kondisi ini dimanifestasikan dengan adanya keinginan yang sangat
kuat (dorongan kompulsif) untuk menggunakan zat psikoaktif secara
terus menerus dengan tujuan memperoleh efek psiko aktif dari zat
tersebut. Terdapat kesulitan untuk menguasai perilaku menggunakan
zat, baik mengenai mulainya, menghentikannya, ataupun membatasi
jumlahnya (loss of control). Pengurangan dan penghentian
penggunaan zat menimbulkan keadaan putus zat, dengan perubahan
fisiologis, tubuh yang sangat tidak menyenangkan sehingga memaksa
orang tersebut menggunakannya lagi atau menggunakan obat lain
yang sejenis untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut. Terjadi
peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan untuk memperoleh
efek yang sama (gejala toleransi). Terus menggunakan zat meskipun
individu menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya
d. Keadaan putus obat (withdrawal state)
Gejala-gejala fisik dan mental yang terjadi pada penghentian
pemberian obat sesudah penggunaan zat yang sifatnya terus menerus
dalam jangka waktu panjang atau dosis tinggi. Bentuk dan keparahan
gejala tersebut tergantung pada jenis dan dosis zat yang digunakan
sebelumnya. Gejala putus zat tersebut mereda dengan meneruskan
penggunaan zat, yang merupakan salah satu indikator dari sindrom
ketergantungan
e. Gangguan psikotik
Merupakan sekelompok gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau
segera setelah penggunaan zat psikoaktif. Kondisi ini ditandai dengan
adanya halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan atau ideas of
4

reference (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai acuan) yang


seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran, gangguan psikomotor
(excitement atau stupor) dan afek abnormal yang terentang antara
ketakutan yang mencekam sampai pada kegembiraan yang
berlebihan, pada umumnya keadaan kesadaran jernih. Variasi pola
gejala dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian
pengguna zat
f. Sindrom amnestik
Terjadi hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory)
yang menonjol, kadang-kadang terdapat gangguan daya ingat jangka
panjang (remote memory), sedangkan daya ingat segera (immediate
recall) masih baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya relative baik.
Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan
kronologis, meninjau kejadian berulangkali menjadi satu peristiwa.
Keadaan kesadaran jernih, namun terjadi perubahan kepribadian yang
sering disertai keadaan apatis dan hilangnya inisiatif, serta
kecenderungan mengabaikan keadaan

2. Jenis obat psikofarmaka


a. Obat anti-psikosis
Obat anti-psikosis merupakan sinonim dari neuroleptics, major
transqualizer, ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs,
neuroleptics. Obat-obat anti-psikosis adalah antagonis dopamine dan
menghambat reseptor dopamine dalam berbagai jaras otak. Sedian
obat anti-psikosis yang ada di Indonesia adalah chlorpromazine,
haloperidol, perphenazine, fluphenazine, fluphenazine decanoate,
levomepromazine, trifluoperazine, thioridazine, sulpiride, pinozide,
risperidone. Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis
yang ditandai dengan adanya hendaya berat dalam kemampuan daya
menilai realitas, hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, dan
hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Sindrom psikosis
dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional seperti skozofrenia,
psikosis paranoid, psikosis afektif, psikosis reaktif singkat, dan lain-lain.
Selain itu juga pada sindrom psikosis organic seperti, sindrom delirium,
dementia, intoksikasi alkohol, dan lain-lain.
b. Obat anti-depresi
5

Obat anti-depresi merupakan sinonim dari thymoleptic, psychic


energizers, anti depressants, anti depresan. Sediaan obat anti-depresi
di Indonesia adalah amitriptyline, amoxapine, amineptine,
clomipramine, imipramine, moclobemide, maprotiline, mianserin,
opipramol, sertraline, trazodone, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine.
Jenis obat anti-depresi adalah anti-depresi trisiklik, anti-depresi
tetrasiklik, obat anti-depresi atipikal, selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI), dan inhibitor monoamine okside (MAOI). Indikasi klinik
primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah sindrom depresi
yang dapat terjadi pada sindrom depresi panik gangguan afektif bipolar
dan unipolar, gangguan distimik, gangguan siklotimik, dan lain-lain;
sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression, brain
injury depression, obat reserpine, dll; sindrom depresi situasional
seperti gangguan penyesuaian dengan depresi, grief reaction, dll; dan
sindrom depresi penyerta seperti gangguan jiwa dengan depresi
(gangguan obsesi kompulsi, gangguan panic, dimensia), gangguan
fisik dengan depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain).
c. Obat anti-mania
Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators, mood
stabilizers, antimanics. Sediaan obat anti-mania di Indonesia adalah
litium carbonate, haloperidol, carbamazepine. Indikasi penggunaan
obat ini adalah sindrom mania yang dapat diidentifikasi dengan adanya
keadaan afek yang meningkat hampir setiap hari selama paling sedikit
satu minggu. Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4 gejala berikut,
yaitu peningkatan aktivitas, lebih banyak berbicara dari lazimnya,
lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung, berkurangnya
kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih dalam
aktivitas. Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi
dalam gejala seperti penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin.
d. Obat anti-ansietas
Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor
transqualizers, anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-
ansietas terdiri atas golongan benzodiazepine dan nonbenzodiazepin.
Sediaan obat anti-ansietas jenis benzodiazepine adalah diazepam,
chlordiazepoxide, lorazepam, clobazam, bromazepam, oxasolam,
clorazepate, alprazolam, prazepam. Sedangkan jenis non
6

benzodiazepine adalah sulpiride dan buspirone. Indikasi penggunaan


obat ini adalah sindrom ansietas yang dapat terjadi pada sindrom
ansietas psikik seperti gangguan ansietas umum, gangguan panik,
gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress paska
trauma; sindrom ansietas organic seperti hyperthyroid,
pheochromosytosis, dll; sindrom ansietas situasional seperti gangguan
penyesuaian dengan ansietas, gangguan cemas perpisahan; sindrom
ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan ansietas (skizofrenia,
gangguan paranoid, dll), penyakit fisik dengan ansietas (stroke, MCI,
kanker, dll)
e. Obat anti-insomnia
Obat anti-insomnia merupakan sinonim dari hypnotics, somnifacient,
hipnotika. Sediaan obat anti-insomnia di Indonesia adalah nitrazepam,
triazolam, estazolam, chloral hydrate. Indikasi penggunaan obat ini
adalah sindrom insomnia yang dapat terjadi pada sindrom insomnia
psikik seperti gangguan afektif bipolar dan unipolar (episode mania
atau depresi, gangguan ansietas (panic, fobia); sindrom insomnia
organic seperti hyperthyroidism, putus obat penekan SSP
(benzodiazepine, phenobarbital, narkotika), zat perangsang SSP
(caffeine, ephedrine, amphetamine); sindrom insomnia situasional
seperti gangguan penyesuaian dengan ansietas/depresi, sleep, wake
schedule (jet lag, workshift), stres psikososial; sindrom insomnia
penyerta seperti gangguan fisik dengan insomnia (pain producing
illness, paroxysmal nocturnal dyspnea), gangguan jiwa dengan
insomnia (skizofrenia, gangguan paranoid).
f. Obat anti-obsesif kompulsif
Obat anti-obsesif kompulsif merupakan sinonim dari drugs used in
obsessive-compulsive disorders. Sediaan obat anti-obsesif kompulsif di
Indonesia adalah clomipramine, fluvoxamine, sertraline, fluoxetine,
paroxetine. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom obsesif
kompulsi. Diagnostik obsesif kompulsif dapat diketahui paling sedikit
dua minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala obsesif
kompulsif, dan gejala tersebut merupakan sumber penderitaan
(distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (disability).
g. Obat anti-panik
Obat anti-panik merupakan sinonim dari drugs used in panic disorders.
Sediaan obat anti-panik di Indonesia adalah imipramine, clomipramine,
7

alprazolam, moclobemide, sertraline, fluoxatine, parocetine,


fluvoxamine. Penggolongan obat anti-panik adalah obat anti-panik
trisiklik (impramine, clomipramine), obat anti-panik benzodiazepine
(alprazolam), obat anti-panik RIMA/reversible inhibitors of monoamine
oxydase-A (moclobmide) dan obat anti-panik SSRI (sertraline,
fluoxetine,paroxetine, fluvoxamine). Indikasi penggunaan obat ini
adalah sindrom panik. Diagnostik sindrom panik dapat diketahui paling
sedikit satu bulan mengalami beberapa kali serangan ansietas berat,
gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia, gejala
tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas sehari-hari (phobic avoidance)

3. Efek samping obat psikofarmaka


a. Efek samping obat anti-psikosis
Efek samping penggunaan obat-obat anti psikotik sangat banyak dan
bervariasi serta menuntut banyak perhatian klinik dari perawat untuk
memberikan perawatan yang optimal. Beberapa efek samping semata-
mata menyebabkan rasa tidak nyaman bagi pasien, dan mudah
ditangani, tetapi beberapa diantaranya mengancam jiwa. Perawat
harus memberi perhatian lebih pada sindrom ekstrapiramidal (EPS),
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Secara umum efek
samping obat anti-psikosis dapat dibedakan menjadi akut dan jangka
panjang. Efek samping akut dibedakan menjadi efek samping yang
bersifat umum dan reaksi yang merugikan tetapi jarang terjadi. Efek
samping akut yang bersifat umum meliputi neurologis, behavioral,
autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang terjadi adalah adanya
gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) seperti reaksi distonia akut yang
terjadi mendadak dan sangat menakutkan bagi pasien; spasme
kelompok otot mayor leher, punggung dan mata; katonia; dan
terjadinya perlemahan pernapasan. Reaksi neurologis yang juga sering
terjadi adalah akatisia ditandai dengan pacing, rasa tidak tenteram,
dan sakit pada tungkai, yang akan menghilang dengan melakukan
gerakan. Sindrom parkinson’s juga bisa terjadi sebagai bentuk dari
kelainan neurologis yang umum terjadi, kondisi ini ditandai adanya
akinesia, rigiditas/kekakuan dan tremor. Akinesia adalah suatu
keadaan dimana tidak ada atau perlambatan gerakan, pasien berbalik
seperti layaknya sebatang kayu yang padat, cara berjalan inklin ke
8

depan dengan langkah kecil dan cepat, wajah seperti topeng.


Rigiditas/kekakuan terjadi pda otot saat pemeriksaan fisik.Tremor halus
terjadi bilateral di seluruh tubuh, gerakan “memutar-pil” dari jari-jari
tangan. Reaksi behavioral diantaranya adalah banyak tidur, grogines
dan keletihan. Reaksi autoimun terjadi diantaranya adalah penglihatan
kabur, konstipasi, takikardi, retensi urine, penurunan sekresi lambung,
penurunan berkeringat dan salivasi (mulut kering), sengatan panas,
kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal, “psikosis atropine” pada
pasien gritrik, hiperaktivitas, agitasi, kekacauan mental, kulit
kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus,
diatria, dan takikardia. Reakasi autonomik (jantung) biasanya terjadi
pening, takikardia, penurunan tekanan darah diastolic. Reaksi akut
merugikan dan jarang terjadi pada penggunaan anti-psikosis adalah
reaksi alergi, abnormalitas elektrokardiography dan neurologis yang
biasanya terjadi kejang grand mal dan tidak ada tanda aura. Reaksi
alergi yang terjadi meliputi agranulositosis, dermatosis sistemik, dan
ikterik. Agranulositosis yang terjadi secara mendadak, demam,
malaise, sakit tenggorokan ulserativa, leukopenia. Dermatosis
sistemik, yaitu adanya makupopapular, eritematosa, ruam gatal pada
wajah-leher-dada-ekstrimitas, dermatitis kontak jika menyentuh obat,
fotosensitifitas yaitu adanya surbun hebat. Ikterik dengan adanya
demam, mual, nyeri abdomen, malaise, gatal, uji fungsi lever
abnormal. Efek samping jangka panjang yang umum terjadi gejala-
gejala eksrapiramidal. Diskinesia tardif merupakan efek samping
jangka panjang yang umum terjadi yang ditandai dengan adanya
protrusi lidah, mengecapkan bibir, merengut, menghisap, mengunyah,
berkedip, gerakan rahang lateral, meringis; gerakan choreiform trunkus
dan anggota gerak, bahu melorot, “pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi
pergelangan kaki, telapak kaki geplek, gerakan ibu jari kaki.

Efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang jarang terjadi
tetapi mengancam jiwa adalah adanya sindrom malignan neuroleptik
yang ditandai dengan adanya demam tinggi, takikardia, rigiditas otot,
stupor, tremor, inkontinensia,, leukositosis, kenaikan serum CPK,
hiperkalemia, gagal ginjal, peningkatan nadi-pernapasan dan keringat.
b. Efek samping obat anti-depresi
9

Efek samping penggunaan obat anti-depresi dapat berupa sedasi


seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
berkurang, kemampuan kognitif menurun; efek antikolinergik seperti
mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus
takikardia; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan gambaran
elektrokardiografi, hipotnsi; dan efek neurotoksis seperti tremor halus,
gelisah, agitasi, insomnia. Efek samping yang tidak berat (tergantung
daya toleransi dari pasien), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu
bila tetap diberikan dengan dosis yang sama. Pada keadaan
overdosis/ intoksikasi trisiklik dapat timbul atropine toxic syndrome
dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,
konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion, delirium dan
disorientasi).
c. Efek samping obat anti-mania
Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan
kondisi fisik pasien. Gejala efek samping yang dini pada pengobatan
jangka lama seperti mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual,
muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poli uria, tremor halus.
Efek samping lain hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan
fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar
TSH/thyroid stimulating hormone), odem pada tungkai, seperti
mengecap besi, lekositosis, gangguan daya ingat dan konsentrasi
pikiran menurun.
d. Efek samping obat anti-ansietas
Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa sedasi
seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif melemah; relaksasi otot seperti ras
lemes, cepat lelah. Potensi menimbulkan ketergantungan obat
disebabkan oleh efek samping obat yang masih dapat dipertahankan
setelah dosis terakhir berlangsung sangat cepat. Penghentian obat
secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat, pasien
menjadi iritabel, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat
dingin, konvulsi. Ketergantungan relative lebih sering terjadi pada
individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat.
e. Efek samping obat anti-insomnia
Efek samping penggunaan obat anti-insomnia diantaranya adalah
supresi susunan saraf pusat pada saat tidur. Hati-hati pada pasien
10

dengan insufisiensi pernapasan, uremia, dan gangguan fungsi hati,


oleh karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi susunan saraf
pusat dan dapat memudahkan timbulnya koma. Pada pasien usia
lanjut dapat terjadi “oversedation” sehingga risiko jatuh dan trauma
menjadi besar yang sering terjadi adalah “hip fracture”. Penggunaan
obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dalam jangka panjang
dapat menyebabkan terjadinya “disinhibiting effect” yang menyebabkan
“rage reaction” (perilaku menyerang dan ganas).
f. Efek samping penggunaan obat anti-obsesis kompulsif
Efek samping penggunaan obat anti-obsesif kompulsif, sama seperti
obat anti-depresi trisiklik, dapat berupa efek anti-histaminergik seperti
sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti
mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria, penglihatan kabur,
konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi; efek anti-
adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektokardiografi,
hipotensi ortostatik; efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang
epileptic, agitasi, insomnia. Efek samping yang tidak berat tergantung
daya toleransi dari psien, umumnya dapat ditoleransi oleh pasien dan
akan menghilangdalam waktu 3 minggu bila tetap diberikan dalam
dosisi yang sama. Efek samping yang sering dari penggunaan anti-
obsesif kompulsif jenis trisiklik adalah mulut kering dan konstipasi,
sedangkan untuk golonggan SSRI efek samping yang sering adalah
nausea dan sakit kepala. Pada keadaan overdosis dapat terjadi
intoksikasi trisiklik dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat,
hipertensi, hiprpireksia, konvulsi, “toxic confusional state” (confusion,
delirium, disorientasi).
g. Efek samping obat anti-panik
Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat
berupa efek anti-histaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk,
kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan
kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti mulut kering, retensi urin,
penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi; efek anti-adrenergik alfa
seperti perubahan gambaran elektrokardiografi, hipotensi ortostatic;
efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang, agitasi, insomnia. Pada
keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala-
11

gejala seperti eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,


konvulsi, “toxic confusional satate” (confusion, delirium, disorientasi.

D. Rangkuman
1. Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat
psikoaktif atau obat psikoteraputik. Obat psikofarmaka, sebagai salah satu
zat psikoaktif bila digunakan secara salah (misuse) atau disalahguakan
(abuse) beresiko menyebabkan gangguan jiwa.
2. Jenis obat psikofarmaka meliputi obat anti-psikosis, obat anti depresi, obat
anti mania, obat anti ansietas, obat anti insomnia, obat anti obsesif kompulsif,
obat anti panik
3. Efek samping obat psikofamaka sangat beragam dan tergantung dari jenis
obatnya. Efek samping obat anti-psikosis meliputi efek samping akut dan
efek samping jangka panjang. Efek samping akut bersifat umum yaitu
adanya gejala neurologis, behavioral, autoimun, autonomic. Efek samping
jangka panjang yang umum yaitu adanya gejala-gejala eksrapiramidal. Efek
samping penggunaan obat anti-depresi dapat berupa sedasi, efek
antikolinergik, efek anti-adrenergik alfa, efek neurotoksis. Efek samping yang
dini pada pengobatan jangka lama obat anti mania seperti mulut kering,
haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan
otot, poli uria, tremor halus. Efek samping penggunaan obat anti-ansietas
dapat berupa sedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah; relaksasi otot
seperti ras lemes, cepat lelah. Efek samping penggunaan obat anti-insomnia
terutama adalah supresi susunan saraf pusat pada saat tidur. Efek samping
penggunaan obat anti-obsesif kompulsif, sama seperti obat anti-depresi
trisiklik. Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat
berupa efek anti-histaminergik.

E. Tes Mandiri 1
1. Jelaskan tentang pengertian psikofarmaka !
2. Sebutkan jenis obat psikofarmaka !
3. Jelaskan efek samping obat anti psikotik !
4. Jelaskan efek samping obat anti depresi !
5. Jelaskan efek samping obat anti insomnia !
12

Selamat anda telah menjawab pertanyaan-pertanyaan pada tugas mandiri dengan baik,
coba teliti kembali jawaban Anda. Apabila menemui kesulitan anda dapat membuka
kembali uraian materi diatas. Sebelum anda melanjutkan ke materi berikutnya yaitu
kegiatan belajar 2, cocokkan jawaban Anda dengan kunci tugas yang terdapat pada akhir
modul ini. Anda dapat melanjutkan ke materi berikutnya jika jawaban benar Anda sudah
mencapai minimal 80%, jika belum coba pelajari kembali, tidak perlu cemas dan khawatir
karena masih cukup waktu untuk mempelajarinya.

Kegiatan Belajar 2
Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan belajar (KB) 2 Anda diharapkan dapat :
1. mengidentifikasi masalah klien dalam pemberian obat psikofarmaka,
2. menjelaskan cara penggunaan obat psikofarmaka,
3. menjelaskan peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka, dan
4. melakukan evaluasi pemberian obat psikofarmaka
13

B. Pokok-pokok Materi
Untuk mencapai tujuan pembelajaran diatas, pokok-pokok materi yang harus Anda
pelajari adalah :
1. Identifikasi masalah klien dalam pemberian obat psikofarmaka
2. Cara penggunaan obat psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat, dosis,
cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, dan kontra
indikasi
3. Peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka meliputi pengkajian
pasien, koordinasi terapi modalitas, pemberian piranti psikofarmakologik,
pemantauan efek obat, pendidikan pasien, program rumatan obat, peran
serta dalam penelitian klinik dan interdisiplin terhadap uji coba obat.
4. Evalusi pemberian obat psikofarmaka meliputi kewaspadaan perawat dalam
pemberian obat psikofarmaka

C. Uraian Materi
1. Identifikasi masalah klien dalam pemberian obat psikofarmaka
Tahukah Anda, bagaimana mengidentifikasi masalah klien dalam pembeian
obat psikofarmaka ?

Perawat memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka,


untuk itu perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang
permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasien. Disamping itu perawat
juga harus memahami strategi dalam program terapi psikofarmaka yang
meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping,
cara pemberian, dan kontra indikasi sehingga pemberian asuhan
keperawatan secara holistik dapat dijalankan dengan baik oleh perawat.
Dalam hal memahami masalah pasien, perawat harus memiliki pengetahuan
yang cukup tentang gangguan-gangguan yang dialami oleh pasien dan
bagaimana pasien membutuhkan penanganan psikofarmaka. Melalui
pengkajian yang teliti dan komprehensif, maka perawat dapat
mengidentifikasi permasalahan yang sedang dialami oleh pasien. Adapun
masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh klien terkait dengan program
pemberian obat psikofarmaka dapat dikelompokkan sebagai berikut :
psikosis, gangguan depresi, gangguan mania, gangguan ansietas, gangguan
insomnia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panic
14

2. Cara penggunaan obat psikofarmaka


Perawat harus memahami prinsip-prinsip dalam pemberian obat
psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam
tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra indikasi.
a. Cara penggunaan obat anti-psikosis
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
sekunder (efek samping). Pemilihan jenis obat anti-psikosis harus
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominant dan efek samping
obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat
anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak
sama), dengan dosis ekivalennya, dimana profil efek samping belum
tentu sama. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis
sebelumnya jenis obat anti-psikosis tertentu sudah terbukti efektif dan
ditolerir dengan baik efek sampingnya dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang. Pengaturan dosis perlu dipertimbangkan onset
efek primer (efek klinis) yaitu sekitar 2-4 minggu dan onset efek
sekunder (efek samping) sekitar 2-6 minggu. Waktu paruh obat anti-
psikosis adalah 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Dosis pagi dan
malam bisa berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosisi pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehinga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien. Cara pemberian mulai dari dosis
awal sesuai anjuran kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari sampai dosis
efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis), dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan sampai mencapai dosis optimal,
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), selanjutnya
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun kemudian dosis diturunkan tiap
2-4 minggu dan stop. Untuk pemberian obat anti-psikosis yang bersifat
“long acting” sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
minum obat secara teratur ataupun yang tidak efektif terhadap
medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral dibrikan
per-oral dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek
hipersensitivitas. Pemberian obat anti-psikosis “long acting” hanya
untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
15

Kontra indikasi penggunaan obat anti-psikosis adalah penyakit hati,


penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris yang tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf pusat (parkinson,
tumor otak), gangguan kesadaran.

b. Cara penggunaan obat anti-depresi


Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
sekunder (efek samping). Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung
pada toleransi klien terhadap efek samping dan penyesuaian efek
samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis
depresi). Mengingat efek sampingnya, untuk penggunaan pada
sindrom depresi ringan dan sedang, pemilihan obat anti-depresi
sebaiknya mengikuti urutan sebagai berikut : step pertama golongan
SSRI, step kedua golongan trisiklik, step ketiga golongan tetrasiklik,
golongan atipikal, golongan MAOI reversible. Penggunaan litium
ditujukan untuk “unipolar recurrent depression” guna mencegah
kekambuhan, sebagai “mood stabilizer”. Pengaturan dosis perlu
mempertimbangkan onset efek primer sekitar 2-4 minggu, onset efek
skunder sekitar 12-24 jam, dan waktu paruh 12-48 jam (pemberian 1-2
kali perhari). Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada
malam hari (single dose one hour before sleep) untuk golongan trisiklik
dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi
hari setelah sarapan pagi. Lama pemberian obat anti-depresi dapat
dilakukan dalam jangka panjang oleh karena potensial adiksinya
sangat minimal. Kontra indikasi pemberian obat anti-depresi adalah
penyakit jantung koroner, MCI (myocard infark, khususnya pada usia
lanjut); glaucoma, retensi urine, hipertropi prostat, gangguan fungsi
hati, epilepsy; pada penggunaan obat litium, kelainan fungsi jantung,
ginjal dan kelenjar tiroid.
c. Cara penggunaan obat anti-mania
Pada mania akut diberikan haloperidol (intra muscular) ditambah tablet
litium carbonate. Haloperidol untuk mengatasi hiperaktivitas,
impulsivitas, iritabilitas, dengan “onset of action” yang cepat.
Penggunaan litium karbonat, efek anti-mania baru muncul setelah
penggunaan 7-10 hari. Pada gangguan afektif bipolar (manik-depresif)
dengan serangan episodic mania/depresi, penggunaan litium karbonat
16

sebagai obat profilaksi terhadap serangan sindrom mania/depresi


dapat mengurangi fekuensi, berat dan lamina suatu kekambuhan.
Alternatif lain yang dapat digunakan adalah carbamazepin sebagai
pengganti litium karbonat bila efek samping tidak bias ditolerir dan
kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Pada gangguan afektif
unipolar, pencegahan kekambuhan dapat dengan obat anti-depresi
SSRI yang lebih ampuh dari litium karbonat. Pengaturan dosis perlu
mempertimbangkan onset efek primer 7-10 hari (1-2 minggu), rentang
kadarserum terapeutik 0,8-1,2mEq/L (dicapai dengan dosis sekitar 2
atau 3 kali 500 mg per hari) dan kadar serum toksik diatas 1,5 mEq/L.
Lama pemberian obat anti-mania untuk sindrom mania akut, setelah
gejala-gejala mereda, litium karbonat harus diteruskan sampai lebih
dari 6 bulan, dihentikan secara gradual bila memang tidak ada indikasi
lagi. Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus
diteruskan sampai beberapa tahun, sesuai dengan indikasi profilaksis
serangan sindrom mania/depresi. Penggunaan jangka panjang ini
sebaiknya dalam dosis minimum denan kadar serum litium ter-rendah
yang masih efektif untuk terapi profilaksis. Wanita hamil adalah kontra
indikasi pemberian litium karbonat. Litium dapat melalui plasenta dan
masuk ke peredaran darah janin khususnya mempengaruhi kelenjar
tiroid.
d. Cara penggunaan obat anti-ansietas
Golongan benzodiazepine sebagai obat anti ansietas mempunyai rasio
terapeutik lebih tinggi dan paling minimal menimbulkan adiksi dengan
toksisitas yang rendah, dibandingkan dengan meprobamate atau
phenobarbital. Benzodiazepin adalah obat pilihan dari semua obat
yang mempunyai efek anti-ansietas, disebabkan spesifikasi, potensi,
dan keamanannya. Pengaturan dosis, keadaan dengan jumlah obat
yang masuk ke dalam badan sama dengan jumlah yang keluar dari
badan, hal ini dicapai setelah 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali per hari.
Mulai dari dosis awal (dosis anjuran), naikkan dosis setiap 3-5 hari
sampai mencapai dosis optimal, dipertahankan 2-3 minggu,
selanjutnya diturunkan 1/8 x setiap 2-4 minggu sampai dosis minimal
yang efektif. Apabila kambuh dosis dinaikan lagi dan bila tetap efektif
pertahankan 4-8 minggu selanjutnya diturunkan secara gradual. Lama
pemberian obat pada sindrom ansietas yang disebabkan oleh factor
situasi eksternal, pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan. Pemberian
17

yang sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom ansietas dapat


diramalkan waktu datangny dan hanya pada situasi tertentu dan
terjadinya tidak sering. Kontra indikasi pemberian obat anti-ansietas
adalah pasien dengan hipersensitivitas terhadap benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia grafis, insufisiensi paru kronis, penyakit renal
kronis dan penyakit hepar kronis.
e. Cara penggunaan obat anti-insomnia
Pemilihan obat disesuaikan dengan jenis gangguan tidur, bila sulit
masuk ke dalam proses tidur maka obat yang dibutuhkan adalah
golongan benzodiazepine short acting; bila proses tidur terlalu cepat
berakhir dan sulit untuk masuk kembali ke proses tidur selanjutnya
maka obat yang dibutuhkan adalah golongan heterosiklik anti-
depresan (trisiklik dan tetrasiklik); bila siklus proses tidur yang normal
tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian, maka obat
yang dibutuhkan adalah golongan Phenobarbital atau golongan
benzodiazepine long acting. Pengaturan dosis, pemberian tunggal
dosis anjuran 15-30 menit sebelum tidur. Dosis awal dapat dinaikkan
sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu,
kemudian secepatnya diturunkan secara gradual untuk mencegah
timbulnya rebound dan toleransi obat. Penggunaan obat anti-insomnia
sebiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu agar resiko
ketergantungan kecil. Kontra indikasi penggunaan obat anti-insomnia
adalah “sleep apnoe syndrome”, “congestive heart failure”, dan chronic
respiratory disease”.
f. Cara penggunaan obat anti-obsesif komfulsif
Sampai saat ini, clomipramine masih merupakan obat yang paling
efektif dari kelompok trisiklik untuk pengobatan nggangguan obsesif
kompulsif. Dengan demikian juga merupakan pilihan utama pada terapi
gangguan depresi yang menunjukkan gejala obsesif. Selain itu SSRI
juga merupakan pilihan untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif
bila ada hipersensitivitas dengan trisiklik. Pengaturan dosis, mulai dari
dosis rendah untuk penyesuaian efek samping, namun umumnya lebih
tinggi dari dosis sebagai anti-depresi. Dosis pemeliharaan umumnya
agak tinggi meskipun sifatnya individual. Penghentian pengobatan
harus dilakukan secara gradual agar tidak terjadi kekambuhan dan
kesempatan yang luas untuk menyesuaikan diri. Lama pemberian,
meskipun respon terhadap pengobatan sudah terlihat dalam 1-2
18

minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya


diperlukan waktu 2-3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari. Batas
lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya diatas 6 bulan
sampai tahunan, kemudian dihentikan secara bertahap bila kondisi
pasien sudah memungkinkan. Obat anti-obsesif kompulsif sangat tidak
dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui.
g. Cara penggunaan obat anti-panik
Semua jenis obat anti-panik (trisiklik, benzodizepin, RIMA, SSRI) sama
efektifnya guna menanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan
pada stadium awal dari gangguan panik. Pengaturan dosis pemberian
obat anti-panik adalah dengan melihat keseimbangan antara efek
samping dan kasiat obat. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-
lahan dosis dinaikkan dalam beberapa minggu untuk meminimalkan
efek samping dan mencegah terjadiya toleransi obat. Dosis efektif
biasanya dicapai dalam aktu 2-3 bulan. Dosis pemeliharaan umunya
agak tinggi, meskipun sifatnya individual. Lama pemberian obat
bersifat individual, namun pada umunya selama 6-12 bulan, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi pasien sudah
memungkinkan. Ada beberapa pasien yang memerlukan pengobatan
bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari
disabilitas. Wanita hamil atau menyusui tidak dianjurkan menggunakan
obat anti-panik.

Sebelum Anda mempelajari materi berikutnya, apakah Anda telah


memahami tentang materi identifikasi masalah klien dalam pemberian obat
psikofarmaka ? Apabila anda belum paham tidak perlu khawatir, Anda masih
mempunyai kesempatan untuk mempelajarinya kembali. Guna meningkatkan
pemamhaman Anda tentang materi tersebut, kerjakan latihan berikut ini.
Apabila Anda mampu menjawab latihan tersebut, Anda dapat melanjutkan
mempelajari materi berikutnya.

Latihan 1 :
1. Jelaskan masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh klien
terkait dengan pemberian obat psikofarmaka !
2. Sebutkan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh
perawat dalam pemberian obat psikofarmaka !
19

Selamat, bagus sekali Anda telah mencoba mengerjakan soal diatas.


Sekarang coba cocokkan jawaban Anda dengan jawaban berikut ini.

Kunci Jawaban Latihan 1 :


1. Masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh klien terkait dengan
program pemberian obat psikofarmaka dapat dikelompokkan sebagai
berikut : psikosis, gangguan depresi, gangguan mania, gangguan
ansietas, gangguan insomnia, gangguan obasesif kompulsif dan
gangguan panik
2. Prinsip-prinsip yang harus dipahami perawat dalam pemberian obat
psikofarmaka yaitu meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat
dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra indikasi

Selamat, Anda telah mengerjakan soal-soal latihan dengan baik dan benar.
Selanjutnya Anda dapat melanjutkan untuk mempelajari materi berikutnya.

3. Peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka


Setelah perawat memahami tentang permasalahan yang dialami oleh pasien
dan memahami bagaimana strategi pemberian psikofarmaka, maka peran
perawat dalam pemberian psikofarmaka dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pengkajian pasien. Pengkajian kepada pasien akan memberikan
gambaran yang sesungguhnya tentang masalah yang sedang dialami
oleh pasien. Dalam hal ini peran perawat adalah melakukan
pengkajian secara komprehensif untuk menentukan permasalahan
yang dialami pasien sehingga segera dapat menentukan langkah
kolaboratif dalam pemberian psikofarmaka.
b. Koordinasi terapi modalitas. Perawat mengkoordinasikan barbagai
terapi modalitas yang seringkali membingungkan bagi pasien. Dalam
hal ini peran perawat adalah melakukan koordinasi terhadap progam
terapi agar pasien memahami manfaat terapi dan memastikan bahwa
program terapi dapat diterima oleh pasien.
c. Pemberian piranti psikofarmakologik. Program pemberian terapi
psikofarmaka dirancang secara professional dan secara individual,
perawat berperan untuk memastikan bahwa program terapi
psikofarmaka diberikan secara benar. Benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar cara pemberian, dan benar waktu.
20

d. Pemantauan efek obat. Perawat harus memahami efek obat yang


diberikan kepada pasien, baik efek yang diinginkan maupun efek
samping yang dialami oleh pasien.
e. Pendidikan pasien. Dalam hal ini, perawat berperan untuk
memampukan pasien untuk menjalankan program terapi yang telah
ditetapkan untuk diri pasien tersebut.
f. Program rumatan obat. Program ini dirancang untuk mendukung
pasien dalam suatu tatanan setelah diberikan asuhan keperawatan
untuk perpanjangan waktu sesuai program terapi yang telah
ditetapkan.
g. Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhdap uji coba obat.
Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam penelitian obat
yang digunakan untuk mengobatai pasien psikiatrik.

4. Evaluasi pemberian obat psikofarmaka


Evaluasi pemberian obat psikofarmaka ditujukan pada kewaspadaan
perawat terhadap penggunaan obat psikofarmaka. Penggunaan obat secara
bersamaan, atau polimerisasi, dapat meningkatkan aksi terapeutik spesifik,
dapat menjadi penting untuk mengobati penyakit bersamaan, dan dapat
melawan efek yang tidak diinginkan dari obat pertama. Perawat harus
menyadari bahwa beberapa masalah mungkin muncul berkaitan dengan
penggunaan obat bersamaan, termasuk adanya kusut pikir terhadap
kemanjuran terapeutik dan efek samping dan perkembangan interaksi obat.
Beberapa hal spesifik yang harus dievaluasi oleh perawat dalam pemberian
obat psikofarmaka diantaranya adalah pemberian obat jenis benzodiazepine,
nonbenzodiazepin, antidepresan trisiklik, MAOI, litium, antipsikotik.
Benzodiazepin pada umumnya tidak melonjakkan reputasinya sebagai adiktif
kuat jika penghantian pemberiannya dihentikan dilakukan dengan tapering
bertahap, jika obat ini digunakan untuk tujuan yang tepat, dan jika
penggunaannya tidak dicampuri dengan penggunaan substansi lain, seperti
penggunaan kronis barbiturate atau alkohol. Awasi terutama terhadap seasi,
ataksia, peka rangsang, masalah-masalah ingatan. Penggunaan
nonbenzodiazepin mempunyai banyak kerugian diantaranya terjadi toleransi
terhadap efek antiansietas dari barbiturate, lebih menimbulkan adiktif,
menyebabkan reaksi serius dan bahkan efek lethal pada gejala putus obat,
berbaaya jika takar lajak dan menyebabkan depresi susunan saraf pusat,
serta mempunyai berbagai interaksi obat yang berbahaya. Antidepresan
21

trisiklik dapat menjadi letal dalam takar lajak, mempunyai perpanjangan


waktu 3 sampai 4 minggu sebelum respons terapeutik, tidak diketahui
adanya efek yang merugikan jangka panjang, tidak terjadi toleransi terhadap
efek terapeutik, efek samping menetap dapat diminimalkan dengan sedikit
menurunkan dosis, obat ini tidak menyebabkan euphoria, dapat diberikan
satu kali dalam sehari. MAOI mungkin memberikan efek letal pada takar
lajak, pembatasan diit harus sudah dimulai beberapa hari sebelum
pemberian obat dan dipertahankan selama minum obat dan dilanjutkan
selama 2 minggu setelah penghentian obat, tidak menyebabkan ketagihan,
menurunkan kemampuan tubuh terhadap penggunaan vitamin B6.
Penggunaan litium memiliki toksisitas litium yaitu kedaruratan yang
mengancam jiwa, kadar dalam darah harus sering dipantau, pengobatan
mungkin saja gagal, dapat dikombinasi dengan obat anti depresan lain,
pasien membutuhkan penyuluhan dengan cermat tentang pemeliharaan
kadar litium. Penggunaan anti psikotik harus mempertimbangkan pedoman
sebagai berikut bahwa kebutuhan dosis secara individu sangat bervariasi,
setelah pembagian dosis petama, klien akan menerima dosis sekali setiap
hari, gejala perbaikan biasanya terjadi dalam 2 sampai 3 hari tetapi dapat
sampai 2 minggu, bebapa klien skizofrenia membutuhkan pengobatan
medikasi sepanjang hidupnya, pengawasan terhadap diskinesia tardif harus
dilakukan sedikitnya sekali sebulan dalam pengobatan jangka panjang,
perawatan klinik yang baik untuk klien yang mendapatkan klozapin setiap
minggu untuk memantau penurunan jumlah sel darah putih.

D. Rangkuman
1. Identifikasi masalah klien dalam pemberian obat psikofarmaka. Perawat
memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka, untuk itu
perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang permasalahan
yang sedang dihadapi oleh pasien. Hasil identifikasi masalah kesehatan jiwa
yang dialami oleh klien terkait dengan program pemberian obat psikofarmaka
dapat dikelompokkan sebagai berikut : psikosis, gangguan depresi,
gangguan mania, gangguan ansietas, gangguan insomnia, gangguan
obasesif kompulsif dan gangguan panic
2. Cara penggunaan obat psikofarmaka. Perawat harus memahami prinsip-
prinsip dalam pemberian obat psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat,
dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra
indikasi.
22

3. Peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka. Peran perawat dalam


pemberian obat psikofarmaka meliputi pengkajian klien, koordinasi terapi
modalitas, pemberian piranti psikofarmakologik, pemantauan efek obat,
pendidikan pasien, program rumatan obat, dan peran serta dalam penelitian
klinik interdisiplin terhdap uji coba obat.
4. Evaluasi pemberian obat psikofarmaka. Evaluasi pemberian obat
psikofarmaka ditujukan pada kewaspadaan perawat terhadap penggunaan
obat psikofarmaka. Perawat harus menyadari bahwa beberapa masalah
mungkin muncul berkaitan dengan penggunaan obat psikofarmaka.

Selamat, Anda telah selesai mempelajari materi KB 2, yaitu tentang peran perawat
dalam pemberian obat psikofarmaka. Apakah Anda sudah memahaminya ?
Apabila belum, cobalah untuk mengulanginya sampai anda benar-benar
memahaminya.

E. Tes Mandiri 2
1. Jelaskan masalah kesehatan jiwa terkait dengan program pemberian obat
psikofarmaka !
2. Jelaskan prinsip-prinsip cara penggunaan obat psikofarmaka !
3. Jelaskan peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka !
4. Jelaskan prinsip evaluasi dalam pemberian obat psikofarmaka !

Selamat anda telah menjawab pertanyaan-pertanyaan pada tes mandiri dengan baik,
coba teliti kembali jawaban Anda. Apabila menemui kesulitan anda dapat membuka
kembali uraian materi diatas. Yakinkah jawaban Anda telah benar, apabila Anda masih
ragu cocokkan jawaban Anda dengan kunci tugas yang terdapat pada akhir modul ini.
Anda dapat melanjutkan modul berikutnya yaitu modul 7.

III. PENUTUP
23

Selamat ! Anda telah berhasil menyelesaikan modul ini dengan baik.

Modul 6 ini merupakan bagian dari Mata Ajaran Keperawatan Jiwa I yang menguraikan
tentang konsep psikofarmakologi dan peran perawat dalam pemberian obat
psikofarmakologi.

Pembelajaran ini sangat mendasar dalam membekali Anda sebagai calon perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami masalah kesehatan jiwa.
Modul ini mengajak Anda untuk memahami bagaimana seorang perawat memiliki
tanggung jawab yang sangat besar dalam pemberian obat psikofarmaka, sehingga
seorang perawat harus memiliki pemahaman tentang konsep psikofarma serta perannya
dalam pemberaian obat psikofarmaka.

Modul ini terdiri dari 2 kegiatan belajar, pada kegiatan 1 diuraikan tentang konsep
psikofarmaka yang meliputi pengertian psikofarmaka, jenis obat psikofarmaka, efek
samping obat psikofarmaka; dan kegiatan belajar 2 diuraikan tentang peran perawat
dalam pemberian obat psikofarmaka yang meliputi identifikasi masalah klien dalam
pemberian obat psikofarmaka, cara penggunaan obat psikofarmaka, peran perawat
dalam pemberian obat psikofarmaka, dan evaluasi dalam pemberian obat psikofarmaka.

Untuk mengukur keberhasilan Anda dalam mempelajari modul ini, mintalah kepada tutor
Anda tes akhir modul dan kerjakanlah tes tersebut dengan baik dan setelah selesai
serahkanlah jawabannya kepada pembimbing Anda. Dengan demikian, maka selesailah
tugas Anda untuk mempelajari modul 6 ini, akan tetapi Anda masih mempunyai kewajiban
untuk mempelajari modul-modul berikutnya.

Kunci Jawaban Tes Mandiri


A. Tes Mandiri 1
1. Jelaskan tentang pengertian psikofarmaka !
Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat
psikoaktif atau obat psikoteraputik. Penggolongan ini didasarkan atas
kesamaan efek terhadap supresi gejala sasaran, kesamaan dalam susunan
kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat. Obat
psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah
(misuse) atau disalahguakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan jiwa
2. Sebutkan jenis obat psikofarmaka !
24

Jenis obat psikofarmaka terdiri dari anti psikotik, anti depresi, anti mania, anti
ansietas, anti insomnia, anti obsesif kompulsif, anti panik
3. Jelaskan efek samping obat anti psikotik !
Beberapa efek samping semata-mata menyebabkan rasa tidak nyaman bagi
pasien, dan mudah ditangani, tetapi beberapa diantaranya mengancam jiwa.
Secara umum efek samping obat anti-psikosis dapat dibedakan menjadi akut
dan jangka panjang. Efek samping akut yang bersifat umum meliputi
neurologis, behavioral, autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang terjadi
adalah adanya gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) seperti reaksi distonia
akut yang terjadi mendadak dan sangat menakutkan bagi pasien; spasme
kelompok otot mayor leher, punggung dan mata; ktatonia; dan terjadinya
perlemahan pernapasan.
4. Jelaskan efek samping obat anti depresi !
Efek samping penggunaan obat anti-depresi dapat berupa sedasi seperti
rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor berkurang,
kemampuan kognitif menurun; efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi
urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia; efek anti-adrenergik alfa
seperti perubahan gambaran elektrokardiografi, hipotnsi; dan efek
neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia
5. Jelaskan efek samping obat anti insomnia !
Efek samping penggunaan obat anti-insomnia diantaranya adalah supresi
susunan saraf pusat pada saat tidur. Hati-hati pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan, uremia, dan gangguan fungsi hati, oleh karena
keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi susunan saraf pusat dan dapat
memudahkan timbulnya coma.

B. Tes Mandiri 2
1. Jelaskan masalah kesehatan jiwa terkait dengan program pemberian obat
psikofarmaka !
Masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh klien terkait dengan program
pemberian obat psikofarmaka dapat dikelompokkan sebagai berikut :
psikosis, gangguan depresi, gangguan mania, gangguan ansietas, gangguan
insomnia, gangguan obasesif kompulsif dan gangguan panik
2. Jelaskan prinsip-prinsip cara penggunaan obat psikofarmaka !
Prinsip-prinsip dalam pemberian obat psikofarmaka meliputi jenis, manfaat,
dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra
indikasi.
25

3. Jelaskan peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka !


Peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka meliputi pengkajian
klien, koordinasi terapi modalitas, pemberian piranti psikofarmakologik,
pemantauan efek obat, pendidikan pasien, program rumatan obat, dan peran
serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhdap uji coba obat.
4. Jelaskan prinsip evaluasi dalam pemberian obat psikofarmaka !
Evaluasi pemberian obat psikofarmaka ditujukan pada kewaspadaan
perawat terhadap penggunaan obat psikofarmaka. Perawat harus menyadari
bahwa beberapa masalah mungkin muncul berkaitan dengan penggunaan
obat psikofarmaka, sesuai dengan jenis obat, dosis obat, serta cara
pemberian.
26

DAFTAR PUSTAKA

Kee, J.L., Hayes, E.R., 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, EGC,
Jakarta

Maslim, R., 1997, Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik, Jakarta.

Rawlins, R.P., Heacoch, P.E., 1993, Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Mosby Year
Book, Toronto

Rawlins, R.P., Williams,S.R., Beck, C.M.,1993, Mental Health Psychiatric Nursing a


Holistic Life Cicle Approach, Mosby Year Book, London

Stuart, G.W., Laraia, M.T., 1998, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 6th
Edition, Mosby, St. Louis

Stuat, G.W., Sundeen, S.J., 1998, Keperawatan Jiwa, Buku Saku, Terjemahan Hamid,
A.S., Edisi 3, EGC, Jakarta

Tambayong, J., 2002, Farmakologi Untuk Perawat, Widya Medika, Jakarta


27

MODUL KEPERAWATAN JIWA

PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN


OBAT PSIKOFARMAKA

Disusun Oleh :
Ns. Dayat Trihadi, M.Kep., Sp.Kep.J

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN 2016

Anda mungkin juga menyukai