Anda di halaman 1dari 26

PSIKOFARMAKA

Kelompok 4
KELOMPOK 4
1. Anjelita dela mona zebua (21.18.007)
2. Eva sriningsih siregar (21.18.040)
3. Kristin juniarta gultom (21.18.061)
4. Meiling maria angelina (21.18.068)
5. Nada irtia alriadi (21.18.080)
6. Selvi anugrah pasaribu (21.18.111)
7. Siti nurhaliza (21.18118)
8. Tresia angelina n. (21.18.134)
9. Monika anastasya sinurat (21.18.162)
10. Hikmal abror (21.18.167)

Dosen pengampu: apt. Masria petheresia sianipar,s. Farm.,M.Si


PENGERTIAN PSIKOFARMAKA

Obat psikotropik (psikofarmaka) adalah obat yang


bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (ssp)
dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku (mind and behavior altering drugs),
digunakan pada gangguan psikiatrik
(pshychotherapeutik medication).
FUNGSI PSIKOFARMAKA

a. Mempengaruhi kerja neurotransmitter yaitu suatu neurohormon yang


meneruskan impuls dari sistem opaminec di otak seperti noradrenalin,
serotonin dan opamine.
b. Mempengaruhi fungsi psikis dan proses mental.
c. Menstimulasi fungsi psikis tertentu dalam sistem saraf pusat (ssp)
d. Meredakan emosi dan agresi, mengurangi atau menghilangkan halusinasi,
dan mengembalikan kelakuan abnormal 
e. Menghilangkan rasa bimbang, takut dan gelisah
MEKANISME KERJA PSIKOFARMAKA

Obat-obatan psikofarmaka bekerja langsung terhadap saraf


otak dengan mempengaruhi kerja neurotransmitter, yaitu
suatu hormon yang meneruskan impuls dari system
opaminec di otak seperti noradrenalin, serotonin dan
opamine
KLASIFIKASI PSIKOFARMAKA

A. Obat-obat yang menekan fungsi psikis


Obat-obat yang menekan fungsi psikis tertentu dalam fungsi sistem saraf pusat
jadi 2 yaitu:
1. Neuroleptika, yaitu obat yang bekerja sebagai anti psikotis dan sedativa yang
dikenal dengan mayor tranquilizer. Contohnya obat antipsikotik, yaitu :
klorpromazin, tioridazin, dan haloperidol.
2. Ataraktika / anksiolitika, yaitu obat yang bekerja sedativa, relaksasi otot dan
anti konvulsi yang digunakan dalam keadaan gelisah, takut dan stress, dikenal
dengan minor transquilizer. Contohnya : diazepam, chlordiazepoxide, dan
amylobarbitone.
B. Obat-obat yang menstimulasi fungsi psikis

Obat- obat yang menstimulasi fungsi psikis tertentu dalam system saraf pusat (ssp),
dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Anti depressive, dibagi menjadi thimoleptika yaitu obat yang dapat melawan
melankolia dan memperbaiki suasana jiwa serta thimeretika yaitu menghilangkan
inaktivitas fisik dan mental tanpa memperbaiki suasana jiwa
Contohnya : amitriptyline (elavil), amoxapine-clomipramine (anafranil), desipramine
2. Psikostimulansia, yaitu obat yang dapat mempertinggi inisiatif, kewaspadaan dan
prestasi fisik dan mental dimana rasa letih dan kantuk ditangguhkan, memberikan rasa
nyaman (euforia) dan kadang perasaan tidak nyaman tapi bukan depresi (disforia).
C. obat obat yang mengacaukan fungsi mental

Obat-obat yang mengacaukan fungsi mental tertentu antara lain psikodisleptika


seperti zat-zat halusinasi, contoh: lsd dan fenasklidin.
PENGGOLONGAN PSIKOFARMAKA
a. Anti psikotik
Antipsikotika (major transquilizer) adalah obat-obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis
tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berpikir dan berkelakuan normal.  Antipsikotika
terutama digunakan psikosis, penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit oleh pasien , misalnya penyakit
pskizofrenia dan psikosi mania depresif. Contohnya, chlorpromazine, perphenazine, supiride, clozapine,
dan olanzapine.

b. Obat Antidepresan
Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan (mood) yaitu dengan
meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung yang disebabkan oleh keadaan sosial – ekonomi,
penyakit atau obat-obatan. Contohnya : amitriptyline (elavil), amoxapine-clomipramine (anafranil),
c. Anti Mania
Antimania adalah obat-obatan yang digunakan untuk membantu mengendalikan suasana hati dengan
mengurangi tanda-tanda mania, yaitu suatu kondisi psikologis abnormal dari kegembiraan yang
menunjukkan euforia berlebihan. Contohnya : lithium carbonate, carbamazepin, dan divalproex.
d. Anti Cemas (Anxietas)
Antiansietas adalah kelompok obat untuk menangani gangguan kecemasan, serangan panik, atau rasa
takut dan khawatir yang berlebihan. Contohnya : Alprazolam, Lorazepam, Diazepam, dan Clobazam
e. Antiinsomnia
Insomnia adalah gangguan masuk tidur dan mempertahankan tidur, hypersomnia adalah gangguan
mengantuk atau tidur berlebihan, disfungsi kondisi tidur seperti somnabolisme, serta gangguan irama tidur.
Contoh obat antiinsomnia, yaitu : zolpidem, eszopiclone, zaleplon, alprazolam, chlordiazepoxide,
clobazam
f. Anti Obsesif-Kompulsif
Pada gangguan obsesif-kompulsif, penderita mempunyai pikiran berulang-ulang (obsesi,
sangat mengganggu dan mencerminkan kecemasan atau ketakutan. Mekanisme kerjanya anti
obsesif-kompulsif, yaitu menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.
Contohnya : klomiprami, sentralin, paroksin, flovokamin, fluoksetin.

g. Anti Panik
Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di ssp. Mekanisme
kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron.
Contoh obat antipanik, yaitu imipramine, clomipramine, alprazol, moclobemide, dan sertraline
CONTOH KASUS

Jurnal 1
Judul : Skizofrenia Paranoid pada Laki-laki Usia 45 Tahun dengan Penatalaksanaan
Holistik Kedokteran Keluarga
Kasus :
Tn. S, 45 Tahun datang ke Puskesmas Pasar Ambon , keluhan lemas dan kepala terasa berputar.
Keluhan ini telah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, keluhan disertai dengan rasa mengantuk, melamun
dan melihat bayangan-bayangan. Pasien mengatakan bayangan terlihat berwarna merah terkadang hijau
yang tidak napak di tanah, tidak mengganggu pasien, namun pasien merasa takut. Pasien merasa curiga
dengan orang-orang sekitarnya yang selalu mengejeknya karena dirinya gila. Pasien mengatakan
mendengar suara suara bisikan pada telinga atau pikirannya. Menurut keterangan adik bungsu pasien,
terdapat keluhan yang sama pada kakak wanita pasien yang pertama mangalami depresi berat yang saat
ini sudah tinggal bersama suaminya. Adik pasien juga mengalami hal serupa dan saat ini sedang dalam
masa pengobatan. Terdapat riwayat keluhan yang sama pada paman pasien dari keturunan ayah pasien.
Sebelumnya pasien bekerja sehari-hari sebagai buruh bangunan dan saat ini kegiatan seharihari pasien
hanya dirumah dan sesekali membantu jika ada warga sekitar yang meminta bantuannya untuk
kemudian diberi upah. Saat ini pasien sedang dalam pengobatan ulang dan baru berjalan selama 3
bulan. Pasien mengaku tidak rutin meminum obat karena sering merasa lemas dan mengantuk setelah
meminum obat. Menurut keterangan adik bungsu pasien anggota keluarga juga jarang mengingatkan
jadwal minum obat pasien.

Hasil :
Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum : baik; kesadaran : compos mentis; tekanan darah 110/70
mmHg; frekuensi nadi : 92 x/menit; frekuensi napas : 20 x/menit; suhu : 36,5ºC; berat badan : 45 kg;
tinggi badan : 152 cm; status gizi normal (IMT: 19,4/ ).
Pemeriksaan status mentalis
 deskripsi umum penampilan; sesuai usia, rapih, berbaju merah, rambut pendek rapi berwarna hitam,
kulit gelap, dan kuku pendek;
 perilaku dan aktvitas psikomotor: tenang;
 sikap terhadap pemeriksa: kooperatif.
 Pembicaraan; Spontan dan lancar
 Persepsi; terdapat halusinasi visual, depersonalisasi, dan derealisasi.
 Hendaya berbahasa tidak ditemukan;
 Isi pikir: terdapat waham curiga.
Pasien didiagnosis dengan diagnosis multiaksial, yaitu aksis I; skizofrenia paranoid, aksis II dan III; belum
dapat di tegakkan, aksis Iv; masalah psikososial dan ekonomi, aksis V; Global Assesment of Functioning (GAF)
dengan rentang 70-61, beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih
baik.
Terapi psikofarmaka yang diberikan berupa haloperidol 1 x 1,5mg dan trihexyphenidyl HCl 2 x 2mg.
Pembahasan :

Pada pemeriksaan status mentalis didapatkan penampilan sesuai usia, tidak terdapat disorientasi waktu, tempat,
maupun situasi. Pembicaraan koheren terkadang diitemukan asosiasi longgar. Mood dan afek serasi. Pada persepsi
terdapat halusinasi visual dan isi pikir didapatkan waham curiga. Pengendalian impuls dan daya nilai baik. Pasien
dinilai dengan tilikan 4 (menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak mengetahui penyebabnya).
Pembicaraan pasien dapat dipercaya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan status mentalis, dapat
diketahui bahwa pasien tersebut mengalami gangguan kejiwaan yaitu Skizofrenia Paranoid. Terapi farmakologi masih
merupakan pilihan utama pada skizofrenia. Selain diberikan obat-obat terapi medikamentosa pasien juga dilakukan
terapi nonmedikamentosa yaitu psikoterapi dan psikoedukasi yang dianjurkan setelah pasien tenang dengan pemberian
dukungan pada pasien dan keluarga agar mempercepat penyembuhan pasien.
Pasien memperoleh antipsikotik haloperidol 1x1,5 mg dan antimuskarinik Trihexyphenidyl HCl 2x2 mg
untuk dikonsumsi selama satu bulan dan disarankan kembali ke Rumah Sakit Jiwa di bulan berikutnya
untuk mendapatkan obat rutin.

Kesimpulan :
Diperoleh faktor internal pasien laki-laki, usia 45 tahun sedang dalam pengobatan skizofrenia bulan ke 3
dengan kebiasaan jadwal minum obat yang tidak teratur, suka menyendiri, dan berada dalam kondisi
stres. Faktor eksternal : kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dialami
pasien serta dukungan anggota keluarga yang kurang terhadap proses pengobatan. Telah dilakukan
penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa secara holistik dan komprehensif terhadap
pasien dengan skizofrenia paranoid dan tercapai perbaikan yang signifikan.
Jurnal 2
Judul: Gangguan Skizoafektif Tipe Depresi
Kasus :
Seorang wanita usia 24 tahun di bawa ke IGD RSJD Dr. Arif Zainuddin dengan keluhan ingin bunuh diri, pasien
merasa dirinya tidak berguna dan ada suara bisikan yang menyuruh mengakhiri hidupnya. Pasien mengatakan
malas melakukan kegiatan apapun karena merasa dirinya disispi kekuatan yang membuat badannya lemas, selain
itu ada kekuatan yang menghalangi pasien untuk beraktivitas. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien ingin
bunuh diri, badannya terasa lemas sehingga tidak dapat melakukan aktivitas apapun di rumah, mengurung diri di
kamar dan sering menyalahkan diri sendiri. Sebelumnya pasien bekerja di pabrik garmen pada tahun 2017
kemudian keluar karena kontraknya sudah habis. Pada tahun 2021 pasien melamar kerja kembali di pabrik garmen.
Pekerjaan tersebut bertahan 7 bulan karena pasien sering meminta izin untuk memeriksakan penyakit tiroidnya dan
pasien melakukan operasi tiroid. Menurut ibu pasien, pasien mulai mengalami hal seperti ini karena ibu pasien. Ibu
pasien bercerita ke tetangga tentang keburukan pasien. Dalam pengobatannya, pasien tidak teratur mengonsumsi
obat untuk penyakit tiroidnya dan untuk gangguan kejiwaannya.
Hasil :
 Pada pemeriksaan internal dan neurologis dalam batas normal.
 Pemeriksaan status mental didapatkan penampilan pasien perempuan usia 24 tahun, berpenampilan rapi, sesuai
dengan usia memakai seragam pasien RSJD berwarna pink dan memkai sandal jepit. Perawatan diri baik
ditandai dengan kuku tangan dan kaki pendek, rambut diikat rapi. Kesadaran compos mentis, perilaku dan
aktivitas psikomotorik normoaktif, pembicaraan intonasi cukup, volume cukup, artikulasi baik. Sikap terhadap
pemeriksa kooperatif. Didapatkan mood pasien hipotimik, afek depresi.Pada pasien didapatkan halusinasi
auditorik bersifat commanding dan commenting.
 Diagnosis multiaxial untuk
a. axis I : gangguan skizoafektif type depresi (F25.1).
b. Axis II : ciri kepribadian schizoid.
c. Axis III : penyakit tiroid.
d. Axis IV: masalah ketaatan minum obat dan ekonomi.
e. Axis V: GAF HLPY : 70-61 (beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
umum masih baik). GAF CURRENT : 40-31 (beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan
komunikasi)
Terapi yang diberikan berupa terapi psikofarmaka dan terapi psikoedukasi. Terapi psikofarmaka yaitu obat
antipsikotik atipikal yaitu Risperidon 2X3mg, mood stabilizer berupa golongan SSRI (Serotonin Reuptake
Inhibitor) fluoxetine 1x2mg dan Clorpomazine 1x100mg karena pasien mengatakan adanya keluhan susah tidur.
Terapi psikoedukasi kepada pasien untuk tetap kontrol, minum obat rutin dan tidak menambah atau mengurangi
dosis obat serta mengikuti anjuran minum obat.
Pembahasan :
a. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis axis I skizoafektif tipe depresi. Pada pasien ditemukan gangguan afek
depresi berupa afek pasien depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, pasien merasa lelah dan tidak mau
beraktivitas, pasien kepercayaan dirinya berkurang, ingin bunuh diri, merasa tidak berguna dan putus asa, dan
nafsu makan berkurang. Selain itu pasien ditemukan gejala skizofrenia berupa halusinasi auditorik bersifat
commanding dan commenting, waham bersalah dan adanya delusion of passivity, thought of insertion. Gejala
skizofrenia dan gangguan afek depresif keduanya sama-sama menonjol di waktu yang sama.
b. Pada axis II yaitu ciri kepribadian schizoid karena pada pasien ditemukan pasien senang menyendiri,
mempunyai hanya 1 orang teman dekat dan jarang bersosialisasi dengan tetangga sekitar.
c. Axis III terdapat riwayat hipertiroid. Penyakit tiroid dapat menyebabkan pencetus gangguan jiwa.
d. Axis IV masalah ketaatan minum obat dan masalah ekonomi dalam keluarganya.
e. Axis V berupa GAF HLPY 70-61 dan GAF CURRENT : 40-31
Kesimpulan :
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala skizofrenia dan gangguan afek yang menonjol
secara bersamaan dan menetap dengan waktu kurang lebih 1 bulan. Pada laporan kasus yang
disajikan pasien didiagnosis gangguan skizoafektif tipe depresi. Pasien mendapatkan terapi
psikofarmaka berupa Risperidon 2X3mg, clorphomazin 1x100mg dan fluoxetine 1x2mg. Kemudian
untuk psikoedukasi, pasien diedukasi untuk kontrol rutin, mengkonsumsi obat rutin dengan anjuran
yang telah ditentukan oleh dokter dan tidak menambah atau mengurangi dosis obat. Edukasi kepada
keluarga pasien mengenai gangguan yang diderita pasien, membantu memberi dukungan dan
lingkungan yang kondusif bagi pasien.
Jurnal 3
Judul : Gangguan Kepribadian dan Perilaku Akibat Penyakit, Kerusakan, dan Disfungsi Otak pada
Pria Usia 45 Tahun
Kasus :
Pasien laki-laki Tn. H usia 45 tahun di rawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung. Pasien dibawa
oleh keluarganya dengan keluhan mengamuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien juga
sering marah-marah tanpa sebab, membanting alat-alat rumah tangga seperti piring dan gelas, tidak mau
makan, bicara sendiri dengan isi marah-marah dengan nada tinggi, mudah tersinggung bila diajak bicara, sulit
tidur, lari-lari keluar rumah, dan berteriak teriak memarahi tetangga tanpa sebab. Menurut ibu kandung pasien,
pasien mulai mengalami perubahan sejak kecil sekitar SD. Saat pasien kelas 5 SD pernah mengalami jatuh di
kamar mandi sekolah hingga pingsan. Sejak itu pasien sering sakit kepala dan kejang-kejang seperti sakit
‘ayan’. Pada tahun 2013, pasien terjatuh ke dalam sumur sedalam 15 meter dan pingsan. Menurut keluarga
pasien yang melihat kejadiannya, sakit ‘ayan’ pasien kambuh saat menimba air, kemudian terjatuh ke dalam
sumur. Sejak kejadian itu, pasien semakin sering nyeri kepala yang disertai kejang.
Keluarga mengatakan, bahwa sehari-hari pasien bersikap seperti orang normal dan rajin. Pasien memiliki
kepribadian yang terbuka dan ramah namun terkadang tertutup bila ada masalah. Menurut keluarga, pasien
terkadang bercerita ingin menikah seperti kakak dan adiknya, memiliki istri dan anak.

Hasil :
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 83 x/menit,
frekuensi nafas 18 x/menit dan kondisi medis umum: nyeri kepala dan epilepsi.
 Pada status psikiatri didapatkan saat dilakukan pemeriksaan tampak pasien kooperatif. Pasien terlihat
nyaman saat diajak tanya jawab, spontan, artikulasi jelas. Terdapat gangguan berupa perubahan perilaku
emosional, gangguan proses pikir dalam bentuk curiga/pikiran paranoid.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan psikofarmaka yaitu triheksipenidil 3x2 mg dipertimbangkan
peningkatan dosis berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan.
Pembahasan :
 Pada aksis I, pada pasien ini ditemukan adanya gangguan pada perubahan prilaku emosional, dan gangguan
proses pikir, dalam bentuk curiga/pikiran paranoid serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan cacat
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami gangguan jiwa. Pasien mengalami nyeri kepala dan epilepsi yang disusul gejala perubahan
kepribadian dan perilaku pada pasien. Serta didapatkan perubahan perilaku emosional, ditandai oleh labilitas
emosional, mudah berubah menjadi iritabilitas atau cetusan amarah dan agresi sejenak pada beberapa
keadaan. Data ini menjadi dasar diagnosis bahwa pasien ini menderita gangguan mental organik (F0) yaitu
gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak (F07).
 Pada aksis II tidak ada diagnosis dikarenakan pasien selalu naik kelas dan mampu melanjutkan sekolahnya
hingga SMA sehingga menyingkirkan diagnosis adanya retardasi mental.
 Pada aksis III, autoanamnesis dan pemeriksaan laboratorium ditemukan riwayat penyakit fisik. Oleh karena
itu aksis III dengan penyakit penyerta yaitu epilepsi.
 Pada aksis IV tidak terdapat masalah psikososial dan pekerjaan.
Kesimpulan :
Diagnosis gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak pada kasus
ini sesuai dengan beberapa teori dan telaah kritis dari penelitian terkini. Pada pasien terdapat beberapa
faktor yang dapat memicu terjadinya gangguan kepridadian yaitu adanya perubahan perilaku yang di
akibatkan oleh penyakit yang di derita berupa epilepsi. Tatalaksana pada pasien ini sudah sesuai dengan
pedoman diagnosis dan penatalaksaan gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan,
dan disfungsi otak oleh konsep gangguan jiwa dalam PPDGJ-III.
Thank You!

Anda mungkin juga menyukai