Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai keanekaragaman suku


bangsa yang terbesar di dunia. Keanekaragaman suku bangsa ini menyebabkan
perbedaan dalam pemanfaatan tumbuhan baik dalam bidang ekonomi, spiritual,
nilai-nilai budaya, kesehatan, kecantikan bahkan pengobatan penyakit.
Kebudayaan Indonesia yang pluralistik dapat menimbulkan beragam
pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat (Rosiana, 2013: 46). Dalam kearifan
lokal masyarakat biasanya memanfaatkan tumbuhan sebagai sumber pangan,
media ritual bagi masyarakat, kosmetik dan obat-obatan yang ada, sehingga
secara tidak sengaja terjadi suatu interaksi antara manusia dengan tumbuhan,
tumbuhan ini biasa disebut dengan etnobotani.
Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara
manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional.
Sejalan dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, etnobotani telah
mengalami perkembangan menjadi cabang ilmu yang cakupannya mempelajari
hubungan antara manusia dengan sumber daya alam yang ada dalam
lingkungannya (Ramdianti, dkk. 2013: 2). Manusia dalam menjalankan hidup
tidak lepas dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada, salah satunya adalah
tumbuhan. Pemanfaatan tumbuhan dapat ditemukan dalam kegiatan-kegiatan
kebudayaan khususnya pada acara adat seperti pernikahan, kehamilan dan
persalinan, pengobatan, khitanan dan upacara adat lainnya. Misalnya seperti
yang terjadi pada saat pernikahan, pada adat pernikahan suku Bali memiliki
unsur etnobotani yang digunakan. Unsur tersebut digunakan dalam proses
ritualnya, salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan adalah daun kelapa, diamana
daun kelapa akan dibentuk menjadi kubus tanpa penutup yang kemudian
digunakan untuk tempat sesajen dalam ritual. Penggunaan dan pemanfaatan
etnobotani ini, tanpa disadari telah mempresentasikan sebuah hubungan
kebudayaa dengan matematika.
Budaya adalah sesuatu yang merekat dengan lingkungan kehidupan
masyarakat, matematika adalah salah satu pengetahuan yang berguna dalam
memecahkan masalah di keseharian masyarakat (Zainuri & Nur Karomah
Dwiyanti, 2018). Matematika merupakan wujud budaya yang menyatu terhadap
segala aspek kehidupan. Pada pendidikan matematika mewujudkan cara yang
fleksibel yakni langsung dengan budaya yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Pendidikan matematika diintegrasikan dengan budaya masyarakat atau dikenal
dengan etnomatematika.
Etnomatematika adalah cara memahami matematika dengan menggali
konsep matematika dalam budaya masyarakat. Hal ini dikarenakan anggapan
masyarakat bahwa matematika dalam kehidupan sehari-hari berbeda dengan
matematika yang telah mereka temukan dalam pendidikan di sekolah.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa matematika dan budaya
berkembang bersamaan dalam lingkungan masyarakat dengan kata lain budaya
mempengaruhi matematika masyarakat, yakni sesuatu yang masyarakat lihat dan
dirasakan dalam kehidupan. Akan tetapi masyarakat faktanya tidak menyadari
bahwa aktivitas dan konsep matematika digunakan dalam budaya pembelajaran
(Siti Mardiah, Achi Rinaldi, and others¸ 2018).
Etnomatematika muncul sebagai jawaban atas dominasi keilmuan secara
Eropusatisme¸ tetapi tidak juga bertujuan untuk membelokkan sejarah
matematika kearah etnosentrisme. Etnomatematika akan menghasilkan informasi
baru yakni bangsa Indonesia ini kaya akan suku dan budaya lokal salah satunya
pada adat pernikahan suku Bali. Pernikahan di setiap suku memiliki tradisi dan
budayanya masing-masing salah satunya dalam pelaksanaan pernikahan suku
Bali dimana memiliki syarat akan budayanya.
Suku Bali adalah suku yang paling banyak terdapat di pulau Bali. Namun
saat ini suku Bali tidak hanya terdapat di pulau Bali, hal ini dikarenakan
masyarakat melakukan transmigrasi di berbagai wilayah yang ada di Indonesia.
Ada beberapa daerah yang menjadi tujuan transmigrasi diantaranya Kelurahan
Karing-Ngkaring. Masyarakat suku Bali Kelurahan karing-karing memiliki
beberapa ritual-ritual adat, salah satunya adalah upacara pernikahan suku Bali.
Adapun runtutan ritual pernikahan suku Bali dimulai dari upacara sebelum
pernikahan yaitu: mesedek, mepandih, menentukan hari baik, ngekeb,
penjemputan calon pengantin wanita, upacara buka pintu, mesegeh agung,
mekala-kalaan. Kemudian Sampai pada dilaksanakan upacara pernikahan yaitu
mewidhi widana dan upacara setelah pernikahan yaitu mejauman. Disetiap prosesi
sebelum sampai pada upacara setelah pernikahan, ternyata terdapat unsur
etnobotani yang digunakan masyarakat dalam setiap ritualnya, hal ini dapat dilihat
pada salah satu tumbuhan yang digunakan seperti daun kelapa dan tumbuhan biji
palem. Daun kelapa akan dijadikan sebagai wadah sajen/tamas yang dibentuk
sedemikian rupa sehingga berbentuk setengah bola atau kubus tanpa tutup, selain
itu juga dapat dilihat dari jumlah sajen yang digunakan. Penggunaan dan
pemanfaatan etnobotani tersebut tanpa disadari mempresentasikan sebuah
hubungan kebudayaan dengan matematika. Akan tetapi masyarakat tidak
menyadari bahwa aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya alam itu ternyata
terkandung konsep matematika.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini
adalah
1. Apakah terdapat etnomatematika pada etnobotani di dalam upacara
pernikahan suku Bali di Karing-karing?
2. Bagaimana hubungan etnomatematika pada etnobotani di dalam
upacara pernikahan suku Bali di Karing-karing?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini yakni :
1. Untuk mengerahui etnomatematika pada etnobotani di da;am
upacara pernikahan suku Bali di Karing-karing.
2. Untuk mengetahui hubungan etniomatematika pada etnobotani di
dalam upacara pernikahan suku Bali di Karing-karing.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai informasi terutama bagi pendidik agar menjadikan
etnomatematika pada etnobotani sebagai inovasi pengembangan
pembelajaran.
2. Sebagai sumber informasi bahwa ternyata ada beberapa jenis tumbuhan
yang digunakan dalam upacara pernikahan suku Bali dan juga terdapat
konsep matematika yang ada pada tumbuhan tersebut.
3. Sebagai bentuk pengetahuan dan referensi bagi mahasiswa pada bidang
pertanian dan pendidikan matematika.

E. Luaran
Luaran dari penelitian ini adalah laporan kemajuan, laporan akhir, dan
artikel ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal nasional ber-ISSN serta diseminarkan
dalam lingkungan Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Filosofi Etnobotani
Etnobotani merupakan salah satu disiplin ilmu ekologi dan merupakan
prinsip-prinsip konsepsi masyarakat tentang sumber daya nabati dari lingkungan
yang dapat dijadikan sebagai pelindung nilai budaya (Walujo, 2011). Etnobotani
menekankan bagaimana mengungkap keterkaitan budaya masyarakat dengan
sumberdaya tumbuhan di lingkungannya secara langsung ataupun tidak langsung.
Penekanannya pada hubungan mendalam budaya manusia dengan alam.
Mengutamakan presepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat dalam
mengatur sistem pengetahuan anggotanya mengahadapi tumbuhan dalam lingkup
hidupnya.
Menurut (Ginting, 2012) dan (Winarsih, 2015) etnobotani berasal dari kata
etnologi dan botani. Etnologi adalah kajian mengenai budaya, dan botani adalah
kajian mengenai tumbuhan, jadi etnobotani adalah suatu bdang ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dan tumbuhan. Selanjutnya menurut
Hidayat et al., 2010 etnobotai merupakan ilmu yang mengkaji hubungan langsung
manusia dengan tumbuhan dalam pemanfaatan tumbuhan pada proses ritual.
Kajian mengenai etnobotani ini dapat dijadikan sebagai dasar pelaksanaan
kebudayaan yang berkaitan dengan ritual keagamaan. Upacara keagamaan
merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap penganut suatu agama.
Tumbuhan dalam kehidupan masyarakat Bali mempunyai filosofi yang
sangat tinggi sebagai unsur yang memberi kehidupan, keteduhan, kedamaian,
keindahan, tempat meditasi, memuji dan menyembah kebesaran tuhan sebagai
warisan budaya Hindu di Bali (Iskandar, 2016). Hal tersebut membuat pulai
dewata Bali menjadi salah satu tempat yang menarik untuk dijadikan sebagai
tempat penelitian mengenai studi etnobotani.

2. Etnomatematika
Etnomatematika adalah matematika dalam suatu budaya. Budaya yang
dimaksud adalah kebiasaan-kebiasaan perilaku manusia dalam lingkungannya,
seperti perilaku kelompok masyarakat perkotaan atau pedesaan, kelompok kerja,
kelas profesi, siswa dalam kelompok umur, masyarakat pribumi, dan kelompok-
kelompok tertentu lainnya (Abrasodo, 1989) dalam (Sarwoedi, dkk. 2018: 172).

Etnomatematika adalah cara-cara khusus yang digunakan oleh suatu


kelompok budaya atau masyarakat tertentu dalam aktivitas matematika. Dimana
aktivitas matematika adalah aktivitas yang di dalamnya terjadi proses
pengabstrakan dari pengalaman nyata ke dalam kehidupan sehari-hari kedalam
matematika atau sebaliknya, meliputi aktivitas, mengitung, mengukur
merancang bangunan atau alat, membuat pola, membilang, menentukan lokasi
permainan, menjelaskan dan sebagainnya (Putri, 2017: 23).

Sumber belajar matematika dapat ditemukan di lingkungan sekitar atau


yang sering dimanfaatkan masyarakat sekitar. Seperti pada kegiatan upacara adat
baik itu upacara pernikahan ataupun upacara adat lainnya yang ada pada suatu
daerah.

3. Upacara pernikahan Suku Bali di Kelurahan Karing-Ngkaring

Menurut I Made (Ningsih, 2020: 43), tujuan pawiwahan (pernikahan)


yaitu: Dharmasampati yaitu kedua mempelai secara bersama-sama
melaksanakan dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama
seperti melaksanakan yadnya. Praja yaitu kedua mempelai mampu melahirkan
keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur, melalui
yadnya dan lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi
hutang saja kepada leluhur (Pitra rna), kepada Dewa (Dewa rna) dan kepada
para guru (Rsi rna). Rati yaitu kedua mempelai dapat menikmati kepuasan
seksual dan kepuasan-kepuasan lainnya (artha dan kama) yang tidak
bertentangan dan berlandasakan dharma.

Proses perkawinan adat di Bali adalah sakral berdasarkan Agama Hindu.


Menurut buku Pedoman/Teknis Penyusunan Awig-Awig dan Keputusan Desa
Adat dari Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali (Windia, 2019: 42)
disebutkan pawiwahan inggih punika patemoning purusa pradana, malarapan
panunggalan kayun suka cita kadulurin upasaksi sekala niskala (perkawinan)
adalah ikatan antara seorang wanita dengan seorang pria yang didasarkan atas
perasaan saling mencintai disertai saksi secara kenyataan dan sesuai keyakinan
Hindu). Dengan demikian, pelaksanaanya dilakukan dengan ritual pemilihan hari
baik, orang suci sebagai pemimpin upacara, melibatkan keluarga besar dan
masyarakat adat, serta beberapa aturan tersendiri yang telah disepakai dalam
suatu komunitas masyarakat adat. Semua proses perkawinan memiliki makna
simbolik yang sakral, sehingga wajib dilaksanakan kedua mempelai, serta
keluarga besarnya.

Dalam pelaksanaan pernikahan suku Bali mempunyai berbagai ritual


yang dilaksanakan. Menurut Adnyani (2016: 7), runtutan ritual pernikahan suku
Bali dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
No Upacara Ritual Pernikahan
1 Upacara sebelum pernikahan 1. Mesedek
2. Mepandih
3. Menentukan hari baik
4. Ngekeb
5. Penjemputan calon pengantin wanita
6. Upacara buka pintu
7. Mesegeh Agung
8. Mekala-kalaan
a. Menyentuh kala sepatan
b. Jual beli

c. Menusuk tikeh dadakan


2 Upacara pernikahan Mewidhi Widana benang
d. Memutuskan
3 Upacara setelah pernikahan Mejauman

Anda mungkin juga menyukai