Anda di halaman 1dari 15

DINAMIKA HUKUM WARIS ADAT DI INDONESIA

NOVA NUR ELISA'UL FITRIYA (05040122145)


VHIBYA MEISYA TSANIA (05040122160)
ZUHROTUN NAVISA (05040122164)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2023

ABSTRAK
Hukum waris adat di Indonesia memiliki peranan sentral dalam membentuk struktur sosial
dan kehidupan masyarakat. Dengan keberagaman budaya dan adat istiadat yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia, dinamika hukum waris adat menjadi kajian yang kompleks dan menarik.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali pemahaman komprehensif tentang evolusi,
implementasi, dan tantangan yang dihadapi oleh hukum waris adat di Indonesia. Studi ini
merinci perubahan signifikan dalam pola waris adat dari masa ke masa, mengidentifikasi
faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik yang memengaruhi perkembangan hukum waris
adat. Pemahaman mendalam tentang nilai-nilai budaya dan tradisi lokal yang menjadi dasar
hukum waris adat memberikan gambaran tentang keberlanjutan dan adaptabilitas sistem ini
dalam menghadapi dinamika zaman. Selain itu, penelitian ini menganalisis implementasi
hukum waris adat di lapangan dan interaksi antara hukum adat dengan sistem hukum
nasional. Perkembangan legislasi dan kebijakan yang berdampak pada hukum waris adat juga
menjadi fokus utama untuk menilai sejauh mana pengakuan dan perlindungan terhadap hak
waris adat dalam konteks hukum nasional. Konflik antara hukum adat dengan hukum positif
nasional, serta pengaruh perubahan sosial dan ekonomi terhadap sistem waris adat,
menantang keberlanjutan dan relevansi hukum waris adat di era kontemporer. Dengan
merangkum perjalanan sejarah, implementasi, dan tantangan yang dihadapi, penelitian ini
berupaya memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika
hukum waris adat di Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi
pembahasan kebijakan dan perbaikan regulasi untuk memastikan perlindungan yang optimal
terhadap hak waris adat di masa depan.
Kata Kunci: Dinamika, Hukum Adat, Waris. Indonesia

1
Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang kaya akan keberagaman budaya, suku,
dan adat istiadat, menandai keberadaan beragam sistem hukum di tengah masyarakatnya.
Salah satu sistem hukum yang mendalam akar keberadaannya adalah hukum adat. Hukum
adat merupakan warisan budaya nenek moyang yang terjalin erat dengan kehidupan sehari-
hari masyarakat, menunjukkan kesinambungan tradisi dan kearifan lokal dari generasi ke
generasi.

Makalah ini timbul dari pemahaman akan pentingnya meresapi dan menggali lebih
dalam tentang dinamika hukum adat di Indonesia. Perubahan zaman, modernisasi, dan
tekanan globalisasi telah memberikan dampak signifikan terhadap keberlangsungan dan
adaptasi sistem hukum adat. Dinamika ini menciptakan tantangan, namun sekaligus
peluang bagi hukum adat untuk tetap relevan dan memainkan peran penting dalam
menjaga harmoni sosial serta keberlanjutan lingkungan hidup.

Selain itu, pemahaman mendalam terhadap dinamika hukum adat juga relevan dalam
konteks perlindungan hak-hak masyarakat adat. Pemahaman ini menjadi kunci untuk
mengatasi berbagai konflik hukum dan hak asasi manusia yang muncul di sekitar
kepemilikan tanah, sumber daya alam, dan hak-hak tradisional masyarakat adat.

Melalui latar belakang ini, diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran yang mendalam tentang evolusi, perubahan, serta peran strategis hukum adat
dalam konteks Indonesia yang terus berkembang. Oleh karena itu, pemahaman mendalam
terhadap dinamika hukum adat di Indonesia menjadi suatu keharusan, seiring dengan
semakin kompleksnya tuntutan dan perubahan dalam masyarakat dan lingkungan
sosialnya. Dengan menyelami dinamika hukum adat di Indonesia, diharapkan dapat
membuka wawasan yang lebih luas mengenai kekayaan budaya dan kearifan lokal yang
menjadi pondasi utama bagi sistem hukum yang ada di tengah masyarakat Indonesi

2
Hukum Kewarisan Adat

Pengertian hukum waris ditinjau dari hukum adat adalah peraturan- peraturan
yang mengatur proses meneruskan serta mengoper barang-barang yang tidak berwujud
benda atau immateriele goederen dari suatu angkatan manusia (generasi) kepada
keturunannya. Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan
tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris, dan waris
serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan kepemilikannya dari
pewaris kepada waris.
Menurut Soepomo, hukum adat waris ialah “peraturan-peraturan yang mengatur
proses meneruskan dan mengoperkan barang-barang harta benda dan barang yang tidak
berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya. Ter Haar
merumuskan bahwa hukum adat waris adalah “peraturan- peraturan hukum yang
bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan
tentang penerusan dan pengoperan kekayaan materiil dan immaterial dari suatu generasi
kepada generasi berikutnya.1
Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme hal ini mengikuti ketentuan
hukum adat pada suku-suku atau kelompok-kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal
itu disebabkan oleh sistem garis keturunan yang berbeda-beda, yang menjadi dasar dari
sistem suku-suku atau kelompok-kelompok etnik. Hukum Waris Adat memuat peraturan-
peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta
benda dan barang-barang yang tidak berwujud (Immatereriele goederen) dari suatu
angkatan manusia (Generatie) kepada turunannya.
Bila merujuk pada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum adat waris
merupakan proses hukum yang ditempuh sebagai penyelesaian ketentuan pembagian atau
peralihan harta kekayaan yang merupakan peninggalan pewaris kepada ahli waris.
Hukum waris adat sangat dipengaruhi oleh persekutuan atau perkumpulan penganut
hukum adat pada masing-masing daerah

1
Wasikoh Soleman, Saharuddin Ambo, and Malpha Della Thalita, “Fiqih Mawaris dan Hukum Adat Waris
Indonesia,” Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law 2, no. 2 (December 25, 2022): 92–102.
3
Asas Kewarisan Adat

Kalau hukum kewarisan adat masyarakat di Indonesia dianalisis, maka ditemukan


lima (5) asas hukum kewarisan adat,5 yaitu: 1) Asas ketuhanan dan pengendalian diri, 2)
Asas kesamaan dan kebersamaan hak, 3) Asas kerukunan dan kekeluargaan, 4) Asas
musyawarah dan mufakat, dan 5) Asas keadilan.
Pertama, asas ketuhanan dan pengendalian diri. Kesadaran atas harta yang
dimiliki seseorang dan akhirnya ditinggalkan adalah merupakan rezeki dari tuhan yang
merupakan karunia dan keridhaan-Nya. Sehingga kepemilikan dari harta tersebut akan
diperoleh siapapun, sehingga bila harta tersebut merupakan peninggalan seharusnya tidak
untuk diperselisihkan pembagiannya, karena pada dasarnya bukanlah harta peninggalan
yang menjadi tujuan, namun kekeluargaan yang harmonis lah yang dijaga.
Kedua, asas kesamaan hak dan kebersamaan hak. Inti pada asas ini adalah setiap
ahli waris memiliki kedudukan yang sama atas ak untuk mewarisi harta peninggalan dari
pewaris, dengan melihat kewajiban serta tanggung jawab dari setiap ahli waris untuk
diperolehnya warisan tersebut. Dengan demikian pembagian harta warisan yang
dibagikan tidaklah sama banyaknya, melainkan pembagian itu seimbang berdasarkan hak
serta tanggung jawab yang diemban oleh ahli waris.2
Ketiga, asas kerukunan dan kekeluargaan. Kerukunan antar ahli waris adalah
merupakan hal yang inti pada setiap persoalan, juga termasuk dalam pembagian harta
warisan. Kerukunan terjaga maka hubungan kekeluargaan akan senantiasa harmonis,
hubungan kekerabatan yang tentram dan damai, tidak adanya perselisihan antara
sanak saudara, tidak adanya pertengkaran antara kakak beradik dan tentunya kemanfaatan
atas harta pembagian dari warisan dirasakan bersama.

2
Eric Eric, “HUBUNGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT DALAM PEMBAGIAN
WARISAN DI DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU,” Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan
Seni 3, no. 1 (October 4, 2019): 61–70.
4
Keempat, asas musyawarah dan mufakat, yaitu para ahli waris membagi harta
warisannya melalui musyawarah yang dipimpin oleh ahli waris yang dituakan dan bila
terjadi kesepakatan dalam pembagian harta warisan, kesepakatan itu bersifat tulus ikhlas
yang dikemukakan dengan perkataan yang baik dan keluar dari hati nurani pada setiap
ahli waris.
Kelima, asas keadilan, yaitu keadilan berdasarkan status, kedudukan, dan jasa,
sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan, baik sebagai ahli waris
maupun bagian sebagai bukan ahli waris, melainkan bagian jaminan harta sebagai
anggota keluarga pewaris.3
Pembagian warisan menurut hukum adat di Indonesia secara umum terdapat dua
bentuk yakni warisan dibagikan di saat pewaris masih hidup dan proses pewarisan yang
dilakukan setelah pewaris meninggal. Selain kekerabatan atau kekeluargaan yang
menjadi sistem pembagian harta warisan menurut hukum adat di Indonesia, dikenal juga
sistem lain yang berorientasi pada sifat kepemilikan harta waris setelah diwariskan oleh
pewaris, yaitu:
1. Sistem kewarisan individual, cirinya harta peninggalan dapat dibagi- bagi di
antara para ahli waris seperti dalam masyarakat bilateral di Jawa.
2. Sistem kewarisan kolektif, cirinya harta peninggalan itu diwarisi oleh sekumpulan
ahli waris yang bersama-sama merupakan semacam bidang hukum di mana harta
tersebut, yang disebut harta pusaka, tidak boleh dibagibagikan kepemilikannya di
antara para ahli waris dimaksud dan hanya boleh dibagikan pemakainya saja
kepada mereka itu (hanya mempunyai hak pakai saja) seperti dalam masyarakat
matrilineal di Minangkabau.
3. Sistem kewarisan mayorat, cirinya harta peninggalan diwarisi seluruhnya atau
sebagian anak saja, seperti halnya di Bali di mana terdapat hak mayorat anak laki-
laki yang tertua dan di Tanah Semendo Sumatera Selatan dimana terdapat hak
mayorat anak perempuan yang tertua.

3
Rahmat Haniru, “HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM
ADAT,” AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law 4, no. 2 (2014): 456–474.
5
Peran Adat dalam Pembentukan Norma-norma Hukum Waris

Hukum adat telah terlebih dahulu eksis mengatur tatanan kehidupan masyarakat
adat Indonesia dan tentu dalam batas yuridiksi masyarakat hukum adat tempat dimana
hukum adat itu tumbuh dan berkembang. Hukumadat berkembang sebagai dualisme
hukum dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pengaruh hukum sipil colonial Belanda
merasuk jauh kedalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kondisi itulah yang kemudian
dipulihkan kembali setelah Indonesia merdeka yang ditandai dengan diakuinya
keberadaan hukum adat dalam tatanan hukum Nasional.

Dengan adanya berbagai hukum yang mengatur kehidupan dalam masyarakat


negara, maka scenario pembangunan hukum dan bagaimana membentuk keharmonisasi
hukum jelas merupakan suatu masalah yang kompleks dan sangat berpengaruh pada
efektifitas hukum. Hukum adat sebagai salah satu wujud pluralisme hukum dalam
memberikan sejumlah catatan penting dalam kehidupan hukum di Indonesia,
permasalahan lebih kompleks dibanding negara- negara lain. Ini terutama karena banyak
ragamnya komunitas masyarakat adat dengan hukum adatnya masing-masing. Kalau pun
hukum-hukum adat itu akan diakamodir dalam hukumnasional. Selain keberlakuannya
sangat terbatas pada teritorial masyarakat adat itu sendiri.4
hukum adat sangat penting dalam suatu Masyarakat pluralistik dan dengan
memberikan pengertian hukum yang luas. Dalam hubungan ini apa sebenarnya
hukumadat itu tentulah harus dibedakan dengan tradisi. Dalam konteks ini Bohannan
mengemukakan, bahwa pengertian hukum harus dibedakan dengan tradisi (tradition) atau
kebiasaan (custom), atau lebih spesifik norma hukum mempunyai pengertian yang
berbeda dengan kebiasaan. Norma hukum adalah peraturan hukumyang mencerminkan
tingkah laku yang seharusnya (ought) dilakukan dalam hubungan antar individu.
Sedangkan, kebiasaan merupakan seperangkat norma yang diwujudkan dalam tingkah
laku dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Kadangkala kebiasaan bisa sama
dan sesuai dengan peraturan-peraturan hukum, tetapi kebiasaan bisa juga
bertentangan dengan norma-norma hukum. Ini berarti, peraturan hukum dan kebiasaan
adalah dua institusi yang sama-sama terwujud dalam bentuk norma-norma yang
mengatur perilaku masyarakat dalam hubungan antar individu, dan juga sama-sama
berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial dalam kehidupan masyarakat

4
Dr Ellyne Dwi Poespasari M.H S. H., Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di Indonesia (Kencana,
2018).
6
Dalam konteks Indonesia, hukum adat sesungguhnya adalah sistem hukum rakyat
(folk law) khas Indonesia sebagai pengejawantahan dari the living law yang tumbuh dan
berkembang berdampingan (co-existance) dengan sistem hukum lainnya yang hidup
dalam negara Indonesia. Walau pun disadari hukum negara cenderung mendominasi dan
pada keadaan tertentu terjadi juga, hukum negara menggusur, mengabaikan, atau
memarjinalisasi eksistensi hak-hak masyarakat lokal dan sistem hukum rakyat (adat)
pada tatanan implementasi dan penegakan hukum negara.

Pola Pewarisan Berdasarkan Garis Keluarga

Hukum waris adat memuat tiga unsur pokok, yaitu:

1. Mengenai subyek hukum waris, yaitu siapa yang menjadi pewaris dan siapa
yang menjadi ahli waris;
2. Mengenai kapan suatu warisan itu dialihkan dan bagaimana cara yang dilakukan
dalam pengalihan harta waris tersebut serta bagaimana bagian masing-masing
ahli waris;
3. Mengenai obyek hukum waris itu sendiri, yaitu tentang harta apa saja yang
dinamakan harta warisan, serta apakah harta-harta tersebut semua dapat
diwariskan.11

Prinsip-prinsip garis keturunan terutama berpengaruh terhadap penetapan ahli waris


maupun bagian harta peninggalan yang diwariskan (baik yang materiil maupun yang
immaterial). Menurut Hazairin, terdapat tiga prinsip pokok garis kekerabatan, antara lain:

1. Patrilineal

Yang menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, seperti


clan, marga, di mana setiap orang itu selalu menghubungkan dirinya hanya kepada
ayahnya. Oleh karena itu, termasuk ke dalam clan ayahnya yakni dalam sistem
patrilineal murni seperti di tanah Batak atau di mana setiap orang itu
menghubungkan dirinya kepada ayahnya atau kepada ibunya, tergantung kepada
bentuk perkawinan orang tuanya itu, dan karena itu termasuk ke dalam clan
ayahnya ataupun ke dalam clan ibunya yakni -dalam sistem patrilineal yang beralih-
alih, seperti di Lampung dan Rejang;

2. Matrilineal
7
Yang juga menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besarbesar,
seperti clan, suku, di mana setiap orang itu selalu menghubungkan dirinya hanya
kepada maknya atau ibunya, dan karena itu termasuk ke dalam clan, suku, maknya
itu;

3. Bilateral/Parental

Yang mungkin menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar-besar,


seperti tribe, rumpun, di mana setiap orang itu menghubungkan dirinya dalam hal
keturunan baik kepada maknya maupun kepada ayahnya.13

Dari pendapat Hazairin tersebut dapat dikatakan bahwa dalam system


kekerabatan patrilineal prinsip keturunannya yaitu mengikuti garis keturunan ayah.
Selain yang diungkapkan di atas, prinsip ini juga diterapkan di Bali.Dalam hal ini
hanya anak laki-laki saja yang berhak mewaris. Sedangkan prinsip matrilineal yaitu
prinsip keturunan yang mengikuti dari garis keturunan ibu.Sistem hukum warisan
atas dasar kekerabatan ini sudah berlaku sejak dahulu kala, sebelum masuknya
ajaran-ajaran agama di Indonesia, seperti Hindu, Islam, dan Kristen. 14 Sistem ini
diterapkan di Minangkabau. Di dalam sistem ini, yang berhak untuk mewaris yaitu
anak perempuan saja.

Peran Gender dalam Hukum Waris Adat

Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh


Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya
rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang
dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku.

Dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan parental seperti yang


dianut oleh masyarakat Jawa, Madura, Sumatra Selatan dan lain-lainnya pada prinsipnya
menempatkan kedudukan antara anak laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hal
mewaris. Semua anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kedudukan
yang sama yaitu sama-sama sebagai ahli waris. Apabila diperhatikan lebih jauh dalam
pembagian harta warisan justru terdapat sub-ordinasi dan dikriminasi terhadap anak
perempuan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya bagian yang diterima oleh anak laki-laki
dan perempuan berbanding 2 : 1 yang dalam istilah adat dikenal dengan isilah “sepikul
8
segendong”. Kalau dilihat dalam hal pengambilan keputusan dalam keluarga dan
masyarakat tetap berada di tangan laki-laki oleh karena demikian idiologi patriarki tetap
nampak pada masyarakat yang parental. Oleh karena demikian dalam masyarakat yang
parental tetap terdapat bias gender.

Pengaruh Modernisasi dan Globalisasi

Banyak orang berpendapat bahwa hukum adat adalah hukum peninggalan masa
lampau yang selalu berorientasi pada masa lalu, sehingga kurang cocok dengan
kehidupan modern seperti sekarang ini, yang memasuki era globalisasi. Pendapat
demikian, barangkali, tidak keliru tapi juga tidak seluruhnya benar. Dikatakan benar
karena diakui bahwa hukum adat bersifat tradisional, sementara kehidupan pada era
globalisasi menuntut segala sesuatu yang bersifat modern. Tidak seluruhnya benar,
karena ternyata terdapat beberapa peraturan perundang-undangan terbentuk, yang
diintroduksi dari hukum adat. Selain itu, hukum adat juga dinamis sesuai dengan
dinamika manusia yang menganut hukum adat tersebut.

Globalisasi pada umumnya orang memahaminya adalah adanya proses pada kehidupan
umat manusia menuju masyarakat yang meliputi seluruh bola dunia. Proses ini
dimungkinkan dan dipermudah oleh adanya kemajuan dalam teknologi khususnya
teknologi komunikasi dan transportasi Proses globalisasi itu pada perjalanan
15
berikutnya ditandai dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme Modernisasi
sebagai gerakan sosial ini bersifat revolusioner (perubahan cepat dari tradisi ke modern).
Selain itu, modernisasi juga berwatak kompleks (melalui banyak cara dan disiplin ilmu),
sistematik menjadi gerakan global yang akan mempengaruhi semua manusia, melalui
melalui proses yang bertahap untuk menuju suatu homogenisasi (convergensi) dan
bersifat progresif.

Pengaruh modernisasi dan globalisasi dalam hukum adat waris di Indonesia dapat
membawa dampak yang kompleks terhadap sistem nilai dan norma masyarakat adat.
Pengaruh globalisasi bisa membawa nilai-nilai konsumerisme yang berfokus pada materi
dan kekayaan. Ini dapat mempengaruhi pola pemikiran masyarakat adat terkait warisan,
di mana aspek materi mungkin menjadi lebih dominan.

9
Ayat Tentang Hukum Adat Waris

Ayat-ayat Al-Qur'an tentang Hukum Adat Waris di Indonesia, Hukum adat waris
di Indonesia merupakan sistem hukum yang mengatur tentang harta peninggalan atau
harta warisan yang dialihkan dari pewaris kepada ahli waris. Hukum adat waris di
Indonesia bersifat lokal, tidak tertulis, dan dinamis.

Hukum adat waris di Indonesia memiliki beberapa persamaan dan perbedaan


dengan hukum waris Islam. Salah satu persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur
tentang pembagian harta warisan kepada ahli waris. Namun, terdapat juga beberapa
perbedaannya, seperti dalam hal sistem kekerabatan yang digunakan, bagian yang
diterima oleh masing-masing ahli waris, dan hak-hak yang dimiliki oleh para ahli waris. 5

Ayat-ayat Al-Qur'an tentang hukum adat waris di Indonesia dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu Ayat-ayat yang mengatur tentang pembagian harta warisan secara
umum. Ayat-ayat yang mengatur tentang pembagian harta warisan kepada ahli waris
tertentuAyat-ayat yang mengatur tentang pembagian harta warisan secara umum. Ayat-
ayat Al-Qur'an yang mengatur tentang pembagian harta warisan secara umum adalah
sebagai berikut:

Surat An-Nisa' ayat 7:

‫ُيوِص يُك ُم ُهَّللا ِفي َأْو اَل ِد ُك ْم ِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُأْلْنَثَيْيِن‬

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua bagian anak perempuan." Ayat ini
mengatur tentang bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris. Bagian seorang
anak laki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan.

Surat An-Nisa' ayat 11:

‫َفِإْن ُك َّن ِنَس اًء َفْو َق َثاَل ٍث َفَلُهَّن ُثُلَثا َم ا َتَر َك‬

"Jika mereka (para ahli waris) itu lebih dari tiga wanita, maka bagi mereka

5
Adelina Nasution, “PLURALISME HUKUM WARIS DI INDONESIA,” Al-Qadha : Jurnal Hukum Islam
dan Perundang-Undangan 5, no. 1 (2018): 20–30.
10
seperdua dari harta yang ditinggalkan." Ayat ini mengatur tentang bagian yang diterima
oleh tiga orang wanita atau lebih. Bagian mereka adalah seperdua dari harta yang
ditinggalkan.

Surat An-Nisa' ayat 12:

‫َفِإْن َكاَنْت َو اِح َد ًة َفَلَها الِّنْص ُف‬

"Jika ia (ahli waris) itu seorang wanita, maka ia memperoleh separo." Ayat ini mengatur
tentang bagian yang diterima oleh seorang wanita. Bagiannya adalah separo dari harta
yang ditinggalkan.

Surat An-Nisa' ayat 176:

‫َو َلُك ْم ِنْص ُف َم ا َتَر َك َأْز َو اُج ُك ْم ِإْن َلْم َيُك ْن َلُهَّن َو َلٌد َفِإْن َك اَن َلُهَّن َو َلٌد َفَلُك ُم الُّر ُبُع ِمَّم ا َتَر ْك َن ِم ْن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُيوِص يَن ِبَها َأْو‬
‫َد ْيٍن‬

"Dan bagimu (suami-suami) seperempat dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka mempunyai anak, maka bagimu (suami-
suami) seperempat dari harta yang ditinggalkan mereka, sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau sesudah dibayarkan utang-utang mereka."

Ayat ini mengatur tentang bagian yang diterima oleh suami dari harta warisan
istrinya. Bagiannya adalah seperempat jika istri tidak mempunyai anak, dan seperempat
dari sisa harta setelah dibayarkan wasiat dan utang-utang istrinya jika istri mempunyai
anak. Ayat-ayat yang mengatur tentang pembagian harta warisan kepada ahli waris
tertentu Ayat-ayat Al-Qur'an.6

6
Iim Fahimah, “SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM WARIS DI INDONESIA,” Nuansa : Jurnal
Studi Islam dan Kemasyarakatan 11, no. 2 (December 1, 2018), accessed December 9, 2023,
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/view/1367.
11
Kesimpulan

Hukum dan Hukum Adat pada dasarnya memiliki makna yang sama yakni
sebagai suata norma yang mengatur tingkah laku serta perbuatan manusia, agar
terciptanya sebuah ketertiban ditengah tatanan masyarakat. Hal yang membedakan
hukum adat dengan hukum yang lain, sifatnya yang tidak tertulis dan tidak dibuat oleh
lembaga legislatif. Makalah ini telah menelusuri dan menganalisis dinamika hukum waris
adat di Indonesia, merangkum sejumlah aspek yang mencakup Peran Adat dalam
Pembentukan Norma-norma Hukum Waris, Pola Pewarisan Berdasarkan Garis Keluarga,

Peran Gender dalam Hukum Waris Adat, Pengaruh Modernisasi dan Globalisasi,
Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan”Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” yang berarti bahwa
negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam system
hukum Indonesia. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan sumber daya
agrarianya disebut dengan hak ulayat. Konflik-konflik ini juga yang melatarbelakangi
munculnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Dalam putusan
tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hutan adat bukan lagi merupakan
hutan negara, melainkan hutan milik masyarakat adat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Eric, Eric. “HUBUNGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT DALAM
PEMBAGIAN WARISAN DI DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU.”
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni 3, no. 1 (October 4, 2019): 61–70.

Fahimah, Iim. “SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM WARIS DI INDONESIA.”


Nuansa : Jurnal Studi Islam dan Kemasyarakatan 11, no. 2 (December 1, 2018).
Accessed December 9, 2023.
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/view/1367.

Haniru, Rahmat. “HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM


DAN HUKUM ADAT.” AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family
Law 4, no. 2 (2014): 456–474.

M.H, Dr Ellyne Dwi Poespasari, S. H. Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di


Indonesia. Kencana, 2018.

Nasution, Adelina. “PLURALISME HUKUM WARIS DI INDONESIA.” Al-Qadha :


Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan 5, no. 1 (2018): 20–30.

Soleman, Wasikoh, Saharuddin Ambo, and Malpha Della Thalita. “Fiqih Mawaris dan
Hukum Adat Waris Indonesia.” Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law 2, no.
2 (December 25, 2022): 92–102.

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai