Anda di halaman 1dari 58

STUDI KOPARATIF HUKUM ISLAM DALAM

PEMBAGIAN WARIS DENGAN SISTEM MAYORAT


SUKU ADAT RANAU
(STUDI DI DESA KOTA BATU KECAMATAN WARKUK RANAU
SELATAN KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN SUMATERA
SELATAN)
SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memproleh


Gelar Sarjana Hukum

DIAJUKAN OLEH:

NAMA : ANDRIANSYAH

NPM : 1974201104

BAGIAN : HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM
UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TAHUN 2023
HALAMAN PERSETUJUAN
Usulan penelitian untuk skripsi ini telah disahkan oleh dosen
pembimbing, pada
Hari :
Tanggal :

Penyususun:

ANDRIANSYAH
1974201104

Disetujui:
Dosen Pembimbing

MIKHO ARDINATA, S.H.,M.H


NBK: 1011260072
HALAMANs KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah

diajukan untuk memproleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi

lain, dan sepanjang penetahuan saya didalamnya tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar Pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti tulisan saya

menjiplak karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima

sanksi sesuai dengan keputusan universitas Muhammadiyah Bengkulu.

Demikian surat pernyataan ini saya buat agar digunakan

sebagau mestinya.

Bengkulu, 2023

ANDRIANSYAH
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada setiap pembagian warisan termasuk dalam adat.

,...Adapun arti dari hukum adat yang memiliki arti aturan kebiasaan

ini pun sudah lama di ketahui di Indonesia sepeti di Aceh pada

massa kepemimpinana sultan Iskandar Muda (1607-1636) istilah

hukum adat ini pun telah dipergunakan, ini pun di buktikan dalam

kitab Hukum “Shafinatul Hukkam Fi Takhlisil Khassam”.1

Hukum adat atau hukum kebiasaan adalah hukum umum

merujuk suatu serangkaianyang tidak tertulis dan timbul dari adat-

istiadat yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adat

tertentu. Hukum adat penduduk asli yang berlaku saat ini adalah

hukum adat yang telah ada sebelum tahun 1808 Masehi. ketika

Thomas Stamford Raffles melakukan perubahan yaitu “aturan-

aturan yang tidak tertulis dan menjadi pedoman bagi seluruh rakyat

Indonesia dan yang harus dipatuhi oleh penduduk asli dalam

kehidupan bermasyarakat sehari-hari di Indonesia baik di kota

maupun desa. Hukum adat adalah istilah dari masa lalu yang

mengacu pada pemberian informasi hukum kepada kelompok

tentang berbagai pedoman dan fakta yang mengatur dan

1
Wulansari Dewi, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar,Edisi Keempat. PT Refika
Aditama.Bandung,2010,Hlm.1.
mengungkap kehidupan masyarakat Indonesia.

Hukum adat selalu dijaga oleh orang-orang yang masih

fanatik terhadap adanya bidang, sehingga sangat sulit untuk

menyatukan hukum waris di indonesia, banyak faktor yang

menjadikan penyebabnya. Salah satunya antara yang dikemukakan

oleh Mocthar Kusumaatmadja, bahwa “bidang hukum waris

dianggap sebagai salah satu bidang hukum yang berada di luar

bidang-bidang yang bersifat netral. Seperti hukum perseroan, hukum

kontrak dan hukum lalu lintas.2

Sistem adat waris merupakan bagian dari sistem

kekeluargaan yang terdapat di indonesia. Oleh karena itu, yang

menjadi titik fokus dari sistem adat waris adalah bentuk masyarakat

dan sifat kekeluargaan yang dianut oleh daerah tertentu. Jadi hukum

waris mana yang berlaku bagi orang yang meninggal dunia. Oleh

sebab itu apabila yang meninggal dunia atau pewaris termasuk

golongan penduduk indonesia. Maka yang berlaku adalah hukum

adat waris. Sedangkan apabila pewaris termasuk golongan penduduk

Eropa atau Asia Timur, bagi mereka berlaku hkum waris barat.3

Bahkan dalam literatul hukum islam juga ada beberapa istilah

yang digunakan untuk hukum waris Islam, seperti fiqhmawari,

hukum waris, dan ilmu farad. Alasan perbedaan penamaan adalah

2
Muctar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional,
(Bandung: Binacipta, 1976), Hlm.4
3
Rentowulan Susantio, Wanita dan Hukum, (Bandung: Alumni, 1979), Hlm.84-85
perbedaan arah yang dijadikan pokok bahasan. Pengertian warisan

terdapat pada pasal 1 huruf e yaitu:

“Hukum waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta

Bersama setalah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit

sampai meninggalnya, biaya pengurus jenazah (tajhiz), pembayaran

hutang dan pemberian untuk kerabat.”

Sedangkan pengertian dari harta peninggalan terdapat pada

pasal 1 huruf d adalah: “Harta peninggalan adalah harta yang

ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang

menjadi miliknya maupun hak-haknya”.

Dalam literatur hukum Indonesia digunakan pula beberapa

nama yang keseluruhannya mengambil dari Bahasa Arab, yaitu

waris, wari-san, pusaka dan hukum kewarisan, yang menggunakan

nama hukum waris, memandang kepads orang yang berhak

menerima harta warisan, yaitu yang menjadi subjek dari hukum ini.4

Pengertian hukum Kewarisan menurut KHI (Kompilasi

Hukum Islam) pada pasal 171 huruf (a) adalah “Hukum yang

mengatur tentang pengalihan hak pemilik harta peninggalan (tirkah)

pewaris, dalam siapa saja yang berhak untuk menjadi ahli waris dan

berapa bagiannya masing-masing. Dengan demikian hukum waris

islam adalah seperangkat yang mengatur tentang proses pengalihan

harta peninggalan orang yang telah meninggal dunia dan mentukan


4
Aulia Muthia,Hukum Islam Dinamika Seputaran Hukum Keluarga,Yogyakarta:Pustaka
Baru Press.2017,Hlm.145-146
siapa yang akan menjadi pewaris, mereka yang berhak menerima

bagian dari warisan dan juga dalam tutorial ini akan belajar

bagaimana masing-masing sistem warisan menurut ajaran Islam.5

Pengertian warisan yang sering dijumpai pada kitab-kitab

fiqih merupakan upaya maksimal para ahli dalam merefleksikan

hasil pemhamannya terhadap ayat-ayat Al-Qu’ran dan Sunnah

Rasul.SAW yang mengatur tentang hukum islam yang menatur

tentang Hukum Kewarisan Islam. Dalam hal ini, Allah SWT

berfiman dalam Al-Quran Surah An-Nisa ayat-11 yang artinya

sebagai berikut:

Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka


untuk) anak-anakmu. Yaitu: Bahagia seorang anak lelaki sama
dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
maka ia memeperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
orang yang meninggal itu mempunyai anak; meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya, makai bunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, makai bunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian
tersebut diatas) sesudah dipenuh wasiat yang Ia buat atau sesudah
bayar hutangnya. Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa antara mereka yang lebih dekat manfaatnya
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguh nya Allah Maha
mengetahui lagi maha bijaksana.6
Sedangkan hukum adat waris sendiri ialah hukum waris yang

diatur dalam Burgerljik Wetboek mengenal hak tiap-tiap waris atas

bagian yang tertentu dari harta peninggalan. Segala barang harta

peninggalaan itu merupakan suatu kesatuan abstrak, yang dapat

5
Ibid.Hlm.147
6
Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemah,Hlm.78
dinilai dengan sejumlah uang yang tertentu banyaknya dan yang

tiap-tiap waktu dapat di bagi-bagi dalam pecahan berdasar ilmu

berhitung menurut perhitungan pada waktu meninggalnya pewaris.

Hukum adat kewarisan berpacu atas prinsip-prinsip yang timbul

pada aliran-aliran pikiran komunal dan nyata dari bangsa indonesia.

Hukum adat kewarisan berpacu atas prinsip-prinsip yang

timbul pada aliran-aliran pikiran komunal dan nyata dari bangsa

indonesia.7 Hukum kewarisan yang berlaku dikalangan masyrakat

Indonesia sampai sekarang masih memiliki sifat pluarisme, yaitu

ada yang mengikuti aturan kepada hukum waris dalam kitab undang-

undang Hukum perdata, hukum waris islam dan hukum adat. Karena

masyarakat Indonesia memiliki keluarga multi etnis dengan banyak

adat dan hukum adatyang satu dengan yang lainnya cukup berbeda,

bahkan memiliki suatu hal tersendiri yang dimana menjadi hukum

terlibat di dalamnya.8

Sedangkan pada dasarnya latar belakang di indonesia,

walaupun penduduknya mendominasi Beragama muslim namun

pada konsep mentransfer hak benda yang diwariskan ke sistem yang

berbeda. Demikian pula dalam sistem pewarisan yang normal

diwarnai oleh system kekeluargaan pada masyarakat yaitu:

A. Sistem Parental, merupan suatu sistem waris yang


dengan cara pembaian warisannya kepada ahli waris
laki-laki dan perempuan, misalnya: pada masyarakat di
7
Soepomo,Bab-Bab Tentang HUKUM ADAT,Pradia Paramita, Jakarta,1981.Hlm.81
8
Muddin, Muhammad Imam.2020.Sistem kewarisan Mayorat Pada Suku Komering
Dalam Persefektif URF: Bengkulu(skripsi).Hlm3
jawa.
B. Sistem patrialineal, merupkan suatu sitem kewarisan
dengan macam cara pembagian harta warisan kepada
ahli wariskhusus.
C. Sistem Parental, merupan suatu sistem waris yang
dengan cara pembaian warisannya kepada ahli waris
laki-laki dan perempuan, misalnya: pada masyarakat di
jawa.
D. Sistem patrialineal, merupkan suatu sitem kewarisan
dengan macam cara pembagian harta warisan kepada
ahli waris khusus terutama pada anak laki-laki,
misalnya: pada masyarakat di suku Batak.
E. Sistem patrialineal, merupkan suatu sitem kewarisan
dengan macam cara pembagian harta warisan kepada
ahli waris khusus terutama pada anak laki-laki,
misalnya: pada masyarakat di suku Batak.
F. Sistem kolektif, yaitu merupakan sebuah harta
peninggalan yang diwarisi oleh sekelompok ahli waris
yang dimana Bersama merupakan semacam badan
hukum harta tersebut merupakan warisan pusaka yang
tidak boleh di bagi kepada pemiliknya.
G. Sistem mayorat, merupakan sistem pengalihan harta
warisan yang dimana si ahli waris diwariskan
seluruhnya atau juga Sebagian besar kepada salah satu
orang anak saja. Pada umunnya diberikan kepada anak
lelaki atau anak perempuan tertua saja, misalnya: Bali
dan Lampung untuk anak Laki- laki, Sumatera Selatan,
Dayak Tayan, dan Sandak di Kalimantan untuk anak
perempuan. 9
Disamping itu bagi masyarakat di Indonesia yang dimana

notabennya masih menaati agama dalam sistem kewarisan sesuai

dengan ajarana leluhurnya masing-masing. Dalam pandangan

hukumkewarisan tersebut telah dutentukan siapa saja yang menjadi

ahli waris dan siapa saja yang berhak untuk bagian dari harta

warisan tersebut, berapapun bagian mereka masing-masing,

bagaimana sistem pembagiannya, serta diatur pula berbagai hal

9
Nugroho, Bambang Daru, Hukum Perdata Indonesia, PT Refika
Aditama,Bandung,2017,Hlm.89-90.
yangn berhubungan dengan soal pembagian harta waris ini.10

Sedangkan pada masyarakat Suku Ranau di Kecamatan

Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan

Provinsi Sumatra Selatan menggunakan system Patrialinel, yaitu

merupakan system kewarisan yang dimana menarik garis dari

leluhur laki-laki tertua dan berhak dalam harta warisan sebagai garis

keturunana mereka sehingga tidak adanya anak laki-laki bisa

dikatakan tidak memiliki garis keturunana atau hilangnya garis

keturuana.11 Namun hal ini pun sering terjadi dikait-eratkan

padakomposisi warga yang dominan suku ranau dalam biasanya

yang dimana eksistensi anak lelaki sangat penting keberadaanya

buat penerus garis keturunan dan nama keluar.

Adapun kebiasaan yang diterapkan pada masyarakat ranau

Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Oku selatan, dimana

pada dasarnya lebih mengikuti sistem kewarisan mayorat yang

dimana seluruh harta benda peninggalan jatuh kepada anak lelaki

tertua yang dimana memiliki bagian paling besar pada saudar laki-

laki lainnya terus apabila adanya anak perempuan akan mendapatkan

bagian tergolong lebih sedikit yang dimana anak lelaki tertua lah

penerus keturunan dari keluarga orang tua, apabila anak lelaki tertua

memiliki adik yang masih bersekolah dan belum menikah maka dia

10
Moh Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan
Hukum Positif di Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika,2011,Hlm.16
11
Ibid,Hlm.3.
harus baginya anak laki-laki tertua lah apabilah telah mendapat

peninggalan dari orang tua wajib menmbiayai dan membiayai hidup

sampai akhir Pendidikan. Akan tetapi pada anak perempuan tidak

mendapatkan bagian dari harta warisan disebabkan anak perempuan

akan mengikuti suaminya dan yang berhak membiayai hidupnya

adalah suaminya. Namun pada garis keturunan apabila tiada anak

laki- laki pada keluarga tersebutsehinggasuami dari anak perempuan

tertualah diangkat menjadi anak dan menjadi ahli waris dalam

keluarga tersebut, dalam hal tersebut dinamakan “Semanda”.

kedudukan anak laki-laki dalam keluarga sehingga jika tidak

memiliki anak laki-laki dikatakan setara dengan tidaknya memilki

garis penerus keturunan atashilangnya pewaris oleh sebab itu hak

waris beralih pada suami dari anak perempuan tertua jika masih

belum memiliki anak laki-laki. Dan siapa saja yang mewarisan

dalam adat ranau maka berhak membiayai adik-adiknya sampai

selesai. Namun ada sebagian keluarga yang melakukan pembagian

waris dengan cara hukum islam dan adat kota batu dari pihak ini

mengambil jalan tengah yaitu dengam mencampurkan hukum islam

dan adat.

Pembagian harta waris pada masyarakat Suku Komering

dilakukan ketika pewaris sudah meninggal, yaitu warisan jatuh

kepada anak laki-laki tertua sebagai ahli waris yang bertangung

jawab terhadap adik-adiknya serta keluarga mengantikan peran


pewaris (ayah) sebagai kepala keluarga. Namun seiring

perkembangan jaman pembagian waris suku komering mengalami

pergeseran, dimana yang seharusnya harta warisan dikuasai penuh

oleh anak laki-laki tertua sekarang anak perempuan juga

mendapatkan bagiannya. Dalam hal ini sangat bertentang dengan

hukum Islam yang mengatur bahwa setiap istri dan saudara-saudara

dari pewaris berhak mendapatkan harta waris yang ditinggalkan oleh

pewaris hanya saja bagian-bagiannya saja yang akan berbeda.12

Permasalahan hukum waris adat yang berlaku di Desa kota

Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Oku Selatan

Provinsi Sumatera Selatan perlu dikaji karena sistem pembagian

waris masyarakat adat ranau bersifat turun menurun dan tidak ada

dasar hukum atau pedoman tentang waris yang dibukukan sehingga

masyarakat melakukan pembagian harta waris tidak sesuai dengan

kewarisan hukum ialm dan pembagian tersebut bertentangan dengan

hukum islam.

Berangkat dari fenomena diatas oleh karena itu penulis

merasa perlu untuk melaksanakan penelitian lanjut mengenai “Studi

Koparatif Hukum Islam Dalam Pembagian Waris Dengan

System Mayorat Suku Adat Ranu (Studi Di Desa Kota Batu

12
M Mizan Ansori Zain Muhammad, “Pembagian Pusaka Dalam Islam”, (Surabaya: Bina
Ilmu 1981),Hlm.9.
Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Ogan Komering

Ulu Selatan Sumatra Selatan)”

B. Rumusan Masalah

Bedasarkan pada latar belakang yang ada maka yang menjadi

rumusan masalah sebagai berikut :

A. Bagaimana pembagian harta warisan menurut adat ranau yang

berada pada Kecamatan Ranau Selatan Kabupaten Oku Selatan?

B. Pandangan Hukum Islam dalam Pembagian harta warisan dalam

adat Ranau di Kecamatan Ranau Selatan Kabupaten Oku

Selatan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yakni sebagai berikut:

A. Bagaimana pembagian waris yag ada di suku ranau yang berada

di kecamatan warkuk ranau selatan kabupaten oku selatan.

B. Bagaimana pandangan hukum islam dalam sistem pembagian

harta warisan dalam adat suku ranau di kecamatan warkuk ranau

selatan kabupaten oku selatan provinsi sumatera selatan.

D. Kegunaan Penelitian

Penulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

penulis dalam segi dari segi teoritis maupun praktis, antara lain:

A. Secara Teoritis
1) Pada Penelitian ini penulis berharap meberikan kontribusi

yang cukup positif baik pada akademi khusnya dalam

penulisan ini untuk mengulik lebih dalam tentang sistem

kewarisan mayorat pada suku ranau di kecamatan Ranau

Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Sumatera

Selatan.

2) Dalam hal ini diharapkanya penulis dapat memberikan

rujukanini pada penelitian selanjutnya yang dimana berkaitan

dengan hasil penelitian ini sekaligus dapat mencari serta

solusi.

B. Secara Praktiis

1) Dalam hal ini di harapkan untuk di jadikan sebuah kompilasi

supaya bisa bahan acuan dan dapat memberisebuah

informasipada kalangan masyarakat yang masih awam

dalamsystem mayorat ini pada suku Ranaudi Kecamatan

Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu

Selatan Provinsi Sumatera Selatan.

2) Dalam hal ini diharapkan mampu meberikan ilmu

pengetahuan terutama bagi penulis secara pribadi dan

masyarakat yang pada umumnya belum mengetahui system

kewarisan mayorat pada suku Ranau di Kecamatan Warkuk

Ranau Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu selatan

ProvinsiSumatra Selatan.
E. Penelitian Terdahulu

Skripsi Huma Sarah “Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan

Berdasarkan Hukum Adat Pada Masyarakat Suku Minangkabau Di

Kota Matsum II Medan” Tahun 2020 program studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum yang Universitas Medan Area di dalam skripsi ini

permasalahan yang dibahas bagaimana pelaksanaan pembagian harta

warisan pada masyarakat adat suku Minangkabau di kota Mastum

dan bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

perubahan pembagian harta warisan masyarakat suku minangkabau

khususnya tinggal di kota Matsum Kota Medan.13 sedangkan dalam

skripsi ini membahas sistyem kewarisan suku adat ranau yang harta

warisannya dominan di jatuhkan pada anak laki-laki tertua,

sedangkan saudara lainnya juga mendaptkan bagian.

Skripsi Achmad Alga Fiqi Ibnu Qoyin “Tinjauan Fiqh

Mawaris Terhadap Pembagian Waris Adat Sistem Bilateral

Individual ( Studi Kasus Di Desa Lubuk Rukam Kecamatan

Peninjauan Kabupaten Ogan Komering Ulu)” Tahun 2017 Program

Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultans Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negri (UIN) Raden Fatah Palembang di dalam

skripsi ini permasalahan yang dibahas bagaimana pelaksanaan waris

adat sistem Bilateral Individual di desa Lubuk Rukam kecmatan

13
Huma Sarah “Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Berdasarkan Hukum Adat Pada
Masyarakat Suku Minangkabau Di Kota Matsum II Medan”( skripsi program studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum yang Universitas Medan Area, 2020)
peninjauan Kabupaten Ogan Komering Ulu masyarakat desa tersebut

mengkhususkan anak laki-laki atau perempuan tertua mendapatkan

harta waris yang lebih banyak dari saudara-saudaranya.14 sedangkan

dalam skripsi ini membahas sistyem kewarisan suku adat ranau yang

harta warisannya dominan di jatuhkan pada anak laki-laki tertua,

sedangkan saudara lainnya juga mendaptkan bagian.

Skripsi Nengsih Puspita Sari “Praktik Pembagian Warisan

Pada Masyarakat Suku Serawai Perspektif Hukum Islam (Studi Di

Desa Serang Bulan Kecamatan Pino Raya Kabupaten Bengkulu

Selatan)” Tahun 2021 Program Studi Hukum Keluarga Islam

Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu

didalam skripsi ini permasalahan yang di bahas bagaimana praktik

pembagian waris pada masyarakat suku serawai di desa serang bulan

kecamatan pino raya kabupaten bengkulu selatan.15sedangkan dalam

skripsi ini membahas sistyem kewarisan suku adat ranau yang harta

warisannya dominan di jatuhkan pada anak laki-laki tertua,

sedangkan saudara lainnya juga mendaptkan bagian.

14
Achmad Alga Fiqi Ibnu Qoyin “Tinjauan Fiqh Mawaris Terhadap Pembagian Waris
Adat Sistem Bilateral Individual ( Studi Kasus Di Desa Lubuk Rukam Kecamatan Peninjauan
Kabupaten Ogan Komering Ulu)”( Skripsi Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultans
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Raden Fatah Palembang,2017)
15
Nengsih Puspita Sari “Praktik Pembagian Warisan Pada Masyarakat Suku Serawai
Perspektif Hukum Islam (Studi Di Desa Serang Bulan Kecamatan Pino Raya Kabupaten Bengkulu
Selatan)”(Skripsi Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Bengkulu,2021)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Adat Waris

a. Adat waris

Hukum adat kewarisan di indonesia merupakan salah satu

bagian hukum perdata secara keseluruhan merupakan bagian kecil

dari hukum keluarga. Hukum adata waris terkait erat dengan ruang

lingkup kehidupan masyarakat. Namun pada setiap manusia pasti

akan adanya mengalami peristiwa hukum, yaitu adanya kemayian,

sehingga akan menimbulkan akibat hukum dari peristiwa kematian

hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat telah

meninggalnya seseorang meninggalnya tersebut telah di atur

hukum waris. Di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

berlaku jenis-jenis sistem hukum waris, yaitu hukum waris barat

yang tercantum dalam Burgerkijk Wetboek (BW), hukum waris

islam dan hukum waris adat. Dalam hukum kewarisan adat jga

masih bersifat pluralism hukum, karena pada realitanya hukum

waris adat masih di pengaruhi oleh tiga sistematika kekerabatan

atau kekeluargaan yang ada dalam masyarakat indonesia:16

b. Jenis-jenis sistem pembagian waris

1) sistem patrilineal, yang dimana sistem ini menggunakan

Poespasari, Ellyne Dwi.2018.Pemahaman Seputar Hukum Adat di


16

Indonesia.Pranadamedia Group: Jakarta Timur,Hlm.1.


sistem menarik garis keturunana laki-laki atau ayah yang

terdapat pada masyarakat seperti di tanah Gayo,Alas Batak,

Bali, Irian Jaya, Timor.

2) Sistem matrilineal, yang dimana sistem ini menarik garis

keturunana perempuan atau ibu yang terdapat pada

masyarakatMinangkabau.

3) Sistem parallel atau bilateral yang dimana sistem ini

menarik garis keturunan ayah dan ibu yang terdapat pada

masyarakat Jawa, Madura, Sumatera Timur, Aceh,

Sumatera Selatan, seluruh Kalimantan, Ternate, dan

Lombok.17

B. Hukum Waris Menurut Hukum Islam

1. Pengertian waris

Dalam islam hukum waris adalah hukum yang dimana mengatur

perihal harta kekayaan yang di tinggalkan seseorang yang meninggal dunia

serta akibatnya yag ditinggalkan seseorang meninggal serta akibatnta bagi

para ahli waris.18 Di antara aturan yang mengaturhubungan sesame manusia

yang ditetapkan allah adalah aturan tentang harta waris. Harta yang

ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan peraturan

tentang siapa yang berham mendapatkannya, berapa hak waris yang iya

dapatkan dan bagaimana cara mendapatkannya. Sedangkan aturan tentang

17
Ibid,Hlm.2.
18
Effendi Parangin, Hukum Waris,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006),Hlm.3.
waris tersebut di tetapkan oleh Allah melalui sebuah firmannya ysng

terdapat dalam Al-Quran terutama Surah An-Nisa ayat 7,8,11,12 dan 176

pada dasarnya ketentuan Allah yang berkenanan dengan kewarisan telah

jelas maksud,arah dan tujuannya.19 Hukum kewarisan islam atau yang

dikenal sebagai The ISlamic Law Of Inheritamnce, mempunyai karakteristik

tersendiri jika dibandingkan dengan system hukum lainnya, misalnya civil

law ataupun common law. Didalam hukum islam, ketentuan materilnya bagi

orang-orang yang ditinggalkan pewaris telah di gariskan dalam alquran dan

hadist secara terperinci dan jelas.20

2. Dasar hukum Kewarisan Islam

Pada dasarnya hukum kewarisan itu bersumber pada beberapa ayat

Al-Quran dan Hadist Rasulullah yang terdiri dari ucapan, perbuatan dan hal-

hal yang telah ditentukan Rasulullah. Baik dalam Al-Quran maupun hadist-

hadist Rasullah didalam hukum kewarisan itu sudah secara tegas mengatur

dan juga ada yang secra tersirat bahkan juga ada yang hanya berisikan

pokok-pokonya saja.

Adapun yang bersumber dari Al-quran yaitu surat An-Nisa [4]: 7-9,

11,12,176 tentang harta pusaka dan pewarisnya yaitu dalam surah An-Nisa

[4]: 33, adalah sebagai berikut:

Yang artinya :

19
Muhabibin,Moh,Ahmad Wahid.2007.Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan
Hukum Positif Indonesia,Edisi Revisi.Sinar Grafik: Jakarta Timur,Hlm.2.
20
Ibid,Hlm.3.
a. QS. An-Nisa [4]: 7-9

“bagi orang lai-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi orang Wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnay, baik sedikit atau banyaknya
menurut bahagian yang telah di tetapkan.” ( QS. An-Nisa[4]:7).

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir krabat, anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik.”( QS. An-Nisa [4]: 8)

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan dibelakang mereka anakanak yang lemah, yang meraka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah meraka mengucapkan
perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa [4]: 9)

b. QS. An-Nisa [4]: 11-12

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-


anakmu. Yaitu: bagiam seorang anak laki-laki sama dengan bahagian
dua orang anak perempuan: dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua, maka bagian mereka dua per tiga dari harta yang telah
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan
ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(tentang) orang tuamu dan anakanakmu. Kamu tidak mengetahui siapa
diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.”(QS. An-Nisa [4]: 11)

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh


isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu
itu mempunyai anak, maka kamu mendapatkan seperempat dari harta
yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) sudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau
(dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi 20
masing-masing dari kedua jenis saudar itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat
(kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syaari‟at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun.” (QS. An-Nisa [4]:12)

c. QS. An-Nisa [4]: 176


“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang dirtinggalkan ibu
bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika
ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka,
maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah
menyaksikan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa [4]: 33)
d. QS. An-Nisa [4]: 176

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:


“Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu); jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari
harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai
(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli
waris itu tersendiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian duaorang saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu
tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa
[4]: 176
3. Asas-Asas Hukum Kewarisan

a. Asas ijbari

Yaitu peralihan harta dari seorang yang telah meninggal kepada ahli

warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak allah tanpa

tergantungnya kepada kehendak dari pewaris atau permintaan dari

ahli warisnya.
b. Asas bilateral

Yaitu harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Hal ini

berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisana dari kedua

belah pihak garis kerabat.

c. Asas individual

Yaitu harta warisan dapat dibagi-bagi yang dimiliki secara

perorangan masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara

tersendiri tanpa terkait dengan ahli waris lainnya

d. Asas keadilan berimbang

Yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban dankeseimbangan

antara yang di peroleh dengan keperluan dan kegunaan.21

4. Rukun Dan Syarat Waris

Pada dasarnya persoalan waris selalu di identikan dengan

perpindahan kepemilikan sebuah benda, hak dan tanggung jawab dari

pewaris kepada ahli waris. Dalam hukum waris islam penerimaan harta

warisan didasarkan asas Ijbari, yaitu harta warisnya berlaku dengan

kehendak Allah tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris atau ahli

warisnya.22 Pengertian tersebut apabila terwujudnya jika syart yang

harus di penuhi dengan sesuai dan tidak terhalang oleh pewaris lainnya.

21
Mardani,2015, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Cet. 2,(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada), Hlm.5
22
Ibid, Hlm.5
Dalam hal ini ada beberapa syarat yang harus di penuhi dalam

pembagian warisan. Syart-syarat tersebut selalu mengikuti rukun warisa

yang terlah disepakati para ulama tetapi ada Sebagian yang berdiri

sendiri . Dan ada rukun warisan dan syarat tersebut adalah.

a. Pewaris baik mati haqiqi maupun mati hukmy, ialah suatu putusan

yang dinyatakan oleh putusan haki ata dasar beberapa sebab ( tidak

mungkin hidup).

b. Harta warisan, yaitu harta benda yang di tinggalkan oleh pewaris

yang akan diterima oleh para ahli waris.

c. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak mendapatkan atau menerima

harta peninggalan pewaris yang dimana masih mempunyai hubungan

nasab sama si pewaris.23

Adapun syarat waris harus dipenuhi pada saagt pembagian harta

warisan. Syarat waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada

empat macam yaitu:

a. Muwarrists adalah orang yang mewarisi dan mendapatkan harta

peninggalan, yang dimana pewaris benar-benar sudah meninggal

dunia, menurut ulama ada 3 macam:

1. Mati yang bersifat haqiqi ( mati yang sebenarnya)

2. Mati secara hukmy, yaitu terhadap orang yang hilang uang oleh

pengadilan dianggap telah mati


23
Mardani,2015, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Cet 2, (Jakarta: PT RajaGrafindo),
Hlm. 27
3. Mati taqdiri ( mati menurut dugaan ), ialah suatu kematian yang

bukan haqiqi dan hukmy, tetapi semata-mata berdasarkan

dugaan keras. Misalnya kematiian seorang bayi yang baru lahir

akibatnya terjadi meukulan terhadap perut ibunya atau

pemaksaan agar ibunya meminum racun. Kematiian tersebut

hanya semata-mata berdasarkan dugaan keras, sebab dapat juga

disebabkan oleh yang lain, namun keras jugalah perkiraan atas

akibat perbuatan semacam itu.

b. Orang yang menerima warisan masih hidup, pada saat kematian

pewaris

c. Tidak ada penghalang untuk mendapatkan warisan

d. Tidak terhijab atau tertutup secara penuh oleh ahli waris yang lebih

dekat.24

5. Ahli Waris Menurut Islam

a. Ahli Waris

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia

mempunyai hubungan dan hubungan perkawinana dengan pewaaris,

beragama islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.25

Menurut pasal 172 KHI yang disebut ahli waris “ ahli waris

dipandang beragama islam apabila diketahu dari kartu identitas atau

pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bayi yang baru

lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya

24
Ibid, Hlm 29
25
Ibid, Hlm.35
atau lingkungannya.

Kemudian menurut pasal 173 seorang yang tehalang

menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat para pewaris.

2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam

dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih

berat.26

b. Kelompok Ahli Waris

Adapun mengenai kelompok ahli waris ditentukan pada

pasal 174 yaitu:

1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:

1. Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki,

saudara laki-laki, paman dan kakek.

2. Golongan perempuan terdiri dari: ibu, ansk perempuan,

saudara perempuan dan nenek.

c. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak

mendapatkan warisan hanya: anak, ayah,ibu,janda atau duda

26
Abdurahman, 2007, Kompilasi Hukum Islam, ( Jakarta: CV. Akademika
Pressindo),Hlm.156
d. Besar Bagian

Adapun mengenai besar bagian dalam pasal 176 dijelaskan

bahwa “ anak perempuan tetapi hanya seorang ia mendapat

Sebagian, tetapi ada dua orang atau lebih mereka Bersama-sama

mendapatkan dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan

Bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki

adalah dua banding satu dengan anak perempuan.

Selanjutya pada pasal 177 mengenai bagian yang didapat

ayah “ayah mendapat sepertiga bagian tetapi pewaris tidak

meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendaptkan seperenam

bagian.

Pada Pasal 178

1. Ibu mendapatkan seperenam bagian namun ada anak atau dua

saudara atau lebih. Namun tidak ada anak atau dua orang

saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.

2. Ibu mendapatkan sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh

janda atau duda namun Bersama-sama dengan ayah.27

6. Golongan dan Bagian Ahli Waris

a. Golongan ahli waris

Adapun ahli waris dari kelompok laki-laki ada Lima Belas

yaitu:

1) Anak laki-laki.

27
Ibid, Hlm. 157
2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki.

3) Cicit laki-laki dari anak laki-laki atau cucu laki-laki.

4) Kakek dan terus keatas.

5) Saudara laki-laki seibu-sebapak.

6) Saudara laki-laki sebapak.

7) Saudara laki-laki seibu dihijab oleh anak laki-laki.

8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu-sebapak.

9) Anak laki-laki dari saudara sebapak.

10) Saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak.

11) Saudara laki-laki sebapak.

12) Anak laki-laki dari saudara laki-laki.

13) Anak laki-laki dari saudara bapak.

14) Suami.

15) Laki-laki yang memerdekakan si mayit dari perbudakan.

Adapun ahli waris dari kelompok perepuan ada sepuluh

yaitu:

1) Anak perempuan.

2) Cucu perempuan.

3) Ibu.

4) Nenek dari ibu.

5) Nenek dari bapak.

6) Saudara perempuan seibu sebapak.

7) Saudara perempuan sebapak.


8) Saudara perempuan seibu.

9) Istri.

10) Perempuan yang memerdekakan mayit.28

b. Bagian Ahli Waris

Masing-masing ahli waris mempunyai bagian yang

berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi karena jumlah ahli waris

yang ada dan jauh dekatnya suatu hubungan. Adapun bagian

masing-masing ahli waris yaitu dalam bentuk table sebagai berikut:

Tabel 1.1

Tabel bagian masing-masing ahli waris

No Ahli Waris Bagian Kondisi

½ Tidak ada anak/ cucu

1 Suami
¼ Ada anak/cucu

¼ Tidak ada anak/cucu

2 Istri
¹⁄8 Ada anak/ cucu

Dibagi Rata Dari ¼ atau ¹⁄8 bagian

tersebut (jika istri lebih dari

seorang)

Sendirian atau Bersama

28
Lubis Suhrawardi K., Komis Simanjuntak, 2008, Hukum Waris Islam,( Jakarta: Sinar
Grafis), Hlm. 90-93
Dzawil Furudh -2x bagi

Ashabah anak perempuan (jija ada

3 Anak laki-laki anak laki-laki dan anak

perempuan)

Dibagi Rata Anak laki-laki lebih dari

seorang

Anak perempuan hanya

4 Anak seorang

perempuan
½

²⁄3 Anak perempuan lebih dari

seorang ( dibagi rata)

Ashabah ½ bagian anak laki-laki

(jika ada anak laki-laki dan

anak perempuan)

0 Ada anak laki-laki

Ashabah Sendirian atau Bersama

Dzawil Furudh 2x bagian

5 Cucu laki-laki cucu perempuan ( jika ada

(dari anak laki- cucu laki-laki dan cucu

laki) perempuan)

Dibagi Rata Cucu laki-laki lebih dari

seorang
Ada anak laki-laki ada dua

orang atau lebih anak

0 perempuan (kecuali cucu

perempuan Bersama cucu

6 Cucu laki-laki

perempuan ½ Cucu perempuan hanya

(dari anak laki- seorang

laki) ²⁄3 Cucu perempuan Bersama

anak perempuan

¹⁄6 Cucu perempuan Bersama

anak perempuan

Ashabah ½ bagian cucu laki-laki

(jika ada cucu laki-laki dan

cucu perempuan)

¹⁄6 Ada anak laki-laki atau

cucu laki-laki

¹⁄6 Dan Sisa Ada anak perempuan atau

cucu perempuan

²⁄3 Ahli waris hanya ayah dan

7 Ayah ibu

²⁄3 Dan Sisa ( setelah dikurangi hak

istri/suami), jika ada


istri/suami dan ibu

Ashabah Tidak ada ahli waris

lainnya

¹⁄6 Ada anak/ cucu/ dua orang

atau lebih saudara

¹⁄3 Ahli waris hanya ibu, atau

8 Ibu ayah dan ibu

Setelah dikurangi hak

¹⁄3Dari Sisa istri/suami), jika ada istri/

suami dan ayah

0 Ada ayah

¹⁄6 Ada anak laki-laki atau

cucu laki-laki

¹⁄6 Dan Sisa Ada anak perempuan atau

9 Kakek cucu perempuan

Sisa Tidak ada anak atau cucu,

tetapi ada ahli waris lain

Ashabah Tidak ada ahli waris

lainnya

. ada ayah atau ibu (untuk

0 nenek dari ayah)

. ada ibu (untuk nenek dari

10 Nenek ibu)
¹⁄6 Ada maupun tidak ada ahli

waris selain ayah/ibu

¹⁄6 Dibagi Rata Nenek lebih dari seorang

0 Ada : ayah/ anak laki-laki/

cucu laki-laki (dari anak

laki-laki)

11 Saudara laki- Ashabah Sendirian atau Bersama

laki kandung Dzawil furufh -2x bagian

saudar perempuan kandung

(jika ada saudara laki-laki

dan saudara perempuan

kandung)

Dibagi Rata Saudara laki-laki kandung

lebih dari seorang

Bagian Ahli waris: suami,ibu

Saudara Seibu Saudara kandung dan dua

orang atau lebih saudara

seibu

0 Ada ayah/ Anak Lk/ cucu

Lk (dari anak Lk)

½ Saudara Pr kandung hanya

seorang
12 Saudara Pr ²⁄3 Saudara Pr kandung lebih

kandung dari seorang (dibagi rata)

· Bersama dengan saudara

Lk kandung (bagian Pr ½

Ashabah bagian Lk)

· bagian Anak Pr atau Cucu

Pr

Ada; ayah/ anak Lk/ cucu

Lk (dari anak Lk)/ saudara

0 Lk kandung /saudara Pr

13 Saudara Lk kandung Bersama anak Pr

sebapak atau cucu Pr

Ashabah Sendiriana atau Bersama

Dzawil furudh

Dibagi Rata Saudara Lk sebapak lebih

dari seorang

0 Ada: ayah/ anak Lk/ cucu

Lk( dari anak Lk)/ saudara

Lk kandung/ saudara Pr

kandung Bersama anak Pr

atau Cucu pr/ dua atau lebih

14 Saudara Pr saudara Pr kandung


sebapak ½ Saudara Pr sebapak hanya

seorang

²⁄3 Saudara Pr sebapak lebih

dari seorang (dibagi rata)

¹⁄6 Bersama seorang saudara

Pr kandung

Ashabah . Bersama saudara Lk

sebapak (bagian perempuan

½ bagian Laki-laki)

. Bersama anak Pr atau

cucu Pr

0 Ada ayah/ anak

/cucu/kakek

¹⁄6 Saudara seibu hanya

seorang

¹⁄3 Saudara seibu lebih dari

seorang (dibagi rata)

Keterangan :

Lk= Laki-Laki

Pr= Perempuan.29

C. Hukum Waris

Hukum waris adalah bagian dari hukum kekeluargaan yang sangat

29
Mustafa Bid Al-bugha, Fiqih Islam Lengkap, Hlm.331
erat kaitannya dengan lingkup kehidupan manusia sebab setiap manusia

pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Para ahli

hukum indonesi ampai saat ini masih berbeda pendapat tentang pengertian

hukum waris. Walaupun banyak nya pengertian hukum waris yang

dikemukakan oleh ahli hukum, namun pada intinya mereka berpendapat

sama yaitu hukum waris adalah peraturan hukum yang mengatur

perpindahan harta kekayaan dari pewaris kepada para ahli waris.

D. Hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam

Awal pembentukan kompilasi islam itu sebenarnya ada pada tahun

1970-an, yaitu setelah lahirnya UU No.14 Tahun 1970, terutama mengenai

maksud dari pasal 10 ayat (1) nya. Pasal ini berisi tentang adanya

kedudukan pengadilan agama yang kuat dalam sistem nasional, juga

mempunyai kesetaraan dengan tiga pengadilan lainnya di indoneisa, juga

ditentukan bahwa aspek organization, administratife, dan finansial berada

dibawah kekuasaan Mahkamah Agung dan Mahkamah agung merasa

berkepentingan utuk mempersiapkan tuga masing-masing terutama

menyangkut hukum acara dan hukum materilnya.30

E. Kewarisan Mayorat

Kewarisan mayorat ialah sistem pembagian warisan yang

menentukan bahwa harta warisan hanya dapat di wariskan pada

seorang anak saja. Pada sistem ini ada pun dua bagian yaitu:

30
Teraju.2019.Hukum Waris dalam Kompilasi Islam Persefktif Filsafat Hukum. Jurnal Of
Syariah dan Hukum.1.
1. Mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua atau

keturuanan laki-laki merupakan ahli waris tunggal dari si

pewaris

2. Mayorat permpuan yaitu apbila anak perempuan tunggal

merupakan ahli waris tunggal dari pewaris.31

31
Baihaqi, Ahmad.2019.Sistem Kewarisan Mayorat Laki-laki dalam Persefektif Hukum
Islam dan Pengaruh Terhadap Masyarakat Muslim. Jurnal Of Hukum dan Politik.10,1.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Adapun jenis penelitian yang di gunakan oleh penulis adalah

jenis penelitian yuridis Empiris yaitu penelitian yang dimaksud untuk

memahami fenomena tentang yang maksudnya untuk memhami

sebuah pristiwa yang dimana sedang dialami oleh sebuah objek

penelitian seprti pada, Prilaku, persepsi, motivasi, suatu Tindakan, dan

lainnya secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk sebuah kata

dan Bahasa, pada sebuah kontekskhusus yang dialami bahkan dengan

memanfaatkan berbagaimetode ilmiah.32 Untuk menjamin mutu suatu

kebenaran ilmiah, maka dalam penelitiannya harus dipergunakan

metodologi yang tepat karne hal tersebut sebagai pedoman dalam

rangka mengadakan penelitian termasuk analisis terhadap data hasil

penelitian. Metodologi merupakan cara kerja bagaimana menemukan

atau memperoleh suatu kegiatan untuk memperoleh suatu kegiatan

untuk mendapatkan hasil yang kongkrit dan dapat digunakan untuk

mrnggali,mengelola, dan merumuskan masalah dari bahan-bahan

hukum yang diperoleh dari data yang diambil di lapangan.33

B. Sumber Data

32
Lexy J.Moelong.2010.Metode Penelitian Kualitatif.Remaja Rosdakarya:Bandung,Hlm.6.
33
Buku Panduan Penulisan Skripsi, Universitas Muhammadiyah Bengkulu
Sumber data adalah elemen penting yangharus dipertimbangkan

saat mengidentifikasi metodelogi terkait untuk mengumpulkan data

pengumpulan data terbaik. Data primer dan data sekunder keduanya

merupakan ringkasan data di pusat.

a. Data Primer

Data primer merupakan sebuah data hasil informasi diperoleh yang

dilakukan secara langsung dari subjek penelitian yang dilakukan

dengan cara wawancara yang dimana digunakan dalam bentuk seni

struktur yaitu penelitian. Yang dimana melibatkan wawancara

langsung dengan narasumber yakni suntan dan kepala adat. Suntan

disini merupakan tahta tertinggi dari kepala adat yang dimana kan

lebih di tuahkan dari kepala adatnya.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sebuah data yang proses pengumpulan

data diperoleh dari sumber publikasi pemerintah,

situs,buku,artikel jurnal,dokumen pribadi serta peraturan

perundang-undangan. 34

C. Lokasi penelitian

A. Profil Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan

34
J.Suparto,2003,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT.Rineka Cipta:Jakarta,Hlm.2.
1. Gambaran Umum Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau

Selatan

Secara umum keadaan topografi desa kota batu merupakan

berada di dataran tinggi yang di mana di bawah kaki gunung seminung

yang terletak di Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Oku

Selatan Provinsi Sumatera Selatan.

Adapun batas-batas Desa Kota Batu :

a. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Desa Suka Jaya

b. Sebelah Utara Berbatasan Dengan Desa Danau Ranau

c. Sebelah Barat Berbatasan Dengan Desa Way Wangi Seminung

d. Ssebelah Timur Berbatasan Dengan Desa Pagar Dewa Dan

Tanjung Jati

Luasa wilayah desa kota batu adalah 23.193 ha yang mencakup

12 dusun, dan berikut nama-nama dusun yang berada di desa kota

batu:
Table 4.1

Jumlah Dusun di Desa Kota Batu di Kecamatan Warkuk

Ranau Selatan Kabupaten Oku Selatan

No. Nama Dusun Luas wilayah

1 Dusun 1 1.108 ha

2 Dusun 2 2.408 ha

3 Dusun 3 1.550 ha

4 Dusun 4 1.703 ha

5 Dusun 5 3.598 ha

6 Dusun 6 2.083 ha

7 Dusun 7 1.498 ha

8 Dusun 8 1.550 ha

9 Dusun 9 1.879 ha

10 Dusun 10 1.976 ha

11 Dusun 11 1.340 ha

12 Dusun 12 2.500 ha

Jumlah 23.193 ha

Sumber Data: Monografi Desa Kota Batu


1. Kependudukan di Desa Kota Batu

Pada tahun 2023, jumlah penduduk di Desa Kota Batu sebesar

2.969 Jiwa penduduk yang terdiri dari 1.585 jiwa penduduk laki-laki

dan 1.384 jiwa penduduk perempuan . berdasarann data jumlah

penduduk danluas wilayah, dapat diketahui bahwa rata-rata

kepadatan penduduk desa kota batu yaitu sebesar.

Kemudian untuk mendapatkan gambaran yang konkrit tentan

jumlah penduduk dapat dilihat pada table di bawah ini:

Table 4.2

Jumlah Penduduk di Desa Kota Batu

No Penduduk desa Kota Batu Jumlah penduduk

1 Laki-laki 1.585

2 Perempuan 1.384

Jumlah Total 2.969

Sumber data: Monografi Desa Kota Batu


Table 4.3

Jumlah Penduduk Desa Kota Batu Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2023

Penduduk Akhir KK

No. Nama Dusun Laki-laki Perempuan Total Akhir

1 Dusun 1 132 108 240 67

2 Dusun 2 169 143 312 85

3 Dusun 3 153 134 287 79

4 Dusun 4 107 81 188 52

5 Dusun 5 219 184 403 98

6 Dusun 6 143 109 252 71

7 Dusun 7 79 53 132 43

8 Dusun 8 89 95 184 45

9 Dusun 9 74 73 147 43

10 Dusun 10 143 156 299 73

11 Dusun 11 118 85 203 60

12 Dusun 12 159 163 322 82

Total 1.585 1.384 2.969 798

Sumber Data: Monografi Desa Kota Btau


Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk

di Desa Kota Batu memiliki 2.969 jiwa terdiri dari 1.585 laki-laki dan

1.384 peremupuan dan dengan jumlah KK 798 yang dimana di

dominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Dalam rasio di atas

jumlah penduduk terbanyak di dusun 5 berjumlah 403 jiwa sedangkan

jumlah penduduk yang sedikit di dusun 7 berjumlah 132 jiwa.

Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk

diadakan suatu penelitian. Lokasi penelitian akan dilakukan di

Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten

Oku Selatan Provinsi Sumatera Selatan.

D. Alat pengumpulan data

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan tujuan tertentu

diskusi dipimpin oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang menjawab

pertanyaan.35 Dalam hal penelitian ini penulis melakukan

metode wawancara tidak tersetruktur yang dimana wawancara

ini berbeda dengan terstruktur. Dalam wawancara seperti ini

35
Lexy J. Moleong,2010,Metedologi Penelitian Kualitatif, Remaja
Rosdakarya:Bandung,Hlm.186.
untuk menemukan informasi tunggal.36 Output pewawancara ini

menyoroti pengecualian,penyimpangan,interpretasi yang tidak

biasa,interpretasi ulang,pendekatan baru, pandangan ahli atau

satu sudut pandang.

Pada wawancara ini sangat berbeda dari wawancara

tersetruktur pada waktu bertanya dan cara memberikan respon,

merupakan jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Subjek yang

diteliti yang biasanya terdiri dari mereka yang sudah terpilih saja

kerja sifatnta yang khas. Biasanya mereka meimiliki pengetahua

dan mengalami situasi, dan mereka lebih mengetahui infomasi

yang di perlukan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi ialah pengumpulan, pemilihan,

pengelolaan, dan penyimpanan informasi dalam bidang

pengetahuan. Infomasi dalam bidang pengetahuan. Analisis

dokumentasi ini merupakan terobosan dalam bidang studi yang

belum dieksplorasi melalui observasi wawancara.

E. Analisis Data

Pada metode analisis data yang digunakan adalah analisis data

Empiris. Data yang telah dikumpulkan, dianalisis lagi dengan metode

36
Ibid,Hlm.190.
kerangka berpikir induktif merupakan sebuah kerangka berpikir

dengan mengambil dari data-data yang bersifat khusus.

Pada analisis model ini di lakukan pengumpulan data dengan

hasil wawancara, hasil observasi, dan berbagai dokumen dari segi

kategoriyang sesuai dengan masalah penelitian yang kemudian

dikembangkan penajaman data melaui pencarian data selanjutnya.

Melakukan reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang

mejamkan, menggolongan, mengarahkan, membuang data yang tidak

perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga

simpulan final dapat ditarik dan di verivikasi.

Berdasarkan hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan-

kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Kesimpulan ditarik semenjak peneliti Menyusun pencatatan, pola-

pola, pernyatanpernyatan, konfigurasi, arahan sebab akibat, dan

berbagai proposal.37

F. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang masing-

masing memiliki penjelasan sendiri yang lebih menyeluruh. Skripsi ini

berjudul “STUDI KOPARATIF HUKUM ISLAM DALAM

PEMBAGIAN WARIS DENGAN SISTEM MAYORAT SUKU ADAT

37
Miles dan Huberman,1992,Analisis Data Kualitatif,Universitas Indonesia:Jakarta,Hlm.16.
RANAU (STUDI DI DESA KOTA BATU KECAMATAN WARKUK

RANAU SELATAN KABUPATEN OKU SELATAN PROVINSI

SUMATERA SELATAN)”. Dalam skripsi ini dibagi menjadi V Bab,

yaitu dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama ini membahas pendahuluan yang mencakup

penjelasan tentang unsur-unsur yang diperlukan untuk sebuah

penelitian, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kegunaan penelitian. Hal ini diperlukan karena merupakan

gambaran awal dari awal penelitian dan rencana yang akan dibuat

selama penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab kedua ini peneliti membahas teori dan konsep yang

berkaitan dengan penelitian ini. Bab ini berisikan tenang tujuan umum

tentang pembagian hasil waris, tinjauan hukum pembagian waris sistem

mayorat.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ketiga ini peneliti mebahas berkaitan dengan metodelogi

penelitian, yaitu bab yang menjelaskan tentang topik penelitian,

variabel, metode penelitian, metode pengumpulan data dan metode

analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab keempat ini peneliti akan menguraikan hasil dan

pembahasan yang menjelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan

informasi dari data yang diperoleh.

BAB V PENUTUP

Bab kelima ini menguraikan akhir pembahasan skripsi yang

menguraikan kesimpulan.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

A. Bagaimana pembagian harta warisan menurut adat Ranau yang berada

pada desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten

Oku Selatan Provinsi Sumatera Selatan.

1. Pembagian harta warisan

Dari hasil penelitian penulis mendapatkan data bahwasannya

sistem pembagian warisan yang di anut oleh suku ranau mempunyai 2

pembagian yang berbeda, yaitu ;

a. Pembagain harta warisan mayorat

Dalam pembagian kewarisan mayorat suku Ranau

digambarkan bahwa yang mewarisi adalah anak laki laki tertua saja

yang mnedapatkan yang berarti hak pakai, hak mengelola dan

memungut hasilnya dikuasi sepenuhnya oleh anak laki-laki tertua

dengan hak dan kewajiban mengurus dan memelihara adik-adiknya

baik laki-laki maupun perempuan sampai mereka dapat berdiri sendiri.

Pada sistem pewarisan mayorat penerusan haknya diberikan

kepada anak tertua sebagai pemimpin keluarga, menggantikan ayah

dan ibunya. Ia hanya berkedudukan sebagai pemegang mandate, dan

bukan pemilik harta secara perseorangan. Kebaikan dalam

pembagian ini
terletak pada kepemimpinana anak tertua, bila ia penuh tanggung

jawab maka keutuhan dan kerukunan keluarga dapat dipertahankan,

sedsangkan kelemahannya bila terjadi sebaliknya.

Sistem pembagian ini menurut suku Ranau dilakukan Ketika

pewaris sudah meninggal dunia, yaitu harta warisan jatuh sepenuhnya

kepada anak laki-laki tertua sebagai ahli waris satu-satunya yang

bertanggung jawab terhadap adik-adiknya seta keluarga yang

menggantuan peran pewaris sebagai kepala keluarga. Jika didalam

keluara tersebut tidak memiliki anak laki-laki maka anak perempuan

lah yang berhak mewarisi harta waisan tersebut.

Hal ini diperkuat oleh narasumber bapak Agus yang

menyebutkan bahwa, masyarakat desa kota batu juga menggunakan

sistem waris yang mana harta warisan yang mendapatkan bagian yang

ter bilang lebih banyak adalah anak laki-laki tertua, karena anak laki-

laki tertua lah yang meneruskan kepala keluarga menggantikan ahli

waris dan membiayai keluarga serta adik-adiknya hingga dia memiliki

keluarga sendiri.38

b. Sistem Pembagian Harta Warisan Mayorat Yang Mengalami Pergeseran

38
Ferdaus. Wawancara, Tanggal 28 Februari 2023.
Sistem kewarisan mayorat suku ranau mengalami pergeseran,

yang dimana awal mulanya sistem pembagian harta warisannya hanya

diberikan kepada anak laki-laki tertua saja sedangkan anak perempuan

tidak mendapatkan sedikitpun. Akan tetapi didalam sistem ini anak

laki- laki tertua mendominan harta warisan atau mendapatkan lebih

banyak sedangkan anak perempuan mendaptkan sepertiganya saja.

Hal ini diperkuat oleh pendapat narasumber Bapak Agus

selaku suntan adat/ diatasnya ketua adat, bapak Tansil selaku ketua

adat, yang menyebutkan bahwa sistem pembagian harta warisan suku

Ranau mengalami pergeseran yang meulanya semua harta warisan

jatuh pada anak laki-laki tertua sedangkan anak perempuan tidak

mendaptkan apa- apa dari harta warisan tersebut, tetapi sekarang sudah

mengalami pergeseran yang mana anak perempuan mendapatkan

setengh jika anak laki-laki lain atau dalam sebuah keluarga memberi

mufakat untuk memberikan harta warisan pada anak perempuan.39

Jika dalam keluarga tersebut anak laki-laki di ambil pihak

perempuan atau menjadi mentu dari pihak perempuan bisa di bilang

ikut dengan sang istri maka hak harta warisan dari laki-laki tersebut

lepas dan tidak mendapatkan harta warisan nya atau bisa di biling

lepas dari

39
Agus, Wawancara, Tanggal 28 Februari 2023
daftar ahli waris hal ini di sebut dengan semanda. Dan apabila anak

laki-laki dan perempuan keluar dari lingkup keluarga nya atau

memilih memisah tempat tinggal sendiri maka dari kedua belah pihak

baik laki- laki sama sama mendapatkan harta warisan yang di mana ini

di sebut dengan Bujujorg/Makngedok babunyian40

Jika dalam sebuah keluarga meimiliki anak laki-laki dan

perempuan serta memiliki harta sebesar 100 juta dan sebidang sawah,

maka 50 juta diberikan kepada anak laki-laki tertua dan mendapatkan

sebidang sawah tadi dan sisa nya akan diberikan kepada anak

perempuannya. Jika dalam keluarga tersebut tidak meemiliki anaka

laki-laki maka harta warisan di berikan pada anak perempuan tadi,

tetapi apabila anak perempuan tersebut menikah dan ia mengikuti

suami nyam maka dia tidak memiliki hak seluruh harta warisan nya di

serahkan kepada saudaranya yang lain hal ini di sebut sebagai

Metudau Perempuan sabaliknya anak laki-laki ikut istrinya.41

Masyarakat suku Ranau khusunya Desa Kota Batu,

masyarakatnnya lebih banyak menggunakan sistem kewarisan yang

sudah mengali pergeseran hal ini diperkuat oleh 3 narasumber yang

mengatakan bahwa masyarakat suku Ranau menggunakan sistem

40
Tansil, Wawancara, Tanggal 1 Maret 2023.
41
Febrianto, Wawancara, Tanggal 1 Maret 2023.
kewarisan ini. Akan tetapi masih ada sebgaina masyarat desa

menggunakan sistem kewarisan mayorat hal ini di perkuat oleh

pendapat Tansil.42

2. Ahli Waris

Menurut hukum adat, maka untuk menentukan siapa yang menjadi

ahli waris digunakan 2 macam garis pokok, yaitu:

a. Ahli Waris Kewarisan Mayorat

Dalam sistem pembagian kewarisan mayorat ini ahli waris nya

hanya anak laki-laki tertua saja, apabila dalam sebuah keluarga tidak

memiliki anak laki-laki tertua sajalah berhak untuk medapatkan harta

warisan tersebut. Hal ini diperkuat oleh narasumber agus.43 Yang

dimana menyebutkan bahwa masyarakat suku Ranau memberikan

harta warisan lebih banyak ke pada anak laki-laki tertua saja. Jika di

keluarga tersebut tidak meimiliki anak laki-laki maka anak perempuan

tertualah yang berhak mewarisi harta waris tersebut.

b. Ahli waris mayorat yang mengalami pergeseran

Didalam sistem pembagian waris mayorat ini yang mengalami

pergerseran ini ahli warisanya hanya anak dari pewaris baik itu laki-

laki

42
Tansil, Wawancara, Tanggal 1 Maret 2023.
43
Agus, Wawancara, Tanggal 28 Februari 2023.
maupun perempuan yang di mana tidak melakukan metudau maupun

semanda yang dimana hal tersebut dapat menghilangkan diri nya dari

ahli waris. Tetapi jika dalam keluarga tersebut anak laki-laki maupun

perempuan nya menikah dengan cara sah dan ingin melakukan

kehidupan sendiri itu di sebut bejujorg. Hal ini perkuat oleh pendapat

narasumber bapak tansil selaku ketua adat dan bapak febrianto selaku

tokoh masyarakat.44

3. Pembagian warisan

Masyarakat Islam yang ingin melakukan pembagian kewarisan

sesuai dengan pandangan dan kesadaran hukumnya, yaitu berdasarkan

hukum Islam dan adat. Beberapa masyarakat adat telah mengabulkan

permohonan mereka dengan memberikan penetapan kewarisan,

permohonan itu pun terus meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

Jadi sebelum harta warisan dibagikan terlebih dahulu ahli waris

harus menyelesaikan kewajiban si mayit yang belu terpenuhi:

a. Ahli waris harus mengeluarkan biaya untuk pengurusan jenazah

mulai dari pengurusan biaya sakit, memandikan, mengkafani,

mengshalatkan, dan menguburkan. Baaya yang dipakai untuk

44
Tansil, Febrianto, Wawancara, 1 Maret 2023.
menurus semua itu diambil dari harta warisan yang ditinggalkan

oleh si pewaris.

b. Membayarkan hutang piutang si mayit semasa hidupnya, biaya

diambil dari harta peninggalan si pewaris karena keluarga tidak

mempunyai kewajiban membayarkan hutang si mayit dengan

hartanya sendiri.

c. Memenuhi wasiat yang ditinggalkan oleh si pewaris yaitu sesuai

denga napa yang di tulis oleh pewaris sebelum meninggal dan

setelah pewaris meninggal ahli waris lah yang harus membayarkan

apa yang sudah diwariskan.

Jika semua kewajiban sudah dipenuhi barulah harta

bisadibagikan kepada orang yang menjadi ahli waris tersebut. Hal ini

diperkuat oleh pendapat narasumber bapak Tansil selaku kepala adat.45

B. Pandangan Hukum Islam Dalam Sistem Pembagian Harta Waris

mayorat Dalam Suku Adat Ranau Di Kecamatan Warkuk Ranau Selatan

Kabupaten Oku Selatan Sumatera Selatan.

Jika dilihat dari konteks yang terjadi terhadap hukum waris Indonesia

dimana selain hukum waris islam, hukum waris yang berlaku di Indonesia

sampai saat ini masih prularistik, dan masih banyak hukum waris yang

berlaku

45
Tansil, Wawancara, Tanggal 1 Maret 2023
di mayarakat seperti hukum waris adat dimana dengan pembagian harta

warisannya berkaitan erat dengan sistem keturunan. Adapun karakteristik

hukum kewarisan islam adalah sebagai berikut:

Pertama, menyangkut masalah perorangan yaitu bagian yang tertentu

dan dalam keadaan tertentu pula, yang diatur sedemikian rupa sehingga

menonjol sekali faktor keadilan. Angka-angka faraidh yang di maksud adalah:

1/8, 1/4, 1/6, 1/3, dan 2/3, menunjukkan adanya jaminan kepemilikan secara

individual sedangkan peradilan 2:1 merupakan perbandingan perolehan bagi

walad (anak laki-laki) ( QS An-Nisa [4]:11 dan 76) dan walidain (kedua orang

tua). Anak laki-laki selalu memperoleh bagian dua kali lipat dari anak

perempuan. Demikianlah halnya saudara laki-laki memproleh bagian dua kali

lipat dari saudara perempuan. Bagi duda/janda ketentuan perbandingan 2:1 ini

berlaku pula. Alasan lai-laki memperoleh dua kali lipat bagian anak

perempuan adalah karena laki-laki kewajiban dan tanggung jawabnya lebih

besar dari anak perempuan.

Kedua, menyangkut variasi pengurungan perolehan, oleh karena

adanya faktor tertentu, yaitu dzwali furudh yang lebih kecil karena adanya

dzawil furudh yang lain. Seperti dalam QS An-Nisa [4]:11

Dalam ayat tersebut, terjadi variasi pengurangan, yaitu:


1. Bagian anak perempuan 2/3, jika anak itu semuanya perempuan

lebih dari dua, dari harta yang ditinggalkan; dan dapat 1/2, jika

anak perempuan itu seorang saja.

2. Bagian untuk dua orang ibu-bapak, adalah masing-masing 1/6, jika

yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal

tidak punya anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya , makai bunya

mendapat sepertiga: jika yang meninggal itu mempunyai beberapa

saudara, maka ibunya mendapat seperempat.46

Dalam pandangan islam yang dimana tertuang dalam pasal 171 huruf

A kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan:

“Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang


pemindahan hak milik harta peningalan (tirkah) pewaris, menetukan
siaa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-
masing.”
Kemudian Pasal 176 Bab III KHI Menjelaskan Tentang

Besar bagian untuk seorang anak perempuan adalah setengah bagian


; bila 2 orang atau lebih mereka Bersama-sama medapatkan dua
pertiga bagian; dan apabila anak perempuan Bersama-sama dengan
anak laki- laki maka baginya adalah berbandingan 1 dengan ana
perempusan.
Pasal 183 KHI menyatakan

Para ahli waris dapat melakukan perdamaian pembagunan warta

waris masinhmasih menyadari bagiannya.47

46
Mardaani,2015, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, cet 2,(Jakarta: PT Grafindo Persada)
47
Baihaqi ahmad, 2018, Sistem Kewarisan Mayorat Laki-Laki Dalam Persefktif Hukum
Islam Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Muslim, tesis magister, Hlm. 155-156.
Hukum Kewarisan Islam juga merombak secara mendasar hukum

kewarisan pada zaman jahiliyah (zaman pra Islam) yang melarang Wanita dan

anak-anak mendapat harta warisan.

Disamping itu sesuai dengan kemajuan dan perkembangan zaman

serta pendapat para ahli dikalangan umat Islam, maka hukum waris Islam

dituangkan kedalam suatu ketentuan peraturan yang disebut KHI (Kompilasi

Hukum Islam). Terdapat perubahan-perubahan yang terjadi antara lain

mengenai: pasal 209 KHI menyatakan:

1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdaarkan pasal 176

sampai dengan pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang

tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajiblah

sebanyak-banyaknya 1/3 harta warisan anak angkat.

2. Terhadap anak angkat yang menerima wasiat diberi wasiat

wajiblah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat orng tua

angkat.

Seperti apa yang terjadi dalam pembagian harta waris dari kewarisan

adat suku Ranau. Pada dasarnya kewarisan dalam adat Ranau adalah

kewarisan mayorat laki-laki. Yang dimana dari hasil wawancara dengan

warga setempat atau ketua adatnya dalam kasus iini masyarakat desa kota batu

menggunakan sistem pembagian harta waris dengan anak laki-laki yang tertua

lah yang mendapatkan harat waris yang mendapatkan bagian yang lebih besar

dari saudara yang lainnya baik itu harta benda, rumah, lahan yang dimana

anak
tertua ini lah yang menjadi pengganti wewenang ayah nya yang dimana

menjadi kepala rumah tangga/ menjadi sosk pengganti dari ayah nya dalam

rumah tersebut yang dimana apabila ada adik atau saudara di bawah dia dial

ah yang harus menanggung adik nya sampai lulus sekolah.48

48
Tansil, Wawancara, Tanggal 1 maret 2023

Anda mungkin juga menyukai