Anda di halaman 1dari 13

HUKUM WARIS ADAT DAN HUKUM TANAH

ADAT

Disusun Untuk Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Sekolah Tinggi

Agama Islam Darud Da’wah Wal Irsyad

Mangkoso Semester V Angkatan 2020

Oleh Kelompok 8 :
Anjas Irawan: 200231004
Taufik Haryadi: 200231049
Muh. Akbar: 200231057
Khaeril Mahdar: 200231031

PRODI AL-AHWAL AS-SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUD DA’WAH WAL IRSYAD

MANGKOSO KABUPATEN BARRU

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah

kepada umat ini. Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada Nabi kita

Muhammad SAW yang tidak ada setelahnya, panutan yang paling baik bagi

seluruh bagi seluruh umat manusia. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada

Ibu Laela Safriyani, S.Sy., M.Hi selaku dosen pengampuh Hukum Konstitusi

yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga

mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah mendukung dalam

membantu pembuatan makalah ini. Alhamdulillah makalah ini dapat selesai

dengan judul “Hukum Waris Adat dan Hukum Tanah Adat ” walaupun kami

sadari masih banyak kekurangan yang belum bisa kami tutupi dalam

pembuatannya. Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan dapat menambah

pengetahuan bagi pembaca dan terutama penyusun.

Saran dan masukan sangat kami harapkan agar menjadi lebih baik dimasa

yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca

pada umumnya.

Mangkoso, 13 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Waris Adat...................................................................2

B. Sebab-Sebab Kewarisan Hukum Adat........................................................4

C. Pengertian Hukum Tanah Adat...................................................................5

D. Hak Ulayat (Tanah Bersama) Masyarakat Hukum Adat.............................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum adat adalah istilah yang diberikan oleh kalangan ilmu pengetahuan

hukum pada masa silam kepada kelompok, pedoman-pedoman kenyataan yang

mengatur dan menertibkan kehidupan rakyat indonesia. kalangan Ilmuwan pada

waktu itu melihat bahwa rakyat Indonesia, yang dipelosok-pelosok hidup dalam

ketertiban dan mereka hidup tertib dengan berpedoman pada peraturan-peraturan

yang mereka buat sendiri.1

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Hukum Waris Adat?

2. Bagaimana Sebab-Sebab Kewarisan Hukum Adat ?

3. Apa Pengertian Hukum Tanah Adat?

4. Bagaimana Hak Ulayat (Tanah Bersama) Masyarakat Hukum Adat?

C. Tujuan Peneletian

1. Untuk memahami pengertian hukum waris adat.

2. Untuk memahami sebab-sebab kewarisan hukum adat.

3. Untuk memahami hukum tanah adat.

4. Untuk memahami hak ulayat (hukum bersama) masyarakat hukum adat.

1 M. Koesnoe, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini (Surabaya:


Airlangga University Press, 1979), h. 122.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Waris Adat

Istilah hukum waris adat yang sering disebut hukum adat waris berasal

dari istilah waris yang diambil dari Bahasa Arab dan memiliki pengertian bahwa

di dalam hukum waris adat tidak semata-mata hanya menguraikan mengenai waris

dalam hubungannya dengan ahli waris, namun lebih luas dari itu . Hukum waris

adat adalah hukum adat yang memuat garisgaris ketentuan mengenai sistem dan

Asas-asas hukum waris; tentang harta warisan; pewaris dan ahli waris; serta cara

bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris

kepada ahli waris.2

Istilah hukum waris adat disebut hukum adat waris, istilah waris dialih dari

Bahasa Arab yang telah menjadi Bahasa indonesia, dengan pengertian bahwa di

dalam hukum waris adat tidak semata-mata hanya akan menguraikan tentang

waris dalam hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu. (ukum

waris adat adalah hukum adat yangmemuat garis-garis ketentuan tentang sistem

dan azas-azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta

cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari

pewaris kepada ahli waris. Hukum waris adat merupakan hukum penerusan harta

kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya. (ukum kewarisan tersebut

pada adasarnya bersendikan prinsip-prinsip komunal atau kebersamaan sebagai

bagian dari kepribadian bangsa )ndonesia. Prinsip kebersamaan dalam hukum

2 Erwin Owan Hermansyah, dkk., Buku Ajar Hukum Adat (Kota Malang: Madza Media,
2021), h. 106.

2
3

waris adat membuat hukum waris adat tidak mengenal bagian-bagian tertentu

untuk para ahli waris dalam sistem pembagiannya.3

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum adat waris adalah

aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta peninggalan /

harta warisan dapat diteruskan kepada waris dari suatu generasi kegenerasi

berikutnya. Dalam hal kewarisan juga sangat erat kaitannya dengan perkawinan,

jenis perkawinan adat disini dapat ditandai dengan pemberian uang jujur oleh

pihak laki-laki kepada perempuan dengan tujuan sebagai pengganti pelepasan

pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Dimana uang jujur merupakan

kewajiban adat ketika dilakukan pelamaran, berbeda dengan mas kawin yang

merupakan kewajiban agama saat dilakukan pernikahan.4

Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan

tentang sistem dan azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris

serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya

dari pewaris kepada waris. Hukum waris adat sebenarnya adalah hukum

penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya

Sistem Kewarisan dalam hukum adat waris dapat dibagi menjadi tiga

penjelasan yakni Sistem Kolektif yaitu harta peninggalan tidak dibagi-bagi kepada

ahli waris tetapi semua dapat menikmati hasilnya yang merupakan harta budel /

harta pustaka dimana semua para waris dapat menikmati namun pengurusnya

ditunjuk satu orang dan tidak ada yang boleh memiliki secara pribadi dan Sistem

Mayorat yaitu harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi diserahkan kepada

anak tertua untuk mengolah dan memberikan hasil-hasilnya kepada waris lainnya,

misalnya kepada adik-adiknya dan Sistem individual yaitu harta warisan dapat
3 Yulia, Buku Ajar Hukum Adat (Aceh: Unimal Press, 2016), h. 79.

4 Erwin Owan Hermansyah, dkk., Buku Ajar Hukum Adat, h. 106.


4

dibagi-bagi kepada para waris dan dapat menjadi hak milik pribadi sehingga dapat

melakukan transaksi apapun terhadap harta warisan tersebut, sistem individual ini

terdapat dalam BW atau hukum perdata dan KHI (Kompilasi Hukum Islam).5

B. Sebab-Sebab Kewarisan Hukum Adat

Adapun sebab-sebab kewarisan yakni sebagai berikut:6

1. Sebab Keturunan

Keturunan dalam hal ini diutamakan adalah anak sebagai ahli waris utama

yang mempunyai ketentuan berbeda. Sesuai dengan perbedaan sifat kekeluargaan

di berbagai tempat ia tinggal.

2. Sebab Perkawinan

Seorang istri yang ditinggal mati suaminya atau suami yang ditinggal mati

istrinya, dikebanyakan daerah lingkungan hukum adat, dianggap sebagai orang

yang asing. Seorang istri yang ditinggal mati suaminya hanya dapat ikut memiliki

atau mengambil hasil seumur hidup dari harta peninggal suaminya. Seorang

suami yang ditinggal istrinya (di Minangkabau) tidak menerima apapun juga dari

harta peninggalan istrinya.

3. Sebab Adopsi

Menurut hukum adat, anak angkat mendapat warisan sebagaimana anak

kandungnya sendiri. Jika anak yang diadopsi itu kemenakannya sendiri ia

menjadi waris terhadap orang tua yang sebenarnya, kecuali di Sumatera yang

menetapkan hubungan waris dengan orang tua dan kerabatnya sendiri telah

terputus.

4. Masyarakat Jauh

5 Dwi Putra Jaya, Hukum Kewarisan di Indonesia (Bengkulu : Zara Abadi, 2020), h. 12.
6 Dwi Putra Jaya, Hukum Kewarisan di Indonesia, h. 18.
5

Apabila ahli waris tidak ada sama sekali peninggalan harta yang ada jatuh

pada masyarakat setempat dibawah kekuasaan kepala masyarakat.

C. Pengertian Hukum Tanah Adat

Sejarah hukum tanah di Indonesia sebelum berlakunya UUPA selain

hukum agraria barat yaitu hukum adat. Yang didalamnya mengenal seperti hak

ulayat, hak milik dan hak pakai. Sebagai salah satu unsur esensial pembentuk

Negara, tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa

pendukung Negara yang bersangkutan, lebihlebih yang corak agrarianya

berdominasi. Hukum tanah adat sendiri tiap daerahnya memiliki perbedaan

dikarenakan di tiap daerah memiliki sumber adat yang berbeda. Hukum tanah adat

adalah hukum yang mengatur tentang ha katas tanah yang berlaku di tiap daerah.

Seperti yang kita ketahui hukum tanah adat ini masih sering digunakan dalam

transaksi dalam jual beli tanah di Indonesia.7

Tanah ulayat merupakan tanah kepunyaan bersama yang diyakini sebagai

karunia suatu peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang merupakan

masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi kehidupan dan

penghidupan kelompok tersebut sepanjang masa. Ini adalah sifat religius

hubungan hukum antara para warga masyarakat hukum adat bersama dengan

tanah ulayatnya ini. Adapaun tanah ulayat atau tanah bersama yang dalam hal ini

oleh kelompok di bawah pimpinan kepala adat masyarakat hukum adat, misalnya

adalah hutan, tanah lapang, dan lain sebagainya. Tanah untuk pasar,

penggembalaan, tanah bersama, dan lainlain yang pada intinya adalah demi

keperluan bersama.8

7 Arina Novizas Shebubakar, Hukum Tanah Adat/Ulayat (Jakarta: Kebayoran Baru, 2019),
h. 14
8 Yulia, Buku Ajar Hukum Adat, h. 63.
6

Dalam pandangan adat masyarakat kita,tanah mempunyai makna yang

sangat penting yakni sebagai tempat tinggal dan mempertahankan kehidupan,alat

pengikat masyarakat dalam suatu persekutuan,serta sebagai modal utama dalam

dalam suatu persekutuan.Suatu persekutuan mempunyai hak ulayat. Hak ulayat

yaitu hak yang dimiliki suatu persekutuan hukum adat, untuk menguasai tanah

beserta segala isinya dalam lingkungan wilayah persekutuan tersebut. Hak ulayat

merupakan hak atas tanah yang tertinggi dalam hukum adat. Penggarapan tanah

oleh masyarakat dalam persekutuan bila dilakukan secara bersama-sama dibawah

kepala persekutuan atau dilakukan warga secara perseorangan.9

D. Hak Ulayat (Tanah Bersama) Masyarakat Hukum Adat

Hak ulayat masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 3 UUPA, yaitu

“dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 pelaksanaan

hak ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu masyarakat-masyarakat hukum

adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga

sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan

bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan lain

yang lebih tinggi. Hak ulayat masyarakat hukum adat adalah serangkaian

wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan

dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.10

Aspek prinsip subjek hak atas tanah ulayat, menurut C. van Vollenhoven

menyebutkan hak ulayat dimiliki suatu masyarakat hukum adat (suku, desa,

serikat desa) untuk menguasai seluruh isinya dan lingkungan wilayahnya. Dengan

demikian, subjek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, baik yang tunggal

atau persekutuan daerah, tetapi tidak merupakan hak individu, merupakan pula

9 Arina Novizas Shebubakar, Hukum Tanah Adat/Ulayat, h. 14


10 Fadhil Yazid, Pengantar Hukum Agraria ( Medan: Undhar Press, 2020), h. 38.
7

hak dari famili. C. Van Vollenhoven menyebut hubungan itu dengan terminologi

“beschikkingsrecht”, artinya hak untuk menguasai tanah. Namun aspek ini tidak

dapat dilakukan secara mutlak, misalnya hak untuk menjual tanah hak ulayat,

tidak tercakup ke dalam kekuasaan masyarakat hukum adat. Hak ulayat ada, jika

suatu masyarakat hukum adat ada.11

Ada korelasi erat antara hukum adat, masyarakat hukum adat dan prinsip

hak atas tanah ulayat. C. van Vollenhoven menyebut adanya korelasi antara

persekutuan hukum dengan hakulayat. Oleh sebab itu, apabila persekutuan hukum

dinamakan tiang pertama maka hak ulayat dinamakan tiang kedua. Hak ini ada,

apabila suatu persekutuan hukum “claim to have within a certain area the

exlusive right to avail itself of the land”. Akan tetapi, menurut penulis sebenarnya

korelasi erat tersebut seharusnya terdiri dari tiga tiang. Tiang pertama adalah

hukum adat (adatrecht), kemudian tiang kedua persekutuan hukum/masyarakat

hukum adat (rechtsgemeenschappen) dan tiang ketiga baru hak ulayat

(beschikkingrechts).12

Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih apabila memenuhi 3

unsur, yaitu:13

1. Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan

hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat.

2. Masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat

tersebut, yang disadari sebagai tanah kepunyaan bersama warganya sebagai

“ruang hidup”.

11 Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat (Medan: FH USU, 1997), h. 26.

12 Lilik Mulyadi, Eksistensi, Dinamika Dan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas
Tanah Ulayat Masyarakat Adat di Indonesia (Jakarta: Puslitbang Hukum, 2017), h. 129.

13 Fadhil Yazid, Pengantar Hukum Agraria , h. 40.


8

3. Masih adanya penguasaan adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh

para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan

sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum adat waris adalah

aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta

peninggalan / harta warisan dapat diteruskan kepada waris dari suatu

generasi kegenerasi berikutnya.

2. Adapun sebab-sebab kewarisan yakni karna sebab keturunan, sebab

perkawinan, sebab adopsi dan masyarakat jauh.

3. Tanah ulayat merupakan tanah kepunyaan bersama yang diyakini sebagai

karunia suatu peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang

merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi

kehidupan dan penghidupan kelompok tersebut sepanjang masa.

4. Hak ulayat masyarakat hukum adat adalah serangkaian wewenang dan

kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah

wilayahnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ikhtiar Baru


Van Hoeve, 2000.
Anshori, Abdul Ghofur, Filsafat Hukum Kewarisan Islam. Yogyakarta:
UII Press, 2005.
Anshori, Abdul Ghofur, Filsafat Hukum Kewarisan Islam. Yogyakarta:
UII Press Yogyakarta. 2010.
Shomad, Abd., Hukum Islam. Jakarta: Kencana, 2010.
Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawari. Jakrata: PT. Grafindo Persada, 1995.
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana 2010.
Sajuti, Thalib, hubungan Tanah Adat Dengan hukum Agraria Di
Minangkabau. Jakarta, Bina Aksara.
Vollenhoven, Van, Orientasi dalam hukum Adat indonesia. Jakarta,
Jambatan.
Koesnoe, M., Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini.
Surabaya: Airlangga University Press, 1979.
Hermansyah, Erwin Owan , dkk., Buku Ajar Hukum Adat. Kota Malang:
Madza Media, 2021.
Yulia, Buku Ajar Hukum Adat. Aceh: Unimal Press, 2016.
Jaya, Dwi Putra, Hukum Kewarisan di Indonesia. Bengkulu : Zara Abadi,
2020.
Shebubakar, Arina Novizas, Hukum Tanah Adat/Ulayat. Jakarta:
Kebayoran Baru, 2019.
Yazid, Fadhil, Pengantar Hukum Agraria. Medan: Undhar Press, 2020.
Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat. Medan: FH USU, 1997.
Mulyad, Lilik i, Eksistensi, Dinamika Dan Perlindungan Hukum
Terhadap Hak Atas Tanah Ulayat Masyarakat Adat di Indonesia. Jakarta:
Puslitbang Hukum, 2017.

10

Anda mungkin juga menyukai