ADAT
Disusun Untuk Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Sekolah Tinggi
Oleh Kelompok 8 :
Anjas Irawan: 200231004
Taufik Haryadi: 200231049
Muh. Akbar: 200231057
Khaeril Mahdar: 200231031
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah
kepada umat ini. Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada Nabi kita
Muhammad SAW yang tidak ada setelahnya, panutan yang paling baik bagi
seluruh bagi seluruh umat manusia. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
Ibu Laela Safriyani, S.Sy., M.Hi selaku dosen pengampuh Hukum Konstitusi
yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga
dengan judul “Hukum Waris Adat dan Hukum Tanah Adat ” walaupun kami
sadari masih banyak kekurangan yang belum bisa kami tutupi dalam
Saran dan masukan sangat kami harapkan agar menjadi lebih baik dimasa
yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .................................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adat adalah istilah yang diberikan oleh kalangan ilmu pengetahuan
waktu itu melihat bahwa rakyat Indonesia, yang dipelosok-pelosok hidup dalam
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Peneletian
1
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah hukum waris adat yang sering disebut hukum adat waris berasal
dari istilah waris yang diambil dari Bahasa Arab dan memiliki pengertian bahwa
di dalam hukum waris adat tidak semata-mata hanya menguraikan mengenai waris
dalam hubungannya dengan ahli waris, namun lebih luas dari itu . Hukum waris
adat adalah hukum adat yang memuat garisgaris ketentuan mengenai sistem dan
Asas-asas hukum waris; tentang harta warisan; pewaris dan ahli waris; serta cara
bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris
Istilah hukum waris adat disebut hukum adat waris, istilah waris dialih dari
Bahasa Arab yang telah menjadi Bahasa indonesia, dengan pengertian bahwa di
dalam hukum waris adat tidak semata-mata hanya akan menguraikan tentang
waris dalam hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu. (ukum
waris adat adalah hukum adat yangmemuat garis-garis ketentuan tentang sistem
dan azas-azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta
cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari
pewaris kepada ahli waris. Hukum waris adat merupakan hukum penerusan harta
2 Erwin Owan Hermansyah, dkk., Buku Ajar Hukum Adat (Kota Malang: Madza Media,
2021), h. 106.
2
3
waris adat membuat hukum waris adat tidak mengenal bagian-bagian tertentu
harta warisan dapat diteruskan kepada waris dari suatu generasi kegenerasi
berikutnya. Dalam hal kewarisan juga sangat erat kaitannya dengan perkawinan,
jenis perkawinan adat disini dapat ditandai dengan pemberian uang jujur oleh
kewajiban adat ketika dilakukan pelamaran, berbeda dengan mas kawin yang
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan
tentang sistem dan azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris
serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya
dari pewaris kepada waris. Hukum waris adat sebenarnya adalah hukum
Sistem Kewarisan dalam hukum adat waris dapat dibagi menjadi tiga
penjelasan yakni Sistem Kolektif yaitu harta peninggalan tidak dibagi-bagi kepada
ahli waris tetapi semua dapat menikmati hasilnya yang merupakan harta budel /
harta pustaka dimana semua para waris dapat menikmati namun pengurusnya
ditunjuk satu orang dan tidak ada yang boleh memiliki secara pribadi dan Sistem
Mayorat yaitu harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi diserahkan kepada
anak tertua untuk mengolah dan memberikan hasil-hasilnya kepada waris lainnya,
misalnya kepada adik-adiknya dan Sistem individual yaitu harta warisan dapat
3 Yulia, Buku Ajar Hukum Adat (Aceh: Unimal Press, 2016), h. 79.
dibagi-bagi kepada para waris dan dapat menjadi hak milik pribadi sehingga dapat
melakukan transaksi apapun terhadap harta warisan tersebut, sistem individual ini
terdapat dalam BW atau hukum perdata dan KHI (Kompilasi Hukum Islam).5
1. Sebab Keturunan
Keturunan dalam hal ini diutamakan adalah anak sebagai ahli waris utama
2. Sebab Perkawinan
Seorang istri yang ditinggal mati suaminya atau suami yang ditinggal mati
yang asing. Seorang istri yang ditinggal mati suaminya hanya dapat ikut memiliki
atau mengambil hasil seumur hidup dari harta peninggal suaminya. Seorang
suami yang ditinggal istrinya (di Minangkabau) tidak menerima apapun juga dari
3. Sebab Adopsi
menjadi waris terhadap orang tua yang sebenarnya, kecuali di Sumatera yang
menetapkan hubungan waris dengan orang tua dan kerabatnya sendiri telah
terputus.
4. Masyarakat Jauh
5 Dwi Putra Jaya, Hukum Kewarisan di Indonesia (Bengkulu : Zara Abadi, 2020), h. 12.
6 Dwi Putra Jaya, Hukum Kewarisan di Indonesia, h. 18.
5
Apabila ahli waris tidak ada sama sekali peninggalan harta yang ada jatuh
hukum agraria barat yaitu hukum adat. Yang didalamnya mengenal seperti hak
ulayat, hak milik dan hak pakai. Sebagai salah satu unsur esensial pembentuk
Negara, tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa
dikarenakan di tiap daerah memiliki sumber adat yang berbeda. Hukum tanah adat
adalah hukum yang mengatur tentang ha katas tanah yang berlaku di tiap daerah.
Seperti yang kita ketahui hukum tanah adat ini masih sering digunakan dalam
masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi kehidupan dan
hubungan hukum antara para warga masyarakat hukum adat bersama dengan
tanah ulayatnya ini. Adapaun tanah ulayat atau tanah bersama yang dalam hal ini
oleh kelompok di bawah pimpinan kepala adat masyarakat hukum adat, misalnya
adalah hutan, tanah lapang, dan lain sebagainya. Tanah untuk pasar,
penggembalaan, tanah bersama, dan lainlain yang pada intinya adalah demi
keperluan bersama.8
7 Arina Novizas Shebubakar, Hukum Tanah Adat/Ulayat (Jakarta: Kebayoran Baru, 2019),
h. 14
8 Yulia, Buku Ajar Hukum Adat, h. 63.
6
yaitu hak yang dimiliki suatu persekutuan hukum adat, untuk menguasai tanah
beserta segala isinya dalam lingkungan wilayah persekutuan tersebut. Hak ulayat
merupakan hak atas tanah yang tertinggi dalam hukum adat. Penggarapan tanah
Hak ulayat masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 3 UUPA, yaitu
adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan lain
yang lebih tinggi. Hak ulayat masyarakat hukum adat adalah serangkaian
Aspek prinsip subjek hak atas tanah ulayat, menurut C. van Vollenhoven
menyebutkan hak ulayat dimiliki suatu masyarakat hukum adat (suku, desa,
serikat desa) untuk menguasai seluruh isinya dan lingkungan wilayahnya. Dengan
demikian, subjek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, baik yang tunggal
atau persekutuan daerah, tetapi tidak merupakan hak individu, merupakan pula
hak dari famili. C. Van Vollenhoven menyebut hubungan itu dengan terminologi
“beschikkingsrecht”, artinya hak untuk menguasai tanah. Namun aspek ini tidak
dapat dilakukan secara mutlak, misalnya hak untuk menjual tanah hak ulayat,
tidak tercakup ke dalam kekuasaan masyarakat hukum adat. Hak ulayat ada, jika
Ada korelasi erat antara hukum adat, masyarakat hukum adat dan prinsip
hak atas tanah ulayat. C. van Vollenhoven menyebut adanya korelasi antara
persekutuan hukum dengan hakulayat. Oleh sebab itu, apabila persekutuan hukum
dinamakan tiang pertama maka hak ulayat dinamakan tiang kedua. Hak ini ada,
apabila suatu persekutuan hukum “claim to have within a certain area the
exlusive right to avail itself of the land”. Akan tetapi, menurut penulis sebenarnya
korelasi erat tersebut seharusnya terdiri dari tiga tiang. Tiang pertama adalah
(beschikkingrechts).12
unsur, yaitu:13
“ruang hidup”.
11 Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat (Medan: FH USU, 1997), h. 26.
12 Lilik Mulyadi, Eksistensi, Dinamika Dan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas
Tanah Ulayat Masyarakat Adat di Indonesia (Jakarta: Puslitbang Hukum, 2017), h. 129.
3. Masih adanya penguasaan adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh
PENUTUP
A. Kesimpulan
wilayahnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
10