Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM KELUARGA DAN WARIS


DOSEN: HANITA MAYASARI, SH., MH

HUKUM WARIS ADAT

Disusun Oleh :

Wagiyo Susastro Hadinoto


NIM. 201217141

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURAKARTA
2019
A. Latar Belakang Masalah
Hukum adat merupakan suatu istilah yang diterjemahkan dari
Bahasa Belanda. Pada mulanya hukum adat itu dinamakan “adat rect” oleh
Snouchk Hurgronje dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers”. Buku ini
artinya adalah orang-orang Aceh. Mengapa Snouchk Hurgronje memberi
judul “Orang-orang Aceh ?” karena pada masa Penjajah Belanda orang Aceh
sangat berpegang teguh pada hukum Islam yang saat itu dimasukkan ke dalam
hukum adat. Istilah Adatrecht digunakan juga oleh Van Vollenhoven
dalam bukunya yang berjudul “Het Adat-Recht Van Nederlandsch Indie”
yang artinya hukum ada Hindia Belanda. Mengapa Van Vollenhoven
memberi judul hukum adat Hindia Belanda dalam Bukunya ? Karena Van
Vollenhoven menganggap bahwa rakyat Indonesia banyak yang menganut
hukum adat pada masa Hindia Belanda.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan hukum bagi masyarakat Indonesia
di masa ini dan masa yang akan datang dalam rangka membangun masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945,maka untuk
penyusunan hukum nasional diperlukan adanya konsepsi-konsepsi dan asas-
asas hukum yang berasal dari hukum adat.Hukum adat merupakan salah satu
sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan
hukum nasional yang menuju keaa rah Univikasi hukum yang terutama akan
dilaksanakan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan.
Salah satu inti dari unsure hukum adat guna pembinaan hukum waris
nasional dalam hukum waris adat,oleh karenanya bahan-bahan hukum waris
adat perlu diketengahkan dengan jalan melakukan penelitian kepustakaan
yang ada maupun penelitian di lapangan untuk dapat mengetahui dari berbagai
system dan asa hukum waris adat yang terdapat di seluruh wawasan nusantara
ini dapat di cari titik temu.dan kesesuainya dengan kesadaran hukum nasional
Menurut perkiraan kita kesadaran hukum nasional yang menyangkut
hukum waris adat adalah pada tempatya apabila hak – hak kebendaan atau
warisan tidak lagi dibedakan antara pria dan wanita untuk sebagian besar
bangsa Indonesia dalam hal ini kita berada pada garis demokrasi antara hukum
adat dengan islam yang mana hukum islam itu pada sebagian besar
masyarakat yang beragama islam belum berlaku sebagaimana mestinya.
Disebagian besar masyarakat kecuali dibeberapa daerah atau pada kelompok
terbatas masih berpegang pada hukum waris adat kemudian mengenai hukum
waris adat itu sendiri terhadap system dan asas – asas hukumnya yang
berbeda-beda.
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk
dalam hal pewarisan, Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris
diantaranya, diantaranya waris menurut hukum BW, hukum islam, dan adat.
Masing-masing hukum tersebut memiliki karakter yang berbeda dengan yang
lain.
Harta warisan menurut hukum adat bisa dibagikan secara turun-
temurun sebelum pewaris meninggal dunia, tergantung dari musyawarah
masing-masing pihak. Hal ini sangat berbeda dengan kewarisan hukum BW
dan hukum islam yang mana harta warisan harus dibagikan pada saat ahli
waris telah telah meninggal dunia. Apabila harta warisan diberikan pada saat
pewaris belum meninggal dunia, maka itu disebut pemberian biasa atau dalam
hukum islam bias disebut sebagai hibah.
Dengan adanya beragam bentuk sistem kewarisan hukum adat,
menimbulkan akibat yang berbeda pula, maka pada intinya hukum waris harus
disesuaikan dengan adat dan kebudayaan masing-masing daerah dengan
kelebihan dan kekurangan yang ada pada sistem kewarisan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas terdapat permasalahan yang
akan dibahas, yaitu:
1. Apa pengertian dari hukum waris adat?
2. Apa saja sifat hukum waris adat?
3. Bagaimana hukum waris adat yang ada di Indonesia?
C. Pembahasan
1. Pengertian Dari Hukum Waris Adat
Di gunakanya hukum waris adat dalam hal ini adalah dimaksudkan
untuk membedakan dengan istilah hukum waris barat, hukum waris Islam,
hukum waris Indonesia, hukum waris nasional, hukum waris Batak,
hukum waris Minangkabau, hukum waris jawa dan sebagainya. Hukum
waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang
sistem dan azas-azas hukum waris, tentang harta waris, pewaris, dan bagai
mana cara harta warisan itu dialihkan. Pengertian hukum waris adat
menurut para ahli :
1) Ter haar
Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara
bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta
kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada
generasi.
2) Soepomo
Mengatur peroses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta
benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda dari suatu
angkatan manusia (generatie) kepada keturunannya.
3) Wirjono
Warisan ialah bahwa warisan itu soal apakah dan bagaimanakah
berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang
lain yang masih hidup.
2. Sifat Hukum Waris Adat
a. Berbeda
Bahwa hukum waris adat berbeda dengan hukum waris yang diatur
dalam hukum perdata dan hukum waris adat itu berbeda antara anggota
masyarakat hukum adat.
b. Harta waris adat tidak dapat dinilai harganya
Bahwa hukum waris adat itu tidak bias diperjual belikan ataupun
dialikan ke anggota persekutuan hukum tyang lain Karena hukum
waris adat ini diwariskan secara turun – temurun.
c. Harta tidak dapat dijual
Bahwa hukum waris adat itu dalam hal harta berwujud maupun harta
tidak berwujut tidak dapat dijual atau dialikan ke anggota persekutuan
hukum yang lain.
d. Harta waris ada yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Bahwa harta waris itu ada yang dapat dibagi contohnya saja sawah
atau ladang dalam hal ini apabila seorang pewaris mendapatkan harta
waris, pewaris tesebut boleh membagikan harta warisannya kepada
anak–anaknya. Sedangkan harta waris yang tidak dapat dibagi
contohnya adalah wasiat.
e. Tidak mengenal azas legitieme portie (bagian mutlak)
Suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat
dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Istilah Dalam Hukum Waris Adat :
1) Warisan
Harta peninggalan baik berupa benda berwujud maupun tidak
berwujud yang bersifat turun temurun dari generasi ke generasi
berikutnya.
2) Peninggalan
Harta yang berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud
yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris.
3) Pusaka
Terdiri dari harta pusaka yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi :
- Harta pusaka yang dapat dibagi ialah harta warisan yang tidak
mempunyai nilai religious magis missal: sawah, lading.
- Harta pusaka yang tidak dapat dibagi ialah harta warisan yang
mempunyai nilai religious magis miasal : tempat ibadah
(pemerenjanan, sangga), alat pemujaan (siwa krana).
f. Harta Perkawinan
Harta kekayaan yang dikuasai atau dimiliki oleh suami istri karena
adanya ikatan perkawinan, harta perkawinan ini terdiri dari harta
bawaan, harta penantian, harta pencariaan, harta hibah.
g. Harta Penantian
Semua harta yang dikuasai dan diimiliki oleh suami istri ketika
perkawinan terjadi. Jika perkawinan istri ikut ke pihak suami maka
harta yang dikuasai atau dimiliki suami sebelum perkawinan
merupakan harta penantian suami,atau harta pembujangan dan jika
sebaliknya suami ikut ke pihak istri maka harta yang di bawanya
merupakan harta pembekalan, sedangkan isteri dengan harta penantian
isteri.
h. Harta Bawaan
Istilah ini dipakai untuk menunjukan semua harta yang suami dan
dating,di bawa oleh suami atau oleh isteri ketika perkawinan itu
terjadi,jadi sebagai kebalikan dari harta penantian, Jika suami
mengikuti pihak isteri maka harta bawaannya kita sebut harta bawaan
suami dan jika sebaliknya isteri yang ikut ke pihak suami maka harta
bawaanya kita sebut harta bawaan isteri.
i. Harta Pencaharian
Istilah ini di pakai untuk menunjukan semua harta kekayaan yang
didapat dari hasil usaha perseorangan atau usaha bersama suami isteri
yang terikat dalam ikatan perkawinan. Pada umumnya harta
pencaharian ini merupakan harta bersama suami isteri dalam ikatan
perkawinan, tetapi adakalanya merupakan harta terpisah di antara hasil
suami milik suami, hasil isteri milik isteri.
j. Harta Pemberian
Istilah ini yang jelasnya ialah harta asal pembberian, di pakai untuk
menunjukan harta kekayaan yang di dapat suami isteri secara bersama
atau secara perseorangan yang berasal dari pemberian orang lain.
Pemberian itu dapat berupa pemberian hadiah atau pemberian hibah
atau wasiat.
k. Pewaris
Istilah ini di pakai untuk menunjukan orang yang meneruskan harta
kekayaan yang akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan
pembagian harta warisan kepada para warisanya. Jadi ketika pewaris
masih hidup pewarisan berarti penerusan atau penunjukan, setelah
pewaris wafat pewarisan berarti pembagian harta warisan.
l. Pewarisan
Istilah ini di pakai untuk menyatakan perbuatan meneruskan harta
kekayaan yang akan di tinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan
pembagian harta warisan kepada pewarisnya. Jadi ketika pewaris
masih hidup pewarisan berarti penerusan atau penunjukan,setelah
pewaris wafat pewarisan berarti pembagian harta warisan.
m. Waris
Istilah ini dipakai untuk menunjukan orang yang mendapat harta
warisan,yang terdiri dari ahli waris yaitu mereka yang berhak
menerima warisan dan bukan ahli waris tetapi kewarisan juga dari
harta warisan. Jadi waris yang ahli waris ialah orang yang berhak
mewarisi,sedangkan yang bukan ahli waris adalah orang yang
kewarisan.
Masyarakat bangsa indonesia adalah homogen, mempunyai
kepercayaan yang berbeda-beda khususnya dalam hal pewarisan. Oleh
sebab itu sudah pastai antara daerah yang satu dengan yang lain jelas
berbeda, perbedaan ini yang terkadang menimbulkan perselisihan di antara
para pewarisnya.
3. Hukum Waris Adat yang ada di Indonesia
Menurut Hilman Hadikusuma, digunakannya istilah hukum waris
adat dalam hal ini dimaksudkan untuk membedakan dengan istilah hukum
watis barat, hukum waris islam, hukum waris Indonesia, hukum waris
nasional, hukum waris Minangkabau, hukum waris Batak, hukum waris
Jawa dan sebagainya. Jadi istilah hukum waris adat atau bisa disebut
hukum adat waris tidak ada bedanya.
Hukum adat waris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip
garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan[5]
a) Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhya dari
kedudukan wanita didalam pewarisan (Gayo, Alas, Batak, Nias,
Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, Irian).
b) Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari
kedudukan pria di dalam pewarisan (Minang kabau, Enggano, Timor).
c) Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik
menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu),
dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam
pewarisan (Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi
dan lain-lain).
Dilihat dari orang yang mendapatkan warisan (kewarisan) di
Indonesia terdapat tiga macam sistem, yaitu sistem kewarisan kolektif,
kewarisan mayorat, dan kewarisan individual.
1) Sistem Kolektif
Apabila para waris mendapat harta peninggalan yang diterima mereka
secara kolektif (bersama) dari pewaris yang tidak terbagi secara
perseorangan, maka kewarisan demikian disebut kewarisan kolektif.
Menurut sistem kewarisan ini para ahli waris tidak boleh memiliki
harta peninggalan secara pribadi, melainkan diperbolehkan untuk
memakai, mengusahakan atau mengolah dan menikmati hasilnya
(Minangkabau: “ganggam bauntui”). Pada umumnya sistem kewarisan
kolektif ini terhadap harta peninggalan leluhur yang disebut “harta
pusaka”, berupa bidang tanah (pertanian) atau barang-barang pusaka,
seperti tanah pusaka tinggi, sawah pusaka, rumah gadang, yang
dikuasai oleh Mamak kepala waris dan digunakan oleh para
kemenakan secara bersama-sama. Di Ambon seperti tanah dati yang
diurus oleh kepala dati, dan di Minahasa terhadap tanah “kalakeran”
yang dikuasai oleh Tua Unteranak, Haka Umbana atau Mapontol, yang
di masa sekarang sudah boleh ditransaksikan atas persetujuan anggota
kerabat bersama.
2) Sistem Mayorat
Apabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi dan hanya dikuasai anak
tertua, yang berarti hak pakai, hak mengolah dan memungut hasilnya
dikuasai sepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban
mengurus dan memelihara adik-adiknya yang pria dan wanita sampai
mereka dapat berdiri sendiri, maka sistem kewarisan tersebut disebut
“kewarisan mayorat”. Di daerah Lampung beradat pepadun seluruh
harta peninggalan dimaksud oleh anak tertua lelaki yang disebut “anak
punyimbang” sebagai “mayorat pria”. Hal yang sama juga berlaku di
Irian Jaya, di daerah Teluk Yos Sudarso kabupaten Jayapura.
Sedangkan di daerah Semendo Sumatera Selatan seluruh harta
peninggalan dikuasai oleh anak wanita yang disebut “tunggu tubing”
(penunggu harta) yang didampingi “paying jurai, sebagai “mayorat
wanita”.
3) Sistem Individual
Apabila harta warisan dibagi-bagi dan dapat dimiliki secara
perorangan dengan “hak milik”, yang berarti setiap waris berhak
memakai, mengolah dan menikmati hasilnya atau juga
mentransaksikannya, terutama setelah pewaris wafat, maka kewarisan
demikian disebut “kewarisan individual”. Sistem kewarisan ini yang
banyak berlaku di kalangan masyarakat yang parental, dan berlaku
pula dalam hukum waris barat sebagaimana diatur dalam KUH Perdata
(BW) dan dalam Hukum Waris Islam.

D. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa hukum adat
waris meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian
dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan harta
kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi.
Sistem hukum waris adat:
1. Sistem mayorat
2. Sistem kolektif
3. Sistem idividual
Sistem keturunan menurut hukum adat:
a. Sistem patrilineal
b. Sitem matrilineal
c. Sistem bilateral/parental
DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, Hilman. 1993. Hukum Waris Adat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Setiady, Tolib. 2009. Intisari Hukum Adat Indonesia. Bandung: Alfabeta

Soakanto, Soerjono. 2002. Hukum Adat Indonesia . Jakarta: PT RajaGrafindo

Sudiyat, Iman. 1981. Hukum Adat Sketsa Asas. Yogyakarta: Liberty

Anda mungkin juga menyukai