Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM ADAT PEWARISAN

Dosen :

Rahmad Hendra, S.H., M.Kn

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Muhammad Daffa Habibie (2209111733)

Desi Marta Shelvyani (2209111870)

Dwi Agustin Panggabean (2209111861)

Maria Laura Olivia Simanjuntak (2209111849)

Nopri Ramadhan (2209111707)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

2023
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan
rahmat dan kebaikan-Nya sehingga makalah yang berjudul, “HUKUM ADAT PEWARISAN”
dapat kami selesaikan dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca tentang bagaimana hukum adat pewarisan. Begitu pula atas
limpahan kesehatan dan kesempatan yang Tuhan karuniai kepada kami sehingga makalah ini
dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media
internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami,
Bapak Rahmad Hendra, S.H., M.Kn dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Tuhan.
Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Penulis
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang
lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Pekanbaru, 05 Juni 2023

Penulis

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................4
RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................5
TUJUAN......................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 PENGERTIAN HUKUM WARIS ADAT............................................................................6
2.2 CORAK HUKUM WARIS ADAT.......................................................................................7
2.3 SISTEM PEWARISAN.........................................................................................................7
2.4 UNSUR - UNSUR HARTA..................................................................................................9
2.5 PROSES PENERUSAN HARTA.......................................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................12
PENUTUP.....................................................................................................................................12
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hukum waris adat adalah Hukum yang memuat garis - garis ketentuan tentang sistem dan
asas - asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta
warisan itu dialihkan penguasa dan pemiliknya dari pewaris kepada waris. Hukum waris adat
sesungguhnya adalah Hukum penerusan serta mengoperkan harta kekayaan dari sesuatu generasi
kepada keturunannya. Masyarakat Indonesia yang menganut berbagai macam agama dan
kepercayaan yang berbeda - beda mempunyai bentuk - bentuk kekerabatan dengan sistem
keturunan yang berbeda - beda. Sistem keturunan yang berbeda - beda ini nampak pengaruhnya

4
dalam system kewarisan Hukum adat. Di dalam Hukum adat tidak mengenal cara - cara
pembagian dengan penghitungan tetapi didasarkan atas pertimbangan, mengingat wujud benda
dan kebutuhan waris yang bersangkutan.

Selanjutnya, hukum kewarisan juga merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang
peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang
berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan mengalami
peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum yaitu disebut meninggal dunia. Apabila terjadi suatu
peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini merupakan peristiwa hukum yang sekaligus
menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak - hak dan
kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penyelesaian hak - hak dan kewajiban seseorang
tersebut.

Penyelesaian hak - hak dan kewajiban seseorang tersebut diatur oleh hukum. Jadi, warisan itu
dapat dikatakan sebagai himpunan peraturan - peraturan hukum yang mengatur hak - hak dan
kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris atau bahan hukum lainnya. Untuk itu,
disini akan dijelaskan secara ringkas terkait dengan hukum kewarisan adat.

RUMUSAN MASALAH
Untuk membatasi pembahasan dalam makalah ini, supaya leis fokus kepada temamaka akan
dibatasi sebagai berikut :

a. Apa pengertian hukum waris adat ?


b. Bagaimana corak dari hukum waris adat ?
c. Apa sistem yang ada dalam hukum waris ada ?
d. Apa saja unsur – unsur harta ?
e. Bagaimana proses penerusan harta dalam hukum waris adat ?

TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :

5
a. Untuk mengetahui pengertian hukum waris adat
b. Untuk mengetahui corak dari hukum adat
c. Untuk mengetahui sistem yang ada dalam hukum waris adat
d. Untuk mengetahui unsur – unsur harta
e. Untuk menggambarkan proses penerusan harta dalam hukum waris adat

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HUKUM WARIS ADAT
Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis – garis ketentuan tentang system
dan asas – asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris, dan waris serta bagaimana cara
harta warisan itu dialihkan oleh pemiliknya dari pewaris kepada ahli waris. Hukum ini
sesungguhnya adalah hukum penerusan serta mengoperkan harta kekayaan dari suatu generasi
kepada keturunannya. Di dalam Hukum adat sendiri tidak mengenal cara - cara pembagian

6
dengan penghitungan tetapi didasarkan atas pertimbangan, mengingat wujud benda dan
kebutuhan waris yang bersangkutan.

Hukum adat waris memuat peraturan – peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperkan barang – barang harta benda dan barang – barang tidak berwujud dari angkatan
manusia kepada turunannya. Soerojo Wignjodipoero mengatakan bahwa Hukum adat waris
meliputi norma - norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun
immaterial yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya. Jadi,
Hukum waris adat adalah aturan - aturan hukum yang mengatur tentang cara penerusan dan
peralihan harta kekayaan yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari generasi ke generasi.
Dengan demikian, hukum waris itu mengandung tiga unsur, yaitu: adanya harta peninggalan atau
harta warisan, adanya pewaris yang meninggalkan harta kekayaan dan adanya ahli waris atau
waris yang akan meneruskan pengurusannya atau yang akan menerima bagiannya. Jadi
sebenarnya hukum waris adat tidak semata - mata hanya mengatur tentang warisan dalam
hubungannya dengan ahli waris tetapi lebih luas dari itu. Hilman Hadikusuma mengemukakan
hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis - garis ketentuan tentang sistem dan
asas - asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris, dan waris serta cara bagaimana harta
warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Dalam hal ini
terlihat adanya kaidah – kaidah yang mengatur proses penerusan harta, baik material maupun
non material dari suatu generasi kepada keturunannya. Selain itu pandangan hukum adat pada
kenyataannya sudah dapat terjadi pengalihan harta kekayaan kepada waris sebelum pewaris
wafatdalam bentuk penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atasbendanya
oleh pewaris kepada waris.

2.2 CORAK HUKUM WARIS ADAT


Sistem pewarisan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan atau struktur
sosial kemasyarakatan setempat. Pada masyarakat Indonesia dikenal 3 (tiga) jenis struktur sosial
sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang dalam hukum adat disebut sistem kekerabatan
yaitu :

1. Sistem patrilinieal yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan bapak, dimana
kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan.

7
2. Sistem matrilineal yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan
wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria didalam pewarisan

3. Sistem parental atau bilateral yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau
menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan didalam
pewarisan.

2.3 SISTEM PEWARISAN


Di Indonesia, hukum adat memiliki sistemnya sendiri terutama berkenaan dengan
kewarisan. Hukum adat waris memiliki 3 (tiga) sistem kewarisan yaitu:

a. Sistem individual

Sistem kewarisan individual pada umumnya banyak terdapat pada masyarakat hukum adat
yang bergaris keturunan atau kekeluargaan secara parental, hal ini akibat dari tiap-tiap keluarga
yang telah hidup berdiri sendiri dan bertanggung jawab kepada keluarganya yang utama.
sebagaimana di kalangan masyarakat adat Jawa atau juga dikalangan masyarakat adat lainnya
seperti masyarakat Batak yang berlaku adat manjae (Jawa, rnancar, mentas); atau juga di
kalangan masyarakat adat yang kuatdipengaruhi hukum Islam, seperti di kalangan masyarakat
adat Lampung beradat peminggir, di pantai-pantai Selatan Lampung. Keluarga yang dimaksud di
sini adalah terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Fungsi warisan di sini untuk pondasi dari
keluarga dan untuk melangsungkan hidup serta berkembangnya keluarga tersebut. Adapun
kebaikan sistem pewaris individual, waris dapat bebas menguasai dan memiliki harta warisan
tanpa dapat dipengaruhi anggota keluarga yang lain. Kelemahannya, pecahnya harta warisan dan
merenggangnya tali kekerabatan serta timbulnya hasrat ingin memiliki kebendaan secara pribadi
dan mementingkan diri sendiri.

Individual memiliki ciri - ciri yaitu harta peninggalan atau harta warisan dapat dibagi -
bagikan diantara para ahli waris seperti yang terjadi dalam masyarakat bilateral (parental) Jawa.
Di Jawa setiap anak dapat memperoleh secara individual harta peninggalan dari ayah, ibu atau
kakek neneknya. Sistem pewarisan individual yang memberikan hak mewaris secara individual
atau perorangan kepada ahli waris seperti di Jawa, Madura, Toraja, Aceh, dan Lombok.

b. Sistem kewarisan kolektif

8
Memiliki ciri-ciri bahwa semua harta peninggalan terutama harta asal atau harta pusaka
diwariskan kepada sekelompok ahli waris yang berasal dari satu ibu asal berdasarkan garis
silsilah keibuan seperti di Minangkabau atau masyarakat woe-woe Ngadubhaga di Kabupaten
Ngada-Flores. Selanjutnya, kebaikan sistem pewarisan kolektif tampak apabila fungsi harta
kekayaandigunakan untuk kelangsungan hidup keluarga besar itu pada masa sekarang danmasa
seterusnya masih tetap berperan, tolong menolong antara yang satu dan yanglain di bawah
pimpinan kepala kerabat yang penuh tanggung jawab masih tetap dapat dipelihara, dibina dan
dikembangkan. Kelemahan sistem tersebut dapat menimbulkan cara berpikir yang terlalu sempit
kurang terbuka bagi orang luar, sulit mencari keraba tyang kepemimpinannya bisa diandalkan, di
samping rasa setia kawan dan rasa setia kerabat semakin bertambah luntur.

c. Sistem kewarisan mayorat

Memiliki ciri-ciri bahwa harta peninggalan yaitu harta warisan terutama harta pusaka seluruh
atau sebagian besar diwariskan hanya kepada satu anak saja. Seperti di Bali hanya di wariskan
kepada anak laki-laki tertua atau di Tanah Semendo di Sumatera Selatan hanya diwariskan
kepada anak perempuan tertua saja. Sistem pewarisan mayorat;

a. Mayorat pria : anak/keturunan laki-laki tertua/sulung pada saat pewaris meninggal


merupakan ahli waris tunggal (Lampung, Bali, Irian Jaya)

b. Mayorat wanita : anak perempuan tertua pada waktu pemilik harta warisan meninggal,
adalah waris tunggal (Tanah Semendo, Sumatera Selatan.)

c. Mayorat wanita bungsu : anak perempuan terkecil/bgsu menjadi ahli waris ketika si
pewaris meninggal (Kerinci).

2.4 UNSUR - UNSUR HARTA


Jika dilihat dari harta warisan, Dalam hal ini Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa
untuk mengetahui apakah harta dapat terbagi atau memang tidak terbagi, harta warisan itu perlu
dikelompokkan yaitu :
a. Harta Asal
Yaitu semua kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris, baik berupa harta peninggalan
ataupun harta bawaan yang dibawa masuk ke dalam perkawinan. Harta peninggalan dapat

9
dibedakan lagi dengan harta peninggalan yang tidak terbagi, peninggalan yang belum terbagi dan
peninggalan yang terbagi. Harta peninggalan ini pada daerah tertentu seperti di Minangkabau di
kenal pula dengan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi adalah harta warisan yang diperoleh
ahli waris dari lebih dua generasi di atas pewaris, sedangkan harta pusaka rendah semua harta
warisan yang diperoleh dari satu atau dua angkatan kerabat di atas pewaris. Harta bawaan dapat
dibedakan antara harta bawaan suami dan harta bawaan istri. Dilihat dari sudut perkawinan, baik
harta peninggalan maupun harta bawaan kesemuanya merupakan harta asal. Sebaliknya, dilihat
dari sudut pewarisan, keduanya merupakan harta peninggalan. Harta bawaan suami maupun
harta bawaan istri akan kembali kepada pemilik asalnya yaitu yang membawanya bila terjadi
perceraian.
b. Harta Pencaharian
Yaitu harta yang didapat suami isteri secara bersama selama dalam ikatan perkawinan.
Tidak perlu dipermasalahkan apakah isteri ikut aktif bekerja atau tidak. Walaupun yang bekerja
hanya suami, sedangkan isteri hanya tinggal di rumah mengurus rumah tangga dan anak, namun
tetap menjadi hasil usaha suami isteri.
c. Harta Pemberian
Yaitu harta pemberian yang merupakan harta warisan yang bukan karena jerih payah
seseorang bekerja untuk mendapatkannya. Pemberian dapat dilakukan seseorang atau
sekelompok orang atau seseorang atau kepada suami-isteri. Untuk harta pemberian ini, bila
terjadi perceraian maka dapat dibawa kembali oleh masing-masing, sebagaimana peruntukan
yang dimaksud pemberinya.
d. Ahli waris
Yang menjadi ahli waris terpenting adalah anak kandung, sehingga anak kandung dapat
menutup ahli waris lainnya. Di dalam hukum adat juga dikenal istilah :
1. Anak angkat
Dalam hal status anak angkat, setiap daerah mempunyai perbedaan. Putusan Raad Justitie
tanggal 24 Mei 1940 mengatakan anak angkat berhak atas barang-barang gono gini orang tua
angkatnya. Sedangkan barang-barang pusaka (barang asal) anak angkat tidak berhak mewarisinya,
(Putusan M.A. tanggal 18 Maret 1959 Reg. No. 37 K/SIP/1959).
2. Anak tiri

10
Terhadap bapak dan ibu kandungnya anak tersebut merupakan ahli waris, namun anak tersebut
tidak menjadi ahli waris orang tua tirinya. Kadang-kadang begitu eratnya hubungan antara anggota
rumah tangga, sehingga anak tiri mendapat hak hibah dari bapak tirinya, bahkan anak tiri berhak atas
penghasilan dari bagian harta peninggalan bapak tirinya demikian sebaliknya.
3. Anak luar nikah
Anak diluar nikah hanya dapat menjadi ahli waris ibunya.
4. Kedudukan janda
Didalam hukum adat kedudukan janda didalam masyarakat di Indonesia adalah tidak sama sesuai
dengan sifat dan system kekelurgaan. Sifat kekelurgaan Matrilineal : harta warisan suaminya yang
meninggal dunia kembali kekeluarga suaminya atau saudara kandungnya.
5. Kedudukan duda
Di Daerah Minangkabau dengan sifat kekeluargaan matrilineal suami pada hakekatnya tidak
masuk keluarga isteri, sehingga duda tidak berhak atas warisan isteri.

2.5 PROSES PENERUSAN HARTA


Proses pewarisan yang berlaku menurut hukum adat di dalam masyarakat Indonesia
hanya ada dua bentuk. Pertama, proses pewarisan yang dilakukan semasa pewaris masih hidup.
Kedua, proses pewarisan yang dilakukan setelah pewaris wafat. Apabila proses pewarisan
dilakukan semasa pewaris masih hidup maka dapat dilakukan dengan cara penerusan,
pengalihan, berpesan, berwasiat, dan beramanat. Sebaliknya, apabila dilaksanakan setelah
pewaris wafat, berlaku cara penguasa yang dilakukan oleh anak tertentu, anggota keluarga atau
kepada kerabat, sedangkan dalam pembagian dapat berlaku pembagian ditangguhkan, pembagian
dilakukan berimbang, berbanding atau menurut hukum agama.
Mengenai hibah pada masyarakat parental adalah bagian dari proses pewarisan yang
dilakukan sebelum orang tua atau pewaris meninggal. Selanjutnya, hibah pada masyarakat
matrilineal pada dasarnya tidak dikenal. Dan hibah pada masyarakat patrilineal mempunyai arti
pemberian (sebagian kecil) harta kepada anak perempuan yang bukan bagian dari ahli waris.
Hibah ada dua macam, pertama, hibah biasa yaitu hibah yang diberikan pada waktu pewaris
masih hidup, kedua, hibah wasiat yaitu hibah yang dilaksanakan ketika pewaris telah meninggal
dunia.

11
Sedangkan terkait harta warisan setelah pewaris wafat karena alasan - alasan tertentu ada
yang dibagi-bagikan dan ada yang pembagiannya ditangguhkan. Adapun alasan-alasan
penangguhan itu antara lain :
a. Terbatasnya harta pusaka;
b. Tertentu jenis macamnya;
c. Para waris belum dewasa;
d. Belum adanya waris pengganti;
e. Diantara waris belum hadir;
f. Belum diketahui hutang piutang pewaris;
Pembagian harta waris dapat dilakukan dapat mengikuti hukum adat dan mengikuti
hukum waris Islam. Hilman Hadikusuma menyebutkan bahwa pada umumnya masyarakat
Indonesia menerapkan pembagian berimbang yaitu di antara semua waris mendapat bagian yang
sama, seperti dilakukan oleh masyarakat Jawa, dan banyak pula yang menerapkan hukum waris
Islam di mana setiap waris telah mendapatkan jumlah bagian yang telah ditentukan.

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam konteks hukum pewarisan adat, dapat disimpulkan bahwa adat istiadat memainkan
peran penting dalam menentukan bagaimana harta dan aset diwariskan dari generasi ke generasi.
Hukum pewarisan adat berakar pada tradisi dan norma-norma budaya yang diwariskan secara
turun-temurun.

12
Salah satu ciri khas hukum pewarisan adat adalah adanya sistem pewarisan yang berdasarkan
garis keturunan atau hubungan keluarga yang kuat. Kepentingan keluarga besar dan menjaga
kesinambungan kelompok sosial menjadi faktor utama dalam menentukan bagaimana harta
benda dan properti didistribusikan.

Namun, penting juga untuk dicatat bahwa hukum pewarisan adat sering kali berkonflik dengan
hukum formal yang ada. Ketika hukum adat bertentangan dengan hukum positif, dapat timbul
konflik hukum yang kompleks. Dalam beberapa kasus, perlu dilakukan upaya untuk
mengintegrasikan hukum adat dengan hukum formal agar tercipta keselarasan dan keadilan.

Kesimpulannya, hukum pewarisan adat memainkan peran penting dalam menjaga


keberlanjutan tradisi dan norma-norma budaya suatu masyarakat. Namun, tantangan yang
dihadapi adalah menemukan keseimbangan antara hukum adat dan hukum formal yang
mengakomodasi kepentingan keluarga besar sambil memastikan keadilan bagi individu-individu
yang terlibat. Penting bagi negara dan institusi hukum untuk mengakui dan menghormati
keberadaan hukum pewarisan adat dan bekerja sama dengan komunitas adat untuk mencapai
solusi yang terbaik untuk semua pihak yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai