Anda di halaman 1dari 20

PROSES PELAKSANAAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN TANAH ANTARA ANAK LAKI-LAKI DAN

ANAK PEREMPUAN MENURUT HUKUM ADAT WESE WEHALI DI DESA

BONIBAIS, KECAMATAN LAEN MANEN, KABUPATEN MALAKA

Agorina Muti Ximenes

Universitas nusa cendana

agorinaximenes@gmail.com

ABSTRAK

Agorina Muti Ximenes, “Proses Pelaksanaan dan Faktor-faktor Penghambat dalam


Pembagian Harta Warisan Tanah antara Anak Laki-laki dan Anak Perempuan
Menurut Hukum Adat Wese Wehali Di Desa Bonibais, Kecamatan Laen Manen,
Kabupaten Malaka”, Di bawah bimbingan: Sukardan Aloysius, selaku pembimbing I
dan Yossie M.Y. Jacob, selaku pembimbing II.

Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan
asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris, serta cara harta warisan
itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris. Seperti halnya
masyarakat di Kabupaten Malaka secara garis besar menganut sistem kekerabatan matrilineal
(keibuan) yaitu sistem kekerabatan menurut garis perempuan. Susunan kehidupan masyarakat
menurut sistem matrilineal berlaku secara turun temurun dari generasi ke generasi, karena
merupakan adat setempat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:(1) Bagaimanakah
proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan
menurut hukum adat Wese Wehali di Desa Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten
Malaka? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta warisan tanah
antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa
Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka? (3) Bagaimanakah sikap masyarakat
dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan
menurut hukum adat Wese Wehali di Desa Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten
Malaka?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Yuridis
Empiris artinya bahwa dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan
bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di
lapangan. Data diambil secara deskriptif kulitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Proses pelaksanaan pembagian harta warisan
tanah ada beberapa tahap diantaranya: kumpul keluarga di rumah adat, menghadirkan kepala
suku, melakukan ritual adat, meninjau objek tanah dan putusan perkara. (2) Faktor
penghambat pembagian harta warisan antara lain: faktor kebudayaan, tidak ada persetujuan

1
maupun dukungan dan ketidakhadiran kepala suku dan aparat desa. (3) Sikap masayarakat
terhadap pelaksanaan pembagian harta warisann tanah terdapat sikap yang setuju dan tidak
setuju.
Kata Kunci: Proses Pelaksanaan, Pembagian, Faktor Penghambat, SikapMasyarakat,
harta, warisan dan hukum adat.

1. Pendahuluan

Hukum waris di Indonesia bersifat pluralistis, karena berlaku tiga sistem hukum kewarisan,

yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Emiyah,2009:1). Masyarakat Indonesia yang

pluralistis terdiri dari beragam suku bangsa. Keberadaan masyarakat tersebut memiliki adat

istiadat dan hukum adat yang beragam antara daerah yang satu dengan daerah lainnya serta

memiliki karakteristik tersendiri termasuk di dalamnya hukum waris adat yang berlaku pada

daerahnya. Hukum waris adat mempunyai corak dan sifat-sifat tersendiri yang khas di

Indonesia, dan berbeda dengan hukum Islam maupun hukum barat. Hukum tersebut berasas

kekeluargaan, yaitu kepentingan hidup yang rukun dan damai lebih diutamakan dari pada

sifat-sifat kebendaan dan mementingkan diri sendiri.

Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari susunan kekerabatan masyarakat. Hukum

ini dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang

ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli waris.

Meninggalnya pewaris akan membawa dampak terhadap orang yang masih hidup (ahli waris)

dan harta warisan yang ditinggalkan. Pembagian warisan sangat mempengaruhi hubungan

kekeluargaan dalam suatu masyarakat. Dampaknya dapat berupa dampak positif maupun

dampak negatif sehingga dalam pembagian warisan tentunya harus mempertimbangkan

hukum waris yang digunakan dalam pembagian warisan tersebut. Namun demikian, untuk

2
mengatasi masalah yang timbul akibat pembagian warisan maka diperlukan adanya suatu

musyawarah keluarga dan memperhatikan kerarifan lokal suatu daerah. Misalnya, masalah

pembagian warisan secara adat sendiri dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan dan sistem

kewarisan yang dianut. Manusia dalam perjalanannya di dunia mengalami 3 (tiga) peristiwa

yang penting yaitu waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, waktu ia meninggal dunia. Pada

waktu ia dilahirkan tumbuh tugas baru di dalam keluarganya. Demikianlah di dalam artian

sosiologis, ia jadi pengemban dari hak dan kewajiban (Ali Afandi,1986: 5). Manusia

merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa yang sempurna, setiap orang yang hidup di

dunia ini pasti akan mengalami suatu peristiwa dalam hidup, misalnya kematian. Hal ini tidak

ada orang yang bisa mengetahui kapan akan mati karena kematian merupakan rahasia yang

digenggam oleh Tuhan. Orang yang meninggal dunia tidak akan membawa apa yang telah dia

miliki selama hidup di dunia. Hal yang akan dibawa seseorang ketika dia meninggal dunia

yaitu amal ibadah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh. Ketika orang sudah meninggal

dunia, akan menimbulkan akibat hukum yaitu tentang bagaimana kelanjutan pengurusan hak

dan kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia. Seringkali yang menjadi masalah

adalah dalam hal pembagian harta waris. Pembagian harta waris ini sering menyebabkan

permasalahan, karena berhubungan dengan berpindahnya harta kekayaan kepada generasi

penerusnya.

Berdasarkan pasal 18B ayat (2) negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang

diatur dalam undang-undang dasar. Ada juga aturan lain dalam Undang-undang Dasar Negara

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 32 ayat (1) dan (2) yang berbunyi (1) “

Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan

menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai

3
budayanya”, dan ayat (2) “ Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai

kebudayaan budaya nasioanl”. Masyarakat Kabupaten Malaka, Kecamatan Laen Manen,

Desa Bonibais adalah salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur yang sampai saat ini masih

mengembangkan dan menerapkan hukum adatnya dalam relasi sosial bahkan disetiap bidang

kehidupan masyarakat, salah satunya adalah adat Wese Wehali dalam pembagian harta

warisan tanah.

Harta peninggalan pewaris ada beragam jenisnya, dan salah satunya adalah tanah. Harta waris

berupa tanah ini juga dibagi menjadi dua jenis yaitu tanah tanpa bangunan dan tanah beserta

bangunan. Cara pembagian harta warisan berupa tanah jelas tidak mudah. Apalagi jika

pewaris masih memiliki orang tua lengkap. Harta tersebut harus dibagi menurut porsinya

masing-masing. Untuk memudahkan pembagian harta warisan yang berupa tanah baik

dengan bangunan maupun tidak, sebaiknya tawarkan dulu kepada saudara yang mau

membeli.Jika tidak ada yang mau membeli, sebaiknya harta tersebut dijual. Jika sudah dalam

bentuk uang, maka pembagiannya akan lebih mudah. Setiap ahli waris memiliki bagiannya

masing-masing. Tentu saja jumlah bagian antara satu ahli waris dengan ahli waris lainya

saling mempengaruhi. Sebab itulah sebaiknya harta waris berupa tanah dijual lebih dulu agar

tidak mempersulit pembagian warisan nanti.

Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-

asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris, serta cara harta warisan itu

dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris. Adapun yang

dimaksud dengan harta warisan adalah harta kekayaan dari pewaris, baik harta itu telah

dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi (Hilman Hadikusuma,1990:3). Cara 4

pengalihan harta kekayaan kepada ahli waris dilaksanakan sesudah pewaris wafat. Menurut

Soepomo dalam Soerjono Wignyodipoero (1988:14), “Hukum adat merupakan hukum yang

4
tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif (unstatory low) merupakan peraturan-

peraturan hidup meskipun tidak ditetapkan yang berwajib, namun ditaati dan didukung oleh

rakyat berdasarkan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan

hukum”. Pendapat ini menggambarkan, bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis,

tetapi menuntut ketaatan dari setiap individu yang hidup dalam suatu kelompok tertentu

karena merupakan kebiasaan turun temurun yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan

mempunyai sanksi yang apabila dilanggar akan mendapat ganjaran dari masyarakat adat.

Umumnya hukum adat di Indonesia dipengaruhi oleh bentuk kekerabatan dari masyarakat itu

sendiri, setiap kekerabatan atau kekeluargaan memiliki sistem hukum waris sendiri-sendiri.

Secara teoritis sistem kekerabatan di Indonesia dapat dibedakan atas tiga corak, yaitu sistem

patrilineal, sistem matrilineal, dan sistem parental atau bilateral. Sistem keturunan ini

berpengaruh dan sekaligus membedakan masalah hukum kewarisan, disamping itu juga

antara sistem kekerabatan yang satu dengan yang lain dalam hal perkawinan. Permasalahan

waris merupakan salah satu permasalahan yang sampai saat ini sering menimbulkan sengketa

yang menyebabkan perpecahan dalam keluarga bahkan tidak jarang waris menjadi alasan

orang menghilangkan nyawa orang lain. Hal ini umumnya karena persepsi bahwa waris

sangat erat hubungannya dengan harta dengan asumsi pasti ahli waris akan menerima harta

dari pewaris seberapapun jumlahnya sehingga menjadi pemicu perpecahan dalam keluarga.

Masyarakat di Kabupaten Malaka secara garis besar menganut sistem kekerabatan matrilineal

(keibuan) yaitu sistem kekerabatan menurut garis perempuan. Susunan kehidupan masyarakat

menurut sistem matrilineal berlaku secara turun temurun dari generasi ke generasi, karena

merupakan adat setempat. Sistem ini menempatkan hak dan kedudukan anak perempuan

dalam keluarga lebih utama dari sauadaranya yang laki-lakidalam mengatur harta warisan.

Hak dan kedudukan ini nampak dalam beberapa hal antara lain:

5
a. Tanggung jawab anak perempuan dalam keluarga lebih besar dari saudara

laki-laki karena ketika dimana dia sudah menikah perempuan tidak boleh

meninggalkan dan harus tetap menjaga kedua orang tuanya.

b. Anak laki-laki mempunyai tanggung jawab dimana ketika ada acara adat dia

hadir hanya untuk berbicara didepan tetapi dalam hal ini dia tidak mempunyai

hak apapun.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan menjadi titik fokus penelitian dari peneliti yaitu :

a. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-

laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa Bonibais,

Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka?

b. Apakah faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta warisan tanah antara

anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa

Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka?

c. Bagaimanakah sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah

antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa

Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prose pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak

laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat wese wehali di Desa Bonibais

Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka.

6
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta

warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat

wese wehali di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka.

3. Untuk mengetahui mengenai sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian

harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum

adat wese wehali di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk pribadi penulis sendiri, untuk

ilmu akademis dan untuk masyarakat secara umum yaitu sebagaai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat bagi ilmu pengetahuan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

dibidang hukum perdata khususnya hukum yang mengatur mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan proses pelaksanaan harta warisan tanah. Dan dapat memberikan

kontribusi bagi perkembangan konsep mengenai proses pelaksanaan harta warisan

tanah.

Manfaat bagi penulis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan penambahan wawasan bagi pribadi penulis, khususnya agar penulis

lebih memahami dengan baik dan benar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah dan hasil penelitian ini dapat

dijadikan pedoman bagi penelitian berikutnya yang sesuai.

2. Metode penelitian

a. Jenis penelitian

7
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

penelitian empiris. Penelitian empiris adalah melakukan penelitian di lapangan

dengan observasi, dan wawancara untuk membandingkan peraturan yang berlaku

dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen

kabupaten Malaka.

c. Populasi, Sampel dan Responden.

a) Populasi

Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pembagian harta warisan

yaitu kepala suku, masyarakat adat, anak laki-laki dan anak perempuan,

pemerintah setempat dan pewaris,dengan demikian populasi berjumlah 15

orang di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka.

b) Sampel

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Teknik sampel jenuh

dalam arti semua anggota populasi ditetapkan sebagai sampel, hal ini

dikarenakan jumlah sampel terbatas.

c) Responden

Yang menjadi responden dari penelitian ini adalah:

1. Kepala Suku : 1 orang

2. Masyarakat Adat : 4 orang

3. Anak Laki-laki : 3 orang

4. Anak Perempuan : 3 orang

5. Pewaris : 3 orang

6. Pemerintahan setempat : 1 orang

8
Total : 15 orang

d. Aspek penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi aspek penelitian adalah:

1. Proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak

perempuan menurut hukum adat wese wehali di Desa Bonibais Kecamatan Laen

Manen Kabupaten Malaka.

2. Faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta warisan tanah antara anak

laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat wesewehali di Desa Bonibais

Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka.

3. Sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah antara anak

laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat wesewehali di Desa Bonibais

Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka.

e. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif ini adalah penelitian itu sendiri. Dimana

peneliti dapat mengetahui secara langsung melalui proses melihat dan mengamati

makna-makna tersembunyi yang dimunculkan oleh subjek penelitian.Untuk

memperoleh hasil penelitian yang cermat dan valid serta memudahkan peneliti

maka perlu menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara, (daftar

pertanyaan), pedoman observasi, dan dokumentasi.

f. Sumber Data

Dalam setiap penelitian, data merupakan faktor penting yang harus diperoleh

peneliti. Data ini diperoleh dari dua jenis sumber, yaitu :

9
1. Data Primer,

Data primer adalah data yang di peroleh langsung dari responden melalui

wawancara langsung dari sumber dimana penelitian akan berlangsung.

2. Data Sekunder,

Data sekunder adalah data yang di peroleh melalui penelusuran terhadap

sumber-sumber informasi berupa buku-buku, internet dan catatan tertulis

yang relevan dengan tujuan dan masalah penelitian.

7. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

1. Observasi (pengamatan)

Observasi (pengamatan) dilakukan dengan cara pengamatan secara

langsung mengenai fenomena-fenomena yang diteliti dan sekaligus untuk

memastikan apakah cukup tersedia data dan informasi yang dibutuhkan dalam

penelitian ini, untuk memperkuatkan penelitian ini peneliti juga melakukan

dokumentasi pada saat wawancara. Observasi ini dilakukan dengan cara,

peneliti mendatangi lokasi penelitian, selanjutnya melakukan pengamatan dan

pencatatan tentang fenomena-fenomena yang diteliti dilokasi penelitian, yaitu

di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka yang dilakukan

sesaat atau berulang-ulang secara informal sehingga mampu mengersahkan

peneliti untuk sebanyak mungkin mendapatkan informasi yang berkaitan

dengan masalah penelitian.

2. Wawancara

10
Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview),

yaitu dengan mengumpulkan sejumlah data dari informan dengan menggunakan

daftar pertanyaan dengan merajuk pada pedoman wawancara yang telah disusun

secara sistematis agar data yang ingin diperoleh lebih lengkap dan valid.

Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dan langsung

(bertatap muka) dengan informan yang ditunjang oleh pedoman wawancara.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis.

Teknik mengkaji dokumen dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencatat

apa yang tertulis dalam dokumen atau arsip yang berhubungan dengan

masalah yang sedang diteliti, kemudian berusaha untuk memahami maknanya.

Adapun dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk

mengetahui data tentang proses pembagian harta warisan tanah di Desa

Bonibais Kabupaten Malaka, data-data yang tertulis yang berhubungan dengan

penelitian ini.Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. (Sugiyono, 2016 :329)

8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah melalui beberapa

tahapan sebagai berikut :Data hukum (editing), penandaan data hukum, (coding),

rekonstruksi data hukum (reconstructing), dan sistematika data hukum

(systematizing). Pemeriksaan data hukum (editing), yaitu mengoreksi dan

memperbaiki data hukum yang sudah terkumpul cukup lengkap, benar, dan sudah

sesuai atau relevan dengan masalah dan penandaan data hukum (coding) yaitu

memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data hukum

11
(buku,perjanjian internasional terkait, jurnal ilmiah, media online dan kamus hukum),

rekonstruksi data hukum (reconstructing) yaitu menyusun ulang data hukum secara

teratur, berurutan, dan logis, sehingga mudah dipahami dan di interprestasikan.

b. Analisis Data

Analisis data hukum yaitu sebagai suatu penjelasan dan menginterpretasikan

secara logis, sistematis dan konsisten, dimana dilakukan penelaan data hukum yang

lebih rinci dan mendalam. Dalam penelitian ini setelah data hukum terkumpul dan

diolah secara utuh seperti yang diuraikan diatas, data hukum tersebut dianalisis untuk

mendapatkan konklusi. Jenis analisis yang dipakai ialah Analisis Deskriptif Kualitatif.

Deskriptif Kualitatif adalah menganalisis, menggambarkan, dan meringkas berbagai

kondisi, situasi, dari berbagai data hukum yang dikumpulkan berupa hasil wawancara

atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti yang terjadi dilapangan.

3. Hasil dan pembahasan

1. Proses Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Tanah Antara Anak Lak-Laki Dan Anak

Perempuan Menurut Hukum Adat Wese Wehali Di Desa Bonibais, Kecamatan Laen

Manen,Kabupaten Malaka

Keberadaan hukum adat disuatu daerah tentunya memiliki ciri khas masing-masing

karena hukum adat hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat

yang ada. Berdasarkan penelitian di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten

Malaka pembagian harta warisan dilakukan dengan dua cara pembagian yaitu:

1. Secara Individual

Dimana ahli waris mendapatkan harta warisan untuk dikuasai atau dimiliki secara

perseorangan atau pribadi untuk diusahakan atau dialihkan (dijual) kepada orang

lain untuk kepentingan keluarga.


12
2. Secara Mayorat Wanita

Dimana terdapat harta benda religius seperti seperti emas, ikat pinggang yang

terbuat dari perak, mahkota yang terbuat dari perak, gelang tangan yang terbuat

dari perak, kalung yang terbuat dari perak dan tembaga bahkan tempat siri pinang

yang terbuat dari perak.

Dalam proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki

dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di desa Bonibais ( Wawancara

dengan kepala suku taeneno) bahwa Pembagian harta warisan tanah di Desa Bonibais

menurut hukum adat wese wehali terjadi sejak dahulu kala dan pembagiannya ketika

pewaris sudah tua dan merasa bahwa tanah yang dimilikinya harus dibagikan kepada

anak-anaknya dikarenakan mereka tidak dapat mengurus tanahnya lagi dan sudah

kewajiban orang tua untuk membagikannya warisannya. Sistem pewarisan di Desa

Bonibais kabupaten malaka mengandung sistem matrilineal dimana menurut garis

keturunan ibu, sehingga anak perempuan yang memiliki hak atas harta warisan tanah

yang akan dibagikan.

Tanah di suku Taeneno itu terdiri atas empat “Feot” dalam bahasa indonesia feot baarti

saudara perempuan yaitu:

1. Feot Bei Funan Brain

2. Feot Bei Funan Lotu

3. Feot Bei Lui Kore

4. Feot Bei Luku

Pembagian tanah ini dilakukan agar tidak ada permusuhan antara saudara perempuan

didalam suku. Setelah pembagian tanah antara keempat saudara perempuan tersebut

barulah diberikan kepada anak cucu mereka.

1. Kumpul keluarga dirumah adat

13
Pembagian harta warisan tanah yang pertama kumpul keluarga dirumah adat

guna membahas tentang pembagian harta warisan tanah dari pewaris kepada ahli

waris dan diwajibkan kepada ahli waris harus hadir karena pada saat membahas

harta warisan tanah ini ahli waris harus tau berapa bagian yang didapatkan dari

pewaris, sehingga tidak ada perselisihan suatu hari nanti.

2. Menghadirkan kepala suku sebagai pemimpin suku

Pada tahap menghadirkan kepala suku adalah untuk memimpin dan mengatur

tentang bagaimana proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah karena

masyarakat di desa bonibais percaya bahwa kepala suku adalah seseorang yang

ditunjuk dan dipercaya agar tetap menjaga keseimbangan dalam kehidupan

masyarakat.

3. Melakukan ritual adat

Setelah membahas tentang pembagian harta warisan tanah maka kepala suku akan

melakukan beberapa ritual kepada leluhur agar dapat persetujuan dan

keselamatan dalam lingkungan sosial.Ritual adat yang biasa dilakukan antara lain

bakar lilin kepada leluhur (bakar lilin ini biasa dilakukan agar dapat menjaga tali

persaudaran antara manusia yang hidup dengan mereka yang memiliki kuasa

yakni leluhur dan alam), siri pinang beserta makanan dan minuman ( siri pinang

beserta makanan dan minuman ini merupakan suatu persembahan kepada leluhur

dan diteruskan kepada Tuhan agar diberikan berkat, setelah itu kepala suku harus

membagikan siri pinang ini kepada semua orang yang hadir dalm ritual itu agar

hidupnya aman dan jauh dari marabahaya).

4. Meninjau objek tanah yang akan dibagi

Setelah pembahasan mengenai harta warisan tanah dan pelaksanaan ritual selesai

maka kepala suku bersama pewaris dan ahli waris serta pemerintah setempat akan

14
mengunjungi objek tanah yang akan dibagikan sebagai suatu bentuk dukungan

dan bukti nyata bahwa tanah ini benar-benar diberikan pewaris kepada ahli waris.

Setelah itu tanah akan dikelola oleh ahli waris dan akan dibuatkan sertifikat.

Alasan masyarakat membuat sertifikat tanah agar suatu hari nanti apabila ada

anak (ahli waris) yang tidak setuju mengenai pembagian tanah dan ingin merebut

tanah dari ahli waris lainnya maka akan ditunjukkan bukti berupa sertifikat

sehingga tanah ini tidak diperebutkan lagi dengan alasan bahwa tanah ini sudah

dibagi oleh pewaris dan sudah disertifikatkan.

5. Putusan Perkara

Pada tahap ini biasanya setelah kembali dari peninjauan obyek tanah maka tua

adat atau kepala suku serta pemerintah setempat mereka akan pulang dan duduk

berkumpul dirumah ahli waris untuk membahas mengenai tanah yang sudah

ditinjau untuk segera disertifikatkan dan ahli waris akan menyodorkan sirih

pinang, tembakao dan sopi sebagai tanda bahwa pembagian harta warisan tanah

telah selesai secara sah dan tidak dapat diganggu gugat lagi,setelah itu mereka

akan makan dan minum sopi bersama sebagai tanda bahwa semua perkara

pembagian harta warisan tanah telah diselesaikan oleh kepala suku dan tidak

boleh dilanggar oleh ahli waris.

2. Faktor-Faktor Yang Menghambat Proses Pembagian Harta Warisan Tanah Antara Anak

Laki-Laki Dan Anak Perempuan Menurut Hukum Adat Wese Wehali Di Desa Bonibais,

Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka

Dalam pembagian harta warisan tanah tentu adanya faktor-faktor yang menghambat

proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara lain:

1. Faktor Kebudayaan

15
Faktor kebudayaan adalah kebiasaan suatu masyarakat dalam menanggapi sesuatu

yang di anggap memiliki nilai dan kebiasaan, yang bisa dimulai dari mereka

menerima informasi, posisi sosial mereka dalam masyarakat, dan pengetahuan

mereka tentang apa yang mereka rasakan.

2. Tidak ada persetujuan maupun dukungan dari saudara laki-laki, hal ini terjadi

karena saudara laki-laki tidak setuju terhadap pembagian harta warisan tanah yang

diberikan kepada perempaun saja. Mereka menggangap bahwa mereka juga harus

mendapatkan harta warisan tanah karena apabila anak dari saudara perempuan

menikah nanti mereka yang mempunyai tanggung jawab penuh. Maka hal ini juga

dapat menimbulkan permusuhan maupun pertikaian antara anak laki-laki dan anak

perempuan bahwasannya anak perempuan tidak setuju karena apabila anak laki-

laki menikah nanti dia harus pindah ke keluarga perempuan otomatis dia tidak

diperbolehkan membawa harta dari orang tua

3. Tidak ada persetujuan antara anak-anak perempuan, hal ini terjadi karena

kurangnya kepuasan antara mereka. Misalnya si A mendapat tanah paling banyak

karena anak perempuannya banyak sedangkan si B mendapat stengah saja karena

anak perempuannya satu saja maka terjadilah pertikaian antara mereka. Apabila

terjadi pertikaian seperti ini maka tugas dari om kandung dan saudara laki-laki

adalah untuk mendamaikan mereka dan apabila kedua belah pihak tidak berdamai

maka kepala sukulah yang akan mendamaikan mereka dengan catatan bahwa

harta warisan tanah yang dibagikan itu ditarik kembali atau diambil alih lagi oleh

pewaris dan tidak akan dibagikan.

4. Ketidakhadiran kepala suku dan aparat desa dalam penunjukkan lahan yang akan

dibagikan. Ketika kepala suku tidak hadir maka penunjukkan lahan akan

dibatalkan, karena penunjukkan lahan ini harus ada kepala suku sebagai suatu

16
bentuk dukungan kepada ahli waris, juga harus ada aparat desa yang hadir untuk

mencatat luas tanah yang dibagikan untuk membuat sertifikat karena apabila tidak

ada sertifikat maka suatu hari nanti tanah ini akan bermasalah.

3. Sikap Masyarakat Dewasa Ini Terhadap Pembagian Harta Warisan Tanah Antara Anak

Laki-Laki Dan Anak Perempuan Menurut Hukum Adat Wesei Wehali Di Desa

Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka

Kebudayaan yang ada di kabupaten malaka menganut sistem matrelineal, dimana sistem

ini lebih menempatkan kaum perempuan memiliki kedudukan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kaum laki-laki. Sehingga berkaitan dengan harta warisan pun yang

memiliki hak penuh adalah kaum perempuan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan

pengaruh perkembangan zaman, kaum laki-laki pun kini dapat memperoleh harta

warisan. Akan tetapi, harta warisan tersebut tidak bersifat mutlak dikarenakan dapat

dikembalikan sewaktu kaum laki-laki tersebut menikah. Seperti yang ada di Desa

Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan masyarakat adat mengenai sikap

masyarakat terhadap pembagian harta warisan tanah menurut adat wese wehali di desa

bonibais terdapat sikap setuju dan dan tidak setuju, karena walaupun anak laki-laki

dalam keluarga pada dasarnya bukan sebagai ahli waris tetapi kenyataan yang terjadi ada

juga anak laki-laki yang mendapat harta warisan tanah.

Masyarakat di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka setuju bahwa

anak laki-laki juga berhak mendapatkan harta warisan tanah dengan alasan bahwa ketika

anak laki-laki itu belum menikah dan tidak mempunyai pekerjaan tetap maka dia akan

mendapatkan sebagain tanah dari kedua oarang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup

17
dimana tanah tersebut akan dijadikan lahan kebun maupun usaha yang dapat

menghasilkan uang. Anak laki-laki juga mendapatkan warisan apabila dalam suatu

keluarga tidak memiliki anak perempuan maka laki-lakilah yang akan menggantikan

kedudukan anak perempuan sebagai ahli waris. Masyarakat di Desa Bonibais Kecamatan

Laen Manen Kabupaten Malaka juga setuju bahwa anak perempuan yang berhak atas

harta warisan tanah karena menurut hukum adat setempat bahwa perempuanlah yang

menjadi ahli waris.

Selain itu, di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka terdapat juga

masyarakat yang tidak setuju bahwa anak laki-laki berhak mendapatkan harta warisan

tanah karena dalam hukum adat bahwa perempuanlah yang berhak atas harta warisan,

Sehingga apabila anak laki-laki juga menerima warisan maka dengan berbagai

pertimbangan bahwa anak laki-laki juga adalah anak dari pewaris dan mempunyai peran

juga didalam keluarga tetapi apabila ia sudah menikah ia tidak diperbolehkan membawa

harta warisan yang diberikan.

4. Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

Dari paparan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa proses pelaksanaan pembagian

harta warisan tanah ada beberapa hal yang perlu dilalui hingga ada juga hambatan dalam

proses pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut

adat wese wehali yaitu :

1. Dalam proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah anatara anak laki-laki

dan perempuan menurut adat wese wehali di Desa Bonibais ada beberapa hal yang

18
perlu dilalui antara lain:

a. Kumpul keluarga dirumah adat,

b. Menghadirkan kepala suku sebagai pemimpin suku,

c. Melakukan ritual adat, dan

d. Meninjau kembali obyek tanah yag dibagi

e. Putusan perkara

2. Adapun faktor yang menghambat dalam proses pelaksanaan pembagian harta

warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut adat wese wehali

di Desa Bonibais antara lain:

a. Tidak ada persetujuan maupun dukungan dari saudara laki-laki,

b. Tidak ada persetujuan antara anak-anak perempuan, dan

c. Ketidakhadiran kepala suku dan aparat desa dalam penunjukan tanah yang

akan dibagikan.

3. Sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah antara anak

laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali Di Desa

Bonibais, Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka

Mengenai sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian harta warisan

tanah antara anakk laki-laki dan anak peermpuan menurut hukum adat wese wehali di

Desa Bonibais bahwa masyarakat setempat sangat mempertahankan dan menjujung

tinggi hukum adat yang berlaku sehingga terdapat sikap masyarakat yang setuju dan

tidak setuju terhadap pembagian harta warisan tanah.

Saran

Dari beberapa kesimpulan diatas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal

sebagai saran antara lain:

19
a. Disarankan kepada pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan tua-tua adat

sehingga dapat menyelesaikan sengketa warisan tanah yang sewaktu-waktu dapat

terjadi di masyarakat.

b. Bagi para pihak yang terlibat dalam pewarisan agara tetap mencipta dan menjaga

kerukunan yang dasarkan pada semangat kekeluargaan agar selalu terhindar dari

perselisihan yang dapat merusak hubungan kekluargaan.

c. Bagi masyarakat harus mempertahankan dan menjalankan hukum adat yang ada

karena merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang.

20

Anda mungkin juga menyukai