agorinaximenes@gmail.com
ABSTRAK
Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan
asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris, serta cara harta warisan
itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris. Seperti halnya
masyarakat di Kabupaten Malaka secara garis besar menganut sistem kekerabatan matrilineal
(keibuan) yaitu sistem kekerabatan menurut garis perempuan. Susunan kehidupan masyarakat
menurut sistem matrilineal berlaku secara turun temurun dari generasi ke generasi, karena
merupakan adat setempat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:(1) Bagaimanakah
proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan
menurut hukum adat Wese Wehali di Desa Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten
Malaka? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta warisan tanah
antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa
Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka? (3) Bagaimanakah sikap masyarakat
dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan
menurut hukum adat Wese Wehali di Desa Bonibais, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten
Malaka?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Yuridis
Empiris artinya bahwa dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan
bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di
lapangan. Data diambil secara deskriptif kulitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Proses pelaksanaan pembagian harta warisan
tanah ada beberapa tahap diantaranya: kumpul keluarga di rumah adat, menghadirkan kepala
suku, melakukan ritual adat, meninjau objek tanah dan putusan perkara. (2) Faktor
penghambat pembagian harta warisan antara lain: faktor kebudayaan, tidak ada persetujuan
1
maupun dukungan dan ketidakhadiran kepala suku dan aparat desa. (3) Sikap masayarakat
terhadap pelaksanaan pembagian harta warisann tanah terdapat sikap yang setuju dan tidak
setuju.
Kata Kunci: Proses Pelaksanaan, Pembagian, Faktor Penghambat, SikapMasyarakat,
harta, warisan dan hukum adat.
1. Pendahuluan
Hukum waris di Indonesia bersifat pluralistis, karena berlaku tiga sistem hukum kewarisan,
yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Emiyah,2009:1). Masyarakat Indonesia yang
pluralistis terdiri dari beragam suku bangsa. Keberadaan masyarakat tersebut memiliki adat
istiadat dan hukum adat yang beragam antara daerah yang satu dengan daerah lainnya serta
memiliki karakteristik tersendiri termasuk di dalamnya hukum waris adat yang berlaku pada
daerahnya. Hukum waris adat mempunyai corak dan sifat-sifat tersendiri yang khas di
Indonesia, dan berbeda dengan hukum Islam maupun hukum barat. Hukum tersebut berasas
kekeluargaan, yaitu kepentingan hidup yang rukun dan damai lebih diutamakan dari pada
Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari susunan kekerabatan masyarakat. Hukum
ini dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli waris.
Meninggalnya pewaris akan membawa dampak terhadap orang yang masih hidup (ahli waris)
dan harta warisan yang ditinggalkan. Pembagian warisan sangat mempengaruhi hubungan
kekeluargaan dalam suatu masyarakat. Dampaknya dapat berupa dampak positif maupun
hukum waris yang digunakan dalam pembagian warisan tersebut. Namun demikian, untuk
2
mengatasi masalah yang timbul akibat pembagian warisan maka diperlukan adanya suatu
musyawarah keluarga dan memperhatikan kerarifan lokal suatu daerah. Misalnya, masalah
pembagian warisan secara adat sendiri dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan dan sistem
kewarisan yang dianut. Manusia dalam perjalanannya di dunia mengalami 3 (tiga) peristiwa
yang penting yaitu waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, waktu ia meninggal dunia. Pada
waktu ia dilahirkan tumbuh tugas baru di dalam keluarganya. Demikianlah di dalam artian
sosiologis, ia jadi pengemban dari hak dan kewajiban (Ali Afandi,1986: 5). Manusia
merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa yang sempurna, setiap orang yang hidup di
dunia ini pasti akan mengalami suatu peristiwa dalam hidup, misalnya kematian. Hal ini tidak
ada orang yang bisa mengetahui kapan akan mati karena kematian merupakan rahasia yang
digenggam oleh Tuhan. Orang yang meninggal dunia tidak akan membawa apa yang telah dia
miliki selama hidup di dunia. Hal yang akan dibawa seseorang ketika dia meninggal dunia
yaitu amal ibadah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh. Ketika orang sudah meninggal
dunia, akan menimbulkan akibat hukum yaitu tentang bagaimana kelanjutan pengurusan hak
dan kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia. Seringkali yang menjadi masalah
adalah dalam hal pembagian harta waris. Pembagian harta waris ini sering menyebabkan
penerusnya.
Berdasarkan pasal 18B ayat (2) negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang dasar. Ada juga aturan lain dalam Undang-undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 32 ayat (1) dan (2) yang berbunyi (1) “
3
budayanya”, dan ayat (2) “ Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
Desa Bonibais adalah salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur yang sampai saat ini masih
mengembangkan dan menerapkan hukum adatnya dalam relasi sosial bahkan disetiap bidang
kehidupan masyarakat, salah satunya adalah adat Wese Wehali dalam pembagian harta
warisan tanah.
Harta peninggalan pewaris ada beragam jenisnya, dan salah satunya adalah tanah. Harta waris
berupa tanah ini juga dibagi menjadi dua jenis yaitu tanah tanpa bangunan dan tanah beserta
bangunan. Cara pembagian harta warisan berupa tanah jelas tidak mudah. Apalagi jika
pewaris masih memiliki orang tua lengkap. Harta tersebut harus dibagi menurut porsinya
masing-masing. Untuk memudahkan pembagian harta warisan yang berupa tanah baik
dengan bangunan maupun tidak, sebaiknya tawarkan dulu kepada saudara yang mau
membeli.Jika tidak ada yang mau membeli, sebaiknya harta tersebut dijual. Jika sudah dalam
bentuk uang, maka pembagiannya akan lebih mudah. Setiap ahli waris memiliki bagiannya
masing-masing. Tentu saja jumlah bagian antara satu ahli waris dengan ahli waris lainya
saling mempengaruhi. Sebab itulah sebaiknya harta waris berupa tanah dijual lebih dulu agar
Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-
asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris, serta cara harta warisan itu
dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris. Adapun yang
dimaksud dengan harta warisan adalah harta kekayaan dari pewaris, baik harta itu telah
dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi (Hilman Hadikusuma,1990:3). Cara 4
pengalihan harta kekayaan kepada ahli waris dilaksanakan sesudah pewaris wafat. Menurut
Soepomo dalam Soerjono Wignyodipoero (1988:14), “Hukum adat merupakan hukum yang
4
tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif (unstatory low) merupakan peraturan-
peraturan hidup meskipun tidak ditetapkan yang berwajib, namun ditaati dan didukung oleh
hukum”. Pendapat ini menggambarkan, bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis,
tetapi menuntut ketaatan dari setiap individu yang hidup dalam suatu kelompok tertentu
karena merupakan kebiasaan turun temurun yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan
mempunyai sanksi yang apabila dilanggar akan mendapat ganjaran dari masyarakat adat.
Umumnya hukum adat di Indonesia dipengaruhi oleh bentuk kekerabatan dari masyarakat itu
sendiri, setiap kekerabatan atau kekeluargaan memiliki sistem hukum waris sendiri-sendiri.
Secara teoritis sistem kekerabatan di Indonesia dapat dibedakan atas tiga corak, yaitu sistem
patrilineal, sistem matrilineal, dan sistem parental atau bilateral. Sistem keturunan ini
berpengaruh dan sekaligus membedakan masalah hukum kewarisan, disamping itu juga
antara sistem kekerabatan yang satu dengan yang lain dalam hal perkawinan. Permasalahan
waris merupakan salah satu permasalahan yang sampai saat ini sering menimbulkan sengketa
yang menyebabkan perpecahan dalam keluarga bahkan tidak jarang waris menjadi alasan
orang menghilangkan nyawa orang lain. Hal ini umumnya karena persepsi bahwa waris
sangat erat hubungannya dengan harta dengan asumsi pasti ahli waris akan menerima harta
dari pewaris seberapapun jumlahnya sehingga menjadi pemicu perpecahan dalam keluarga.
Masyarakat di Kabupaten Malaka secara garis besar menganut sistem kekerabatan matrilineal
(keibuan) yaitu sistem kekerabatan menurut garis perempuan. Susunan kehidupan masyarakat
menurut sistem matrilineal berlaku secara turun temurun dari generasi ke generasi, karena
merupakan adat setempat. Sistem ini menempatkan hak dan kedudukan anak perempuan
dalam keluarga lebih utama dari sauadaranya yang laki-lakidalam mengatur harta warisan.
Hak dan kedudukan ini nampak dalam beberapa hal antara lain:
5
a. Tanggung jawab anak perempuan dalam keluarga lebih besar dari saudara
laki-laki karena ketika dimana dia sudah menikah perempuan tidak boleh
b. Anak laki-laki mempunyai tanggung jawab dimana ketika ada acara adat dia
hadir hanya untuk berbicara didepan tetapi dalam hal ini dia tidak mempunyai
hak apapun.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan menjadi titik fokus penelitian dari peneliti yaitu :
a. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-
laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa Bonibais,
b. Apakah faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta warisan tanah antara
anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa
c. Bagaimanakah sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah
antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di Desa
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prose pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak
laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat wese wehali di Desa Bonibais
6
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta
warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat
harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut hukum
adat wese wehali di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk pribadi penulis sendiri, untuk
ilmu akademis dan untuk masyarakat secara umum yaitu sebagaai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat bagi ilmu pengetahuan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
dibidang hukum perdata khususnya hukum yang mengatur mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan proses pelaksanaan harta warisan tanah. Dan dapat memberikan
tanah.
pengetahuan dan penambahan wawasan bagi pribadi penulis, khususnya agar penulis
lebih memahami dengan baik dan benar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah dan hasil penelitian ini dapat
2. Metode penelitian
a. Jenis penelitian
7
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
b. Lokasi Penelitian
kabupaten Malaka.
a) Populasi
Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pembagian harta warisan
yaitu kepala suku, masyarakat adat, anak laki-laki dan anak perempuan,
b) Sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Teknik sampel jenuh
dalam arti semua anggota populasi ditetapkan sebagai sampel, hal ini
c) Responden
5. Pewaris : 3 orang
8
Total : 15 orang
d. Aspek penelitian
1. Proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak
perempuan menurut hukum adat wese wehali di Desa Bonibais Kecamatan Laen
2. Faktor-faktor yang menghambat proses pembagian harta warisan tanah antara anak
laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat wesewehali di Desa Bonibais
3. Sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah antara anak
laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat wesewehali di Desa Bonibais
e. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kualitatif ini adalah penelitian itu sendiri. Dimana
peneliti dapat mengetahui secara langsung melalui proses melihat dan mengamati
memperoleh hasil penelitian yang cermat dan valid serta memudahkan peneliti
f. Sumber Data
Dalam setiap penelitian, data merupakan faktor penting yang harus diperoleh
9
1. Data Primer,
Data primer adalah data yang di peroleh langsung dari responden melalui
2. Data Sekunder,
sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan)
memastikan apakah cukup tersedia data dan informasi yang dibutuhkan dalam
2. Wawancara
10
Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview),
daftar pertanyaan dengan merajuk pada pedoman wawancara yang telah disusun
secara sistematis agar data yang ingin diperoleh lebih lengkap dan valid.
3. Dokumentasi
apa yang tertulis dalam dokumen atau arsip yang berhubungan dengan
a. Pengolahan Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah melalui beberapa
tahapan sebagai berikut :Data hukum (editing), penandaan data hukum, (coding),
memperbaiki data hukum yang sudah terkumpul cukup lengkap, benar, dan sudah
sesuai atau relevan dengan masalah dan penandaan data hukum (coding) yaitu
memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data hukum
11
(buku,perjanjian internasional terkait, jurnal ilmiah, media online dan kamus hukum),
rekonstruksi data hukum (reconstructing) yaitu menyusun ulang data hukum secara
b. Analisis Data
secara logis, sistematis dan konsisten, dimana dilakukan penelaan data hukum yang
lebih rinci dan mendalam. Dalam penelitian ini setelah data hukum terkumpul dan
diolah secara utuh seperti yang diuraikan diatas, data hukum tersebut dianalisis untuk
mendapatkan konklusi. Jenis analisis yang dipakai ialah Analisis Deskriptif Kualitatif.
kondisi, situasi, dari berbagai data hukum yang dikumpulkan berupa hasil wawancara
1. Proses Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Tanah Antara Anak Lak-Laki Dan Anak
Perempuan Menurut Hukum Adat Wese Wehali Di Desa Bonibais, Kecamatan Laen
Manen,Kabupaten Malaka
Keberadaan hukum adat disuatu daerah tentunya memiliki ciri khas masing-masing
karena hukum adat hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat
yang ada. Berdasarkan penelitian di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten
Malaka pembagian harta warisan dilakukan dengan dua cara pembagian yaitu:
1. Secara Individual
Dimana ahli waris mendapatkan harta warisan untuk dikuasai atau dimiliki secara
perseorangan atau pribadi untuk diusahakan atau dialihkan (dijual) kepada orang
Dimana terdapat harta benda religius seperti seperti emas, ikat pinggang yang
terbuat dari perak, mahkota yang terbuat dari perak, gelang tangan yang terbuat
dari perak, kalung yang terbuat dari perak dan tembaga bahkan tempat siri pinang
Dalam proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki
dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali di desa Bonibais ( Wawancara
dengan kepala suku taeneno) bahwa Pembagian harta warisan tanah di Desa Bonibais
menurut hukum adat wese wehali terjadi sejak dahulu kala dan pembagiannya ketika
pewaris sudah tua dan merasa bahwa tanah yang dimilikinya harus dibagikan kepada
anak-anaknya dikarenakan mereka tidak dapat mengurus tanahnya lagi dan sudah
keturunan ibu, sehingga anak perempuan yang memiliki hak atas harta warisan tanah
Tanah di suku Taeneno itu terdiri atas empat “Feot” dalam bahasa indonesia feot baarti
Pembagian tanah ini dilakukan agar tidak ada permusuhan antara saudara perempuan
didalam suku. Setelah pembagian tanah antara keempat saudara perempuan tersebut
13
Pembagian harta warisan tanah yang pertama kumpul keluarga dirumah adat
guna membahas tentang pembagian harta warisan tanah dari pewaris kepada ahli
waris dan diwajibkan kepada ahli waris harus hadir karena pada saat membahas
harta warisan tanah ini ahli waris harus tau berapa bagian yang didapatkan dari
Pada tahap menghadirkan kepala suku adalah untuk memimpin dan mengatur
masyarakat di desa bonibais percaya bahwa kepala suku adalah seseorang yang
masyarakat.
Setelah membahas tentang pembagian harta warisan tanah maka kepala suku akan
keselamatan dalam lingkungan sosial.Ritual adat yang biasa dilakukan antara lain
bakar lilin kepada leluhur (bakar lilin ini biasa dilakukan agar dapat menjaga tali
persaudaran antara manusia yang hidup dengan mereka yang memiliki kuasa
yakni leluhur dan alam), siri pinang beserta makanan dan minuman ( siri pinang
beserta makanan dan minuman ini merupakan suatu persembahan kepada leluhur
dan diteruskan kepada Tuhan agar diberikan berkat, setelah itu kepala suku harus
membagikan siri pinang ini kepada semua orang yang hadir dalm ritual itu agar
Setelah pembahasan mengenai harta warisan tanah dan pelaksanaan ritual selesai
maka kepala suku bersama pewaris dan ahli waris serta pemerintah setempat akan
14
mengunjungi objek tanah yang akan dibagikan sebagai suatu bentuk dukungan
dan bukti nyata bahwa tanah ini benar-benar diberikan pewaris kepada ahli waris.
Setelah itu tanah akan dikelola oleh ahli waris dan akan dibuatkan sertifikat.
Alasan masyarakat membuat sertifikat tanah agar suatu hari nanti apabila ada
anak (ahli waris) yang tidak setuju mengenai pembagian tanah dan ingin merebut
tanah dari ahli waris lainnya maka akan ditunjukkan bukti berupa sertifikat
sehingga tanah ini tidak diperebutkan lagi dengan alasan bahwa tanah ini sudah
5. Putusan Perkara
Pada tahap ini biasanya setelah kembali dari peninjauan obyek tanah maka tua
adat atau kepala suku serta pemerintah setempat mereka akan pulang dan duduk
berkumpul dirumah ahli waris untuk membahas mengenai tanah yang sudah
ditinjau untuk segera disertifikatkan dan ahli waris akan menyodorkan sirih
pinang, tembakao dan sopi sebagai tanda bahwa pembagian harta warisan tanah
telah selesai secara sah dan tidak dapat diganggu gugat lagi,setelah itu mereka
akan makan dan minum sopi bersama sebagai tanda bahwa semua perkara
pembagian harta warisan tanah telah diselesaikan oleh kepala suku dan tidak
2. Faktor-Faktor Yang Menghambat Proses Pembagian Harta Warisan Tanah Antara Anak
Laki-Laki Dan Anak Perempuan Menurut Hukum Adat Wese Wehali Di Desa Bonibais,
Dalam pembagian harta warisan tanah tentu adanya faktor-faktor yang menghambat
1. Faktor Kebudayaan
15
Faktor kebudayaan adalah kebiasaan suatu masyarakat dalam menanggapi sesuatu
yang di anggap memiliki nilai dan kebiasaan, yang bisa dimulai dari mereka
2. Tidak ada persetujuan maupun dukungan dari saudara laki-laki, hal ini terjadi
karena saudara laki-laki tidak setuju terhadap pembagian harta warisan tanah yang
diberikan kepada perempaun saja. Mereka menggangap bahwa mereka juga harus
mendapatkan harta warisan tanah karena apabila anak dari saudara perempuan
menikah nanti mereka yang mempunyai tanggung jawab penuh. Maka hal ini juga
dapat menimbulkan permusuhan maupun pertikaian antara anak laki-laki dan anak
perempuan bahwasannya anak perempuan tidak setuju karena apabila anak laki-
laki menikah nanti dia harus pindah ke keluarga perempuan otomatis dia tidak
3. Tidak ada persetujuan antara anak-anak perempuan, hal ini terjadi karena
anak perempuannya satu saja maka terjadilah pertikaian antara mereka. Apabila
terjadi pertikaian seperti ini maka tugas dari om kandung dan saudara laki-laki
adalah untuk mendamaikan mereka dan apabila kedua belah pihak tidak berdamai
maka kepala sukulah yang akan mendamaikan mereka dengan catatan bahwa
harta warisan tanah yang dibagikan itu ditarik kembali atau diambil alih lagi oleh
4. Ketidakhadiran kepala suku dan aparat desa dalam penunjukkan lahan yang akan
dibagikan. Ketika kepala suku tidak hadir maka penunjukkan lahan akan
dibatalkan, karena penunjukkan lahan ini harus ada kepala suku sebagai suatu
16
bentuk dukungan kepada ahli waris, juga harus ada aparat desa yang hadir untuk
mencatat luas tanah yang dibagikan untuk membuat sertifikat karena apabila tidak
ada sertifikat maka suatu hari nanti tanah ini akan bermasalah.
3. Sikap Masyarakat Dewasa Ini Terhadap Pembagian Harta Warisan Tanah Antara Anak
Laki-Laki Dan Anak Perempuan Menurut Hukum Adat Wesei Wehali Di Desa
Kebudayaan yang ada di kabupaten malaka menganut sistem matrelineal, dimana sistem
ini lebih menempatkan kaum perempuan memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kaum laki-laki. Sehingga berkaitan dengan harta warisan pun yang
memiliki hak penuh adalah kaum perempuan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan
pengaruh perkembangan zaman, kaum laki-laki pun kini dapat memperoleh harta
warisan. Akan tetapi, harta warisan tersebut tidak bersifat mutlak dikarenakan dapat
dikembalikan sewaktu kaum laki-laki tersebut menikah. Seperti yang ada di Desa
masyarakat terhadap pembagian harta warisan tanah menurut adat wese wehali di desa
bonibais terdapat sikap setuju dan dan tidak setuju, karena walaupun anak laki-laki
dalam keluarga pada dasarnya bukan sebagai ahli waris tetapi kenyataan yang terjadi ada
Masyarakat di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka setuju bahwa
anak laki-laki juga berhak mendapatkan harta warisan tanah dengan alasan bahwa ketika
anak laki-laki itu belum menikah dan tidak mempunyai pekerjaan tetap maka dia akan
mendapatkan sebagain tanah dari kedua oarang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
17
dimana tanah tersebut akan dijadikan lahan kebun maupun usaha yang dapat
menghasilkan uang. Anak laki-laki juga mendapatkan warisan apabila dalam suatu
keluarga tidak memiliki anak perempuan maka laki-lakilah yang akan menggantikan
kedudukan anak perempuan sebagai ahli waris. Masyarakat di Desa Bonibais Kecamatan
Laen Manen Kabupaten Malaka juga setuju bahwa anak perempuan yang berhak atas
harta warisan tanah karena menurut hukum adat setempat bahwa perempuanlah yang
Selain itu, di Desa Bonibais Kecamatan Laen Manen Kabupaten Malaka terdapat juga
masyarakat yang tidak setuju bahwa anak laki-laki berhak mendapatkan harta warisan
tanah karena dalam hukum adat bahwa perempuanlah yang berhak atas harta warisan,
Sehingga apabila anak laki-laki juga menerima warisan maka dengan berbagai
pertimbangan bahwa anak laki-laki juga adalah anak dari pewaris dan mempunyai peran
juga didalam keluarga tetapi apabila ia sudah menikah ia tidak diperbolehkan membawa
Kesimpulan
Dari paparan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa proses pelaksanaan pembagian
harta warisan tanah ada beberapa hal yang perlu dilalui hingga ada juga hambatan dalam
proses pembagian harta warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut
1. Dalam proses pelaksanaan pembagian harta warisan tanah anatara anak laki-laki
dan perempuan menurut adat wese wehali di Desa Bonibais ada beberapa hal yang
18
perlu dilalui antara lain:
e. Putusan perkara
warisan tanah antara anak laki-laki dan anak perempuan menurut adat wese wehali
c. Ketidakhadiran kepala suku dan aparat desa dalam penunjukan tanah yang
akan dibagikan.
3. Sikap masyarakat dewasa ini terhadap pembagian harta warisan tanah antara anak
laki-laki dan anak perempuan menurut hukum adat Wese Wehali Di Desa
tanah antara anakk laki-laki dan anak peermpuan menurut hukum adat wese wehali di
tinggi hukum adat yang berlaku sehingga terdapat sikap masyarakat yang setuju dan
Saran
Dari beberapa kesimpulan diatas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal
19
a. Disarankan kepada pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan tua-tua adat
terjadi di masyarakat.
b. Bagi para pihak yang terlibat dalam pewarisan agara tetap mencipta dan menjaga
kerukunan yang dasarkan pada semangat kekeluargaan agar selalu terhindar dari
c. Bagi masyarakat harus mempertahankan dan menjalankan hukum adat yang ada
20