KEWARISAN ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Mawaris
DISUSUN OLEH:
FAKULTAS SYARIAH
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas berkah dan
rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Sholawat serta
salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan naskah yang
berjudul “Sebab, Rukun, Syarat, dan Penghalang Kewarisan Islam” ini guna
memenuhi tugas Fiqh Mawaris.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-
kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis
terima dengan senang hati demi perbaikan naskah lebih lanjut.
Tulisan ini dapat penulis selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak. Akhirnya,
semoga tulisan yang jauh dari kata sempurna ini ada manfaatnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................... 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariah dalam terminologi bahasa Arab adalah aturan atau sistem
hukum yang Allah SWT. tetapkan untuk ditaati oleh hamba-Nya, meliputi
akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Hukum syariah yang harus diikuti
adalah sesuai dengan pesan Q.S Al-Jasiyah: 18, Allah SWT. berfirman,
“kemudian Kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. Menurut ayat ini, para ulama Islam
mendefinisikan Islam sebagai totalitas hukum-hukum Allah SWT. bagi hamba-
hamba yang dibawa oleh Nabi SAW. Hukum syariah kemudian dibagi menjadi
dua kelompok hukum, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan tata cara
pengadaan perbuatan disebut sebagai hukum cabang dan amalan yang dipelajari
dalam ilmu fiqih dan hukum-hukum pokok kepercayaan yang memuat cara
mengadakan kepercayaan (i’tiqad) dalam suatu himpunan ilmu kalam.
Pemisahan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bahwa agama
memiliki ruang lingkup yang luas dan bahwa hukum syariah dapat bervariasi
tergantung pada siapa yang menganutnya, karena pada dasarnya hukum syariah
adalah norma hukum dasar yang ditetapkan oleh Allah SWT. dan umat Islam
berdasarkan keyakinan disertai akhlak dalam suatu hubungan manusia dengan
Allah SWT., dengan sesama manusia, dan dengan alam semesta.
Selain tercantum dalam Al-Qur'an, syariah juga dirinci dalam
sunnah yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW. dalam haditsnya agar
umat Islam tidak tersesat dalam perjalanan hidupnya sebagai umat Islam yang
menguasai Al-Qur'an dan sunnah Nabi. Sejak dakwah Nabi Muhammad SAW.
dan para sahabatnya, ajaran Islam telah menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Dari Abu Umamah Al-Baahili ra meriwayatkan dalam suatu hadist bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta
1
semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan
(di lautan), benar-benar bershalawat mendo’akan kebaikan bagi orang yang
mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia”. Penyebarannya melalui
jalur perdagangan bangsa Arab di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Setelah ajaran Islam dibawa oleh pedagang dan para saudagar dari
Arab, didakwahkan oleh para wali sehingga mereka menjadi akrab dengan
masyarakat melalui berbagai kesenian yang mendarah daging sejak awal.
Ajaran Islam tidak hanya terkait dengan kepercayaan kepada Tuhan, tetapi juga
mencakup hukum syariah yang mengatur kehidupan manusia. Dalam hal ini,
seluruh kehidupan manusia berada di bawah lingkup hukum syariah, termasuk
harta warisan. Masuknya Islam ke Indonesia juga memberikan pengaturan bagi
masyarakat mengenai proses pewarisan menurut ajaran Islam. Penataan ini
kemudian berakar pada kebiasaan masyarakat yang disesuaikan dengan budaya
masyarakat setempat. Hal ini merupakan bukti eksistensi peradaban Islam
sebagai ajaran, dengan tetap mempertahankan esensi hukum syariah sambil
beradaptasi dengan kondisi masyarakat. Setelah Indonesia merdeka, seluruh
ajaran dan implementasinya di masyarakat terangkum dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI), sebuah pedoman hukum yang dengannya hukum Islam dapat
diterapkan dalam sistem hukum aktif Indonesia. Akhirnya, dengan latar
belakang tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan kajian tentang
kewarisan menurut hukum Islam yang berlaku di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Apa saja yang menjadi sebab-sebab kewarisan Islam?
2. Apa saja yang menjadi rukun waris Islam?
3. Apa saja yang menjadi syarat rukun kewarisan Islam?
4. Apa saja yang menjadi enghalang kewarisan Islam?
2
C. Tujuan
Dengan penelitian yang sistematis dan komprehensif diharapkan
menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terangkum dalam
rumusan masalah. Tujuan tersebut terinci dalam pernyataan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pembahasan mengenai sebab-sebab kewarisan Islam.
2. Untuk mengetahui pembahasan mengenai rukun waris Islam.
3. Untuk mengetahui pembahasan mengenai syarat kewarisan Islam.
4. Untuk mengetahui pembahasan mengenai penghalang kewarisan Islam.
D. Manfaat
Terdapat manfaat yang dapat diambil dari sebuah makalah ini, yaitu:
1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang sebab-sebab
kewarisan Islam.
2. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang rukun waris Islam.
3. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang syarat kewarisan
Islam.
4. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang penghalang
kewarisan Islam.
E. Metode
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode
studi pustaka, metode deskriptif dalam menganalisis data, dan metode informal
(naratif) dalam penyajian analisis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
suduthukum.com
4
waris bilamana seorang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan.
Hubungan kekerabatan tersebut, bila dianalisis pengelompokannya
menurut Hazairin yang mengelompokannya kedalam tiga kelompok ahli
waris, yaitu dzawul faraid, dzawul qarabat, dan mawali. Yang dimaksud
mawali ialah ahli waris pengganti, atau dapat juga diartikan sebagai orang-
orang yang menjadi ahli waris dikarenakan tidak lagi penghubung antara
mereka dengan pewaris. Demikian pendapat ahlus sunnah yang
mengelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu dzawul faraid, ashabah, dan
dzawul arham.
2. Hubungan Perkawinan
Kaitan hubungan perkawinan dengan hukum kewarisan Islam,
berarti hubungan perkawinan yang sah menurut Islam. Apabila seorang
suami meninggalkan harta warisan dan janda, maka istri yang ditinggalkan
itu termasuk ahli warisnya demikian pula sebaliknya.
3. Al-Wala’ (Memerdekakan Hamba Sahaya atau Budak)
Al-Wala’ adalah hubungan kewarisan akibat seseorang
memerdekakan hamba sahaya atau melelui perjanjian tolong menolong.
Untuk yang terakhir ini, agaknya jarang dilakukan jika malah tidak ada
sama sekali. Adapun al-wala’ yang pertama disebut dengan wala’ al ‘ataqah
atau ‘ushubah sababiyah, dan yang kedua disebut dengan wala’ al-mualah,
yaitu wala’ yang timbul akibat kesedihan seseorang untuk tolong menolong
dengan yang lain melalui suatu perjanjian perwalian. Orang yang
memerdekakan hamba sahaya, jika laki-laki disebut dengan al-mu’tiq dan
jika perempuan al-mu’tiqah. Wali penolong disebut maula’ dan orang yang
ditolong yang disebut dengan mawali. Adapun bagian orang yang
memerdekakan hamba sahaya adalah 1/6 dari harta peninggalan. Jika
kemudian ada pertanyaan apakah sekarang masih ada hamba sahaya, maka
jawabanya adalah bahwa hapusnya perbudakan merupakan salah satu
keberhasilan misi Islam. Karena memang imbalan warisan kepada al-
mu’tiq dan atau al-mu’tiqah salah satu tujuanya adalah untuk memberikan
5
motivasi kepada siapa saja yang mampu agar membantu dan
mengembalikan hak-hak hamba sahaya menjadi orang yang merdeka.1
1
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.45.
6
3. Harta Warisan (Mauruts)
Dalam kompilasi Hukum Islam, dibedakan antara harta warisan dan
harta peninggalan. Pada pasal 171 butir d disebutkan bahwa harta
peninggalan adalah harta yang ditinggalkan pewaris baik berupa benda
yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Sementara yang dimaksud
dengan harta waris sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 171 butir e,
Kompilasi Hukum Islam adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta
bagian setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang, dan
pemberian untuk kerabat.
2
Moh Muhibbin dan Abdul Wahid, Fiqih Mawaris, (Pekanbaru: Perpustakaan
Universitas Islam Riau), h.29.
7
negara. Al-Quduri menambahkan kemurtadan sebagai penghalang warisan.
Sementara itu, ditambahkan pula bahwa tidak diketahui kapan kematian seperti
kebakaran atau tenggelam, karena salah satu syarat pewarisan adalah hidupnya
ahlli ketika pewaris meninggal dunia dan waris mewarisi tidak bisa
dilaksanakan bila ada keraguan. Selain itu, ketidaktahuan ahli waris juga
termasuk dalam kategori penghalang pewarisan, yang meliputi:
1. Seorang wanita yang merawat bayi orang lain dan juga bayinya sendiri.
Wanita itu meninggal dan tidak tahu yang mana di antara anak-anaknya,
jadi tidak satu pun dari mereka yang akan mewarisi.
2. Seorang yang muslim dan seorang yang kafir menyewa satu orang
pengasuh untuk anak mereka sampai mereka dewasa. Tidak diketahui yang
mana anak dari si muslim dan yang mana anak si kafir, sedangkan kedua
anak tersebut muslim. Maka, kedua anak tersebut tidak bisa mewarisi dari
orang tuanya masing-masing.
Sebagian ulama Hanafiyah menyebutkan ada sepuluh penghalang
kewarisan yaitu perbedaan agama, perbudakan, pembunuhan sengaja, li’an,
zina, keraguan dalam menentukan kematian muwarris, kehamilan, keraguan
tentang hidupnya seeorang anak, keraguan dalam menentukan kematian yang
lebih dulu antara muwarris dan ahli waris, dan keraguan dalam menentukan
jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Adapun ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyebutkan hanya ada
tiga penghalang kewarisan yaitu perbudakan, perbedaan agama, dan
pembunuhan. Namun, ada beberapa ulama Syafi ’iyah yang menambahkan tiga
lagi penghalang kewarisan yaitu pertama, perbedaan kekafiran antara kafir
dzimmi dan kafir harabah (kafir dzimmi dan kafir harabah tidak saling mewarisi
karena putusnya tali perwalian antara mereka); kedua, riddah. Orang yang
murtad tidak bisa mewarisi harta orang yang muslim ataupun kafir, harta yang
dimilikinya pun tidak bisa diwarisi dan diserahkan kepada baitul mal.
Pada dasarnya, halangan mewarisi yang disepakati oleh fuqaha ada
tiga macam yaitu perbudakan, berbeda agama, dan pembunuhan. Perbudakan
menjadi halangan mewarisi bukanlah karena status kemanusiannya, tetapi
8
semata-mata karena status formalnya sebagai hamba sahaya (budak). Mayoritas
ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima warisan karena
ia dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum.3
3
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz x, (Dmsyk: Dar al-Fikr, 1997),
h.7710.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh penjelasan tersebut, dalam makalah ini Penulis
dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut.
1. Hukum Islam memberi pengaturan mengenai pewarisan kepada para
penganutnya seputar sebab-sebab kewarisan Islam, rukun waris Islam,
syarat-syarat kewarisan Islam, dan penghalang kewarisan Islam yang
menyangkut hak serta kewajiban ahli waris untuk mendapatkan warisan
yang bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an, riwatat hadist Rasulullah, ijma’,
dan ijtihad.
2. Kontekstualisasi hukum Islam pada masyarakat Indonesia merupakan
suatu pilihan hukum bagi masyarakat terkait permasalahan pewarisan harta
yang secara normatif hendaknya menjadi suatu pedoman bagi masyarakat
Islam di Indonesia untuk tunduk terhadapnya.
B. Saran
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca, agar Penulis dapat memperbaiki pembuatan
makalah di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
h.45.
11