Disusun Oleh :
Muhammad Rifatulloh
FAKULTAS TARBIYAH
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya
kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “permasalahan yang masyhur dalam
faroid : umariyatani, musytarkah, akhul mubarok, akhul masy’um dan akdariyah”. Semoga
makalah ini dapat memberikan pencerahan agar dapat lebih memahami bagaimana teori filsafat
ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas perkuliahan. Kami ucapkan terima kasih atas
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Mata kuliah pengantar kurikulum sebagai pembimbing kami, dan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
membutuhkan kritik dan saran tentang makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
A. Mas’alah umariyatain.............................................................................................. 2
B. Mas’alah musytarokah ............................................................................................ 4
C. Akhul mubarok ....................................................................................................... 5
D. Akhul masy’um ....................................................................................................... 6
KESIMPULAN ................................................................................................................. 9
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kewarisan dalam pandangan Islam merupakan bagian dari ibadah/syari’ah yang
pelaksanaannya harus benar-benar mengacu dan sesuai dengan kehendak Allah SWT dan Rasulullah
SAW, sebagaimana pesan Allah tentang kewarisan Q.S. An-nisa’ ayat 13, artinya: “itulah ketentuan
hukum Allah, barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya, dia akan memasukkannya ke dalam
surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, dan itulah
kemenangan yang agung”.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi
ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.2 Dalam makalah ini membahas mengenai masalah Aul
dan Radd yang sering terjadi dalam masyarakat dan perlu penyelesaian.
B. Rumusan Masalah
1
Sudarsono, Hukum Waris dalam Sistem Bilateral, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, Hlm 3.
2
Kompilasi Hukum Islam . Buku II. Pasal 171. Hal 51
1
BAB II
PENDAHULUAN
A. Mas’alah umariyatain
Masalah umariyatain adalah dua masalah pembagian hukum warisan yang berkenaan
dengan bagian ibu. Masalah ini diberi nama umariyatain karena Khalifah Umar bin Khaththab
adalah orang pertama yang memutuskan perkara ini dan disepakati oleh jumhur sahabat Nabi
dan juga para imam madzhab fiqh.
Masalah umariyatain ini tentang bagian ibu yang mendapat 1/3 dari sisa bagian bersama
ayah. Permasalahan ini hanya terjadi dalam dua keadaan saja. Dua keadaan tersebut adalah
sebagai berikut3 :
a. Keadaan 1
Apabila istri meninggal dunia, meninggalkan suami, ayah dan ibu, maka perhitungan
warisannya adalah sebagai berikut :
Gambaran pertama :
Kalau demikian maka bagian ibu lebih banyak daripada ayah, sedangkan didalam Al-qur’an
dijelaskan bahwa bagian laki-laki adalah dua kali lipat dibanding perempuan, maka
penyelesaiannya adalah dengan cara, ibu mendapatkan 1/3 dari sisa harta bukan 1/3 dari
seluruh harta.
Gambaran kedua :
3
Daarul Rahman, mas’alah umariyatain fi ilmil faroidh hal 54
2
3. Ayah عا 2
6
b. keadaan 2
Apabila suami meninggal dunia dan meninggalkan istri, ayah dan ibu. Maka
perhitungan warisannya adalah sebagai berikut :
Gambaran pertama :
Begitujuga dengan gambaran diatas, bagian ibu lebih banyak daripada ayah. Padahal
di dalam Al-qur’an bagian laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan. Maka cara
penyelesaiannya addalah sebagai berikut :
Gambaran kedua :
Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah Umariyatain ini sbb:
Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat bagian 1/3
(sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur (mayoritas) ulama.
Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat bagian 1/3 dari
seluruh harta warisan.
3
B. Mas’alah Musytarokah
1. Suami
2. Ibu atau nenek
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara seibu lebih dari seorang
Musyarakah, secara kebahasaan artinya yang "diserikatkan", yaitu jika ahli waris yang
dalam perhitungan mawaris semestinya memperoleh warisan, tetapi tidak memperoleh, maka
disyarikatkan kepada ahli waris yang memperoleh bagian. Jika dihitung menurut kaidah
mawaris yang umum, saudara laki-laki tidak mendapat warisan. Padahal saudara laki-laki
kandung lebih kuat daripada saudara seibu. Hal ini dapat dilihat dalam pembagian dibawah ini
:
Menurut Umar, Utsman, dan Zaid yang diikuti oleh Imam Tsauri, Syafi'i dan lain-lain,
pembagian seperti diatas tidak adil. Maka untuk pemecahannya saudara kandung disyarikatkan
dengan saudara seibu di dalam bagian seperti yang 1/3 (dibagi dua untuk 2 orang saudara seibu
dan saudara kandung). Sehingga penyelesaiannya dapat dilihat dalam pembagian di bawah ini
:
4
Bagian saudara seibu dan saudara laki-laki kandung dibagi rata-rata, meskipun diantara
mereka ada ahli waris laki-laki maupun perempuan.
C. Akhul Mubarok
Saudara pembawa berkah ( )األخ المباركadalah saudara yang apabila ia tidak ada niscaya
perempuan tidak mendapatkan warisan.
apabila ada oang meninggal, meninggalkan seorang istri, dua anak perempuan, satu
cucu perempuan, satu cucu laki-laki. Maka bagi seorang istri mendapatkan 1/8 dari harta
warisan dan bagi 2 anak perempuan mendapatkan 2/3 dari harta warisan dan bagi cucu
perempuan dan laki-laki mendapatkan ashobah (sisa). Seandaika tidak ada cucu laki laki maka
cucu perempuan tidak mendapatkan apapun dari harta warisan. karna bagian nya telah diambil
oleh dua anak perempuan mayit keseluruhannya yaitu 2/3. Maka karna adanya cucu laki-laki
itu menjadi berkah bagi cucu perempuan, karna sebab nya lah cucu perempuan itu
mendapatkan warisan.
Contoh permasalahan :
Gambaran pertama:
Gambaran kedua :
Dan begitu pula apabila ada orang meninggal meningglkan istrinya, dua saudara
perempuan kandungnya, saudara perempuan sebapak, sauadara laki-laki sebapak. Maka
sesungguhnya saudara perempuan sebapak tersebut tidak mendapatkan sesuatu dari harta
5
warisan ketika tidak ada saudara laki-laki sebapak pula. Karna dua saudara perempuan kandung
nya mayit itu telah menghabiskan semua harta warisan. Dan disebabkan adanya saudara laki-
laki sebapak nya mayit, maka saudara perempuan nya mayit yang sebapak itu mendapatkan
warisan (ashobah).
Gambaran pertama ;
Gambaran kedua :
D. Akhul Masy’um
akhul masy’um adalah saudara yang tanpa keberadaannya maka, saudari perempuan akan
mendapatkan warisan. begtu juga sebaliknya (jika keberadaannya saudari perempuan tidak
mendapatkan sediktpun warisan dari harta peninggalan). Dinamakan mas’um karna tidak ada
keberkahan dalam harta benda itu bahkan menyakiti saudarai perempuan nya dan
membahayaannya sehinga keberadaan akhul masy’um itu menyakiti terhadap saudarinya.
Contoh permasalahan :
1. Seorng wnaita meninggaldunia ,meninggalkan suami, iu, dan sodara seibu, sodari
seayaah seibu, saudari seayah, saudaara seayah. Maka, suami mendpatkan ½ ibu 1/6
saudara seibu 1/6 saudari sekandung 1/2 . sedangkan saudari seayah tidak mendaptkan
warisan sedikitpun karna ketika di bersamaan engan saudaranya (saudara seeibu) maka
menjadi ashobah bil goir. Padahal yang demikian itu tidak ada shobah sama sekali.
Krna epmbagian sudah tercakup pada semua harta warisan. Jika tidak ada sodara seyah
6
maka saudarinya mendapatkan bagian 1/6. Sebagai penyempurna dari 2/3 jika
bersamaan dengan saudarisekadung.
Gambaran pertama :
Gambaran kedua :
2. Seorang istri meninggal, meninggalkan suami, ibu, ayah, anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki, cucu laki-laki dari ana laki-laki, maka bagian suami
adaaah ¼ , bagian ibu 1/6, bagian anak perempuan ½ , cucu perempuan dari anak laki-
laki tidak mendapatkan bagian warisan sedikitpun karna dia mendapatkan harta warisan
bersamaan dengan saudara nya yang menjadi ashobah. Yaitu cucu laki-laki dari anak
laki. Padahal dia itu tidak ada bagian ashobah sedikitpun karna pembagian pasti itu
mencakup semua harta warisan sehingga jika tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-
laki maka cucu perempuan dari anak laki-laki akan mendaptkan bagian warisan 1/6
karna menyempurnakan 2/3 jika bersamaan dengan anak perempuan.
7
Gambaran pertama :
Gambaran kedua :
8
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah kewarisan dalam pandangan Islam merupakan bagian dari ibadah/syari’ah yang
pelaksanaannya harus benar-benar mengacu dan sesuai dengan kehendak Allah SWT dan Rasulullah
SAW, sebagaimana pesan Allah tentang kewarisan Q.S. An-nisa’ ayat 13, artinya: “itulah ketentuan
hukum Allah, barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya, dia akan memasukkannya ke dalam
surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, dan itulah
kemenangan yang agung”.
Masalah umariyatain adalah dua masalah pembagian hukum warisan yang berkenaan
dengan bagian ibu. Masalah ini diberi nama umariyatain karena Khalifah Umar bin Khaththab
adalah orang pertama yang memutuskan perkara ini dan disepakati oleh jumhur sahabat Nabi
dan juga para imam madzhab fiqh.
Saudara pembawa berkah ( )األخ المباركadalah saudara yang apabila ia tidak ada niscaya
perempuan tidak mendapatkan warisan.
akhul masy’um adalah saudara yang tanpa keberadaannya maka, saudari perempuan
akan mendapatkan warisan. begtu juga sebaliknya (jika keberadaannya saudari perempuan
tidak mendapatkan sediktpun warisan dari harta peninggalan). Dinamakan mas’um karna tidak
ada keberkahan dalam harta benda itu bahkan menyakiti saudarai perempuan nya dan
membahayaannya sehinga keberadaan akhul masy’um itu menyakiti terhadap saudarinya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, Panduan praktis hukum waris, penerjemah : Abu Ihsan
Al Atsari, Bogor, pustaka Ibnu Katsir, cetakan ke-4, 2010
DR. Sholih bin Fauzan bin Abdulloh Al Fauzan, Al Tahqiqot al Mardliyah fi al Mabaahits al
Fardliyah, Riyadl, Univ. Muhammad bin Su’ud al Islamiyyah, cetakan ke-3, 1408 H
10