Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

“HAKIKAT PENDIDIK, ANAK DIDIK, DAN ETIKA KEILMUAN


DALAM PENDIDIKAN ISLAM”

Disusun Oleh :

Nadiya Djaelani

Muhammad Rifatulloh

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HAMIDIYAH JAKARTA


SEMESTER IV A (PAI)
Jl. Raya Sawangan KM. 2 No.12 Kelurahan
Rangkapan Jaya Kecamatan Pancoran Mas, Depok Telp: (021) 77881434 Fax: (021)

77881434
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teori Belajar
dan Pembelajaran ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun sedemikian rupa, guna memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu
Eva Siti Faridah,S.Si.,M.Pd. selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan. kami sangat
berharap karya tulis ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita semua. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam karya tulis ini terdapat kekurangan yang
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan karya tulis yang kami buat di masa yang akan datang.

Depok, 12 November 2018


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki unsur-unsur yang membangunnya. Salah satunya adalah pendidik


dan peserta didik. Keduanya sangat terikat satu sama lain dalam pendidikan. Pendidik tidak
akan bisa melakukan pendidikan bila tidak ada peserta didik. Begitupun juga sebaliknya,
peserta didik tidak akan berkembang secara maksimal bila tidak mendapatkan pendidikan yang
cukup yang dilakukan oleh pendidik.

Pendidikan memiliki unsur-unsur yang membangunnya. Salah duanya adalah pendidik


dan peserta didik. Keduanya sangat terikat satu sama lain dalam pendidikan. Pendidik tidak
akan bisa melakukan pendidikan bila tidak ada peserta didik. Begitupun juga sebaliknya,
peserta didik tidak akan berkembang secara maksimal bila tidak mendapatkan pendidikan yang
cukup yang dilakukan oleh pendidik.

Sedangkan etika membahas tentang nilai suatu tentang benar dan salahnya, baik
tidaknya. Berdasarkan teori aksiologi etika keilmuan dalam pendidikan Islam mempunyai
pembahasan khusus dengan tiga teori. Diantaranya pragmatisme, positivisme, renaissance dan
humanisme.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hakikat Pendidik?
2. Apa Pengertian Anak Didik?
3. Apa Pengertian Etika Keilmuan?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Hakikat Pendidik.
2. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Anak Didik.
3. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Etika Keilmuan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidik
1. Pengertian Hakikat Pendidik

Kata pendidik, mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan,


ketrampilan, atau pengalaman kepada orang lain. Pendidik berarti orang yang
bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan
jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan
mematuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai
hamba dan khalifah Allah SWT.

Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa pendidik dalam islam, sama dengan teori
yang ada di barat. Yaitu siapa saja orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam islam, orang yang
paling bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu). Karena dapat dilihat dari
dua hal, yaitu Pertama, karena kedua orang tua ditakdirkan bertanggungjawab terhadap
anaknya. Kedua karena kepentingan kedua orang tua yaitu berkepentingan dalam
kemajuan perkembangan anaknya.

Pendidik dalam orang islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab


terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan potensi
peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotoriknya
(karsa).

Sedangkan Al-Ghazali mengatakan bahwa pendidik adalah seseorang yang


menyempurnakan, membersihkan, dan mengarahkan (anak didik) kepada Allah azza
wajalla. Oleh karenanya, dalam hal ini kedudukan seorang pendidik di sejajarkan dalam
barisan para nabi. Masih menurut Al-Ghazali mengingat tugas guru menuntut tanggung
jawab yang besar, maka guru berhak atas anak didiknya.

2. Fungsi Pendidik

Pendidik sebagai seorang yang terdepan dalam pendidikan, secara umum


memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Sebagai Pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran
dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan
melaksanakan penilaian setelah program dilaksanakan.
b. Sebagai pendidik (edukator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT yang
menciptakannya (makhluk).
c. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri
sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang
menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan
partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
3. Tugas Pendidik Tugas para guru yaitu :
a. Seorang guru dituntut agar dapat menyingkap fenomena kebesaran Allah yang
terdapat dalam materi yang diajarkannya, hingga para peserta didik dapat
memahaminya dan mengikuti pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
b. Guru mengajarkan kepada para peserta didik pesan-pesan normatif yang terkandung
dalam kitab suci Alqur’an. Yang meliputi keimanan, akhlak, dan hukum yang mesti
dipatuhi untuk kepentingan manusia dalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat.
c. Pendidik tidak hanya berkewajiban menanamkan ilmu pengetahuan, tetapi harus
membangun moral dan membersihkan peserta didiknya dari sifat dan perilaku
tercela.
B. Hakikat Peserta Didik
1. Pengertian Peserta didik

Peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan


bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengembangkan potensi yang
dimilikinya serta membimbing menuju kedewasaan. Potensi merupakan suatu
kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, dan tidak akan tumbuh atau berkembang
secara optimal tanpa bimbingan pendidik.

Dalam pandangan Islam, anak merupaka rahmat Allah yang diamanatkan


kepada orang tuanya, ia membutuhkan pemeliharaan, penjagaan, kasih sayang, dan
perhatian. Dan kesemuanya itu menjadi tanggung jawab orang tua, guru, dan
masyarakat sebagai penanggung jawab pendidikan.
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kriteria anak didik diantaranya
adalah :
a. Manusia yang belum dewasa
b. Manusia yang membutuhkan bimbingan
c. Manusia yang memiliki dimensi fisik dan psikis

2. Tugas Peserta Didik


Agar pelaksanaan proses pendidikan islam dapat mencapai tujuan yang
diinginkannya maka setiap peserta didik hendaknya menyadari tugas dan
kewajibannya, yaitu antara lain :

a. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.


b. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat
keutamaan.
c. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan sabar dalam belajar.

3. Peserta Didik Merupakan Objek dan Subjek Pendidikan


Allah memberikan daya kepada manusia berupa indera, akal, dan kalbu untuk
menjadikannya aktif dalam memperoleh ilmu. Hal ini menggambarkan petunjuk untuk
para pendidik, bahwa janganlah mereka memperlakukan para peserta didik sebagai
objek semata. Tetapi juga sebagai subjek. Guru tidak boleh memperlakukan peserta
didiknya sebagai wadah yang siap menerima apa saja yang disampaikannya, tetapi
siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

4. Sikap Murid Terhadap Guru


Ada 4 norma yang mesti di jaga peserta didik dalam berhubungan dengan gurunya,
yaitu :
a. Kepercayaan dan keyakinan peserta didik kepada guru, dimana guru memang layak
mengajar karena telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam melaksanakan
pembelajaran.
b. Tidak boleh mendahului ketetapan dan jawaban guru mengenai persoalan apa saja
yang timbul dalam proses pembelajaran.
c. Seorang peserta didik terutama dalam proses pembelajaran, tidak boleh
meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara guru karena hal itu dapat
mengganggu proses pembelajaran.
d. Peserta didik tidak layak memanggil guru seperti memanggil temannya.

C. Etika Keimanan dalam Prespektif Islam


1. Pengertian Etika

Etika merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti:
adat istiadat. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika berangkat dari kesimpulan logis
dan rasio guna untuk menetapkan ukuran yang sama dan disepakati mengenai sesuatu
perbuatan, apakah perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah dan pantas atau tidak
pantas untuk dikerjakan.

Menurut Ibnu Miskawaih tentang etika dalam karyanya yang berjudul Tahdzib
Al-Akhlak, dia mencoba menunjukkan bagaimana kita dapat memperoleh watak-watak
yang lurus untuk menjalankan tindakan-tindakan yang secara moral benar terorganisasi
dan tersistem.

Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental yang
mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental
terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan.
Akhlak yang berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan
akhlak yang jelek. Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak
yang terpuji. Karena itu Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan
untuk membentuk akhlak yang baik. Dia memberikan perhatian penting pada masa
kanak-kanak, yang menurutnya merupakan mata rantai antara jiwa hewan dengan jiwa
manusia.

Menurut Aristoteles tujuan hidup manusia adalah mendapatkan kebahagian.


Kebahagiaan manusia akan dapat diwujudkan dengan sendirinya melalui dua jalan,
pertama, melalui sifat pertengahan antara mengikuti dorongansifat kebinatangan dan
kemanusiaan, yakni nafsu makan, hasrat, dan nafsu yang berada dibawah bimbingan
akal. Kedua, kebahagiaan itu terjadi pada pengguna akal dalam melakukan penelitian
ilmu pengetahuan dan merenungkan tentang kebenaran.
Sedangkan menurut Al- Ghazali tujuan pendidikan adalah mengembangkan
budi pekerti yang mencangkup penanaman kualitas moral dan etika
kepatuhan,kemanusiaan, kesederhanaan dan membenci hal-hal yang buruk seperti
melanggar perintah atau kehendak tuhan.

Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika
berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dalam segala sesuatu. Sedangkan dalam
ontologi dipertanyakan apa hakekat sesuatau, dalam epistimologi dipertanyakan
bagaimana sesuatu itu terjadi dan dari mana sesuatu itu ada, maka dalam aksiologi
dipertanyakan mengenai tujuan dari hakikat sesuatu. Misalnya, tentang pendidikan
islam maka muncul pertanyaan, apa pendidikan islam itu? Mengapa pendidikan islam
diperlukan? Untuk apa ada pendidikan islam?.

2. Etika Pragmatis Dalam Pendidikan Islam

Aliran pragmatis timbul pada abad 20.Pendiri aliran ini adalah Charks E. Peirce.
Aliran Pragmatisme adalah suatu aliran yang memandang realitas sebagai sesuatu yang
secara tetap mengalami perubahan(terus-menerus berubah).

Berbicara tentang etika keilmuan, apabila digunakan perspektif pragmatisme,


etika keilmuan diatur menurut nilai-nilai dan etika pragmatism.Pragmatisme berasal
dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.Pragmatisme adalah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Pragmatisme berpandangan bahwa subtansi kebenaran adalah jika segala


sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Pendidikan agama Islam adalah
bagian dari tugas agama maka mengajarkan pendidikan islam adalah kebenaran.

Pragmatisme menurut para filsuf-filsuf yang terkenal sebagai berikut:

Menurut William James dan John Dewey, filsafatnya diantaranya menyatakan


bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri
sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman yang kita anggab benar dalam
perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah karena didalam praktik. Menurut
Jemes, dunia tidak dapat diterangakan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia
adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan tentang kepercayaan
agama.
Dalam filsafat Islam, pragmatisme tentu ada karena tujuan pendidikan Islam
adalah membentuk anak didik yang bertaqwa kepada Allah SWT, berkepribadian luhur,
berpengetahuan yang luas, terampil, dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari.Agar anak didik memiliki keahlian duniawi dan ukhrowi, dan keduanya bisa
memberikan keuntungan.

Menurut John Dewey, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi


perbuatan nayata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang
kurang praktis, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.

Secara umum, pargmatisme berarti hanya ide yang dapat dipraktikkan yang benar
dan berguna. Apabila filsafat Islam berkiblat pada pandangan Pragmatime John Dewey,
tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang sifatnya nyata,
bukan hal yang diluar jangkauan panca indra.

Etika keilmuan berkaitan pula dengan kode etik bagi para pendidik (guru).
Maksud dari kode etik guru di sini adalah norma-norma yang mengatur hubungan
kemanusiaan (relationship) antar guru dengan lembaga pendidikan (sekolah); guru
dengan sesama guru; guru dengan peserta didik; dan guru dengan lingkungannya.
Sebagai sebuah jabatan pekerjaan, profesi guru memerlukan kode etik khusus untuk
mengatur hubungan-hubungan tersebut.

Dalam perspektif islam, pendidikan etika juga membahas pula masalah yang
berkaitandengan substansi etika yang dimiiki oleh dunia pendidikan Islam, terutama
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Keilmuan yang bersumber pada Al Qur’an dan As-Sunnah.

b. Keilmuan yang berbasis kepada pola pendidikan tradisional Islam.

c. Keilmuan sebagai alat yang merumuskan prinsip-prinsip pendidikan

d. Keilmuan yang mengarahkan pendidikan kepada tujuan umum dalam beragama


Islam.
e. Keilmuan yang mengacu pada doktrin agama Islam dan kebergantungan kepada
tokoh agama.
3. Positivisme Dalam Etika Keilmuan

Paham yang berkaitan dengan etika keilmuan tidak dapat terlepas dari pandangan
positivisme, selain pragmatisme di atas. Positivisme di perkenalkan oleh Aguste
Comte(198-1857) yang bertuang dalam karya utama Aguste Comte adalah Cours de
Philosophic Positive, yaitu kursus tentang Filsafat Positif (180-

1842), selain itu karyanya yang pantas disebutkan di sini adalah Discour L’esprit
Positive(1844) yang artinya pembicaraan tentang jiwa positif.

Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan
factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita
tidak boleh melebihi fakta-fakta.Dengan demikian, ilmu pengetahuan empiris menjadi
contoh istimewa dalam bidang pengetahuan.Oleh karena itulah, Positivisme menolak
cabang filsafat metafisika.

Etika keilmuan yang menganut Positivisme akan mempertegas tentang kebenaran


pengetahuan terletak pada fakta-fakta yang Konkret dan indrawi. Hukum itu
menyatakan bahwa umat manusia berkembang melalui tiga tahap hidup. Tahap-tahap
ini ditentukan menurut cara berpikir yang dominan, Teologis, metafisik, dan positif.

Tahap teologis merupakan periode yang paling lama dalam sejarah manusia,
karena bentuk pemikiranya yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi bahwa
semua benda memiliki kelengkapan hidupnya sendiri.

Tahap metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan
metafisik, tahap ini ditandai dengan hukum-hukum alam yang asasi dan dapat
ditemukan dengan akal budi.

Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir. Akan tetapi, pengetahuan selalu bersifat sementara, dan
pengetahuan dapat ditinjau kembali dan di perluas.

Dari pandangan Comte tentang tiga tahapan pemikiran manusia, dapat diambil
pemahaman bahwa etika keilmuan yang terus berkembang tidak selamanya hierarkis
sistematis sebagaimana dikemukakan oleh Comte sebab ajaran Islam tidak dikenal
tahapan demikian. Pandangan manusia seharusnya didasarkan pada dua etika yang
paling mendasar, yaitu :
a. Pandangan bahwa semua makhluk Allah hanya tunduk mutlak kepada sang
pencipta.
b. Semua pengabdian manusia sepenuhnya harus didukung oleh rencanarencana Allah
yang tertuang dalam wahyu-Nya, yang berupa ( Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Apabila pendidikan islam menganut paham ini, tidak akan dibahas segala hal
yang berhubungan dengan metafisikal, apalagi yang supranatural. Akan tetapi, etika
keilmuan yang dibangun oleh filsafat pendidikan islam tidak menganut paham
positivisme, meskipun menerima kebenaran yang menggunakanpaham tersebut. Dalam
islam, kebenaran yang hakiki hanya kebenaran Tuhan, selain kebenaran Tuhan,
hanyalah kebenaran yang nisbi. Akan tetapi, setiap kebenaran nisbi diyakini oleh umat
Islam sebagai cara menuju kebenaran hakiki.
BAB III

KESIMPULAN/PENUTUP

Hakikat Pendidikan pendidik adalah seseorang yang menyempurnakan,


membersihkan, dan mengarahkan (anak didik) kepada Allah azza wajalla. Oleh karenanya,
dalam hal ini kedudukan seorang pendidik di sejajarkan dalam barisan para nabi. Masih
menurut Al-Ghazali mengingat tugas guru menuntut tanggung jawab yang besar, maka guru
berhak atas anak didiknya.
Fungsi Pendidik adalah Sebagai Pengajar (instruksional), sebagai pendidik (edukator)
dan sebagai pemimpin (managerial). Tugas pendidik adalah menyingkap fenomena kebesaran
Allah, mengajarkan pesan-pesan normatif yang terkandung dalam kitab suci Alqur’an,
pendidik tidak hanya berkewajiban menanamkan ilmu pengetahuan membangun moral.

Hakikat Peserta Didik Peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang
memerlukan bimbinganpendidik untuk membantu mengembangkan potensi yang dimilikinya
serta membimbing menuju kedewasaan. Tugas Peserta Didik adalah membersihkan hatinya
sebelum menuntut ilmu, belajar ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat
keutamaan, Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat,
belajar secara sungguh-sungguh dan sabar dalam belajar.

Peserta Didik Merupakan Objek dan Subjek Pendidikan. Sikap Murid Terhadap Guru
adalah mempercayai guru, Tidak boleh mendahului ketetapan dan jawaban guru, tidak boleh
meninggikan suaranya, tidak layak memanggil guru seperti memanggil temannya

Etika adalah suatu kumpula2n pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-


perbuatan manusia. Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika
berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dalam segala sesuatu. Etika Keimanan dalam
Prespektif Islam.
DAFTAR PUSTAKA

http://gheetsul-wudda.blogspot.com/2014/08/etika-keilmuan-dalam-filsafat.html.m=1

http://muhsinmuhsin.blogspot.com/2016/11/pendidik-dan-peserta-didik-dalam.html tml

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syaodih, 2007. Nana Sukmandinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai