Anda di halaman 1dari 11

Kutipan Kawan MASALAH AUL Secara harfiah, aul artinya bertambah atau meningkat.

Dikatakan aul, karena dalam praktek pembagian warisan, angka asal masalah harus ditingkatkan atau dinaikkan sebesar angka bagian yang diterima oleh ahli waris yang ada. Langkah ini diambil karena apabila pembagian warisan diselesaikan menurut ketentuan baku secara semestinya, maka akan terjadi kekurangan harta. Terjadinya masalah aul adalah apabila terjadi angka pembilang lebih besar dari angka penyebut (misalnya 8/6), sedangkan biasanya harta selalu dibagi dengan penyebutnya, namun apabila hal ini dilakukan akan terjadi kesenjangan pendapatan dan sekaligus menimbulkan persoalan, yaiu siapa yang lebih diutamakan dari para ahli waris tersebut. Untuk mencapai pembagian yang adil, maka pembagian harta didasarkan kepada angka pembilang (aul) dan penyebutnya (AM) dalam hal ini tidak dipergunakan sama sekali. Contoh kasus I : Seorang istri meninggal dan meninggalkan ahli waris :
AW Suami Ibu Sdr pr sisb Sdr pr sb 1/2 1/6 1/2 1/6 Bagian 6 3 1 3 1 6/8 AM aul 8 3 1 3 1 8/8

Dalam kasus ini terlihat bahwa pembilang lebih besar daripada penyebut, yaitu pembilang 8 sedangkan penyebut 6 (8/6). Kemudian masing-masing ahli waris pendapatannya berkurang dari porsi yang semestinya diterimanya, yaitu : Suami harusnya 3/6 akan tetapi menjadi 3/8 Ibu harusnya 1/6 akan tetapi menjadi 1/8 Sdr pr sisb 3/6 akan tetapi menjadi 3/8 Sdr pr sb 1/6 akan tetapi menjadi 1/8

Namun demikian pengurangan pendapatan masing-masing ahli waris tersebut tetap proporsional, sehingga dipandang lebih adil daripada jika dikerjakan seperti biasa, sebab jika seperti itu akan ada ahli waris yang dirugikan, dan yang diuntungkan. Keterangan : 1. Suami mendapat 1/2 bagian karena tidak ada anak dan cucu 2. Ibu mendapat 1/6 bagian karena saudara lebih dari 1 orang (>1) 3. 1 sdr pr seibu sebapak mendapat 1/2 karena hanya 1 orang 4. 1 sdr pr sebapak mendapat 1/6 karena mewaris bersama dengan 1 orang sudara perempuan seibu sebapak. Contoh kasus lain : Seseorang meninggal dunia, harta warisannya sebesar Rp. 60.000,- ahli warisnya terdiri dari : istri, ibu, 2 saudara perempuan sekandung dan saudara seibu. Bagian masing-masing adalah : >> jika diselesaikan dengan apa adanya : Ahli Waris Istri Ibu 2sdr pr skd saudara seibu Bag. 1/4 1/6 2/3 1/6 AM (12) 3 2 8 2 15 HW Rp. 60.000.000,3/12 x 60.000.000 2/12 x 60.000.000 8/12 x 60.000.000 2/12 x 60.000.000 Jumlah Penerimaan Rp. 15.000.000 Rp. 10.000.000 RP. 40.000.000 Rp. 10.000.000 Rp. 75.000.000

Hasilnya terjadi kekurangan harta sebesar Rp. 15.000.000,>>jika diselesaikan dengan cara aul, maka akan diperoleh hasil sebagai berikut : Ahli Waris Istri Ibu 2sdr pr skd saudara seibu Bag. 1/4 1/6 2/3 1/6 AM (12) 3 2 8 2 15 HW Rp. 60.000.000,3/15 x 60.000.000 2/15 x 60.000.000 8/15 x 60.000.000 2/15 x 60.000.000 Jumlah Penerimaan Rp. 12.000.000 Rp. 8.000.000 RP. 32.000.000 Rp. 8.000.000 Rp. 60.000.000

Asal masalah diaulkan dari 12 menjadi 15, karena jika tidak diaulkan akan terjadi kekurangan harta sebesar Rp. 15.000.000,-

Jumhur ulama menetapkan masalah aul ini karena : tidak ada ketentuan dalam nas yang mengatur tentang pengutamaan ashabul furud yang satu atas yang lain. Begitu pula tidak ada ketentuan yang membedakan mereka, karena harta warisan terdapat kelebihan atau kekurangan. Dan apabila ada ahli waris yang didahulukan dan mengorbankan ahli waris yang lain, berarti menetapkan hokum baru. Kemudian Rasulullah SAW. Juga memerintahkan dalam sabda beliau : Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada yang berhak menerimanya. Maka, masalah aul adalah masalah ijtihadiyah dan kondisional sifatnya. Nilai-nilai keadilan didalamnya tentu tergantung siapa dan bagaimana melihatnya. Namun demikian akan lebih adil jika dalam penyelesaian semacam ini, tidak terjadi pemberian hak kepada ahli waris dengan cara mengorbankan ahli waris lainnya. Oleh karena itu cara yang terbaik adalah dengan cara aul, agar bagian masing-masing ahli waris yang ada dikurangi secara proporsional.

D. MASALAH RADD Secara harfiah Radd artinya mengembalikan. Masalah radd terjadi apabila dalam pembagian waris terdapat kelebihan harta setelah ahli waris ashabul furud memperoleh bagiannya dan atau pembilang lebih kecil daripada penyebut (23/24). Pada dasarnya radd merupakan kebalikan dari masalah aul. Namun demikian penyelesaian masalahnya tentu berbeda dengan masalah aul, karena aul pada dasarnya kurangnya yang akan dibagi sedangkan pada radd ada kelebihan setelah diadakan pembagian. Cara radd ini ditempuh bertujuan untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris yang ada seimbang dengan bagian yang diterima masing-masing secara proporsional. Caranya dengan mengurangi asal masalah, sehingga besarnya sama dengan jumlah bagian yang diterima oleh ahli waris. Dan apabila tidak ditempuh cara radd akan menimbulkan persoalan siapa yang berhak menerima kelebihan harta, sementara tidak ada ahli waris yang menerima asabah. Contoh I : Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari : anak perempuan dan ibu. Harta warisannya sebesar Rp. 12.000.000,- bagian masing-masing adalah : >> Jika tidak ditempuh cara radd : Ahli Waris Anak pr Bag. 1/2 AM (6) 3 HW Rp. 12.000.000,3/6 x 12.000.000 Penerimaan Rp. 6.000.000

Ibu

1/6

1 4

1/6 x 12.000.000 Jumlah

Rp. 2.000.000 Rp. 8.000.000

Terdapat sisa harta sebesar Rp. 4.000.000,-

>> Jika diselesaikan dengan cara radd : Ahli Waris Bag. AM (6-4) HW Rp. 12.000.000,Anak pr Ibu 1/2 1/6 3 1 4 3/4 x 12.000.000 1/4 x 12.000.000 Jumlah Rp. 9.000.000 Rp. 3.000.000 Rp. 12.000.000 Penerimaan

Anak perempuan yang semula menerima bagian Rp. 6.000.000,- berubah mendapat bagian Rp. 9.000.000,- dan ibu yang semula menerima bagian Rp. 2.000.000,- mendapat bagian Rp. 3.000.000,-

Contoh II : Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya tediri dari : saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu. Harta warisannya sejumlah Rp. 30.000.000,bagian masing-masing adalah : >> Jika tidak diselesaikan dengan cara radd Ahli Waris Sdr pr skd Sdr pr seayh Sdr pr seibu Bag. 1/2 1/6 1/6 AM (6) 3 1 1 5 HW Rp. 30.000.000,3/6 x 30.000.000 1/6 x 30.000.000 1/6 x 30.000.000 Jumlah Penerimaan Rp.15.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 25.000.000,-

Jadi ada kelebihan harta sebanyak Rp. 5.000.000,>> Jika diselesaikan dengan cara radd Ahli Waris Bag. AM (65) Sdr pr skd Sdr pr seayh 1/2 1/6 3 1 3/5 x 30.000.000 1/5 x 30.000.000 Rp.18.000.000 Rp. 6.000.000 HW Rp. 30.000.000,Penerimaan

Sdr pr seibu

1/6

1 5

1/5 x 30.000.000 Jumlah

Rp. 6.000.000 Rp. 30.000.000,-

. Al-Gharawain (umariyatin) dan penyelesaiannya Gharawain, bentuk tasniyah dari lafadz ghara (binatang cemerlang). Itu disebut demikian karena kemasyhurannya bagaikan bintang yang cemerlang. Nama lain dari gharawain adalah Umariyatin karena cara penyelesaiannya tersebut diperkenalakan oleh Umar bin Khattab r.a. Masalah gharawain adalah salah satu bentuk masalah dalam kewarisan yang pernah diputuskan oleh Umar dan diterima oleh mayoritas sahabat dan diikuti oleh jumhur ulama. Masalah ini terjadi waktu penjumlahan beberapa furudh dalam satu kesus kewarisan yang hasilnya tidak memuaskan beberapa pihak. Masalah gharawain terjadi hanya dalam dua kemungkinan, yaitu sebagai berikut: 1. Jika seorang yang meninggaldunia memiliki ahli waris suami, ibu, dan ayah 2. Jika seorang meninggal memiliki ahli waris istri, ibu, dan ayah Yang dimaksud ahli waris disini adalah ahli waris yang tidak terhijab karena boleh jadi ahli waris lain masih ada tetapi terhijab oleh ayah. Dengan demikian, untuk menentukan apakah suatu kasus warisan itu merupakan kasus gharawain atau tidak, terlebih dahulu harus ditentukan siapa saja yang menjadi ahli waris orang yang meninggal, kemudian siapa yang terhijab, dan ternyata ahli waris yang berhak mendapat bagian warisan, yaitu suami, ibu, dan ayah, atau istri, ibu, dan ayah. Apabila ahli waris yang berhak untuk mendapatkan bagian warisan hanya terdiri atas suami, ibu, dan ayah, atau istri, ibu, dan ayah, dapat dipastikan bahwa persoaln warisan tersebut adalah persoalan yang khusus yang diistilahkan dengan gharawain. Penyelesaian kasus gharawain tidaklah seperti penyelesaian kasus-kasus kewarisan pada umumnya. Apabila diselesaikan secara biasa, hasilnya sebagai berikut: Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya Suami x 6 = 3 Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2 Ayah x 6 = 1 (asabah: 6-5 = 1) Apabila penyelesaian dengan seperti diatas, terlihat bahwa hasilnya untuk ibu adalah 1/3 x 6 = 2, sedangkan ayah hanya memperolah 1. Padahal semestinya pendapatan ayah harus lebih besar daripada pendapatan ibu. Disamping itu, ayah selain sebagai ashabul furud juga merupakan ahli waris yang berhak menerima bagian dengan asabah.

Jadi, persoalan gharawain ini terletak pada penerimaan ibu yang lebih besar daripada penerimaan ayah. Untuk menghilangkan kejanggalan ini, haruslah diselesaikan secara khusus, yaitu penerimaan ibu bukanlah 1/3 harta peninggalan, melainkan hanya 1/3 dari sisa harta peninggalan. Ada perbedaan pendapat diantara para ulama faradiyun dalam masalah ini. 1. Menurut Umar r.a, yang kemudian diikuti pleh para sahabat, seperti Usman, Zaid bin Tsabit, Ibnu Masud, serta para ahli rayi dan para ahli fuqaha, seperti Al-Hasan, As-Saury, Imam Malik, dan Imam Syafii, ibu menerima bagian 1/3 sisa. Dengan demikian, penyelesaiannya adalah sebagai berikut: Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya Suami x 6 = 3 Ibu 1/3 sisa 1/3 x (6-3) = 1 Ayah Asabah 6-4 = 2 Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya Suami x 4 = 1 Ibu 1/3 sisa 1/3 x (4-1) = 1 Ayah Asabah 4-2 = 2 Mereka berpendapat demikian dengan mengemukakan alas am sebagai berikut: 1. Rangkaian kalimat ??? ?? ????? dalam firman Allah SWT. Surat An-Nisa ayat 11, maksudnya adalah sepertiga peninggalan, baik seluruh harta peninggalan atau sebagiannya. Andaikan tidak mengacu pada pengertian demikian, niscaya firman Allah SWT. ????? ???? tidak berarti apa-apa. Ketika menerangkan bahwa jika yang mewarisi hanya ibu dan ayah saja, Allah menjelaskan bagian ibu, yaitu 1/3 nya, yang berarti 1/3 harta yang diwarisi oleh ibu dan ayah. Jadi, sekiranya ibu dan ayah tidak bersama-sama dengan suami atau istri, mereka mendapat hak atas seluruh harta penunggalan sehingga bagian ibu pun, adalah 1/3 seluruh harta peninggalan. Apabila ibu dan ayah mewarisi bersama-sama denagn salah seorang suami istri, bukan seluruh harta peninggalan yang dijadikan hak oleh keduanya, melainkan sisa setelah diberikan kepada salah seorang suami istri, ibu hanya menerima 1/3 sisa harta peninggalan. Sesuai dengan nash Al-Quran, bila ahli warisnya hanya ibu dan ayah saja, ibu mendapat bagian 1/3 secara fard dan ayah menerima sisanya, yaitu 2/3, dengan perbandingan 1:2. ketentuan ini tidak berlaku bila ibu-ayah mewarisi bersama-sama dengan salah seorang suami istri. Kalau ini dijalankan, bagian ibu tentumelebihi dari separuh bagian ayah. Dalam maslah pertama, ibu mendapat 1/3 dari asal masalah 6 = 2, sedangkan ayah hanya mendapat sisanya, yaitu 6-3-2 = 1. Dalam masalah kedua, ibu menerima 1/3 dari asal masalah 12 = 4, sedangkan ayah hanya menerima 12-3-4 = 5. Jadi, perbandingan penerimaan saham ibu dengan ayah dalam masalah pertama = 2 : 1, dan perbandingan penerimaan saham ibu dengan ayah dalam maslah kedua = 4:5, yang demikian ini bertentangan dengan nash.

2. Ibnu Abbas r.a, berpendapat bahwa ibu dalam kedua masalah tersebut mendapat bagian 1/3 harta peninggalan. Oleh karena itu, penyelesaiannya adalah sebagai berikut: Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya Suami x 6 = 3 Ibu 1/3 1/3 x 6 =2 Ayah Asabah 6-5 =1 Ahli Waris Fard Asal masalah: 12 sahamnya Suami x 12 = 3 Ibu 1/3 1/3 x 12 = 4 Ayah Asabah 12-7 = 5 3. Ibnu Sirin dan Abu Tsaur mengatakan bahwa dalam masalah pertama, suami bersama-sama dengan ibu dan ayah maka ibu mendapat 1/3 sisa harta peninggalan. Adapun dalam masalah yang kedua, istri bersama-sama ibu dan ayah, maka ibu mendapatkan 1/3 harta peninggalan, seperti pendapat Ibnu Abbas r.a, sehingga penyelesaiannya adalah sebagai berikut: Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya Suami x 6 = 3 Ibu 1/3 sisa 1/3 x (6-3) = 1 Ayah Asabah 6-4 =2 Ahli Waris Fard Asal masalah: 12 sahamnya Suami x 12 = 3 Ibu 1/3 1/3 x 12 = 4 Ayah Asabah 12-7 = 5 B. Al-Musyarakah dan penyelesaiannya Persoalan musyarakah juga merupakan persoalan yang khusus untuk menyelesaikan persoalan warisan antara saudara-saudara seibu (baik laki-laki maupun perempuan sama saja) dengan saudara laki-laki sekandung. Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan bahwa kasus AlMusyarakah ini terjadi apabila ahli waris terdiri atas: 1) Suami 2) Ibu atau nenek 3) Saudara laki-laki sekandung 4) Saudara seibu lebih dari seorang Untuk menyelesaikan masalah musyarakah, perhatikanlah contoh berikut: a. Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas suami, ibu, dua saudara perempuan seibu, dan lima saudara laki-laki sekandung. Dalam kasus tersebut, fard masing-masing adalah : Suami Ibu 1/6 (ada saudara lebih dari seorang) 2 sdri pr seibu 4 = 1/3 (karena lebih dari seorang)

2 sdr lk seibu 5 sdr lk sekandung asabah binafsih Kalau didasarkan pembagian secara biasa, hasilnua adalah sebagai berikut: Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya Suami x 6 = 3 Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 2 sdri pr seibu 1/3 1/3 x 6 = 2 2 sdr lk seibu 5 sdr lk sekandung asabah binafsih = habis Dari penyelesaian diatas, tampak terlihat bahwa saudara seibu memperoleh warisan, sedangkan saudara laki-laki sekandung tidak memperoleh bagian karena tidak ada sisa pembagian. Penyelesaian kasus seperti ini tentu merupakan suatu kejanggalan karena ahli waris yang hanya merupakan saudara seibu mendapat bagian, sedangkan saudara yang sekandung tidak memperoleh bagian sama sekali. Bukankah saudara seibu dan saudara sekandung lahir dari ibu yang sama? Oleh karena itu, saudara laki-laki yang seibu dan seayah menyampaikan keberatannya atas penyelesaian dengan cara biasa ini dengan mengemukakan alasan sebagai berikut: Anggaplah bapak kami himar (keledai) atau hajar (batu), namun ibu kami adalah sama, maka tidaklah pantas kalau saudara seibu mendapatkan bagian, sedangkan kami yang mempunyai ibu sama tidak mendapat bagian. Itulah sebabnya kasus seperti ini disebut juga dengan istilah himariyah atau hijariyah. Untuk mengatasi persoalan ini, dibagilah harta warisan secara khusus, yaitu mensyariatkan seluruh saudara, antara saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung. Dalam hal ini, saudara laki-laki sekandung digabungkan dengan saudara seibu. Bagian mereka digabungkan tanpa dibedakan antara laki-laki dan perempuan, sebab ahli waris saudara seibu, tidak dibedakan lagi antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, penyelesaian masalah musyarakah ini adalah sebagai berikut: Ahli Waris Fard Asal masalah:(x9) Tashih 6 sahamnya masalah=54 Suami x 6 = 3 3 x 9 = 27 Ibu 1/6 1/6 x 6 =1 1 x 9 = 9 2 sdri pr seibu (x9) 2 sdr lk seibu 1/3 1/3 x 6 = 2 9 x 2 =18 5 sdr lk sekandung Mencari sah masalah (tashih): Jumlah Adadur Ruus dibagi saham = 18 : 2 = 9 (tabayun) Tashih masalah: 6 x 9 = 54 Seluruh saudara memperoleh: 9 x 2 = 18 1 saudara memperoleh: 1 x 18/9 = 2

Kemungkinan, masalah musyarokah itu banyak sekali, namun harus memenuhi syarat, yaitu jika ahli waris (setelah selesai halang menghalangi) terdapat: 1. Suami 2. Ibu atau nenek 3. Saudara seibu dari seorang (baik laki-laki maupun perempuan) 4. Saudara laki-laki sekandung Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak terjadi musyarakah. Perlu diketahui bahwa saudara perempuan sekandung tidak menjadi persyaratan. Ini karena apabila saudara lakilaki itu tidak ada, saudara perempuan sekandung akan menjadi ashobah bil ghair. Begitu pula apabila saudara seibu hanya satu orang tidak terjadi musyarokah karena akan ada sisa harta (untuk ahli waris ashobah). b. Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas:

1 suami 2 saudara laki-laki ayah sekandung 3 saudara perempuan ayah sekandung (dzawil arham) 2 saudara perempuan ayah sekandung (dzawil arham) 2 saudara angkat (bukan ahli waris) 5 saudara perempuan seibu 2 saudara laki-laki seibu 3 saudara laki-laki sekandung 2 saudara laki-laki seayah 1 ibu 1 nenek Dalam kasus tersebut, setelah dikerjakan sesuai dengan tahapan-tahapannya (penentuan ahli waris, hijab, ashobah), ternyata ahli waris yang berhak menerima hanya terdiri atas: suami, ibu, saudara seibu, saudara laki-laki sekandung. Komposisi ahli waris tersebut sudah memenuhi syarat unuk terjadinya musyarokah walaupun saudara perempuan sekandung tidak ada (saudara perempuan tidaklah menjadi syarat untuk terjadinya musyarokah). Untuk menyelesaikan kasus ini, perlu kehati-hatian sebab secara sepintas persoalan ini bukanlah kasus istimewa dan bisa diselesaikan seperti halnya penyelesaian kasus biasa. Padahal semestinya penyelesainnya harus dilakukan secara khusus, yaitu melalui penyelesaian musyarokah. Penyelesaian biasa: Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya Suami x 6 = 3 Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 sdri pr seibu 1/3 1/3 x 6 = 2 sdr lk seibu sdr lk sekandung asabah binafsih = habis

Dengan cara penyelesaian biasa ini, terlihat bahwa saudara laki-laki sekandung tidak memperoleh bagian sama sekali, sebab tidak ada sisa. Sebaliknya saudara seibu baaik yang lakilaki maupun perempuan memperoleh bagian, tentu penyelesaian seperti ini adalah penyelesaian salah. Penyelesaian dengan musyarokah: Ahli Waris Fard Asal masalah:(x5) Tashih 6 sahamnya masalah=30 Suami x 6 = 3 3 x 5 = 15 Ibu 1/6 1/6 x 6 =1 1 x 5 = 5 5 sdri pr seibu (x5) 2 sdr lk seibu 1/3 1/3 x 6 = 2 2x 5 =10 3 sdr lk sekandung Mencari sah masalah (tashih): Jumlah Adadur Ruus dibagi saham = 10 : 2 = 5 (tadakhul) Tashih masalah: 6 x 5 = 30 Hasil akhir: Suami : 15/30 = dari harta warisan Ibu : 5/30 = 1/6 dari harta warisan 10 saudara : 10/30 = 1/3 dari harta warisan 1 saudara : 1/30 dari harta warisan C. Akdariyah dan Penyelesaiannya. Dinamakan Akdariyah karenamenurut suatu pendapat yang mengajukan persoalan ini bernama Akdar. Dalam kasus akdariyah ini, susunan ahli waris adalah suami, kakek, saudara perempuan dan ibu. Dalam hal ini juga yang dipertimbangkan adalah hak yang akan diterima oleh kakek jangan sampai ia mendapat sedikit. Jika kakek ditempatkan sebagai ashobah karena ia satusatunya kerabat laki-laki maka ia tidak akan dapat apa-apa karena harta habis terbagi di kalangan dzawil furud. Suami mendapat karena pewaris tidak meninggalkan anak, ibu menerima 1/3 karena tidak ada anak dan demikian pula seorang saudara perempuan mendapat karena pewaris adalah kalalah. Jumlah furudh akan menjadi + + 1/3 = 3/6 + 3/6 + 2/6 = 8/6. Kalau kakek diberi hak sebagai furudh 1/6 maka hal ini juga berbenturan dengan prinsip sebagai ayah, kakek harus menerima banyak lebih dari ibu, sedangkan dalam kedudukan sebagai seoarang lakilaki tentu tidak mungkin ia menerima lebih kecil dari saudara perempuan. Dalam hal ini kakek berada dalam posisi yang serba tidak enak. Menurut cara Abu Bakar, penyelesaiannya adalah sebagai berikut: suami mendapat sebagai furudh, ibu menerima 1/3 sebagai furudh dan kakek menerima sisanya yaitu 1/6 sebagai asobah. Sedangkan saudara perempuan terhalang oleh kakek dan dengan demikian tidak mendapatkan warisan. Karena kakek sudah menerima kemungkinan terbaik, maka masalah dianggap selesai. Umar dan Ibnu Masud memeberikan solusi sebagai berikut: suami 1/2 , saudara perempuan , untuk kakek 1/6 sebagai furudh dan untuk ibu 1/6. Kemudian pembagiannya diselesaikan secara aul. Ibu diberi 1/6 dengan pertimbangan supaya haknya tidak melebihi hak kakek. Namun alasan perubahan persentase bagian yang di dapat ibu (1/6) dari yang telah ditetapkan oleh AlQuran, tidak pernah dijelaskan baik oleh Umar maupun Ibnu Masud. Dalam kasus ini, berarti keduanya lebih mementingkan perasaan daripada tuntutan hokum.

Zaid bn Tsabit memberikan penyelesaian yang jenius dan memberikan porsi yang lebih besar kepada kakek meskipun membentur beberapa prinsip lainnya. Metode yang dilakukannya adalah sebagai berikut: Setiap orang ditentukan furudhnya, yaitu: Suami = 3/6 Ibu 1/3 = 2/6 Saudara perempuan = 3/6 Kakek 1/6 = 1/6 Jumlah: 9/6 Setelah dilakukan aul hak masing-masing adalah: Suami menjadi 3/9 Ibu menjadi 2/9 Saudara perempuan menjadi 3/9 Kakek menjadi 1/9 Masing-masing ibu dan suami sebagai orang luar yang mendampingi kakek dan saudara perempuan diberikan haknya, sudah itu hak saudara perempuan dan kakek digabung menjadi 3/9 + 1/9 = 4/9. Jumlah ini dibagikan kepada kakek dan saudara perempuan dengan perbandingan 2:1. Dengan demikian: Hak kakek menjadi 2/3 x 4/9 = 8/27 Bagian saudara perempuan 1/3 x 4/9 = 4/27 Dari penyelesaian menurut Zaid tersebut memang telah terpenuhi keinginan untuk menjadikan hak kakek (8/27) lebih besar dari saudara perempuan (4/27) dan ibu. Namun saudara perempuan yang semestinya mendapatkan atau setelah diaulkan menjadi 3/9 atau 9/27 menjadi 4/27. Hal ini berarti menjadi korban dari kebijakan diatas

Anda mungkin juga menyukai