Anda di halaman 1dari 40

ASHAL MASALAH

(‫)أصل المسألة‬
Ashal masalah ialah: angka yang
dikeluarkan dari bagian para ahli
waris ashhabul furudh, yaitu 1/2, 1/3,
2/3, 1/4, 1/6 dan 1/8.
Misal: ahli waris terdiri dari suami,
ibu, seorang anak perempuan, dan
seorang saudara perempuan kandung.
Maka ketentuan utk suami 1/4,
ibu 1/6, seorang anak perempuan
1/2, seorang saudara perempuan
kandung menjadi ‘ashabah. Ashal
masalahnya adalah mencari
Kelipatan Persekutuan terKecil
(KPK) dari tiga angka penyebut
di atas, yaitu 4, 6, dan 2.
Lalu ketentuan masing-masing ahli waris
dikalikan dgn ashal masalah.
Suami 1/4 x 12 = 3 saham
Ibu 1/6 x 12 = 2 saham
Anak perempuan 1/2 x 12 = 6 saham
Saudara pr kandung 12 – 11 = 1 saham
Nilai tiap sahamnya adalah total harta warisan
dibagi dengan ashal masalah. Jika total harta
warisan senilai Rp 240.000.000,
maka Rp 240.000.000 : 12 = Rp 20.000.000
Tiap saham dikalikan Rp 20.000.000
‘AUL (‫)العول‬
‘Aul secara etimologi merupakan
isim mashdar dari ‫ َيُعوُل‬- ‫َعاَل‬, yang
berarti condong dalam hukum
untuk berbuat dosa dan berpaling
dari kebenaran, jika dikatakan ‫َعاَل‬
‫ُم‬ ‫َك‬ ‫َح‬ ‫ال‬ artinya hakim berpaling
dari kebenaran dan berbuat zalim.
‘Aul juga dapat berarti
‫ِص‬
berkurang, ‫( َعاَل اَألْن َباُء‬dalam
pembagian harta warisan) ialah
bagian mereka dimasuki ‘aul.
‫ عالت الفريضة‬artinya bertambah,
‘aul naiknya perhitungan
dalam faraidh.
Secara istilah, ‘aul ialah:
Bertambahnya jumlah saham dari
ashal masalah ketika banyaknya para
ashhabul furudh.
Saham para ashhabul furudh lebih
besar dari pada saham harta.
Berlebihnya saham para ashhabul
furudh dari harta warisan.
 Jumlah saham ashhabul furudh lebih
besar dari ashal masalah.
Bila hal ini terjadi maka ashal masalah
pertama diganti dengan ashal masalah
baru yaitu jumlah saham para ahli waris,
dan harta dibagi sesuai dengan jumlah
saham ahli waris. Dengan demikian
seluruh ahli waris ikut terkurang
bagiannya disebabkan besarnya bagian
para ahli waris ashhabul furudh hingga
harta yang ada tidak dapat memenuhi hak
mereka masing–masing secara utuh.
Kompilasi Hukum Islam pasal 192:
Apabila dalam pembagian harta
warisan di antara para ahli waris
dzawil furudh menunjukkan bahwa
angka pembilang lebih besar dari pada
angka penyebut, maka angka
penyebut dinaikkan sesuai dengan
angka pembilang, dan baru sesudah
itu harta warisan dibagi secara aul
Contoh Kasus ‘Aul & Cara Penyelesaiannya:
Seorang perempuan meninggal dengan ahli
waris suami, tiga orang saudara perempuan
kandung, dan dua orang paman kandung.
Harta warisan senilai Rp 420.000.000,-
Suami berhak atas 1/2 dari harta warisan
istrinya karena si istri tidak mempunyai
keturunan, tiga orang saudara perempuan
kandung mendapat 2/3 karena lebih dari
seorang dan pewaris kalalah, dua orang
paman kandung mengambil sisa harta sebagai
‘ashabah.
Ashal masalah dari 2 & 3 = 6.
Bagian suami : 1/2 x 6 = 3 saham.
3 saudara perempuan kandung : 2/3 x 6 = 4 saham.
Jumlah saham ashhabul furudh : 3 + 4 = 7, lebih besar dari
ashal masalah (6). Maka ashal masalah pertama tidak bisa
digunakan diganti dengan ashal masalah baru yaitu jumlah
saham ahli waris ashhabul furudh (7).
Harta warisan dibagi menjadi 7 bagian.
Rp 420.000.000,- : 7 = Rp 60.000.000,-
Suami : 3 x Rp 60.000.000,- = Rp 180.000.000,-
3 sdr pr : 4 x Rp 60.000.000,- = Rp 240.000.000,-
untuk 1 sdr pr : Rp 240.000.000,- : 3 = Rp 80.000.000,-
Paman kandung sebagai ‘ashabah tidak mendapat
bagian karena para ahli waris ashhabul furudh telah
Kasus Minbariyah (‫)منبرية‬
 Suatu kasus faraidh yang ditanyakan
seseorang kepada Sayyidina Ali bin
Abi Thalib saat beliau berada di atas
mimbar, yaitu seorang laki-laki
meninggal dengan ahli waris: istri,
ibu, bapak dan dua orang anak
perempuan. Sayyidina Ali menjawab:
“Bagian 1/8 menjadi 1/9.”
Furudhul muqaddarah ada enam,
yaitu: 1/2, 1/3 , 2/3, 1/4, 1/6, dan 1/8.
 Ashal masalah, ada tujuh, yaitu:
2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24
 Ashal masalah yang tidak ada
kemungkinan ‘aul ada empat, yaitu:
2, 3, 4, dan 8
Ashal masalah yg ada kemungkinan
‘aul ada tiga, yaitu: 6, 12, dan 24
Ashal masalah 6 ada kemungkinan
‘aul menjadi : 7, 8, 9, dan 10.
 Ashal masalah 12 ada
kemungkinan ‘aul menjadi 13, 15,
dan 17.
 Ashal masalah 24 ada
kemungkinan ‘aul menjadi 27
(kasus Minbariyah)
RADD (‫)الرّد‬
Secara bahasa, radd bermakna
mengembalikan.
Secara istilah, radd adalah
memberikan sisa harta warisan kepada
ashhabul furudh, selain suami dan
istri, sesuai dengan saham mereka
masing-masing karena tidak ada ahli
waris ‘ashabah.
Dalam pembagian harta
warisan kasus radd dapat
terjadi jika terdapat ahli waris
ashhabul furudh, ada sisa harta
warisan (ashhabul furudh tidak
menghabiskan seluruh harta),
serta tidak terdapat ahli waris
‘ashabah.
Pendapat Fuqaha’ Tentang Radd
Zaid bin Tsabit, diikuti oleh Imam
Malik bin Anas, sebagian murid-murid
beliau, dan Imam Syafi’i berpendapat
tidak ada radd dalam pembagian harta
warisan, jika terdapat sisa dari harta
warisan dan tidak ada ahli waris ‘ashabah,
maka sisa harta diserahkan ke baitul mal.
Jika kaum muslimin tidak memiliki baitul
mal maka harta warisan dibagikan kepada
Imam Syafi’i mengatakan dalam seluruh
ayat-ayat mawarits menunjukkan bahwa
Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan
ketentuan kepada para ahli waris dalam
suatu batasan tertentu. Maka tidak pantas
bagi seseorang untuk melebihkan apa
yang sudah Allah batasi pada sebuah
ketentuan ataupun menguranginya. Oleh
karena itu tidak ada radd dalam
pembagian harta warisan.
Jika seseorang meninggalkan seorang saudara
perempuan, maka untuk saudara perempuan
diberikan setengah dari harta warisan, sisanya untuk
ahli waris ‘ashabah. Jika tidak ada ahli waris ‘ashabah
maka sisa harta untuk maula yang
memerdekakannya. Jika tidak ada maka sisa harta
menjadi hak kaum muslimin di negerinya. Hak
saudara perempuan tidak dapat dilebihkan dari 1/2,
juga tidak dapat dikembalikan (radd) kepada ahli
waris ashhabul furudh an-nasabiyah, suami ataupun
istri. Ahli waris ashhabul furudh tidak dapat
diberikan melebihi dari ketentuannya. Al-Qur’an –
in syaAllah- menunjukkan hal yang demikian.
Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib,
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, serta fuqaha’
Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat
adanya radd dalam pembagian harta
warisan. Jika pewaris hanya meninggalkan
ahli waris ashhabul furudh yang tidak
menghabiskan harta, tidak ada ahli waris
‘ashabah, maka sisa harta dikembalikan
kepada ashhabul furudh an-nasabiyah
(selain suami dan istri) sesuai dengan
saham mereka masing-masing.
Sebagian fuqaha’ Malikiyah mensyaratkan sisa
harta diserahkan ke baitul mal jika dikelola
oleh imam yang adil, jika tidak sisa harta
dikembalikan (radd) untuk ahli waris zawil
furudh. Fuqaha’ dari mazhab Syafi’iyah,
Imam Al-Muzani juga Ibnu Suraij
menyatakan bahwa bila pewaris tidak
meninggalkan ahli waris selain seorang zawil
furudh yang tidak menghabiskan harta
warisan maka sisa harta dikembalikan
kepadanya (radd) kecuali suami dan istri
keduanya tidak mendapatkan radd.
Fuqaha’ mutaakhkhirin dari Syafi’iyah seperti
Imam Al-Baghawi (wafat tahun 516 H) juga
Imam An-Nawawi (wafat tahun 676 H)
berpendapat adanya radd jika terdapat sisa harta
sedangkan pewaris tidak meninggalkan ahli
waris ‘ashabah. Setelah melihat
ketidakteraturan administrasi dan manajemen
di baitul mal mereka pun berpendapat sisa harta
dikembalikan kepada ashhabul furudh an-
nasabiyah (selain suami istri) sesuai dengan
saham mereka masing–masing
Pendapat ini berdalil dengan firman
Allah dalam surat Al-Anfal ayat 75:
‫َوُأوُلوا اَألْرَح اِم َبْع ُضُه ْم َأْو َلى ِبَبْع ٍض ِفي ِكَتاِب اهلل‬
...Orang-orang yang mempunyai
hubungan kerabat itu sebagiannya
lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di
dalam Kitab Allah..
Maknanya bahwa sebagian mereka
lebih utama dan lebih berhak untuk
mendapatkan harta warisan dari pada
sebagian yang lain disebabkan adanya
hubungan nasab. Ahli waris yang
memiliki hubungan nasab (kerabat)
lebih dekat dan lebih utama
mendapatkan harta pewaris dari pada
baitul mal yang merupakan milik
seluruh kaum muslimin
Ayat ini menetapkan adanya hak atas harta warisan
bagi setiap ahli waris yang disebabkan oleh
hubungan nasab. Ayat yang menyebutkan
ketentuan untuk ashhabul furudh menetapkan
adanya hak atas bahagian tertentu dalam harta
warisan bagi ahli waris. Maka jika kedua ayat ini
diamalkan, masing-masing ahli waris mengambil
ketentuannya berdasarkan ayat yang menetapkan
ketentuan tersebut, kemudian sisa harta menjadi
hak mereka dengan sebab hubungan nasab
berdasarkan ayat lainnya. Oleh karena itu suami dan
istri tidak berhak mendapatkan radd dikarenakan
tidak adanya hubungan nasab pada mereka.
Para ahli waris yang berhak
mendapatkan sisa harta warisan secara
radd ialah: ibu, nenek dari pihak ibu,
nenek dari pihak bapak, anak
perempuan, cucu perempuan dari
anak laki–laki, saudara perempuan
kandung, saudara perempuan sebapak,
saudara perempuan seibu, dan saudara
laki–laki seibu.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 193
tertera apabila dalam pembagian harta
warisan di antara para ahli waris dzawil
furudh menunjukkan bahwa angka
pembilang lebih kecil dari pada angka
penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris
asabah, maka pembagian harta warisan
tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai
dengan hak masing–masing ahli waris,
sedang sisanya dibagi secara berimbang di
antara mereka.
Cara Penyelesaian Kasus Radd
Jika ahli waris hanya satu jenis, seperti
anak perempuan atau cucu perempuan dari
anak laki–laki saja, maka harta warisan dibagi
sesuai jumlah mereka.
Misal: Seseorang meninggal dengan
meninggalkan 4 orang anak perempuan.
Total harta warisan Rp 600.000.000,- Maka
harta warisan dibagi 4 bagian, masing–masing
anak perempuan mendapatkan Rp
150.000.000,- secara fardh dan radd.
Jika ahli waris terdiri lebih dari satu
jenis, dan semua mereka berhak
mendapatkan radd (tidak terdapat suami
atau istri), maka harta dibagi sesuai
dengan jumlah saham mereka masing–
masing.
Misal: Seseorang meninggal dengan ahli
waris 3 orang anak perempuan dan ibu.
Harta warisan Rp 180.000.000,-
3 orang anak perempuan mendapat 2/3,
Ashal masalah dari 3 & 6 = 6.
Bagian 3 orang anak perempuan : 2/3 x 6 = 4 saham.
Bagian ibu : 1/6 x 6 = 1 saham.
Jumlah saham ashhabul furudh : 4 + 1 = 5
Maka harta dibagi 5 bagian.
Rp 180.000.000,- : 5 = Rp 36.000.000,-
tiap saham bernilai Rp 36.000.000,-
3 anak pr : 4 x Rp 36.000.000,- = Rp 144.000.000,-
1 anak pr : Rp 144.000.000,- : 3 = Rp 48.000.000,-
secara fardh dan radd.
Bagian ibu: 1 x Rp 36.000.000,- = Rp 36.000.000,-
secara fardh dan radd.
Jika terdapat suami atau istri dan
ashhabul furudh lain terdiri dari
satu jenis, maka sisa harta untuk
ashhabul furudh lain tersebut,
sedangkan suami atau istri tidak
mendapatkan radd. Ashal masalah
diambil dari bagian suami atau istri,
lalu sisanya untuk ashhabul furudh
lain sesuai jumlah mereka.
Misal: Seorang laki-laki meninggal, ahli
waris istri dan 5 orang anak perempuan.
Harta warisan Rp 240.000.000,-
Istri mendapat 1/8 dari harta warisan, 5
orang anak perempuan mendapat 2/3, harta
warisan masih ada sisa namun tidak ada ahli
waris ‘ashabah. Maka sisa harta
dikembalikan (radd) pada kelima anak
perempuan. Ashal masalah diambil dari
ketentuan istri yaitu 8.
Bagian istri : 1/8 x 8 = 1 saham
Bagian 5 anak pr : 8 – 1 saham = 7 saham.
Rp 240.000.000,- : 8 = Rp 30.000.000,-
istri : 1 x Rp 30.000.000,- = Rp
30.000.000,- secara fardh.
5 anak pr : 7 x Rp 30.000.000,- = Rp
210.000.000,- secara fardh & radd
1 anak prempuan : Rp 210.000.000,- : 5 =
Rp 42.000.000,- secara fardh dan radd.
Jika terdapat suami atau istri,
dan ahli waris lain lebih dari satu
jenis, maka ashal masalah juga
diambil dari bagian suami atau istri,
lalu untuk suami atau istri diberikan
bagian mereka, dan sisanya dibagi
kepada ashhabul furudh lain sesuai
dengan saham mereka masing–
masing.
Misal: Seseorang meninggal, ahli waris istri,
ibu, dan seorang saudara perempuan seibu.
Harta warisan Rp 120.000.000,- Istri
memperoleh 1/4 dari harta warisan, ibu
mendapat 1/3, seorang saudara perempuan
seibu mendapat 1/6. Masih terdapat sisa harta
namun tidak ada ahli waris ‘ashabah. Maka
sisa harta dikembalikan (radd) kepada ibu dan
saudara perempuan seibu sesuai saham
masing-masing. Ashal masalah diambil dari
ketentuan istri yaitu 4
cara pemecahan lain, yaitu dengan
memisahkan bagian suami atau istri.
Setelah mereka mengambil hak
mereka, sisa harta dibagi untuk para
ashhabul furudh lain sesuai dengan
saham mereka masing–masing,
seolah–olah harta warisan terpisah
dari bagian suami atau istri.
Istri : 1/4 x Rp 120.000.000,- = Rp
30.000.000,- secara fardh.
Sisa harta : Rp 120.000.000,- – Rp
30.000.000,- = Rp 90.000.000,-
dibagi untuk ibu dan saudara
perempuan seibu sesuai saham masing-
masing.
Bagian ibu : 1/3 x 6 = 2 saham
1 sdr pr seibu : 1/6 x 6 = 1 saham.
Jumlah saham ibu &1 sdr seibu:
2 + 1 = 3 saham, sisa harta dibagi 3
Rp 90.000.000 : 3 = Rp 30.000.000,-
Bagian ibu : 2 x Rp 30.000.000,- =
Rp 60.000.000,- secara fardh & radd.
1 sdr pr seibu: 1 x Rp 30.000.000,- =
Rp 30.000.000,- secara fardh & radd
Soal-Soal Latihan:
1. Seseorang meninggal dengan ahli waris:
seorang saudara perempuan seibu dan 2
orang saudara laki-laki seibu. Harta warisan
Rp 60.000.000,-
2. Seseorang meninggal, ahli waris: 3 orang
cucu perempuan dari anak laki-laki. Harta
warisan Rp 180.000.000,-
3. Seseorang meninggal, ahli waris: 3 orang
saudara perempuan kandung, dan 2 orang
saudara perempuan seayah. Harta warisan
senilai Rp 180.000.000,-
4. Seseorang meninggal, ahli waris: ibu,
seorang saudara perempuan seayah, dan
seorang saudara laki-laki seibu. Harta warisan
Rp 180.000.000,-
5. Seseorang meninggal dengan ahli waris:
seorang anak perempuan dan 2 orang cucu
perempuan dari anak laki-laki. Harta warisan
Rp 300.000.000,-
6. Seseorang meninggal, ahli waris: 3 orang
saudara perempuan kandung, 2 orang saudara
perempuan seibu & seorang saudara laki-laki
seibu. Harta warisan: Rp 180.000.000
7. Seorang perempuan meninggal, ahli waris:
suami dan seorang cucu perempuan dari
anak laki-laki. Harta warisan Rp
200.000.000,-
8. Seorang laki-laki meninggal, ahli waris: istri
dan 4 orang anak perempuan, dan seorang
cucu perempuan dari anak laki-laki. Harta
warisan Rp 240.000.000,-
9. Seorang laki-laki meninggal dengan ahli
waris: istri, seorang anak perempuan dan 2
orang cucu perempuan dari anak laki-laki.
Harta warisan Rp 240.000.000,-

Anda mungkin juga menyukai