Anda di halaman 1dari 58

Warisan Untuk Saudara Kandung; 1 Laki-laki, 4 Perempuan

Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul “Warisan Untuk Saudara Kandung; Satu
Laki-laki, Empat Perempuan” ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,
M.H  alumnus magister Hukum Ekonomi Syariah (HES) Universitas Darussalam
(UNIDA) Gontor.

Pertanyaan:

Seseorang meninggal. Istri dan orangtuanya telah meninggal. Tidak memiliki


anak. Ahli waris hanya 5 saudara kandung; 1 laki2, 4 perempuan. Harta
warisan: 150.000.000.

Bagaimana pembagian warisannya?

Edi Sutiana—Bandung

Jawaban:

‫اَأْلمنْي ِ َو َعلَى آلِِه‬


ِ ‫اهلل‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
ُْ َ َ ُ َّ ‫و‬
َ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬
َ َ ‫نْي‬
ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ َ ِّ ‫ر‬َ
ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬ َْ
ِ ِ ‫و‬
َ ‫ص ْحبِه اَمْج َعنْي‬
َ َ
Sebelum menjawab pertanyaan, tidak bosan-bosannya kami mengingatkan
kepada penanya serta pembaca sekalian, bahwa sebelum membagi harta
warisan harus dipastikan dahulu bahwa mayit telah bebas dari berbagai
macam tanggungan, baik berupa utang, wasiat, atau tanggungan-tanggungan
lainnya. Setelah itu, sisa hartanya barulah dibagikan kepada ahli waris sesuai
dengan bagian masing-masing.

Dari pertanyaan di atas, diketahui bahwa telah meninggal seorang suami yang
orang tua dan istrinya telah meninggal dunia dan tidak memiliki anak. Yang
ada hanyalah saudara dan saudari kandung, 1 laki-laki dan 4 perempuan.
Harta waris yang ditinggalkan berupa uang sejumlah 150.000.000,-. Kita
asumsikan bahwa harta tersebut adalah sisa setelah ditunaikan seluruh
tanggungan mayit.
Bagian warisan untuk 1 saudara kandung dan 4 saudari kandung
adalah ashabah bil ghair  (sisa), dengan pembagian dua banding satu (2:1)
antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

َّ ِ‫وِإ ْن َكانُوا ِإ ْخو ًة ِر َجاال ونِساء فَل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬
'ِ ‫ظ األ ْنَثَينْي‬ ُ ًَ َ َ َ
“Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua
saudara perempuan.” (QS. An-Nisa’ : 176)

Disebabkan tidak ada ahli waris yang lain, maka seluruh harta (150 juta
tersebut) dibagikan kepada mereka semua dengan pembagian; laki-laki
mendapat bagian dua kali lipat dari bagian perempuan.

Cara Menghitung Warisan untuk saudara kandung

Cara menghitungnya adalah setiap saudara laki-laki terhitung dua dan setiap
saudari perempuan terhitung satu. Jika saudara laki-laki 1 (1×2=2) dan saudari
perempuan empat (4×1=4), maka jumlah saham mereka adalah (2+4=6)
enam. Dengan demikian saham setiap saudara laki-laki adalah 2 dan saham
setiap saudari perempuan adalah 1. Selanjutnya jumlah seluruh harta dibagi
jumlah saham, untuk mengetahui nilai setiap sahamnya.

Sebagaimana kasus di atas, jika harta warisan yang berupa uang sebesar
150.000.000,- maka nilai setiap sahamnya adalah (150.000.000,- : 6 ) = Rp
25.000.000,-. Selanjutnya tinggal menghitung bagian setiap ahli waris;

 Saudara laki-laki (2 x Rp 25.000.000,-) = Rp 50.000.000,-


 Setiap saudari perempuan (1 x Rp 25.000.000,-) = Rp 25.000.000,-

Demikian jawaban untuk pertanyaan kasus di atas, mudah-mudahan bisa


dipahami dan dipraktekkan denga baik. Semoga Allah Ta’ala senatiasa
membimbing kita dalam menjalankan setiap perintah-Nya. Allahumma
Aamiiiin… Wallahu a’lam bish Shawwab.
Cucu dari Anak Perempuan Tidak Dapat Warisan?
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Cucu dari Anak Perempuan Tidak Dapat
Warisan?”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister
Hukum Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Mayit meninggalkan ahli waris sebagai berikut: 1 orang saudara laki-laki, 1 orang istri, 2
orang anak perempuan, 2 cucu laki-laki, dan 2 cucu perempuan. Bagaimana pembagian
dan persentase pembagian harta warisannya?

Sugianto—Bojonegoro

Jawaban:

‫اَأْلمنْي ِ َو َعلَى آلِِه‬


ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل اللّ ِه‬ ِ ِّ ‫اَحْل م ُد لِلّ ِه ر‬
ُْ َ َ ُ َّ ‫ب الْ َعالَمنْي َ َوالصَّاَل ةُ َو‬ َ َْ
ِ ِ ‫و‬
َ ‫ص ْحبِه اَمْج َعنْي‬
َ َ
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, tak bosan kami selalu mengingatkan bahwa
sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris, segala hal yang menjadi
tanggungan mayit harus diselesaikan terlebih dahulu.

Baik tanggungan itu berupa utang, wasiat, atau tanggungan-tanggungan lainnya yang
berkaitan dengan harta peninggalan mayit. Jika masih terdapat sisa harta, itulah yang
menjadi hak para ahli waris.

Berapa Bagian Masing-masing Ahli Waris?

Kasus yang ditanyakan di atas, diketahui bahwa seorang suami meninggal dunia dan
meninggalkan ahli waris yang di antaranya adalah seorang istri, 1 saudara laki-laki, 2
anak perempuan

Pada kasus ini kami asumsikan bahwa 2 cucu laki-laki dan 2 cucu perempuan tersebut
berasal dari kedua anak perempuan. Sebab, tidak disebutkan bahwa mayit memiliki anak
laki-laki.
Jika demikian, bagian warisan seorang istri adalah 1/8 dari harta peninggalannya, karena
mayit memiliki anak. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,

‫وصو َن هِبَا َْأو َديْ ٍن‬ُ‫ت‬ ٍ َّ‫فَِإ ْن َكا َن لَ ُكم ولَ ٌد َفلَه َّن الثُّمن مِم َّا َتر ْكتُم ِمن بع ِد و ِصي‬
‫ة‬
ُ َ َْ ْ ْ َ ُ ُ ُ َ ْ
“Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
utang-utangmu.” (QS. An-Nisa’: 12)

Bagian untuk saudara laki-laki adalah ashabah (sisa), sebab dia adalah kerabat laki-laki
yang paling dekat dengan mayit. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam,

‫َأِلوىَل َر ُج ٍل ذَ َك ٍر‬ ‫و‬‫ه‬ ‫ف‬


َ ‫ي‬ ِ ‫ض بَِأهلِها فَما ب‬
‫ق‬ ' ‫َأحْلُِقوا اَلْ َفراِئ‬ 
ُ
ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ
“Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang
paling dekat.” (HR. Al-Bukhari no. 6351, 6354; HR. Muslim no. 1615)

Bagian untuk 2 anak perempuan adalah 2/3 harta peninggalan mayit, sebab jumlah
anak perempuannya lebih dari satu. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu
wata’ala,

‫فَِإ ْن ُك َّن نِ َساءً َف ْو َق ا ْثنََتنْي ِ' َفلَ ُه َّن ثُلُثَا َما َتَر َك‬
“Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan.” (QS. An-Nisa’ : 11)

Adapun 2 cucu laki-laki dan 2 cucu perempuan, mereka tidak mendapatkan harta
warisan. Sebab, mereka adalah cucu dari anak perempuan, bukan cucu dari anak laki-
laki. Yang mana cabang kekerabatan dari anak perempuan tidaklah masuk ke dalam
golongan ahli waris, mereka biasa disebut dengan istilah dzawil arham.
Cara Menghitung Warisan
Cara membagi warisan kepada ahli waris tersebut adalah sebagai berikut:

Ahli Waris Bagian Ashlul Mas’alah = 24

Istri 1/8 3

2 Anak perempuan 2/3 16 (@8)

Saudara laki-laki sisa 5

Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa ashlul mas’alahnya adalah 24 dan saham
masing-masing ahli waris juga sudah diketahui. Langkah selanjutnya adalah
membagikan jumlah seluruh harta dengan nilai ashlul mas’alah.

Artikel Konsultasi: Kapan Saudara Kandung Dapat Warisan?

Misalnya jumlah seluruh harta adalah 360 juta rupiah, maka Rp 360.000.000 : 24 = Rp
15.000.000. Selanjutnya tinggal mengalikan hasil pembagian dengan saham masing-
masing ahli waris.

1. Istri: 3 x Rp 15.000.000 = Rp 45.000.000


2. Setiap Anak Perempuan:  8 x Rp 15.000.000 = Rp 120.000.000
3. Saudara laki-laki: 5 x Rp 15.000.000 = Rp 75.000.000

Demikianlah pembagian warisan untuk istri, 2 anak perempuan, dan 1 saudara laki-laki.
Serta jawaban, bahwa cucu dari anak perempuan tidak dapat warisan.
Warisan Tanah 1 Ha, Ahli Waris 5 Anak; 1 Laki-laki, 4
Perempuan
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Warisan Tanah 1 Ha,  Ahli Waris 5 Anak;  1 Laki-
laki,  4 Perempuan”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus
magister Hukum Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam(UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Assalamualaikum. Saya punya tanah warisan dari orang tua 1 ha kami bersaudara 5
orang; 1 orang laki-laki, 4 orang perempuan. Bagaimana pembagian warisan tanah 1 ha
tersebut?

Muhammad Rum–Mataram NTB

Jawaban:

‫اَأْلمنْي ِ َو َعلَى آلِِه‬


ِ ‫اهلل‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬ ِ ِّ ‫هلل ر‬
ْ ُ َ َ ُ َّ ‫ب الْ َعالَمنْي َ َوالصَّاَل ةُ َو‬ َ
ِ ‫اَحْل م ُد‬
َْ
ِ ِ ‫و‬
َ ‫ص ْحبِه اَمْج َعنْي‬
َ َ
Dari pertanyaan tersebut, kita anggap bahwa ada orang tua (bapak atau ibu) yang telah
meninggal dunia dan hanya memiliki ahli waris kelima anaknya, yaitu satu orang anak
laki-laki dan empat orang anak perempuan. Artinya bahwa mayit sudah tidak memiliki
suami (jika yang meninggal perempuan) atau istri (jika yang meninggal laki-laki), dan
sudah tidak memiliki orang tua.

Sebelum membagikan harta tentu harus diselesaikan dahulu apa yang menjadi
tanggungan mayit, baik biaya pengurusan jenazah, utang-piutang ataupun wasiat yang
berkaitan dengan hartanya. Setelah itu harta peninggalan barulah menjadi hak para ahli
waris.

Artikel Konsultasi: Bagian Warisan Istri, Anak Laki-laki, dan Anak Perempuan

Pada kasus ini, maka seluruh harta warisan adalah untuk kelima anak tersebut dengan
pembagian dua banding satu (2:1) antara anak laki-laki dan perempuan. Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala,
ِ ‫ظ األ ْنَثَينْي‬ َّ ِ‫الد ُكم ل‬
ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬ ِ ‫وصي ُكم اللَّه يِف َأو‬
ْ ُ
ِ ‫ي‬
ُ
ُ ْ ُ
“Allah mensyariatkan  (mewajibkan)  kepadamu tentang  (pembagian warisan
untuk)  anak-anakmu,(yaitu)  bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan.” (Q.S. An-Nisa’: 11)

Cara menghitungnya adalah setiap anak laki-laki terhitung dua dan setiap anak
perempuan terhitung satu. Jika anak laki-laki satu (1×2=2) dan anak perempuan empat
(4×1=4), maka jumlah saham mereka adalah (2+4=6) enam. Selanjutnya jumlah seluruh
harta dibagi jumlah saham, untuk mengetahui nilai setiap sahamnya.

Pembagian Warisan Tanah 1 Ha Untuk 1 Anak Laki-laki


dan 4 Anak Perempuan
Apabila peninggalan berupa tanah dan ingin dibagikan dalam bentuk tanah, maka
jumlah luas tanah dibagi jumlah saham. Sebagaimana yang ditanyakan di atas bahwa
luas tanah adalah 1 ha, maka nilai setiap saham adalah (1 ha/10.000 m² : 6) = 1.666,66
m². Setelah itu tinggal mengalikan nilai setiap saham dengan saham masing-masing ahli
waris.

Anak laki-laki 2 x 1.666,66 m² = 3.333,33 m².

Setiap anak perempuan 1 x 1.666,66 m² = 1.666,66 m².

Apabila peninggalan berupa tanah tadi hendak dibagikan dalam bentuk uang, maka
tanah harus dijual terlebih dahulu. Setelah mendapatkan nominal uangnya maka
dihitung sebagaimana di atas. Misalnya tanah terjual dengan harta 1 M, maka nilai
setiap sahamnya adalah (1M : 6 ) = Rp 166.666.666,66.

Anak laki-laki 2 x Rp 166.666.666,66 = Rp 333.333.333,33

Setiap anak perempuan 1 x Rp 166.666.666,66 = Rp 166.666.666,66

Demikian jawaban dari pertanyaan di atas, mudah-mudahn bisa dipahami dengan baik.
Dan semoga Allah Ta’ala senantiasa menuntun kita ke jalan yang  benar. Wallahu a’lam
bish Shawwab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Pengertian Harta Gono-gini dan
Aturannya dalam Islam
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Pengertian Harta Gono-gini dan Aturannya
dalam Islam”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister
Hukum Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam(UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Apa yang dimaksud harta gono-gini dan bagaimana kriterianya?

Saipurrahmanto-Sukoharjo

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫نْي‬ َ َ َْ
Harta gono-gini merupakan istilah yang hanya kita temui di negara kita tercinta, yaitu
negara Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan pengertian
harta gono-gini (bentuk bakunya: gana-gini) adalah harta yang berhasil dikumpulkan
selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri.

Artinya bahwa penghasilan suami dan istri setelah sah menikah, seluruhnya dianggap
milik bersama. Hal ini juga dijelaskan dalam Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, pada Bab VII: Harta Dalam Perkawinan, pasal 35 ayat 1 yang berbunyi:
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Dalam hal ini, undang-undang tidak memandang seberapa besar peran suami ataupun
istri dalam mengumpulkan harta. Porsi kepemilikan mereka masing-masing dianggap
sama yaitu 50% : 50%, sehingga ketika terjadi perceraian antara mereka, separuh harta
diberikan kepada suami dan separuh lagi diberikan kepada istri.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Perceraian, “Janda
atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang
tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”
Bagaimana Syariat Islam Memandang Harta Gono-
gini?
Dalam Islam sebetulnya ada istilah harta milik bersama. Namun, kepemilikan bersama
itu didasari dengan adanya beberapa sebab. Ada kepemilikan bersama yang disebabkan
melaksanakan akad atau transaksi, seperti melaksanakan akad musyarakah atau
mudharabah. Atau kepemilikan bersama itu disebabkan karena adanya pemberian, baik
dalam bentuk hibah, wasiat ataupun waris kepada dua orang atau lebih. Kepemilikan
bersama dalam hal ini sah menurut syariat.

Akan tetapi, tidak ada istilah harta bersama antara suami dan istri yang berarti bahwa
harta yang dihasilkan oleh suami dan harta yang dihasilkan oleh istri jadi milik bersama
tanpa membedakan besarnya peran masing-masing dalam mengumpulkan harta.

Harta yang dihasilkan oleh suami adalah mutlak milik suami dan harta yang dihasilkan
istri adalah mutlak milik istri, hanya saja memang suami memiliki kewajiban untuk
memberikan nafkah kepada istri. Artinya bahwa akad pernikahan tidak bisa menjadi
sebab bahwa penghasilan suami dan penghasilan istri menjadi milik bersama dengan
porsi kepemilikan 50% : 50%.

Sebetulnya bukan tidak boleh antara suami istri menyepakati bahwa harta mereka
seluruhnya menjadi milik bersama, dengan akad hibah antara suami dan istri misalnya.

Namun, menganggap secara otomatis kepemilikan bersama antara suami dan istri
hanya berdasarkan perkawinan atau pernikahan tanpa adanya kesepakatan dari
keduanya adalah ketetapan yang tidak berdasar.

Besar kemungkinan akan terjadi kezaliman dalam hal ini. Di mana ada kalanya suami
yang berkerja lebih keras dan berpenghasilan lebih banyak daripada istrinya, namun
bagian mereka disamaratakan.

Begitu pula sebaliknya, bisa jadi istrilah yang berperan besar dalam mengumpulkan
harta, namun bagian mereka dianggap sama.

Konsep nafkah suami kepada istri

Di sisi lain, terdapat sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan
Muslim di mana ibunda Aisyah menceritakan, Hindun pernah mendatangi Rasulullah
seraya mengadu,
‫الن َف َق ِة َما يَ ْك ِفييِن َويَ ْك ِفي بَيِن َّ ِإاَّل َما‬
َّ ‫يح اَل يُ ْع ِطييِن ِم ْن‬
ٌ ‫ح‬ ِ ‫ِإ َّن َأبا س ْفيا َن رجل َش‬
ٌُ َ َ ُ َ
‫ول اللَّ ِه‬ ٍ َ‫ك ِم ْن ُجن‬ ِ ِ
ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫اح َف َق‬ َ ‫ت ِم ْن َمال ِه بِغَرْيِ ِع ْل ِم ِه َف َه ْل َعلَ َّي يِف ذَل‬
ُ ‫َأخ ْذ‬
َ
ِ ِ‫يك وي ْك ِفي بن‬
‫يك‬ ِ ِ 'ِ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ُخ ِذي ِم ْن َمالِِه بِالْ َم ْعُر‬
َ َ َ ‫وف َما يَ ْكف‬ َ
“Ya Rasulullah! Abu Sufyan, suamiku itu orang pelit, ia tidak memberiku nafkah yang
mencukupiku dan anakku, kecuali apa yang aku ambil dari hartanya tanpa
sepengetahuannya. Apakah itu boleh, wahai Nabi? Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ambilah dari hartanya dengan baik sekadar yang
mencukupimu dan anakmu’.” (HR. Al-Bukhari No. 5049; HR. Muslim No. 1714)

Melalui hadits ini, dapat dipahami bahwa seorang istri tidak memiliki hak atas harta
suami melainkan apa yang menjadi kewajiban nafkah suami kepada istri.

Status mereka sebagai suami istri tidak menjadikan sebab bahwa apa yang menjadi
milik suami juga menjadi miliki istri, atau sebaliknya.

Seandainya demikian, tentu Hindun tidak perlu bertanya kepada Nabi terkait bahwa ia
telah mengambil harta suami tanpa sepengetahuannya, sebab harta suami juga menjadi
haknya.

Datangnya Hindun kepada Nabi justru menjadi bukti bahwa sebetulnya harta suami
adalah hak suami, hanya saja dia merasa berhak pada sebagian harta yang mestinya
menjadi kewajiban nafkah suaminya.

Bagaimana Sikap Muslim Terhadap Harta Gono-gini?


Maka seyogianya bagi seorang muslim memperjelas porsi kepemilikan atas harta yang
dimiliki bersama istrinya. Sehingga harta keduanya tidak bercampur yang tentu akan
mempersulit ahli waris dalam memisahkan harta keduanya.

Sebab, apabila salah satu dari keduanya meninggal dunia, sebelum hartanya dibagikan
kepada para ahli waris, harus dipastikan dahulu mana yang menjadi harta suami dan
mana yang menjadi harta istri. Barulah setelah itu harta peninggalannya dibagikan
kepada ahli waris.

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan dapat menjawab


pertanyaan di atas. Wallahu a’lam bish Shawwab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Warisan Kakek Tidak Dibagi Hingga
Nenek Meninggal
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Warisan Kakek Tidak Dibagi Hingga Nenek
Meninggal”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister
Hukum Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Pada tahun 2006 kakek saya meninggal dunia dengan ahli waris seorang istri, 2 orang
anak laki-laki, 7 orang anak perempuan, tetapi harta warisan tidak dibagi dengan alasan
nenek (istri) masih hidup. Kemudian pada tahun 2016 seorang anak perempuan
meningggal dan pada tahun 2018 nenek meninggal. Setelah itu harta warisan dibagi
oleh ahli waris. Pertanyaan saya, apakah anak perempuan yang meninggal tersebut
memperoleh warisan atau tidak? Terima kasih.

Aprizal-Solo

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫َ َ نْي‬ َْ
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada hal yang perlu menjadi perhatian kita
bersama. Tatkala ada seseorang yang meninggal dunia, umumnya para ahli
waris merasa pekewuh untuk segera membagikan harta warisan kepada ahli waris.
Biasanya yang jadi alasan adalah karena masih ada istri ataupun suami mayit.

Padahal, ahli waris itu bukan hanya suami ataupun istri. Bahkan, bagian mereka
sebetulnya tidak seberapa dibandingkan bagian untuk anak-anaknya. Hingga akhirnya,
harta itu tidak segera dibagikan kepada yang berhak mendapatkannya.
Dampak Negatif Menunda Pembagian Warisan

Menunda-nunda pembagian warisan, setidaknya dapat menyebabkan dua hal negatif.

Pertama, akan menjadikan para ahli waris tidak segera mendapatkan apa yang menjadi
hak mereka. Sehingga, tidak jarang harta itu dimanfaatkan oleh orang yang seharusnya
tidak berhak atas harta tersebut.

Kedua, menyusahkan ahli waris untuk membagi harta warisan tatkala disusul dengan
meninggalnya kerabat-kerabat lain. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kasus yang
ditanyakan di atas.

Syarat Pembagian Harta Warisan

Selanjutnya perlu kita ketahui bahwa pembagian harta warisan atau yang biasa kita
sebut dengan istilah mawaris, akan terlaksana apabila telah memenuhi syarat-syaratnya.

Para ulama menjelaskan bahwa syarat-syarat mawaris itu ada tiga hal. Berikut ketiga ini
syarat tersebut:

Pertama, meniggalnya muwarrits (orang yang meninggalkan warisan).

Meninggalnya muwarrits harus dibuktikan secara hakiki seperti melihatnya secara


langsung bahwa ia telah meninggal dunia atau secara hukmi, yaitu keputusan hakim
terhadap orang hilang yang tidak diketahui kabarnya antara hidup atau mati. Artinya
bahwa jika seseorang belum meninggal dunia, tidak boleh membagikan harta
peninggalannya kepada ahli waris secara warisan.

Kedua, hidupnya para ahli waris.

Hidupnya para ahli waris setelah kematian muwarrits harus benar-benar terwujud, baik


dengan kehidupan secara hakiki seperti betul-betul disaksikan dalam keadaan hidup
ketika meninggalnya muwarrits, atau disamakan dengan orang-orang yang masih hidup
dengan perkiraan (taqdiri), seperti adanya janin dalam kandungan seorang ibu
ketika muwarrits meninggal dunia.

Ketika janin itu lahir dengan selamat, maka ia berhak mendapatkan warisan. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika ahli waris telah meninggal dunia sebelum
meninggalnya muwarrits, maka ia tidak berhak mendapatkan warisan.
Ketiga, tidak adanya penghalang warisan.

Maksud tidak adanya penghalang warisan adalah tidak ada hal-hal yang menjadikan
seorang ahli waris terhalang untuk mendapatkan warisan, seperti status budak,
perbedaan agama antara muwarrits dan ahli waris, serta adanya pembunuhan yang
dilakukan ahli waris kepada muwarrits.

Mendapat Warisan Kakek, Tidak mendapat Warisan Nenek

Dari sini dapat kita pahami bahwa anak perempuan yang meninggal pada tahun 2016
sebagaimana yang ditanyakan di atas, ia berhak mendapatkan warisan dari kakek
(ayahnya anak perempuan) yang telah meninggal pada tahun 2006. Sebab, ketika itu ia
dalam keadaan hidup.

Namun, ia tidak berhak mendapatkan warisan dari nenek (ibunya anak perempuan),
sebab ketika itu dia sudah dalam keadaaan meninggal dunia. Artinya tidak terpenuhi
syarat-syarat mawaris sebagaimana yang kami jelaskan di atas.

Demikian jawaban yang bisa kami berikan, mudah-mudahan memberikan pencerahan


kepada penanya serta pembaca sekalian. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menuntun kita
ke jalan yang benar. Wallahu a’lam bish Shawwab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Jika Ahli Waris Hanya Saudara Kandung
Laki-laki
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Jika Ahli Waris Hanya Saudara Kandung Laki-
laki”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister Hukum
Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Mohon maaf admin, saya mau bertanya mengenai waris. Ada 4 saudara laki-laki.
Kemudian meninggal anak paling kecil. Anak paling kecil tersebut tak memiliki anak dan
juga istri. Itu bagaimana ust, cara bagi ketiga saudara tersebut?

Mat Amin-Aceh

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫َ َ نْي‬ َْ
Menanggapi pertanyaan tersebut, sebetulnya kasus yang diajukan kurang begitu detail.
Sebab, untuk membagikan harta warisan harus diketahui terlebih dahulu seluruh
kerabat mayit yang berpotensi menjadi ahli waris. Dengan demikian kita dapat
menentukan bagian harta warisan pada masing-masing ahli waris.

Namun tidak mengapa, kami akan mencoba untuk memahami dan menjelaskan kasus
yang ditanyakan. Dari pertanyaan di atas, diketahui bahwa terdapat 4 saudara laki-laki.
Kemudian yang paling kecil dari 4 saudara laki-laki ini meninggal dunia. Ia tidak memiliki
anak maupun istri. Maka, seharusnya kita perinci terlebih dahulu sebelum harta warisan
dibagikan kepada saudara-saudara kandungnya.

Jika Mayit Masih Memiliki Orangtua


Kemungkinan pertama, kita anggap keempat saudara laki-laki ini adalah saudara
sekandung yang masih memiliki orangtua (ayah dan ibu). Jika demikian, maka ahli waris
dari kasus ini adalah ayah dan ibu saja. Ketiga saudara kandungnya tidak berhak
mendapatkan warisan. Sebab, keberadaan mereka termahjub (tertutupi) oleh
keberadaan ayah.
Dalam hal ini, bagian seorang ibu adalah 1/6 dari harta warisan. Sebab, mayit memiliki
beberapa saudara, di mana keberadaan sejumlah saudara mayit menjadikan bagian ibu
1/6 dari harta warisan. Meskipun saudara-saudaranya tadi termahjub oleh keberadaan
ayah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Bedasarkan firman Allah Ta’ala:

‫س‬ ‫د‬
ُ ‫الس‬
ُّ ِ ‫ألم‬
‫ه‬ ِّ َ‫فَِإ ْن َكا َن لَهُ ِإ ْخ َوةٌ ف‬ 
ُ
“Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam.” (Q.S. An-Nisa’: 11)

Adapun bagian ayah adalah sisanya, yaitu 5/6 dari harta peninggalan mayit. Sebab tidak
ada ahli waris dari kalangan ashabah melainkan ayah sehingga bagiannya adalah
ashabah (sisa). Cara membagikannya tinggal mengalikan jumlah harta yang ditinggalkan
oleh si mayit. Misalnya harta itu sebesar 60.000.000,- maka bagian ibu adalah (1/6 x
60.000.000) = 10.000.000,-. Adapun bagian ayah adalah sisanya (5/6 x 60.000.000,-) =
50.000.000,-.

Jika Ahli Waris Hanya Saudara Kandung Laki-laki


Kemungkinan kedua, keempat saudara laki-laki sekandung tersebut sudah tidak
memiliki orang tua.

Jika demikian, maka ahli warisnya adalah ketiga saudara laki-laki tersebut yang masih
hidup. Mereka semua statusnya adalah ahli waris yang memiliki bagian ashabah (sisa).
Dikarenakan tidak ada ahli waris lainnya, maka seluruh harta mayit dibagikan kepada
ketiga saudara kandungnya secara merata, tidak membedakan satu bagian dengan
bagian lainnya.

Misalnya jumlah harta yang ditinggalkan adalah sebesar 60.000.000,-, maka dibagi tiga
orang, sehingga perorang mendapat bagian (60.000.000,- : 3) = 20.000.000,-. Tentunya
pembagian ini dilaksanakan setelah semua tanggungan mayit diselesaikan.

Jikalau kita telisik lebih dalam lagi, sebetulnya masih banyak kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi pada kasus di atas. Namun, hal itu tidak mungkin kami
sampaikan semuanya di sini. Mudah-mudahan tulisan ringkas ini sudah menjawab
pertanyaan di atas. Sekaligus menjadi masukan kepada para penanya lainnya agar
menyampaikan kasus warisannya secara detil. Wallahu a’lam bish
Shawwab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Warisan untuk Istri, 1 Putra, 1 Putri,
Ayah dan Ibu
Konsultasi Fikih Warisan ini yang berjudul “Warisan untuk Istri, 1 Putra, 1 Putri, Ayah dan
Ibu” ini diasuh oleh  Ustadz Abe Hudan Al-Hasny, S.Pd.I  Pengajar  ilmu  Faraidh (Fikih
Warisan) di Ma’had ‘Aly Al-Islam, Bekasi.

Pertanyaan:

Mau tanya, kakak saya meninggal pada bulan Desember 2020 dengan meninggalkan
satu orang istri, satu orang putra, satu orang putri, dan kedua orang tua (ayah dan ibu)
waktu kakak meninggal masih hidup. Setelah dua minggu, ayah meninggal. Bagaimana
pembagian warisannya? Matur nuwun.

Abdul Qodir Asy’ari—Surabaya

Jawaban:

‫الر ِحْي ِم‬ ِ ‫بِس ِم‬


َّ ‫اهلل الرَّمْح َ ِن‬ ْ
ِ‫اهلل وعلَى آلِِه وصحبِ ِه اَمْج ع‬
ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ ِ‫اَحْل م ُد ل‬
‫له‬
َ ‫َ َ ْ َ نْي‬ ََ ُْ َ َ ُ َ َ َْ
Fulan wafat, ahli warisnya 1 istri, 1 putra, 1 putri, ayah dan ibu.

Harta yang ditinggalkan oleh mayit harus dikelola dengan tertib sebagaimana berikut
ini:

Pertama, Harta yang ditinggalkan diambil secara layak untuk mengurusi jenazahnya dari
memandikan sampai menguburkannya.

Kedua, Setelah itu, harta sisanya digunakan untuk melunasi hutang-hutang yang
menjadi tanggungan mayit, baik kepada manusia ataupun kepada Allah (misal, ada
harta yang belum dibayarkan zakat malnya).

Ketiga, Setelah itu, jika mayit memiliki wasiat maka wasiatnya harus ditunaikan terlebih
dahulu. Batas maksimal wasiat harta adalah 1/3.
Keempat, Setelah urusan di atas selesai, barulah harta mayit yang masih tersisa dibagi
sebagai warisan.

Disebabkan si mayit memiliki anak, maka bagian ayah dan ibu masing-masing adalah
1/6.

‫س مِم َّا َتَر َك اِ ْن َكا َن لَهٗ َولَ ٌد‬


ُ ‫د‬
ُ ‫الس‬
ُّ ‫ا‬ ‫م‬
َُ‫ه‬‫ن‬ْ ‫م‬
ِّ ٍ ‫اح‬
‫د‬ ِ ‫واِل َبوي ِه لِ ُك ِّل و‬
َ ْ ََ َ
“Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak.” (QS. An-Nisa’: 11)

Disebabkan almarhum memiliki anak, maka bagian istri adalah 1/8.

‫ُّم ُن‬
‫ث‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ه‬‫ل‬ ‫ف‬ ‫د‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ِ‫الربع مِم َّا َتر ْكتم اِ ْن مَّل ي ُكن لَّ ُكم ولَ ٌد ۚ فَا‬
ُ ُ َْ َّ َ َ ٌ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ ْ ْ ُ َ ُ ُ ُّ ‫َوهَلُ َّن‬
‫ص ْو َن هِبَآ اَْو َديْ ٍن‬ ‫و‬ ‫ت‬
ُ ٍ َّ‫مِم َّا َتر ْكتُم ِّم ۢ ْن بع ِد و ِصي‬
‫ة‬
ُ ْ َ َْ ْ َ
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat
atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu.” (QS. An-Nisa’: 12)

Sisanya (ashabah bilghair) untuk putra dan putri.

َّ ِ‫يُو ِصْي ُكم ال ٰلّهُ يِف ْٓي اَْواَل ِد ُكم ل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬
ِ ‫ظ ااْل ُْنَثَينْي‬
ُ ْ ُ ْ
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk)
anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan.” (QS. An-Nisa’: 11)

Contoh Penghitungan Warisan


Harta yang ditinggalkan adalah 24 M.

Masing-masing ayah dan ibu mendapatkan 1/6 dari 24 M, yaitu 4 M untuk ayah dan 4
M untuk Ibu.
Istri mendapatkan 1/8 dari 24 M, yaitu 3 M.

Sisanya 13 M untuk putra putrinya dengan rumus anak laki-laki mendapatkan 2 bagian
anak perempuan mendapatkan 1 bagian.

Putra 2/3 x 13 M = 8,66666667 M

Putri 1/3 x 13 M = 4,33333333 M

Dua minggu kemudian ayah fulan menyusul wafat, bagaimana warisannya?

Perlu ditelusuri sampai didapatkan data rinci siapa saja ahli waris yang masih hidup
setelah wafatnya ayah.

Jika ahli waris yang masih hidup hanya 1 istri dan 1 putra, maka istri (ibu penanya)
mendapatkan 1/8 bagian dari seluruh harta peninggalan ayah.

Adapun sisanya menjadi miliki putranya (yang masih hidup. Putra yang sudah wafat
tidak mendapatkan warisan dari ayahnya. Anak-anak dari putra yang sudah wafat tidak
mendapatkan warisan dari kakek mereka).

Jika ahli warisnya lebih dari itu, maka dihitung dengan cara yang sesuai komposisi ahli
waris yang ada. Wallaahu a’lam. (Abe Hudan/dakwah.id)

ِّ ‫ص ْحبِ ِه َأمْج َعِنْي َ َواحْلَ ْم ُد لِ ِله َر‬


‫ب‬ ‫و‬
َ َ
ِِ‫وصلَّى اهلل علَى نَبِِّينَا حُم َّم ٍد وعلَى آل‬
‫ه‬ ََ َ َُ َ َ
ِ َ‫الْعال‬
‫م‬
َ ‫َ نْي‬
Baca juga artikel tentang Konsultasi Hukum Islam atau artikel menarik lainnya
karya Ustadz Abe Hudan Al-Hasny, S.Pd.I.

Penulis: Abe Hudan Al-Hasny, S.Pd.I


Editor: Ahmad Robith
Warisan Ibu Belum Dibagi Hingga Ayah
Meninggal
Daftar Isi
 Penyelesaian Masalah
o Pembagian harta warisan ibu
o Pembagian harta warisan ayah
o Tidak perlu takut menyinggung perasaan siapa pun

Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Warisan Ibu Belum Dibagi Hingga Ayah
Meninggal”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister
Hukum Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Kami 4 bersaudara: 3 perempuan dan 1 laki-laki. Jadi pas ibu saya meninggal di keluarga
kami tidak ada buka waris, tapi ayah menghibahkan kami tiap anak sebidang tanah 400
meter persegi, dan ayah membawa sisa harta lainnya dan menikah lagi, dari
pernikahannya dikaruniai 1 orang anak perempuan, sekarang ayah saya telah
meninggal, dan sampai hari ini sudah hampir 3 tahun ibu tiri kami tidak ada inisiatif
untuk buka waris.

Itu bagaimana hukumnya ustaz, kami mau mengingatkan buka waris takut
menyinggung dan seolah-olah kami ingin harta peninggalan ayah kami. Yang mau
ditanyakan, itu bagaimana hukum Islam yang sebenarnya apakah memang sudah tidak
ada buka waris atau bagaimana?

Ibu Ai—Bandung Jabar

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫َ َ نْي‬ َْ
Sebelum menanggapi pertanyaan di atas, kita harus memahami terlebih dahulu tentang
konsep harta di dalam syariat Islam. Harta yang ada di tangan kita saat ini adalah harta
yang Allah titipkan kepada kita untuk dimanfaatkan sesuai dengan apa yang telah
digariskan dalam syariat Islam.

Cara memindahkan kepemilikan harta pun telah diatur sedemikian rupa oleh
Allah ta’ala. Tidak boleh seseorang mengambil harta orang lain tanpa hak atau dengan
cara yang zalim.

Artikel Tabayun: Hadits Kisah Azab Wanita ini Palsu, Waspada!

Tatkala seseorang meninggal dunia maka harta yang dimiliki itu sejatinya kembali
kepada yang telah menitipkannya, yaitu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Selanjutnya,
harta yang disebut sebagai harta peninggalan atau warisan itu oleh
Allah ta’ala diberikan kepada para ahli warisnya. Yang mana, ahli waris serta tata cara
pembagiannya telah Allah jelaskan secara detail dalam firman-Nya, yaitu surat An-
Nisa’ : 11—12 dan 146. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala,

‫يب مِم َّا َتَر َك الْ َوالِ َد ِان‬


ٌ ‫ص‬ِ َ‫صيب مِم َّا َتر َك الْوالِ َد ِان واأل ْقربو َن ولِلنِّس ِاء ن‬
َ َ َُ َ َ َ ٌ
ِ َ‫لِ ِّلرج ِال ن‬
َ
‫وضا‬ ‫ر‬‫ف‬ْ ‫م‬ '
‫ا‬ ‫يب‬‫ص‬ِ ‫ن‬ ‫ر‬ ‫ث‬‫ك‬َ ‫َأو‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ِ
‫م‬ ‫ل‬ ‫ق‬
َ ‫ا‬َّ ‫واأل ْقربو َن مِم‬
ً ُ َ ً َُ ْ ُ َ ْ َّ َُ َ
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan
bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (Q.S. An-Nisa’: 7)

Artinya, secara otomatis harta warisan itu telah menjadi haknya para ahli waris sesuai
dengan porsinya masing-masing. Apabila ada yang bukan ahli waris mengambil harta
warisan atau ahli waris yang mengambil melebihi dari porsi yang semestinya, berati
telah mengambil harta orang lain tanpa hak dan telah berbuat zalim. Orang yang telah
mengambil harta orang lain tanpa hak, maka dia berkewajiban untuk
mengembalikannya kepada yang berhak.

Penyelesaian Masalah
Pertanyaan di atas sebetulnya terdapat beberapa problem yang mestinya perlu
diselesaikan satu persatu.
Pembagian harta warisan ibu

Pertama, ketika sang ibu meninggal dunia, maka harta yang menjadi milik ibu
seharusnya diberikan kepada ahli warisnya sesuai dengan porsi masing-masing yang
tentunya setelah ditunaikan tanggungan-tanggungan mayit.

Hibah dari suami kepada anak-anaknya berupa tanah 400 meter persegi itu juga perlu
diperjelas, apakah itu hibah dari harta suami sendiri kepada anak-anaknya? Jika
demikian, maka hal itu sah-sah saja.

Namun, jika itu adalah harta milik istrinya (ibu penanya), maka cara pembagiannya harus
berdasarkan ketentuan warisan. Tidak bisa dibagikan sama rata kepada anak-anaknya,
sebab ada anak laki-laki dan anak perempuan yang mestinya bagian mereka adalah dua
banding satu. Adapun bagian suami hanyalah ¼ bagian dari harta istrinya.

Pembagian harta warisan ayah

Kedua, ketika suami ini telah meninggal dunia, maka harta yang menjadi milik suami
harus dibagikan kepada ahli warisnya sesuai dengan porsi masing-masing.

Seluruh anaknya berhak mendapatkan warisan, baik dari istri pertama maupun istri
kedua. Bagian mereka antara laki-laki dan perempuan adalah dua banding satu.
Sedangkan bagian istri keduanya adalah 1/8 dari harta peninggalan suaminya,
disebabkan mayit memiliki anak.

Artikel Konsultasi: Cara Menghitung Harta Warisan yang Menumpuk

Tidak perlu takut menyinggung perasaan siapa pun

Selanjutnya, ahli waris tidak perlu takut menyinggung perasaan siapa pun untuk
mengingatkan pembagian harta warisan. Itu adalah bagian dari menyampaikan
kebenaran. Jika tidak kita sampaikan, justru artinya kita membiarkan orang lain
memakan harta yang bukan miliknya.

Namun, tentunya cara menyampaikannya harus sebaik mungkin hingga tidak


menimbulkan permasalahan yang jauh lebih besar. Atau, jika memang seluruh ahli waris
telah mengikhlaskannya untuk dihibahkan kepada istri kedua (ibu tiri), maka hal itu juga
tidak mengapa. Wallahu a’lam. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Tidak Memiliki Keturunan, Siapa Ahli
Warisnya?
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul “Tidak Memiliki Keturunan, Siapa Ahli Warisnya?”
ini diasuh oleh Ustadz Mohammad Nurhadi, M.H alumnus magister Hukum Ekonomi
Syariah (HES) Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Nama saya Ahmad, asal Sulawesi Tengah. Yang saya tanyakan apabila kami tidak
memiliki keturunan, maka siapa yang berhak mewarisi harta kami atau rumah yang kami
miliki?

Ahmad-Sulteng

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫نْي‬ َ َ َْ
Dalam ilmu waris disebutkan oleh para ulama bahwa ahli waris atau kerabat yang
berhak mendapatkan harta warisan bukan hanya keturunan (anak, cucu, dan terus ke
bawah), namun terdapat beberapa ahli waris baik dari kalangan laki-laki ataupun
perempuan.

Ahli waris dari kalangan laki-laki adalah suami, anak, cucu dari anak laki-laki, ayah, kakek
dari ayah, saudara kandung, saudara sebapak, saudara seibu, kemenakan dari saudara
laki kandung, kemenakan dari saudara laki sebapak, paman dari saudara ayah
sekandung, paman dari sudara ayah sebapak, sepupu dari paman (saudara ayah)
sekandung, dan sepupu dari paman (saudara ayah) sebapak.
Adapun ahli waris dari kalangan perempuan adalah istri, anak, cucu dari anak laki-laki,
ibu, nenek dari ayah, nenek dari ibu, saudari sekandung, saudari sebapak, dan saudari
seibu.

Keberadaan seluruh ahli waris tersebut belum tentu selalu mendapatkan bagian warisan.
Mereka yang paling berhak mendapatkan adalah yang paling dekat kekerabatannya
dengan mayit. Sehingga, terkadang sebagian di antara mereka tidak mendapatkan hak
warisan karena termahjub (tertutupi) oleh ahli waris yang kekerabatannya lebih dekat
dengan mayit.

Namun, ada beberapa ahli waris yang keberadaannya pasti mendapat warisan, artinya
tidak bisa termahjub oleh siapa pun. Di antaranya adalah anak laki-laki, anak
perempuan, ayah, ibu, suami, dan istri.

Waris Jika Mayit Tidak Memiliki Keturunan


Dari kasus yang ditanyakan di atas, bahwa terdapat seseorang yang tidak memiliki
keturunan (anak atau cucu dan terus ke bawah), maka masih ada ahli waris lainnya yang
berhak mendapatkan warisan yaitu ayah dan ibu mayit, suami atau istri mayit jika
mereka masih ada. Jika mereka telah tiada, maka dilihat yang paling dekat
kekerabatannya, saudara dan saudari mayit misalnya. Jika mereka tidak ada, maka dilihat
yang paling dekat lagi secara kekerabatan dan begitu seterusnya. Tentunya hal itu ada
kententuan-ketentuan yang tidak mungkin kami jelaskan secara detail di sini.

Mudah-mudahan jawaban ini dapat memberikan pencerahan sekaligus memotivasi


kepada penanya (khususnya) dan kepada pembaca sekalian (umumnya) untuk
mempelajari ilmu waris. Mengingat apa yang pernah disabdakan oleh Rasul bahwa ilmu
waris adalah ilmu yang pertama kali akan dicabut dari umat Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Siapa lagi jika bukan kita yang
melestarikannya? Wallahu a’lam. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Saudara Seayah Apakah Dapat Warisan?
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Saudara seayah Apakah Dapat warisan?”  ini
diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister Hukum Ekonomi
Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Kami ada dua bersaudara semuanya laki-laki, satu bapa berlainan ibu. Harta warisan
didapatkan ketika bersama ibu saya. Ustaz, apa boleh kakak saya mendapatkan juga
warisan itu? Sebelumnya dihaturkan terima kasih atas jawabannya.

Muhammadin—Flores

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫َ َ نْي‬ َْ
Sebelum menanggapi pertanyaan saudara, ada satu hal yang perlu dipahami bahwa
harta peninggalan mayit yang hendak dibagikan kepada ahli waris harus dipastikan
bahwa harta itu benar-benar miliknya mayit, bukan milik istri atau kerabat lainnya.

Apabila terjadi percampuran hak kepemilikan antara mayit dengan pasangan (suami
atau istri) atau dengan kerabat lainnya, maka harus dipisahkan terlebih dahulu sebelum
membagikannya kepada ahli waris.

Jikalau tidak diketahui secara pasti porsi kepemilikan mayit dengan pihak lain, maka
jalan yang dapat ditempuh untuk memisahkan hak kepemilikan adalah dengan
melakukan akad shulh (perdamaian) yaitu akad yang dilakukan untuk menghilangkan
perselisihan. Cara melaksanakannya adalah dengan mengumpulkan pihak-pihak yang
terkait dengan harta warisan dan memusyawarahkan porsi kepemilikan antara mayit
dengan pihak lainnya berdasarkan kesepakatan bersama.

Artikel Konsultasi: Cara Membagi Harta Warisan dalam Bentuk Tanah

Setelah diketahui seluruh harta milik mayit, langkah selanjutnya adalah menunaikan
tanggungan mayit jika terdapat utang atau wasiat yang berkaitan dengan harta mayit.
Setelah itu, barulah sisa hartanya dibagikan kepada ahli waris.

Saudara Seayah Mendapatkan Warisan


Dari kasus yang diajukan di atas, kami memahami bahwa terdapat seorang suami telah
meninggal dunia. Suami ini memiliki dua istri. Istri pertama memiliki satu anak laki-laki
dan istri kedua juga memiliki satu anak laki-laki. Dalam hal ini, penanya adalah anak laki-
laki dari istri kedua. Ia menanyakan bahwa apakah kakaknya yang sebapak namun beda
ibu itu berhak atas harta warisan bapaknya yang dihasilkan ketika bersama ibunya (istri
kedua)?

Sebagimana saya jelaskan sebelumnya, bahwa harta suami yang bercampur dengan
harta istri harus dipisahkan terlebih dahulu. Setelah harta itu dipisahkan, maka harta
milik suamilah yang dibagikan kepada ahli warisnya.

Artikel Fikih: Kenapa Terjadi Perbedaan Pendapat Ulama?

Dari kasus di atas, maka kedua anaknya berhak mendapatkan harta warisan. Sebab,
status kedua anak laki-lakinya adalah anak kandung mayit. Namun, jika yang meninggal
adalah istri kedua, maka anak laki-laki dari istri pertama tidak berhak atas harta
peninggalannya. Sebab status antara keduanya adalah anak dan ibu tiri.

Sedangkan anak tiri dan ibu tiri tidak bisa saling mewarisi, dikarenakan tidak memenuhi
sebab-sebab mendapatkan hak warisan, yaitu adanya kekerabatan hakiki.

Demikianlah artikel yang berjudul “Saudara Seayah Apakah Dapat Warisan?” semoga
bermanfaat bagi penanya dan kaum muslimin secara umumnya. Wallahu a’lam bish
Shawwab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Warisan Untuk Istri, 1 Anak Laki-laki, 2
Anak Perempuan
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Warisan Untuk Istri,  1 Anak Laki-laki,  2 Anak
Perempuan”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister Hukum
Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Mau tanya masalah pembagian warisan. Seorang suami meninggal. Punya istri 1 dan
tidak punya anak dari pernikahan mereka. Tetapi ada anak gawan suami, 2 perempuan
dan 1 laki-laki. Anak gawan istri 1 laki-laki. Bagaimana cara pembagian harta
warisannya?

Daryono—Sukoharjo

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫َ َ نْي‬ َْ
Selalu kami ingatkan bahwa sebelum membagi harta warisan kepada para ahli waris,
seluruh tanggungan mayit harus diselesaikan terlebih dahulu. Baik berupa utang
ataupun wasiat yang berkaitan dengan hartanya mayit. Setelah itu, barulah sisanya
menjadi haknya para ahli waris.

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada satu hal yang perlu kita ketahui bersama
bahwa seseorang itu berhak mendapatkan warisan jika telah terpenuhi sebab-sebab
adanya hak waris.

Para ulama menjelaskan bahwa sebab-sebab adanya hak waris itu ada tiga;
Pertama, kekerabatan hakiki. Maksud dari kekerabatan hakiki adalah setiap hubungan
yang penyebabnya adalah kelahiran. Seperti hubungan antara anak dan ayah atau ibu
kandung. Artinya anak tiri bukanlah orang yang berhak mendapatkan harta warisan dari
ayah atau ibu tirinya.

Kedua, pernikahan yang sah, yaitu hubungan antara suami dan istri yang dibangun di
atas akad yang sah sesuai dengan syariat. Jadi, walupun belum terjadi hubungan badan
antara keduanya, mereka bisa saling mewarisi hartanya.

Artikel Fikih: Siapa Ahli Waris Utama yang Pasti Mendapatkan Warisan?

Ketiga, al-wala’, yaitu kekerabatan yang dibentuk oleh syariat dikarenakan


memerdekakan budak. Oleh sebab itu, apabila mayit tidak memiliki ahli waris dan
terdapat seseorang yang dahulu telah memerdekakannya, maka ia berhak atas harta
warisnya.

Dari kasus di atas diketahui bahwa seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan
seorang istri, anak bawaan suami (mayit) 2 perempuan dan 1 laki-laki, serta 1 anak laki-
laki bawaan istrinya. Maka ahli warisnya adalah istri, 2 anak perempuan, dan 1 anak laki-
laki bawaan suami (mayit).

Satu anak laki-laki bawaan istri bukanlah ahli waris, sebab status dia adalah sebagai anak
tiri yang tidak memenuhi sebab-sebab adanya hak waris sebagaimana kami jelaskan di
atas.

Dalam hal ini istri mendapatkan bagian sebesar 1/8 dari harta peninggalannya, sebab
suami memiliki anak. Warisan untuk istri, sebagaimana disebutkan dalam ayat,

‫وصو َن هِبَا َْأو َديْ ٍن‬ُ‫ت‬ ٍ َّ‫فَِإ ْن َكا َن لَ ُكم ولَ ٌد َفلَه َّن الثُّمن مِم َّا َتر ْكتُم ِمن بع ِد و ِصي‬
‫ة‬
ُ َ َْ ْ ْ َ ُ ُ ُ َ ْ
“Jika kamu mempunyai anak,  maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan  (setelah dipenuhi)  wasiat yang kamu buat atau  (dan setelah
dibayar)  utang-utangmu.” (Q.S. An-Nisa’ : 12)

Dua anak perempuan dan satu anak laki-laki, mereka mendapatkan bagian sisa
(ashabah bil ghair) yang dibagi dengan pembagian dua banding satu antara laki-laki
dan perempuan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

ِ ‫ظ األ ْنَثَينْي‬ َّ ِ‫الد ُكم ل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬ ِ ‫وصي ُكم اللَّه يِف َأو‬
ْ ُ
ِ ‫ي‬
ُ
ُ ْ ُ
“Allah mensyariatkan  (mewajibkan)  kepadamu tentang  (pembagian warisan
untuk)  anak-anakmu,(yaitu)  bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan.” (Q.S. An-Nisa’ : 11)

Cara Menghitung Warisan Untuk Istri, 1 Anak Laki-laki,


2 Anak Perempuan
Cara menghitung warisan berdasarkan tabel berikut:

Tabel warisan untuk istri, 1 anak laki-laki, 2 anak perempuan

Pada tabel di atas terdapat perbaikan ashlul mas’alah, sebab bagian sisa (yaitu 7) tidak
dapat dibagikan kepada anak laki-laki dan 2 anak perempuan dengan pembagian 2 : 1.
Oleh karenanya, membutuhkan perbaikan dengan cara ashlul mas’alah dikalikan
dengan jumlah anak laki-laki dan perempuan di mana laki-laki dihitung 2 dan
perempuan dihitung 1, sehingga dapatlah angka 4  dari 1 laki-laki dan 2 perempuan
sebagaimana tercantum dalam tabel.

Artikel Konsultasi: Apakah Boleh Menjadikan Anak Angkat Sebagai Ahli Waris?

Cara menghitungnya adalah jumlah seluruh harta dibagi ashlul mas’alah setelah


diperbaiki, misalnya jumlah harta 64 juta dibagi 32, hasilnya adalah 2 juta. Artinya bahwa
nilai setiap saham adalah 2 juta. Selanjutnya tinggal mengalikan:

1. Istri 4 x 2 juta = 8 juta


2. Anak laki-laki 14 x 2 juta = 28 juta
3. 2 anak perempuan 14 x 2 juta = 28 juta (perorang mendapat 14 juta).

Demikianlah pembagian warisan untuk istri, 1 anak laki-laki, 2 anak perempuan. Mudah-
mudahan memberikan pencerahan baik bagi penanya ataupun pembaca sekalian.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menuntun kita kepada jalan yang benar. Wallahu a’lam
bish Shawab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Warisan untuk Suami, 1 Anak Laki-laki, 1
Anak Perempuan, dan 1 Cucu
Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Warisan untuk Suami, 1 Anak Laki-laki, 1 Anak
Perempuan, dan 1 Cucu”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus
magister Hukum Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Mau tanya ustadz, seorang istri meninggal, meninggalkan suami, 1 anak laki-laki, 1 anak
perempuan, dan 1 cucu. Bagaimana pembagian hak warisnya, njih?

Muhammad Jundi-Karanganyar

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫نْي‬ َ َ َْ
Hal pertama yang selalu kami ingatkan, bahwa sebelum membagi harta warisan kepada
ahli waris, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa pewaris (mayit) telah terbebas dari
segala tanggungan berupa utang dan wasiat-wasiat yang berkaitan dengan harta telah
dilaksanakan. Jika masih terdapat sisa, itulah harta yang berhak diberikan kepada
para ahli waris.

Artikel Fikih Warisan: Siapa Ahli Waris Utama yang Pasti Mendapatkan Warisan?

Dari kasus yang ditanyakan diketahui bahwa ahli waris yang ditinggalkan pewaris adalah
suami, satu anak laki-laki, satu anak perempuan, dan satu cucu. Dalam hal ini suami
mendapatkan hak harta warisan sebesar ¼ bagian, karena pewaris (istri) memiliki anak.

Warisan untuk suami ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,


‫ني هِبَا َْأو َديْ ٍن‬ ِ ٍِ ِ ِ ‫مِم‬
ُّ ‫فَِإ ْن َكا َن هَلُ َّن َولَ ٌد َفلَ ُك ُم‬
َ ‫الربُ ُع َّا َتَر ْك َن م ْن َب ْعد َوصيَّة يُوص‬
“Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan
setelah dibayar) utangnya.” (QS. An-Nisa’: 12)

Selanjutnya, Jika terdapat ahli waris anak laki-laki dan anak perempuan, maka keduanya
mendapat bagian sisa yang dalam ilmu waris disebut dengan istilah ashabah bil ghair.
Cara membagi warisan untuk keduanya adalah dengan dua banding satu antara laki-laki
dan perempuan.

Hal ini telah disebutkan dengan sangat jelas oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

ِ ‫ظ األ ْنَثَينْي‬ َّ ِ‫الد ُكم ل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬ ِ ‫وصي ُكم اللَّه يِف َأو‬
ْ ُ
ِ ‫ي‬
ُ
ُ ْ ُ
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk)
anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan.” (QS. An-Nisa’: 11)

Kemudian terdapat satu cucu sebagaimana yang disebutkan oleh penanya. Cucu dalam
kasus ini tidak mendapatkan warisan dari pewaris, baik cucu laki-laki maupun cucu
perempuan. Baik cucu tersebut dari anak laki-laki atau dari anak perempuan, juga tidak
mendapatkan warisan.

Jika cucu itu dari anak laki-laki, maka status dia adalah ter-mahjub (tertutupi) oleh
keberadaan anak laki-laki, yaitu ayahnya cucu tersebut.

Apabila cucu itu dari anak perempuan, maka status dia adalah sebagai dzawil arham,
yaitu kerabat yang tidak termasuk sebagai ahli waris dari kalangan ashabul furud (yang
memiliki bagian tertentu) maupun ashabah (yang memiliki bagian sisa).

Artikel Konsultasi: Cara Membagi Warisan Kepada Dzawil Arham

Cara Menghitung Warisan untuk Suami, 1 Anak Laki-


laki, 1 Anak Perempuan, dan 1 Cucu
Cara membagikan harta warisan kepada para ahli waris sebetulnya cukup mudah.
Dari bagian yang telah kami sebutkan di atas sudah sangat jelas, bahwa suami
mendapat ¼ bagian. Artinya apabila jumlah harta warisan itu sebesar 100 juta misalnya,
maka tinggal dibagi empat (100 : 4 = 25) yaitu 25 juta.

Selanjutnya ahli waris tinggal anak laki-laki dan anak perempuan yang bagian untuk
keduanya adalah sisa dengan pembagian 2 : 1. Cara membaginya setiap laki-laki
dihitung dua dan perempuan dihitung satu. Karena laki-laki hanya ada satu dan
perempuan juga hanya satu, maka terhitung tiga bagian. Sisa harta di atas kemudian
dibagi 3 (75 : 3 = 25 ), yaitu 25 juta. Jadi, bagian anak laki-laki adalah (2 x 25) 50 juta dan
anak perempuan adalah (1 x 25) 25 juta.

Apabila ingin dibuat sebuah tabel, maka seperti contoh berikut:

Ahli Waris Bagian Ashlul Mas’alah = 4 Saham

Suami 1/4 1 1

Anak laki-laki 2
sisa 3
Anak Perempuan 1

Tabel warisan untuk suami, 1 anak laki-laki, 1 anak perempuan

Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah seluruh saham atau ashlul mas’alah-nya
adalah 4. Maka, apabila jumlah seluruh harta warisan tadi senilai 100 juta, maka dibagi
jumlah seluruh saham (100 : 4 = 25), sehingga nilai persaham diketahui 25 juta.
Selanjutnya tinggal mengalikan:

1. Suami 1 x 25 juta = 25.000.000,-


2. Anak laki-laki 2 x 25 juta = 50.000.000,-
3. Anak perempuan 1 x 25 juta = 25.000.000,-

Demikianlah pembagian warisan untuk suami, 1 anak laki-laki, 1 anak perempuan, dan 1
cucu. Mudah-mudahan memberikan pencerahan baik bagi penanya serta pembaca
sekalian. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menuntun kita kepada jalan yang
benar. Wallahu a’lam bish Shawab.  (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Cara Membagi Warisan Kepada Dzawil
Arham
Daftar Isi
 Apakah Dzawil Arham Mendapatkan Warisan?
 Cara Membagi Harta Warisan Kepada Dzawil Arham
o Pertama: pendapat Ahlur Rahmi
o Kedua: pendapat Ahlut Tanzil
o Ketiga: pendapat Ahlul Qarabah

Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul  “Cara Membagi Warisan Kepada Dzawil
Arham”  ini diasuh oleh  Ustadz Mohammad Nurhadi,  M.H  alumnus magister Hukum
Ekonomi Syariah  (HES)  Universitas Darussalam  (UNIDA)  Gontor.

Pertanyaan:

Mau tanya tentang ilmu waris, cara penghitungan dzawil arham yang mudah itu seperti
apa, ya?

Afnan-Sukoharjo

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬ ِ ِّ ‫هلل ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
ْ ُ َ َ ُ َّ ‫ب الْ َعالَمنْي َ َوالصَّاَل ةُ َو‬ َ َْ
Dalam membahas perihal fikih mawaris tentu tidak terlepas dengan istilah yang disebut
dengan ‘dzawil arham’. Istilah ini biasa dipakai oleh para ulama untuk menyebutkan
kerabat-kerabat mayit yang mereka tidak termasuk ashabul furudh (yang memiliki
bagian warisan tertentu) ataupun ashabah (yang memiliki bagian sisa).

Artinya bahwa mereka bukanlah ahli waris yang telah disebutkan secara rinci dalam al-
Quran surah an-Nisa’ ayat 11—12 dan 176, seperti cucu laki-laki dari anak perempuan
mayit, anak laki-laki (keponakan) dari saudari perempuan mayit, bibi (saudari
perempuan ayah) mayit, dan lain sebagainya.

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya jika kita melihat pendapat para
ulama terlebih dahulu mengenai apakah mereka berhak mendapatkan warisan apabila
mayit tidak memiliki ahli waris dari ashabul furudh dan ashabah?

Apakah Dzawil Arham Mendapatkan Warisan?


Apakah dzawil arham mendapatkan warisan apabila mayit tidak memiliki ahli waris
dari ashabul furudh dan ashabah?

Dalam hal ini, ulama terbagi menjadi dua pendapat;

Pendapat pertama menyatakan bahwa dzawil arham berhak mendapatkan warisan. Ini


adalah pendapat mayoritas kalangan shahabat salah satunya Umar bin
Khatthab radhiyallahu  ‘anhu, ulama mazhab Hambali, mazhab Hanafi dan sebagian
ulama Syafii.

Pendapat kedua, menyatakan bahwa dzawil arham tidak berhak atas harta warisan


sehingga apabila tidak ada ahli waris dari kalangan ashabul furudh dan ashabah, harta
peninggalan itu diberikan kepada baitul mal untuk kepentingan umat Islam secara
umum.

Pendapat kedua merupakan pendapat shahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu  ‘anhu,


ulama mazhab Syafii, dan ulama mazhab Maliki. Namun, ulama mutaakhirin Maliki
memberikan syarat apabila baitul malnya berjalan secara teratur dan tersistem.

Dari sini dapat kita pahami bahwa pertanyaan di atas berpegang kepada pendapat
pertama yang menyatakan bahwa dzawil arham berhak mendapat warisan jika tidak ada
ahli waris dari kalangan ashabul furudh dan ashabah.

Cara Membagi Harta Warisan Kepada Dzawil Arham


Selanjutnya perlu diketahui bahwa membagi harta warisan kepada dzawil arham juga
terjadi perbedaan pendapat di kalagan para ulama. Setidaknya terdapat tiga kelompok;
Pertama: pendapat Ahlur Rahmi

Membagikan harta warisan kepada dzawil arham menurut ahlur rahmi adalah dengan


cara menyamaratakan bagian, tanpa melihat jauh dekatnya kekerabatan dan tidak
membedakan antara laki-laki maupun perempuan.

Mereka dikenal dengan sebutan ‘ahlur rahmi’ karena menganut pendapat yang tidak
membedakan antara satu ahli waris dengan ahli waris lainnya. Mereka juga tidak
menganggap kuat lemahnya kekerabatan seseorang.

Oleh sebab itulah semua dzawil arham mendapat bagian yang sama. Namun, pendapat
ini tidak masyhur, bahkan dianggap pendapat yang lemah (dhaif) dan tertolak. Sebab,
pemahaman ini bertentangan dengan kaidah syar’iyah yang masyhur dalam disiplin ilmu
mawaris.

Kedua: pendapat Ahlut Tanzil

Kelompok ini disebut dengan istilah ‘ahlut tanzil’ karena mereka mendudukkan
para dzawil arham pada posisi para ahli waris dari ashabul
furudh atau ashabah terdekatnya (yang menjadi wasilah kekerabatan). Sehingga, bagian
yang diterima dzawil arham sama seperti bagian ahli waris terdekatnya.

Selanjutnya cara menghitung sebagaimana membagi harta waris kepada ashabul


furudh dan ashabah. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad bin
Hambal rahimahullah dan ulama mutaakhirin dari kalangan mazhab Syafii dan Maliki.

Misalnya, ada orang meninggal yang tidak memiliki ahli waris dari
ashabul furudh dan ashabah. Yang ada hanyalah kerabat dzawil arham, seperti cucu
laki-laki dari anak perempuan, bibi dari jalur ayahnya, bibi dari jalur ibunya, dan
keponakan laki-laki dari saudari perempuannya.

Maka cucu laki-laki mendapat bagian seperti anak perempuan, yaitu setengah (½); bibi
dari jalur ayah mendapat bagian seperti bagian ayah, yaitu ashabah; bibi jalur ibu
mendapat bagian sebagaimana ibu, yaitu seperenam (1/6); dan keponakan laki-laki
mendapat bagian sebagaimana saudara perempuan, yaitu setengah (½)—hanya dalam
kasus ini ia termahjub oleh kedudukan ayah sehingga tidak mendapatkan bagian.

Ketiga: pendapat Ahlul Qarabah

Pendapat ini menyatakan bahwa hak waris dzawil arham ditentukan berdasarkan derajat


kekerabatan mereka kepada pewaris, oleh karenanya disebut ‘ahlul qarabah’.
Mereka membagikan hak dzawil arham sebagaimana haknya para ashabah di mana
yang paling dekat dan kuat kekerabatannyalah yang berhak atas harta waris.
Selanjutnya, mereka membagi dzawil arham ini ke dalam empat kelompok.

Pertama, kerabat yang dinisbatkan kepada pewaris (bawah pewaris), seperti cucu dari
anak perempuan baik laki-laki maupun perempuan dan terus ke bawah, cicit dari cucu
perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah.

Kedua, kerabat yang dinisbati pewaris (atas pewaris), seperti kakek dari ibu pewaris dan
terus ke atas, ibu dari ayahnya ibu pewaris dan terus ke atas.

Ketiga, kerabat yang bernisbat kepada kedua orang tua pewaris, seperti anaknya
saudari perempuan kandung, seayah atau seibu.

Keempat, kerabat yang bernisbat kepada kakek neneknya pewaris, seperti paman
ataupun bibi dari jalur ibu, anak perempuannya paman dan selainnya.

Dengan demikian, menurut ahlul qarabah yang paling berhak atas harta warisan


dari dzawil arham adalah yang paling dekat dengan pewaris, yaitu keturunan pewaris
(bawah pewaris) seperti cucu, cicit, dan seterusnya ke bawah. Jika tidak ada, maka
kerabat atasnya pewaris seperti kakek, nenek, dan seterusnya ke atas.

Jika tidak ada, maka yang dinisbatkan kepada orang tua pewaris seperti keponakan dari
saudari perempuan. jika tidak ada, maka barulah diberikan kepada paman atau bibi dari
jalur ibu dan jika tidak ada baru sepupu (anak dari paman atau bibi).

Ketika terdapat laki-laki dan perempuan yang sederajat, maka juga berlaku lidzdzakari
mitslu haddil untsayain (dua banding satu) sebagaimana pembagian ashabah.

Dari penjelasan di atas, sebetulnya tidak ada yang sulit atau susah dipahami selama kita
sudah mengerti dan paham betul pembagaian warisan secara umum kepada ashabul
furudh dan ashabah. Namun, jika kita belum memahami pembagian warisan
kepada ashhabul furudh dan ashabah, maka akan sulit juga memahami pembagian
warisan dzawil arham.

Oleh karenanya, umumnya atau bahkan semuanya, para ulama menjelaskan bab dzawil
arham pada akhir pembahasan warisan setelah panjang lebar menjelaskan pembagian
warisan kepada ashhabul furudh dan ashabah. Wallahu a’lam. (Mohammad
Nurhadi/dakwah.id)
Siapa Ahli Waris Utama yang Pasti
Mendapatkan Warisan?
Daftar Isi
 Ahli Waris Utama Nomor 1: Anak Laki-laki
 Ahli Waris Utama Nomor 2: Anak Perempuan
o Contoh bagian 1/2
o Contoh bagian 2/3
o Contoh bagian ashabah bil ghair
 Ahli Waris Utama Nomor 3: Istri
o Contoh bagian 1/4
o Contoh bagian 1/8
 Ahli Waris Utama Nomor 4: Suami
o Contoh bagian 1/2
o Contoh bagian 1/4
 Ahli Waris Utama Nomor 5: Ayah
o Contoh bagian 1/6
o Contoh bagian 1/6 + ashabah
o Contoh bagian ashabah
 Ahli Waris Utama Nomor 6: Ibu
o Contoh bagian 1/6
o Contoh bagian 1/3
o Contoh bagian 1/3 dari sisa
 Rangkuman Dalil Hak Ahli Waris Utama

Siapakah Ahli Waris Utama yang Pasti Mendapatkan Warisan?

Berbicara waris, maka berbicara tentang bagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris
untuk ahli waris dan siapa saja ahli waris yang berhak menerima. Oleh karena itu rukun
waris adalah adanya pewaris, adanya ahli waris, dan adanya harta yang ditinggalkan
oleh pewaris.

Maka tidak akan ada pembagian warisan, atau tidak disebut dengan pembagian
warisan, jika ada orang yang membagikan hartanya kepada kerabatnya semasa ia masih
hidup. Sebab, syarat adanya pembagian waris itu adanya pewaris yang telah wafat.
(Radd Al-Mukhtar, Ibnu Abidin, 483)

Selain itu, seseorang akan mendapatkan harta warisan jika ia termasuk pada golongan
ahli waris dan ia tidak terhalang. Karena meski merupakan ahli waris, jika ia terhalang
oleh keberadaan ahli waris lain, ia tidak mendapatkan waris.

Contohnya adalah: A merupakan ahli waris, yaitu cucu dari C sebagai pewaris yang telah
wafat. Tetapi, C mempunyai anak laki-laki yaitu D, dan D masih hidup.

Maka A walaupun merupakan cucu dari C, A tidak mendapatkan warisan sebab


terhalang oleh D yang merupakan anaknya C, yaitu ayahnya A sendiri. (Raudhah  Ath-
Thalibin, Imam an-Nawawi, 6/13)

Kemudian, seseorang tidak akan mendapatkan warisan meski ia termasuk pada ahli
waris jika ia melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan haramnya mendapatkan
warisan.

Yaitu, jika si A merupakan ahli waris dari B, tetapi wafatnya B karena dibunuh oleh A,
maka A tidak mendapatkan waris. Atau jika A nonmuslim, sementara B yang merupakan
pewaris adalah muslim, maka A tidak mendapatkan waris. (Al-Fiqhu Al-Islamiy Wa
Adillatuhu Wahbah az-Zuhaili, 10/262–263)

Baca juga: Sisa Donasi Dana Acara Tabligh Akbar Harus Dikemanakan?

Sebagaimana tadi dijelaskan, ada ahli waris yang terhalang sehingga tidak mendapatkan
warisan karena adanya ahli waris lain yang menghalanginya. Tetapi ada ahli waris yang
pasti dapat yang disebut dengan ‘ahli waris utama’, atau ahli waris yang dekat
pertaliannya dengan pewaris.

Meski di antara ahli waris utama ini ada yang terhijab, namun terhalangnya tidak
menyebabkan ia tidak mendapatkan warisan, hanya berkurang saja bagian warisannya.
Adapun ahli waris utama yang dimaksud yaitu anak laki-laki, anak perempuan, suami,
istri, ayah, dan ibu.

Ahli Waris Utama Nomor 1: Anak Laki-laki


Bagian anak laki-laki adalah ashabah atau sisa. Artinya jika ada ahli waris lain yang
mendapatkan bagian yang telah ditentukan, misalnya 1/8 atau 1/4, maka dibagi terlebih
dahulu bagian-bagian tersebut, kemudian sisanya untuk anak laki-laki.

Contoh: seorang pewaris wafat meninggalkan ahli waris yaitu suami, ayah, dan anak
laki-laki serta harta sebesar Rp.600.000.000.

Cara menghitungnya:

Pertama: tentukan bagian setiap ahli waris dengan memperhatikan dan menyesuaikan
syaratnya. Kedua: jumlahkan seluruh bagian ahli waris yang sudah ditentukan
bagiannya. Ketiga: kemudian hitung ashabah (sisa).

Suami : ¼, ayah: 1/6, anak Laki laki: sisa.

Maka:

Suami 1/4 = 3/12 x 600.000.000 = 150.000.000.

Ayah 1/6 = 2/12 x 600.000.000 = 100.000.000.

Anak laki-laki (sisa) = 600.000.000 – (150.000.000 + 100.000.000) = 350.000.000. Jika


anak laki lakinya dua maka tinggal membagi saja 350 juta dibagi dua.

Ahli Waris Utama Nomor 2: Anak Perempuan


Anak perempuan mempunyai 3 kemungkinan bagian, yaitu 1/2, 2/3, dan ashabah bil
ghair. Untuk mengetahui bagian mana, maka sekali lagi periksa syaratnya.

Contoh bagian 1/2

Pewaris meninggalkan ahli waris yaitu satu anak perempuan, suami, dan ibu serta harta
sebesar Rp.600.000.000.

Cara menghitungnya: tentukan bagiannya dengan memeriksa syaratnya, maka:

Satu anak perempuan = 1/2 = 6/ 12.

Suami = 1/4 = 3/12.

Ibu = 1/6 = 2/12.


Sebelum melanjutkan penghitungan, kasus ini adalah masalah radd: berkurangnya
pembagi dan bertambahnya bagian para ahli waris. Hal ini bisa terjadi karena sedikitnya
ahli waris yang mendapatkan bagian sedangkan jumlah bagiannya belum mencapai nilai
satu.

Jadi masih ada harta yang tersisa. Sementara tidak ada orang yang
menjadi ashabah (penerima sisa). Oleh karena itu, bagian ahli waris bertambah, karena
sisa warisan dibagikan kembali pada ahli waris yang ada.

Contohnya: satu anak perempuan itu mendapatkan 1/2 dari 600 juta jadi 300 juta, ibu
mendapatkan 1/6 dari 600 juta jadi 100 juta, dan suami mendapatkan 1/4 dari 600 juta
yaitu 150 juta. Jika kita jumlahkan maka semuanya 550 juta. Maka ada sisa harta yang
belum terbagi yaitu 50 juta. Karena ini masalah radd, maka cara menghitungnya seperti
ini:

Suami = 1/4 = 3/12.

1 anak perempuan = 1/2 = 6/12.

Ibu = 1/6 = 2/12.

Jika kita jumlahkan semuanya 3/12 + 6/12 + 2/12 = 11/12 (bukan 1, dan inilah radd),
jadi:

Suami bagiannya    = 600 juta / 11 x 3 = 163, 63.

1 anak perempuan = 600 juta / 11 x 6 = 327, 27.

Ibu = 600 juta/ 11 x 2 = 109, 09.

Contoh bagian 2/3

Contoh kemungkinan bagian anak perempuan yang ke-2 yaitu mendapatkan 2/3 jika
anak perempuan tersebut 2 atau lebih. Contoh soalnya: pewaris meninggalkan ahli waris
yaitu satu istri, 4 anak perempuan, dan 2 cucu laki-laki dari anak laki-laki yang telah
wafat dan harta sebesar 24 juta.

Sebelum melanjutkan, akan lebih dijelaskan mengenai 2 cucu laki-laki tersebut. Jadi
ceritanya pewaris punya anak lima, 4 perempuan, 1 laki-laki dan telah mempunyai 2
anak laki-laki yang merupakan cucu pewaris, namun anak laki-laki pewaris ini telah
wafat.
Menghitungnya sebagai berikut:

Istri = 1/8 = 3/24 x 24 juta = 3 juta.

4 anak perempuan = 2/3 = 16/ 24 x 24 juta = 16 juta.

2 cucu laki laki = sisa = 24 – (16 + 3) = 5 juta.

Contoh bagian ashabah bil ghair

Kemungkinan bagian anak perempuan yang ketiga yaitu


mendapatkan ashabah. Ashabah dalam hal ini disebut ashabah bil ghair: kelompok ahli
waris perempuan yang berbarengan dengan ahli waris laki-laki yang dekat pertaliannya
dengan pewaris, mereka menerima bersama sama. Untuk laki-laki 2 bagian dan
perempuan 1 bagian.

Contoh kasus: seorang pewaris meninggalkan ahli waris yaitu ayah, ibu, 1 anak laki-laki,
2 anak perempuan, serta harta senilai 24 juta. Maka pembagiannya:

Ayah  = 1/6 x 24 juta = 4 juta.

Ibu = 1/6 x 24 juta = 4 juta.

Anak laki-laki dan perempuan mendapatkan sisa, berarti 24 juta – 8 juta = 16
juta. Karena ini adalah ashabah bil ghair maka perbandingannya anak laki-laki 2 bagian
dan anak perempuan 1 bagian. Oleh karena itu kita anggap 1 anak laki-laki itu 2 orang
anak perempuan, jadi seolah-olah almarhum mempunyai 4 anak. Maka menghitungnya
sebagai berikut:

Sisa = 4/6 (16 juta).

Bagian anak laki-laki = 2/4 x 16 juta = 8 juta.

Bagian anak perempuan ke 1 = 1/4 x 16 juta = 4 juta.

Bagian anak perempuan ke 2 = 1/4 x 16 juta = 4 juta.

Ahli Waris Utama Nomor 3: Istri


Istri mempunyai dua kemungkinan bagian, yaitu 1/4 dan 1/8.
Contoh bagian 1/4

Seorang suami wafat meninggalkan 1 orang istri dan ayah serta harta sebesar 24 juta.
Maka bagiannya:

Istri = 1/4 x 24 = 6 juta.

Ayah   = sisa = 24 – 6 = 18 juta.

Contoh bagian 1/8

Seorang suami wafat meninggalkan 1 orang istri dan 1 anak laki-laki serta harta sebesar
800 juta. Maka bagian masing-masing adalah:

Istri = 1/8 x 800 = 100 juta.

Anak laki-laki = sisa = 800-100= 700 juta.

Ahli Waris Utama Nomor 4: Suami


Jika kita melihat tabel di atas, maka suami mempunyai 2 kemungkinan bagian yaitu 1/2
dan ¼.

Mendapatkan 1/2 jika pewaris tidak meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun
anak perempuan. Sedangkan suami akan mendapatkan 1/4 jika sebaliknya, yaitu pewaris
meninggalkan anak, baik laki-laki atau perempuan.

Contoh bagian 1/2

Contoh perhitungan bagian suami yang pertama yaitu 1/2. Pewaris meninggalkan ahli
waris yaitu suami, ayah, dan ibu serta harta sebesar 600 juta, maka:

Suami = 1/2 = 300 juta.

Ibu      = 1/3 dari sisa = 100 juta.

Ayah  = ashabah = 300 – 100 = 200 juta.


Contoh bagian 1/4

Contoh perhitungan bagian suami yang ke dua yaitu 1/4. Pewaris meninggalkan harta
sebesar 24 M, beserta ahli waris yang terdiri dari suami, ayah, ibu, dan satu anak laki-
laki. Maka bagiannya adalah:

Suami = 1/4 = 3/12 x 24 M = 6 M.

Ayah   = 1/6 = 2/12 X 24 M = 4 M.

Ibu = 1/6 = 2/12 X 24 M = 4 M.

Anak laki-laki = sisa = 5/12 X 24 M = 10 M.

Ahli Waris Utama Nomor 5: Ayah


Ayah mempunyai 3 kemungkinan bagian. Yaitu 1/6 jika pewaris meninggalkan anak laki
laki; 1/6 + ashabah jika pewaris meninggalkan anak perempuan dan tidak meninggalkan
anak laki laki; dan bagian ashabah jika pewaris tidak meninggalkan anak, baik laki-laki
atau perempuan.

Contoh bagian 1/6

Contoh perhitungan bagian 1/6: pewaris meninggalkan ahli waris yaitu ayah, ibu, istri,
dan 1 anak laki-laki serta harta sebesar 48 M. Maka bagiannya adalah:

Ayah = 1/6 = 4/24 x 48 M = 8 M.

Ibu = 1/6 = 4/24 X 48 M = 8 M.

Istri = 1/8 = 3/24 X 48 M = 6 M.

Anak laki-laki = sisa = 48 – (8 + 8 + 6) = 26 M.

Contoh bagian 1/6 + ashabah

Contoh perhitungan 1/6 + ashabah: pewaris meninggalkan harta sebesar 24 M dan ahli
waris yaitu ayah, 1 anak perempuan, dan istri. Maka bagiannya:

1 anak (P) = ½ = 3/6 x 24 M = 12 M.


Ibu = 1/6 = 1/6 X 24 M = 4 M.

Ayah   = 1/6 + sisa = 1/6 X 24 M = 4 M + sisa (4) = 8 M.

Contoh bagian ashabah

Contoh perhitungan bagian ashabah: pewaris meninggalkan ahli waris yaitu ayah, ibu,
dan istri serta harta sebesar 56 M. Maka bagiannya adalah:

Istri     = 1/4  x 56 M           = 14 M

Ibu      = 1/3 dari sisa          = 1/3 x 42 M = 14 M

Ayah  = sisa  = 56 M – 28 M = 28 M

Ahli Waris Utama Nomor 6: Ibu


Ibu mempunyai 3 kemungkinan bagian. Yaitu 1/6, 1/3, dan 1/3 dari sisa.

Ibu mendapatkan 1/6 jika pewaris meninggalkan anak, baik laki-laki atau perempuan;
mendapatkan 1/3 jika pewaris tidak meninggalkan anak, baik laki-laki atau perempuan;
mendapatkan 1/3 dari sisa jika ahli waris terdiri dari istri, ibu dan ayah atau terdiri dari
suami, ibu, dan ayah.

Contoh bagian 1/6

Pewaris meninggalkan 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan, istri, ibu, dan ayah serta
harta sebesar 72 M, maka bagiannya adalah:

Istri     = 1/8 = 3/24 x 72 M = 9 M.

Ibu      = 1/6 = 4/24 x 72 M = 12 M.

Ayah  = 1/6 = 4/24 x 72 M = 12 M.

Sisa     = 13/24 (39 M).

1 anak (L)      = sisa = 2/4 x 39 = 19. 5 M.

Anak (P) ke-1           = sisa = 1/4 x 39 = 9. 75 M.


Anak (P) ke-2 = sisa = 1/4 x 39 = 9. 75 M.

Contoh bagian 1/3

Pewaris meninggalkan harta sebesar 24 M serta ahli waris yaitu ibu dan ayah. Maka
bagiannya adalah:

Ibu      = 1/3 x 24 M = 8 M.

Ayah   = sisa = 2/3 X 24 M = 16 M.

Materi Khutbah Jumat: Ulama Pewaris Nabi Jangan Dizalimi

Contoh bagian 1/3 dari sisa

Pewaris yang merupakan pengantin baru dan belum dikaruniai anak wafat dan
meninggalkan harta 24 M serta ahli waris yaitu ibu, istri, dan ayah. Maka bagiannya
adalah:

Istri     = 1/4 x 24 M = 6 M.

Ibu      = 1/3 dari sisa = 1/3 x 18 M = 6 M.

Ayah   = ashabah = 24 – 12 = 12 M.

Rangkuman Dalil Hak Ahli Waris Utama


1. Bagian 1/2

‫اج ُك ْم ِإ ْن مَلْ يَ ُك ْن هَلُ َّن َولَ ٌد‬ ‫و‬‫َأز‬


ْ ‫ك‬
َ ‫ر‬‫ت‬َ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ف‬ ‫ص‬ ِ‫ولَ ُكم ن‬
ُ َ َ َ ُ ْ ْ َ
“Dan bagianmu  (suami-suami)  adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-
istrimu,  jika mereka tidak mempunyai anak.” (QS. An-Nisa: 12)

‫ف‬ ‫ِّص‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ل‬
َ ‫ف‬
َ ‫ة‬
ً ‫د‬
َ ِ ‫وِإ ْن َكانَت و‬
‫اح‬
ُ ْ َ َ ْ َ
“Jika dia  (anak perempuan)  itu seorang saja,  maka dia memperoleh setengah  (harta
yang ditinggalkan).” (QS. An Nisa: 11)

2. Bagian 1/3

‫ث‬ ُّ ‫ُأِلم ِه‬


ُ ُ‫الثل‬ ِّ َ‫فَِإ ْن مَلْ يَ ُك ْن لَهُ َولَ ٌد َو َو ِرثَهُ ََأب َواهُ ف‬
“Jika dia  (yang meninggal)  tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-
bapaknya  (saja),  maka ibunya mendapat sepertiga.” (QS. An Nisa: 11)

3. Bagian 1/4

‫الربُ ُع مِم َّا َتَر ْك َن‬


ُّ ‫فَاِ ْن َكا َن هَلُ َّن َولَ ٌد َفلَ ُك ُم‬
“Jika mereka  (istri-istrimu)  itu mempunyai anak,  maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya.” (QS. An-Nisa: 12)

‫الربُ ُع مِم َّا َتَر ْكتُ ْم ِإ ْن مَلْ يَ ُك ْن لَ ُك ْم َولَ ٌد‬


ُّ ‫َوهَلُ َّن‬
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak.” (An Nisa: 12)

4. Bagian 1/6

‫س مِم َّا َتَر َك ِإ ْن َكا َن لَهُ َولَ ٌد‬


ُ ‫د‬
ُ ‫الس‬
ُّ ‫ا‬ ‫م‬
َُ‫ه‬‫ن‬ْ ِ ‫اح ٍد‬
‫م‬ ِ ‫وَأِلبوي ِه لِ ُك ِّل و‬
َ ْ ََ َ
“Dan untuk kedua ibu-bapak,  bagian masing-masing seperenam dari harta yang
ditinggalkan,  jika dia  (yang meninggal)  mempunyai anak.” (QS. An-Nisa: 11)

5. Bagian 1/8

‫ُّم ُن‬ ‫ِإ‬


ُ ‫فَ ْن َكا َن لَ ُك ْم َولَ ٌد َفلَ ُه َّن الث‬
“Jika kamu mempunyai anak,  maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan.” (QS. An-Nisa: 12)
6. Bagian 2/3

‫فَِإ ْن ُك َّن نِ َساءً َف ْو َق ا ْثنََتنْي ِ' َفلَ ُه َّن ثُلُثَا َما َتَر َك‬
“Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua,  maka bagian
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (QS. An-Nisa: 11)

7. Bagian ashabah

Nabi shallallahu  ‘alaihi wasallam bersabda: “berikanlah bagian tertentu pada mereka


yang berhak menerimanya,  adapun sisanya untuk ahli waris laki-laki yang terdekat
hubungannya dengan si pewaris.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam (Iwan
Setiawan/dakwah.id)
Cara Menghitung Harta Warisan yang
Menumpuk
Daftar Isi
 Harta Warisan dari Ibu
 Harta Warisan dari Ayah
 Harta Warisan dari Anak Laki-Laki
 Cara Membagi Harta Gono-Gini

Pertanyaan:
Bagaimana cara menghitung warisan yang menumpuk seperti ini. Seorang istri
meninggal, beberapa waktu kemudian suaminya juga meninggal. Keduanya memiliki
peninggalan harta gono gini.

Pasangan suami istri ini memiliki satu anak laki-laki dan dua anak perempuan. Anak laki-
lakinya yang sudah menikah dan dikaruniai dua anak laki-laki ini juga sudah meninggal.

Mohon penjelasannya. (Ismail)

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫نْي‬ َ َ َْ
Sebelum menjawab pertanyaan tentang warisan yang menumpuk di atas, ada dua
perkara yang perlu menjadi perhatian kita bersama.
Pertama, terjadinya harta warisan yang menumpuk antara beberapa anggota keluarga
yang meninggal, dikarenakan tidak segera membagi harta warisan kepada para ahli
warisnya. Selain mempersulit para ahli waris untuk membagi harta warisannya, hal itu
juga menghambat para ahli waris untuk segera mendapatkan bagian dari harta
peninggalan.

Kedua, terjadinya percampuran harta antara suami dan istri, sehingga tidak bisa
dibedakan kepemilikan harta antara mereka berdua. Ini memang sudah menjadi hal
yang biasa (khususnya masyarakat Indonesia), akan tetapi percampuran harta antara
suami dan istri (atau biasa disebut sebagai harta gono-gini) akan menyulitkan para ahli
warisnya ketika hendak membagi harta warisan. Oleh sebab itu, perkara yang semacam
ini hendaknya berusaha untuk dihindari.

Dari kasus di atas, diketahui bahwa pihak yang meninggal pertama adalah seorang ibu,
kedua adalah seorang ayah dan ketiga adalah seorang anak laki-laki.

Konsultasi Warisan: Cara Membagi Harta Warisan dalam Bentuk Tanah

Maka, pembagian harta warisan dalam kasus ini akan kami jadikan tiga penghitungan
secara berurutan, dimulai dari yang lebih dahulu meninggal dunia:

Perlu digaris bawahi, sebelum memulai penghitungan harta yang akan diwariskan, harap
dipastikan terlebih dahulu harta yang akan diwariskan telah bersih dari tanggungan
utang-piutang dan wasiat terkait harta tersebut, serta menyelesaikan masalah
harta gono gini.

Harta Warisan dari Ibu


Ketika ibu meninggal dunia, ahli warisnya adalah suaminya, satu anak laki-laki dan dua
anak perempuan. Sehingga, seluruh harta yang dimiliki oleh ibu dibagikan kepada
suaminya, satu anak laki-laki, dan dua anak perempuannya.

Maka, suami mendapatkan bagian sebesar ¼ dari harta warisan, dikarenakan pihak yang
meninggal memiliki anak.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫الربُ ُع مِم َّا َتَر ْك َن‬


ُّ ‫فَِإ ْن َكا َن هَلُ َّن َولَ ٌد َفلَ ُك ُم‬
“Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya.” (QS. An-Nisa’: 12)

Kemudian, satu anak laki-laki dan dua anak perempuan mendapat bagian ashabah bil
ghair (sisa), dengan pembagian 2:1 antara laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ِ ‫ظ األ ْنَثَينْي‬ َّ ِ‫الد ُكم ل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬ ِ ‫وصي ُكم اللَّه يِف َأو‬
ْ ُ
ِ ‫ي‬
ُ
ُ ْ ُ
“Allah mensyariatkan bagimu tentang  (pembagian pusaka untuk)  anak-anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.” (QS.
An-Nisa’: 11)

Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:

Ahli Waris Bagian Ashlul mas’alah: 4 Saham

Suami 1/4 1 1

Anak laki-laki
Ashabah (sisa) 3 3
2 Anak Perempuan

Dikarenakan saham anak laki-laki dan 2 anak perempuan tidak bisa dibagi sesuai bagian
masing-masing, maka harus ada perbaikan ashlul mas’alah yang disebut
sebagai tashihul mas’alah.

Cara perbaikannya adalah ashlul mas’alah dikalikan dengan jumlah perkepala yang
hendak diperbaiki jumlah sahamnya. Laki-laki dihitung dua dan perempuan dihitung
satu. Maka, jumlah satu laki-laki dan 2 perempuan adalah 4.

Ashlul mas’alah:
Ahli Waris Bagian Ashlul mas’alah: 4 4×4=16 Saham
16

Suami 1/4 1 – 4 4

Anak laki-laki Ashabah (sisa) 3 – 12 6

2 Anak 6 (perorang 3)
Perempuan

Selanjutnya, jumlah seluruh harta peninggalan dibagi ashlul mas’alah atau jumlah
saham, untuk mendapatkan nilai persahamnya.

Misalkan harta peninggalan sebesar 50.000.000,-, maka 50.000.000,- : 16


hasilnya 3.125.000,-. Selanjutnya bagian harta warisan mereka adalah sebagai berikut:

 Bagian suami adalah 4 x 3.125.000,- = 500.000,-


 Bagian anak laki-laki adalah 6 x 3.125.000,- = 750.000,-
 Bagian setiap anak perempuan adalah 3 x 3.125.000,- = 375.000,-

Harta Warisan dari Ayah


Ketika ayah meninggal dunia, maka ahli warisnya adalah satu anak laki-laki dan dua
anak perempuan. Bagian mereka adalah ashabah bil ghair (sisa). Karena tidak ada ahli
waris lainnya kecuali mereka, maka seluruh harta dibagi untuk mereka dengan
pembagian dua banding satu antara laki-laki dan perempuan. Hal ini berdasarkan
firman Allah Ta’ala yang telah kami sebutkan di atas.

Konsultasi Warisan: Bagian Warisan Istri, Anak Laki-laki, dan Anak Perempuan

Cara menghitungnya adalah jumlah kepala anak laki-laki dan perempuan dijadikan sebagai
ashlul mas’alah, dengan cara laki-laki dihitung dua dan perempuan dihitung satu. Maka, hasilnya
adalah 4.

Ahli Waris Bagian Ashlul mas’alah: 4 Saham

Anak laki-laki 2
Ashabah (sisa) 4
2 Anak Perempuan 2 (perorang 1)

Cara membagi hartanya adalah seperti kami contohkan di atas, yaitu jumlah seluruh
harta dibagi ashlul mas’alah, untuk mendapatkan nilai persaham. Selanjutnya, saham
setiap orang tinggal dikalikan nilai persahamnya.
 

Harta Warisan dari Anak Laki-Laki


Ketika anak laki-laki meninggal dunia, ahli warisnya adalah istri dan dua anak laki-laki.
Maka, bagian istri adalah 1/8 dari harta peniggalan, dikarenakan suaminya memiliki
anak. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ُّم ُن مِم َّا َتَر ْكتُ ْم‬ ‫ِإ‬


ُ ‫فَ ْن َكا َن لَ ُك ْم َولَ ٌد َفلَ ُه َّن الث‬
“Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan” (QS. An-Nisa’: 12)

Sedangkan kedua anak laki-laki mendapat ashabah (sisa), dengan dibagi antara mereka


berdua secara merata.

Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:

Ahli Waris Bagian Ashlul mas’alah: 8 Saham

Istri 1/8 1 1

2 Anak Laki-Laki Ashabah (sisa) 7 7 (perorang 3,5)

Cara membagi hartanya adalah seperti kami contohkan di atas, yaitu jumlah seluruh
harta dibagi ashlul mas’alah, untuk mendapatkan nilai persaham. Selanjutnya, saham
siap orang tinggal dikalikan nilai per sahamnya.

Cara Membagi Harta Gono-Gini


Ketika terjadi percampuran harta antara suami dan istri atau yang biasa disebut dengan
istilah harta gono-gini, maka perlu dipisahkan terlebih dahulu sebelum harta itu
dibagikan kepada ahli waris.
Jika masih memungkinkan untuk dipisahkan, misalnya terdapat catatan-catatan
peninggalan yang menunjukkan porsi kepemilikan antara mereka berdua, maka harus
dipisahkan.

Namun, jika benar-benar tidak dapat dipisahkan, Islam mengajarkan kepada kita untuk
bersepakat dalam menyelesaikan masalah, yaitu menggunakan akad ash-
shulhu (perdamaian).

Ash-shulh merupakan sebuah akad yang dilakukan untuk menghilangkan perselisihan.


Hal ini disyariatkan dalam agama Islam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam:

ِِ
ً‫َأح َّل َحَر ًاما َْأو َحَّر َم َحاَل ال‬ ُ َّ‫املسلمنْي َ ِإال‬
َ ‫صْل ًحا‬ ْ َ ‫ائز َبنْي‬
ٌ ‫الص ْل ُح َج‬
ُ
“Shulh (perdamaian) itu diperbolehkan diantara kaum Muslimin, kecuali perdamaian
yang mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan sesuatu yang haram” (HR.
Abu Daud dan At-Tarmizi).

Cara melakukan akad ash-shulhu dalam membagi harta warisan gono gini adalah


dengan mengumpulkan pihak-pihak yang terkait dengan harta warisan. Kemudian harta
dibagi antara milik suami dan milik istri berdasarkan kesepakatan seluruh pihak yang
terkait.

Jika telah terlaksana akad ini, maka salah satu pihak tidak berhak untuk menggugat
kesepakatan tersebut.

Demikian proses penghitungan harta warisan yang menumpuk untuk beberapa kasus
kematian. Semoga mencerahkan dan mudah dipahami. Wallahu a’lam bish
shawab (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Warisan untuk 2 Anak Laki-laki, 3 Anak
Perempuan, Ibu Kandung
Pertanyaan:

Saya mau bertanya bagaimana pembagian warisan untuk 2 anak laki-laki, 3 anak
perempuan dan ibu kandung. Saya adalah anak pertama laki-laki. Sebelumnya terima
kasih. (Awank-aw***********@yahoo.com)

Jawaban:

ِ ‫اهلل‬
ِ ‫اَأْلمنْي‬ ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬
َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ َ‫ب الْعال‬
‫م‬ ِّ ‫ر‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َ ‫نْي‬ َ َ َْ
Sebelum membagi harta warisan dari harta peninggalan ayah saudara Awank, harus
dipastikan bahwa beliau telah terbebas dari utang-utangnya dan seluruh wasiat yang
berkaitan dengan harta peninggalannya telah dilaksanakan. Setelah itu, sisa dari harta
itu baru dibagikan kepada ahli waris yang berhak.

Dari kasus di atas, dipahami bahwa pihak yang meninggal adalah seorang suami yang
meninggalkan 1 istri, 2 anak laki-laki, dan 3 anak perempuan. Maka, istri mendapatkan
bagian 1/8 dari harta pihak yang meninggal karena memiliki anak.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

‫وصو َن هِبَا َْأو َديْ ٍن‬ُ‫ت‬ ٍ َّ‫فَِإ ْن َكا َن لَ ُكم ولَ ٌد َفلَه َّن الثُّمن مِم َّا َتر ْكتُم ِمن بع ِد و ِصي‬
‫ة‬
ُ َ َْ ْ ْ َ ُ ُ ُ َ ْ
“Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau  (dan) sesudah dibayar
utang-utangmu.” (QS. An-Nisa’: 12)

Kemudian 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan adalah sebagai ashabah bil


ghair (mendapatkan sisa harta setelah dikurangi untuk bagian istri), dengan pembagian
dua banding satu antara laki-laki dan perempuan.
Artikel Konsultasi: Hak Warisan Adik Perempuan Berapa Bagian?

Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

ِ ‫ظ األ ْنَثَينْي‬ َّ ِ‫الد ُكم ل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬ ِ ‫وصي ُكم اللَّه يِف َأو‬
ْ ُ
ِ ‫ي‬
ُ
ُ ْ ُ
“Allah mensyariatkan bagimu tentang  (pembagian pusaka untuk)  anak-anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.” (QS.
An-Nisa’: 11)

Cara Menghitung

Ahli Waris Bagian Ashlul mas’alah: 8 Saham

Istri 1/8 1 1

2 Anak Laki-laki 4 (2 perorang)


Ashabah (sisa) 7
3 Anak Perempuan 3 (1 perorang)

Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah seluruh saham atau ashul mas’alah-nya
adalah 8. Maka, seluruh harta peninggalan yang menjadi hak ahli waris dibagi jumlah
saham.

Misalnya harta peninggalan sebesar 100.000.000,- maka (100.000.000,- : 8) hasilnya


adalah 12.500.000,-. Jadi, nilai per saham dari ahli waris di atas adalah 12.500.000,-.
Maka bagian harta setiap ahli warisnya adalah:

1. Warisan untuk Istri: 1 x 12.500.000,- = 12.500.000,-


2. Warisan untuk 2 Anak laki-laki: 4 x 12.500.000,- = 50.000.000,- (perorang
dapat 25.000.000,-)
3. Warisan untuk 3 Anak Perempuan: 3 x 12.500.000,- = 500.000,- (perorang
dapat 12.500.000,-)

Demikianlah pembagian warisan untuk 2 anak laki-laki, 3 anak perempuan, dan ibu
kandung. Mudah-mudahan memberikan pencerahan baik bagi penanya ataupun
pembaca sekalian. Dan semoga Allah Ta’ala senantiasa menuntun kita kepada jalan yang
benar. Wallahu a’lam bish Shawab (Nurhadi/dakwah.id)
Cara Membagi Warisan 900 Juta
Cara Membagi Warisan 900 Juta

Warisan 900 juta dan saya lima bersaudara; tiga laki-laki dan dua perempuan. Menurut
hukum Islam gimana cara membagi warisan 900 juta tersebut?

Penanya: Hamsuni

Jawaban

ِ ‫الساَل م علَى رسو ِل‬


‫اهلل‬ َّ ‫و‬ ‫ة‬
ُ ‫الص‬
‫َّاَل‬ ‫و‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
‫هلل‬
ُْ َ َ ُ َ َ َْ
 

Pada prinsipnya, bagian satu anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan.

2 Laki-laki : 1 Perempuan

Dalilnya adalah surat An-Nisa ayat 11.

َّ ِ‫يُو ِصْي ُكم ال ٰلّهُ يِف ْٓي اَْواَل ِد ُكم ل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬
ِ ‫ظ ااْل ُْنَثَينْي‬
ُ ْ ُ ْ
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan
untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan.” (QS. An-Nisa’: 11)
 

Agar cara membagi warisan 900 juta tersebut lebih mudah dipahami, kita ilustrasikan
dalam nama sebagai permisalan.

Tiga anak laki-laki itu sebut saja namanya Hadi, Huda, Ahda.

Dua anak perempuan itu sebut saja namanya Anis dan Nisa.

Dalam pembagian warisan, bagian masing-masing dari mereka adalah sebagi berikut.

Hadi mendapat 2 bagian.


Huda mendapat 2 bagian.
Ahda mendapat 2 bagian.

Anis mendapat 1 bagian.


Nisa mendapat 1 bagian.

Jika dijumlahkan, semuanya ada 8 bagian. Sehingga, cara menghitung warisan 900 juta
tersebut seperti ini.

2/8 x 900 juta = 225.000.000

1/8 x 900 juta = 112.500.000

Sehingga, dari hasil penghitungan tersebut Hadi, Huda, dan Ahda masing-masing
mendapatkan 2/8 dari seluruh harta waris, yaitu Rp. 225.000.000.

Sedangkan Nisa dan Anis masing-masing mendapatkan 1/8 dari seluruh harta waris,
yaitu Rp. 112.500.000.

Sebagai catatan:
Dalam komposisi keluarga seperti di atas, perwalian Anis dan Nisa menjadi tanggung
jawab Hadi, Huda, dan Ahda.

Artinya jika Anis dan Nisa belum menikah, maka tanggung jawab nafkah mereka berdua
diserahkan kepada Hadi, Huda, dan Ahda.

Kemudian, jika Anis dan Nisa ingin menikah, maka yang bertanggungjawab menikahkan
mereka berdua adalah Hadi, Huda, dan Ahda. Allahu a’lam bish shawab. (dakwah.id)

Konsultasi Fikih Warisan ini diasuh oleh Ustadz Abe Hudan Al-Hasny,


S.Pd.I Pengajar ilmu Faraidh (Fikih Warisan) di Ma’had ‘Aly Al-Islam, Bekasi

Anda mungkin juga menyukai