Kata al-Mawarits berasal dari bahasa Arab mirats bentuk jamaknya adalah al-
Mawarits yang meksudnya “Harta peninggalan yang ditinggalkanoleh simati dan diwarisi
oleh yang lainnya (ahli waris)
Menurut lughah berarti berpindah susuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari satu
kelompok kepada kelompok lain baik harta, ilmu, kesungguhan maupun kemuliaan.
Sedangkan menurut Istilah ”berpindah pemilikan dari orang mati kepada warisnya yang
hidup baik harta, kebun maupun hak yang dibangsakan kepada syara’. Dan sering juga
disebut dengan ilmu faraidh. Karena berkaitan dengan bagian ahli waris yang telah
ditentukan kadar besar kecilnya oleh syara’, oleh karena itu, para ulama memberikan
pengertian yang berbeda-beda namun secara subtansi ada kesamaannya diantaranya :
1. Muhammad al-Syarbani mendefinisikan ilmu faraidh; ilmu figh yang berkaitan dengan
pewarisan, pengetahuan tentang cara perthitungan yang dapat menyelesaikan pewarisan
tersebut, dan pengetahuan tentang bahagian-bahagian yang wajib dari harta peninggalan
bagi setiap pemilik hak waris
2. Hasbi Ash-Shiddieqy mendefinisikan ; Ilmu yang mempelajari tentang siapa yang
mendapatkan warisan dan siapa yang tidak mendapatkannya, kadar yang diterima oleh
tiap-tiap ahli waris, dan cara pembagiannya
3. Mmahyiddin Abdul Hamid mendefinisikan; Ilmu yang membahas tentang kadar (bagian)
dari harta peninggalan bagi setiap orang yang berhak menerimanya (ahli waris.
4. Rifa’i Arif mendefinisikan; Kaidah-kaidah dan pokok-pokok yang membahas tentang
para ahli waris, bagian-bagian yang telah ditentukan bagi mereka dan cara membagikan
harta peninggalan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
Dari definisi diatas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu faraidh atau figh mawaris adalah
ilmu yang membicarakan hal ihwal pemindahan harta peninggalan dari seorang yang telah
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup, baik berkaitan dengan harta yang
ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerimanya, bagian masing-masing ahli waris
maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan.
B. Dasar hukum ilmu Mawaris
Sumber hukum ilmu Waris adalah ;
a. Al-qur’an
1).Surat an-Nisak ayat 7:
Artinya: laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi
orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.
Banyak riwayat yang mengisahkan tentang sebab turunnya ayat-ayat waris, di antaranya yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Suatu ketika istri Sa'ad bin ar-Rabi'
datang menghadap Rasulullah saw. dengan membawa kedua orang putrinya. Ia berkata,
"Wahai Rasulullah, kedua putri ini adalah anak Sa'ad bin ar-Rabi' yang telah meninggal
sebagai syuhada ketika Perang Uhud. Tetapi paman kedua putri Sa'ad ini telah mengambil
seluruh harta peninggalan Sa'ad, tanpa meninggalkan barang sedikit pun bagi keduanya."
Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Semoga Allah segera memutuskan perkara ini." Maka
turunlah ayat tentang waris yaitu (an-Nisa': 11).
Rasulullah saw. kemudian mengutus seseorang kepada paman kedua putri Sa'ad dan
memerintahkan kepadanya agar memberikan dua per tiga harta peninggalan Sa'ad kepada
kedua putri itu. Sedangkan ibu mereka (istri Sa'ad) mendapat bagian seperdelapan, dan
sisanya menjadi bagian saudara kandung Sa'ad.
Dalam riwayat lain, yang dikeluarkan oleh Imam ath-Thabari, dikisahkan bahwa
Abdurrahman bin Tsabit wafat dan meninggalkan seorang istri dan lima saudara perempuan.
Namun, seluruh harta peninggalan Abdurrahman bin Tsabit dikuasai dan direbut oleh kaum
laki-laki dari kerabatnya. Ummu Kahhah (istri Abdurrahman) lalu mengadukan masalah ini
kepada Nabi saw., maka turunlah ayat waris sebagai jawaban persoalan itu.
Masih ada sederetan riwayat sahih yang mengisahkan tentang sebab turunnya ayat waris ini.
Semua riwayat tersebut tidak ada yang menyimpang dari inti permasalahan, artinya bahwa
turunnya ayat waris sebagai penjelasan dan ketetapan Allah disebabkan pada waktu itu kaum
wanita tidak mendapat bagian harta warisan.
b. Al-Hadis;
Artinya: Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang lebih berhak, sesudah itu
sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama (yang lebih dekat) H.R. Bukhari dan
Muslim).
Artinya: Bagikanlah harta warisan di antara ahli waris menurut kitabullah (H.R.
Muslim)