Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEWARISAN GHARAWAIN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Fikih Mawaris

Dosen Pengampu : Muhibbussabry, Lc, MA

Disusun Oleh:
Sem. V/Perbandingan Madzhab
Sinal Sali Doni Ginting (0202191007)
Muhammad Cecha Habibie (0202191016)
Putri Romaito Siregar (0202192026)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2020/2021
KEWARISAN GHARAWAIN
Disusun Oleh :
Muhammad Cecha Habibie
Sinal Sali Doni Ginting
Putri Romaito Siregar

ABSTRAK

Didalam Hukum Kewarisan Islam ada masalah - masalah khusus.


Adapun masalah - masalah khusus yang d imaksud adalah persoalan -
persoalan kewarisan yang penyelesaiannya menyimpang dari
penyelesaian yang biasa, dengan perkataan lain pembagian harta
warisan itu tidak dilakukan sebagaimana biasanya.
Masalah - masalah khusus ini te rjadi diseb abkan adanya
kejanggalan apabila penyelesaian pembagian harta warisan tersebut
dilakukan atau dibagi s ecara bias a. Untuk menghilangkan kejanggalan
tersebut, maka p enyelesaian p embagian h arta w arisan itu dilakukan secara
khusus, dengan kata lain p enyelesaian khusus ini h anya berlaku untuk
persoalan-persoalan yang khusus pula.
Didalam hukum Kewarisan Islam ditemui beberapa persoalan kewarisan
yang harus diselesaikan secara khusus, diantaranya adalah masalah tentang
Gharawain. Didalam Hukum Kewarisan Islam ada masalah - masalah
khusus. Adapun masalah - masalah khusus yang dimaksud adalah persoalan -
persoalan kewarisan yang penyelesaiannya menyimpang dari
penyelesaian yang biasa, dengan perkataan lain pembagian harta
warisan itu tidak dilakukan sebagaimana biasanya.
Masalah - masalah khusus ini te rjadi diseb abkan adanya
kejanggalan apabila penyelesaian pembagian harta warisan tersebut
dilakukan atau dibagi s ecara bias a. Untuk menghilangkan kejanggalan
tersebut, maka p enyelesaian p embagian h arta w arisan itu dilakukan secara
khusus, dengan kata lain p enyelesaian khusus ini h anya berlaku untuk
persoalan-persoalan yang khusus pula.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor -faktor penyebab
munculnya metode al Gharawain. Untuk mengetahui tata cara pembagian
harta warisan dengan metode al Gharawain menurut hukum waris Islam. Dari
hasil penelitian menunjukkan atau secara umum. Untuk menghilangkan
penyimpangan-penyimpangan tersebut maka penyeles aian pembagian harta
warisan dilakukan secara khusus, dengan kata lain penyelesaian khusus ini
hanya berlaku pada persoalan -persoalan khusus saja, misalnya masalah
pewarisan yang harus diselesaikan secara khusus yaitu al Gharawain atau
yang disebut dengan umariyatain adalah masalah dalam ilmu mawaris yaitu
ketika ahli waris hanya terdiri dari suami, ayah dan ibu, atau istri, ayah, dan
ibu.

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Didalam Hukum Kewarisan Islam ada masalah - masalah khusus.


Adapun masalah - masalah khusus yang d imaksud adalah persoalan -
persoalan kewarisan yang penyelesaiannya menyimpang dari penyelesaian
yang biasa, dengan perkataan lain pembagian harta warisan itu tidak
dilakukan sebagaimana biasanya.
Masalah - masalah khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan
apabila penyelesaian pembagian harta warisan tersebut dilakukan atau dibagi
secara biasa. Untuk menghilangkan kejanggalan tersebut, maka penyelesaian
pembagian h arta w arisan itu dilakukan secara khusus, dengan kata lain
penyelesaian khusus ini h anya berlaku untuk persoalan-persoalan yang
khusus pula.
Didalam hukum Kewarisan Islam ditemui beberapa persoalan k ewarisan
yang harus diselesaikan secara khusus, diantaranya adalah masalah tentang
Gharawain.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Gharawain ?
2. Bagaimanakah Pembagian Gharawain Dalam Islam ?
3. Bagaimanakah Pendapat Ulama tentang Masalah Gharawain ?

C. KERANGKA TEORI
1. Maksud Dari Gharawain !
2. Pembagian Gharawain Dalam Islam !
3. Pendapat Ulama tentang Masalah Gharawain !

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GHARAWAIN

Gharawain mufrot dari lafadz ghara yang bermakna “ bintang


cemerlang” kemudian ditsasniahkan menjadi Gharawain yang makn anya
“dua bintang cemerlang”.1 Akan tetapi ada yang memaknai berbeda,
Gharawain dimaknai d ari k ata gharra artinya menipu. Men urut Abd al-
Rahim, dimaknai menipu, karena dalam masalah Gharrawain terjadi
“penipuan” kepada ahli waris ibu. Dimana ahli waris ibu yang men erima
bagian 1/3 dikarenakan tidak ada anak dan atau cucu, bukan menerima 1/3
dari harta warisan, akan tetapi menerima 1/3 dari sisa ketika bersama dengan
dua orang yakni ayah dan suami atau istri.2
Ketika bersama mereka, sejatinya ibu mendapatkan hak warisan 1/3 harta
sehingga menyamai atau melebihi bagian ayah yang s ederajat dengannya.
Namun setelah itu haknya dirubah menjadi 1/3 dari harta setelah diambil ayah
dan suami atau istri terlebih dahulu.
Masalah Gharawain berkaitan erat dengan kasus yang dipu tuskan oleh
syaidina Umar ibn al-Khattab, sehingga kasus ini sering juga disebut dengan
istilah “Umariyatain” yaitu dua masalah yang dipu tuskan cara
penyelesaiannya dan di perkenalkan oleh Syaidina Umar Ibn al K hattab r.a
Gharawain termasuk ke dalam mas alah-masalah khusus. Adapun yang
dimaksud masalah-masalah khusus adalah p ersoalan-persoalan k ewarisan
yang penyelesainnya menyimpang dari penyelesaian yang biasa, dengan kata
lain pembagian harta warisan tidak dilakukan sebagaimana biasanya. Masalah
khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan apabila penyelesaian
pembagian harta warisan tersebut dilakukan atau dibagi secara biasa.

1
Amal hayati, Rizki Muhammad Haris dan Zuhdi Hasibuan, Hukum Warisan ,( Medan : CV Manhaji,
2015), hal 71.
2
Andi Ali Akbar, Fikih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Kota Gajah : Pondok Pesantren Ulum Kauman
Lampung Tengah, h.49
3
Untuk menghilangkan kejanggalan tersebut, maka
pembagian harta warisan itu dilakukan secara khusus, dengan kata lain
penyelesaian khusus ini ha nya berlaku untuk pe rsoalan - persoalan yang
khusus pula.3

B. PEMBAGIAN GHARAWAIN
Kasus Gharawain ini terjadi hanya dalam 2 kondisi atau 2 kemungkinan
saja, yaitu:
1. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli
waris yang tinggal): suami, ibu, dan bapak.
2. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli
waris yang tinggal): istri, ibu dan bapak4
Adapun yang dimaksud dengan ahli waris yang tinggal adalah ahli waris
yang t idak terhijab, karena boleh jadi ahli waris yang lain masih ada, akan
tetapi terhijab oleh b apak. Jadi apakah suatu kasus warisan itu merupakan
kasus Gharawain atau tidak, diket ahui setelah ditentukan siapa saja yang
menjadi ahli w aris d ari si meningg al, k emudian siapa yang te rhijab, dan
ternyata ahli waris yang berhak untuk mendapat warisan hanyalah ( terdiri)
suami, ibu, dan bapak atau istri, ibu dan bapak.
Apabila ternyata ahli waris yang b erhak untuk mendapatkan warisan
hanya terdiri dari suami, ibu dan bapak atau istri, ibu dan bapak maka
dapatlah dipastikan bahwa persoalan kewarisan tersebut adalah persoalan
yang khusus (istimewa) yang diistilahkan dengan gharawain.
Contoh Kondisi atau Kemungkinan Pertama:
Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 6
Suami 1 ½ 3
Ibu 1 1/3 2
1
Bapak 1 1/6 + Ashobah
6/6

3
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, HUKUM WARIS ISLAM (Lengkap dan Praktis),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 137.
4
Ibid, h.98
4
Apabila penyelesaiannya dilakukan seperti di atas terlihat hasilnya bahwa
untuk ibu adalah 1/3 x 6 = 2, sedangkan bapak hanya memperoleh 1. Padahal
semestinya pendapatan bapak haruslah lebih besar dari pendapatan ibu. Sebab
bapak selain sebagai ashabul furudh juga me rupakan ashabah (dapat
menghabisi seluruh harta).
Jadi persoalan al-Gharawain ini terletak pada pendapatan ibu yang lebih
besar dari pendapatan bapak. Untuk menghilangkan kejanggalan ini haruslah
diselesaikan secara kh usus, yaitu pendapatan ibu bukanlah 1/3 dari harta
warisan melainkan hanya 1/3 dari sisa harta.
Adapun yang di maksud dengan sisa harta adalah keseluruhan harta

warisan setelah dikurangi bagian yang harus diterima oleh suami atau istri.5
Dengan demikian penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 6


Suami 1 1/2 3 (sisa = 3)
Ibu 1 1/3 (dari sisa) 1/3 x 3 = 1
1+1=2
Bapak 1 1/6 + Ashabah
6/6

Contoh Kemungkinan atau Kondisi yang Kedua:

Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 12


Istri 1 1/4 3
Ibu 1 1/3 4
5
Bapak 1 1/6 + Ashabah
12/12

Penyelesaian kasus seperti di atas adalah salah, sebab persoalan ini


merupakan persoalan gharawain, dan semestinya haruslah diselesaikan
sebagai berikut:

5
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, HUKUM WARIS ISLAM (Lengkap dan
Praktis), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 139.

4
Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 12
Istri 1 1/4 3 (sisa = 9)
Ibu 1 1/3 (dari sisa) 1/3 x 9 = 3
5+1=6
Bapak 1 1/6 + Ashabah
12/12

Yang p erlu diingat, bahwa untuk memudahkan dalam penyelesaiannya


tempatkan suami atau istri di tempat yang paling atas, sebab 1/3 dari sisa
merekalah (setelah dikeluarkan bagian mereka) untuk bagian ibu.
Namun, apabila si mayit meninggalkan (ahli warits) is tri lebih dari satu
orang maka akan mengakibatkan perbandingan jumlah ahli warits (istri)
dengan jumlah bagian yang mereka peroleh tidak akan pas (pecahan), maka
untuk penyelesainya haruslah dicari Sah Masalah (SM) .
Misalnya istri yang ditinggalkan oleh suami yang meninggal adalah dua
orang, maka penyelesainya sebagai berikut :
Asal
Sah Masalah
Ahli Waris Jumlah Bagian Masalah
24
12 x 2
Istri 2 ¼ 3 (sisa =9) 6
Ibu 1 1/3 dari sisa 1/3 x 9 = 3 (2) 6
Bapak 1 1/6 + ashabah 6 12
12/12 24/24

Untuk menentukan Sah Masalahnya lakukan :


Sah Masalah = 2 (jumlah AW) x Asal Masalah (AM) = 2 x 12 = 24
Jadi, hasil akhirnya
2 istri =6
1 istri = ½ x 6 = 3/24 dari harta.
Ibu = 6/24 dari harta.
Bapak = 12/24 dari harta.

5
C. PENDAPAT ULAMA TENTANG MASALAH GHARRAWAIN
Dari kalangan sahabat yang menduku ng p endapat Umar ibn al-Khattab
adalah Zaid ibn Tsabit dan Ali ibn Abi Thalib, kemudian diikuti oleh Jumhur
Ulama. Adapun argumentasi yang dikemu kakan oleh Jumhur Ulama adalah
jika ahli waris terdiri dari ibu dan bapak, maka ibu mendapatkan 1/3 dan
bapak sisanya, yaitu 2/3. Sehingga dalam hal ini sesuai dengan prinsip
„bagian laki-laki 2 (dua) bagian perempuan 1 (satu)‟. Menurut mereka hal ini
juga b erlaku jika ada ahli waris lain dan bapak menerima bagian ashabah
(sisa). Akan tetapi dalam masalah Gharawain ini, ada ulama yang tidak
sependapat, yaitu s ahabat Ibn Abb as, Qadli Syuraih, Dawwud ibn Sirrin d an
Jama‟ah. Argumentasi yang mereka kemukakan adalah ibu menerima bagian
tertentu yaitu 1/3 dan bapak sisanya. Bagian sisa adalah bagian yang t idak
tertentu jumlah penerimaannya, kadang menerima bagian yang jumlahnya
banyak, akan tetapi terkadang menerima bagian yang sedikit. Penerimaan
tersebut merupakan konsekuensi penerima bagian sisa.6
Berkaitan dengan dua pendapat tersebut, maka dapat diberikan contoh
dalam pembagian warisan kasus Gharawain sebagai berikut:
1. Menurut Ibnu Abbas
Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Suami 1/2 3 3/6 x 360.000.000 = 180.000.000
Ibu 1/3 2 2/6 x 360.000.000 = 120.000.000
Bapak Ash 1 1/6 x 360.000.000 = 60.000.000
6 Jumlah = 360.000.000

Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Istri 1/4 3 3/12 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1/3 4 4/12 x 360.000.000 = 120.000.000
Bapak Ash 5 5/12 x 360.000.000 = 150.000.000
12 Jumlah = 360.000.000

6
Suhairi, Fikih Mawaris, (Yogyakarta: Idea Press, 2013) hlm. 89.

6
Ahli SM
Jlh Bagian 12 AM HW Penerimaan
Waris (2)
Istri 2 1/4 3 3/12 6/24 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1 1/3 3 3/12 6/24 x 360.000.000 = 90.000.000
Bapak 1 Ash 6 6/12 12/24 x 360.000.000 = 180.000.000
12 Jumlah = 360.000.000

Dalam hal ini hak yang diterima ahli warits (istri) dibagi dua maka
½ x 90.000.000 = 45.000.000/AW

2. Jika diselesaikan menurut Umar ibn al-Khattab


Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Suami 1/2 3 3/6 x 360.000.000 = 180.000.000
Ibu 1/3 2 2/6 x 180.000.000 = 60.000.000
Bapak Ash = 120.000.000
Jumlah = 360.000.000

Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Istri 1/4 3 3/12 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1/3 4 4/12 x 270.000.000 = 90.000.000
Bapak Ash = 180.000.000
Jumlah = 360.000.000
Ahli SM
Jlh Bagian 12 AM HW Penerimaan
Waris (2)
Istri 2 1/4 3 3/12 6/24 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1 1/3 3 3/12 6/24 x 270.000.000 = 67.500.000
Bapak 1 Ash 6 = 202.500.000
12 Jumlah = 360.000.000
Dalam hal ini hak yang diterima ahli warits (istri) dibagi dua maka
½ x 90.000.000 = 45.000.000/AW

7
Berkaitan dengan kasus Gharawain ini, maka di Indonesia me ngikuti
pendapat Umar atau Jumhur Ul ama. Hal tersebut sebagaimana diket entuan
dalam Pasal 178 Kompilasi Hukum Islam:
1. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih.
Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat
sepertiga bagian.
2. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau

duda bila bersama-sama dengan ayah.7


Hal ini sesuai firman Allah SWT QS An-Nisa ayat 11
Jika orang yang meninggal itu tidak mempunyai saudara-saudara laki-
laki atau saudara - saudara perempuan dua orang atau lebih baik saudara-
saudara sekandung, seayah atau seibu baik laki - laki atau perempuan, mereka
mendapat waris atau terhalang. Didalam firman-Nya bahwasanya.8

Allah mewajibkan atas kamu tentang anak – anak kamu,bahwa seorang


anak laki laki dapat bagian dua anak perempuan. QS An-Nisa ayat 11)
Anak laki laki mendapatkan dua b agian dan anak perempuan
mendapatkan satu bagian, dari semua harta orang tua mereka, jika tidak ada
ahli warits lain, atau mereka mendapatkan sisa (ashobah), jika ada ahli waris
lain yang b agianya tertentu. Jika tidak ada anak, maka cucu menggantikan
anak tentang mendapatkan warisan itu. Begitulah seterusnya, ashal saja dari
pihak laki laki.

Tetapi jika anak anak ( yang jadi ahli warits) itu, perempuan (dua orang)
atau lebih dari dua orang maka mereka mendapat dua pertiga dari apa ynag
ditinggalkan (oleh bapaknya). (QS An-Nisa ayat 11)

7 Suhairi, Fikih Mawaris, (Yogyakarta: Idea Press, 2013) hlm. 91.


8
A. Hasan, Al Fara,id Ilmu Pembagian Warisan, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1992), hal 15
8
Dan jika (anak perempuan itu hanya ) seorang maka ia mendapatkan
setengah. (QS An-Nisa ayat 11)

Tetapi jika simayit tidak mempunyai anak, dan menjadi ahli warisnya
(hanya)ibu dan bapak, maka bagi ibunya sepertiga. (QS An-Nisa ayat 11)

Ibu mendapatkan sepertiga, dan selebihnya didapat ayah sebagai


„ashobah, jika si mayit tidak meinggalkan anak laki - laki, cucu laki - laki dan
tidak meninggalkan ahli warits lain.

Tetapi jika (si mayit) ada mempunyai saudara – saudara, maka


ibunya mendapat seperenam. (QS An-Nisa ayat 11)
Saudara laki-laki seibu bila ia seorang diri mendapat waris seperenam.
Begitu juga, saudara perempuan seibu bila ia seorang diri ia mendapat
warisan seperenam bagian. Dan perempuan seibu mendapat bagian sama
besar (tidak memb edakan bagian antara lak i-laki dan perempuan). Lain
halnya dengan saudara laki-laki d an s audara perempuan sekandung atau
seayah kewarisan mereka tidak sama antara bagian lak i-laki dan perempuan.
Laki-laki mendapat dua k ali lipat bagian perempuan. Pada d asarnya b agian
waris seorang ibu apabila bersama ayah sepertiga dari semua harta.
Kedua mas alah ini dinamakan juga mas alah Gharawain, di dalam
masalah tersebut seorang ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil
oleh bagian suami atau istri bukan sepertiga dari seluruh harta warisan.
Dalam masalah gharawain, yaitu jika s eorang perempuan menin ngal dan
meninggalkan suami, bapak dan ibu, ibu mendapatkan b agian sepertiga dari
sisa. Namun, apabila k edudukan ayah ditempati oleh kakek (karena b apak
telah terlebih dahulu meninggal) ibu tetap mendapatkan bagian sepertiga dari
seluruh harta warisan, menurut ijma‟.
Dapat dikatakan pula masalah Gharawain apabila seorang suami
meninggal dunia dengan meninggalkan istri, bapak dan ibu maka ibu
9
mendapat bagian sepertiga dari si sa harta is tri. Namun, apabila kedudukan
bapak diganti oleh kakek (karena bapak terlebih dahulu meninggal) maka ibu
tidak mendapat bagian sepertiga si sa n amun mendapat bagian sepertiga dari
seluruh harta, menurut ijma‟.
Didalam hukum
waris Islam mempunyai beberapa penyelesaian pembagian
warisan ada yang diselesaiakan secara umum dan ada masalah -masalah
khusus.
Adapun masalah-masalah khusus. Masalah
-masalah khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan dan menyalahi
ketentuan dalam AlQur ‟an apabila penyelesaian pembagian harta warisan
tersebut dilakukan secara biasa atau secara umum. Untuk mengh ilangkan
kejanggalan tersebut, maka penyelesaian pembagian harta warisan itu
dilakukan secara khusus, dengan kata lain penyelesaian khusus ini hanya
berlaku untuk persoalan -persoalan yang khusus pula, misalnya sebuah
persoalan kewarisan yang harus diselesaikan secara khusus, yaitu al
Gharawain atau yang disebut umariyatain merupakan permasalahan pada ilmu
mawaris yang manakala ahli waris hanya terdiri dari suami, ayah dan ibu,
ataupun istri, ayah, dan ibu.

Ada perbedaan pendapat tentang permasalahan


al Gharawain
ini:
1.Menurut Umar r.a, yang kemudian diikuti oleh para sahabat Sesuai dengan
nash Al Qur‟an, bila ahli warisnya hanya ibu dan ayah saja, ibu mendapat
bagian ⅓ dan Ayah menerima sisanya, yaitu ⅔,denganperbandingan1:2.
Ketentuan ini tidak berlaku bila ibu -ayah mewarisi bersama -sama dengan
salah seorang suami istri. Kalau ini dijalankan, bagian ibu tentu melebihi
dari separuh bagian ayah.
2.Ibnu Abbas r.a, berpendapat bahwa ibu dalam kedu a masalah tersebut
mendapat
bagian ⅓ harta peninggalan.
3.Ibnu Sirin dan Abu T saur mengatakan bahwa dalam masalah pertama,
suami bersama -sama dengan ibu dan ayah maka ibu mendapat ⅓ sisa harta
peninggalan.
Adapun dalam masalah yang kedua, istri bersama-sama ibu dan ayah, maka
ibu mendapatkan ⅓ harta peninggalan.
Masalah al gharawain terjadi hanya dalam dua kemungkinan, yaitu sebagai
berikut: Jika seorang yang meninggal dunia memiliki ahli waris suami, ibu, dan
ayah.
Jika Seorang meninggal memiliki ahli waris istri, ibu,dan ayah.PrinsipDasarnya
adalah bagian laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi


dalam kitab Matnur Rahabiyyah-nya menuliskan:
10
‫ ﻓﻼ ﺗﻜﻦ ﻋﻦ اﻟﻌﻠﻮم ﻗﺎﻋﺪا‬... ‫ ﻓﺜﻠﺚ اﻟﺒﺎﻗﻲ ﻟﮭﺎ ﻣﺮﺗﺐ وھﻜﺬا ﻣﻊ زوﺟﺔ ﻓﺼﺎﻋـﺪا‬... ‫وإن ﯾﻜـــﻦ زوج وأم وأب‬

Artinya:
“Bila ada ahli waris suami, ibu dan bapak Maka sepertiga sisa bagi ibu
diurutkan Demikian pula bersama satu istri atau lebih Janganlah pengetahuan
itu kau tinggalkan”9
Dari dua bait di atas dapat dipahami bahwa apabila terjadi dua kasus
pembagian warisan di mana ahli warisnya terdiri dari suami, ibu dan bapak
atau terdiri dari istri, ibu dan bapak, maka sang ibu mendapat bagian 1/3 sisa
dari asal masalah yang sebelumnya telah diambil lebih dahulu oleh suami atau
istri. Kedua kasus seperti inilah yang disebut dengan masalah gharawain.
Sebagaimana diketahui bahwa seorang ibu apabila tidak bersama dengan anak
atau cucunya si mayit ia bisa mendapatkan bagian 1/3 dari harta w arisan yang
ada. Bagian 1/3 ini diambil langsung oleh ibu dari asal masalah yang ada.
Namun demikian bila terjadi dua kasus sebagaimana di atas maka ibu tidak
diberi bagian 1/3 langsung dari asal masalah namun 1/3 dari sisa asal masalah
setelah diambil ol eh suami atau istri. Untuk lebih jelasnya masalah gharawain
ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Penyelesaian masalah Gharrawain terjadi apabila di dalam pembagian
warisan, ahli warisnya terdiri dari:
 suami ibu dan ayah
 istri ibu dan ayah

contoh:
a. seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan seorang suami
kok ma ibu dan ayah.

Suami : ½ = 1/2 × 6 = 3
Ibu : 1/3 = 1/3 × 6 = 2
Ayah : ashabah 6-5 = 1
b. Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri, ibu
dan ayah.
Istri : ¼ = ¼ × 12 = 3
9
(Muhammad bin Ali Ar -Rahabi, Matnur Rahabiyyah dalam ar -Rabahiyyatud Dîniyyah, Semarang, Toha Putra, tanpa
tahun, halaman 22)

11
Ibu : 1/3 = 1/3 × 12 = 4
Ayah : ashabah = 12 – 7 = 5

Pada kedua contoh diatas, Ayah mendapatkan bagian yang lebih kecil dari
ibu (contoh 1) dan mendapat bagian yang hampir sama dengan bagian ibu
(contoh dua). Sedangkan apabila tidak ada suami atau istri, Ayah mendapatkan
2/3 dan Ibu 1/3, Serta adanya ketentu an bagian laki -laki dua kali bagian
perempuan. Maka dalam masalah ini, bagian Ibu bukan 1/3 melainkan
10
sepertiga sisa atau (tsulusul baqi). Dengan demikian penyelesaian contoh
diatas adalah:
Contoh 1
Suami : ½ = ½ × 6 = 3
Ibu : 1/3 sisa = 1/3 × (6-3) = 1
Ayah : ashabah 6 – 4 = 2
Contoh 2
Istri : ¼ = ¼ × 4 = 1
Ibu : 1/3 sisa = 1/3 × (4-1) = 1
Ayah : ashabah 4 – 2 = 2

10
Haries, Akhmad. 2019. Hukum Kewarisan Islam (edisi revisi). Yogyakarta. Ar-Ruzz Media

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gharawain mufrot dari lafadz ghara yang bermakna “bintang
cemerlang” kemudian ditsasniahkan menjadi Gharawain yang makn anya
“dua bintang cemerlang” atau sering dikenal juga dengan sebutan
Umariyatain maksudnya dua masalah yang diputuskan cara penyelesainya
dan diperkenalkan oleh Syaidina Umar Ibn Al Khattab r.a.
Adanya mas alah gharawain ini terjadi karena pada d asarnya bagian
wanita dalam masalah kewarisan tidak ada yang menyamai atau bahkan
melebihi bagian laki - laki yang s ederajat dengannya. Oleh karena itu
Syaidina Um ar Ibn Al Khattab R.A mem ecahkan masalah te rsebut dengan
menggunakan gharawain, dimana bagian ibu diubah ketika tidak ada anak
dari 1/3 harta menj adi 1/3 dari sisa h arta, ketika ahli waris (ibu) bersama
dengan dua orang yaitu ayah dan suami atau istri.
Jumhur Ulama sependapat dengan Syaidina Umar Ibn Al Khattab R.A,
jka ahli waris terdiri dari ibu dan bapak, maka ibu mendapatkan 1/3 dan
bapak sisanya, dalam hal ini sesuai dengan prinsip „bagian laki-laki dua dan
perempuan satu‟. Sebagaiman yang tertuang dalam Q.S An Nisa‟ ayat 11

Allah mewajibkan atas kamu tentang anak – anak kamu,bahwa seorang


anak laki laki dapat bagian dua anak perempuan. Tetapi jika anak anak (
yang jadi ahli warits) itu, perempuan (dua orang) atau lebih dari dua orang
maka mereka mendapat dua pertiga dari apa yang ditinggalkan (oleh
bapaknya). Dan jika (anak perempuan itu hanya ) seorang maka ia
mendapatkan setengah, tetapi jika simayit tidak m empunyai anak, dan

13
menjadi ahli wari snya (hanya)ibu dan bapak, ma ka bagi i bunya
sepertiga.Tetapi jika (si mayit) ada mempunyai saudara – saudara, maka
iunya mendapat s eperenam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Andi Ali. fiqh mawaris Hukum Kewarisan Islam. Kotagajah : Pondok
Pesantren Ulum Kauman. Lampung Tengah.

Hasan, A.. Al Fara.id Ilmu Pembagian Warisan. .Surabaya : Pustaka Progressif.


1992.

Hayati, Amal. Rizki Muhammad Haris dan Zuhdi Hasibuan. Hukum Warisan.
Medan : CV Manhaji. 2015.

Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simanjuntak. HUKUM WARIS ISLAM (Lengkap


dan Praktis). Jakarta: Sinar Grafika. 2004.

Suhairi. Fikih Mawaris. Yogyakarta: Idea Press. 2013.

Ibid, h.98

15

Anda mungkin juga menyukai