Anda di halaman 1dari 9

MASALAH-MASALAH KHUSUS DALAM PERHITUNGAN PEMBAGIAN HARTA WARIS 3.2.2.

3.2.2. Kakek mendapat 1/3 dari sisa harta warisan setelah diambil ahli waris lain selain
saudara
Berikut akan dibahas tentang masalah-masalah khusus dalam perhitungan waris yang merupakan masalah 3.2.3. Muqosamah dari sisa, antara kakek dan saudara yaitu berbagi sama antara kakek
ijtihadiyah yang senantiasa menjadi persoalan kontroversial yang tidak berkesudahan. Masalah khusus ini dengan saudara-saudara (jika saudaranya perempuan maka berlaku perinsip “ bagi laki-
banyak, tetapi yang akan dibahas adalah masalah-maslah yang sudah masyhur dikalangan ulama fardliyun, laki dua bagian perempuan”
yaitu antara lain :
4. Masalah kewarisan anak dalam kandungan
1. Masalah Gorrowain .
Bayi yang masih dalam kandungan ibunya sudah termasuk ahli waris yang berhak menerima harta
Masalah Gorrowain terjadi pada dua keadaan, yaitu : waris dengan syarat :
1.1. Apabila ahli waris terdiri dari suami, ibu dan bapak, atau 4.1. Ketika pewaris meninggal, anak yang ada dalam kandungan ibunya dapat dipastikan
1.2. Apabila ahli waris terdiri dari isteri, ibu dan bapak. keberadaannya, walaupun masih dalam bentuk embrio
Permasalahan yaitu, dimana ibu dengan fardl 1/3 dari harta peninggalan mendapat bagian lebih besar 4.2. Ketika dilahirkan anak tersebut dalam keadaan hidup, salah satu tanda adanya kehidupan
dari bapak yang mendapat ‘ashobah, yang seharusnya bagian bapak harus lebih besar yaitu dua kali adalah ketika dilahirkan bayi tersebut menangis atau berteriak. 22)
lipat dari ibu, karena berlaku perinsip “bagi laki-laki dua bagian dari perempuan”. Bagian untuk anak yang masih dalam kandungan ibunya adalah bagian terbesar dari berbagai
Cara penyelesaiannya yaitu, ibu diberikan 1/3 dari sisa harta setelah diambil oleh suami atau isteri dan perkiraan keadaan bayi dalam kandungan. Apakah laki-laki atau perempuan dengan berbagai
bapak diberikan ‘ashobah. kemungkinannya, seperti laki-laki tunggal atau banyak dan perempuan tunggal atau banyak.

2. Masalah Musyarokah. 5. Masalah kewarisan orang yang hilang (mafqud)

Masalah Musyarokah terjadi apabila ahli waris terdiri dari : Suami yang mendapatkan fardl ½, Ibu 1/6, Mafqud atau orang hilang adalah orang yang tidak diketahui keberadaannya, apakah dia masih hidup
dua saudara seibu mendapat 1/3 dan saudara sekandung mendapat ‘ashobah. atau sudah meninggal. Dalam kewarisan status orang mafqud terbagi menjadi dua, yaitu :
Permasalahannya pada kasus tersebut terjadi kejanggalan dimana saudara sekandung yang mendapat 5.1. Mafqud berstatus sebagai pewaris, apabila dalam kepergiannya meninggalkan harta dan ahli
‘ashobah tidak kebagian harta waris, sedangkan saudara seibu mendapat harta waris. warisnya bermaksud memanfaatkan harta peninggalannya.
Cara penyelesaiannya yaitu dengan cara musyarokah yakni dua saudara seibu dan saudara sekandung 5.2. Mafqud berstatus sebagai ahli waris, apabila ada kerabatnya sebagai pewaris meninggal dunia.
berserikat dalam 1/3 (yang semula bagian dua saudara seibu). Apabila mafqud berstatus sebagai pewaris dan dia meninggalkan harta, para ulama sepakat bahwa
hartanya harus ditahan sampai ada kejelasan beritanya, atau sampai ada keputusan hakim yang
3. Masalah Kakek bersama Saudara berhak mengeluarkan keputusan kematiannya. Sejak ada keputusan dari hakim bahwa orang tersebut
dinyatakan mati, maka hartanya dapat dibagikan kepada ahli warisnya.
Al-Qur’an dan hadits tidak menjelaskan secara khusus tentang pewarisan antara kakek dengan saudara Apabila mafqud berstatus sebagai ahli waris, maka pembagian harta waris harus ditangguhkan
baik sekandung atau seayah, hal ini menimbulkan perbedaan pendapat ulama tentang kedudukan sampai ada kejelasan beritanya, atau sampai ada keputusan hakim yang berhak mengeluarkan
kakek, apakah kakek dapat menduduki posisi bapak disaat bapak tidak ada, sehingga kakek dapat keputusan kematiannya, dan orang tersebut dianggap mati terhitung sejak ia hilang.
menghijab saudara-saudara atau tidak ?
Jumhur ulama berpendapat bahwa kakek hanya dapat menghijab saudara seibu, tetapi tidak dapat 6. Masalah kewarisan anak Zina dan Li’an.
menghijab saudara sekandung dan seayah, sehingga saudara sekandung dan seayah dapat mewarisi
bersama kakek. Yang dimaksud dengan anak Zina disini adalah anak yang dilahirkan bukan dari hubungan nikah yang
Untuk penyelesaian masalah kakek bersama saudara tersebut ada dua prinsip, yaitu : sah menurut syara’, sedangakan anak Li’an adalah anak yang dilahirkan dari hubungan suami isteri
yang sah, namun suami tidak mengakui anak tersebut sebagai keturunannya atau suami menuduh
3.1. Apabila ahli waris hanya terdiri dari kakek dan saudara, tidak bersama ahli waris lain, maka bagian isterinya berbuat zina, dan hakim telah memutuskan bahwa anak tersebut bukan nasabnya, setelah
kakek yaitu mencari yang lebih menguntungkan dari dua kemungkinan, yaitu : suami isteri itu melakukan sumpah li’an.
3.1.1. Kakek mendapat 1/3 dari harta warisan, atau Jumhur ulama berpendapat bahwa dari segi kekerabatan anak zina dan anak li’an hubungan
Muqosamah, yaitu berbagi sama antara kakek dengan saudara-saudara (jika saudaranya kekerabatannya dinasabkan kepada ibunya, sehingga anak zina dan anak li’an dapat mewarisi dari ibu
perempuan maka berlaku perinsip “ bagi laki-laki dua bagian perempuan”) dan kerabatnya, dan ibu beserta kerabatnya dapat mewarisi darinya.

3.2. Apabila ahli waris terdiri dari kakek, saudara dan ahli waris lainnya, maka bagian kakek yaitu
mencari yang lebih menguntungkan dari tiga kemungkinan, yaitu :
3.2.1. Kakek mendapat 1/6 dari harta peninggalan
MASALAH-MASALAH KHUSUS DALAM PERHITUNGAN PEMBAGIAN HARTA WARIS 8.2.2. Kakek mendapat 1/3 dari sisa harta warisan setelah diambil ahli waris lain selain
saudara
Berikut akan dibahas tentang masalah-masalah khusus dalam perhitungan waris yang merupakan masalah 8.2.3. Muqosamah dari sisa, antara kakek dan saudara yaitu berbagi sama antara kakek
ijtihadiyah yang senantiasa menjadi persoalan kontroversial yang tidak berkesudahan. Masalah khusus ini dengan saudara-saudara (jika saudaranya perempuan maka berlaku perinsip “ bagi laki-
banyak, tetapi yang akan dibahas adalah masalah-maslah yang sudah masyhur dikalangan ulama fardliyun, laki dua bagian perempuan”
yaitu antara lain :
9. Masalah kewarisan anak dalam kandungan
1.Masalah Gorrowain .
Bayi yang masih dalam kandungan ibunya sudah termasuk ahli waris yang berhak menerima harta
Masalah Gorrowain terjadi pada dua keadaan, yaitu : waris dengan syarat :
6.1. Apabila ahli waris terdiri dari suami, ibu dan bapak, atau 9.1. Ketika pewaris meninggal, anak yang ada dalam kandungan ibunya dapat dipastikan
6.2. Apabila ahli waris terdiri dari isteri, ibu dan bapak. keberadaannya, walaupun masih dalam bentuk embrio
Permasalahan yaitu, dimana ibu dengan fardl 1/3 dari harta peninggalan mendapat bagian lebih besar 9.2. Ketika dilahirkan anak tersebut dalam keadaan hidup, salah satu tanda adanya kehidupan
dari bapak yang mendapat ‘ashobah, yang seharusnya bagian bapak harus lebih besar yaitu dua kali adalah ketika dilahirkan bayi tersebut menangis atau berteriak. 22)
lipat dari ibu, karena berlaku perinsip “bagi laki-laki dua bagian dari perempuan”. Bagian untuk anak yang masih dalam kandungan ibunya adalah bagian terbesar dari berbagai
Cara penyelesaiannya yaitu, ibu diberikan 1/3 dari sisa harta setelah diambil oleh suami atau isteri dan perkiraan keadaan bayi dalam kandungan. Apakah laki-laki atau perempuan dengan berbagai
bapak diberikan ‘ashobah. kemungkinannya, seperti laki-laki tunggal atau banyak dan perempuan tunggal atau banyak.

7. Masalah Musyarokah. 10. Masalah kewarisan orang yang hilang (mafqud)

Masalah Musyarokah terjadi apabila ahli waris terdiri dari : Suami yang mendapatkan fardl ½, Ibu 1/6, Mafqud atau orang hilang adalah orang yang tidak diketahui keberadaannya, apakah dia masih hidup
dua saudara seibu mendapat 1/3 dan saudara sekandung mendapat ‘ashobah. atau sudah meninggal. Dalam kewarisan status orang mafqud terbagi menjadi dua, yaitu :
Permasalahannya pada kasus tersebut terjadi kejanggalan dimana saudara sekandung yang mendapat 10.1.Mafqud berstatus sebagai pewaris, apabila dalam kepergiannya meninggalkan harta dan ahli
‘ashobah tidak kebagian harta waris, sedangkan saudara seibu mendapat harta waris. warisnya bermaksud memanfaatkan harta peninggalannya.
Cara penyelesaiannya yaitu dengan cara musyarokah yakni dua saudara seibu dan saudara sekandung 10.2.Mafqud berstatus sebagai ahli waris, apabila ada kerabatnya sebagai pewaris meninggal dunia.
berserikat dalam 1/3 (yang semula bagian dua saudara seibu). Apabila mafqud berstatus sebagai pewaris dan dia meninggalkan harta, para ulama sepakat bahwa
hartanya harus ditahan sampai ada kejelasan beritanya, atau sampai ada keputusan hakim yang
8. Masalah Kakek bersama Saudara berhak mengeluarkan keputusan kematiannya. Sejak ada keputusan dari hakim bahwa orang tersebut
dinyatakan mati, maka hartanya dapat dibagikan kepada ahli warisnya.
Al-Qur’an dan hadits tidak menjelaskan secara khusus tentang pewarisan antara kakek dengan saudara Apabila mafqud berstatus sebagai ahli waris, maka pembagian harta waris harus ditangguhkan
baik sekandung atau seayah, hal ini menimbulkan perbedaan pendapat ulama tentang kedudukan sampai ada kejelasan beritanya, atau sampai ada keputusan hakim yang berhak mengeluarkan
kakek, apakah kakek dapat menduduki posisi bapak disaat bapak tidak ada, sehingga kakek dapat keputusan kematiannya, dan orang tersebut dianggap mati terhitung sejak ia hilang.
menghijab saudara-saudara atau tidak ?
Jumhur ulama berpendapat bahwa kakek hanya dapat menghijab saudara seibu, tetapi tidak dapat 11. Masalah kewarisan anak Zina dan Li’an.
menghijab saudara sekandung dan seayah, sehingga saudara sekandung dan seayah dapat mewarisi
bersama kakek. Yang dimaksud dengan anak Zina disini adalah anak yang dilahirkan bukan dari hubungan nikah yang
Untuk penyelesaian masalah kakek bersama saudara tersebut ada dua prinsip, yaitu : sah menurut syara’, sedangakan anak Li’an adalah anak yang dilahirkan dari hubungan suami isteri
yang sah, namun suami tidak mengakui anak tersebut sebagai keturunannya atau suami menuduh
8.1. Apabila ahli waris hanya terdiri dari kakek dan saudara, tidak bersama ahli waris lain, maka bagian isterinya berbuat zina, dan hakim telah memutuskan bahwa anak tersebut bukan nasabnya, setelah
kakek yaitu mencari yang lebih menguntungkan dari dua kemungkinan, yaitu : suami isteri itu melakukan sumpah li’an.
8.1.1. Kakek mendapat 1/3 dari harta warisan, atau Jumhur ulama berpendapat bahwa dari segi kekerabatan anak zina dan anak li’an hubungan
Muqosamah, yaitu berbagi sama antara kakek dengan saudara-saudara (jika saudaranya kekerabatannya dinasabkan kepada ibunya, sehingga anak zina dan anak li’an dapat mewarisi dari ibu dan
perempuan maka berlaku perinsip “ bagi laki-laki dua bagian perempuan”) kerabatnya, dan ibu beserta kerabatnya

8.2. Apabila ahli waris terdiri dari kakek, saudara dan ahli waris lainnya, maka bagian kakek yaitu
mencari yang lebih menguntungkan dari tiga kemungkinan, yaitu :
8.2.1. Kakek mendapat 1/6 dari harta peninggalan
Masalah Gharrawain kandung perempuan digugurkan karena tidak ada sisa harta waris.
1. Menurut pendapat Umar RA yang kemudian diikuti oleh Usman bin Affan RA, Zaid
Akan tetapi, dalam kasus ini Zaid bin Tsabit r.a. memvonis dengan menyalahi kaidah yang
bin Tsabit RA, Ibnu Masud RA, para Fuqaha dan para Ahli Ra’yi, Seperti al-Hasan, ada. Dia memberi saudara kandung setengah (1/2) bagian, dan menaikkan masalahnya dari
Al-Tsaury, Imam Malik dan Imam Syafi’I, bahwa dalam masalah gharrawain, ibu enam (6) menjadi sembilan (9). Kemudian ia menyatukan hak saudara kandung perempuan
mendapat 1/3 sisa (tsulutsul baqi) dengan saham kakak, dan membaginya menjadi bagian laki-laki dua kali lipat bagian wanita.
2. Ibnu Abbas RA berpendapat bahwa dalam kedua masalah (suami, ibu, bapak dan Setelah ditashih, masalahnya menjadi dua puluh tujuh (27), dan pembagiannya seperti
berikut: suami mendapat sembilan (9) bagian, ibu enam (6) bagian, kakek delapan (8)
istri, ibu, bapak), bagian ibu adalah 1/3 (ketentuan asal) bagian, dan saudara kandung perempuan empat (4) bagian.
3. Ibnu Sirin dan Abu Tsaur berpendapat bahwa dalam malasah (1) suami, ibu dan
Dalam hal ini Imam Malik dan Imam Syafi'i mengikuti apa yang pernah dilakukan Zaid bin
bapak, bagian ibu adalah 1/3 dari sisa, (2) istri, ibu dan bapak, ibu mendapat 1/3. Tsabit, sehingga menjadikannya sebagai keputusan ijtihad dalam fiqih kedua imam tersebut.
Berikut ini saya sertakan tabelnya, dari mulai yang sesuai dengan kaidah aslinya hingga
Masalah Jadd Ikhwat setelah ditashih.
1. Abu Bakar as-Shiddiq, Ibnu Abbas, Ibnu Umar RA, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Abu Masalahnya adalah dari enam (6)
Hanifah berpendapat bahwa kakek sama dengan ayah dalam menghijab
Suami mendapat setengah (1/2) secara fardh 3
(menghalangi warisan) pada semua saudara.
2. Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit dan beberapa sahabat, Imam Ibu mendapat sepertiga (1/3) secara fardh 2
Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal, berpendapat bahwa kakek dapat
menghijab saudara seibu, seperti ayah. Tetapi tidak menghijab saudara Kakek mendapat seperenam (1/6) sisanya/fardh-nya 1
sekandung dan saugara seayah, karena status kakek setarap dengan saudara
Saudara kandung perempuan mahjub 0
sekandung dan seayah.
Adapun tabel setelah ditashih menurut al-akdariyah seperti berikut:
Masalah al-Akdariyah
Masalahnya naik dari enam (6) menjadi dua puluh tujuh (27)
Istilah al-akdariyah muncul karena masalah ini berkaitan dengan salah seorang wanita dari Bagian suami menjadi 9
bani Akdar.
Sedangkan sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutan masalah ini dengan istilah al- Bagian ibu menjadi 6
akdariyah --yang artinya 'kotor' atau 'mengotori'-- disebabkan masalah ini cukup mengotori
mazhab Zaid bin Tsabit (sosok sahabat yang sangat dipuji Rasulullah akan kemahirannya Bagian kakek menjadi 8
dalam faraid, penj.). Dia pernah menghadapi masalah waris dan memvonisnya dengan
melakukan sesuatu yang bertentangan (menyimpang) dari kaidah-kaidah faraid yang Bagian saudara kandung perempuan menjadi 4
masyhur.
Permasalahannya seperti berikut: bila seseorang wafat dan meninggalkan seorang suami, Catatan
ibu, kakek, dan seorang saudara kandung perempuan. Apabila berpegang pada kaidah yang Dalam masalah al-akdariyah ini sosok ahli waris mutlak tidak dapat diubah. Bila ada salah
telah disepakati seluruh fuqaha --termasuk di dalamnya Zaid bin Tsabit sendirimaka satu yang diubah, maka berarti telah keluar dari hukum tersebut. Wallahu a'lam.
pembagiannya adalah dengan menggugurkan hak saudara kandung perempuan. Sebab,
suami mendapat setengah (1/2), bagian, ibu mendapat sepertiga (1/3) bagian, dan sisanya
hanya seperenam (1/6) yang tidak lain sebagai bagian kakek yang tidak mungkin digugurkan
--karena merupakan haknya secara fardh. Oleh sebab itu, sudah semestinya bagian saudara
GHARAWAI, MUSYARAKAH, AKDARIYAH waris orang yang meninggal, kemudian siapa yang terhijab, dan ternyata ahli waris yang
Didalam Hukum Waris Islam ada masalah-masalah khusus. Adapun masalah- berhak mendapat bagian warisan, yaitu suami, ibu, dan ayah, atau istri, ibu, dan ayah.
masalah khusus yang dimaksud adalah persoalan-persoalan kewarisan yang Apabila ahli waris yang berhak untuk mendapatkan bagian warisan hanya terdiri
penyelesaiannya menyimpang dari penyelesaian yang biasa, dengan perkataan lain atas suami, ibu, dan ayah, atau istri, ibu, dan ayah, dapat dipastikan bahwa persoaln
pembagian harta warisan itu tidak dilakukan sebagaimana biasanya warisan tersebut adalah persoalan yang khusus yang diistilahkan dengan gharawain.
Penyelesaian kasus gharawain tidaklah seperti penyelesaian kasus-kasus kewarisan
Masalah-masalah khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan apabila pada umumnya. Apabila diselesaikan secara biasa, hasilnya sebagai berikut:
penyelesaian pembagian harta warisan tersebut dilakukan/dibagi secara biasa. Untuk Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
menghilangkan kejanggalan tersebut, maka penyelesaian pembagian harta warisan itu
dilakukan secara khusus, dengan kata lain penyelesaian khusus ini hanya berlaku untuk - Suami ½ ½ x 6 = 3
persoalan-persoalan yang khusus pula.
- Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2
Didalam hukum waris Islam ditemui beberapa persoalan kewarisan yang harus
diselesaikan secara khusus, yaitu terdiri: - Ayah ¼ ¼ x 6 = 1 (asabah: 6-5 = 1)

a. Al-Gharawain (Umariyatin) Apabila penyelesaian dengan seperti diatas, terlihat bahwa hasilnya untuk ibu
b. Al-Musyarakah (Musyarikah) adalah 1/3 x 6 = 2, sedangkan ayah hanya memperolah 1. Padahal semestinya pendapatan
ayah harus lebih besar daripada pendapatan ibu. Disamping itu, ayah selain sebagai
c. Masalah kakek bersama saudara (Akdariyah) ashabul furud juga merupakan ahli waris yang berhak menerima bagian dengan asabah.
Jadi, persoalan gharawain ini terletak pada penerimaan ibu yang lebih besar
A. Al-Gharawain (umariyatin) dan penyelesaiannya daripada penerimaan ayah. Untuk menghilangkan kejanggalan ini, haruslah diselesaikan
secara khusus, yaitu penerimaan ibu bukanlah 1/3 harta peninggalan, melainkan hanya 1/3
Gharawain, bentuk tasniyah dari lafadz ghara (binatang cemerlang). Itu disebut dari sisa harta peninggalan.
demikian karena kemasyhurannya bagaikan bintang yang cemerlang. Nama lain dari
gharawain adalah Umariyatin karena cara penyelesaiannya tersebut diperkenalakan oleh Ada perbedaan pendapat diantara para ulama faradiyun dalam masalah ini.
Umar bin Khattab r.a.
1. Menurut Umar r.a, yang kemudian diikuti pleh para sahabat, seperti
Masalah gharawain adalah salah satu bentuk masalah dalam kewarisan yang Usman, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, serta para ahli ra’yi dan para ahli fuqaha, seperti
pernah diputuskan oleh Umar dan diterima oleh mayoritas sahabat dan diikuti oleh jumhur Al-Hasan, As-Saury, Imam Malik, dan Imam Syafi’i, ibu menerima bagian 1/3 sisa.
ulama. Masalah ini terjadi waktu penjumlahan beberapa furudh dalam satu kesus Dengan demikian, penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
kewarisan yang hasilnya tidak memuaskan beberapa pihak.
Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
Masalah gharawain terjadi hanya dalam dua kemungkinan, yaitu sebagai berikut:
- Suami ½ ½ x 6 = 3
1. Jika seorang yang meninggal dunia memiliki ahli waris suami, ibu, dan ayah
- Ibu 1/3 sisa 1/3 x (6-3) = 1
2. Jika seorang meninggal memiliki ahli waris istri, ibu, dan ayah
- Ayah Asabah 6-4 = 2
Yang dimaksud ahli waris disini adalah ahli waris yang tidak terhijab karena boleh
jadi ahli waris lain masih ada tetapi terhijab oleh ayah.
Dengan demikian, untuk menentukan apakah suatu kasus warisan itu merupakan
kasus gharawain atau tidak, terlebih dahulu harus ditentukan siapa saja yang menjadi ahli Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
- Suami ¼ ¼ x 4 = 1 - Suami ½ ½ x 6 = 3
- Ibu 1/3 sisa 1/3 x (4-1) = 1 - Ibu 1/3 1/3 x 6 =2
- Ayah Asabah 4-2 = 2 - Ayah Asabah 6-5 =1

Mereka berpendapat demikian dengan mengemukakan alasan sebagai berikut: Ahli Waris Fard Asal masalah: 12 sahamnya
Rangkaian kalimat (faliummihi tsulus) dalam firman Allah SWT. Surat An-Nisa - Suami ¼ ¼ x 12 = 3
ayat 11, maksudnya adalah sepertiga peninggalan, baik seluruh harta peninggalan atau
sebagiannya. Andaikan tidak mengacu pada pengertian demikian, niscaya firman Allah - Ibu 1/3 1/3 x 12 = 4
SWT. (wawaritsahu abawahu) tidak berarti apa-apa. Ketika menerangkan bahwa jika
- Ayah Asabah 12-7 = 5
yang mewarisi hanya ibu dan ayah saja, Allah menjelaskan bagian ibu, yaitu 1/3 nya, yang
berarti 1/3 harta yang diwarisi oleh ibu dan ayah. Jadi, sekiranya ibu dan ayah tidak
bersama-sama dengan suami atau istri, mereka mendapat hak atas seluruh harta
penunggalan sehingga bagian ibu pun, adalah 1/3 seluruh harta peninggalan. Apabila ibu 3. Ibnu Sirin dan Abu Tsaur mengatakan bahwa dalam masalah
dan ayah mewarisi bersama-sama denagn salah seorang suami istri, bukan seluruh harta pertama, suami bersama-sama dengan ibu dan ayah maka ibu mendapat 1/3 sisa harta
peninggalan yang dijadikan hak oleh keduanya, melainkan sisa setelah diberikan kepada peninggalan. Adapun dalam masalah yang kedua, istri bersama-sama ibu dan ayah, maka
salah seorang suami istri, ibu hanya menerima 1/3 sisa harta peninggalan. ibu mendapatkan 1/3 harta peninggalan, seperti pendapat Ibnu Abbas r.a, sehingga
penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
Sesuai dengan nash Al-Qur’an, bila ahli warisnya hanya ibu dan ayah saja, ibu
mendapat bagian 1/3 secara fard dan ayah menerima sisanya, yaitu 2/3, dengan Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
perbandingan 1:2. ketentuan ini tidak berlaku bila ibu-ayah mewarisi bersama-sama
dengan salah seorang suami istri. Kalau ini dijalankan, bagian ibu tentumelebihi dari - Suami ½ ½ x 6 = 3
separuh bagian ayah. - Ibu 1/3 sisa 1/3 x (6-3) = 1
Dalam maslah pertama, ibu mendapat 1/3 dari asal masalah 6 = 2, sedangkan ayah - Ayah Asabah 6-4 =2
hanya mendapat sisanya, yaitu 6-3-2 = 1.
Dalam masalah kedua, ibu menerima 1/3 dari asal masalah 12 = 4, sedangkan ayah
hanya menerima 12-3-4 = 5. Ahli Waris Fard Asal masalah: 12 sahamnya
Jadi, perbandingan penerimaan saham ibu dengan ayah dalam masalah pertama - Suami ¼ ¼ x 12 = 3
= 2:1, dan perbandingan penerimaan saham ibu dengan ayah dalam maslah kedua - Ibu 1/3 1/3 x 12 = 4
= 4:5, yang demikian ini bertentangan dengan nash.
- Ayah Asabah 12-7 = 5
2. Ibnu Abbas r.a, berpendapat bahwa ibu dalam kedua masalah tersebut
mendapat bagian 1/3 harta peninggalan. Oleh karena itu, penyelesaiannya adalah sebagai
berikut:
B. Al-Musyarakah dan penyelesaiannya
Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
Persoalan musyarakah juga merupakan persoalan yang khusus untuk
menyelesaikan persoalan warisan antara saudara-saudara seibu (baik laki-laki maupun
perempuan sama saja) dengan saudara laki-laki sekandung. Untuk lebih jelasnya dapat - 5 sdr lk sekandung asabah binafsih = habis
dikemukakan bahwa kasus Al-Musyarakah ini terjadi apabila ahli waris terdiri atas:
Dari penyelesaian diatas, tampak terlihat bahwa saudara seibu memperoleh
1) Suami warisan, sedangkan saudara laki-laki sekandung tidak memperoleh bagian karena tidak
ada sisa pembagian.
2) Ibu atau nenek
Penyelesaian kasus seperti ini tentu merupakan suatu kejanggalan karena ahli
3) Saudara laki-laki sekandung waris yang hanya merupakan saudara seibu mendapat bagian, sedangkan saudara yang
sekandung tidak memperoleh bagian sama sekali. Bukankah saudara seibu dan saudara
4) Saudara seibu lebih dari seorang
sekandung lahir dari ibu yang sama?
Oleh karena itu, saudara laki-laki yang seibu dan seayah menyampaikan
Untuk menyelesaikan masalah musyarakah, perhatikanlah contoh berikut: keberatannya atas penyelesaian dengan cara biasa ini dengan mengemukakan alasan
sebagai berikut:
Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas suami, ibu, dua saudara perempuan
seibu, dan lima saudara laki-laki sekandung. “Anggaplah bapak kami himar (keledai) atau hajar (batu), namun ibu kami
adalah sama, maka tidaklah pantas kalau saudara seibu mendapatkan bagian, sedangkan
Dalam kasus tersebut, fard masing-masing adalah : kami yang mempunyai ibu sama tidak mendapat bagian.” Itulah sebabnya kasus seperti
ini disebut juga dengan istilah himariyah atau hijariyah.
Suami ½
Untuk mengatasi persoalan ini, dibagilah harta warisan secara khusus, yaitu
Ibu 1/6 (ada saudara lebih dari seorang) mensyariatkan seluruh saudara, antara saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung.
2 sdri pr seibu Dalam hal ini, saudara laki-laki sekandung digabungkan dengan saudara seibu. Bagian
mereka digabungkan tanpa dibedakan antara laki-laki dan perempuan, sebab ahli waris
4 = 1/3 (karena lebih dari seorang) saudara seibu, tidak dibedakan lagi antara laki-laki dan perempuan.

2 sdr lk seibu Dengan demikian, penyelesaian masalah musyarakah ini adalah sebagai berikut:

5 sdr lk sekandung asabah binafsih Ahli Waris Fard Asal masalah:(x9) Tashih 6 sahamnya masalah = 54
- Suami ½ ½ x 6 = 3 3 x 9 = 27

Kalau didasarkan pembagian secara biasa, hasilnya adalah sebagai berikut: - Ibu 1/6 1/6 x 6 =1 1 x 9 = 9

Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya - 2 sdri pr seibu (x9)

Suami ½ ½ x 6 = 3 - 2 sdr lk seibu 1/3 1/3 x 6 = 2 9 x 2 =18

Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 - 5 sdr lk sekandung

2 sdri pr seibu Mencari sah masalah (tashih):

1/3 1/3 x 6 = 2 Jumlah Adadur Ruus dibagi saham = 18: 2 = 9 (tabayun)

2 sdr lk seibu Tashih masalah: 6 x 9 = 54


Seluruh saudara memperoleh: 9 x 2 = 18 Dalam kasus tersebut, setelah dikerjakan sesuai dengan tahapan-tahapannya
(penentuan ahli waris, hijab, ashabah), ternyata ahli waris yang berhak menerima hanya
1 saudara memperoleh: 1 x 18/9 = 2 terdiri atas: suami, ibu, saudara seibu, saudara laki-laki sekandung.
Kemungkinan, masalah musyarokah itu banyak sekali, namun harus memenuhi Komposisi ahli waris tersebut sudah memenuhi syarat unuk terjadinya musyarokah
syarat, yaitu jika ahli waris (setelah selesai halang menghalangi) terdapat: walaupun saudara perempuan sekandung tidak ada (saudara perempuan tidaklah menjadi
syarat untuk terjadinya musyarakah).
Suami
Untuk menyelesaikan kasus ini, perlu kehati-hatian sebab secara sepintas
Ibu atau nenek
persoalan ini bukanlah kasus istimewa dan bisa diselesaikan seperti halnya penyelesaian
Saudara seibu dari seorang (baik laki-laki maupun perempuan) kasus biasa. Padahal semestinya penyelesainnya harus dilakukan secara khusus, yaitu
melalui penyelesaian musyarakah.
Saudara laki-laki sekandung
Penyelesaian biasa:
Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak terjadi musyarakah.
Perlu diketahui bahwa saudara perempuan sekandung tidak menjadi persyaratan. Ini Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
karena apabila saudara laki-laki itu tidak ada, saudara perempuan sekandung akan menjadi
- Suami ½ ½ x 6 = 3
ashabah bil ghair. Begitu pula apabila saudara seibu hanya satu orang tidak terjadi
musyarakah karena akan ada sisa harta (untuk ahli waris ashabah). - Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1
- Sdri pr seibu
Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas: - 1/3 1/3 x 6 = 2
1 Suami - Sdr lk seibu
2 Saudara laki-laki ayah sekandung - Sdr lk sekandung asabah binafsih = habis
3 Saudara perempuan ayah sekandung (dzawil arham) Dengan cara penyelesaian biasa ini, terlihat bahwa saudara laki-laki sekandung
tidak memperoleh bagian sama sekali, sebab tidak ada sisa. Sebaliknya saudara seibu
2 Saudara perempuan ayah sekandung (dzawil arham)
baaik yang laki-laki maupun perempuan memperoleh bagian, tentu penyelesaian seperti
2 Saudara angkat (bukan ahli waris) ini adalah penyelesaian salah. Penyelesaian dengan musyarokah:

5 Saudara perempuan seibu Ahli Waris Fard Asal masalah:(x5) Tashih 6 sahamnya masalah=30

2 Saudara laki-laki seibu - Suami ½ ½ x 6 = 3 3 x 5 = 15

3 Saudara laki-laki sekandung - Ibu 1/6 1/6 x 6 =1 1 x 5 = 5

2 Saudara laki-laki seayah - 5 sdri pr seibu (x5)

1 ibu - 2 sdr lk seibu 1/3 1/3 x 6 = 2 2x 5 =10

1 nenek - 3 sdr lk sekandung


Mencari sah masalah (tashih):
Jumlah Adadur Ruus dibagi saham = 10: 2 = 5 (tadakhul) oleh Umar maupun Ibnu Mas’ud. Dalam kasus ini, berarti keduanya lebih mementingkan
perasaan daripada tuntutan hukum.
Tashih masalah: 6 x 5 = 30
Zaid bn Tsabit memberikan penyelesaian yang jenius dan memberikan porsi yang
Hasil akhir: lebih besar kepada kakek meskipun membentur beberapa prinsip lainnya. Metode yang
dilakukannya adalah sebagai berikut: Setiap orang ditentukan furudhnya, yaitu:
Suami : 15/30 = ½ dari harta warisan
- Suami ½ = 3/6
Ibu : 5/30 = 1/6 dari harta warisan
- Ibu 1/3 = 2/6
10 saudara : 10/30 = 1/3 dari harta warisan
- Saudara perempuan ½ = 3/6
1 saudara : 1/30 dari harta warisan
- Kakek 1/6 = 1/6
Jumlah: 9/6
C. Akdariyah dan Penyelesaiannya.
Setelah dilakukan ‘aul hak masing-masing adalah:
Dinamakan Akdariyah karenamenurut suatu pendapat yang mengajukan persoalan
ini bernama Akdar. Dalam kasus akdariyah ini, susunan ahli waris adalah suami, kakek, - Suami menjadi 3/9
saudara perempuan dan ibu. Dalam hal ini juga yang dipertimbangkan adalah hak yang
akan diterima oleh kakek jangan sampai ia mendapat sedikit. - Ibu menjadi 2/9
Jika kakek ditempatkan sebagai ashobah karena ia satu-satunya kerabat laki-laki - Saudara perempuan menjadi 3/9
maka ia tidak akan dapat apa-apa karena harta habis terbagi di kalangan dzawil furud.
Suami mendapat ½ karena pewaris tidak meninggalkan anak, ibu menerima 1/3 karena - Kakek menjadi 1/9
tidak ada anak dan demikian pula seorang saudara perempuan mendapat ½ karena pewaris
Masing-masing ibu dan suami sebagai orang luar yang mendampingi kakek dan
adalah kalalah. Jumlah furudh akan menjadi ½ + ½ + 1/3 = 3/6 + 3/6 + 2/6 = 8/6. Kalau
saudara perempuan diberikan haknya, sudah itu hak saudara perempuan dan kakek
kakek diberi hak sebagai furudh 1/6 maka hal ini juga berbenturan dengan prinsip sebagai
digabung menjadi 3/9 + 1/9 = 4/9. Jumlah ini dibagikan kepada kakek dan saudara
ayah, kakek harus menerima banyak lebih dari ibu, sedangkan dalam kedudukan sebagai
perempuan dengan perbandingan 2:1. Dengan demikian:
seoarang laki-laki tentu tidak mungkin ia menerima lebih kecil dari saudara perempuan.
Dalam hal ini kakek berada dalam posisi yang serba tidak enak. 1. Hak kakek menjadi 2/3 x 4/9 = 8/27
2. Bagian saudara perempuan 1/3 x 4/9 = 4/27
Menurut cara Abu Bakar, penyelesaiannya adalah sebagai berikut: suami
mendapat ½ sebagai furudh, ibu menerima 1/3 sebagai furudh dan kakek menerima
Dari penyelesaian menurut Zaid tersebut memang telah terpenuhi keinginan untuk
sisanya yaitu 1/6 sebagai asobah. Sedangkan saudara perempuan terhalang oleh kakek dan
menjadikan hak kakek (8/27) lebih besar dari saudara perempuan (4/27) dan ibu. Namun
dengan demikian tidak mendapatkan warisan. Karena kakek sudah menerima
saudara perempuan yang semestinya mendapatkan ½ atau setelah di’aulkan menjadi 3/9
kemungkinan terbaik, maka masalah dianggap selesai.
atau 9/27 menjadi 4/27. Hal ini berarti menjadi korban dari kebijakan diatas.
Umar dan Ibnu Mas’ud memberikan solusi sebagai berikut: suami 1/2 , saudara
perempuan ½, untuk kakek 1/6 sebagai furudh dan untuk ibu 1/6. Kemudian
pembagiannya diselesaikan secara ‘aul. Ibu diberi 1/6 dengan pertimbangan supaya
haknya tidak melebihi hak kakek. Namun alasan perubahan persentase bagian yang di
dapat ibu (1/6) dari yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an, tidak pernah dijelaskan baik

Anda mungkin juga menyukai