LARANGAN MENYOGOK
Disusun oleh :
SEMESTER V.2
SUKABUMI
2023
I
KATA PENGANTAR
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Irman, M.Ag selaku
dosen pengampu mata kuliah Hadist Tarbawi II, yang telah membimbing dalam
penulisan serta penyusunan makalah ini. Pada proses pembuatan makalah ini
penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis
hanya dapat mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya dari hati yang
terdalam dan penghormatan setinggi-tingginya. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun
metodologi penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan juga
saran yang positif serta membangun dari berbagai pihak atas segala kekurangan,
guna perbaikan selanjutnya. Sesungguhnya kekeliruan dan kesalahan dalam
pembuatan makalah ini menjadi tanggung jawab penulis, dan segala kebenaran
yang terdapat dalam makalah ini sepenuhnya mutlak dari Allah SWT.
Penulis
II
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................2
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................2
BAB II ...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN ............................................................................................................3
A. Hadis Di kitab Nailu al-awthan, No : 3887 dan 3888 ...........................................3
B. Data Hadis.............................................................................................................3
C. Syarah Hadis.........................................................................................................4
1. Syarah Hadis Bi Ar-Riwayah ............................................................................4
2. Syarah Hadis Bi Ar-Ro’yi ..................................................................................5
BAB III ..........................................................................................................................8
PENUTUP .....................................................................................................................8
A. Kesimpulan ........................................................................................................8
B. Saran ..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................9
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah suap menyuap akhir-akhir ini sangat ngetren dikalangan
masyarakat. Namun bukan berkaitan dengan nasi yang dimasukkan dalam
mulut, tapi suap-menyuap yang menyebabkan sejumlah orang yang harus
berurusan dengan pihak yang berwajib. Bahkan sejumlah orang ditengarai
masuk dalam antrean untuk diperiksa oleh pihak berwajib yang disebabkan
oleh suap-menyuap.
Dalam kamus bahasa indonesia suap ialah kata yang ditenggari oleh
perbincangan atau uang sogok. Akan tetapi pada umumnya disebut dengan
uang pelicin. Uang pelicin pada umumnya digunakan untuk memuluskan
jalan dari berbagai hal, agar segala sesuatu yang dianggap hambatan dapat
teratasi sesuai dengan harapan sang penyuap. Tidak ada suap atau pelicin
yang disandingkan dengan sesuatu yang baik, selalu ada sesuatu yang tidak
beres didalamnya. Seseorang melakukan suap karena memang ia tidak beres
dan harus berhadapan dengan hukum, ia juga tidak mungkin menyuap jika
tidak ada keinginan mendapatkan imbalan dari sogokan yang diberikannya. 1
Setiap profesi memiliki suatu resiko untuk terjebak dalam dunia suap-
menyuap, sebab batas antara kekuatan iman dan terjerumus kedalam suatu
godaan hanyalah setipis kulit bawang. Manusia bukan malaikat yang tidak
membutuhkan materi, manusia ialah makhluk penggoda dan gampang tuk
tergoda. Terkadang tidak menyadari akibat ketergodaannya yang
menimbulkan kerugian yang tidak terkira bagi dirinya dan sesamanya. 2
1
Muhsin. Abdullah Bin Abdul. 2001. Suap Menyuap Dalam Pandangan Islam, Jakarta, Gema
Insani
2
Syafi’i. Rahmat. 2000, al-Hadis Aidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, Bandung, Pustaka Setia
I
B. Rumusan Masalah
1. apa hadis tentang suap menyuap Di kitab Nailu al-awtha?
2. apa saja Data Hadis?
3. apa saja Syarah Hadis?
C. Tujuan Masalah
1. untuk mengetahui Syarah Hadis Bi Ar-Ro’yi
2. untuk mengetahui Data Hadis
3. untuk mengetahui Syarah Hadis
2
BAB II
PEMBAHASAN
لعنة هللا على الشي: (( قال رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم: وعن عبدهللا بن عمرو قال-2887
.والمرتشي )) رواه الخمسة إال النسائي وصححه الترمذى
( لعن رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم الراشي والمرتشي والرائش ) يعني: عن ثوبان قال- 2888
.الذي يمشي بينهما رواه أحمد
B. Data Hadis
Hadis mengenai hukum suap menyuap yang dilaknat oleh nabi muhammad
saw dapat diperoleh di dalam beberapa kitab hadis yang mu’tabarah dengan
menelusuri dalam kitab Mu’jam Mufahras Li Alfadhi al- Hadis dengan memakai
kata kunci ( ) رشا. Berikut ialah hadis-hadis yang diperoleh dari kegiatan Searching
tersebut:
لعن رسول: عن أبي هريرة قال, عن عمرو بن أبى سلمه عن أبيه, حدثنا أبوعوانة.حدثنا قتيبة
. ألراشى والمرتشى فى الحكم,هللا عليه وسلم
3
2. Ibnu Majah dalam kitab Ihda’i at-Dibajah Bisyarah Ibnu Majah. No
Hadis : 2313.3
حدثنا علي بن محمد حدثنا وكيع حدثناابن أبي ذئب عن خاله الحسارث بن عبدالرحمن عن أبي
. لعن هللا على الراشي والمرتشي, قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم,سلمة عن عبدهللا بن عمرو قال
4
حدثنا أحمد بن يونس حدثنا إبن أبي ذئب عن الحارث بن عبدالرحمن عن أبي سلمة عن: قال أبو داود
لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ألراشى والمرتشى: عبدهللا بن عمرو قال
C. Syarah Hadis
3
Al-Syaukani. Imam Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad. 1995, Nailul al-Awthor Min Ahadisti
Sayyidi al-Akhyar, Juz 4. Libanon, Pustaka Darul Kitab al-Ilmiyah
4
Al-Rahman. Imam Hafidz Abi al-Ali Muhammad Ibn Abi. 1353, Tutfatu al-Ahwadi Syarah Jami al-
Tirmidzi, Juz IV. Tk, Pustaka Darul Fikr
4
dalil al-Qur’an dan as-Sunnah yang menegaskan mengenai keharaman praktik suap
menyuap, maka hal tersebut dapat dipastikan bahwa pelaku, penerima dan orang
yang terlibat diantara keduanya akan mendapatkan kecelakaan yang akan diberikan
terhadapnya. 6
Imam asy-Syukani dalam kitab nailul authar berkata bahwa “ibnu ruslan
berkata dalam syarhus sunan, termasuk kemutlawan suap-menyuap bagi seorang
hakim dan para pekerja yang mengambil shadaqh tersebut menerangkan
keharamannya sesuai ijma”. Ash-Shan’aniy dalam Subulussalam berpendapat “dan
suap menyuap hal tersebut haram sesuai ijma’, baik bagi seorang Qadhi / hakim”.
َاس بِاإلثْ ِم َوأ َ ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون ْ َوال ت َأْكُلُوا أ َ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم بِ ْالبَاطِ ِل َوتُدْلُوا بِ َها إِلَى ْال ُح َّكا ِم ِلت َأْكُلُوا فَ ِريقًا
ِ َّمِن أ َ ْم َوا ِل الن
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (al-
Baqarah, 188)
6
Adhawi. Sofa al-Dhawi Ahmad. Tt, Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III. Tk, Pustaka Darul
al-Yakin
5
lain untuk mengantarkan orang lain kesuatu tempat, maka imbalan yang diterima
bisa disebut dengan upah.7
Berbeda halnya dengan suap, suap ialah suatu imbalan atas terlaksananya
pekerjaan tetentu (yang semestinya) wajib dilaksanakan tanpa adanya suatu
imbalan apapun dari orang yang memenuhi kepentingannya. Misalnya, seorang
pegawai disebuah instansi pemerintahan yang bertugas melayani pembuatan KTP,
pekerjaan tersebut memang telah menjadi kewajibannya, dan ia sudah mendapatkan
upah dari pemerintah dari pekerjaan tersebut. Akan tetapi ia masih meminta
imbalan kepada orang yang ingin mendapatkan KTP, maka hal tersebut dapat
disebut sebagai suap atau Risywah.
Bertolak dari pengertian dan contoh tersebut, maka fee yang diterima oleh
pejabat di departemen perhubungan dari pengusaha yang memenangkan tender
dapat dikatagorikan sebagai suap. Pasalnya hal tersebut menyelenggarakan tender
berbagai proyek merupakan tugas yang harus dikerjakan. Pada pejabat itupun sudah
mendapatkan gaji atas pekerjaan yang dilakukannya. Apapun istilah dan nama yang
diberikan, uang yang diterima para pejabat dari pengusaha itu ialah suap.
8
Abadi. Imam Abi al-Tayyib Muhammad Syamsi al-Haq al-Adzim. Tt, Awani al-Ma’but Sunan Ibn
Majah, Juz 8, Madinah al-Munawwarah, Shohibu al-Maktabah al-Salafiyah
6
Mereka mensifati membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk
memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Akan tetapi orang yang
menerima suap tetap berdosa dengan beralasan demikian, hal ini dikutip dari
9
beberapa pendapat diatas. Pendapat tersebut dapat diterima sebab lafadz
pelanggaran suap dilaknat oleh allah swt dan nabi muhammad saw, dan bersifat
umum. Tidak terdapat dalil khusus yang menghkususkannya, karena bersifat
umum. Sebagaimana ditetapkan dalam kaidah lafadz umum tetap dalam
keumumannya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Dengan demikian
suap menyuap tetap haram dalam keadaan apapun juga. 10
9
Ibid, 263
Ibid,263
10
Adhawi. Shofa al-Dhawi Ahmad. Tt Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III. Tk, Pustaka Darul
al-Yakin
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaksanaan suap menyuap dapat dibilang sudah menjadi budaya
dikalangan masyarakat, untuk setiap urusan apapun rasanya aneh apabila
tidak terdapat unsur suap menyuap. Risywah (suap) secara terminologis
berarti suatu harta yang diperoleh sebab terselesaikannya suatu kepentingan
manusia (baik untuk memperoleh keuntungan maupun menghindari
kemudharatan) yang semestinya harus diselesaikan tanpa adanya suatu
imbalan. Upah atau gaji diperoleh sebagai imbalan atas terlaksananya
pekerjaan tertentu (yang semestinya) tidak harus dilakukan, misalnya
seseorang yang memiliki mobil tidak berkewajiban untuk mengantarkan
orang lain ke tempat tertentu, dan ketika ia diminta oleh orang lain untuk
mengantarkan orang lain kesuatu tempat, maka imbalan yang diterima bisa
disebut dengan upah.
Berbeda halnya dengan suap, suap ialah suatu imbalan atas terlaksananya
pekerjaan tetentu (yang semestinya) wajib dilaksanakan tanpa adanya suatu
imbalan apapun dari orang yang memenuhi kepentingannya. Akan tetapi ia
masih meminta imbalan kepada orang yang ingin mendapatkan KTP, maka
hal tersebut dapat disebut sebagai suap atau Risywah.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami tulis semoga dapat memberikan
manfaat bagi pembaca. Makalah kami jauh dari kata sempurna maka kami
meminta saran dan kritikan dari pembaca untuk makalah kami agar lebih
baik dan sempurna untuk kedepannya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat Syafe’i, al-Hadis Aidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (2000, Bandung, Pustaka
Setia), 84
Ibid, 85
Imam Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad al-Syaukani, Nailul al-Awthor Min Ahadisti
Sayyidi al-Akhyar Juz 4 (1995, Libanon, Pustaka Darul Kitab al-Ilmiyah), 278
Ibid, 278
Imam Hafidz Abi al-Ali Muhammad Ibn Abi al-Rahman, Tutfatual-Ahwadi Syarah
Jami al-Tirmidzii, Juz IV (1353 H, Tk, Pustaka Darul Fakri) 565
Shofa al-Dhawi Ahmad Adhawi, Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III (Tt, Tk,
Puastaka Darul al-Yakin)263
Imam Abi al-Tayyib Muhammad Syamsi al-Haq al-Adzim Abadi, Awani al-Ma’but
Sunan Ibn Majah, Juz 8 (Tt, Madina al-Munawaarah, Shohibu al-Maktabah al-
Salafiyah) 161
Shofa al-Dhawi Ahmad Adhawi, Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III (Tt, Tk,
Puastaka Darul al-Yakin)263