Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

LARANGAN MENYOGOK

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata hadist tarbawi II

Dosen pengampu : Dr. Irman, M.Ag

Disusun oleh :

Iwan Gunawan (2112.2325)


Alfi zaenusofi (2112.2316)

SEMESTER V.2

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-ALMASTHURIYAH

SUKABUMI

2023

I
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Sehingga


penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah hadist tarbawi II yang
berjudul “LARANGAN MENYOGOK” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
senantiasa menyebarkan kebaikan, mudah- mudahan kita mendapatkan
syafa’atnya. Amin.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Irman, M.Ag selaku
dosen pengampu mata kuliah Hadist Tarbawi II, yang telah membimbing dalam
penulisan serta penyusunan makalah ini. Pada proses pembuatan makalah ini
penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis
hanya dapat mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya dari hati yang
terdalam dan penghormatan setinggi-tingginya. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun
metodologi penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan juga
saran yang positif serta membangun dari berbagai pihak atas segala kekurangan,
guna perbaikan selanjutnya. Sesungguhnya kekeliruan dan kesalahan dalam
pembuatan makalah ini menjadi tanggung jawab penulis, dan segala kebenaran
yang terdapat dalam makalah ini sepenuhnya mutlak dari Allah SWT.

Harapan penulis semoga seluruh bantuan dan motivasi yang


disumbangkan kepada penulis menjadi amal shaleh serta mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Amin. Akhir kata penulis berharap semoga semoga
makalah ini akan membawa manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.

Sukabumi, 20 Desember 2023

Penulis

II
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................2
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................2
BAB II ...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN ............................................................................................................3
A. Hadis Di kitab Nailu al-awthan, No : 3887 dan 3888 ...........................................3
B. Data Hadis.............................................................................................................3
C. Syarah Hadis.........................................................................................................4
1. Syarah Hadis Bi Ar-Riwayah ............................................................................4
2. Syarah Hadis Bi Ar-Ro’yi ..................................................................................5
BAB III ..........................................................................................................................8
PENUTUP .....................................................................................................................8
A. Kesimpulan ........................................................................................................8
B. Saran ..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................9

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah suap menyuap akhir-akhir ini sangat ngetren dikalangan
masyarakat. Namun bukan berkaitan dengan nasi yang dimasukkan dalam
mulut, tapi suap-menyuap yang menyebabkan sejumlah orang yang harus
berurusan dengan pihak yang berwajib. Bahkan sejumlah orang ditengarai
masuk dalam antrean untuk diperiksa oleh pihak berwajib yang disebabkan
oleh suap-menyuap.

Dalam kamus bahasa indonesia suap ialah kata yang ditenggari oleh
perbincangan atau uang sogok. Akan tetapi pada umumnya disebut dengan
uang pelicin. Uang pelicin pada umumnya digunakan untuk memuluskan
jalan dari berbagai hal, agar segala sesuatu yang dianggap hambatan dapat
teratasi sesuai dengan harapan sang penyuap. Tidak ada suap atau pelicin
yang disandingkan dengan sesuatu yang baik, selalu ada sesuatu yang tidak
beres didalamnya. Seseorang melakukan suap karena memang ia tidak beres
dan harus berhadapan dengan hukum, ia juga tidak mungkin menyuap jika
tidak ada keinginan mendapatkan imbalan dari sogokan yang diberikannya. 1
Setiap profesi memiliki suatu resiko untuk terjebak dalam dunia suap-
menyuap, sebab batas antara kekuatan iman dan terjerumus kedalam suatu
godaan hanyalah setipis kulit bawang. Manusia bukan malaikat yang tidak
membutuhkan materi, manusia ialah makhluk penggoda dan gampang tuk
tergoda. Terkadang tidak menyadari akibat ketergodaannya yang
menimbulkan kerugian yang tidak terkira bagi dirinya dan sesamanya. 2

1
Muhsin. Abdullah Bin Abdul. 2001. Suap Menyuap Dalam Pandangan Islam, Jakarta, Gema
Insani

2
Syafi’i. Rahmat. 2000, al-Hadis Aidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, Bandung, Pustaka Setia

I
B. Rumusan Masalah
1. apa hadis tentang suap menyuap Di kitab Nailu al-awtha?
2. apa saja Data Hadis?
3. apa saja Syarah Hadis?

C. Tujuan Masalah
1. untuk mengetahui Syarah Hadis Bi Ar-Ro’yi
2. untuk mengetahui Data Hadis
3. untuk mengetahui Syarah Hadis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis Di kitab Nailu al-awthan, No : 3887 dan 3888

‫ لعنة هللا على الشي‬: ‫ (( قال رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم‬: ‫ وعن عبدهللا بن عمرو قال‬-2887
.‫والمرتشي )) رواه الخمسة إال النسائي وصححه الترمذى‬

‫ ( لعن رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم الراشي والمرتشي والرائش ) يعني‬: ‫ عن ثوبان قال‬- 2888
.‫الذي يمشي بينهما رواه أحمد‬

2887 – Dari abdullah bin amar berkata : (( Rasulullah saw bersabda :


sesungguhnya Allah melaknat orang yang menyogok dan disogok )) HR.
Kelimanya keculi An-Nasa’i dan At-Tirmidzi mensahihkannya.

2888 – Dari tsauban berkata : (( Rasulullah saw melaknat orang yang


menyuap, yang disuap, dan perantara suapan )) yakni orang yang memberikan jalan
atas keduanya, HR. Ahmad.

B. Data Hadis

Hadis mengenai hukum suap menyuap yang dilaknat oleh nabi muhammad
saw dapat diperoleh di dalam beberapa kitab hadis yang mu’tabarah dengan
menelusuri dalam kitab Mu’jam Mufahras Li Alfadhi al- Hadis dengan memakai
kata kunci ( ‫) رشا‬. Berikut ialah hadis-hadis yang diperoleh dari kegiatan Searching
tersebut:

1. Tirmidzi dalam kitab Tuhfidzul Ahwadhi No Hadis 1351.

‫ لعن رسول‬: ‫ عن أبي هريرة قال‬,‫ عن عمرو بن أبى سلمه عن أبيه‬,‫ حدثنا أبوعوانة‬.‫حدثنا قتيبة‬
.‫ ألراشى والمرتشى فى الحكم‬,‫هللا عليه وسلم‬

Bercerita kepada kami Qutaibah. Menceritakan kepada kami abu awanah,


dari umar bin abi salamah dari ayahnya, dari abi hurairah berkata. Rasulullah saw
melaknat orang yang memberi suap dan menerima suap dalam hukum.

3
2. Ibnu Majah dalam kitab Ihda’i at-Dibajah Bisyarah Ibnu Majah. No
Hadis : 2313.3

‫حدثنا علي بن محمد حدثنا وكيع حدثناابن أبي ذئب عن خاله الحسارث بن عبدالرحمن عن أبي‬
.‫ لعن هللا على الراشي والمرتشي‬,‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬,‫سلمة عن عبدهللا بن عمرو قال‬
4

Menceritakan kepada kami ali bin muhammad, menceritakan kepada kami


wakik, menceritakan kepada kami ibnu abi di’bi dari pamannya al-hasaris bin abdur
ar-rahman dari abi salamah dari abdilillah dari amar, berkata, Rasulullah saw
bersabda, Allah melaknat orang yang menyogok dan disogok.

3. Abu Daud dalam kitab Ma’alimu As-Sunan Juz 4, No halaman 161

‫ حدثنا أحمد بن يونس حدثنا إبن أبي ذئب عن الحارث بن عبدالرحمن عن أبي سلمة عن‬: ‫قال أبو داود‬
‫ لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ألراشى والمرتشى‬: ‫عبدهللا بن عمرو قال‬

Abu Daud berkata : menceritakan kepada kami ahmad bin yunus,


menceritakan kepada kami ibnu abi di’bi dari haris bin abdur ar rahman dari abi
salamah dari abdullah bin amar, berkata. Rasulullah saw melaknat orang yang
menyogok dan disogok.

C. Syarah Hadis

1. Syarah Hadis Bi Ar-Riwayah

Islam sebagai agama yang sempurna sangat mengharamkan suap


menyuap, bahkan rasulullah saw melaknat terhadap para pelakunya hingga
penghungbung antara suap menyuap sebagaimana hadis nabi di atas tadi. Jadi ar-
Risywah ialah pemberian apa saja (berupa uang atau lainnya) terhadap penguasa,
hakin, dan lain sebagainya. Dan islam sangat mengharamkan hal tersebut dengan
cara bathil, sehingga sebuah ketentuan berubah, sehingga menyakiti banyak orang
dan wajarlah apabila rasulullah melaknat terhadap para pelakunya. Sebagaimana
hadis yang tercantum diatas.5

Rasulullah saw melaknat para pelaku dan penghubung diantara keduanya,


dari beberapa dalil hadis yang tercantum di atas. Dan setelah mengetahui beberapa

3
Al-Syaukani. Imam Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad. 1995, Nailul al-Awthor Min Ahadisti
Sayyidi al-Akhyar, Juz 4. Libanon, Pustaka Darul Kitab al-Ilmiyah

4
Al-Rahman. Imam Hafidz Abi al-Ali Muhammad Ibn Abi. 1353, Tutfatu al-Ahwadi Syarah Jami al-
Tirmidzi, Juz IV. Tk, Pustaka Darul Fikr

4
dalil al-Qur’an dan as-Sunnah yang menegaskan mengenai keharaman praktik suap
menyuap, maka hal tersebut dapat dipastikan bahwa pelaku, penerima dan orang
yang terlibat diantara keduanya akan mendapatkan kecelakaan yang akan diberikan
terhadapnya. 6

Para ulama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap


permasalahan ini, diantaranya ialah Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughniy,
beliau berkata. Yaitu “adapun suap menyuap dalam masalah hukum dan pekerjaan
(apa saja) maka hukumnya haram”.

Imam asy-Syukani dalam kitab nailul authar berkata bahwa “ibnu ruslan
berkata dalam syarhus sunan, termasuk kemutlawan suap-menyuap bagi seorang
hakim dan para pekerja yang mengambil shadaqh tersebut menerangkan
keharamannya sesuai ijma”. Ash-Shan’aniy dalam Subulussalam berpendapat “dan
suap menyuap hal tersebut haram sesuai ijma’, baik bagi seorang Qadhi / hakim”.

َ‫اس بِاإلثْ ِم َوأ َ ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون‬ ْ ‫َوال ت َأْكُلُوا أ َ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم بِ ْالبَاطِ ِل َوتُدْلُوا بِ َها إِلَى ْال ُح َّكا ِم ِلت َأْكُلُوا فَ ِريقًا‬
ِ َّ‫مِن أ َ ْم َوا ِل الن‬
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (al-
Baqarah, 188)

2. Syarah Hadis Bi Ar-Ro’yi

Pelaksanaan suap menyuap dapat dibilang sudah menjadi budaya


dikalangan masyarakat, untuk setiap urusan apapun rasanya aneh apabila tidak
terdapat unsur suap menyuap. Dari urusan melamar pekerjaan hingga pemenangan
suatu kasus hukum. Adapun suap menyuap dalam islam disebut dengan Ar-
Risywah, dan ibnu atsir dalam kitab An-Nihayah fi Gharibil hadis wal atsar
mendifinisikan Ar-Risyah sebagai suatu usaha untuk memenuhi kepentingan
dengan suatu bujukan.

Risywah (suap) secara terminologis berarti suatu harta yang diperoleh


sebab terselesaikannya suatu kepentingan manusia (baik untuk memperoleh
keuntungan maupun menghindari kemudharatan) yang semestinya harus
diselesaikan tanpa adanya suatu imbalan. Meskipun terdapat kemiripan yang
mendasar antara suap menyuap dengan upah atau gaji (Ujrah). Upah atau gaji
diperoleh sebagai imbalan atas terlaksananya pekerjaan tertentu (yang semestinya)
tidak harus dilakukan, misalnya seseorang yang memiliki mobil tidak berkewajiban
untuk mengantarkan orang lain ke tempat tertentu, dan ketika ia diminta oleh orang

6
Adhawi. Sofa al-Dhawi Ahmad. Tt, Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III. Tk, Pustaka Darul
al-Yakin

5
lain untuk mengantarkan orang lain kesuatu tempat, maka imbalan yang diterima
bisa disebut dengan upah.7
Berbeda halnya dengan suap, suap ialah suatu imbalan atas terlaksananya
pekerjaan tetentu (yang semestinya) wajib dilaksanakan tanpa adanya suatu
imbalan apapun dari orang yang memenuhi kepentingannya. Misalnya, seorang
pegawai disebuah instansi pemerintahan yang bertugas melayani pembuatan KTP,
pekerjaan tersebut memang telah menjadi kewajibannya, dan ia sudah mendapatkan
upah dari pemerintah dari pekerjaan tersebut. Akan tetapi ia masih meminta
imbalan kepada orang yang ingin mendapatkan KTP, maka hal tersebut dapat
disebut sebagai suap atau Risywah.

Bertolak dari pengertian dan contoh tersebut, maka fee yang diterima oleh
pejabat di departemen perhubungan dari pengusaha yang memenangkan tender
dapat dikatagorikan sebagai suap. Pasalnya hal tersebut menyelenggarakan tender
berbagai proyek merupakan tugas yang harus dikerjakan. Pada pejabat itupun sudah
mendapatkan gaji atas pekerjaan yang dilakukannya. Apapun istilah dan nama yang
diberikan, uang yang diterima para pejabat dari pengusaha itu ialah suap.

Apabila dicermati, ternyata beberapa hadis nabi bukan hanya


mengharamkan seseorang yang melaksanakan suap menyuap, akan tetapi juga
diharamkan melakukan hal yang bisa membuat suap menyuap itusendiri berjalan.
Maka yang diharamkan bukan hanya satu pekerjaan, yaitu memakan harta suap,
melainkan tiga pekerjaan sekaligus, yaitu penerimaan suap, pemberian suap dan
mediator suap menyuap. Sebab tidak akan mungkin terlaksananya suap menyuap
apabila tidak ada yang menyuap. Maka orang yang melakukan suap menyuappun
termasuk mendapat laknat dari allah swt dan nabi muhammad saw, sebab karena
perkerjaan dan inisiatif dialah maka ada orang melakukan suap menyuap. Dan
biasanya dalam kasus ini terdapat mediator atau perantara yang bisa memuluskan
jalan. Sebab bisa jadi pihak yang menyuap tidak mau menampilkan diri, maka ia
akan menggunakan pihak lain sebagai mediator. Atau sebaliknya, pihak yang
menerima suap tidak akan mau bertemu secara langsung dengan sang penyuap,
maka disini peran seorang mediator sangatlah penting. Dan sebagai mediator hal
ini sering dianggap wajar jika mendapat suatu komisi tertentu dai hasil jasanya itu.
Maka ketiga pihak tersebut oleh Rasulullah saw dilaknat. Dan tanpa adanya
peran aktif dari semua pihak, suap menyuap tidak akan terealisasikan dengan
lancar. Hal ini tidak terdapat pengecualian, meskipun ada beberapa ulama yang
bemberikan pengecualian dengan berpendapat jika kepada mereka yang tidak bisa
mendapatkan haknya kecuali dengan disyaratkan harus membayar jumlah uang
tertentu, maka yang meminta suap itu berdosa karena menghalangi seseorang
mendapatkan haknya, sedangkan yang membayar untuk mendapatkan haknya tidak
berdosa, karena ia melakukan untuk mendapatkan apa yang jelas-jelas menjadi
haknya secara khusus. 8

8
Abadi. Imam Abi al-Tayyib Muhammad Syamsi al-Haq al-Adzim. Tt, Awani al-Ma’but Sunan Ibn
Majah, Juz 8, Madinah al-Munawwarah, Shohibu al-Maktabah al-Salafiyah

6
Mereka mensifati membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk
memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Akan tetapi orang yang
menerima suap tetap berdosa dengan beralasan demikian, hal ini dikutip dari
9
beberapa pendapat diatas. Pendapat tersebut dapat diterima sebab lafadz
pelanggaran suap dilaknat oleh allah swt dan nabi muhammad saw, dan bersifat
umum. Tidak terdapat dalil khusus yang menghkususkannya, karena bersifat
umum. Sebagaimana ditetapkan dalam kaidah lafadz umum tetap dalam
keumumannya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Dengan demikian
suap menyuap tetap haram dalam keadaan apapun juga. 10

9
Ibid, 263
Ibid,263

10
Adhawi. Shofa al-Dhawi Ahmad. Tt Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III. Tk, Pustaka Darul
al-Yakin

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaksanaan suap menyuap dapat dibilang sudah menjadi budaya
dikalangan masyarakat, untuk setiap urusan apapun rasanya aneh apabila
tidak terdapat unsur suap menyuap. Risywah (suap) secara terminologis
berarti suatu harta yang diperoleh sebab terselesaikannya suatu kepentingan
manusia (baik untuk memperoleh keuntungan maupun menghindari
kemudharatan) yang semestinya harus diselesaikan tanpa adanya suatu
imbalan. Upah atau gaji diperoleh sebagai imbalan atas terlaksananya
pekerjaan tertentu (yang semestinya) tidak harus dilakukan, misalnya
seseorang yang memiliki mobil tidak berkewajiban untuk mengantarkan
orang lain ke tempat tertentu, dan ketika ia diminta oleh orang lain untuk
mengantarkan orang lain kesuatu tempat, maka imbalan yang diterima bisa
disebut dengan upah.
Berbeda halnya dengan suap, suap ialah suatu imbalan atas terlaksananya
pekerjaan tetentu (yang semestinya) wajib dilaksanakan tanpa adanya suatu
imbalan apapun dari orang yang memenuhi kepentingannya. Akan tetapi ia
masih meminta imbalan kepada orang yang ingin mendapatkan KTP, maka
hal tersebut dapat disebut sebagai suap atau Risywah.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami tulis semoga dapat memberikan
manfaat bagi pembaca. Makalah kami jauh dari kata sempurna maka kami
meminta saran dan kritikan dari pembaca untuk makalah kami agar lebih
baik dan sempurna untuk kedepannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat Syafe’i, al-Hadis Aidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (2000, Bandung, Pustaka
Setia), 84
Ibid, 85

Imam Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad al-Syaukani, Nailul al-Awthor Min Ahadisti
Sayyidi al-Akhyar Juz 4 (1995, Libanon, Pustaka Darul Kitab al-Ilmiyah), 278
Ibid, 278

Imam Hafidz Abi al-Ali Muhammad Ibn Abi al-Rahman, Tutfatual-Ahwadi Syarah
Jami al-Tirmidzii, Juz IV (1353 H, Tk, Pustaka Darul Fakri) 565
Shofa al-Dhawi Ahmad Adhawi, Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III (Tt, Tk,
Puastaka Darul al-Yakin)263

Imam Abi al-Tayyib Muhammad Syamsi al-Haq al-Adzim Abadi, Awani al-Ma’but
Sunan Ibn Majah, Juz 8 (Tt, Madina al-Munawaarah, Shohibu al-Maktabah al-
Salafiyah) 161

Shofa al-Dhawi Ahmad Adhawi, Ihdi’ Di Bajah Bi Syarah Ibn Majah, Juz III (Tt, Tk,
Puastaka Darul al-Yakin)263

Anda mungkin juga menyukai