Dosen Pengampu:
Muhammad Nurhanif, S.H.I, M.Si
Oleh:
Kelompok 8
KELAS HPI B1
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO
TAHUN 2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Muhammad Nurhanif, S.H.I,
M.Si sebagai dosen pengampu mata kuliah Ulum Al-Hadits yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Semarang,
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 5
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Contoh-Contoh Hadits Maudlu……………….…................................... 6
A. Contoh Hadits Maudlu Menurut Penjelasan Imam Ibnul Qoyyim al-
Jauziyyah …………………………………………………………… 6
B. Contoh Hadits Maudlu yang Terkandung dalam Kitab Ihya
Ulumuddin …………………………………………………………. 8
C. Contoh Hadits Maudhu yang Mashur di Masyarakat....……………. 10
2.2 Kehujjahan Hadits Maudlu dalam Ajaran Islam...……………………… 13
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudlu dan Akibatnya, dalam Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah
(Banjarmasin : UIN Antasari Open Jurnal System, 2016)
2
Ibid
4
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa contoh dari hadits maudlu ?
b. Bagaimana kehujjahan hadits maudlu dalam hukum Islam ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits Maudhu yang tersebar dikalangan umat Islam sangat banyak sekali.
Hadits-hadits tersebut juga mengenai pembahasan-pembahasan yang berbeda.
Orang-orang zindiq saja mereka sangat banyak memalsukan hadits. Diriwayatkan
dari Hammad bin Zaid bahwa beliau berkata : “Orang-orang zindiq memalsukan
hadits atas nama Rasulullah sebanyak 14.000 hadits”.3 Berikut adalah enam contoh
hadits maudhu yang diambil dari penjelasan Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah
rahimahullah:
1. Hadits :
ّٕو انفطر فكأًَا صاو انذْر كهٚ ححٛيٍ صاو صث
“Barangsiapa berpuasa di waktu pagi pada hari „Idul Fithri, dia bagaikan puasa
sepanjang waktu”
Ini adalah hadits palsu yang dibuat oleh Ibnu al-Bailami. Ibnu Hibban
rahimahullah berkata : “Dia meriwayatkan hadits dari ayahnya sebanyak kurang
lebih 200 hadits, semuanya palsu dan tidak boleh berhujjah dengan dia dan juga
tidak boleh disebut namanya kecuali hanya untuk menjelaskan keheranan
terhadapnya ”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jahdzom, dia adalah seorang pemalsu hadits.
3
Alsofwa, Contoh-Contoh Hadits Maudlu, dalam Jurnal Ilmu Hadits (Lombok Timur, 2010)
6
3. Hadits :
ح يائحَٛ انثاٙ) ٔفٙح انكرسٚ أٔل ركعح يائح يرج (أٙقرأ فٚ ٕيا يٍ رجة ٔ صهٗ أرتع ركعاخٚ يٍ صاو
رٖ يقعذِ يٍ انجُحٚ ًٗد حرٚ يرج (قم ْٕ هللا أحذ) نى
“Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan melakukan sholat empat
rakaat, pada rakaat pertama ia membaca ayat kursi 100 kali dan pada rakaat
kedua dia membaca “Qul Huwallahu Ahad”, dia tidak akan mati sebelum melihat
tempatnya di surga”
4. Hadits :
Hadits ini palsu diriwayatkan oleh Hubaib bin Abi Hubaib, dia termasuk orang
yang memalsukan hadits.
Hadits ini palsu yang diriwayatkan oleh Ali bin Urwah ad-Dimasyqi. Ibnu Hibban
berkata tentangnya : “Dia pernah memalsukan hadits”
6. Hadits :
7
7. Hadits :
Hadits ini dihukumi oleh Imam al-„Irâqi rahimahullah, as-Subki rahimahullah dan
al-Albâni rahimaullah sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya dalam kitab-
kitab hadits.
2. Hadits :
Hadits ini juga dihukumi oleh para ulama di atas sebagai sebagai hadits palsu
yang tidak ada asalnya.
3. Hadits :
Hadits ini adalah hadits yang palsu, karena pada sanadnya ada perawi yang
bernama „Umar bin Shubh al-Khurâsâni. Ibnu Hajar rahimahullah berkata
tentangnya : “Dia adalah perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya karena
sangat lemah), bahkan (Imam Ishâq) bin Rahuyah mendustakannya”.
8
4. Hadits :
“Sesungguhnya orang yang berilmu akan disiksa (dalam neraka) dengan siksaan
yang akan membuat sempit (susah) penduduk neraka”.
Hadits ini dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullah sebagai hadits yang tidak
ada asalnya.
5. Hadits :
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullah sebagai hadits yang
tidak ada asalnya.
6. Hadits :
Barangsiapa berkata: „Aku adalah seorang mukmin‟ maka dia kafir, dan barang
siapa berkata: „Aku adalah orang yang berilmu‟ maka dia adalah orang yang
jahil (bodoh)”
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullahsebagai hadits yang
tidak ada asalnya dan dinyatakan lemah oleh Imam as-Sakhâwi rahimahullah.
7. Hadits :
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullah sebagai hadits yang
tidak ada asalnya.
9
8. Hadits :
“Sesuatu yang pertama kali Allâh Azza wa Jalla ciptakan adalah akal”
Hadits ini dihukumi oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah dan Syaikh al-Albâni
rahimahullah sebagai hadits yang batil dan palsu.
9. Hadits :
“Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allâh Azza
wa Jalla akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”
Hadits ini dihukumi oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah sebagai hadits yang
palsu.
10. Hadits :
“Wahai manusia, pahamilah (dengan akal) dari Rabb-mu dan saling berwasiatlah
dengan akal”.
Hadits ini adalah hadits palsu, diriwayatkan oleh Dâwûd bin al-Muhabbar dalam
kitab al-„Aql yang dikatakan oleh Ibnu Hajar: “Dia adalah perawi yang matruk
(ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah) dan kitab al-„Aql yang ditulisnya
mayoritas berisi hadits-hadits yang palsu”.
Meski para ulama sudah mewanti-wanti umat islam agar menghindari hadits
maudhu‟, namun kenyataannya hadits tersebut sebagian sudah terlanjur mashur di
masyarakat. Berikut beberapa contoh hadits palsu yang telah masyhur sekali di
kalangan kita beserta penjelasan-penjelsannya yang disimpulkan dari beberapa
kitab yang bersangkutan.4
4
Edi kuswadi, Hadits Maudlu dan Hukum Mengamalkannya, dalam Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam
(Surabaya : El-Banat, 2016) hlm. 84-86
10
Barang siapa mengenali dirinya maka ia telah mengenal tuhannya. Ungkapan ini
bukan hadits, tetapi ucapan Yahya bin Mu'adz al-Razi. Walaupun bukan hadits tapi
ungkapan ini tidak bertentangan dengan hadits nabi yang diriwayatkan oleh 'Aisah
ra, yaitu ketika Nabi ditanya “Siapakah orang yang paling mengenali tuhannya?"
nabi menjawab "orang-orang yang paling mengenali dirinya".
Ungkapan ini pun bukan hadits, dan tidak mempunyai asal (l a la lahu . amun
ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Dhahhak ia berkata ketika Nabi keluar
meninggalkan Mekah, beliau merindukan tanah kelahirannya itu ketika perjalanan
beliau baru sampai daerah Zuhfah. Kemudian Allah berfirman: “sesungguhnya
yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukumhukum) Al-Quran, benar–benar
akan mengembalikan kamu ke tempat kembali". Nabi berkata "ke Makkah". al-
Ashmu'i berkata: "aku mendengar seorang a'rabi (badui) berkata: jika kamu ingin
mengetahui kesatriaan seorang laki-laki maka lihatlah bagaimana ia menyayangi
dan merindukan tanah air dan saudara-saudaranya, dan bagaimana tangisannya
ketika ia teringat sesuatu yang telah ia lalui.
ال ظا ة اإلي ا
11
shollallahu 'alihi wasallam" pada permulaannya. Padahal - sebagaimana yang
dijelaskan oleh pengarang kitab syaraḫ nadzam Baiqûniyah - ungkapan ini
bukanlah hadits.
“Jika tidak ada engkau niscaya aku tidak akan menciptakan cakrawala”.
Ungkapan ini termasuk ungkapn yang dianggap hadits qudsi oleh masyarakat
umum, bahkan percetakan kitab kuning terkenal di semarang, Maktabah Al-
'Alawiyah selalu mencantumkan ungkapan ini di setiap cover belakang kitab-kitab
hasil cetakannya. Padahal ini adalah hadits maudhu' atau hadits palsu. Tapi jika
ditinjau dari segi makna, ungkapan ini tidak salah; karena ada hadits marfu' yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang searti dengan ungkapan tersebut. Hadits
tersebut artinya "jibril datang padaku lalu ia berkata: Allah berfirman: "jika tidak
ada engkau wahai Muhammad maka aku tidak akan menciptakan surga. Jika tidak
ada engkau aku tidak akan menciptakan neraka". Dan dari riwayat Ibnu 'Asakir "
Jika tidak ada engkau aku tidak akan menciptakan dunia".
Ungkapan inipun sangat masyhur sekali di kalangan kita terlebih jika dalam
perayaan Maulid Nabi. Ungkapan ini selalu dibaca oleh para muballigh sebagai
dalil perayaan tersebut bahkan hiasan dekor panggung pun bertuliskan ungkapan
ini, padahal ungkapan ini tidak tertulis di kitabkitab hadits yang mu'tamad seperti
Shaheh Bukhori, Muslim dan kutubus sittah. Dari kesimpulan yang penulis
dapatkan tentang ungkapan ini mengindikasikan bahwa ungkapan ini adalah hadits
maudhu' atau hadits palsu, dengan alasan ungkapan ini tidak tertulis dalam kitab-
kitab hadits shoheh dan sanadnya tidak jelas bahkan tidak tertulis dan ada sedikit
kejanggalan dalam makna ungkapan tersebut, pasalnya ungkapan ini
memperbincangkan pengagungan atau perayaan Maulid Nabi sedangkan
12
pengagungan dan perayaan Maulid Nabi teresebut belum pernah terrealisasikan
pada zaman Nabi Muhammad.
Selain lima ungkapan di atas yang telah masyhur di kalangan kita yang dianggap
sebagai hadits, masih banyak lagi ungkapan-ungkapan yang dianggap hadist di
kalangan kita yang tidak mungkin penulis memuatnya dalam tulisan ini satu
persatu.
5
Ibid hlm. 86-88
13
Tetapi menurut Abu Muhammad al-Juwaini, ayah Imam al-Haramain Abu al-Ma‟ali
(w. 478H), salah seorang mazhab Syafie, orang tersebut menjadi kafir dengan
melakukan pembohongan tersebut secara sengaja dan boleh dijatuhi hukuman mati.
Pendapat ini dianggap lemah oleh Imam al-Haramain sendiri.
Seseorang yang berdusta atas Nabi walaupun hanya satu hadits saja, ia telah
menjadi fasik dan riwayat-riwayatnya yang lainnya juga ditolak dan tidak boleh
dijadikan hujah. Namun jika ia bertaubat dan taubatnya sungguh�sungguh, sebagian
ulama seperti Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar al-Humaidi (w. 219H) (guru Imam
Bukhari dan sahabat Imam Syafie), Abu Bakar al-Sairafi (w. 330H) (salah seorang
fuqaha` mazhab Syafie), ashabul wujuh dalam mazhab Syafie dan fuqaha‟
mutaqaddimin dalam usul dan furu‟ mengatakan bahwa taubatnya tidak memberi
pengaruh dan riwayatnya tidak boleh diterima selama. Bahkan kesalahannya itu
dijadikan catatan atasnya untuk setrusnya. Namun menurut Imam Nawawi (w. 677H)
pendapat golongan ulama ini lemah karena berlawanan dengan kaidah syarak.
Menurutnya, sah taubatnya secara pasti dan riwayatnya boleh diterima setelah dia
bertaubat sesuai dengan syarat-syarat taubat yang benar.
Pendapat Imam Nawawi ini berdasar pada ijmak ulama yang mengatakan bahwa
sah riwayat orang-orang yang kafir setelah memeluk Islam dan kebanyakan sahabat
dulunya juga kafir, kemudian mereka memeluk Islam dan persaksian mereka diterima
dan tidak ada perbedaan di antara persaksian dan periwayatan. Namun yang pasti para
ulama berijmak bahwa haram membuat hadits-hadits maudhu‟, yang berarti juga
haram meriwayatkan atau menyebarkan hadits-hadits maudhu‟ padahal ia mengetahui
dengan yakin atau zann kedudukan hadits tersebut adalah maudhu‟. Barangsiapa yang
tetap meriwayatkan dan menyebarkan hadits-hadits maudhu‟ dalam keadaan
mengetahui dengan yakin atau zann kedudukan hadits tersebut dan tidak menerangkan
kedudukannya, ia termasuk pendusta atas nama Rasulullah. Ini dijelaskan dalam
sebuah hadits sahih yang berbunyi: “Barangsiapa yang menceritakan satu hadits dariku
dan dia mengira bahwa hadits itu adalah dusta, maka dia termasuk di dalam salah
seorang pendusta”. Oleh sebab itu, ulama mengatakan sudah seharsunya bagi
seseorang yang hendak meriwayatkan sesuatu hadits agar memastikan kedudukan
hadits tersebut. Tapi jika meriwayatkan hadits-hadits maudhu‟ dan menyebutkan
kedudukan hadits tersebut sebagai maudhu‟, tidak ada masalah. Sebab dengan
menerangkan kedudukan hadits tersebut membuat orang bisa bisa membedakan antara
14
hadits yang sahih dengan yang maudhu‟ dan sekaligus dapat menjaga Sunnah dari
perkara-perkara yang tidak benar.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hadits maudhu‟ pada hakekatnya bukanlah sebuah hadits, melainkan hanyalah
ucapan orang yang tidak bertanggungjawab yang menyandarkan ucapannya kepada
Nabi SAW. Hadits maudhu‟ tidak dapat dijadikan sebagai hujah untuk melakukan
sebuah amalan meski hadits maudhu‟ tersebut berisi amalan-amalan baik. Tidak
semua yang disandarkan kepada Nabi SAW merupakan hadits yang shahih, melainkan
membutuhkan penelitian untuk membuktikan keshahihan hadits tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
Almanhaj, Beberapa Contoh Hadits Palsu dan Lemah dalam Kitab Ihya‟
Ulumuddin, https://almanhaj.or.id/3663-beberapa-contoh-hadits-palsu-dan-lemah-dalam-
kitab-ihya-ulumiddin.html , Diakses pada tanggal ( 26 Oktober 2022 pukul 20.29 WIB)
17
18