Anda di halaman 1dari 5

1

A. Naskah tentang al-Gharawain (Umariyatain)

1
1

B. al-Gharawain (Umariyatain)
Gharawain, bentuk tasniyah dari lafadz gharr (bintang cemerlang). Disebut
demikian karena kemasyhurannya bagaikan bintang yang cemerlang. Nama lain dari
gharawain adalah Umariyatain karena cara penyelesaiannya tersebut diperkenalkan
oleh Umar bin Khattab r.a.2.

1
2

, h. Jilid 8 h.7805
Otje Salman S.S.H dan Mustafa Haffas, S.H, Hukum Waris Islam. (Bandung: Refika Aditama, 2006) hal.75

Masalah gharawain adalah salah satu bentuk masalah dalam kewarisan yang
pernah diputuskan oleh Umar dan diterima oleh mayoritas sahabat dan diikuti oleh
jumhur ulama. Masalah ini terjadi waktu penjumlahan beberapa furudh dalam satu
kasus kewarisan yang hasilnya tidak memuaskan beberapa pihak.3
Alasan yang dikemukakan jumhur ulama adalah bahwa ibu dan bapak jika
bersama-sama mewarisi dengan tidak ada ahli waris yang lain, maka ibu menerima
bagian 1/3 dan bapak menerima ashabah. Karena itu cara demikian wajib
diberlakukan manakala terdapat sisa. Mereka memandang sebagai suatu hal yang
menyalahi prinsip apabila bagian yang diterima ibu lebih besar daripada bagian yang
diterima bapak.
Prinsip dasarnya adalah bahwa ibu menerima 1/3 dan bapak 2/3, dengan kata
lain bagian lak-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan. Keadaan ini tetap berlaku
manakala ibu dan bapak bersama-sama dengan ahli waris suami atau istri. Jadi setelah
bagian suami atau istri diberikan maka ibu menerima 1/3 dan bapak sisanya. 4
Kasus al-gharawain ini terjadi hanya dalam dua kemungkinan saja, yaitu :
1. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris :

Suami

Ibu

Bapak

2. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris :

Istri

Ibu

Bapak
Adapun maksud ahli waris disini adalah ahli waris yang tidak terhijab, karena

boleh jadi ahli waris yang lain masih ada, namun terhijab oleh bapak.
Jadi suatu kasus bisa dikatakan gharawain apabila telah diketahui dan
ditentukan siapa saja yang menjadi ahli waris dari yang meninggal, kemudian siapa
yang terhijab dan ternyata yang berhak untuk mendapat warisan hanyalah (terdiri dari)
suami/istri, ibu dan bapak.

3
4

Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Kencana, 2005 ) hal. 108
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, cet IV (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001) hal. 130

Dan apabila ternyata ahli waris yang berhak untuk mendapatkan warisan hanya
terdiri dari suami/istri, ibu, bapak, maka dapat dipastikan bahwa persoalan kewarisan
tersebut sadalah persoalan yang khusus yaitu Al-Gharawain.
Adapun penyelesaian kasus dalam masalah Gharawain ini tidaklah seperti
penyelesaian kasus-kasus kewarisan pada umumnya, sebab apabila diselesaikan secara
biasa maka hasilnya sebagai berikut :
AW

Bagian

AM (6)

Suami

Ibu

1/3

Ashabah

Bapak

6/6

Apabila penyelesaiannya dilakukan seperti di atas terlihat hasilnya bahwa untuk


ibu adalah 1/3 x 6 = 2, sedangkan bapak hanya memperoleh 1. Padahal semestinya
pendapatan bapak haruslah lebih besar dari pendapatan ibu. Sebab bapak selain sebagai
shahibul fardh juga merupakan ashabah (dapat menghabisi seluruh harta).
Jadi, persoalan Al-Gharawain ini terletak pada pendapatan ibu yang lebih besar
dari pendapatan bapak. Untuk menghilangkan kejanggalan ini haruslah diselesaikan
secara khusus, yaitu pendapatan ibu bukanlah 1/3 dari harta warisan melainkan hanya
1/3 dari sisa harta.5
Dan yang dimaksud sisa harta disini adalah keseluruhan harta warisan setelah dikurangi
bagian yang harus diterima oleh suami atau bagian istri. Maka penyelesaiannya
sebagai berikut :
AW

Bagian

AM (6)

Suami

1/2

3 (sisa=3)

Ibu

1/3 dari sisa

1/3 x 3 = 1

Bapak

Ashabah

2
6/6

Contoh kemungkinan kedua :

Suhrawardi K. Lubis, Komis Simanjuntak. hal. 133

AW

JP

AM (12)

Istri

1/4

Ibu

1/3

Bapak

Ashabah

5
12/12

Penyelesaian kasus seperti diatas adalah salah, sebab persoalan ini termasuk
Gharawain. Dan tidak sesuai dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali lipat bagian
AW

JP

AM (12)

Istri

3 (sisa=9)

Ibu

1/3 dari sisa

1/3 x sisa(=9) = 3

Bapak

Ashabah

6
12/12

perempuan. Maka penyelesaian yang benar adalah sebagai berikut :

Perlu diingat bahwa untuk memudahan dalam penyelesaiannya tempatkan


suami /istri paling atas, sebab 1/3 dari sisa merekalah (setelah dikeluarkan bagian
mereka) untuk bagian ibu.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Suhrawardi K., Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam; lengkap dan praktis,
Jakarta : Sinar grafika, 2008
Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, cet IV, Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001
Salman, Otje, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam. Bandung: Refika Aditama, 2006
Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana, 2005
, Jilid 8, (2006

Anda mungkin juga menyukai