Anda di halaman 1dari 13

FIQIH MUAMALAH

SEWA MENYEWA (IJAROH )

Dosen Pengampu : Dr. Abbas Arfian,Lc, M.HI

Oleh : Kelompok 8/HES B

1. Abdillah Mazi(200202110117)

2. Nuril Fidya Ningrum(200202110119)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijaroh

B. Dalil Tentang Ijaroh

C. Syarat dan Rukun Ijaroh

D. Macam-macam Ijaroh

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR RUJUKAN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Fiqh Muamalah, Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni
al-Qur’an dan sunnah untu keselamatan umat di dunia. Makalah ini merupakan
pertanggung jawaban dari tugas mata kuliah Fiqh Muamalah pada Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Abbas Arfan, Lc, M.HI, Selaku Dosen pembimbing
mata kuliah Fiqh Muamalah dan pada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan
serta arahan selama penulisan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang , 16 November 2021


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tak dapat hidup tanpa bantuan
orang lain. Dalam hidupnya, manusia bersosialisi dalam upaya untuk
memenuhikebutuhan hidupnya, yang termasuk di dalamnya merupakan kegiatan
ekonomi.Segala bentuk interaksi sosial guna memenuhi kebutuhan hidup
manusiamemerlukan ketentuan-ketentuan yang membatasi dan mengatur
kegiatantersebut.Islampun mengatur hubungan interaksi sosial ini yang disebut
muamalah.Contoh hukum islam yang termasuk muamalah satunya adalah ijarah
sewa -menyewa dan upah. Dalam bahasa Arab kata ijarah berarti sewa menyewa
danupah, antara keduanya terdapat perbedaan makna operaional. Sewa
biasanyadigunakan untuk benda, dan upah untuk tenaga.Ijarah merupakan menjual
manfaat yang dilakukan seseorang dengan oranglain dengan menggunakan
ketentuan syariat islam. Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
kita sehari- hari baik di lingkungan keluarga maupunmasyarakat sekitar kita. Oleh
sebab itu, penting untuk kita mengetahui apapengertian dari ijarah sebenarnya,
rukun dan syaratnya serta bagaimana dalil yangmengatur ijarah dalam islam. Yang
mana hal-hal ini akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ijaroh ?
2. Bagaimana dalil yang mengatur tentang ijaroh?
3. Apa saja syarat dan rukun ijaroh?
4. Apa saja macam-macam ijaroh?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian ijaroh
2. Mengetahui dalil tentang ijaroh
3. Mengetahui syarat dan rukun ijaroh
4. Mengetahui macam-macam ijaroh
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ijaroh
Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Al
ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan
hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-
lain. 1

Secara terminologi pengertian ijarah adalah sebagaimana yang


dikemukakan oleh para ulama di bawah ini:
1. Menurut Ulama Syafiiyah
“Akad atas suatu manfaat yang diketahui kebolehannya dengan serah terima dan
ganti yang diketahui manfaat kebolehannya”
2. Menurut Ulama Hanafiyah
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti”
3. Menurut Ulama Malikiyyah
”Ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu
tertentu”.
4. Menurut Sayyid Sabiq
”Ijarah secara syara’ ialah akad terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti”.

Dari beberapa pendapat ulama dan mazhab diatas tidak ditemukan perbedaan
yang mendasar tentang defenisi ijarah, tetapi dapat dipahami ada yang mempertegas dan
memperjelas tentang pengambilan manfaat terhadap benda atau jasa sesuai dengan
jangka waktu yang ditentukan dan adanya imbalan atau upah serta tanpa adanya
pemindahan kepemilikan. Dalam bahasa yang lain, ijarah adalah sewa menyewa yang
jelas manfaat dan tujuanya, dapat diserah terimakan, boleh dengan ganti (upah) yang
telah diketahui (Samsuddin, 2010:209),seperti rumah untuk ditempati, mobil untuk
dinaiki.

Pemilik yang menyewakan manfaat disebut mu’ajjir (orang yang menyawakan).


Pihak lain yang memberikan sewa disebut Musta’jir ( orang yang menyewa = penyewa).
1
H. Syaikhu, M.H.I, Ariyadi, S.H.I.,M.H, Noerwili, M.H.I “FIKIH MUAMALAH Memahami Konsep dan
Diletika Kontemporer” . Hal.135
Dan, sesuatu yang di akadkan untuk diambil manfaatnya disebut ma’jur ( Sewaan).
Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut ajran atau ujrah (upah).
Dan setelah terjadi akad Ijarah telah berlangsung orang yang menyewakan berhak
mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak mengambil manfaat, akad ini
disebut pula mu’addhah (penggantian).2

Adapun definisi ijarah menurut undang-undang yaitu :

1. Definisi Ijarah upah dalam Undang-undang No 13 tahun 2003 terkait dengan


ketenagakerjaan termaktub pada Pasal 1 ayat 30 yang berbunyi :
“Upah ialah: hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam format
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada perkerja/buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan berdasarkan pendapat suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
atau akan dilakukan”.
2. Sedangkan dalam PP No. 5 tahun 2003 juga menjelaskan terkait dengan Upah,
yang berbunyi:
“Upah memiliki hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam format uang
sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa
yang telah dilakukan ditetapkan dan dibayarkan berdasarkan pendapat suatu
perjanjian kerja, kesepakatan ,atau peraturan perundang-undangan termasuk
tunjangan bagi pekerja dan keluarganya”3

B. Dalil Tentang Ijaroh


Dasar –dasar hukum atau rujukan Ijarah adalah Alqur’an, hadis dan ijma’.
1. Al-Qur’an
2
DR. SRI SUDIARTI, MA “FIQH KONTEMPORER”. Hal. 193-194
3
Akhmad Farroh Hasan, M.SI. “Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer(Teori dan Praktek)”
hal. 51
6 : ‫)فا ن ارضعن لكم فاء توهن اجو رهن ) ا لطالق‬
Artinya: “Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah
upahnya.”(Al-Talaq: 6).

2. Hadist
Para ulama mengemukakan alasan kebolehan ijarah berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut :

‫ ثم من‬،‫ واستأجرانلىب صىل اهلل عليه وسلم وأبو بكر رجال من بين ادليل‬:‫عن اعئشة ريض اهلل عنها‬
،‫ امالهر باهلداية قد غمس يمني حلف ىف آل العاص بن وائل‬:‫ هاديا خريتا اخلريت‬،‫بىن عبد بن عدي‬
‫ فأتهما براحلتيهما‬،‫ ووعداه اغر ثور بعد ثالث يالل‬،‫ فدفعا إيله راحلتيهما‬،‫ فأمناه‬،‫وهو ىلع دين كفار قريش‬
‫ وهو‬،‫ فأخذ بهم أسفل مكة‬،‫ وادليلل ادلييل‬،‫ وانطلق معهما اعمربن فهرية‬،‫صبيحة يالل ثالث فارحتال‬
‫طريق الساحل‬
(‫)رواه ابلخار‬
Artinya: “Dari Aisyah R.A, ia menuturkan Nabi SAW dan Abu Bakar menyewa
seorang laki-laki yang pintar sebagai penunjuk jalan dari dari bani Ad-Dil,
kemudian dari Bani Abdi bin Adi. Dia pernah terjerumus dalam sumpah
perjanjian dengan keluarga al-Ash bin Wail dan dia memeluk agama orang-
orang kafir Quraisy. Dia pun memberi jaminan keamanan kepada keduanya,
maka keduanya menyerahkan hewan tunggangan miliknya, seraya menjanjikan
bertemu di gua Tsur sesudah tiga malam/hari . Ia pun mendatangi keduanya
dengan membawa hewan tunggangan mereka pada hari di malam ketiga,
kemudian keduanya berangkat berangkat. Ikut bersama keduanya Amir bin
Fuhairah dan penunjuk jalan dari bani Dil, dia membawa mereka menempuh
bagian bawah Mekkah, yakni jalur pantai”(H.R. Bukhari).

Dalam hadis di atas di jelaskan bahwa Nabi menyewa orang musyrik saat
darurat atau ketika tidak ditemukan orang Islam, dan Nabi mempekerjakan
orang-orang Yahudi Khaibar selama tiga hari. Dalam hal ini Imam Bukhari,
tidak membolehkan menyewa orang musyrik, baik yang memusuhi Islam (harbi)
maupun yang tidak memusuhi Islam (dzimmi), kecuali kondisi mendesak seperti
tidak didapatkan orang Islam yang ahli atau dapat melakukan perbuatan itu.
Sedangkan Ibnu Baththa mengatakan bahwa mayoritas ahli fiqih membolehkan
menyewa orang-orang musyrik saat darurat maupun tidak, sebab ini dapat
merendahkan martabat mereka.

Kemudian hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a ia berkata:

‫ احتجم انلىب صل اهلل عليه وسلم‬:‫حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس ريض اهلل عنهما قال‬
‫واعطى احلجام اجره‬
(‫)رواه ابلخاري‬
Artinya:”Hadis dari Ibnu Thawus dari ayanya dari Ibnu Abbas r.a dia berkata
bahwa Nabi Saw pernah mengupah seorang tukang bekam kemudian membayar
upahnya”. (H.R.Bukhari)
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa Nabi menyuruh untuk
membayar upah terhadap orang yang telah dipekerjakan. Dari hal ini juga dapat
dipahami bahwa Nabi membolehkan untuk melakukan transaksi upah mengupah
3. Ijma’
Umat Islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah
diperbolehkan sebab bermanfaat bagi manusia4

C. Syarat dan Rukun ijaroh


1. Syarat ijarah
Terkait dengan syarat-syarat ijarah M. Ali Hasan menjelaskan, sangat
gamblang, diantaranya ialah:
a. Syarat bagi kedua orang yang berakad ialah: telah baligh dan berakal
(Mazhab Syafi’i Dan Hambali). Dengan demikian bilamana orang itu
belum atau tidak berakal seperti anak kecil atau orang gila menyewa
maka ijarohnya tidak sah hartanya, atau diri mereka sebagai buruh
(tenaga dan ilmu boleh disewa), maka Ijarah nya tidak sah. Berbeda
dengan Mazhab Hanafi dan maliki bahwa orang yang melakukan akad,
tidak harus mencapai usia baligh , tetapi anak yang telah mumayiz pun
boleh melakukan akad Ijarah dengan ketentuan disetujui oleh walinya.

4
Dr. Sri Sudiarti, MA “fiqih kontemporer” hal. 194-196
b. Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad Ijarah itu, bilamana salah seorang keduanya terpaksa
melakukan akad maka akadnya tidak sah.
c. Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga
tidak terjadi perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas.
Maka, akad itu tidak sah.
d. Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan
tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat mengatakan
bahwa tidak boleh menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan,
dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Umpamanya rumah harus siap
pakai atau tentu saja sangat bergantung kepada penyewa apakah dia mau
melanjutkan akad itu atau tidak, sekiranya rumah itu atau toko itu disewa
oleh orang lain maka setelah itu habis sewanya baru dapat disewakan
oleh orang lain.
e. Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu
ulama fikih sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak
boleh menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak
boleh menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi
(pelacuran). Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-
muslim untuk tempat mereka beribadat5

2. Rukun ijarah
Adapun Rukun al-Ijarah Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ijarah itu
hanya satu, yaitu ijab (ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan
terhadap sewa menyewa). Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa
rukun al-ijarah itu ada tiga, yaitu:
a. Aqid (orang yang berakad)
Orang yang berakad harus baligh, berakal dan tidak terpaksa atau
didasari kerelaan dari dua pihak yang melakukan akad ijarah tersebut
b. Ma'qud 'alaihi (Ujrah dan Manfaatnya).

5
Akhmad Farroh Hasan, M.SI. “Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer(Teori dan Praktek)”
hal. 52-53
Ujrah di dalam akad ijarah harus diketahui, baik dengan langsung
dilihat ataupun disebutkan kriterianya secara lengkap semisal ‘seratus
ribu rupiah.’
Adapun Manfaat Ujroh adalah:
(a) Barang yang disewakan harus mutaqawwamah (bernilai secara
syariat), maklum, mampu diserahkan, manfaat dirasakan oleh pihak
penyewa, manfaat yang diperoleh pihak penyewa bukan berupa
barang.
(b) Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan,
sehingga mencegah terjadinya perselisahan,
(c) Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara’,
(d) Objek transaksi akad itu (barangnya) dapat dimanfaatkan
kegunaannya menurut kriteria, dan realita.(Sabiq, 1987: 12-13)
c. shighat (ijab dan qabul).
Shigat(kalimat yang digunakan transaksi) seperti perkataan pihak
yang menyewakan “Saya menyewakan mobil ini padamu selama sebulan
dengan biaya/upah satu juta rupiah.” Dan pihak penyewa menjawab
“Saya terima. Sebagaimana transaksi-transaksi yang lain, di dalam ijarah
juga disyaratkan shigat dari pihak penyewa dan pihak yang menyewakan
dengan bentuk kata-kata yang menunjukan terhadap transaksi ijarah yang
dilakukan sebagaimana contoh di atas6

Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan, dan


manfaat, termasuk syarat- syarat al-ijarah, bukan rukunnya.

D. Macam-macam ijaroh
Ada dua jenis Ijarah dalam hukum islam :
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Al-ijarah yang
bersifat manfaat, umpamanya ialah: sewa menyewa rumah, kendaraan, pakaian,
dan perhiasan. Bilamana manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara’

6
Dr. Sri Sudiarti, MA “fiqih kontemporer” hal. 196-197
untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat menyatakan boleh dijadikan
objek sewa-menyewa.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau properti, yaitu memindahkan
hak untuk memakai dari asset tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya
sewa. Al-ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara memperkerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Al-ijarah seperti ini, hukumnya
boleh bilamana jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit,
buruh pabrik, tukang salon, dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti ini biasanya
bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang
bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya
untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan
tukang jahit. Kedua format ijarah terhadap pekerjaan ini berdasarkan pendapat
ulama fiqh hukumnya boleh.7

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

7
Akhmad Farroh Hasan, M.SI. “Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer(Teori dan Praktek)”
hal. 56
Dapat ditarik pengertian bahwa Ijarah adalah suatu jenis perikatan atau
perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda yang diterima dari
orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan kerelaan
kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. Ijarah itu
adalah suatu bentuk muamalah yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penyewa
sebagai orang yang memberikan barang yang dapat dimanfaatkan kepada si
penyewa untuk diambil manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang telah
ditentukan oleh syara’ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.

B. Saran
Demikianlah makalah ini yang dapat kami susun. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah
proses akhir melainkan proses awal yang masih banyak memerlukan perbaikan,
oleh, karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah kami yang selanjutnya.

DAFTAR RUJUKAN
H. Syaikhu, M.H.I, Ariyadi, S.H.I.,M.H, Noerwili, M.H.I. 2020 “Fikih Muamalah
Memahami Konsep dan Diletika Kontemporer” . Penerbit K-Media Yogyakarta, 2020

Dr. Dri Sudiarti, MA.2018. “FIQH KONTEMPORER”. FEBI UIN-SU Press Gedung
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Univesitas Islam Negeri Sumatera Utara
(UIN-SU) Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371 Telp./HP. 0813 6116 8084
Email: febiuinsupress@gmail.com Cetakan Pertama, Oktober 2018

Akhmad Farroh Hasan,M.SI.2018.“Fiqh Muammalah dari Klasik hingga


Kontemporer(Teori dan Praktek)” UIN-Maliki Malang Press Jl. Gajayana 50 Malang
65144 Telp/Faks. +62 341 573225 e-mail: uinmalikipressredaksi@gmail.com
www.malikipress.uin-malang.ac.id

Anda mungkin juga menyukai