Anda di halaman 1dari 15

KAJIAN HADITS TEMATIK; TENTANG JUAL BELI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Ahkam


Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Rikza Muqtada, M.Hum

Disusun oleh :
1. Maratus Shalikhah (236030004)
2. Niswatus Saniah (236030012)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2023
Catatan:

1) Lengkapi dengan abstrak yang tersusun atas problem akademik, rumusan masalah,
metode/pendekatan, hasil temuan. Juga lengkapi dengan keyword.
2) Pendahuluan dipersingkat kira-kira 4-5 paragraf yang sudah mencakup gap
permasalahan dalam jual beli, kajian Pustaka tentang jual beli perspektif Islam
khususnya hadis, dan arah pembahasan makalah.
3) Jelaskan metode penulisan, kerangka teoretik, dan pendekatan analisis dalam makalah
ini.
4) Tema diarahkan ke bagaimana kontekstualisasi hadis jual beli dalam aktivitas startup
bisnis dan digital trading.
5) Pembahasan dimulai dari memaparkan hadis dan penjelasannya, kemudian dicari ideal
moral dari hadis-hadis jual beli, kemudian menjlaskan fenomena startup bisnis dan
digital trading yang saat ini sedang ramai digunakan oleh pebisnis, selanjutnya upaya
kontekstualisasi dari hadis tersebut dalam aktivitas bisnis saat ini.
6) Bagian akhir adalah penarikan kesimpulan, kontribusi teoretik tulisan, dan
rekomendasi.
7) Referensi yang dirujuk tidak ada yang terbaru, silahkan ditambahkan referensi terbaru
dalam tiga tahun terakhir dan buku induk (kitab kuning: bisa hadis, bisa fiqih) minimal
30% dari jumlah referensi. Referensi termasuk jurnal, berita, buku, kitab kuning, dsb.
8) Gunakan manajemen referensi seperti Zotero atau Mendeley.
9) Panjang tulisan antara 5000 s/d 8000 kata.

PENDAHULUAN

Sejarah dunia membuktikan bahwa manusia tidak bisa lepas dari pergaulan yang
mengatur perhubungan manusia di dalam segala keperluannya. Karena manusia diciptakan di
dunia dalam keadaan saling membutuhkan dan saling melengkapi, tidak mungkin bagi
siapapun untuk memenuhi seluruh kebutuhannya dengan sendiri tanpa bantuan dan andil dari
orang lain. Maka dari itu agama Islam sebagai agama yang sempurna memberikan pedoman
dalam cara-cara mendapat harta, pengembangan dan penggunaan harta, yaitu Islam tidak
membiarkan pemilik harta bebas secara mutlak mempergunakan hartanya, karena
kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan kesejahteraan setiap anggota masyarakat. 1

1
Abdullah Siddik , Inti Dasar Hukum Dagang Islam, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), cet.1 p. 55.
Seiring dengan perkembangan teknologi dalam melakukan transaksi yang semakin
berkembang ini, ternyata turut pula menimbulkan berbagai permasalahan. Beberapa
permasalahan yang muncul dalam transaksi online ialah pertama kualitas barang yang dijual,
hal ini karena pembeli tidak melihat secara langsung barang yang akan dibeli. Kedua, potensi
penipuan yang sangat tinggi, dimana ketika pembeli sudah melakukan pembayaran namun
barang tidak kunjung diantar kepada pembeli. Ketiga potensi gagal bayar dari pembeli, di
mana ketika penjual sudah mengirimkan barang kepada pembeli namun pembayaran tidak
kunjung dilakukan oleh pembeli. Dengan demikian, Jual beli yang dihalalkan harus mengikuti
ketentuan yang telah ditentukan. Ketentuan yang dimaksud berkenaan dengan rukun syarat
dan terhindar dari halhal yang dilarang. Rukun dan syarat yang harus diikuti merujuk kepada
hadis Nabi Saw dalam hadisnya. Rukun yang pokok dalam (perjanjian) jual beli itu adalah
ijab dan qabul yaitu ucapan penyerahan hak milik disatu pihak dan ucapan penerimaan
dipihak lain.

Perdagangan atau pertukaran dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai proses tukar
menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak (pedagang dan
konsumen). Masing-masing pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan untung-rugi dari
kegiatan tukar menukar tersebut dari sudut kepentingan masing-masing sebelum memutuskan
apakah mau melakukan pertukaran atau tidak. Kehendak sukarela merupakan aspek paling
penting dalam proses perdagangan karena aspek ini mempunyai impilkasi yang fundamental,
yaitu bahwa perdagangan hanya terjadi apabila paling tidak ada satu pihak yang memperoleh
keuntungan atau menfaat dan tidak ada pihak lain yang dirugikan.2

Kita perlu memahami atau mengenal apakah yang dimaksud dengan online. Online
artinya menggunakan fasilitas jaringan internet untuk melakukan upaya penjualan atas
produk-produk kita. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa binsis online
adalah segala upaya yang kita lakukan untuk mendatangkan keutungan berupa uang dengan
cara memanfaatkan internet untuk menjual suatu produk dan jasa. Terhubungnya koneksi
jaringan internet dapat menjalin komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Artinya dengan
koneksi internet, penjual dapat mengiklankan barang dagangannya dengan biaya yang murah,
tidak perlu menyiapkan toko fisik. Hanya dengan moal kuota internet dan memotret produk
yang akan dijual maka penjual dapat memasarkan produknya.3

2
Rustamunadi, Hukum Perdagangan Indonesia: Studi Krtis Disahkannya Undang-Undang R.I Nomor 7 Tahun
2014 (Serang: Ftk Banten Press dan LP2M IAIN SMH Banten, 2014) cet.1 p. 35.
3
Rakhmat Makmur, Bisnis Online (Bandung: Informatika Bandung, 2016), cet.1 p. 4.
Transaksi jual beli online ini sudah menjadi gaya belanja masyarakat baik orang desa maupun
orang kota, karena hampir semua penduduk bumi saat ini menggenggam gadget. Proses
transaksi ini memang sangat mudah, sehingga pembeli bisa membeli sesuatu yang ia butuhkan
tanpa harus keluar rumah. Dengan demikian, mudahnya dalam bertransaksi tersebut justru
rawan menimbulkan banyak resiko dan kerugian. Resiko yang sering terjadi dalam transaksi
ini adalah maraknya penipuan. Beberapa penyebabnya adalah tidak bertemunya antara penjual
dan pembeli, sehingga sering terjadi setelah pembeli melakukan pembayaran melalui transfer
barang tak kunjung datang. Selain itu juga sering terjadi barang yang dibeli datang tidak
sesuai dengan spesifikasi yang telah dipaparkan dan ahirnya menimbulkan ketidakpuasan
pelanggan.

Dengan demikian, kini jual beli tidak hanya terbatas pada jual beli konvensional saja
karena kini jual beli juga dapat dilakukan melalui media internet yang lebih dikenal dengan E-
Commerce. Jual beli dengan memanfaatkan sarana internet (E-Commerce) ini telah mengubah
wajah dunia bisnis khususnya di bidang perdagangan selain disebabkan oleh adanya
perkembangan teknologi informasi.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Jual beli atau perdagangan dalam bahasa arab al-tijarah, sering disebut dengan
kata al-bay'u (‫)البيع‬, sebagaimana al-mubadalah (‫ )المبادلة‬atau (‫)التجارة‬. Jual beli menurut
etimologi adalah tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain 4. Sedangkan jual
beli menurut terminologi yaitu;
1. Menurut Hanafiah, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut
cara yang khusus, harta mencakup zat (barang atau uang)5.
2. Menurut Syafi’iyah, jual beli adalah akad tukar-menukar harta dengan syarat
untuk memperoleh kepemilikan atau kemanfaatan atas benda yang ditukar dalam
kurun waktu selamanya6.

4
Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah, Amzah: Jakarta, (2010), Cet. ke-1, 173.
5
Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah, 176.
6
Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah, 170.
3. Menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah;

‫مبا دلة مال بمال على سبيل التراض اوفقل ملك بعوض على وجه الماء دون فيه‬
Artinya: Tukar menukar harta dengan harta lain berdasarkan suka sama suka atau
memindahkan milik dengan ada ganti berdasarkan cara yang diizinkan7.
4. Menurut Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al-Akhyar

‫مقاابةل مال قابلني للترص ف ابجياب و قبول عىل الوجه امال ءذون فيه‬
Artinya; Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan
ijab qobul, dengan cara yang sesuai dengan syara8.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli adalah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai, secara sukarela
antara kedua belah pihak. Pihak satu sebagai penerima benda dan pihak lain sebagai
penerima sesuatu yang lain, sebagai ganti dari benda yang telah ia serahkan sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang telah disepakati dan dibenarkan oleh syara’.
Dengan jual beli, penjual berhak memiliki uang secara sah. Pihak pembeli berhak
memiliki barang yang dia terima dari penjual. Kepemilikan masing-masing pihak
dilindungi oleh hukum.

B. Dasar Hukum Jual Beli


Hubungan interaksi antara sesama manusia, baik yang tunduk kepada syari’at atau
yang keluar dari ajaran Islam sudah tidak terbatas. Setiap masa dan daerah tentunya
berbedabeda bentuk dan model interaksi sesama manusia dengan masa dan daerah
yang lainnya. Oleh karena itu bukan suatu hal yang bijak jika mengkekang dan
membatasi dalam bentuk teransaksi tertentu.9 Hal ini juga didasari oleh kaidah ilmu
fiqih yang berbunyi : “Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil
yang menunjukan akan keharamannya”.

‫َو َاَح َّل ُهّٰللا اۡل َبۡي َع َو َح َّر َم الِّر ٰب وا‬


“Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (Q.S al-Baqarah:275).
Adapun dalil dari hadis, diantaranya adalah sebagai berikut:

7
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, (1997), 126.
8
Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, Imam Taqiyuddin, Kifayatul al-Akhyar, Juz I, Surabaya: Darul Ilmi, 329.
9
Tim Darul Ilmi, Buku Panduan Lengkap Agama Islam (Jakarta: QutumMedia, 2010), cet. 1 p. 455.
‫ َأَلْنَيْأُخَذ َأَح ُد ُك ْم‬: ‫َع ِن الُّز َبْيِر ْبِن اْلَع َّو اِم َرِض َي ُهللا َع ْنُه َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
‫َح ْبَلُه َفَيْأ ِتَي ِبُح ْز َم ِةالَح َطِب َع َلى َظْهِر ِه َفَيِبْيَعَها َفَيُك َّف ُهللا ِبَها َو اْج َهُه َخْيٌر َلُه ِم ْن َأْن‬
‫َيْس َأَل الَّناَس َأْع َطْو ُه َأْو َم َنُعوُه‬
"Telah menceritakan kepada kami [Mūsa] telah menceritakan kepada kami [Wuhaib]
telah menceritakan kepada kami [Hisyām] dari [bapaknya] dari [Az Zubair bin Al
'Awam radliallahu 'anhu] dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Demi
Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh seorang dari kalian yang mengambil
talinya lalu dia mencari seikat kayu bakar dan dibawa dengan punggungnya
kemudian dia menjualnya lalu Allah mencukupkannya dengan kayu itu lebih baik
baginya daripada dia meminta-minta kepada manusia, baik manusia itu memberinya
atau menolaknya"10
Imam Syafi’i mengatakan bahwa pada dasarnya semua jenis jual beli
hukumnya boleh (mubah) apabila dilakukan oleh dua belah pihak yang masing-masing
mempunyai kelayakan untuk melakukan transaksi, kecuali jual beli yang dilarang atau
diharamkan dengan izin-Nya maka termasuk dalam katagori yang dilarang. Adapun
selain itu jual beli diperbolehkan selama berada pada bentuk yang telah ditetapkan
oleh Allah dalam kitabNya11 seperti ayat yang tersebut di atas.
Agama Islam melindungi hak manusia dalam pemilikan harta yang dimilikinya
dan memberi jalan keluar untuk memiliki harta orang lain dengan jalan yang
dibenarkan. Sehingga dalam Islam, prinsip perdagangan yang diatur adalah
kesepakatan kedua belah pihak; yaitu penjual dan pembeli. Sebagaimana yang telah
digariskan oleh prinsip muamalah adalah sebagai berikut;
1. prinsip kerelaan;
2. prinsip bermanfaat;
3. prinsip tolong menolong;
4. prinsip tidak terlarang12.
C. Rukun dan Syarat Jual Beli
Adapun rukun-rukun jual beli adalah;
1. Adanya penjual dan pembeli (al-Muta’aqidain)
Syaratnya;
a. baligh, berarti sampai atau jelas, yakni anak-anak yang sudah sampai pada
usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala urusan atau persoalan yang
dihadapi. Pikirannya telah mampu mempertimbangkan atau memperjelas
mana yang baik dan mana yang buruk. Jual beli harus dilakukan dalam
keadaan sadar. Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan
orang gila hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang mumayyiz, menurut

10
Lidwa Pusaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadist, Menjaga Diri Dari Minta-Minta, Al-Bukhari No. 1378
11
Abdul Hayyyie al-Kattani, dkk, Fiqih Islam..., p. 27.
12
H. M. Daud Ali, Asas-Asas Hukum Islam, Rajawali Press: Jakarta, (1991), 144.
ulama Hanafiah, jika akad yang dilakukan membawa keuntungan bagi
dirinya, maka akadnya sah.
b. tidak pemboros dan pailit,
c. kehendak sendiri (bukan paksaan), karena prinsip jual beli adalah suka sama
suka, antara penjual dan pembeli. Bila perinsip ini tidak tercapai jual beli itu
tidak sah13.
d. tidak dipersyaratkan harus Muslim14. Para ulama sepakat bahwa syarat sah
jual-beli yang terkait dengan penjual atau pembeli, tidak ada terkait dengan
masalah agama dan keimanan. Maka seorang muslim boleh berjual-beli dan
bermuamalah secara harta dengan orang yang bukan muslim 15. Dan hal itu
juga dilakukan oleh Rasulullah SAW, ketika beliau menggadaikan baju besi
miliknya kepada tetangganya yang merupakan seorang Yahudi.
‫ان النبي استرى طعا ما من يهودي إ لى أجل و رحنه درعا من حديد‬
Artinya: Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan
dari seorang yahudi dengan pembayaran ditangguhkan dengan menggadaikan
baju besinya. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Adanya barang yang diperjualbelikan
Syarat untuk barang yang diperjual belikan, yaitu;
a. Barang milik sendiri. Memperjual belikan ikan yang masih di dalam laut atau
burung yang masih di alam bebas, karena ikan atau burung itu belum dimiliki
oleh penjual, jual beli yang demikian adalah haram.
b. Barang yang jelas zatnya, ukuran dan sifatnya (dapat diketahui). Hal ini untuk
menghindari kesamaran baik wujud sifat dan kadarnya. Boleh menjual barang
yang tidak ada di tempat aqad dengan ketentuan dijelaskan sifatnya yang
mengakibatkan ciri-ciri dari barang tersebut dapat diketahui, jika ternyata
barang tersebut sesuai dengan barang yang disepakati, maka wajib
membelinya, tapi jika tidak sesuai dengan yang disifatkan maka dia
mempunyai hak memilih untuk dilansungkan akad atau tidak.
c. Barang yang dapat diserahkan. Barang atau benda diserahkan pada saat aqad
berlangsung atau pada waktu yang telah disepakati bersama ketika transaksi
berlangsung.
d. Suci Bendanya. Diantara benda yang tergolong najis adalah bangkai, darah,
daging Babi.
e. Barang yang bermanfaat menurut syara’. Yang dimaksud dengan barang yang
dapat dimanfaatkan adalah kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan
ketentuan hukum Agama (Syari’at Islam)16.
3. Sighat (kalimat ijab qabul)
Shighat atau lafaz ijab qabul. Jumhur ulama mengatakan bahwa ijab adalah
perkataan penjual seperti saya jual barang ini harga sekian 17. Sedangkan qabul
13
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama: Jakarta, (2000), 115.
14

15
Lendrawati, Modul Fiqh Muamalah: Jual Beli Dan Permasalahannya Dalam Hukum Ekonomi Islam, IAIN
Curup, (2019), 9.
16
Suhrawardi K. Lubis, Farid Wajadi, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika: Jakarta, (2012), 144.
17
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Rieneka Cipta: Jakarta, (1992), 401.
adalah perkataan pembeli, seperti saya beli dengan harga sekian 18. Ijab qabul yang
dilakukan oleh penjual dan pembeli, merupakan suatu tindakan aqad. Lafal aqad
sendiri berasal dari bahasa arab “Al-aqdu” yang berarti perikatan atau perjanjian
dan pemufakatan. Secara etimologi fiqih, aqad didefinisikan dengan pertalian ijab
(pernyatan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai
dengan kehendak syari’ah yang berpengaruh pada obyek perikatan 19. Terdapat
perbedaan pendapat menurut Mazhab Al-Hanafiyah. Dalam pandangan mazhab
ini, ijab adalah lafadz yang diucapkan terlebih dahulu, siapa pun yang
mengucapkannya, apakah pihak penjual atau pun pihak pembeli. Sedangkan qabul
adalah lafadz yang diucapkan berikutnya setelah lafadz ijab, baik diucapkan oleh
penjual atau pun oleh pembeli20.
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun aqad terdiri atas empat macam.
Pertama, pernyataan untuk mengikat diri (pernyataan aqad). Kedua, pihak-pihak
yang beraqad. Ketiga, obyek aqad. Keempat, tujuan aqad21.
Kemudian syarat ijab qobul adalah:
a. Tidak Boleh Bertentangan, Agar ijab dan qabul menjadi sah, para ulama
sepakat bahwa antara keduanya tidak boleh terjadi pertentangan yang
berlawanan, baik dalam masalah barang, harga atau pun dalam masalah
tunainya pembayaran.
b. Sighat madhi, dalam bahasa arab, sighat akad harus diucapkan dalam bentuk
madhi, atau sesuatu perbuatan yang sudah lewat waktunya. Misalnya kata
bi'tuka yang berarti,"Aku telah menjual kepadamu", atau lafadz isytaraitu
yang berarti Aku telah membeli. Tujuan penggunaan bentuk lampau (past)
adalah untuk memastikan bahwa akad ini sah dan sudah terjadi keputusan
antara kedua belah pihak. Barangkali dalam bahasa populer sering disebut
dengan istilah deal. Dan ijab atau qabul tidak boleh dinyatakan dalam bentuk
istifham atau bentuk pertanyaan. Misalnya penjual bertanya kepada
pembeli,"Maukah kamu beli buku ini dengan harga 10 ribu?" Maka lafadz
ijab ini tidak sah.
c. Tidak butuh saksi, umumnya para ulama sepakat bahwa akad jual-beli tidak
disyaratkan adanya saksi.
d. Boleh dengan tulisan atau isyarat, sebagian ulama mengatakan bahwa akad
itu harus dengan lafadz yang diucapkan. Kecuali bila barang yang diperjual-
belikan termasuk barang yang rendah nilainya. Namun ulama lain
membolehkan akad jual-beli dengan sistem mu'athaah, yaitu kesepakatan
antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi tanpa mengucapkan lafadz22.
Ulama Hanafiah dan Malikiyah mengatakan bahwa antara ijab dan qabul boleh
diantarai waktu yang telah disepakati sehingga pihak pembeli sempat berfikir 23.
Namun Ulama Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa antara ijab dan qabul
18
Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah, Amzah: Jakarta, (2010), Cet Ke-1, 189.
19
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, Raja Grafindo Persad: Jakarta, (2010), 69.
20
Lendrawati, Modul Fiqh Muamalah: Jual Beli Dan Permasalahannya Dalam Hukum Ekonomi Islam, 15.
21
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, 96.
22
Lendrawati, Modul Fiqh Muamalah: Jual Beli Dan Permasalahannya Dalam Hukum Ekonomi Islam, 15-16.
23
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, 98.
tidak boleh terlalu lama yang dapat menimbulkan dugaan bahwa objek
pembicaraan tersebut berubah24.
Pada zaman modern, perwujudan ijab dan qabul tidak lagi diucapkan tetapi
dilakukan dengan sikap mengambil barang, membayar uang dari pembeli, serta
menerima uang dan meneyerahkan barang tanpa ucapan apapun. Contohnya jual
beli yang berlangsung di pasar swalayan. Dalam fiqih muamalah jual beli
semacam ini disebut dengan bai’al-muathah, namun jumhur ulama berpendapat
bahwa jual beli seperti ini hukumnya boleh jika hal itu sudah menjadi kebiasaan
masyarakat25.
D. Macam-macam Jual Beli
Secara garis besar, jual beli dibagi dalam dua bagian besar, yaitu:
1. Jual Beli Shahih.
Jual beli sahih yaitu apabila jual beli itu disyari’atkan, memenuhi rukun dan
syarat yang telah ditentukan, bukan milik orang lain, dan tidak tergantung pada hak
khiyar lagi. Jual beli yang telah memenuhi rukun dan syarat adalah boleh atau sah
dalam Agama Islam, selagi tidak terdapat unsur-unsur yang dapat membatalkan
kebolehan kesahannya26.
2. Jual beli yang batal atau fasid.
Batal adalah tidak terwujudnya pengaruh amal pada perbuatan di dunia karena
melakukan perintah syara’ dengan meninggalkan syarat dan rukun yang
mewujudkannya. Jual beli batal adalah apabila salah satu rukun dan syarat dari jual
beli tidak terpenuhi, seperti jual beli yang dilakukan anak kecil, orang gila, atau
barang yang diperjual belikan adalah barang-barang yang diharamkan syara’ seperti
bangkai, darah, babi dan khamr.
Jual beli yang batal, ada banyak macam dan jenisnya, diantaranya27;
a. Jual beli buah yang belum muncul di pohonnya. Memperjual belikan yang
putiknya belum muncul di pohonnya, atau anak sapi yang belum ada, sekalipun
di perut induknya telah ada.
b. Menjual barang yang tidak bisa diserahkan pada pembeli. Seperti menjual
barang yang hilang atau burung piaraan yang lepas dan terbang di udara atau
juga seperti menjual ikan yang masih ada di dalam air yang kuantitasnya tidak
diketahui. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah Saw;
Artinya: "Ibnu Mas’ud ra. Berkata, Rasulullah Saw bersabda janganlah
membeli ikan dalam air karena itu gharar. (HR Bukhori)28.
Maksud dari hadis di atas adalah menjual barang yang tidak jelas, ukuran,
bentuk, dan jenis barang yang akan dijadikan objek jual beli, adalah haram.
c. Jual beli yang mengandung unsur penipuan. Contohnya adalah jual beli al-
Mazabanah (barter yang diduga keras tidak sebanding). Seperti dengan
menukar buah yang basah dengan buah yang kering, karena dikhawatirkan
24
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, 74.
25
Rachat Syafei, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia: Bandung, (2001), Cet. Ke-4, 76.
26
Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah, 202.
27
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, 144.
28
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulugul Maram Dan Penjelasanya, 597.
antara yang dijual dan yang dibeli tidak seimbang. Hal ini sejalan dengan sabda
Rasulallah SAW. yang artinya; Dari Jabir R.A., Rasulallah SAW, melarang
menjual setumpuk tamar yang tidak diketahui takarannya dengan tamar yang
diketahui takarannya. (HR. Bukhari-Muslim)29.
Maksud hadis di atas adalah melarang jual beli dengan cara menukar antara
barang yang sejenis dan barang yang sudah di takar dengan barang yang belum
di takar karena jual beli yang demikian mengandung unsur penipuan, atau
menjual barang yang takarannya tidak sesuai dengan aqadnya atau mengurangi
takarannya. Takaran jual beli dalam islam harus sesuai dengan apa yang telah
diakadkan kepada pihak pembeli atau menggunakan takaran yang sah, jual beli
ini dapat dilihat dalam firman Allah Q.S Almutaffifin ayat 1-3 sebagai berikut;

‫ َو ِاَذ ا َك اُلۡو ُهۡم َاْو َّو َز ُنۡو ُهۡم‬. ‫ اَّلِذ ۡي َن ِاَذ ا اۡك َتاُلۡو ا َع َلى الَّناِس َيۡس َتۡو ُفۡو َن‬. ‫َو ۡي ٌل ِّلۡل ُم َطِّفِفۡي َن‬
‫ُيۡخ ِس ُر ۡو َؕن‬

Artinya: kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-


orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,
dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi30.
Maksud ayat diatas adalah Allah melarang keras kepada orang-orang yang
melakukan transaksi jual beli menggunakan takaran dan timbangan yang tidak
sesuai dengan apa yang diakadkan atau tidak sesuai dengan kenyataannya,
maksudnya orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam
menakar dan menimbang31.
E. Klasifikasi Hadits Tematik Jual Beli Online
Pada dasarnya prinsip jual beli online bagian dari perdagangan biasa, karenanya jual
beli online tidak jauh berbeda dengan prinsip jual beli secara umum dalam hukum Islam,
yang membedakan hanya media dan transaksinya. Selama unsur-unsur perdagangan
online sesuai dengan perdagangan biasa baik pelaku usaha, barang dagangan, dan kontrak
sesuai dengan prinsip-prinsip umum dan syar’i dalam perdagangan biasa, maka hadis-
hadis yang relevan dengan perdagangan biasa juga relevan dengan perdagangan online.
Hadis-hadis pada Bab terdahulu memang tidak ada secara eksplisip berbicara tentang
perdagangan online karena pada zaman Nabi belum ada fasilitas internet. Oleh sebab itu,
hadis-hadis yang menjadi dalil jual beli secara umum juga merupakan hadis-hadis yang
menjadi dalil jual beli online.
a. Al-Salam (Perdagangan Transaksi Pra Bayar)

29
Mu’ammal Hamidy, Terjemah Nailul Authar, Surabaya: PT. Bina Ilmu, Jilid IV, 1993, 1733.
30
Dapatemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Penerbit Diponegoro: Bandung, (2000), 587.
31
Muhammad Abdullah Abu Al imam Al Bukhori, Mu’ammal Hamidy Terjemah Nailul Authar, PT. Bina Ilmu:
Surabaya, Jilid IV, (1993), 1733.
‫َح َّد َثَنا َأُبو ُنَع ْيٍم َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن َع ْن اْبِن َأِبي َنِج يٍح َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َك ِثيٍر َع ْن َأِبي اْلِم ْنَهاِل َع ْن اْبِن‬
‫َعَّباٍس َرِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا َقاَل َقِد َم الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اْلَم ِد يَنَة َو ُهْم ُيْس ِلُفوَن ِفي الِّثَم اِر‬
‫الَّسَنَتْيِن َو الَّثاَل َث َفَقاَل َأْس ِلُفوا ِفي الِّثَم اِر ِفي َك ْيٍل َم ْع ُلوٍم ِإَلى َأَج ٍل َم ْع ُلوٍم َو َقاَل َع ْبُد ِهَّللا ْبُن اْلَو ِليِد‬
‫َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن َح َّد َثَنا اْبُن َأِبي َنِج يٍح َو َقاَل ِفي َك ْيٍل َم ْع ُلوٍم َو َو ْز ٍن َم ْع ُلوٍم‬
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah orang-orang
mempraktekan jual beli buah-buahan dengan sistim salaf, yaitu membayar dimuka dan
diterima barangnya setelah kurun waktu satu atau dua tahun kemudian atau katanya dua
atau tiga tahun kemudian. Isma'il ragu dalam hal ini. Maka Beliau bersabda: "Siapa yang
mempraktekkan salaf dalam jual beli buah-buahan hendaklah dilakukannya dengan
takaran dan timbangan yang diketahui (pasti) ". Telah menceritakan kepada kami
Muhammad telah mengabarkan kepada kami Isma'il dari Ibnu Abi Najih seperti redaksi
hadits ini: "dengan takaran dan timbangan yang diketahui (pasti) ".(HR. Bukhārī: 2239)32
b. Al-Istisna (Perdagangan Transaksi Pasca Bayar)
‫َع ْن َأِبي َسِع ْيٍد َس ْع ِد ْبِن َم اِلِك ْبِن ِس َناٍن الُخ ْد ِر ِّي َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َأَّن َر ُسْو َل ِهللا‬
‫ «َال َض َر َر َو َال ِض َر اَر »َح ِد ْيٌث َح َس ٌن‬: ‫ﷺَقاَل‬

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh berbuat madlarat dan
hal yang menimbulkan madlarat.".33
Sistem transaksi perdagangan elektronik (e-commerce) dalam konteks hukum Islam
sama halnya dengan jual beli salam dan Istiṣnā dalam konteks muamalah. Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa definisi dari salam disini bukan berarti perdamaian, akan tetapi
salam secara terminologi adalah akad yang terjadi pada suatu barang yang telah
disebutkan akan ciri-cirinya, ada dalam tanggung jawab, dan telah ditentukan harga yang
disepakati pada saat terjadi kesepakatan transaksi di majlis akad.
F. Pandangan Ulama Hadits Terhadap Transaksi Perdagangan Online
1. Pandangan Ibnu Hājar Al ‘Asqalani
Akad salam adalah salah satu bentuk akad dalam fiqih muamalat. Makna salam disini
bukan salam yang artinya perdamaian atau memberi salam. Akan tetapi salam disini
artinya penyerahan. Secara terminologis salam adalah transaksi terhadap sesuatu yang
dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga yang diberikan
kontan ditempat transaksi. Pada hakekatnya akad salam adalah jual beli dengan hutang.
Tapi bedanya, yang dihutang bukan uang pembayarannya, melainkan barangnya
sedangkan uang pembayarannya justru diserahkan secara tunai. “Hai orang-orang yang
32
Sanad Hadis: Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Zurarah telah mengabarkan kepada kami Isma'il bin
'Ulayyah telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Najih dari 'Abdullah bin Katsir dari Abu Al Minhal dari Ibnu
'Abbas radliallahu 'anhuma. Muhammad bin Ismail al-Bukhari, “Shahih Bukhari” no. 2239 dan 2094. “Shahih
Muslim” no. 3010 dan 3011. (Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadis).
33
Sanad Hadis: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada
kami ‘Abdurrazaq berkata, telah memberitakan kepada kami Ma'mar dari Jābir Al Ju'fi dari Ikrimah dari Ibnu
Abbās. Ibnu Majah Abu ‘Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Mājah juz. 3 no. 2340
( Maktab Abi al-Mu’athi, tt) p. 430.
beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. al-Baqarah: 282).
Para ulama sepakat bahwa jual beli ini disyariatkan, kecuali pendapat yang
diriwayatkan dari Ibnu Al Musayyab. Namun, mereka berbeda pendapat tentang sebagian
syarat-syaratnya. Mereka sepakat mensyaratkan pada jual-beli sistem salam semua syarat
yang berlaku pada jual-beli umunya. Selain itu, modal harus diserahkan pada saat
transaksi. Ibnu Hajar Al ‘Asqalani berpendapat bahwa perkataan Imam Bukhari terhadap
“Bab Jual-Beli Sistem Salam dengan Menggunakan Takaran yang Diketahui”, yakni pada
barang yang bisa ditakar. Disyaratkannya menentukan takaran yang digunakan pada
barang yang dijual dengan sistem salam, apabila barang tersebut adalah sesuatu yang
dijual dengan menggunakan ukuran takaran. Yaitu merupakan perkara yang disepakati
oleh para ulama, karena adanya perbedaan volume takaran, kecuali apabila di negeri ini
hanya ada satu takara standar. Maka, jika disebutkan kata “takaran” secara mutlak (tanpa
batasan), dapat dipahami bahwa yang dimaksud adalah takaran standar tersebut.34
Para ulama sepakat pula untuk mengetahui sifat barang yang akan diserahkan, yakni
sifat yang membedakannya dari barang-barang lainnya. Seakan-akan bagian ini tidak
disebutkan dalam hadis, karena mereka telah mempraktikannya, sedangkan hadis ini
memberikan perhatian kepada mereka yang mengabaikannya.

2. Birmawi (w. 1106 H) sebagaimana dikutip oleh Sulaiman Ibn ‘Umar al-Azhāri
Maka apa saja yang menunjukan ijab/qabul dijadikan penilaian seperti suara
maksudnya (juga) apa saja yang senada dengan suara berupa pengungkapan ijab/qabul
atau sesuatu yang menempati posisinya seperti isyarat orang bisu.
3. Muhammad bin Ahmad Al-Syaṭirī
Yang menjadi pertimbangan dalam akad adalah subtansinya, bukan bentuk redaksinya,
mengenai jual beli melalui jaringan telepo, telek, dan telegraf, semua sarana ini dan
sejenisnya dapat dijadikan pegangan di era ini. Dengan sarana ini prakteknya berjalan.34
4. Wahbah al-Zuhayli
Yang dimaksud dengan kesatuan tempat transaksi (ittihad al-majlis) yang diharapkan
dari setiap akad (transaksi) bahwa bukan berarti keberadaan kedua belah pihak yang
bertransaksi di dalam satu lokasi/tempat, karena bisa jadi lokasi salah satu pihak adalah
bukan lokasi pihak yang lain ketika keduanya dihubungkan dengan fasilitas jaringan
seperti bertransaksi melalui telpon, teleks, atau korespondensi.
Adapun yang dimaksud dengan kesatuan tempat transaksi diatas adalah kesatuan masa
atau waktu di mana kedua belah pihak melakukan transaksinya. Dengan demikian, tempat
transaksi (majlis al-‘aqd) adalah sebuah kondisi di mana kedua belah pihak saling
berunding mengenai sebuah transaksi. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka majlis akad
34
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Al Bukhari, Terj. Amiruddin, Fathul Baari Syarah: Shahih
Bukhari (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), cet. 3, p. 4.
dalam (transaksi melalui) percakapan telepon atau teleks adalah masa ketersambungan
selama pembahasan masih berkaitan dengan akad. Jika kedua belah pihak berunding
berpindah tema ke pembahasan yang lain (selain akad) maka majilis akad dianggap
selesai.35
Melihat pendapat dari lama di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subtansi dari
sebuah transaksi atau dalam hal ini adalah ijab dan kabul yaitu merundingkan sesuatu untuk
mencapai kesepakatan dalam sebuah majlis akad. Yang dimaksud dalam majlis akad ini yaitu
ketika digabungkan dan disimpulkan dari ketiga pendapat ulama ini adalah tempat transaksi
untuk mencapai kesepakatan tersebut. Jadi, tidak mesti kesepakatan tersebut dilakukan satu
tempat secara bersamaan.

KESIMPULAN
Prinsip jual beli online tidak jauh berbeda bahkan hampir sama dengan prinsip jual beli
secara umum dalam hukum Islam, yang membedakan hanya media pemasaran dan
transaksinya. Selama objek tansaksi tersebut halal, bermanfaat dan memiliki kejelasan baik
bentuk, fungsi dan keadaannya dapat diserahterimakan pada waktu dan tempat yang telah
disepakati oleh penjual dan pembeli. Karena tidak ada perbedaan antara jual beli biasa dengan
jual beli online maka hadis-hadis jual beli online adalah hadis-hadis jual beli biasa dan hadis-
hadis transaksi dalam ekonomi Islam, diantaranya hawālah, wadi’ah, wakālah, kafālah, ijārah,
qarḍ.
Konsep jual beli salam adalah menyerahkan barang terlebih dahulu kemudian barang
diserahkan. Hal ini sama dengan konsep jual beli online. Adapun pendapat ulama terhadap
jual beli online adalah yang menjadi subtansi dari sebuah transaksi atau dalam hal ini adalah
ijab dan kabul yaitu merundingkan sesuatu untuk mencapai kesepakatan dalam sebuah majlis
akad.

35
Fatwa & Tausiyah Majelis Ulama Indonesia..., p. 91-92.
DAFTAR PUSTAKA
Wardi Muslich, Ahmad, 2010, Fikih Muamalah, Amzah: Jakarta, Cet. ke-1.

Sabiq, Sayyid, 1997, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr.

Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, Abi, dkk., Kifayatul al-Akhyar, Juz I, Surabaya: Darul Ilmi.

H. M. Ali, Daud, 1991, Asas-Asas Hukum Islam, Rajawali Press: Jakarta.

Haroen, Nasrun, 2000, Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama: Jakarta.

Lendrawati, 2019, Modul Fiqh Muamalah: Jual Beli Dan Permasalahannya Dalam Hukum
Ekonomi Islam, IAIN Curup.

K. Lubis, Suhrawardi Farid Wajadi, 2012, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika: Jakarta.
Sudarsono, 1992, Pokok-Pokok Hukum Islam, Rieneka Cipta: Jakarta.

Wardi Muslich, Ahmad, 2010, Fikih Muamalah, Amzah: Jakarta, Cet Ke-1.

Anwar, Syamsul, 2010, Hukum Perjanjian Syari’ah, Raja Grafindo Persad: Jakarta.

Syafei, Rachat, 2001, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia: Bandung, Cet. Ke-4.

Hamidy, Mu’ammal, 1993, Terjemah Nailul Authar, Surabaya: PT. Bina Ilmu, Jilid IV.

Dapatemen Agama RI, 2000, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Penerbit Diponegoro:
Bandung.

Abdullah Abu Al imam Al Bukhori, Muhammad, 1993, Mu’ammal Hamidy Terjemah Nailul
Authar, PT. Bina Ilmu: Surabaya, Jilid IV.

Anda mungkin juga menyukai