Anda di halaman 1dari 22

Transaksi Jual Beli Online Dalam Islam

Bpk.Dr.Khalilurrahman, M. A

Afiefuddin ; 222300043

Program Studi Pendidikan Agama Islam


Tahun ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’at nya diakhirat nanti

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhin tugas semester
1 dan judul makalah ini adalah “Hukum Transaksi Online dan Jual Beli Online
Dalam Islam”

Kami ucapkan terimakasih kepada bapak khalilurrahman selaku dosen


pengampu, dan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan
makalah dari awal hingga selesai

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalah pahaman dalam penulisan


makalah, dab kami juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca
untuk bahan pertimbangan perbaikan makalah

Jakarta,3 Januari 2023

Afiefuddin
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap muamalah pasti terjadi di antara dua orang (pihak), tidak
lepas dari kemungkinan berupa pertukaran barang dengan barang; atau
barang dengan sesuatu yang berada dalam tanggungan; atau tanggungan
dengan tanggungan.1
Jual Beli merupakan salah satu tuntunan Rasulullah SAW untuk
mencari nafkah dan rizky demi melanjutkan kehidupan sekaligus
menjalankan kodrat manusia sebagai khalifah di muka bumi ini yang tak
lain adalah sebagai ciptaan Allah yang ditakdirkan untuk memanfaatkan
kekayaan yang ada di alam semesta ini demi melangsungkan kehidupannya.
Nabi Muhammad SAW yang sejatinya lebih dikenal sebagai seorang Rasul,
pemimpin masyarakat dan pendakwah ternyata sangat ulung sebagai
“Tajirr” atau pedagang2. Itu tercatat di berbagai literatur-literatur sejarah
kebudayaan Islam yang pernah kita pelajari di sekolah maupun di
perkuliahan.
Aktifitas jual beli sudah menjadi pokok utama dalam peradaban
ekonomi manusia yang ada di dunia, analoginya adalah pondasi sebuah
bangunan, apabila pondasinya rapuh maka bangunannya pun pula rapuh,
apabila aktifitas jual beli ini menurun maka peradaban ekonomi manusia
pun terhambat atau tidak berkembang.
Sifat manusia yang pada dasarnya serakah dan selalu mengikuti
hawa nafsunya mengarahkan kepada macam-macam praktek yang tidak
baik bahkan diharamkan seperti penipuan, praktek gharar dan riba’. Oleh
karena itu agama Islam melalui produk fiqh muamalahnya mencoba

1
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatu Muqtasid, Terj Abu Usamah Fakhtur,
Mukhlis Mukti (Jakarta, Pustaka Azzam, 2007) hlm 249
2
Muhammad Syafi’I Antonio, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager
(Jakarta; Tazkia Multimedia & Pro LM Centre, 2007), hlm 77
memecahkan permasalahan mengenai isu-isu degradasi moral dalam jual
beli ini.
Di era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, tentunya
banyak perusahaan-perusahaan marketplace yang mulai tumbuh
berkembang, oleh karena itu praktek jual beli secara online sudah mulai
dilakukan oleh masyarakat dan tentunya muncul resiko akan ada benih-
benih kejahatan dalam bermuamalah, seperti penipuan.
Akad dalam fiqh muamalah yang berhubungan dengan jual beli
online adalah Akad Salam. Salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana
uang harga barang dibayarkan secara tunai, sedangkan barang yang dibeli
belum ada, hanya sifat-sifat, jenis dan ukurannya sudah disebutkan pada
waktu perjanjian dibuat3
Hasil penelitian Kaspersky Lab dan B2B International, sebanyak 26
persen konsumen Indonesia kehilangan uang karena menjadi sasaran tindak
penipuan online. Indonesia menjadi negara dengan korban tertinggi disusul
Vietnam 26 persen dan India 24 persen. Ros Horgan (Pimpinan Global
Divisi Pencegahan Penipuan Kapersky Lab) mengatakan bahwa bentuk
ancaman keuangan online terhadap konsumen semakin berkembang. Selain
penipuan online dengan gaya tradisional terdapat pula para penjahat siber
yang mengeksploitasi serta mencari cara baru untuk menipu konsumen.4
Oleh karena itu pada makalah ini akan dijelaskan salah satu dari
beberapa degradasi moral yang ada pada jual-beli yaitu jual beli yang
dilarang karena kerugian yang disebabkannya yakni penipuan.5 Dan
permasalahan-permasalahan yang diangkat adalah dari isu-isu kontemporer.

3
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2010) hlm 243
4
Tekno tempo, “Penipuan Online di Indonesia Tertinggi”, diakses dari tekno.tempo.co
pada tanggal 24 Oktober 2018 pukul 00.21 WIB
5
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatu Muqtasid, Terj Abu Usamah Fakhtur,
Mukhlis Mukti (Jakarta, Pustaka Azzam, 2007) hlm 294
B. Rumusan Masalah
1. Latar Belakang Jual Beli Online
2. Landasan Normatif dan Hukum Jual Beli Online
3. Modus- Modus Penipuan Jual-Beli Online
4. Penipuan Jual Beli Online Perspektif Islam
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya jual beli online
2. Untuk mengetahui Landasan normatif dan hukum jual beli online
3. Untuk mengetahui macam-macam modus jual beli online
4. Untuk mengetahui bagaimana penipuan jual beli perspektif Islam
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Jual Beli Online

Pada dasarnya, sistem jual beli telah diterapkan sejak masa


Rasulullah SAW. Pada umumnya, orang memerlukan benda yang ada pada
orang lain (pemiliknya) dapat dimiliki dengan mudah, tetapi pemiliknya
terkadang tidak mau memberikannya. Terdapat beberapa pengertian
mengenai jual beli, yang menurut bahasa jual beli (al-ba’i) merupakan
menukar kepemilikan barang dengan barang6 atau saling tukar menukar.
Secara istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian jual beli,
diantaranya yakni:

1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang


dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada
yang lain atas dasar saling merelakan.
2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan
aturan syara.
3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan
ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syarat.
4. Tukar-menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus
(dibolehkan).
5. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau
memindahkan hak milik denga nada penggantinya dengan cara yang
diperbolehkan.
6. Akad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah
penukaran hak milik secara tetap. 7

6
Moh. Thalib, Tuntunan Berjual Beli menurut Hadis Nabi, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1977), hlm. 7.
7
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
hlm. 66.
7. Menurut Ibnu Qadamah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
umtuk menjadikan miliknya.
8. Nawawi, jual beli adalah pemilikan harta benda secara tukar menukar
yang sesuai dengan ketentuan syariah.
9. Menurut Al-Hasani, mengemukakan bahwa jual beli adalah pertkaran
harta dengan harta melalui sistem yang menggunakan cara tertentu. 8

Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan kebudayaan dan


teknologi, jual beli yang semula menggunakan sistem barter yaitu
pertukaran barang satu dengan barang yang lainnya, lalu berubah dengan
alat transaksi jual beli dengan uang, maka transaksi jual beli mulai
dilaksanakan dengan adanya uang dengan barang. Beberapa dekade setelah
itu manusia menemukan teknologi kartu kredit sebagai pengganti uang real
dan kemudia pada masa kini kebiasaan jual beli dengan melalui online.
Dengan kemajuan komunikasi dan informasi, telah membawa dampak pada
kemajuan dalam dunia bisnis. Jual beli jarak jauh sudah merupakan
kebiasaan yang berlaku di dunia bisnis pada saai ini. Dalam hal ini penjual
dan pembeli tidak memperhatikan lagi masala hijab qabul secara lisan,
tetapi cukup dengan perantara seperti kertas berharga, cek, wesel, dan
sebagainya.9

Begitu juga dengan perkembangan pemasaran barang yang diperjual


belikan, media pemasaran yang awalnya hanya dilaksanakan dengan saling
bertemu antara pihak penjual dan pembeli, namun sekarang hal-hal ini
sudah dapat dilakukan tanpa harus bertemu langsung dengan adanya
perkembangan alat telekomunikasi berupa jaringan internet. Dari

8
Ismail Nawawi,Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), hlm. 75.
9
Sofyan AP. Kau, Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Via Telepon dan Internet, (Al-
Mizan, 2007), hal. 11.
perkembangan bentuk transaksi jual beli pemasaran inilah kita mengenal
dengan nama online shop.

Sejarah jual beli online:

a. Belanja online pertama kali dilakukan di Inggris pada tahun 1979 oleh
Michael Aldrich dari Redifon Computers. Ia menyambungkan televisi
berwarna dengan komputer yang mampu memproses transaksi secara
realtime melalui sarana kabel telepon.
b. Sejak tahun 1980, ia menjual sistem belanja daring yang ia temukan di
berbagai penjuru Inggris.
c. Pada tahun 1980, belanja online secara luas digunakan di Inggris dan
beberapa negara di daratan Eropa seperti Perancis yang menggunakan
fitur belanja online untuk memasarkan Peugeot, Nissan, dan General
Motors.
d. Pada tahun 1992, Charles Stack membuat toko buku daring pertamanya
yang bernama Book Stacks Unlimited yang berkembang menjadi
Books.com yang kemudian diikuti oleh Jeff Bezos dalam membuat situs
web Amazon.com dua tahun kemudian.
e. Pada tahun 1994, Netscape memperkenalkan SSL encryption of data
transferred online karena dianggap hal yang paling penting dari belanja
daring adalah media untuk transaksi daringnya yang aman dan bebas dari
pembobolan.
f. Pada tahun 1996, eBay situs belanja daring lahir dan kemudian
berkembang menjadi salah satu situs transaksi daring terbesar hingga saat
ini.
Toko online di Indonesia baru mulai populer di tahun 2006. Pada
akhir tahun 2008 jumlah toko online di Indonesia meningkat puluhan
hingga ratusan persen dari tahun sebelumnya. Faktor pendukungnya
adalah makin banyaknya pengguna internet di Indonesia, yang tadinya
hanya sekitar 2.000.000 orang pada tahun 2000 menjadi 25.000.000
pengguna pada tahun 2008 (internetworldstats.com, data hingga Juni
2008). Faktor kedua yang menyebabkan hal tersebut, karena semakin
mudah dan murahnya koneksi internet di Indonesia, ketiga semakin
banyak pendidikan dan pelatihan pembuatan toko online dengan harga
sangat terjangkau. Bentuk kegiatan jual beli ini tentu memiliki banyak
nilai positif, diantaranya kemudahan dalam melakukan transaksi karena
penjual dan pembeli tidak perlu repot bertemu untuk melakukan
transaksi. Dalam online shop, biasanya menawarkan barang, harga, dan
juga gambar. Dari situlah pembeli memilih dan kemudian memesan
barang yang biasanya akan dikirim setelah pembeli mentransfer uangnya.
Dalam Islam berbisnis mealui online diperbolehkan selagi tidak
terdapat unsur-unsur riba, kezaliman, menopoli dan penipuan. Adapun
beberapa syarat yang mendasar diperbolehkannya jual beli lewat online,
yakni:
1) Tidak melanggar ketentuan syari’at Agama, seperti transaksi
bisnis yang diharamkan, terjadinya kecurangan, penipuan dan
menopoli.
2) Adanya kesepakatan perjanjian diantara dua belah pihak (penjual
dan pembeli) jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan antara
sepakat (Alimdha’) atau pembatalan (Fasakh). Sebagaimana yang
telah diatur didalam Fikih tentang bentuk-bentuk option atau
alternative dalam akad jual beli (Alkhiarat) seperti Khiar Almajlis
(hak pembatalan di tempat jika terjadi ketidak sesuaian), Khiar
Al’aib (hak pembatalan jika terdapat cacat), Khiar As-syarath (hak
pembatalan jika tidak memenuhi syarat), Khiar At-
Taghrir/Attadlis (hak pembatalan jika terjadi kecurangan), Khiar
Alghubun (hak pembatalan jika terjadi penipuan), Khiar Tafriq
As-Shafqah (hak pembatalan karena salah satu diantara duabelah
pihak terputus sebelum atau sesudah transaksi), Khiar Ar-Rukyah
(hak pembatalan adanya kekurangan setelah dilihat) dan Khiar
Fawat Alwashaf (hak pembatalan jika tidak sesuai sifatnya).
3) Adanya kontrol, sangsi dan aturan hukum yang tegas dan jelas dari
pemerintah (lembaga yang berkompeten) untuk menjamin
bolehnya berbisnis yang dilakukan transaksinya melalui online
bagi masyarakat. Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan
syarat-syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan di atas, maka
hukumnya adalah “Haram” tidak diperbolehkan. Kemaslahatan
dan perlindungan terhadap umat dalam berbisnis dan usaha harus
dalam perlindungan negara atau lembaga yang berkompeten. Agar
tidak terjadi hal-hal yang membawa kemudratan, penipuan dan
kehancuran bagi masyarakat dan negaranya.

B. Landasan Normatif dan Hukum Jual Beli Online


1. Al Qur’an
a. Al-Baqoroh ayat 275

ِّ َ ِّ‫ذَل‬
ۚ ‫اَّللُ ا لْبَ يْ عَ َو َح َّرمَ الرِّ ََب‬ َ ‫ك ِِّبَّنُ ْم قَال َُواْ إِّّنَا الْبَ ْي ُع مثْ ُل الرََب َوأ‬
َّ َّ‫َح ل‬

“Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata


(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(Al-Baqoroh Ayat
275)

2. Hadist Rasulullah SAW

ُّ ‫ أ‬: ‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم ُسئِّ َل‬


‫َي‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫اَّللُ َع ْنهُ { أ‬
َّ ِّ‫َن الن‬
َ ‫َِّب‬
ِّ ‫اعةَ بْ ِّن رافِّ ٍع ر‬
َّ ‫ض َي‬ َ َ َ َ‫َع ْن ِّرف‬

‫ َوُك ُّل بَ ْي ٍع َم ْْبُوٍر } َرَواهُ الْبَ َّز ُار‬، ِّ‫الر ُج ِّل بِّيَ ِّده‬
َّ ‫ َع َم ُل‬: ‫ال‬ ِّ ‫الْ َك ْس‬
ُ َ‫ب أَطْي‬
َ َ‫ب ؟ ق‬

‫ص َّح َحهُ ا ْْلَاكِّ ُم‬


َ ‫َو‬
Dari Rifa’ah bin Rafi’, Nabi pernah ditanya mengenai pekerjaan apa yang
paling baik. Jawaban Nabi, “Kerja dengan tangan dan semua jual beli yang
mabrur” [HR Bazzar no 3731 dan dinilai shahih oleh al Hakim. Baca
Bulughul Maram no 784].10

3. Kaidah Ushulul-Fiqh

‫ إال أن يدل دليل على حترميها‬,‫األصل ىف املعاملة اإلَبحة‬


Segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalah itu diperbolehkan,
kecuali ada dalil yang mengharamkan
4. Fatwa DSN MUI
FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 05/DSN-MUI/IV/2000
Tentang JUAL BELI SALAM

5. Hukum Undang-Undang
a. Pasal 1320 KUH Perdata (syarat-syarat terjadinya suatu persetujuan
yang sah)
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3) suatu pokok persoalan tertentu;
4) suatu sebab yang tidak terlarang.
b. Pasal 378 KUH Pidana (pelaku penipuan)
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan
piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun”.
c. Pasal 1 ayat 2 UU ITE

10
Ibnu Hajar Astqolani, Bulughul Maram (Jakarta; Daar el Kutub) hlm 176
“Perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya”
d. Pasal 9 UU ITE
“Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat
kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”

C. Modus- Modus Penipuan Jual-Beli Online


1. Penipuan Berkedok Investasi
Penipuan jenis ini dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu skema Ponzi,
skema piramida dan inventory loading.
Dalam skema Ponzi, investor dijanjikan akan memperoleh penghasilan
dengan cepat dan berlipat (quick and rich scheme) dari sejumlah uang yang
diinvestasikan. Padahal uang yang diperoleh investor tersebut berasal dari
investor lain yang baru bergabung.
Sang Bandar dalam skema ini juga menjadi pemain aktif. Ia sendiri yang
mengelola uang investasi. Investor hanya perlu duduk smabil menunggu
masa panen datang. Biasanya, uang yang terkumpul akan digunakan untuk
jual beli valuta asing.
Skema piramida hamper mirip dengan skema Ponzi. Imbalan yang
diterima berasal dari investor yang baru bergabung, hanya saja dalam skema
piramida investor juga harus aktif mencari investor lain. Jika tidak bias
mencari investor lain, ia tidak akan mendapat apa-apa.
Inventory Loading, jenis penipuan inilah yang sekarang paling sering
dijumpai didunia maya. Bagi orang awam, model ini lebih susah dibedakan
dengan investasi yang legal. Karena, dalam modus ini ada produk atau jasa
lain yang diberikan sehinga seolah-olah seperti pemasaran berjenjang.
Produk yang ditawarkan tidak hanya berupa barang, tetapi juga jasa yang
nilainya sebenarnya jauh lebih kecil dari investasi yang harus dikeluarkan.
2. Penipuan Lewat Undian Berhadiah
Modus penipuan ini sudah sering dijumpai di dunia maya, biasanya
akan ada iklan yang muncul saat mengunjungi suatu website. Aksi modus
ini sangat sederhana, yaitu dengan mengajak korban bergabung dalam situs
undian online dengan iming-iming hadiah yang besar. Kemudian korban
diharuskan mengisi data diri dan membayar sejumlah uang sebagai biaya
administrasi sebelum akhirnya mengikuti undian.
3. Penipuan Menggunakan Modus Phising (Password Harvesting Fishing)
Modus penipuan ini adalah tindakan penipuan yang menggunakan
e-mail palsu atau situs website palsu yang bertujuan untuk mengelabuhi user
sehingga pelaku bias mendapatkan user tersebut.11
Tindakan ini bisa berupa e-mail yang berasal dari lembaga resmi, misalnya
bank dengan tujuan mendapatkan data pribadi nasabahnya seperti PIN,
nomor rekening atau nomor kartu kredit.

Menurut IGN Mantra dosen peneliti cyber war dan security


inspection menjelaskan bahwa phising adalah percobaan penipuan
menggunakan surel (surat elektronik) dengan tujuan untuk mendapatkan
username, password, token, dan informasi-informasi sensitif lainnya yang
dikirim melalui surel. Surel phising datang seolah-olah dari
perusahaan/organisasi di mana user adalah anggota/member12.
4. Penjualan Produk Dengan Harga Miring (E-buy Scam)
Salah satu platform belanja online terbesar e-Bay kerap menipu
konsumen. Namun, penipu tersebut bukan datang dari pengembang situs
tersebut, melainkan para penjual yang ada dalam e-Bay.
Beberapa penjual di e-Bay sering kali mengunggah gambar suatu produk
dengan harga yang sangat murah. Atau bisa dibilang jauh dari harga rata-

11
Vyctoria, Bongkar Rahasia E-Banking Security dengan Teknik Hacking dan Carding,

(Yogyakarta:CV Andi Offset, 2013), 214.


12
IGN Mantra, “Potensi Ancaman Keamanan Email Perusahaan”, Info Komputer, (9 September

2015), 71.
rata produk sejenis yang dijual di situs lainnya. Kalau sudah begini, dapat
dipastikan penjual tersebut “abal-abal”.
Kalau pun harga yang dijual lebih murah, range harganya pasti tidak
jauh berbeda dengan pedagang lain. Sebab harga murah yang terlampir di
situs e-Bay merupakan salah satu taktik penjual untuk mendapat perhatian
dari para pengunjung.
5. Nigerian Scam
Penipuan ini menggunakan cara menghibahkan suatu barang atau
harta tertentu. Si penipu berpura-pura ingin mewariskan harta ataupun
benda kesayangannya kepada orang lain dengan berbagai macam alasan.
Tujuannya tidak lain untuk mendapatkan data diri si korban.
6. HYIP atau High Yield Investment Program
Merupakan salah satu jenis program yang menggunakan skema
Ponzi. 90% dari HYIP adalah bohong dan 10% sisanya menunggu antrian
untuk dicap sebagai pembohong, mengapa? Bos HYIP biasanya
menggunakan modal yang besar untuk mendapatkan dana yang besar pula.
Mereka rela membayar member mereka selama beberapa tahun untuk
meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan calon investor, sehingga
investor yang tidak berhati-hati akan langsung melakukan investasi secara
besar - besaran.

7. Money handling
Modus jenis ini melibatkan pihak ketiga untuk menerima dana yang
dicuri melalui email scam lain ke sebuah account sebelum kemudian
memindahkan uang dari luar negeri, setelah dikurangi komisi.

8. Modus Menggunakan Cara Verification Code Scan

Bagi yang suka berbelanja online ataupun streaming film dari


internet pasti sudah tidak asing lagi dengan metode penipuan online yang
satu ini. Verification code scam merupakan penipuan dalam bentuk kode
verifikasi yang biasanya dikirimkan ke smartphone. Kode tersebut berisi 4-
6 digit angka yang harus diketik ulang ke situs yang bersangkutan untuk
mendapat akses masuk ke dalamnya.

Biasanya dalam kasus ini korban diminta untuk melampirkan nomor


KTP ataupun nomor kartu debit, setelah korban mengetahui nomor kartu
debit, penipu mampu menguras habis isi kartu debit.

9. Program Pay To

Program ini menggunkan cara menawarkan untuk mengikuti


program yang akan membayar korban jika korban mengklik email atau
banner. Di antaranya memang penipu membayar, namun sebagian besar
situs tersebut tidak membayarnya. Biasanya penyelenggara bisnis ini akan
menyaratkan korban harus memperoleh poin sejumlah tertentu (misalnya
100 USD) sebelum penipu membayar korban. Kenyataannya, poin yang
diperoleh tidak pernah mencapai jumlah tersebut.

D. Penipuan Jual Beli Online Perspektif Islam

Sistem muamalah dalam Islam mengenal bahwa segala sesuatu pada


dasarnya boleh dilakukan dengan tujuan kemaslahatan bersama. Akan tetapi
kebolehan tersebut dapat juga berubah menjadi sesuatu yang dilarang atau
bentuk hukum lainnya apabila terdapat alasan yang medukungnya.

Demikian pula dalam hal berbisnis yang disini berfokus pada jual beli online
(E-commerce) yang merupakan salah satu bentuk dari muamalah. Pada
prinsipnya kegiatan berbisnis merupakan suatu bentuk usaha yang
diperbolehkan menurut ajaran Islam. Prinsip ini ditegaskan dan didukung dalam
Al-Qur’an dan As-sunnah serta keputusan ulama mengenai hal ini sebagai
sesuatu yang telah dipraktikkan pada masa nabi SAW sampai sekarang.

Tetapi ada beberapa alasan yang dapat mengakibatkan berbisnis (E-


commerce) itu menjadi sesuatu yang terlarang, jika seandainya hal tersebut
hanya akan menyebabkan dampak yang tidak baik bagi umat. Kesepakatan dan
kerelaan (adanya unsur suka sama suka) sangat ditekankan dalam setiap bentuk
bisnis. Namun, hanya dengan kesepakatan dan kerelaan yang bermula dari suka
sama suka tersebut, tidak menjamin transaksi tersebut dapat dinyatakan sah
dalam islam yang mengatur adanya transaksi yang dibolehkan dan tidak
dibolehkan.

Hal yang sering menjadi problematika dalam dunia bisnis salah satunya
adalah kesamaran. Kesamaran dalam dunia bisnis sangatlah dilarang, karena
sering melibatkan ketidakpastian (uncertainely) dan kekaburan. Kurangnya
informasi tentang segala sesuatu yang terdapat dalam transaksi jual beli akan
mendatangan sifat keraguan dan ketidakpastian, dan hal ini akan menghapuskan
keadilan dalam transaksi tersebut.

Berbisnis, khususnya disini menekankan pada bisnis online yang


didalamnya mengandung unsur kesamaran (gharar) ini mengandung permainan
atau untung-untungan, meragukan, dan mengadung unsur penipuan dilarang
dalam Islam. Islam melarang jual beli tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
Rasulullah SAW dalam hadistnya.

Dan juga, berbisnis yang mengandung unsur gharar dilarang karena hal
tersebut melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi dalam
etika Islam.

Dalam hal ini akan muncul selanjutnya adalah tadlis (unknown to one party)
dimana terdapat ketidaktahuan diantara pihak-pihak yang bertransaksi sehingga
dapat menimbulkan kecurangan atau penipuan yang disebabkan hanya salah satu
pihak yang mengetahui adanya informasi (asimmetric information) atau
spesifikasi dari objek yang akan diperjual belikan. Hal ini dapat diartikan sebagai
pelanggaran terhadap prinsip kerelaan atau suka sama suka. Hal tersebut dapat
terjadi dalam 4 kategori, yaitu: kualitas, kuantitas, harga, dan waktu penyerahan.

Kemudahan dalam betransaksi yang dihadirkan melalui e-commerce justru


tidak sedikit menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan beresiko tinngi
yang menimbulkan kerugian. Resiko yang paling domina adalah kasus penipuan.
Contoh kasus penipuan yang sering terjadi adalah setelah uang ditransfer barang
tak kunjung datang, barang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah
dipaparkan dan lain-lain.

Islam memandang kasus penipuan dalam jual beli online adalah hal yang
sangat fatal karena telah melanggar asas-asas dalam Islam yang sudah tertera
sangat jelas dalam pedoman kitab suci umat Islam yakni Al-qur’an (Q.S An-Nisa
{4}:29). Kasus penipuan pada jual beli online telah melanggar asas amanah
khususnya dari pihak penjual oline, untuk menghindari pelanggaran asas amanah
tersebut penjual online harus memberikan informasi sejujurnya kepada pihak
pembeli yang tidak banyak mengetahuinya. Hal ini bertujuan untuk menghindari
adanya kasus penipuan (gharar) atau kemungkinan risiko yang terjadi lainnya.

Dalam hukum Islam, tindak pidana penipuan jual beli online termasuk ke
dalam jarimah ta’zir. Jarimah ta’zir adalah perbuatan tindak pidana yang bentuk
dan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi
pelakunya (ta’zir artinya: ajaran atau pelajaran) (Munajat Makhrus, 2009: 35).
Menurut Syarbini al-Khatib, bahwa ayat al-Qur’an yang dijadikan landasan
adanya jarimah ta’zir adalah Qur’an Surat al-Fath ayat 8-9 yang artinya:

ِّ ‫اك َش‬
‫اه ًدا َوُمبَ ِّش ًرا َونَ ِّذ ًيرا‬ َ َ‫إ ََّّن أ َْر َسلْن‬

ِّ ‫َّلل ورسولِّ ِّه وتُع ِّزروهُ وتُوقِّروهُ وتُسبِّحوهُ ب ْكرةً وأ‬


ِّ ِّ ِّ
‫َص ًيل‬ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َّ ‫لتُ ْؤمنُوا َِّب‬

Artinya: 8. Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita


gembira dan pemberi peringatan, 9. supaya kamu sekalian beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya. Dan
bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.

Dari terjemahan tersebut diatas, A.Hasan menterjemahkan: watu’aziruhu


dengan: dan supaya kamu teguhkan (agamanya) dan untuk mencapai tujuan ini,
satu diantaranya ialah dengan mencegah musuh-musuh Allah, sebagaimana
yang telah dikemukakan oleh Syarbini al-Khatib (Jaih Mubarak, 2004: 47).
Adapun Hadits yang dijadikan dasar adanya jarimah ta’zir adalah sebagai
berikut:

1. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim yang artinya: “Dari
Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW menahan
seseorang karena disangka melakukan kejahatan;
2. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah yang artinya: “Dari Abu
Burdah Al-Anshari RA. Bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk kecuali didalam hukuman yang
telah ditentukan oleh Allah ta’ala (Muttafaqun Alaih)”;
3. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah yang artinya “Dari Aisyah Ra.
Bahwa nabi bersabda: Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak
pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-
jarimah hudud”.

Secara umum ketiga hadits tersebut menjelaskan tentang eksistensi ta’zir


dalam syariat Islam. Hadits pertama menjelaskan tentang tindakan Nabi yang
menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk
memudahkan boleh lebih dari sepuluh cambukan untuk membedakan dengan
jarimah hudud. Dengan batas hukuman ini dapatlah diketahui mana yang
termasuk jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah ta’zir. Menurut al-
Kahlani, para ulama sepakat bahwa yang termasuk jarimah hudud adalah zina,
pencurian, minum khamr, hirabah, qadzaf, murtad dan pembunuhan. Selain dari
jarimah-jarimah tersebut, termasuk jarimah ta’zir meskipun ada juga beberapa
jarimah yang diperselisihkan oleh para fuqaha, seperti liwath, lesbian, dan
sedangkan hadits ketiga mengatur tentang tekhnis pelaksanaan hukuman ta’zir
yang bias berbeda antara satu satu pelaku lainnya, tergantung kepada status
mereka dan kondisi-kondisi lain yang menyertainya (Ahmad Wardi, 2005: 249-
250).

Adapun pembagian jarimah ta’zir dari beberapa segi yaitu:


1. Dilihat dari segi hak yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua
bagian:

a. Jarimah ta’zir yang menyinggung hal Allah. yang dimaksud dengan


Jarimah ta’zir melanggar hak Allah adalah semua perbuatan yang
berkaitan kepentingan dan kemaslahatan umum. Misalnya, penimbunan
bahan-bahan pokok, membuat kerusakan dimuka bumi (penebangan
liar);
b. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu. Yang dimaksud dengan
Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu adalah setiap perbuatan
yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Misalnya, penginaan,
penipuan, dan lain sebagainya (Marsum, 1988: 21).

2. Dilihat dari segi sifatnya, Jarimah ta’zir dibagi dalam tiga bagian:

a. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat. Yang dimaksud dengan


maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan
perbuatan yang diharamkan. Misalnya, tidak membayar utang,
memanipulasi hasil waqaf, sumpah palsu, riba, menolong pelaku
kejahatan, memakai barang-barang yang diharamkan;
b. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan
umum perbuatan-perbuatan yang masuk dalam jarimah ini bisa
ditentukan, karena perbuatan ini tidak diharamkan karena zatnya,
melainkan karena sifatnya. sifat yang menjadi alasan dikenakan
hukuman terdapat unsur merugikan kepentingan umum;
c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran, dalam merumuskan ta’zir karena
pelanggaran terdapat beberapa pandangan, yang pertama berpendapat
bahwa orang yang meninggalkan yang mandub (sesuatu yang
diperintahkan dan dituntut untuk dikerjakan) atau mengerjakan yang
makruh (sesuatu yang dilarang dan dituntut untuk ditinggalkan) tak
dianggap melakukan maksiat, hanya saja mereka dianggap menyimpang
atau pelanggaran dapat dikenakan ta’zir. Menurut sebagian ulama yang
lain, meninggalkan mandub dan mengerjakan yang makruh tidak bisa
dikenakan hukuman ta’zir. Karena ta’zir hanya bisa dikenakan jika ada
taklif (perintah atau larangan). Apabila hukuman diterapkan maka
merupakan suatu pertanda menunjukan bahwa perbuatan itu wajib atau
haram (Ahmad Wardi, 2005: 251).

3. Dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya) ta’zir juga dbagi kedalam tiga
bagian:

a. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash


tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau ada syubhat, seperti
pencurian yang tidak mencapai nishab atau oleh keluarga sendiri;
b. Jarimah yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi hukumna
belum ditetapkan, seperti riba, suap, tipu dan mengurangi takaran atau
timbangan;
c. Jarimah baik yang hukum dan jenisnya belum ditetapkan oleh syara’,
seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah (H.A. Djazuli, 1996:
158-159).

Dari penjelasan yang dikemukakan diatas, ta’zir adalah suatu istilah untuk
hukum atas jarimah-jarimah yang hukumnya belum ditetapkan oleh syara’.
Dikalangan fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumnya belum ditetapkan oleh
syara’ dinamakan jarimah ta’zir. Jadi, istilah ta’zir bisa digunakan untuk
hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana). Hukumannya, diserahkan
sepenuhnya kepada penguasa atau hakim. Pelaksanaan jarimah ta’zir juga harus
dipertimbangkan hal ini berarti dalam menentukan sanksi ta’zir itu harus
mempertimbangkan pelakunya karena kondisi pelakunya itu tidak selalu sama
baik motif tindakannya maupun kondisi psikisnya disamping itu untuk
menjerakan pelakunya.

Sesuai pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sanksi pidana


yang diberlakukan pada tindak pidana penipuan jual beli online dalam tinjauan
hukum Islam adalah ta’zir. Penerapan hukuman jarimah ta’zir yang sesuai untuk
pelaku penipuan jual beli online tergantung wewenang penguasa (hakim) seperti
hukuman penjara ataupun denda yang dapat membuat pelaku penipuan jual beli
online ini menjadi jera dan tidak akan mengulangi perbuatan pidana tersebut.

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sanksi


pidana yang diberlakukan pada tindak pidana penipuan jual beli online
dalam tinjauan hukum Islam adalah ta’zir. Penerapan hukuman jarimah
ta’zir yang sesuai untuk pelaku penipuan jual beli online tergantung
wewenang penguasa (hakim) seperti hukuman penjara ataupun denda yang
dapat membuat pelaku penipuan jual beli online ini menjadi jera dan tidak
akan mengulangi perbuatan pidana tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Astqolani, I. H. (2002). Bulughul Marom minnal adillati wal ahkam. Jakarta: Darul
Kutub Al-Islamiyah.
Antonio, M. S. (2007). Muhammad SAW, The Super Leader, Super Manager. Jakarta:
Tazkia Multimedia & ProL.M Centre.
AP, S. (2007). Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli via Telefon dan Internet .
Jakarta: Al-Mizan.
Desak Made Prilia Darmayanti, K. S. (2016). Kajian Terhadap Tindak Pidana Penipuan
Melalui Jual Beli Online. Jurnal Fakultas Hukum, Universitas Udayana, 15-20.
Moh.Thalib. (1977). Tuntunan Berjual Beli Menurut Hadist Nabi. Surabaya: PT. BIna
Ilmu.
Muslich, A. W. (2010). Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.
Nawawi, I. (2012). Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia .
Rusyd, I. (2007). Terjemahan Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid . Jakarta: A&M
Design.
Saharani, S. (2011). Fiqh Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Stabilitas. (2018, Oktober 23). "Awas skema phonzi berkedok bisnis diinternet".
Retrieved from Majalah manajemen resiko: www.stabilitas.co.id
Tempo, T. (2018, Oktober 24). Penipuan online di Indonesia tertinggi. Retrieved from
tekno.tempo.co: www.tekno.tempo.co

Anda mungkin juga menyukai