KAJIAN TEORI
Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat, karena
dalam setiap pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk
meninggalkan akad ini. Untuk mendapatkan makanan dan minuman misalnya,
terkadang ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya, tapi
akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga kemungkinan
besar akan berbentuk akad jual beli.1
Dalam istilah hukum Islam jual beli dikenal dengan istilah al-bay’. Secara
baha sa al-bay’ merupakan mashdar dari kata ba’a, yaitu menjual. Al-bay’
merupakan lawan kata al-syira’, yaitu membeli, tetapi dapat juga bermakna al-
syira’ itu sendiri. Kata al-ibtiya’ misalnya juga bermakna al-isytira’, seperti
firman Allah Swt:
Terjemahannya:
Dan mereka menjual Yusuf dengan murah, yaitu beberapa dirham saja, dan
mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.2(Qs. Yusuf: 20)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jual beli diartikan sebagai
“persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan
barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.”
1
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
h. 69.
2
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-karim Tajwid dan Terjemah,
(Jakarta Selatan: Pantja Cemerlang, 2019), h. 328.
Dalam kajian hukum Islam terdapat beberapa definisi yang diberikan oleh ahli
hukum Islam terhadap jual beli, Menurut al-Bahuti (w. 1051 H) “jual beli
merupakan pertukaran harta meskipun masih berupa tanggungan, atau pertukaran
manfaat yang mubah yang bersifat mutlak dengan salah satu dari keduanya (harta
atau manfaat yang mubah), bukan dalam bentuk riba, bukan juga qardh.”
Hukum jual beli terdapat dalam Al-Qur’an, hadis dan ijma ulama. Dalam
Al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 275.
Terjemahannya:
3
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-karim Tajwid dan Terjemah,
(Jakarta Selatan: Pantja Cemerlang, 2019), h. 61.
Terjemahannya:
Suatau jual beli dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan
syarat yang telah ditentuakan oleh syarak. Mengenai rukun dan syarat jual beli,
para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun jual beli ini, terdapat
perbedaan pendapat ulama mazhab Hanafi dan jumhur ulama.
1) Shighat (lafaz ijab dan qabul) shighat biasa didefinisikan sebagai sesuatu
yang berasal dari kedua belah pihak yang berakad, yang menunjukan
keinginan keduanya untuk melakukan akad dan merealisasikan
kandungannya, yang biasanya diungkapkan dengan istilah ijab dan qabul.
4
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-karim Tajwid dan Terjemah,
(Jakarta Selatan: Pantja Cemerlang, 2019), h. 29.
5
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
h. 73.
2) Aqidani (dua pihak yang berakad), Aqidani adalah penjual dan pembeli,
karena keduanya mempunyai andil dalam terjadinya pemilikan barang
dengan konpensasi harga.
3) Ma’qud alaih (barang yang diakadkan), Dalam hal ini ma’qud alaih
didefinisikan sebagai harta yang akan dipindahkan dari salah seorang
yang berakad kepada pihak lain, baik harga atau barang berharga.
Adapun syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan
jumhur ulama adalah sebagai berikut:6
Ulama fikih mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah segai
berikut:
a) Orang yang mngucapkannya telah akil balig dan berakal atau telah
berakal, sesuai dengan perbedaan mereka dalam menentukan
syarat-syarat seperti telah dikemukakan;
b) Qabul sesuai dengan ijab, misalnya penjual mengatakan: Saya jual
tas ini seharga sepuluh ribu, lalu pembeli menjawab: Saya beli
dengan harga sepuluhribu;
c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majeslis. Maksudnya, kedua
belah pihak yang melakukan akad jual beli hadir dan
membicarakan masalah yang sama.10
3) Syarat barang yang diperjualbelikan
7
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
h. 75.
8
Abdul Azis Dahlan, ed, Ensiklopedia Hukum Islam, jilid 3, h. 829
9
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 23.
a) Barang itu ada atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
Misalnya disebuah toko, karena tidak mungkin memajang barang
dagangan semuanya karena masih ada dipabrik, tetapi secara
meyakinkan barang itu bisa dihadirkan sesuai dengan persetujuan
pembeli dengan penjual dan barang ini dihukumkan sebagai barang
yang ada;
b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Olehnya itu
bangkai, khamar, dan darahtidak sah menjadi objek jual beli karena
menurut syara’ benda-benda seperti ini tidak bermanfaat bagi
muslim;
c) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seorang
tidak diperjualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan di laut atau
emas dalam tanah karena ikan dan emas itu belum dimiliki oleh
penjual;
d) Bisa diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang
disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.11
10
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 24.
11
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 26-27.
12
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), h. 69.
4. Macam-macam Jual Beli
1. Jual beli sharf, yaitu jual beli mata uang dengan mata uang sejenis, seperti
jual beli emas dengan emas.
2. Jual beli muqayadhah (barter), yaitu jual beli barang dengan barang, seperti
jual beli hewan ternak dengan pakaian.
3. Jual beli salam, yaitu jual beli dengan cara menyerahkan harga terlebih
dahulu untuk mendapatkan suatu barang dengan sifat-sifat tertentu yang
harus diserahkan pada waktu yang diketahui.
4. Jual beli muthlaq, yaitu jual beli barang dengan uang, seperti jual beli mobil
dengan harga Rp. 200.000.000.13
13
Muhammad Saleh, Jual Beli Dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Gava
Media, 2018), h. 75.
14
https://www.google.com/amp/esportsnesia.com/penting/apa-itu-pubg-mobile di akses
pada tanggal 22 November 2021.
a. Dasar Hukum Game Online Player Unknown’s Battle Grounds (PUBG)
Mobile.
FATWA
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
2. Al-Hadits;
Artinya:
Dari Abi Musa Bahwa Nabi SAW Bersabda: Siapa yang bermain
3. Ijma' Ulama;
4. Qiyas;
Artinya:
Segala sesuatu yang pada dasarnya boleh, kecuali bila ada dalil
yang mengharamkannya.
Artinya:
(perbuatan tersebut).
6. Pendapat Ulama;
Artinya:
Berkata al-Mallasi, termasuk bagian yang berpegang pada tebak-
menebak adalah al-kanjafah, yaitu kertas-kertas bergambar. Katanya lagi,
diqiyaskan kepada mereka (orang-orang yang melakukan permainan
menggunakan merpati), maksudnya pada sisi menolak kesaksian saja.
Adapun permainan lari maka kadang kadang haram jika menimbulkan
kemudharatan diri sendiri, dengan tanpa tujuan/faedah.
Mengingat Juga :
SIDANG PARIPURNA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KETIGA : TAUSHIYAH
15
Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 3 Tahun 2019, Tentang Hukum
Game Pubg (Player Unknown's Battle Grounds) Dan Sejenisnya Menurut Fiqh Islam.
B. Prinsip-prinsip Jual Beli Online
Kegiatan jual beli online saat ini semakin marak, apalagi situs yang
digunakan untuk melakukan transaksi jual beli online semakin banyak dan
beragam. Namun, seperti yang kita keahui bahwa dalam sistem jual beli online
produk yang ditawarkan hanya berupa penjelasan spesifikasi barang dan gambar
yang tidak bisa dijamin kebenarannya. Untuk itu sebagai pembeli, maka sangat
penting untuk mencari tahu kebenaran apakah barang yang ingin dibeli itu sudah
sesuai atau tidak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jual beli diartikan
sebagai persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang
menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang
yang dijual.16
Kata online terdiri dari dua kata, yaitu on (Inggris) yang berarti hidup atau
didalam, dan line (Inggris) yang berarti garis, lintasan, saluran atau jaringan.
Secara bahasa online bisa diartikan “didalam jaringan” atau dalam koneksi.
Online adalah keadaan terkoneksi dengan jaringan internet. Dengan keadaan
online ini pun seseorang dapat melakukan kegiatan secara aktif sehingga dapat
16
Dapertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 478.
menjalin komunikasi, baik komunikasi satu arah seperti membaca berita dan
artikel dalam website maupun komunikasi dua arah seperti chatting dan saling
berkirrim email. Online bisa diartikan sebagai keadaan dimana sedang
menggunakan jaringan, satu perangkat dengan perangkat lainnya saling terhubung
sehingga dapat saling berkomunikasi.17
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa jual beli via telepon dan
internet (online) adalah dibolehkan.
17
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 28.
dia mendiamkan (tidak menentukan hukum) terhadap banyak hal. Hal itu
bukan karena lupa, karena itu jangan membahasnya.”18
Kedua, bila dilihat dari aspek maqashid al-syariah, di dalam jual beli via
telpon dan internet (online) terdapat kemaslahatan, berupa kemudahan transaksi,
dan efisien waktu. Dan setiap persoalan muamalah yang didalamnya dijumpai
unsur kemaslahatan, maka itulah yang dituju oleh hukum Allah, kata Izzuddin
‘Abdussalam, tokoh fiqih mazhab syafi’i. Dan dengan cara apapun kemaslahatan
itu bisa dicapai, maka tata cara itu bisa dicapai, maka tata cara itu pun
disyari’atkan, tegas Ibnu qayyim al-Jauziah, tokoh ulama mazhab Hambali.
Karena memang syariat islam itu ditetapkan untuk kemaslahatan manusia, baik
untuk jangka pendek di dunia maupun jangka panjang di akhirat, kata al-Syatibi,
tokoh fiqih mazhab Maliki.19 Ketiga, lebih dari prinsip kemaslahatan ini, yang
tidak kalah terpenting adalah substansi makna yang terkandung dalam suatu
bentuk mu’amalah serta sasaran yang akan dicapai. Dan bukan bentuk formal dari
padanya. Kaidah fiqih menyebutkan:
Telepon dan internet (online) adalah bentuk formal dan secara pembantu
tercapainya transaksi jual beli. Lebih dari sebagai sarana, meskipun membantu,
yang terpenting esensi dari jual beli itu sendiri. Jika didalamnya ada unsur
(jahalah), merugikan pihak lain (zhulm), dan barang yang diperjualbelikan itu
tergolong yang diharamkan (seperti babi, khamar, dan lain-lain), maka jelas itu
18
Dr. Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, cet. 1
2011), h. 208.
19
Dr. Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, cet. 1
2011), h. 209.
diharamkan.20
Selain dalam hukum Islam, dasar hukum transaksi elektronik juga diatur
dalam hukum positif, yaitu:
Pada pasal 4 Undang Undang ITE tujuan pemanfaatan teknologi dan informasi
elektronik, yaitu:23
Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Menuru Gunawan Wijaya, jual beli adalah suatu bentuk perjanjian yang
melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu yang dalam hal
ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan
penyerahan uang dari pembeli ke penjual.24
Transaksi jual beli online, penjual dan pembeli tidak bertemu langsung
dalam satu tempat melainkan melalui dunia maya, adapun yang menjadi subjek
jual beli online tidak berbeda dengan jual beli secara konvensional, yaitu penjual
yang menjual barangnya dan pembeli sebagai konsumen yang membayar harga
barang. Penjualan dan pembelian online terkadang hanya dilandasi oleh
kepecayaan, artinya pelaku jual beli online kadang tidak jelas sehingga rentan
terjadinya penipuan. Adapun yang menjadi objek jual beli online, yaitu barang
yang berbentuk akun yang dibeli oleh pembeli.26
25
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 31.
26
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online
Di Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh
Muamalah”, (Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut
Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 31.
4. Jenis Transaksi Jual Beli Online
Konsomen jual beli online semakin dituntut untuk mengetahui lebih delam
mengenai proses, resiko serta keamanan dari sebuah transaksi online. Saat ini
jenis transaksi online juga semakin beragam mulai dari jenis konvensional dimana
pembeli dan penjual harus bertatap muka dalam melakukan proses transaksi
hingga yang menggunakan proses transaksi otomatis tanpa harus bertatap muka.
Di Indonesia sendiri ada beberapa jenis transaksi jual beli online yang biasa
dilakukan oleh konsumen jual beli online, yaitu:27
Pada sistem COD sebenarnya hampir dapat dikatakan bukan sebagai proses
jual beli secara online, karena penjual dan pembeli terlibat secara langsung.
bertemu, tawar-menawar, dan memeriksa kondisi akun apakah sesuai dengan yang
diposting dimedia sosial, baru kemudian membayarnya. Keuntungan dari sistem
ini adalah antara pembeli dan penjual lebih bisa leluasa dalam proses transaksi.
Pembeli bisa melihat dengan detil akun yang akan dibeli. Jenis transaksi ini
dipopulerkan oleh website jual beli seperti Tokobagus, Berninga, facebook,
whatsaap dan lainnya. Kekurangan dari sistem ini adalah keamanan baik penjual
dan pembeli karena boleh jadi pihak yang akan ditemui pembeli atau penjual
adalah orang yang berniat jahat.28
27
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 32.
28
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 33.
5. Mekanisme Transaksi Jual Beli Online
Mekanisme jual beli online hal pertama yang dilakukan oleh pembeli.
yaitu mengakses platform facebook atau toko online yang menawarkan penjualan
akun game online player unknown’s battle ground (PUBG) mobile. Setelah
masuk, bisa memilih akun yang ingin dibeli jika sudah dirasa cocok bisa langsung
melakukan transaksi dengan menyetujui perjanjian yang telah ditetapkan oleh
kedua belah pihak. Kalau sudah terjadi kesepakatan secara digital, penjual akan
mengirimkan nomor rekening pada calon pembeli agar dapat melakukan
pengiriman uang sesuai dengan harga akun yang akan dibeli. Adapun saat ini
dengan berbagai macamnya sosial media seperti facebook, Line, Black Berry
Massanger (BBM), whatsapp dan lainnya. pembeli tinggal melihat postingan
penjual berupa gambar-gambar yang ditawarkan kepada pembeli, lalu kemudian
pembeli tinggal mengkonfirmasi melalui komentar. inbox atau sms dan telepon
jika ingin memesan barang yang diinginkan. Biasanya. digambar itu telah tertera
nomor rekening pemilik akun, sehingga setelah mengkonfirmasi pemilik akun,
maka pembeli bisa langsung mentransfer uangnya lewat bank, lalu mengirimkan
bukti transfernya ke penjual akun, setelah itu pembeli akan lansung dikirimi id
dan password akun yang telah ia beli.29
Melakukan transaksi elektronik dalam hal ini jual beli online, ada
kelebihan dan kekurangan yang didapatkan oleh pelaku usaha dan konsumen.
Adapun kelebihan dan kekurangan bagi pelaku usaha dan konsumen dalam
melakukan transaksi jual beli online, yaitu:30
29
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 33-34.
30
Zeinita Baguna, “Problematika Antara Reseller dan Konsumen Pada Jual Beli Online Di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Perspektif Fiqh Muamalah”,
a. Kelebihann dan Kekurangan Jual Beli online
Bagi Penjual Ada beberapa kelebihan jual beli online bagi penjual, yaitu:
Selain beberapa kelebihan tersebut, jual beli online atau bisnis online ini
juga mempunyai kekurangan, yaitu:
(Skripsi Sarjana, Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Institut Agama Islam
Negeri Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo, 2020), h. 35-37.
C. Asas-Asas Hukum Ekonomi Syariah
Hukum Ekonomi Syariah merupakan suatu bidang kajian yang dewasa ini
terus berkembang baik dalam konteks “pendalaman” (deepening), dari disiplin ini
dan dari sisi keilmuannya, maupun dalam kaitan “perluasan” lingkup subjek ini
sebagai konsekuensi perkembangan pesat atau dinamika interaksi ekonomi
internasional yang mengarah pada “rule making proces” yang bersifat mendunia.31
31
Neni Sri Imaniyati, “Asas dan Jenis Akad dalam Hukum Ekonomi Syariah:
Implementasinya pada Usaha Bank Syariah”, Mimbar, Vol. XXVII, No. 2 (2011): h. 151.
32
Neni Sri Imaniyati, “Asas dan Jenis Akad dalam Hukum Ekonomi Syariah:
Implementasinya pada Usaha Bank Syariah”, Mimbar, Vol. XXVII, No. 2 (2011): h. 152.
(al-qiyam al-asasiyyah), asas umum (al-ushul al-kulliyyah), peraturan-peraturan
hukum konkret (al-ahkam al-far’iyyah).33
a. Asas ibahah atau kebolehan merupakan asas umum hukum Islam dalam
bidang muamalat yang dirumuskan pada kalimat “pada dasarnya segala
sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya”. Hal ini
bertolak belakang dengan asas yang berlaku dalam ibadah bahwa tidak ada
ibadah kecuali apa yang telah dicontohkan oleh Rosulullah Saw. Jika
dihubungkan dengan tindakan hukum dan perjanjian maka perjanjian apa
pun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian
tersebut.
b. Asas kebebasan berakad dalam hukum Islam dibatasi dengan larangan
makan harta sesame dengan jalan bathil. Yang dimaksud dengan makan
harta sesama dengan jalan bathil adalah makan harta orang lain dengan
cara yang tidak dibenarkan dan tidak sah menurut hukum Syariah.
c. Asas kosensual berlandaskan pada kaidah hukum Islam pada asasnya
perjanjian (akad) itu adalah kesepakatan para pihak dan akibat hukumnya
adalah apa yang mereka tetapkan melalui janji. Asas janji itu mengikat
berlandaskan pada perintah dalam Al Qur’an agar memenuhi janji. Dalam
kaidah ushul fikih, perintah itu pada asasnya menunjukkan wajib. Di
33
Neni Sri Imaniyati, “Asas dan Jenis Akad dalam Hukum Ekonomi Syariah:
Implementasinya pada Usaha Bank Syariah”, Mimbar, Vol. XXVII, No. 2 (2011): h. 153.
34
Neni Sri Imaniyati, “Asas dan Jenis Akad dalam Hukum Ekonomi Syariah:
Implementasinya pada Usaha Bank Syariah”, Mimbar, Vol. XXVII, No. 2 (2011): h. 155
antara ayat dan hadits dimaksud adalah, dan penuhilah janji, sesungguhnya
janji itu akan dimintakan pertanggungjawabannya. Hukum perjanjian
Islam menekankan perlunya keseimbangan dalam perjanjian.
Keseimbangan ini dapat berupa keseimbangan antara yang diberikan
dengan yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul risiko.
d. Asas kemaslahatan dimaksudkan agar akad yang dibuat oleh para pihak
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh
menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan yang memberatkan
(masyaqqah).
e. Asas amanah mengandung arti bahwa para pihak yang melakukan akad
harus memiliki itikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya.Dalam
perjanjian Islam dituntut adanya amanah misalnya memegang rahasia, atau
memberikan informasi yang sesungguhnya, tidak bohong. Dalam hukum
Islam keadilan merupakan perintah Allah yang tertera dalam Al Qur’an,
berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa (Q.S. 5:8).
Keadilan merupakan tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum.
35
Neni Sri Imaniyati, “Asas dan Jenis Akad dalam Hukum Ekonomi Syariah:
Implementasinya pada Usaha Bank Syariah”, Mimbar, Vol. XXVII, No. 2 (2011): h. 156.